• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - NISRINA HANIFITRI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - NISRINA HANIFITRI BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang bahasa khususnya tindak tutur direktif (kajian pragmatik) sebelumnya pernah dilakukan oleh Yuda Eka Setyaningsih (2004) dengan judul ―Tindak Tutur Direktif Guru dalam Komunikasi Proses Belajar Mengajar di SD

Negeri Karanggondang 1 Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara‖. Penelitian tersebut dilakukan untuk mendeskripsikan wujud tuturan direktif guru dalam komunikasi proses belajar mengajar di SD Negeri Karanggondang 1, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian tersebut menghasilkan wujud tuturan direktif guru SD dalam proses belajar mengajar yang terbagi menjadi enam bentuk yaitu tuturan tuturan requestives, tuturan questions, tuturan requirement, tuturan probibitives, tuturan permissive, dan tuturan adrisories.

Sedangkan penelitian mengenai tindak tutur yang terdapat dalam novel belum banyak dilakukan, sehingga peneliti mencoba meneliti objek penelitian yang belum banyak dilakukan dengan judul ―Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Hafalan

Shalat Delisa Karya Tere Liye‖. Perbedaan antara penelitian Yuda Eka Setyaningsih dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada objeknya. Objek yang diteliti oleh Yuda Eka Setyaningsih adalah tuturan antara guru dengan anak SD dalam proses belajar mengajar, sedangkan pada penelitian kali ini objek yang diteliti adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

(2)

pada Catur Wulan III Tahun Ajaran 2001- 2002‖.Penelitian ini menggunakan analisis tuturan bahasa anak dengan prinsip kesantunan bahasa dan prinsip kerjasama. Sumber data yang digunakan yakni siswa SDN 5 Pageraji pada saat jam pelajaran berlangsung. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yakni menganalisis tindak tutur yang terdapat dalam novel dengan sumber data novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

Dengan demikian dapat disimpulkan penelitian yang peneliti lakukan jelas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuda Eka Setyaningsih dan Tri Wendah. Selain itu, penelitian tentang tindak tutur pelaku dalam novel masih jarang dilakukan. Karena itu, peneliti beranggapan bahwa penelitian ―Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye‖ perlu dilakukan. Untuk hasil penelitian, peneliti menjelaskannya dalam bab hasil penelitian dan pembahasan.

B. Pengertian dan Fungsi Bahasa

(3)

Hal senada diungkapkan Saphir (dalam Wachid dan Kurniawan, 2013: 5), yaitu bahasa selalu mempresentasikan pikiran dan perasaan orang, artinya, pada tataran permukaan, bahasa yang diucapkan oleh orang marah dengan seorang yang bahagia tentu berbeda. Setiap orang memiliki karakteristik sendiri dalam berbahasa. Karakteristik itu mencerminkan kepribadian pemakainya. Pada wilayah ini, bahasa yang menjadi pusat kajian keilmuan (linguistik) adalah bahasa verbal yaitu, bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (lisan).

Bahasa juga mempunyai fungsi yang penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Dalam arti yang sederhana kata ‗fungsi‘ dapat dipandang sebagai padanan kata ‗penggunaan‘. Berbicara mengenai fungsi bahasa, Halliday mengartikan

fungsi bahasa sebagai cara seseorang dalam menggunakan bahasa mereka, atau bahasa- bahasa mereka bila mereka berbahasa lebih dari satu (Halliday, 1992: 20). Menurut Gorys Keraf (2004: 3) fungsi bahasa terbagi menjadi 4, yakni: 1) Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri, 2) Alat Komunikasi, 3) Alat mengadakan Interaksi dan Adaptasi Sosial, dan 4) Alat Mengadakan Kontrol Sosial. Penjelasan lebih lengkap sebagai berikut.

1. Alat untuk Menyatakan Ekspresi Diri.

(4)

marah ataupun lelah, anak-anak mengekspresikan apa yang dirasa melalui bahasa sehingga tekanan dan emosi jiwanya dapat tersalurkan. Misalnya: ih, sebel, aduh, dsb. Hal itu berlangsung hingga dewasa.

2. Alat Komunikasi.

Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan kita ketahui kepada orang lain. Komunikasi tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila ekspresi yang kita tunjukkan kepada orang lain tidak dapat dipahami oleh orang lain. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan cara untuk menyampaikan maksud, menciptakan asosiasi dengan orang lain, dan mengeluarkan apa yang kita rasa. Bahasa sebagai alat komunikasi mengalami perkembangan dari jaman ke jaman sesuai dengan perkembangan intelektual manusia dan kekayaan cipta-karya manusia sebagai hasil dari kemajuan intelektual itu sendiri. Bahasa juga memungkinkan manusia menganalisa masa lampaunya untuk memetik pengalaman yang berguna bagi masa kini dan masa yang akan datang.

3. Alat Mengadakan Interaksi dan Adaptasi Sosial.

(5)

4. Alat Mengadakan Kontrol Sosial.

Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat di atur dengan menggunakan bahasa. Tuturan pertama kali dimaksudkan untuk mendapat tanggapan, baik tanggapan yang berupa tuturan, maupun tanggapan yang berupa tindakan atau perbuatan. Bahasa juga dapat ditunjukkan untuk mempengaruhi tingkah laku atau tindak tanduk orang lain. Misalnya seorang ibu akan kehilangan wibawanya jika dalam menyampaikan arahan kepada anak-anaknya dengan menggunakan bahasa yang kacau dan tidak teratur. Kekacauannya akan menggagalkan upayanya untuk mempengaruhi tindak laku anak- anaknya.

C. Wacana

Menurut Chaer (2007: 267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, dalam wacana itu terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat- kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

(6)

Berdasarkan definisi dan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana yakni keseluruhan tuturan yang merupakan satu kesatuan bahasa yang lengkap. Satuan pendukungnya dapat meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Wacana juga berkaitan dengan tindakan yang dilakukan dengan verbal maupun nonverbal.

D. Konteks Tuturan

Menurut Leech (2011: 20) konteks telah diberi berbagai arti: antara lain diartikan sebagai aspek- aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama- sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Wijana (1996: 11) menjelaskan konteks tuturan adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks seting sosial disebut konteks.

Konteks juga dapat diartikan sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami (Mey dalam F.X Nadar, 2009: 4). Menurut (Leech dalam F.X Nadar 2009:6), konteks ialah latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu.

(7)

tuturan mereka dapat dipahami. Contohnya konteks orang yang sedang marah. Jika penutur dan lawan tutur memiliki pemahaman dan interpretasi yang sama maka apa yang dimaksud penutur akan diterima oleh lawan tuturnya.

E. Pragmatik

Yule (2006: 3) mengemukakan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik juga merupakan suatu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas (Levinson dalam F.X. Nadar, 2009: 5).

Menurut Tarigan (2009: 31) pragmatik adalah telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat. Sementara Rohmadi (2004:65), pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur.

(8)

F. Pengertian Novel

Novel (Inggris: novel) merupakan karya sastra yang seringkali disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya novel kemudian dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris—dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia—berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti ‗sebuah barang baru yang kecil‘, dan kemudian diartikan sebagai ‗cerita pendek dalam bentuk prosa‘ (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 9). Menurut Nurgiyantoro (2010:

4), novel merupakan sebuah karya sastra fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain- lain yang bersifat imajinatif. Keterkaitan satu aspek dengan aspek yang lain inilah yang dapat membuat sebuah novel layak atau tidak untuk dinikmati.

(9)

G. Perbedaan Novel, Cerpen, dan Novelet

Perbedaan antara novel dengan cerpen yang paling utama dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita. Sebuah cerita yang panjang, katakanlah berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut cerpen, melainkan lebih tepat sebagai novel. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Edgar Allan Poe (Jassin, 1961: 72), sastrawan kenamaan dari Amerika itu, mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira- kira berkisar antara setengah sampai dua jam – suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.

Walaupun sama- sama pendek, panjang cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), bahkan mungkin pendek sekali: berkisar 500-an kata; ada cerpen y500-ang p500-anj500-angnya cukup500-an (midle short story), serta ada cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. Karya sastra yang disebut novelet adalah karya sastra yang lebih pendek daripada novel, tetapi lebih panjang daripada cerpen. Katakanlah pertengahan di antara keduanya. Cerpen yang panjang yang terdiri dari puluhan ribu kata tersebut, barangkali, dapat disebut juga sebagai novelet. Sebagai contoh misalnya, Sri Sumarah dan juga Bawuk.

(10)

novel saja secara acak, kita tidak akan mendapatkan cerita yang utuh, hanya bagaikan membaca sebuah pragmen saja. Keutuhan cerita sebuah novel meliputi keseluruhan bab. Hal semacam ini tidak akan kita temui jika membaca cerpen yang telah mencapai keutuhan dalam bentuknya yang pendek, yang barangkali, sependek satu bab novel (Nurgiyantoro: 2010: 10- 14).

H. Tindak tutur

1. Pengertian Tindak Tutur

Menurut Chaer dan Leonie Agustina (2004:50) istilah dan teori mengenai tindak tutur mula- mula diperkenalkan oleh J.L. Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard, pada tahun 1956. Teori yang berasal dari materi kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O. Urmson (1965) dengan judul How to do Thing with Word? Tetapi teori tersebut baru menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah Searle

(1969) menerbitkan buku berjudul Speech Act and Essay in The Philosophy of Languange. Menurut Chaer (2010: 27), tindak tutur merupakan tuturan dari seseorang

yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturannya itu. Serangkaian tindak tutur tersebut akan membentuk suatu peristiwa tutur (speech event).

(11)

pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur juga merupakan gejala dalam suatu proses yakni proses komunikasi. Sementara menurut Searle (dalam Rohmadi, 2004:29) menegaskan bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau yang lainnya.

Berdasarkan pendapat dari para ahli, dapat disimpulkan tindak tutur merupakan gejala individual yang dapat dilihat dari makna atau maksud tindakan dalam tuturan tersebut. Makna tersebut dapat berupa pernyataan, pertanyaan, perintah. Tindak tutur juga dapat diartikan sebagai aktivitas mengajarkan tuturan dengan maksud pesan atau perintah akan dimengerti oleh pendengar.

2. Bentuk Tindak Tutur

Searle (dalam Rohmadi, 2004: 30-32) dalam bukunya Speech Acts: An Essay In The Philosophy of Language mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-

tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act) untuk menyatakan sesuatu, tindak ilokusi (ilocutionary act) untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dan tindak perlokusi (per

locutionary act) untuk mempengaruhi lawan tuturnya.

a. Tindak Lokusi

(12)

melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasiannya tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya.

b. Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Tuturan (1) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan pernikahan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf. Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya serta kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi. Ibrahim (1993:16-43) mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi empat jenis. Keempat tindak ilokusi tersebut yakni sebagai berikut: 1) Konstatif, 2) Direktif, 3) Komisif, 4) Acknowledgments. Penjelasan lebih lengkap sebagai berikut.

1) Konstatif (constatives)

(13)

2) Direktif (directives)

Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitratutur. Tindak tutur direktif mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitratutur. Jika penutur mengatakan saya ingin makan ayam goreng itu, maka ujaran yang diucapkan oleh penutur dijadikan alasan untuk mitratutur agar segera membelikannya. Jenis dari tindak tutur direktif ini dapat berupa meminta, bertanya, memerintah, melarang, memberikan izin, dan menasehati.

3) Komisif (comissives)

Tindak tutur comissives merupakan satu kategori tindak ilokusi yang mewajibkan seseorang menolak atau melakukan sesuatu yang dispesifikasi dalam proposisinya. Dalam bentuk tindak tutur komisif, misalkan seseorang diminta untuk melakukan kegiatan A. Maksud perlokusi yang sesuai yakni mitra tutur percaya penutur memiliki maksud dan kepercayaan dan penutur sendiri percaya bahwa mitra tutur diwajibkan untuk melakukan A, paling tidak jika kondisinya memungkinkan. Bentuk komisif ini dapat dibedakan menjadi menjanjikan dan menawarkan.

4) Acknowledgments (pengakuan)

(14)

penyampaian salam mengekspresikan rasa senang karena bertemu atau melihat seseorang. Begitu juga dengan berterimakasih mengekspresikan rasa syukur karena telah menerima sesuatu. Jenis dari tindak tutur ini yakni ekspresi penyesalan, belasungkawa, mengucapkan selamat, mengucapkan salam, mengucapkan terimakasih, harapan, penerimaan, dan menolak.

c. Tindak Perlokusi

Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tuturan yang diucapkan penutur memiliki efek atau daya pengaruh kepada lawan tutur. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone. Tuturan (1) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat

menghadiri undangan teman, maka perlokusinya adalah agar orang yang mengundangnya dapat memaklumi. Menurut Wijana dalam Rohmadi (2009:31-35) menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal.

1) Tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung

(15)

konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya, maka akan terbentuk tindak tutur langsung (direct speech). Sebagai contoh:

(3) Riri memiliki tas baru (4) Di mana sekolahmu? (5) Tutup jendela itu!

Ketiga kalimat tersebut merupakan tindak tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Tindak tutur tidak langsung ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Seperti contoh seorang ayah menyuruh untuk mengambil buku, diungkapkan dengan (6) ―Ani, bukunya di mana?‖ kalimat (6) selain untuk bertanya juga untuk memerintah anaknya untuk mengambil buku.

2) Tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata- kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut: ―Kondektur itu kerjanya bagus‖. Kalimat (7) jika diutarakan dengan maksud untuk

memuji atau mengangumi hasil kerja kondektur yang dibicrakan, maka kalimat itu merupakan tindak tutur literal. Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata- kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut: (8) ―Kerjamu bagus, tapi kamu tidak usah bekerja‖. Pada kalimat (8) penutur bermaksud mengatakan bahwa kerja

(16)

3) Tindak tutur langsung literal dan Tindak tutur tidak langsung literal

Tindak tutur langsung literal ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misalnya:

(9) Ambilkan papan itu! (10) Ghina gadis yang manis (11) Berapa gurumu, Mad?

Sedangkan tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata- kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Seperti contoh pada kalimat: (12) ―Bajunya kotor‖. Kalimat (12) itu jika diucapkan seorang majikan kepada pembantu bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk mencucinya.

4) Tindak tutur langsung tidak literal dan Tindak tutur tidak langsung tidak literal

(17)

I. Tindak Tutur Direktif

Ibrahim (1993: 27) menjelaskan tindak tutur direktif merupakan ekspresi sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitratutur. Selain itu, tindak tutur direktif merupakan ekspresi maksud penutur (keinginan dan harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan alasan untuk bertindak oleh mitra tutur. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dituturkan oleh penutur dengan maksud agar si mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan itu. Menurut Ibrahim (1993: 29-33) tindak tutur direktif dibagi menjadi 6 yaitu: requestives, questions, requirements, prohibitives, permissives, advisories.

1. Requestives (meminta)

Tindak tutur yang mengekspresikan keinginan atau harapan penutur sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan sebagai alasan untuk bertindak disebut tindak tutur requestives. Tindak tutur requestives merupakan tindak tutur yang mengekspresikan keinginan, harapan dan juga maksud penutur. Yang termasuk dalam tindak tutur bentuk requestives yakni meminta, mengemis, memohon, menekan, mendoa, mengajak, dan mendorong.

Contoh:

(1) ―Saya akan senang sekali jika uang jajan saya ditambah bu, ku mohon.‖ Konteks tuturan:

Dituturkan oleh anak kepada ibunya yang meminta uang jajan.

(18)

Si anak merasa kurang dan ingin ada uang jajan tambahan dari ibunya. Oleh sebab itu, si anak meminta lebih uang jajan untuknya. Bentuk tuturan tersebut yakni tuturan dalam bentuk requestives jenis meminta.

2. Questions (pertanyaan)

Tindak tutur question (bertanya) mendeskripsikan apa yang diinginkan penutur kepada mitra tutur melalui pertanyaan. Jenis dari tindak tutur ini yakni bertanya dan menginterogasi. Perbedaan dari kedua jenis tindak tutur questions ini terletak kepada teknisnya. Bertanya hanya sekedar ingin tahu tetapi jika interogasi bukan hanya sekedar ingin tahu tetapi lebih dalam untuk mengetahui suatu informasi. Tindak tutur questions memiliki pengertian bahwa apa yang diinginkan penutur adalah mitratutur memberikan kepada penutur mengenai suatu informasi tertentu.

(2) ―Eh kenapa belum siap juga?‖ Konteks tuturan:

Dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang ingin mengajak jalan dan tergesa-gesa karena mereka akan telat menonton pada jam 15.00

(19)

3. Requirements (perintah)

Tindak tutur perintah yaitu tindak tutur yang mengekspresikan maksud penutur, yakni mitra tutur menyikapi ujaran penutur sebagai alasan untuk bertindak, dan dengan demikian ujaran penutur dijadikan alasan penuh untuk bertindak. Tindak tutur perintah seringkali dibuat rancu dengan permohonan. Pada jenis tindak tutur ini maksud yang diekspresikan penutur yakni mitra tutur menyikapi ujaran penuturnya yang dijadikan alasan penuh untuk bertindak. Yang termasuk ke dalam tindak tutur requirements yakni memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte,

mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, dan mensyaratkan. (3)―Tolong buang sampah pada tempatnya, Intan!‖ Konteks tuturan:

Dituturkan oleh Kak Dannis kepada Intan yang membuang sampah sembarangan

Tuturan (3) dituturkan oleh Kak Dannis kepada Intan yang memiliki maksud agar Intan tidak membuang sampah sembarangan dan lebih menjaga kebersihan. Maksud dari perintah yang dituturkan oleh Kak Dannis kepada Intan adalah lingkungan menjadi asri dan tidak terjadi banjir di lingkungan rumah tempat tinggalnya. Kak Dannis bermaksud agar intan tidak melakukan hal sepele yang berakibat fatal. Bentuk tuturan tersebut yakni tuturan dalam bentuk requirements jenis memerintah.

4. Prohibitives (larangan)

(20)

atau membatasi, tetapi ada keterkaitan dengan perintah atau suruhan. Sebenarnya konsep melarang sama halnya dengan menyuruh untuk tidak melakukan kegiatan tersebut. Tujuan dari tindak tutur ini yakni agar mitra tutur tidak mengerjakan sesuatu yang disebutkan oleh penutur. Misalnya melarang orang merokok sama halnya menyuruhnya untuk tidak merokok. Yang termasuk ke dalam bentuk tindak tutur prohibitives yakni melarang dan membatasi.

(4)―Dilarang merokok!‖ Konteks tuturan:

Dituturkan oleh Ibu Isti kepada Pak Ibnu

Tuturan (4) diucapkan oleh Ibu Isti kepada Pak Ibnu yang melarangnya untuk merokok di daerah kawasan bebas asap rokok. Ibu Isti mengatakan seperti itu karena Ibu Isti merasa terganggu dengan asap rokok yang dia hirup. Seharusnya kalau ada tulisan kawasan bebas asap rokok berarti benar- benar kawasan yang tidak akan menghirup asap rokok sedikitpun. Karena Ibu Isti merasa terganggu dengan keadaan seperti ini, maka Ibu Isti segara melarang Pak Ibnu untuk merokok di kawasan bebas asap rokok tersebut. Bentuk tuturan tersebut yakni tuturan dalam bentuk prohibitives jenis melarang.

5. Permissives (pemberian izin)

(21)

menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan dan memperkenankan.

(5)―Ya sudah kamu boleh belajar kelompok. Tetapi, pulangnya jangan malam- malam ya.‖

Konteks tuturan:

Dituturkan oleh Ibu kepada Ani

Tuturan (5) merupakan tuturan yang dituturkan Ibu kepada Ani yang menyetujui Ani untuk belajar kelompok bersama teman- temannya. Tetapi, walaupun Ibu sudah menyetujui Ani untuk belajar kelompok ibu tetap mengingatkan kepadanya agar pulangnya tidak kemalaman. Ibu menyetujui Ani untuk belajar kelompok sebab Ani akan ada test UAS disekolahnya. Oleh sebab itu, karena ada tes inilah ibu menyetujui Ani untuk belajar bersama teman- temannya. Bentuk tuturan tersebut yakni tuturan dalam bentuk Permissives jenis menyetujui.

6. Advisories (nasihat)

Segala apa yang telah diekspresikan penutur bukanlah keinginan kepercayaan mitra tutur bahwa apa yang diekspresikan penutur merupakan hal yang baik untuk kepentingan mitra tutur. Maksud dari tindak tutur ini yakni mitra tutur menyikapi penutur untuk percaya bahwa penutur sebenarnya memiliki sikap yang dia ekspresikan dan mitra tutur melakukan tindakan yang disarankan untuk dilakukan. Yang termasuk ke dalam tindak tutur bentuk advisories yakni menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong.

(6)―Jangan melanggar tata tertib pak… Nanti terjadi kecelakaan siapa yang mau tanggung jawab!‖

Konteks tuturan:

(22)

Referensi

Dokumen terkait

The science of food, an introduction to food science, nutrition and microbiology second edition (Terjemahan: Ilmu pangan: pengantar ilmu pangan, nutrisi, dan

The first finding of the study is the percentage of the data (81 words and terms with cultural and historical concepts) translated according to their translation strategies as

Manfaat penelitian secara teoritis adalah mengembangkan ilmu keperawatan anak melalui penyuluhan imunisasi dan menambah referensi penelitian dengan cara mengetahui pengaruh

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan dengan jiwa kewirausahaan siswa SMK; (2) tidak ada

The former editor of IEEE Transactions on Professional Communication, he is the author of numerous articles and six books about technical communication, including Ethics and

Rangkaian dekoder digunakan untuk pengkodean (sandi) untuk menentukan jumlah pulsa yang digunakan Dalam hal ini jumlah kodenya adalah tiga sinyal jika bukan maka akan

In order to produce steamed buns with desirable physical qualities and antioxidant activity, appropriate mixing time, mixing speed, and angkak concentration are

Dalam rangka mencari metode pembelajaran yang tepat maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pemahaman awal siswa mengenai konsep usaha dan energi; (2) pemahaman