• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Definisi karya sastra novel menurut Jakob Soemardjono

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA. Definisi karya sastra novel menurut Jakob Soemardjono"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1. Defenisi Novel

Definisi karya sastra novel menurut Jakob Soemardjono dalam http://www.lokerseni.web.id adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat. Novel juga merupakan bentuk karya sastra drama yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi pada masyarakat yang berfungsi sebagai sarana hiburan sehingga dapat memberikan kepuasan bagi para pembacanya yang didalamnya terdapat unsur moral, sosial dan pendidikan yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan maksud kepada pembaca.

Cerita dalam sebuah novel biasanya dapat mengisahkan sebuah cerita yang didasarkan dari cerita nyata yang dialami oleh pengarang, kehidupan seseorang maupun dalam sebuah masyarakat tertentu yang biasa disebut sebagai karya non fiksi dan novel yang ceritanya didasarkan dari kemampuan pengarang dalam melukiskan cerita atau didasarkan oleh daya khayal pengarang yang ceritanya tidak ada dalam cerita nyata. Novel yang seperti ini biasa juga disebut sebagai karya satra yang besifat fiksi.

Dalam sebuah novel, pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.

(2)

Menurut Nia Tanjung dalam http://cikapublishing.blogspot.com Novel memiliki ciri-ciri ditulis dengan gaya narasi yang terkadang dicampur dengan deskripsi untuk menggambarkan suasana, bersifat realistis yang berarti tanggapan pengarang terhadap lingkungan sekitarnya, kata-kata dalam novel lebih dari 10.000 kata dan alur ceritanya kompleks.

2.1.1 Unsur Intrinsik

Setiap novel harus memiliki unsur pembangun dalam penyusunan karya sastra tersebut. Unsur tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah karya sastra terbentuk setelah unsur pembangun luar atau unsur ekstrinsik terbentuk. Unsur intrinsik menjadi unsur penting karena setiap unsur yang ada didalamnya akan menentukan baik atau buruknya sebuah karya sastra di mata para pembacanya. Unsur intrinsik ini terdiri dari :

a. Tema

Menurut Holmon dalam http://www.ombar.net/2009/08/plotalur.html (1981:443), Tema merupakan gagasan sentral yang mencakup permasalahan dalam cerita, yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita karya sastra.

Tema juga merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel yang sangat menentukan pantas atau tidaknya sebuah cerita di mata pembaca. Semakin menarik tema yang ada dalam sebuah karya sastra maka nilai karya sastra itu akan semakin baik pula.

(3)

Tema berfungsi sebagai unsur terpenting dalam sebuah cerita karena tema ini akan menjadi pegangan bagi pengarang dalam menentukan elemen unsur intrinsik lainnya seperti tokoh, setting dan alur. Tema menjadi sebuah titik awal dalam memulai sebuah cerita dalam novel ataupun karya sastra lainnya sehingga antara tokoh dan alur serta unsur intrinsik lainnya akan seperti menyatu dan mudah dimengerti oleh pembaca.

Novel OUT karya Natsuo Kirino menceritakan tentang masalah yang dihadapi oleh wanita Jepang yang ditunjukkkan dengan masalah yang dihadapi oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda-beda. Permasalahan masing-masing ini yang akan membawa tokoh utama tersebut saling berinteraksi dalam mengatasi masalah tersebut untuk mencapai kebebasan yang mereka inginkan masing-masing. Tema yang diangkat dalam Novel

OUT karya Natsuo Kirino adalah mengenai kebebasan wanita.

b. Setting

Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita dan unsur pembangun karya sastra yang merujuk kepada tempat, waktu, dan sosial yang berlangsung pada cerita novel tersebut. Menurut Abrams dalam Zainuddin (1992:99), secara garis besar, latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Setting merupakan unsur pembangun karya sastra yang merujuk kepada tempat, waktu, dan sosial yang berlangsung pada cerita novel tersebut.

(4)

- Latar Waktu

Latar waktu merujuk kepada waktu yang berlangsung dalam novel tersebut yang meliputi tanggal, bulan, tahun dan zaman pada saat cerita tersebut berlangsung. Dalam novel OUT karya Natsuo Kirino tidak dinyatakan dengan spesifik nama hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagai latar cerita dalam novel OUT.

- Latar Tempat

Latar waktu merujuk kepada tempat yang berlangsungnya peristiwa-peristiwa dalam novel tersebut. Dalam novel OUT karya Natsuo Kirino lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah di Negara Jepang yakni kota Tokyo. Dalam novel tersebut dinyatakan bahwa pabrik makanan kotak tempat keempat tokoh utama novel OUT bekerja terletak di tengah-tengah distrik Musashi-Murayama.

- Latar Sosial

Latar sosial merujuk kepada masalah sosial yang dihadapi oleh para tokoh dalam cerita novel. Dalam novel OUT karya Natsuo Kirino, keempat tokoh utama ini yakni Masako Katori, Yayoi Yamamoto, Kuniko Jonouchi dan Yoshie Azuma, menghadapi masalah yang berbeda-beda antar tokoh yang satu dengan yang lainnya.

Masako Katori adalah wanita Jepang yang sudah lama menginginkan keharmonisan keluarga dimana bisa saling berinteraksi dengan baik dengan suami dan anaknya. Ia sudah lama tidak pernah lagi berkomunikasi dengan suami dan anaknya. Hal ini mengakibatkan mereka seolah-olah berada dalam jarak yang sangat jauh dan seperti buakn sebuah keluarga.

(5)

Yayoi Yamamoto selalu mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Suami Yayoi selalu berjudi dan main perempuan setelah pulang sekolah bahkan uang Yayoi yang diperolehnya dari bekerja shift malam untuk menghidupi kedua anak laki-lakinya juga diambil oleh suaminya untuk berjudi dan tidak pernah member nafkah kepada keluarganya.

Yohsi Azuma harus mengurus ibu mertuanya yang sakit dan tidak dapat bangun dari tempat tidurnya selama 6 tahun. Beban ini harus ditanggung oleh Yoshie setiap hari setelah pulang bekerja setiap hari. Ketiadaan ekonomi makin memperburuk keadaannya. Rumah yang sangat kecil dan bau, dan anaknya yang masih duduk di bangku SMA negeri yang memerlukan biaya yang besar. Hal ini tentunya menjadikan beban tersendiri bagi Yoshie dalam menjalani kehidupannya setelah suaminya meninggal dunia.

Kuniko Jonouchi adalah wanita yang matrealistis yang ingin tampil gaya dan modis di depan treman-temannya tetapi pemikirannya sangat dangkal. Keinginan untuk membeli barang bermerek tentunya sangat diiinginkan oleh Kuniko agar terlihat terhormat di depan teman-temannya. Tetapi, ketiadaan uang mengakibatkan ia sangat sulit dalam memenuhi kebutuhannya ini.

(6)

c. Sudut Pandang

Menurut Abramms dalam Nurgiyantoro (2001:248) sudut pandang (point

of view) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang

sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.

Menurut Abramms dalam Nurgiyantoro (2001 : 293) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama. Sudut pandang ini mengisahkan apa yang terjadi dengan diri pengarang dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

2. Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan. Dengan sudut pandang ini, pengarang lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.

3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal. Dengan sudut pandang ini, pengarang sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

Dalam novel OUT, Natsuo Kirino menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Natsuo Kirino menceritakan tokoh-pertokoh dengan menggunakan sudut pandang orangg ketiga dalam novel OUT.

(7)

d. Alur / Plot

Alur / plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur merupakan unsur yang penting dalam membangun sebuah cerita dalam karya sastra khusunya novel. Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

a. alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita.

b. alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

Dalam novel OUT karya Natsuo Kirino ini termasuk alur maju. Alur dalam novel ini menceritakan kejadian atau peristiwa secara berurutan mulai dari awal, pertengahan sampai akhir cerita. Setiap peristiwa diceritakan secara mendetail mulai dari karakter tokoh utama, latar belakang tokoh sampai kepada permasalahan yang dihadapi oleh tokoh utama dalam cerita sehingga jalan cerita terkesan lamban. Tetapi dalam setiap ceritanya selalu terdapat kejutan-kejutan yang terjadi dalam kehidupan tokoh utamanya sehingga jalan cerita dalam novel OUT karya Natsuo Kirino ini cukup menarik untuk dibaca dengan alur ceritanya tersusun rapi. Setiap penggalan cerita akan berlanjut ke cerita berikutnya sehingga alur cerita dalam novel

(8)

e. Penokohan

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2001:165), tokoh cerita adalah orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Tokoh dalam karya sastra bertujuan sebagai penggerak cerita. Setiap cerita akan disampaikan oleh para tokoh sehingga pembaca akan mudah memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Penggambaran tokoh diperlukan untuk melihat kepribadian tokoh itu sendiri. Tokoh dalam cerita fiksi diklasifikasikan dalam tokoh utama dan tambahan atau pendukung. Tokoh utama akan berperan sentral dalam sebuah cerita dalam novel sedangkan tokoh pembantu atau pendukung akan mendampingi tokoh utama dalam cerita sehingga cerita tersebut tidak monoton atau terpaku hanya pada tokoh utama saja.

Dalam novel OUT karya Natsuo Kirino, tokoh utama dalam novel ini adalah Masako Katori, Yayoi Yamamoto, Yoshie Azuma dan Kuniko Jonouchi. Natsuo Kirino membangun keempat tokoh ini dengan karakter yang berbeda-beda. Masako Katori merupakan wanita yang sangat dingin dengan orang yang berada di sekitanya tetapi ia memilki sifat pantang

(9)

menyerah. Yayoi Yamamoto merupakan wanita yang memiliki kasih sayang yang besar terhadap anaknya anaknya. Yoshie Azuma merupakan tokoh yang bekerja demi menghidupi anak dan ibu mertuanya yang sedang sakit dan tidak mampu berjalan lagi. Sedangkan Kuniko Jonouchi merupakan wanita yang boros dalam menggunakan uangnya untuk membeli barang yang berkualitas tinggi dengan penghasilan yang pas-pasan.

2.1.2. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembentuk prosa yang berada di luar bangun cerita, tetapi keberadaannya menentukan terciptanya sebuah kisah atau cerita. Unsur-unsur tersebut berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang kemudian menjadi latar belakang penciptaan sebuah cerita. Sebelum menyusun cerita, penulis harus memiliki acuan terlebih dahulu. Acuan itu dapat berupa masalah-masalah sosial, ekonomi, sejarah, budaya, pendidikan, politik, moral, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya. Bahkan, pengalaman hidup pengarang pun dapat juga dijadikan acuan dalam menyusun sebuah cerita.

2.2. Defenisi Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos berarti bersama, bersatu, kawan, teman dan logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dan definisi tersebut keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat.

(10)

Ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Ratna (2003: 332-333), mengemukakan sebagai berikut.

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh prngarang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.

3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Maksudnya adalah karya sastra tersebut dilihat hubungannya dengan kenyataan baik dari kenyataan yang dilihat oleh pengarang atau dari pembacanya. Pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Fenomena itu yang diangkat kembali oleh pengarang menjadi

(11)

wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Menurut Siti Aida Azis dalam http://kajiansastra.blogspot.com, Sastra menyajikan gambaran kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang sehingga karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah kebenaran penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Tetapi, Warren dan Wellek dalam karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayati dan dialami si pengarang itu sendiri dalam kehidupannya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatarbelakanginya.

(12)

Menurut Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:

1.Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya.

2.Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

3.Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi.

4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat

5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualits interdependensi antara sastra dengan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan.

Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra memiliki cakupan wilayah yang luas. Menurut Rene Wellek dan dan Austin Warren (1995: 111), cakupan karya sastra dengan pendekatan sosiologis dibagi atas 3 klasifikasi, yaitu:

(13)

1. Sosiologi pengarang,

Hal ini berkaitan dengan profesi pengarang, latar belakang sosial status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.

2. Sosiologi karya sastra

Hal ini berkaitan dengan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan. yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.

3. Sosiologi sastra

Hal ini berkaitan dengan pembaca dan dampak sosial karya sastra, mempengaruhi masyarakat. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt dalam Damono (1994: 3-4) yang meliputi hal-hal berikut:

1. Konteks sosial pengarang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya.

(14)

2. Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalahtafsirkan dan disalahgunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis, sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat, sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat. Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.

3. Fungsi sosial sastra, maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial seperti fungsi menghibur dan mendidik bagi pembacanya.

Jadi dalam penelitian ini, penelitin mengambil model analisis yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren. Penelitian menurut Warren dan Wallek akan melihat sejauh mana karya sastra ini menggambarkan kebenaran kehidupan sosial dilihat dalam teks –teks yang ditulis oleh pengarang dalam novelnya dan juga kaitan

(15)

antara unsur pembentuk karya sastra tersebut yakni pengarangnya sendiri yakni Natsuo Kirino dan lingkungannya.

Tujuan dari pendekatan sosiologi sasatra ini adalah untuk mendapat gambaran yang lengkap, utuh dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Pada penelitian ini, karya sastra digunkan sebagai cerminan kehidupan masyarakat dengan berbagai masalah sosial yang dihadapi oleh para tokoh utama dalam novel OUT karya Natsuo Kirino khususnya wanita Jepang.

2.3. Biografi Pengarang

Natsuo Kirino (桐野 夏生)yang memiliki nama asli Hashioka Mariko lahir pada 7 Oktober tahun 1951 di Kanazawa (prefektur Ishikawa) merupakan seorang penulis wanita fiksi detektif yang produktif. Natsuo Kirino merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Ayah dari Natsuo Kirino adalah seorang arsitek. Natsuo Kirino dan keluarganya pernah tinggal dibeberapa kota di Jepang. Natsuo Kirino menghabiskan masa remajanya di Sendai, Sapporo, kemudian akhirnya menetap di Tokyo.

Setelah menyelesaikan studi hukumnya, Natsuo Kirino bekerja di berbagai bidang sebelum menjadi penulis novel fiksi; termasuk bekerja sebagai pembuat jadwal film yang akan tayang di bioskop, sebagai editor sekaligus penulis untuk sebuah majalah, dan lain sebagainya. Ia menikah dengan suaminya ketika berusia 24 tahun, dan mulai bekerja sebagai penulis profesional setelah melahirkan seorang putri di usianya yang sudah mencapai 30 tahun. Natsuo Kirino memulai karirnya pada tahun 1984 sebagai novelis roman, kemudian berputar haluan dan

(16)

mengukuhkan diri sebagai penulis novel misteri pada tahun 90-an, dan membuat debut nya di usia 40 tahun.

Novel Kirino Natsuo yang paling terkenal adalah OUT (Kodansha,1997).

OUT merupakan karya pertamanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan

bahasa lainnya. Pada edisi bahasa Jepangnya, novel OUT terjual lebih dari 300.000

copy. OUT juga dinominasikan untuk 2004 MWA Edgar Allan Poe Award pada

kategori Best Novel, yang membuat Kirino Natsuo sebagai penulis Jepang pertama yang dinominasikan dalam ajang penghargaan ini. Bahkan novel ini sudah difilmkan yang disutradarai oleh Hideyuki Hirayama dan dirilis pada tahun 2002.

Selain itu, pada tahun 1993 Natsuo Kirino juga menerima Penghargaan Edogawa Rampo untuk fiksi misteri untuk novel debutnya, Kao ni furikakeru ame (Hujan Jatuh di Wajahku). Sejauh ini, tiga dari novelnya (OUT, GROTESQUE DAN

REAL WORLD) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sebuah novel keempat

yang berjudul REMAINS menceritakan sebuah kisah kekerasan, pelecehan anak dan degradasi seksual, dinikmati pembaca yang cukup besar di Jepang. Kirino juga telah menulis sebuah cerita mitos Canongate (tentang mitos Izanagi dan Izanami), yang akan diterbitkan pada tahun 2009. Novel baru yang sedang dibuatnya sekarang dijadwalkan untuk diterbitkan pada tahun 2013.

Berikut ini adalah daftar judul karya Kirino Natsuo beserta penghargaan yang telah diterimanya.

• Kao ni furikakeru ame (Tokyo: Kodansha, 1993)

– 39th Edogawa Ranpo Award (1993)

(17)

• Auto [Out] (Tokyo: Kodansha, 1997)

– 51st Mystery Writers of Japan Award (1998)

– Nominated for 2004 MWA Edgar Allan Poe Award in the Best Novel

Category (2004)

• Sabiru kokoro (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)

• Mizu no nemuri hai no yume (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)

• Faiaboro burusu [Fireball Blues] (Tokyo: Bungei Shunju, 1998)

• Jiorama [Diorama] (Tokyo: Shinchosha, 1998)

• Yawarakana hoho (Tokyo: Kodansha, 1999)

– 121st Naoki Award (1999)

• Rozu gâden [Rose Garden] (Tokyo: Kodansha, 2000)

• Gyokuran (Tokyo: Asahi Shinbunsha, 2001)

• Dâku [Dark] (Tokyo: Kodansha, 2002)

• Gurotesuku [Grotesque] (Tokyo: Bungei Shunju, 2003)

– 31st Izumi Kyoka Literary Award (2003)

• Kogen (Tokyo: Bungei Shunju, 2003)

• Riaru warudo [Real World] (Tokyo: Shuesha, 2003)

• Zangyakuki (Tokyo: Shinchosha, 2004)

– 17th Shibata Renzaburo Award (2004)

(18)

– 5th Fujinkoron Literary Award (2005)

• Boken no kuni (Tokyo: Shinchosha, 2005)

• Metabora (Tokyo: Asahi Shinbunsha, 2007)

• Tokyo-jima (Tokyo: Shinchosha, 2008)

• Yasashii Otona (Tokyo: Chuokoron-Shinsha, 2010)

Sabiru kokoro (Tokyo: Bungei Shunju, 1997).

Jiorama [Diorama] (Tokyo: Shinchosha, 1998)

Rozu gâden [Rose Garden] (Tokyo: Kodansha, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

didik pada kelas yang akan menjadi obyek penelitian. 2) Menyusun waktu yang tepat untuk melakukan pelaksanaan tindakan. 3) Menentukan materi yang akan dibantu dengan media

Isolat selulosa dari serabut ampas sagu yang diperoleh melalui proses hidrolisis, pulping, dan bleaching (MCC1) dan melalui pulping, bleaching, dan hidrolisis (MCC2), serta

Pendidikan inklusi adalah praktik membangun ruang kelas heterogen di lingkungan sekolah, di mana setiap anak berusaha untuk mencapai tujuan individual

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, penulis dalam penelitian ini akan membatasi ruang lingkup permasalahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi

Metode Bimbingan yang digunakan Pembimbing Agama Islam dalam Meningkatkan Akhlak Remaja di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Cipayung Jakarta Timur. Metode

Gedung perpustakaan enam lantai dengan basement dibangun di wilayah gempa dua direncanakan dengan daktail penuh dan berdiri di atas tanah sedang. Data struktur.. Gedung terdiri

Sikap yang baik dalam melakukan pemeriksaan sangat diperlukan dalam penbetukan kompetesi.Palpasi Leopold merupakan cara untuk menentukan letak janin normal atau tidak

Ade Nurulita Dewi. DESCRIPTIVE STUDY ON TEACHING ENGLISH TO CHILDREN BY USING SONGS AND GAMES TO THE FIFTH YEAR STUDENTS OF SD NEGERI KARANGJOMPO PEKALONGAN.