• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGETAHUAN GIZI, PERSEPSI BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI MAHASISWI GIZI DAN NON GIZI IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGETAHUAN GIZI, PERSEPSI BODY IMAGE, KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI MAHASISWI GIZI DAN NON GIZI IPB"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN GIZI, PERSEPSI BODY

IMAGE, KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP STATUS GIZI MAHASISWI GIZI DAN NON

GIZI IPB

FITRIA MERIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh

Pengetahuan Gizi, Persepsi Body Image, Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik

terhadap Status Gizi Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Fitria Meriyanti

I14114039

 

 

 

                  *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan  pada perjanjian kerja sama yang terkait 

(3)

ABSTRAK

FITRIA MERIYANTI. Pengaruh Pengetahuan Gizi, Persepsi Body Image, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi mahasiswi gizi dan non gizi IPB. Desain penelitian ini adalah cross sectional

study. Total contoh yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 60 orang.

Pengetahuan gizi mahasiswi gizi lebih tinggi dari pada mahasiswi non gizi (96.3%, 23.3%). Mahasiswi gizi memiliki persepsi body image negatif lebih tinggi daripada mahasiwi non gizi (43.3%, 36.7%). Kebiasaan makan mahasiswi gizi lebih baik daripada mahasiswi non gizi. Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi body image dengan status gizi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik dengan status gizi. Terdapat pengaruh positif nyata antara status gizi dengan persepsi body

image.

Kata kunci : pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan, aktivitas fisik, status gizi

ABSTRACT

FITRIA MERIYANTI. The effect of Nutrition Knowledge, Perceptions Of Body Image, Eating Habits, Physical Activity to Nutritional Status Of Nutrition And Non Nutrition Collage IPB. Supervised by IKEU TANZIHA.

The purpose of this study was to analize the effect of nutrition knowledge, perception of body image, eating habits,and physical activity to nutritional status between nutrition and non nutrition major students of IPB. An cross sectional desain study was conducted on a sample of 60 students. Nutrition knowledge in nutrition major students is higher than non nutrition major students (96,3%, 23,3%) respectively. The nutrition major students have a higher negative perception of body image (43,3%, 36,7%). Eating habits of nutrition major students are better than non nutritional students. There was a relationship significant corelation between perception of body image with nutrition status. There was no significant correlation nutrition knowledge, eating habits, physical activity with nutritional status. There was real positive effect between nutritional status to perception of body image.

Keywords: nutrition knowledge, perceptions of body image, eating habits, physical activity, nutritional status

(4)

PENGARUH PENGETAHUAN GIZI, PERSEPSI BODY

IMAGE, KEBIASAAN MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP STATUS GIZI MAHASISWI GIZI DAN NON

GIZI IPB

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada

Departemen Gizi Masyarakat

FITRIA MERIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(5)

NIM : 114114039

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Pengetahuan Gizi, Persepsi Body Image, Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB

Nama : Fitria Meriyanti NIM : I14114039

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Pengetahuan Gizi, Persepsi

Body Image, Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi

Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr .Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing, Dr .Ir. Sri Anna Marliati, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberi saran.Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, abang, ayuk novi, ayuk nanik atas segala doa, support dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada stevan atas semua dukungan, kesabaran serta kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada teman-teman alih jenis angkatan 5 (erna, mba sofy, silmi, ama, nia, imas, tiwi, mba lely, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu) yang telah memberikan semangat dan membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 2 Kegunaan 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODOLOGI PENELITIAN

Desain,Tempat, dan Waktu Penelitian 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Defenisi Operasional 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu 8

Pengetahuan Gizi 10

Persepsi Body Image 11

Kebiasaan Makan 13

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 21

Aktivitas Fisik 24

Status Gizi 25

Hubungan Status Gizi Dengan Beberapa Variabel 25 Faktor-faktor yang memepengaruhi Status Gizi 27

SIMPULAN DAN SARAN 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji beda 35

2. Hasil uji korelasi pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan

makan, aktivitas fisik dengan status gizi 37

3. Hasil uji regresi linier berganda 38

(10)
(11)
(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan kesehatan yang kompleks. Selain kurang gizi dan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah utama, semakin tingginya prevalensi obesitas di beberapa daerah juga mengkhawatirkan. Pada tahun 2004 menurut Indonesian

Society for the Study of Obesity (ISSO) terjadi peningkatan prevalensi yaitu

prevalensi pria overweight sebesar 21.9% dan 49% mengalami obesitas sedangkan pada perempuan sebesar 19.3% mengalami overweight dan 38.8% mengalami obesitas.

Permasalahan gizi muncul karena perilaku gizi seseorang yang salah, yaitu adanya ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizinya. Pada remaja hal ini bisa terjadi karena adanya persepsi yang salah tentang konsep tubuh ideal (body image negatif) (Depkes RI 1995). Menurut Abramson (2005), tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh tidak dihubungkan dengan besarnya kelebihan berat badan. Hal ini berarti bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami kelebihan berat badan, melainkan juga dapat terjadi pada individu yang tidak mengalami kelebihan berat badan.

Body image adalah suatu konsep pribadi seseorang tentang penampilan

fisiknya. Masing-masing orang memiliki penilaian sendiri akan bentuk tubuhnya. Contohnya, ada orang yang merasa tubuhnya gemuk padahal kenyatannya kurus ataupun sebaliknya (Siagian 2011). Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008) menjelaskan bahwa body image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Hasil penelitian juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Khomsan 2005). Pengetahuan mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper et al. 1985).

Menurut Khumaidi (1989), kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi.

Hasil penelitian Tejoyuwono et al. (2009) menyatakan bahwa body image bagi seorang ahli gizi cukup penting karena akan mempengaruhi kepercayaan dari klien dan kesuksesan dalam pemberian konseling. Selain itu, ahli gizi memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh hidup sehat kepada masyarakat.

Penelitian yang pernah dilakukan Anggraeni (1998), mengungkapkan bahwa sebagian besar wanita yang merasa gemuk padahal kondisi riil berat

(13)

badannya normal cenderung melakukan upaya pencapaian tubuh ideal yang salah. Mereka melakukan diet yang berlebihan.bahkan muntah dengan sengaja, serta menggunakan obat cuci perut dan pil diet yang itu semua justru membahayakan diri mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi mahasiswi gizi dan non gizi IPB, karena diasumsikan bahwa IPB merupakan salah satu Perguruan Tinggi terbesar di Bogor yang berisikan mahasiswa pilihan yang memiliki pengetahuan yang baik.

Tujuan Penelitian Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan dan aktivitas fisik terhadap status gizi mahasiswi gizi dan non gizi IPB

Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik mahasiswi jurusan gizi dan non gizi IPB

2. Mempelajari gambaran mengenai pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan,aktivitas fisik,status gizi

3. Menganalisis perbedaan pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan,aktivitas fisik,status gizi mahasiswi gizi dan non gizi IPB

4. Mengatahui hubungan pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan, aktivitas fisik dengan status gizi mahasiswi gizi dan non gizi IPB 5. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi mahasiswi

gizi dan no gizi IPB

Kegunaan

Berkenaan dengan latar belakang dan tujuan yang telah dikemukakan, Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi peneliti sebagai tambahan wawasan teoritis perihal persepsi mahasiswa mengenai body image terkait dengan pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Bagi responden gambaran tentang body image yang baik dengan gaya hidup yang sederhana, murah namun tetap bergizi dan sehat, dan dengan tetap menghargai tubuh yang dimiliki dengan segala kelebihan dan kekurangan.

(14)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Germov & Williams (2004), body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktualnya, maka hal ini dianggap sebagai body image yang negatif. Remaja pada umumnya cenderung menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh penampilan fisik yang menarik. Diet yang dilakukan tanpa pengetahuan gizi yang benar serta aktivitas fisik yang berlebihan senantiasa dilakukan agar tubuhnya sesuai dengan yang diinginkan.

Hasil penelitian Kusumajaya (2007) menjelaskan bahwa persepsi remaja terhadap body image dapat menentukan pola makan serta status gizinya. Salah satu penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan makan yang salah. Permaesih (2003) dalam Emilia (2009) menyatakan bahwa pengetahuan dan praktek gizi remaja yang rendah tercermin dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan.

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Gangguan gizi salah satunya disebabkan oleh kebiasaan makan yang salah. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. yang ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Variabel kebiasaan makan dalam penelitian ini terdiri dari kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan konsumsi sayur dan buah, frekuensi makan, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi camilan, dan pantangan makanan.

Aktifitas fisik atau disebut juga aktifitas eksternal ialah suatu rangkaian gerak tubuh yangmenggunakan tenaga atau energi. Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktifitas fisik dapat meningkatkan resikoke gemukan dan obesitas. Kegiatan fisik cukup besar pengaruhnya terhadap kestabilan berat badan. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi yang diperlukan semakin banyak. Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini dijelaskan secara legkap pada Gambar 1.

(15)

Keterangan :

variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang tidak diteliti =

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian Pengetahuan gizi Kebiasaan makan :

Kebiasaan makan sehari Kebiasaan konsumsi sayur dan buah Kebiasaan sarapan kebiasaan konsumsi fast

food kebiasaan konsumsi camilan pantangan makan Persepsi body image

Karekteristik mahasiswa gizi : Umur

Uang saku Pengeluaran pangan

Berat badan Tinggi badan

Peer group Media

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Status gizi

Karekteristik mahasiswa non gizi : Umur Uang saku Pengeluaran pangan Berat badan Tinggi badan Aktivitas fisik

(16)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Mei 2013. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena IPB memiliki jurusan gizi yang akan melahirkan calon-calon ahli gizi yang siap menangani masalah-masalah gizi pada masyarakat dan juga memiliki jurusan-jurusan lain yang melahirkan calon pemimpin masa depan yang siap melayani masyarakat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar di Institut Pertanian Bogor (IPB). Contoh ditentukan secara purposive dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan mahasiswi jurusan gizi dan non gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), tidak tinggal bersama orang tua (anak kos), dan bersedia dijadikan sebagai sampel penelitian, sementara kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah sudah menikah, sudah bekerja, yang pernah mendapat mata kuliah tentang gizi pada mahasiswi non gizi. Total contoh yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 60 orang mahasiswi, 30 orang mahasiswi gizi dan 30 orang mahasiswi non gizi IPB.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan menggunakan kuesioner yang disebar dan diisi oleh responden.

Jenis data primer yang dikumpulkan adalah:

a. Data karakteristik individu (umur, uang saku, pengeluaran pangan, berat badan, tinggi badan)

b. Data pengetahuan gizi,persepsi body image, kebiasaan makan diperoleh dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner.

c. Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara recall 2x24 jam

d. Data aktivitas fisik diperoleh dengan cara recall aktivitas fisik 2x24 jam e. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran berat dan tinggi badan

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif, dengan menggunakan uji beda, uji korelasi dan uji regresi linier berganda . Pengolahan data dimulai dari editing, pengkodean (coding), pemasukan data (entry),

(17)

pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17.0 for windows.

Data primer terdiri dari karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, pengeluaran untuk pangan), pengetahuan gizi, persepsi body image, kebiasaan makan,asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, Fe, vitamin A,vitamin C), aktivitas fisik dan status gizi.

Data uang saku dibedakan menjadi tiga kategori yaitu <Rp 700.000, Rp 700.000–Rp 1.200.000, dan ≥Rp 1.200.000. Data pengeluaran untuk pangan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu <60% dan ≥ 60% dari uang saku. Pengkategorian tersebut dasarkan pertimbangan bahwa pengeluaran untuk pangan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi per bulan.

Pengetahuan gizi diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan dengan memberi skor. Bila menjawab salah diberi skor 0, sedangkan untuk jawaban benar diberi skor 1, sehingga skor total minimum 0 dan maksimum adalah 20. Kategori pengetahuan gizi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kategori pengetahuan gizi tingkat rendah bila skor <60.0%, kategori pengetahuan gizi tingkat sedang bila skor 60.0%-80.0%, dan kategori pengetahuan gizi tingkat tinggibila skor >80.0% (Khomsan 2000).

Pengukuran persepsi body image dilakukan dengan menggunakan BSQ.

Body Shape Questionnaire (BSQ) merupakan salah satu skala yang biasa

digunakan untuk menilai persepsi tubuh. Pengukuran BSQ dilakukan dengan pemberian pilihan kepada contoh dengan skala nomor dari satu hingga enam sesuai dengan apa yang mereka rasakan sekurang-kurangnya empat minggu terakhir. Skala nomor tersebut yaitu 1 untuk tidak pernah, 2 untuk jarang, 3 untuk kadang-kadang, 4 untuk sering, 5 untuk sangat sering, 6 untuk selalu (Pietro dan Silveira 2008). Menurut Oliveira et al. (2003). BSQ memiliki total skor penilaian antara 34 hingga 204, dengan kategori <80 (memiliki persepsi tubuh positif atau normal), 80-110 (memiliki perepsi tubuh negatif tingkat ringan), 111-140 (memiliki persepsi tubuh negatif tingkat sedang), >140 (memiliki persepsi tubuh negatif tingkat berat), semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin buruk (Paul 2002).

Data mengenai kebiasaan makan diukur melalui pengisian kuesioner dengan mengajukan pertanyaan mengenai kebiasaan sarapan, kebiasaan makan sehari, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan pantangan makan.

Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996), yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Tingkat kecukupan Fe, vitamin A, dan vitamin C dikategorikan menjadi kurang (<77%) dan cukup (≥77%) (Gibson 2005).

Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran energi. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik.Tingkat aktivitas fisik ( Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan PAR

Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas (WHO 2001).

Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL: Physical Activity Level (PAL) =

(18)

Kategori tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69, aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99,aktivitas fisik berat memiliki nilai PAL 2.00-2.39,aktivitas berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (WHO 2001).

Status gizi contoh ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2), kemudian IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori status gizi antropometri menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan International

Obesity Task Force (IOTF), yaitu kurus (< 18.5 kg/m2), normal (18.5-22.9 kg/m2), dan gemuk (22.9 kg/m2).

Defenisi Operasional Contoh adalah mahasiswa gizi dan non gizi IPB

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi.

Kebiasaan Makan adalah kebiasaan makan contoh yang digambarkan melalui kebiasaan makan sehari, kebiasaan sarapan, frekuensi fast food, kebiasaan konsumsi cemilan, kebiasaan konsumsi sayur, buah dan makanan pantangan.

Body image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya

sendiri, gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya.

Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya.

Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadapbentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.

Uang saku adalah jumlah uang dalam rupiah yang dikeluarkan contoh untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan.

Pengeluaran untuk pangan adalah bagian dari uang saku yang dikeluarkan untuk membeli pangan.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh berdasarkan IMT yang dibedakan menjadi kurus, norma,gemuk.

Tingkat kecukupan gizi adalah kecukupan konsumsi pangan contoh berbanding dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Kebiasaan makan sehariadalah tingkat keseringan mahasiswi dalam mengonsumsimakanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari. Aktivitas fisik adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan oleh mahasiswi

dalam kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan PhysicalActivity

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu Usia

Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Usia contoh dalam penelitian ini berkisar antara 20- 23 tahun.

Tabel 1Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan usia

Usia Gizi Non Gizi Total p

n % n % n % 20 21 22 23 0 6 14 10 0 20 46.7 33.3 4 7 15 4 13.3 23.3 50.0 13.3 0 13 29 14 0 21.7 48.3 23.3 0.403 Rata-rata±standar deviasi 22.13±0.73 21.63±0.88 Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 1, rata-rata contoh berada pada usia 22 tahun. Mahasiswi jurusan non gizi sebanyak 50% memiliki usia 22 tahun (22.13±0.73), sedangkan pada mahasiswi gizi sebanyak 46.7% (21.63±0.88). Berdasarkan uji beda,tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia pada kedua kelompok mahasiswi.

Tinggi Badan

Data tinggi badan contoh diperoleh dari pengukuran secara langsung dengan menggunakan microtoise. Kategori tinggi badan di bagi menjadi dua ketegori yaitu <150 cm dan ≥150 cm. Pengkategorian dipilih karena beragamnyahasil data yang diperoleh.

Tabel 2 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tinggi badan

Tinggi Badan (cm) Gizi Non Gizi Total p

n % n % n % <150 >=150 5 25 16.67 83 5 25 16.67 83 10 50 16.67 83.33 0.190 Rata-rata±standar deviasi 154.92±4.89 153.30±3.99 Total 30 100 30 100 60 100

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan suatu keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur, pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek (Supariasa 2002). Berdasarkan Tabel 2, contoh memiliki tinggi badan ≥150 cm baik dari jurusan gizi maupun non gizi yaitu sebanyak 83% dengan nilai rata-rata ± standar deviasi tinggi badan pada kelompok gizi sebesar 154.92±4.89

(20)

dan pada kelompok non gizi sebesar153.30±3.99.Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tinggi badan mahasiswi pada kedua kelompok.

Berat Badan

Karakteristik lain yang diteliti yaitu berat badan. Berat badan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu <55 kg dan ≥55 kg. Pengkategorian dipilih karena beragamnya hasil data yang diperoleh. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara berat badan pada kedua kelompok mahasiswi

Tabel 3 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan berat badan

Berat Badan (kg) Gizi Non Gizi Total p

n % n % n % <55 >=55 18 12 60 40 22 8 73.33 26.67 40 20 66.7 33.3 0.656 Rata-rata ± standar devasi 50.73±6.52 49.85±8.85

Total 30 100 30 100 60 100

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa 2002). Berdasarkan Tabel 3, rata-rata mahasiswi memiliki berat badan <55 kg. Pada mahasiswi non gizi sebanyak 73.33% dengan nilai rata-rata ± standar deviasi sebesar 50.73±6.52, sedangkan pada mahasiswi gizi yang memiliki berat badan <50 kg sebanyak 60% dengan nilai rata-rata ± standar deviasi sebesar 49.85±8.85. Perubahan fisik yang terjadi khususnya berat badan dan bentuk tubuh meningkatkan resiko seseorang mencemaskan berat badannya (Neumark dan Sztainer dalam Worthington 2000).

Uang Saku

Uang saku adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh mahasiswi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama satu bulan. Uang saku dapat berasal dari orang tua, beasiswa ataupun sumber lain. Pada penelitian ini uang saku adalah jumlah uang yang diberikan oleh orang tua, uang beasiswa ataupun sumber lain.

Tabel 4 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan uang saku

Uang saku Gizi Non gizi Total

p

n % n % n %

<700000 0 0 2 6.67 2 3.3

700000-1200000 24 80 24 80 48 80 0.203

>1200000 6 20 4 13.33 10 16.7

Rata-rata ±standar deviasi 1.083.333 ± 267.599 958.333 ± 201.610

(21)

Berdasarkan Tabel 4, mahasiswi yang mendapat uang saku ≥Rp1000.000 lebih banyak pada mahasiswi jurusan gizi (76.7%) dari pada non gizi (63.3%). Rata-rata uang saku mahasiswi gizi (Rp 1.083.333 ± 267.599) lebih tinggi dibandingkan dengan non gizi (Rp 958.333 ± 201.610). Konsumsi makan mahasiswi sangat tergantung dari uang saku yang dimiliki. Jumlah dan kualitas zat gizi yang masuk melalui makanan dapat dipengaruhi oleh pendapatan (uang saku) yang dimiliki seseorang. Biasanya seseorang berpendapatan rendah akan mengutamakan makanan kaya kalori (sumber karbohidrat) yang akan memberikan rasa kenyang daripada faktor gizi dan selera.

Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya (Martianto dan Ariani 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabandari (2010) tentang alokasi uang saku pada mahasiswa menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh mahasiswa.

Pengeluaran Pangan

Pengeluaran untuk pangan merupakan suatu bagian dari uang saku mahasiswi yang digunakan untuk membeli pangan dalam waktu satu bulan. Alokasi tersebut dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan pertimbangan bahwa pengeluaran untuk pangan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi per bulan minimal.

Tabel 5 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan pengeluaran untuk pangan

Pengeluaran pangan Gizi Non Gizi Total p

n % n % n % <60% 8 26.67 9 30 19 31.7 ≥60% 22 73.33 21 70 43 71.7 0.779 Rata-rata ± standar deviasi 891666.67±1170107.81 578666.67±150624.75 Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 5, sebagian (70%) contoh menggunakan ≥60% dari uang saku untuk pengeluaran pangan. Rata-rata pengeluaran pangan mahasiswi gizi sebesar 891666.67±1170107.81 sedangkan pada mahasiswi gizi sebesar 578666.67±150624.75. Berdasarkan uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran pangan mahasiswi pada kedua kelompok.Pengeluaran pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena kadang-kadang perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi (Suhardjo 1989).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh tentang gizi. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner. Terdapat 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar (correct answer multiple choice). Khomsan (2000)

(22)

mengategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), tingkat pengetahuan sedang (60%-80%) dan tingkat pengetahuan tinggi (>80%). Berdasarkan uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi mahasiswi pada kedua kelompok.

Tabel 6 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi Gizi Non gizi Total

p

n % n % n %

Kurang (≤ 60%) 0 0 4 13.3 4 6.67

Sedang (60-80%) 1 3.3 19 63.3 20 33.33 0.000

Baik (>80%) 29 96.7 7 23.3 36 60

Rata-rata ± standar deviasi 93.83±4.85 74.16±13.52

Minimum 80 50

Maksimum 100 100

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat pengetahuan mahasiswi tergolong sudah baik. Pengetahuan gizi yang sudah baik tersebut dimiliki oleh lebih dari separuh (96.7%) mahasiswi jurusan gizi dengan nilai rata-rata ± standar deviasi sebesar 93.83±4.85. Sebagian besar mahasiswi (63.33%) non gizi mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori sedang dengan rata-rata ± standar deviasi sebesar 74.16±13.52. Sebagai mahasiswi gizi tentunya mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai gizi, karena dari faktor pendidikan formal, mereka mendapatkan mata kuliah dan segala sesuatu yang mereka pelajari tidak jauh dari masalah gizi. Pengetahuan yang baik dari kedua kelompok contoh dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan contoh.

Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan seseorang akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang, akan tetapi sesorang yang memiliki pengetahuan gizi belum tentu mengubah kebiasaan makannya (Khomsan 2000). Menurut Geilser (2005) dalam Sebayang (2012), pada umumnya seseorang dengan pengetahuan gizi akan memiliki asupan yang lebih baik, akan tetapi hanya memberikan pengetahuan, kebiasaan makan belum tentu menjadi sehat. Kurangnya dukungan dari lingkungan, sulitnya mendapatkan makanan yang sehat, maupun kendala lainnya merupakan hambatan seseorang tidak merubah kebiasaan makannya kearah yang lebih baik.

Persepsi Body Image

Body image adalah suatu konsep pribadi seseorang tentang penampilan

fisiknya. Masing-masing orang memiliki penilaian sendiri akan bentuk tubuhnya. Contohnya, ada orang yang merasa tubuhnya gemuk padahal kenyatannya kurus ataupun sebaliknya. Dalam penelitian ini pengukuran body image dinilai melalui metode Body Shape Questionnaire (BSQ) yang dikembangkan oleh Cooper et al 1987. BSQ memiliki total skor penilaian antara 34 hingga 204. Semakin tinggi nilai total skor pada BSQ menunjukkan adanya persepsi tubuh yang semakin

(23)

buruk. Berdasarkan uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara body image mahasiswi pada kedua kelompok. BSQ dikembangkan untuk menilai persepsi individu yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya, terutama perhatian terhadap perasaan gemuk atau rasa takut gemuk (Alipoor 2009). Menurut Pook (2006), BSQ hanya cocok untuk mengukur persepsi pada tubuh perempuan.

Tabel 7 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan persepsi body image Persepsi Body Image Gizi Non gizi Total

p

n % n % n %

Persepsi tubuh positif (<80) 11 36. 7 11 36.7 22 36.7 Persepsi tubuh negatif tingkat

ringan (80-100)

13 43.3 11 36.7 24 40

0.864 Persepsi tubuh negatif tingkat

sedang (110-140)

4 13.3 7 23.3 11 18.3 Persepsi tubuh negatif tingkat

berat (>140)

2 6.7 1 3.33 3 5

Rata-rata ± standar deviasi 84.6±25.32 86.2±22.2

Minimum 47 51

Maksimum 155 143

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 7, sebagian besar (40%) mahasiswi memiliki persepsi tubuh negatif tingkat ringan. Kelompok contoh gizi memiliki persepsi tubuh negatif tingkat ringan sebesar 43.3%, kelompok contoh non gizi memiliki tingkat persepsi negatif tingkat ringan sebesar 36.6%, adanya ketidakpuasan terhadap tubuh dikarenakan contoh merasa tubuhnya terlalu gemuk dan terdapat bagian tubuh yang tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya. Nilai rata-rata ± standar deviasi persepsi body image mahasiwi gizi sebesar 84.6±25.32 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 86.2±22.2, berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signufukan pada pesepsi body image kedua kelompok contoh.

Menurut Mandleco (2004), remaja putri cenderung lebih tidak puas dengan penampilan tubuhnya dan lebih memperhatikan bagian-bagian dari tubuhnya dibandingkan dengan memperhatikan bentuk lawan jenisnya. Hasil penelitian Kakekshita dan Almeida (2008)menjelaskan bahwa body image merupakan salahsatu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi seseorang. Hasil penelitian juga mengemukakan bahwa wanita cenderung terlalu melebih-lebihkan ukuran tubuhnya dibandingkan pria. Hasil penelitian Tejoyuwono. (2009) menyatakan bahwa body image bagi seorang ahli gizi cukup penting karena akan mempengaruhi kepercayaan dari klien dan kesuksesan dalam pemberian konseling. Selain itu, ahli gizi memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh hidup sehat kepada masyarakat.

Mahasiswi yang memiliki persepsi yang positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir dengan penuh percaya diri hal tersebut juga didukung pendapat Melliana (2006) bahwa individu yang memiliki persepsi

body image yang baik dinilai memiliki persepsi body image positif yang dapat

dilihat dari kepedulian diri (self care). Individu mempunyai perhatian pada persoalan kesehatan seperti pilihan pengonsumsian makanan yang sehat. Sebaliknya, individu yang memiliki persepsi body image rendah dinilai memilliki

(24)

persepsi body image negatif. Individu merasakan ketidakpuasan pada tubuh, pemikirannya hanya terfokus pada bentuk dan berat badan. merasa kurang sehat, dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu menjadi tidak perhatian terhadap pemilihan makanan yang sehat.

Kebiasaan Makan

Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan (habit) adalah pola prilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya dan terhadap kegemukan akan berpengaruh terhadap perilaku makannya.

Kebiasaan makan terbentuk dari empat komponen, yaitu (1) konsumsi makanan (pola makan) meliputi jumlah,jenis, frekuensi, dan proporsi makanan yang dikonsumsi atau komposisi makanan; (2) preferensi terhadap makanan, mencakup sikap terhadap makanan (suka atau tidak suka dan pangan yang belum pernah dikonsumsi); (3) ideologi atau pengetahuan terhadap makanan, terdiri atas kepercayaan dan tabu terhadap makanan; dan (4) sosial budaya makanan meliputi umur, asal, pendidikan, kebiasaan membaca, besar keluarga, susunan keluarga, mata pencaharian atau pekerjaan, luas pemilikan lahan,dan ketersediaan makanan (Sanjur 1982).

Dalam penelitian ini dilakukan scoring kebiasaan makan, semakin besar skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan orang tersebut Adapun kebiasaan makan yang diberi skor dalam penelitian ini adalah kebiasaan sarapan, frekuensi makan, kebiasaan mengonsumsi sayur dan buah, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan mengonsumsi fast food, kebiasaan pantangan makanan. Skor tertinggi kebiasaan makan adalah 100 dan skor terendahnya 0. Semakin tinggi skor kebiasaan makan maka semakin baik kebiasaan makan yang diterapkan contoh. Berikut adalah Tabel 8 yang menunjukkan sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan skor kebiasaan makan.

Tabel 8 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan skor kebiasaan makan

Kebiasaan makan Gizi Non gizi Total p

n % n % n % <60 11 36,7 20 66,7 31 51,7 0,053 60-80 19 63,3 10 33,3 29 48,3 >80 0 0 0 0 0 0,0 Rata-rata±standar deviasi 60±9.39 55.6±7.99 Minimum 50 33 Maksimum 72 67 Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa sebagian mahasiswi (51,7%) memiliki skor kebiasaan makan yang tergolong dalam kategori rendah. Hal ini karena mahasiswi sering melewatkan waktu makannya sehingga lebih banyak mengonsumsi cemilan. Berdasarkan uji beda terdapat perbedaan yang signifikan

(25)

antara kebiasaan makan pada kedua kelompok mahasiswi. Kebiasaan makan yang kurang baik dan keinginan untuk terlihat langsing sering menimbulkan gangguan makan, untuk mencapai hal tersebut ada yang melewatkan waktu untuk makan pagi, mengurangi frekuensi makan, bahkan melakukan diet. Hal senada diungkapkan oleh Daniel dalam Arisman (2002), hampir 50 % remaja terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak remaja sebesar 89% yang meyakini kalau sarapan memang penting, namun yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri cenderung melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan.

Frekuensi Makan Sehari

Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan.

Tabel 9 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan frekuensi makan sehari

Frekuensi makan sehari Gizi Non Gizi Total p

n % n % n % 1-2 kali sehari 16 53.3 19 63.3 35 58.3 0.098 3-4 kali sehari 13 43.3 11 36.7 24 40 >4 kali sehari 1 3.3 0 0 1 1.7 Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar mahasiswi (58.3%) memiliki frekuensi makan 1-2 kali sehari. Mahasiswi yang memiliki kebiasaan makan 1-2 kali sehari kebanyakan berasal dari jurusan non gizi yakni sebanyak 63.3%. Menurut Khomsan (2003), frekuensi makan satu atau dua kali per hari sulit secara kualitas dan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Frekuensi makan yang baik tersebut jika diimbangi dengan dengan keberagaman pangan, maka akan kebutuhan gizi akan terpenuhi.

Kebiasaan Sarapan

Makan pagi atau sarapan pagi sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Kebiasaan sarapan pagi yang baik dapat mendorong tercapainya kecukupan zat gizi tubuh seseorang (Depkes 1995).

Tabel 10 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan kebiasaan sarapan Kebiasaan

Sarapan

Gizi Non Gizi Total

p n % n % n % Ya 17 56.7 14 46.7 31 51.7 0.447 Tidak 13 43.3 16 53.3 29 48.3 Total 30 100 30 100 60 100

(26)

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar mahasiswi (51.7%) terbiasa sarapan pagi sebelum berangkat kuliah. Selain itu, 48.3% mahasiswi yang tersebar pada kelompok mahasiswi jurusan gizi dan non gizi mengaku tidak pernah sarapan. Menurut Khomsan (2005), sarapan adalah suatu kegiatan makan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapannya bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Pada penelitian ini sebagian besar alasan mahasiswi melewatkan sarapan adalah karena tidak sempat sarapan (terlambat bangun untuk berangkat ke kampus) dan terbiasa tidak sarapan pagi.

Kebiasaan Konsumsi Fast Food

Fast food merupakan jenis makanan dengan kandungan lemak dan atau

kalori tinggi, namun rendah gizi terutama protein yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan (Aini 2008). Kebiasaan mengonsumsi fast food yang berlebihan dan tidak dikombinasikan dengan buah dan sayuran segar sebagai sumber serat telah memicu berbagai macam penyakit (Wirakusumah 2007). Tabel 11 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan kebiasaan konsumsi

fast food

Kebiasaan konsumsi fast

food

Gizi Non Gizi Total

p

n % n % n %

Ya, setiap hari 0 0 0 0 0 0

0.286

Ya, 3-5 kali/minggu 0 0 2 6.7 2 3.3

Ya, 1-2 kali/minggu 26 86.7 18 60 44 73.3

Tidak pernah 4 13.3 10 33.3 14 23.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 11, kebiasaan makan mahasiswi dalam mengonsumsi

fast food. Dalam penelitian ini, sebagian besar (73.3%) mahasiswi mengonsumsi fast food 1-2 kali/minggu. Kehadiran fast food di Indonesia sangat mempengaruhi

pola makan para remaja di kota besar. Fast food mengandung tinggi kalori, lemak , gula dan sodium (Na), tetapi rendah serat, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat. Kandungan gizi yang tidak seimbang inilah yang apabila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif bagi status gizi remaja. Hal ini sesuai dengan penelitian Kristianti (2009), menunjukan 54.7% remaja SMA 4 Surakarta sering mengkonsumsi fast food. Dampak dari kelebihan konsumsi makanan yang mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan obesitas, gizi lebih, hipertensi, dislipidemia, dan beberapa penyakit degeneratif lainnya (Sayogo 2006).

Kebiasaan Konsumsi Camilan

Camilan atau makanan ringan atau snack adalah istilah bagi makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan malam). Berdasarkan Tabel 12, sebagian (45%) mahasiswi mengkonsumsi cemilan dengan frekuensi sebanyak 1-2 kali/minggu. Adapun persentase mahasiswi yang mengonsumsi cemilan setiap hari adalah mahasiswi jurusan non gizi yaitu sebesar

(27)

20%, kemudian diikuti mahasiswi jurusan gizi dengan persentase 16.7%. Sebagian besar (90%) mahasiswi menyukai camilan yang rasanya gurih. Hal ini karena mereka suka mengonsumsi camilan yang rasanya gurih saat di kampus ataupun di luar kampus.

Tabel 12 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan kebiasaan konsumsi camilan

Kebiasaan konsumsi camilan

Gizi Non Gizi Total p

n % n % n %

Ya, setiap hari 5 16.7 6 20 11 18.3 0.310

Ya, 3-5 kali/minggu 9 30 13 43.3 22 36.7

Ya, 1-2 kali/minggu 16 53.3 11 36.7 27 45

Tidak pernah 0 0 0 0 0 0

Total 30 100 30 100 60 100

Kesukaan cemilan gurih

Tidak 2 6.7 4 13.3 6 10

Ya 28 90.3 26 86.7 54 90

Total 30 100 30 100 60 100

Kebiasaan Konsumsi Sayur

Konsumsi sayuran dianjurkan setiap hari, hal ini dikarenakan sayuran merupakan sumber serat yang penting bagi pencernaan. Sayuran juga merupakan sumber pangan yang kaya antioksidan. Konsumsi sayuran berserat yang baik dapat memenuhi kecukupan akan zat gizi terutama vitamin dan mineral. Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar (93.3%) mahasiswi suka mengonsumsi sayuran, sisanya (6.7%) menyatakan tidak suka mengkonsumsi sayur. Alasan mereka tidak mengonsumsi sayur adalah karena bau dan rasanya yang menurut mereka tidak enak, namun ada juga yang memang dari kecil tidak biasa makan sayur. Frekuensi makan sayur mahasiswi sehari adalah 1-2 kali sehari (85 %) yaitu 93.3% dari mahasiswi jurusan gizi dan 76.7% dari mahasiswi gizi.

Tabel 13 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan kebiasaan konsumsi sayuran

Kebiasaan konsums sayuran Gizi Non Gizi Total p

n % n % n %

Tidak 1 3.3 3 10 4 6.7

0.390

Ya 29 96.7 27 90 56 93.3

Total 30 100 30 100 60 100

Frekuensi konsumsi sayuran

1-2 kali sehari 23 76.7 28 93.3 51 85

3-4 kali sehari 7 23.3 2 6.7 9 15

>4 kali 0 0 0 0 0 0

(28)

Kebiasaan Konsumsi Buah

Buah-buahan merupakan sumber pangan lainnya yang kaya akan vitamin dan mineral. Konsumsi buah-buahan yang cukup dapat mengurangi resiko terjadinya kegemukan. Berdasarkan Tabel 14, sebagian besar (93.3%) mahasiswi suka mengonsumsi buah, sisanya 6.7% tidak suka buah. Sebagian mahasiswi menyukai buah, hanya beberapa buah saja yang tidak mereka suka karena menurut mereka bau dan rasanya tidak enak. Frekuensi konsumsi buah mahasiswi sebanyak 1-2 kali sehari dimiliki oleh mahasiswi jurusan gizi dan non gizi.

Tabel 14 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan kebiasaan konsumsi buah

Kebiasaan konsumsi buah Gizi Non Gizi Total p

n % n % n %

Tidak 2 6.7 2 6.7 4 6.7

1.000

Ya 28 93.3 28 93.3 56 93.3

Total 30 100 30 100 60 100

Frekuensi konsumsi buah

1-2 kali sehari 30 100 30 100 60 100

3-4 kali sehari 0 0 0 0 0 0

>4 kali 0 0 0 0 0 0

Total 30 100 30 100 60 100

Kebiasaan makanan pantangan

Menurut Suharjo (1989), pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena ada suatu larangan atau hukuman terhadap yang melanggarnya.

Tabel 15 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan makanan pantangan Makanan

Pantangan

Gizi Non Gizi Total

p

n % n % n %

Tidak 22 73.3 20 66.7 42 70

Ya 8 26.7 10 3.3 18 30 0.581

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar (70%) mahasiswi tidak memiliki pantangan dalam mengonsumsi suatu makanan, sisanya 30% memliki pantangan dalam mengonsumsi makanan. Berdasarkan uji beda, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara adanya makanan pantangan pada kedua kelompok contoh. Mahasiswi yang memiliki pantangan makan karena alasan agama dan kesehatan. Diet

Diet didefenisikan sebagai kegiatan membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan (Hawsk 2008). Kim dan Lennon (2006) menyatakan bahwa. diet mencakup pola-pola perilaku yang bervariasi, dari pemilihan makanan yang baik untuk kesehatan sampai pembatasan yang sangat ketat akan konsumsi kalori. Pada

(29)

umumnya, perempuan memiiki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswi yang sedang melakukan diet pada kedua kelompok contoh.

Tabel 16 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi yang sedang menjalankan diet

Diet Gizi Non Gizi Total p

n % n % n %

Tidak 25 83.33 27 90 52 86.67

Ya 5 16.67 3 10 8 13.33 0.456

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 16, rata-rata mahasiswi (86.7%) tidak sedang melakukan diet. Mahasiswi yang melakukan diet pada kelompok contoh gizi sebanyak 16.7% dan pada contoh non gizi sebanyak 10%. Contoh yang melakukan diet rata-rata tidak memiliki referensi tentang diet yang baik. Menurut Kim dan Lennon (2006) orang yang melakukan diet untuk kesehatan akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan. Namun. orang-orang yang berdiet semata-mata bertujuan untuk memperbaiki penampilan akan menempuh cara-cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan mereka.

Jenis dan frekuensi konsumsi

Jenis dan frekuensi konsumsi merupakan jenis pangan yang dianalisis berdasarkan golongan makanan yang paling sering dikonsumsi contoh. Golongan makanan tersebut dikelompokkan dalam makanan sumber karbohidrat, protein, hewani, protein nabati, sayuran dan buah, jajanan, serta konsumsi lainnya. Frekuensi makan diambil dari frekuensi makan terbanyak dari setiap jenis makanan yang paling sering dikonsumsi.

Berdasarkan Tabel 17, terdapat lima jenis sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah beras, ubi, jagung, mie dan kentang, beras merupakan makan sumber karbohidrat paling banyak dikonsumsi pada kedua kelompok contoh. Rata-rata konsumsi beras pada kelompok gizi (16.10±3.26) kali/minggu. Pada kelompok non gizi rata-rata konsumsi beras (15.17±3.71) kali/minggu dari kelima jenis makanan sumber karbohidrat tersebut yang jarang dikonsumsi yaitu ubi.

Tabel 17 Frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat mahasiswi gizi dan non gizi

Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Beras 16.10±3.26 15.17±3.71 16±3.49

Mie 2.17±2.61 1.45±1.03 2±2.01

Jagung 0.38±0.61 0.41±0.40 0.39±0.15

Ubi 0.22±0.30 0.20±0.26 0.21±0.28

Kentang 1.75±3.89 2.14±4.37 2±4.1

(30)

Berdasarkan Tabel 18, terdapat lima jenis protein hewani yang sering dikonsumsi contoh yaitu telur ayam, ayam, udang, daging sapi, ikan lele. Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi kelompok contoh gizi adalah ayam (5.221±4.38) kali/minggu sedangkan pada kelompok contoh non gizi pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam sebanyak (4.40±2.50)kali/minggu. Tingginya frekuensi konsumsi telur dapat dimengerti karena harganya relatif lebih murah dibanding ikan dan daging.

Tabel 18 Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani mahasiswi gizi dan non gizi

Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Telur ayam 3.88±3.00 4.40±2.50 1±1.21

Ayam 5.221±4.38 4.18±2.48 5±3.57

Udang 0.47±0.60 0.75±1.32 1±1.025

Daging sapi 0.87±1.10 0.71±0.98 1±1.03

Ikan lele 1.09±1.48 0.60±0.83 1±1.21

Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

Berdasarkan Tabel 19, rata-rata konsumsi tempe pada kelompok gizi sebanyak (5±4.6) kali/minggu, sedangkan pada kelompok non gizi sebanyak (4.36±3.81) kali/minggu, dengan rata-rata frekuensi tahu sebesar 4±4.15 kali/minggu. Tingginya frekuensi konsumsi tahu dan tempe ini karena harganya relatif murah dibanding sumber protein lainnya, dan dapat dibuat berbagai macam masakan dan nilai gizinyatinggi.

Tabel 19 Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati mahasiswi gizi dan non gizi

Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Tahu 4.37±4.38 3.93±3.99 4±4.15

Tempe 5±4.6 4.36±3.81 5±4.2

Kacang hijau 0.37±0.65 0.25±0.35 0±0.5

Oncom 0.11±0.22 0.34±0.61 0±0.47

Kecap 2.65±3.85 3.58±3.98 3±3.9

Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

Berdasarkan Tabel 20, terdapat masing-masing lima jenis sayuran dan buah-buahan yang dikonsumsi oleh kelompok contoh. Rata-rata konsumsi sayuran yang paling banyak dikonsumsi pada kelompok gizi adalah wortel. Konsumsi wortel pada kelompok contoh gizi sebanyak (3.64±3.86) kali/minggu, sedangkan pada kelompok non gizi, sayuran yang paling banyak dikonsumsi adalah kangkug yaitu sebanyak (2.28±3.45) kali/minggu. Konsumsi buah yang paling banyak dikonsumsi pada kelompok gizi adalah buah pepaya sebanyak (2.3±4.08) kali/minggu, sedangkan buah yang paling sering dikonsumsi pada kelompok non gizi adalah buah pisang (2.60±2.88) kali/minggu.

(31)

Tabel 20 Frekuensi konsumsi makan sayuran dan buah mahasiswi gizi dan non gizi

Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Kangkung 1.95±2.84 2.28±3.45 2.12±3.14 Bayam 2.00±2.61 1.83±2.46 1.92±2.52 Sawi 1.35±1.41 1.55±2.47 1.45±2.52 Kol putih 0.95±1.15 1.55±2.47 1.35±1.95 Wortel 3.64±3.86 1.76±2.47 3.12±3.42 Pisang 1.03±1.08 2.60±2.88 0.92±1.97 Pepaya 2.3±4.08 0.81±1.08 1.45±3.06 Jeruk manis 1.51±1.61 1.06±0.94 1.10±1.31 Jambu biji 1.2±3.83 1.07±3.80 1.15±3.7 Mangga 0.52±1.43 0.75±1.35 0.63±1.39

Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

Berdasarkan Tabel 21, terdapat lima jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu, batagor, siomay, gorengan, es krim, dan bakso. Rata-rata jajanan yang dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh adalah gorengan. Konsumsi gorengan pada kelompok gizi sebanyak (2.00±1.74) kali/minggu, sedangkan pada kelompok non gizi sebanyak (2.37±1.76) kali/minggu.

Tabel 21 Frekuensi konsumsi makanan jajanan mahasiswi gizi dan non gizi Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Batagor 0.49±0.59 0.84±0.89 0.66±1.46

Siomay 1.17±3.96 1.99±0.95 1.03±2.86

Gorengan 2.00±1.74 2.37±1.76 2.18±1.74

Es krim 0.95±1.40 0.73±0.84 0.83±1.15

Bakso 1.04±1.48 0.81±0.77 1.93±1.18

Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

Berdasarkan Tabel 22, terdapat lima jenis konsumsi lainnya yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu gula, kopi, teh, sirup dan minuman bersoda. Rata-rata pada kedua kelompok konsumsi yang paling banyak adalah gula. Rata-Rata-rata konsumsi gula pada kelompok gizi sebanyak (5.61±5.3) kali/minggu. sedangkan rata-rata konsumsi gula pada kelompok non gizi sebanyak (5.97±3.17) kali/minggu

Tabel 22 Frekuensi konsumsi makanan lainnya mahasiswi gizi dan non gizi Jenis pangan Frekuensi konsumsi (kali/minggu)

Gizi Non gizi Total

Gula 5.61±5.3 5.97±3.17 5.79±4.36

Kopi 0.48±0.74 0.48±0.78 0.48±0.75

Teh 2.74±3.25 4.23±2.66 3.48±3.04

Sirup 0.64±1.40 0.49±1.30 0.56±1.34

Minuman bersoda 0.39±0.63 0.72±0.80 0.55±0.73 Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

(32)

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Energi

Tingkat kecukupan energi dan protein remaja putri dibedakan menjadi lima dengan mengacu pada cut of point berdasarkan Departemen Kesehatan (1996). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan energi pada kedua kelompok mahasiswi.

Tabel 23 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat kecukupan energi

Tingkat kecukupan energi Gizi Non gizi Total p

n % n % n % Defisit berat 8 26.7 5 16.7 14 23.3 0.002 Defisit sedang 7 23.3 5 16.7 12 20 Defisit ringan 2 6.7 4 13.3 20 10 Normal 12 40 10 33.3 18 36.7 Kelebihan 1 3.3 6 20 7 11.7

Rata-rata ± standar deviasi 85 ± 21 96 ± 27.2

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 23, sebagian besar mahasiswi (36.7%) memiliki tingkat kecukupan energi yang termasuk dalam kategori normal. Nilai rata-rata ± standar deviasi tingkat kecukupan energi mahasiwi gizi sebesar 85 ± 21 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 96 ± 27.2. Asupan energi yang masih kurang dari angka kecukupan selain diduga disebabkan karena mahasiswi membatasi konsumsi makanannya (diet) terutama pangan sumber energi dan karbohidrat. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier 2009).

Tingkat Kecukupan Protein

Protein merupakan kebutuhan penting dalam tubuh kita untuk membentuk tubuh kita maka protein yang berada dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan protein dibagi kedalam lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (< 70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥120%). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan protein pada kedua kelompok mahasiswi. Berikut ini rata-rata tingkat kecukupan protein secara keseluruhan.

Berdasarkan Tabel 24, tingkat kecukupan protein sebagian besar mahasiswi (46.7%) termasuk dalam kategori berlebih. Nilai rata-rata±standar deviasi tingkat kecukupan protein mahasiwi gizi sebesar 115±30 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 137±44.2. Salah satu fungsi protein sebagai

(33)

pembentukan antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang sehingga seseorang yang mengalami kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan racun dan obat-obatan. Selain itu, menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier 2009).

Tabel 24 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat kecukupan protein

Tingkat kecukupan protein

Gizi Non Gizi Total

p n % n % n % Defisit berat 0 0 1 3.3 1 1.7 0.025 Defisit sedang 1 3.3 1 3.3 2 3.3 Defisit ringan 8 23.3 1 3.3 4 6.7 Normal 10 23.3 10 33.3 17 28.3 Kelebihan 11 36.7 17 56.7 28 46.7

Rata-rata ± stadar deviasi 115±30 137±44.2

Total 30 100 30 100 60 100

Tingkat Kecukupan Zat Besi

Zat besi merupakan salah satu mineral mikro yang banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram. Zat besi merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan sel darah merah. Fungsi utama dari zat besi adalah menganguk oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan zat besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%).

Berdasarkan Tabel 25, sebagian besar (65%) contoh memiliki tingkat kecukupan zat besi dalam kategori cukup. Berdasarkan uji beda tidak terdapat hubungan yang signifikan (p=0.631) pada tingkat kecukupan zat besi kedua kelompok mahasiswi. Nilai rata-rata ± standar deviasi tingkat kecukupan zat besi mahasiwi gizi sebesar 56.5 ± 32.6 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 67 ± 29.3. Hasil penelitian Karjadi (1974) dalam Purboyo (2001) menyebutkan bahwa pada orang dewasa, anemia zat gizi besi akan menurunkan tingkat produktivitas kerja antara 10-15%. Sehingga jika permasalahan dan kondisi terjadi pada mahasiswa dibiarkan akan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia.

Tabel 25 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat kecukupan zat besi (Fe)

Tingkat asupan besi Gizi Non gizi Total p

n % n % n %

Kurang 11 37 10 33.3 21 35

Cukup 19 63 20 66.7 39 65 0.631

Rata-rata ± standar deviasi 56.5±32.6 67±29.3

(34)

Tingkat Kecukupan Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin larut lemak. Vitamin A esensial berfungsi sebagai pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Fungsi vitamin A diantaranya dalam penglihatan normal pada cahaya terang, diferensiasi Fe, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan jantung (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan Vitamin A dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%). Berikut rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh. Tabel 26 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat kecukupan

vitamin A Tingkat asupan vitamin A

Gizi Non Gizi Total

p

n % n % n %

Kurang 1 3.33 0 0 1 1.67

Cukup 29 96.67 30 100 59 98.33 0.742

Rata-rata ± standar deviasi 240.1±140.7 296±119.2

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 26, sebagian (98.3%) mahasiswi pada kedua kelompok memiliki tingkat kecukupan Vitamin A termasuk dalam kategori cukup. Nilai rata-rata ± standar deviasi tingkat kecukupan vitamin A mahasiwi gizi sebesar 240.1±140.7dan pada mahasiswi non gizi sebesar 296±119.2. Berdasarkan uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan vitamin A pada mahasiswi kedua kelompok.

Tingkat Kecukupan Vitamin C

Vitamin C berfungsi diantaranya sebagai koenzim dan kofaktor, sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, absorpsi dan metabolisme besi, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2006). Menurut Gibson (2005), bahwa tingkat kecukupan Vitamin C dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kurang (<77%) dan cukup (≥77%).

Berdasarkan Tabel 27, sebagian besar (65%) mahasiswi memliki tingkat kecukupan Vitamin C dalam kategori kurang. Nilai rata-rata ± standar deviasi tingkat kecukupan vitamin C mahasiwi gizi sebesar 73.5±59.3 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 80±96.82. Berdasarkan uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan vitamin C mahasiswi pada kedua kelompok.

Tabel 27 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C

Tingkat asupan vitamin C Gizi Non gizi Total p

n % n % n %

Kurang 18 60 21 70 39 65 0.277

Cukup 12 40 9 30 21 35

Rata-rata ±standar deviasi 73.5±59.3 80±96.82

(35)

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktifitas eksternal ialah suatu rangkaian gerak tubuh yangmenggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang sehari-hari dilakukan antara lain menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Kelebihan energi karena rendahnyaaktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas (Mahardikawati 2008). Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolismeuntuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Almatsier 2009).

Tabel 28 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan tingkat aktivitas fisik

Kategori PAL Gizi Non Gizi Total

P n % n % n % Ringan 1.4-1.69 28 93.33 29 96.67 28 93.33 0.561 Sedang 1.7-1.99 2 6.67 1 3.33 2 6.67 Berat >1.99 0 0 0 0 0 0

Rata-rata ±standar deviasi 1.42±0.10 1.36±0.7

Minimum 1.30 1.23

Maksimum 1.72 1.70

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 28, terlihat bahwa aktivitas fisik yang dilakukan oleh mahasiswi termasuk dalam kategori ringan.Nilai rata-rata ± standar deviasi aktivitas fisik mahasiwi gizi sebesar 1.42±0.10 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 1.36±0.7. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada aktivitas kedua kelompok mahasiswi. Menurut Wirakusumah (2003) gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Kendala saat memulai berolahraga biasanya adalah adanya perasaan malu atau tidak terbiasa karena di sekitar rumah jarang orang yang melakukan aktivitas olahraga.

Tabel 29 Rata-rata alokasi waktu aktivitas fisik mahasiswi gizi dan non gizi

Alokasi aktivitas fisik Jurusan

Gizi Non gizi

Tidur 6.05±0.85 5.57±0.65

Kuliah 7.15±7.4 6.02±5.93

Kegiatan ringan 7.55±5.35 6.65±7.9

Kegiatan sedang 1.55±3.3 1.22±4.5

Kegiatan berat 0.4±0.91 0.32±1.15

Keterangan : disajikan dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi

Aktivitas fisik dibagi menjadi lima kegiatan, yaitu tidur, kuliah, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat. Pada penelitian ini kegiatan ringan mahasiswi meliputi duduk, kebersihan diri, makan, ibadah, dan kegiatan waktu luang. Kegiatan sedang meliputi berpergian dan melakukan pekerjaan rumah tangga, sedangkan kegiatan berat meliputi olahraga (basket, sepak bola, voli, berenang, dan badminton) (Hardinsyah & Martianto 1992). Berdasarkan Tabel 29,

(36)

sebagian besar waktu yang digunakan mahasiswi adalah untuk kegiatan ringan. Aktivitas mahasiswi tergolong ringan dikarenakan sebagian besar waktu mahasiswi digunakan untuk tidur, kuliah serta melakukan kegiatan ringan seperti duduk sambil menonton televisi atau berbincang-bincang dengan teman.

Status Gizi

Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi. penyerapan. dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Status gizi contoh ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi (p>0.05) kedua kelompok mahasiswi.

Tabel 30 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan status gizi

Status Gizi Gizi Non Gizi Total

p n % n % n % kurus (<18.5) 5 16.7 13 43.3 18 30 normal (18.5-22.9) 19 63.3 11 36.7 30 50 0.742 gemuk (>= 22.9) 6 20 6 20 12 20 Rata-rata±standar deviasi 21.02±2.38 20.78±3.31 Minimum 17.9 16.88 Maksimum 25.8 32.46 Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 30, status gizi sebagian besar mahasiswi (50%) termasuk dalam kategori normal. Kelompok contoh gizi yang memiliki status gizi normal pada kelompok gizi sebanyak 63.3%, pada kelompok non gizi sebesar 36.7%. Terdapat 6 orang mahasiswi pada masing-masing kelompok contoh yang memiliki status gizi gemuk. Nilai rata-rata ± standar deviasi status gizi mahasiwi gizi sebesar 21.02±2.38 dan pada mahasiswi non gizi sebesar 20.78±3.31. Menurut Weiss et al. (2007) peningkatan status gizi berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara status gizi dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan status gizi. Menurut Riyadi (2001) status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan serta faktor tidak langsung berupa faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

Hubungan Status Gizi Dengan Beberapa Variabel

Status gizi merupakan salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkandari asupan. penyerapan dan penggunaan pangan serta terjadinya infeksi.Status gizi mahasiswi dalam penelitian ini dihubungan dengan beberapavariabel seperti kebiasaan makan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, dan

body image. Tabel 31 menyajikan hubungan status gizi mahasiswi dengan

Gambar

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan usia
Tabel 3 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan berat badan
Tabel 5 Sebaran mahasiswi gizi dan non gizi berdasarkan pengeluaran untuk  pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN PAGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA SISWI SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA” dengan baik

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi

Tujuan: Mengetahui perbedaan pengetahuan gizi, body image, asupan energi, dan status gizi pada mahasiswi gizi dan non gizi Universitas Diponegoro. Metode: Jenis penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image , dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015.. Ini

“Hubungan Asupan Makan, Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Anggota Satlantas di Satlantas Polrestabes Medan” beserta seluruh isinya

Hubungan Pengetahuan, Pola Makan, dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015..

Dari ketiga peubah tidak terikat berupa body image, kebiasaan makan, dan penggunaan hormon tersebut yang dihubungkan dengan status gizi diketahui bahwa hanya terdapat

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi