• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TREND PERKEMBANGAN KERAJINAN LOGAM TRADISIONAL (STUDI KASUS PENGRAJIN KERIS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2005-2009)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS TREND PERKEMBANGAN KERAJINAN LOGAM TRADISIONAL (STUDI KASUS PENGRAJIN KERIS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2005-2009)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

TREND

PERKEMBANGAN KERAJINAN LOGAM

TRADISIONAL (STUDI KASUS PENGRAJIN KERIS DI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2005-2009)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

A.V. CITRA OKTARINA MALINTON

NIM : 06 1324 012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

---

Duh..Gusti

Duh Gusti..paringana sabar

Yen urip iki pancen ora mayar

Gawea lelakonku

Tumurut kekarepanMu

Duh Gusti, aja nganti

Aku ngadoh saka Gusti

Sanajan urip saya rekasa

Gawea aku luwih prihatin lan prasaja

(5)

…AKU MENYEBUT MEREKA

ANUGERAH…

Aku ada karena kalian SEMPURNA…

Sumber kekuatan hidupku

TUHAN YESUS KRISTUS..BUNDA

MARIA..SANTA AGNES..SANTA VERONICA..

Aku mampu menjalani ketidaksempurnaanku karena kalian LUAR

BIASA…

Mama

SRI HARYATI

Papa

RUDOLF EMANUEL MALINTON

Adikku

Y.P. PIUS PATTY MALINTON

Sang Super

HENRICUS DANU KRISTANTO

VAN LITH TIGABELAS

DOSEN, KARYAWAN & SAHABAT PEND. EKONOMI 2006

Almamater Tercinta UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Kel. CONCAT

Yang membentukku menjadi seorang AGNES VERONICA CITRA OKTARINA MALINTON… aku mampu melaluinyaaaaa… aku SARJANA…!!

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

ANALISIS TREND PERKEMBANGAN KERAJINAN LOGAM TRADISIONAL (STUDI KASUS PENGRAJIN KERIS DI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2005-2009)

A.V. Citra Oktarina M. Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2010

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah trend perkembangan jumlah unit usaha kerajinan keris di D.I. Yogayakarta tahun 2005-2009, trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 – 2009, trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh oleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 – 2009, trend laba usaha yang diperoleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Data diperoleh melalui data primer dengan teknik accidentally sampling. Penelitian ini menggunakan trend sekuler dengan metode kuadrat terkecil, rumus yang digunakan adalah Y1 = a + bx.

(9)

ABSTRACT

AN ANALYSIS ON THE DEVELOPMENT TREND OF TRADITIONAL METAL HANDICRAFT

A Case Study of Keris Crafters in Yogyakarta Special Region in 2005 – 2009

A.V. Citra Oktarina M. Sanata Dharma University

Yogyakarta 2010

The research intends to find out how (1) the development trend of keris crafts industries in Yogyakarta Special Region in 2005-2009; the development trend of employees working as keris crafters in Yogyakarta Special Region in 2005-2009; (3) development trend of turnover amount gained by the keris crafters in Yogyakarta Special Region in 2005-2009, (4) and the trend of business profit gained by keris crafters in Yogyakarta Special Region in 2005-2009.

The research is a descriptive research. The data were gained through primary data by accidentally sampling technique. The research used secular trend by the smallest quadrate method, the formulation used was Y1 = a + bx.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) dan meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Ekonomi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sumber kekuatan hidupku Bunda Maria dan Tuhan Yesus juga pelindung hidupku Santa Agnes dan Santa Veronica atas semua berkat tak Nampak yang nyata terjadi di hidupku.

2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

(11)

4. Bapak Drs. P. A. Rubiyanto selaku Dosen Pembimbing dua yang dengan sabar memberikan motivasi, informasi, bimbingan dan pengarahan kepda penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Mbak Titin dan Bapak dan Ibu yang bekerja di Bappeda dan Dinas Perijinan Propinsi DIY, Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul atas bantuan pengurusan surat ijin penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian dengan aman dan lancar.

6. Empu Sungkowo H dan para pengrajin keris di Desa Banyusumurup, Girirejo, Yogyakarta yang telah dengan bermurah hati memberikan bantuan informasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat disusun dengan lancar.

7. Keluarga terindah Papa, Mama, Dek Pius atas doa dan motivasi yang tiada henti.

8. Henricus Danu Kristanto yang telah dengan sabar membantu penulis dalam menyusun skripsi.

9. Universitas Sanata Dharma, yang membuat penulis dengan segala bentuk keramahan pelayanan dan beasiswanya sehingga mampu membantu penulis dalam kelancaran studi selama ini.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………....i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN……….…...iii

HALAMAN MOTTO……….iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………..v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………..vii

ABSTRAK………viii

ABSTRACT…..……….ix

KATA PENGANTAR……….x

DAFTAR ISI………..…………...xiii

DAFTAR TABEL………..xv

DAFTAR GRAFIK………xviii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang……….1

B. Rumusan Masalah………4

C. Tujuan Penelitian……….4

D. Manfaat Penelitian………...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..6

A. Analisis Trend/ Analisis Deret Berkala …………..……..………...6

(14)

C. Kerajinan Logam Keris………..15

D. Produktivitas, Modal, Tenaga Kerja, Laba/ Rugi………..34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...41

A. Jenis Penelitian………...41

B. Jenis dan Sumber Data……... ………...41

C. Tempat dan Waktu Penelitian….………...42

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………..42

E. Variabel Penelitian……….43

F. Teknik Pengumpulan Data……..………...44

G. Teknik Analisis Data………..44

BAB IVGAMBARAN UMUM KERAJINAN KERIS DI D.I YOGYAKARTA46 A. Profil Profinsi D.I. Yogyakarta………..46

B. Perkembangan Kerajinan Keris di D.I. Yogyakarta………...49

C. Deskripsi Data………58

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………..60

A. Analisis Data………….……….60

B. Pembahasan………89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….108

A. Kesimpulan…...……….108

B. Saran………...109 DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di D.I.Y tahun 2005-2009 (unit) tanpa Y1………61 Tabel IV.2 Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di

D.I.Y tahun 2005-2009 (unit) ………..63 Tabel IV.3 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y tahun 2005-2009

(orang) tanpa Y1………66 Tabel IV.4 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y tahun

2005-2009 (orang)……….68 Tabel IV.5 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris Non Pakem di D.I.Y tahun

2005-2009 (orang) tanpa Y1………...69 Tabel IV.6 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris Non Pakem di D.I.Y tahun

2005-2009(orang)……….71 Tabel IV.7 Trend Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Pakem

di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah) tanpa Y1…...………74 Tabel IV.8 Trend Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Pakem

(16)

D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah) tanpa Y1………..…77 Tabel IV.10 Trend Perkembangan Omset Pengrajin Keris Non Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah)……….79 Tabel IV.11 Trend Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris

Pakem di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah) tanpa Y1………...82 Tabel IV.12 Trend Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris

Pakem di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah)…..………84 Tabel IV.13 Trend Perkembangan Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem

di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah) tanpa Y1………..85 Tabel IV.14 Trend Perkembangan Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem

di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah)……….87 Tabel IV.15 Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di

D.I.Y tahun 2005-2009 (unit)……….89 Tabel IV.16 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y tahun 2005-2009 (orang)……….92 Tabel IV.17 Trend Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja

Sebagai Pengrajin Keris non Pakem di D.I.Y tahun

2005-2009………95 Tabel IV.18 Trend Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah)……….98 Tabel IV.19 Trend Perkembangan Omset Pengrajin Keris non Pakem di

(17)

Tabel IV.20 Trend Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris

Pakem di D.I.Y tahun 2005-2009 (rupiah)……….103 Tabel IV.21 Trend Perkembangan Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem

(18)

DAFTAR GRAFIK

Grafik IV.1 Perkembangan Jumlah Kerajinan Keris di D.I.Y tahun

2005-2012 (unit)………..64 Grafik IV.2 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Sebagai

Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y tahun 2005-2012 (orang)……..69 Grafik IV.3 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Sebagai

Pengrajin Keris Non Pakem di D.I.Y tahun 2005-2012(orang)...72 Grafik IV.4 Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y

tahun 2005-2012 (rupiah)……….77 Grafik IV.5 Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Non Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2012 (orang)………...80 Grafik IV.6 Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2012 (rupiah)………..85 Grafik IV.7 Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem

di D.I.Y tahun 2005-2012 (rupiah)……….88 Grafik IV.8 Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di

D.I.Y tahun 2005-2012 (unit)……….89 Grafik IV.9 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Sebagai

Pengrajin Keris Pakem di D.I.Y tahun 2005-2012 (orang)……93 Grafik IV.10 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja Sebagai

(19)

tahun 2005-2012 (rupiah)………98 Grafik IV.12 Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris non Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2012 (orang)………..101 Grafik IV.13 Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris Pakem di

D.I.Y tahun 2005-2012 (rupiah)……….104 Grafik IV.14 Perkembangan Jumlah Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem

di D.I.Y tahun 2005-2012 (rupiah)……….106

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(21)

Industri Kreatif adalah Industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta idividu yang mencakup berbagai bidang/sektor seperti: periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, desain fashion, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan, dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, serta riset, dan pengembangan. Dalam perkembangannya, industri kreatif ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama yang berkaitan dengan sektor yang bersinggungan dengan seni dan teknologi.

(22)

dan adat, sebagai titik tolak untuk meningkatkan daya saing dalam era ekonomi kreatif.

Salah satu bidang industri kreatif di Indonesia yang menyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) terbesar adalah kerajinan. Kelompok industri kerajinan menyumbang sebesar 29 triliun (27,72%) dari total PDB, atau terbesar kedua setelah kelompok industri fesyen (44,18%). Di atas kertas, inilah era bagi industri kerajinan tanah air yang sebagian besar tersebar di pedesaan. Seharusnya era ini menjadi momentum peningkatan kesejahteraan di pedesaan. Namun akhir-akhir ini beberapa bidang industri kreatif mengalami tantangan lain yaitu pengakuan dari Negara lain terhadap karya industri kreatif asli Indonesia, seperti keris, tari pendet, lagu Rasa Sayange. Hal ini tentunya memberikan dampak bagi keberadaan industri kreatif dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungannya.

(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana trend perkembangan jumlah industri kerajinan keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009?

2. Bagaimana trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh oleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009?

3. Bagaimana trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009?

4. Bagaimana trend perkembangan laba usaha yang diperoleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui trend perkembangan jumlah industri kerajinan keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009.

2. Mengetahui trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh oleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009.

3. Mengetahui trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 - 2009.

(24)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi peneliti

Memberikan gambaran mengenai trend perkembangan industri kerajinan keris di D.I. Yogyakarta.

2. Bagi para pengrajin keris

Penelitian ini diharapkan dapat memberi bantuan informasi bagi pengusaha keris untuk dapat menganalisis keadaan ekonomi agar mereka dapat terus melestarikan warisan budaya dan tetap dapat bersaing di era modernisasi.

3. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah

Pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing dan melindungi serta menumbuhkan iklim usaha. Dengan demikian, kemampuan industri keris dari waktu ke waktu perlu diperhatikan sehingga industri kebudayaan lokal dapat terus berkembang.

4. Bagi masyarakat Indonesia

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Trend / Analisis Deret Berkala 1. Arti dan Pentingnya Analisis Trend

Data berkala atau yang sering disebut time series, adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan, jumlah personil, penduduk, jumlah kecelakaan, jumlah kecelakaan, jumlah peserta KB, dll). Analisa data juga memungkinkan kita untuk mengetahui perkembangan suatu/beberapa kejadian serta hubungannya/pengaruhnya terhadap kejadian lainnya. Misalnya, apakah kenaikan biaya advertensi diikuti dengan kenaikan penerimaan hasil penjualan, apakah kenaikan jumlah penggunaan pupuk diikuti dengan kenaikan produksi padi, apakah kenaikan gaji diikuti dengan kenaikan penerimaan pajak pendapatan, apakah kenaikan pendapatan diikuti dengan kenaikan konsumsi, dll. Dengan perkataan lain, apakah perubahan suatu kejadian mempengaruhi kejadian lainnya, kalau memang mempengaruhi berapa besarnya pengaruh tersebut secara kuantitatif.

(26)

pengaruh dari komponen-komponen tersebut selalu mengalami perubahan-perubahan, sehingga apabila dibuat grafiknya akan menunjukkan adanya fluktuasi, yaitu gerakan naik turun. Contoh Grafik:

Grafik Perkembangan Produksi Barang A (jutaan ton)

100

50

0 1 2 3 4 5 6 7 8 Tahun

2. Klasifikasi dari Gerakan/Variasi dari Data Deret Berkala

Gerakan/variasi dari data berkala terdiri dari empat macam atau empat komponen, yaitu:

a. Gerakan Trend Jangka Panjang (long term movement or secular trend), yaitu suatu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan menaik/menurun). b. Gerakan/Variasi Siklis (Cyclical movements or variations),

(27)

setelah jangka waktu tertentu (setiap 3 tahun, 5 tahun, atau lebih) bisa juga tidak terulang dalam jangka waktu yang sama. c. Gerakan/Variasi Musiman (seasonal movement/variation),

adalah gerakan yang mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu, misalnya menaiknya harga pohon cemara menjelang natal, meningkatnya harga-harga bahan makanan dan pakaian menjelang hari Raya Idul Fitri, dll.

d. Gerakan Variasi yang Tidak Teratur (Irregular or random movements), yaitu gerakan/variasi yang sporadic sifatnya, misalnya naik turunnya produksi padi akibat banjir yang datangnya tidak teratur, naik turunnya produksi industri akibat pemogokan, dsb.

B. Industri

1. Pengertian Industri

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

(28)

bahan baku, bahan setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya.

Menurut Nurimansjah Hasibuan (1993:68) industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Namun dari segi pembentukan pendapatan industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Menurut Winardi (1989:122) industri adalah usaha yang bersifat produktif terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu yang menyelenggarakan jasa-jasa. Misalnya transportasi dan perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Istilah tersebut dapat dipandang dari arti kolektif misalnya perhubungan dengan aktifitas suatu negara secara keseluruhan dan juga sering istilah tersebut digunakan untuk mengidentifikasi segmen khususnya dari usaha-usaha produksi yang produktif seperti industri mobil, kapal, dan industri berat lainnya.

Sedangkan menurut Biro Pusat Statistik, industri diartikan sebagai suatu unit kesatuan yang terletak pada suatu tempat yang tertentu untuk melakukan suatu kegiatan untuk merubah barang atau jasa sehingga bernilai. Barang atau jasa tersebut diolah menjadi produk-produk tertentu yang nilainya lebih tinggi kepada konsumen.

(29)

unit usaha yang melakukan kegiatan yang bersifat ekonomi yang merubah barang atau jasa yang pada akhirnya dapat menghasilkan barang atau jasa yang lebih bernilai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen.

Berdasarkan jumlah mesin dan tenaga kerja yang digunakan dalam suatu kegiatan industri maka industri dapat dibagi dalam kelompok sebagai berikut :

a. Industri besar yakni perusahaan industri yang menggunakan tenaga kerja sama dengan atau lebih besar dari seratus orang apabila tidak menggunakan mesin atau suatu perusahaan industri yang menggunakan mesin dengan tenaga kerja sama dengan lima puluh orang atau lebih.

b. Industri sedang yakni industri yang menggunakan tenaga kerja dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan orang tanpa menggunakan mesin atau menggunakan mesin dengan jumlah tenaga kerja sebanyak empat puluh sembilan dan sedikitnya sepuluh orang. c. Industri kecil yakni perusahaan yang menggunakan tenaga kerja lima

sampai dengan sembilan orang.

(30)

2. Struktur dan Penggolongan Industri Kecil

Menurut Biro Pusat Statistik yang dimaksud industri kecil adalah industri atau perusahaan yang menggunakan tenaga kerja sebanyak lima hingga sembilan orang.

Berdasarkan keterangan dari Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, industri kecil adalah suatu unit atau kesatuan produksi yang terletak pada tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang-barang (bahan baku) dengan mesin atau kimia dan tangan menjadi produk baru atau mengubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir. Bank Indonesia memberi batasan tentang industri kecil bahwa industri kecil adalah industri yang memiliki aset atau kekayaan tidak melebihi enam ratus juta rupiah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri kecil adalah industri yang memiliki kekayaan tidak lebih dari enam ratus juta rupiah dan menggunakan tenaga kerja tidak melebihi sembilan orang serta melakukan kegiatan mengubah barang-barang (bahan baku) yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya sesuai dengan kebutuhan konsumen.

(31)

a. Pengrajin atau pengusaha dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1)Sifat usaha mandiri, rumah tangga dan dibantu oleh keluarga sebagai usaha tambahan.

2)Menguasai teknologi produksi dan dibantu oleh tenaga kerja yang merupakan anggota keluarga yang secara langsung tidak memperoleh bayaran.

3)Pengadaan bahan baku biasanya tergantung pada pemberi pesanan. 4)Perajin mempunyai akses pasar dan lembaga keuangan.

b. Pengrajin atau pengusaha dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1)Sifat usaha mandiri, rumah tangga dan sebagai usaha utama.

2)Menguasai teknologi produksi dan dibantu oleh tenaga kerja yang dibayar.

3)Pengadaan bahan baku pada umumnya diusahakan sendiri.

4)Produksi adalah atas inisiatif sendiri dan atau didasarkan pada pesanan.

5)Penjualan diusahakan sendiri dan atau melalui para pedagang pengumpul.

6)Tidak mempunyai akses lembaga keuangan.

c. Pengusaha industri kecil dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1)Sifat usaha mandiri, pabrikan dan sebagai usaha bersama. 2)Berproduksi dengan tenaga kerja yang dibayar.

(32)

Industri kecil yang tersebar di desa-desa diharapkan agar terhimpun dalam sentra-sentra industri agar lebih cepat berkembang. Sentra-sentra tersebut meliputi sentra-sentra industri kecil logam, sentra industri pangan, sentra industri kecil kimia dan bahan bangunan, sentra industri kecil sandang, sentra industri kecil kulit dan sentra industri kecil kerajinan dan umum.

Melalui sentra-sentra industri kecil tersebut kegiatan industri kecil dapat terorganisir dan secara bersama-sama menghadapi tantangan yang semakin berat. Suatu perusahaan atau industri dapat digolongkan ke dalam golongan industri kecil apabila perusahaan atau industri tersebut memenuhi kriteria sebagai industri kecil. Industri kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. industri memiliki kekayaan atau asset tidak lebih dari enam ratus juta rupiah.

b. tenaga kerja biasanya keluarga sendiri atau orang lain yang mendapat bayaran namun tidak lebih dari sembilan orang.

c. jangkauan pemasaran relatif kecil. d. teknologi sederhana atau tradisional.

3. Perilaku Industri Kecil

Untuk mencapai laju pertumbuhan yang cukup tinggi dalam sektor industri kecil maka jenis-jenis industri kecil yang memiliki ciri-ciri seperti berikut ini hendaknya dapat lebih dikembangkan yaitu :

(33)

b. hasil produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

c. berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam sektor lainnya terutama dengan pembangunan sektor pertanian dan konstruksi yang mempunyai keterkaitan dengan industri lainnya antara lain industri permesinan.

d. hasil atau produk yang dihasilkan mempunyai prospek ekspor yang cukup tinggi.

e. memiliki nilai tambah dalam hal peningkatan pendapatan bagi industri kecil.

Dalam melakukan kegiatan usaha pada sub sektor industri kecil yang terdapat di daerah, pada umumnya banyak perusahaan-perusahaan industri kecil yang memanfaatkan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian. Dari hasil pertanian tersebut para pelaku industri kecil mengolah sedemikian rupa sehingga menjadi barang-barang produksi yang bermutu dan berkualitas serta dapat bersaing dengan barang-barang industri lainnya yang berada di lingkungan pasar industri.

(34)

C. Kerajinan Logam Keris

1. Asal Usul Keris

Keris termasuk kelompok senjata tikam. Menurut penelitian para ahli, senjata tikam hanyalah terdapat di Asia Tenggara, khususnya di kepulauan Nusantara. Tetapi karena keadaan geografis kepulauan Nusantara yang terpisah satu sama lain, senjata tikam tadi mengalami perkembangan yang berbeda-beda; perbedaan itu meliputi, nama, dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat daerah. Di Aceh berupa rencong, di Sulawesi Selatan berupa badik, di Jawa Barat berupa kujang dan di Jawa Tengah serta Jawa Timur berupa keris.

(35)

berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan. Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.

2. Sejarah Singkat Keris

(36)

dan berdirinya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Secara kronologis perkembangan itu adalah sebagai berikut:

a.Jaman Sebelum Kerajaan Pajajaran

(37)

b.Jaman Pajajaran

Berdasarkan kitab-kitab babad, jaman ini mulai terang. Menurut sejarah empu, jaman ini merupakan kelanjutan jaman sebelumnya. Pada jaman Pajajran hanya dilakukan penggalian-penggalian kepurbakalaan, hanya sedikit sekali menemukan keris pada jaman ini. Berdasarkan kitab sejarah empu, pada jaman ini sudah banyak pembuatan keris, dan menurut cerita atau pengakuan penduduk banyak yang memiliki keris buatan jaman Pajajaran. Empu yang terkenal antara lain: Empu Keleng yang membuat keris Kyai Kopek yaitu keris lurus, dapur Tilam Upih, pamor Tambal; keris ini sekarang menjadi koleksi Mangkubumi yang merupakan simbol untuk mengakui kedaulatan kesultanan Yogyakarta dan pernah dipamerkan di Museum Pusat, Jakarta.

c.Jaman Majapahit

(38)

d.Jaman Demak dan Pajang

Jaman Demak merupakan masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa dan secara langsung menggantikan kerajaan Majapahit. Pembuatan keris kebanyakan atas perintah para wali. Para empu kebanyakan masih kelanjutan dari empu pada jaman Majapahit; para empu waktu itu mendapat kepercayaan besar dari para wali.

Jaman Pajang masih termasuk periode Demak, kedua kerajaan itu mempunyai silsilah kelanjutan dari Majapahit, tetapi dalam perkembangannya memperlihatkan perbedaan. Demak merupakan kerajaan Islam demikian pula Pajang. Tetapi di Pajang lebih terasa pengaruh Hindu daripada di Demak, hal itu sudah menjadi sifat umum kerajaan pedalaman di Indonesia, akibat kurangnya pengaruh luar, berbeda dari kerajaan Pesisir. Empu yang terkenal yang membuat keris Kanjeng Kyai Bandaton, yaitu keris luk sebelas, dapur Joko Wuru, pamor Beras Wutah; sekarang menjadi koleksi G.P.H. Praboewidjojo. e.Jaman Mataram

(39)

terkenal adalah Kyai Tepas, Kyai Gede, Kyai Legi, Kyai Mayang, Kyai Kalianyar, Kyai Tundung. Empu Ki Anom pada jaman Sultan Agung membuat keris Kanjeng Kyai Pulanggeni, dapur Pasopati, pamor Beras Wutah, asal kraton Surakarta dan sekarang menjadi koleksi G.P.H Praboewidjojo; pernah dimaperkan di Museum Pusat Jakarta.

f.Jaman Yogya-Solo (Surakarta)

Jaman Yogya-Solo ialah jaman sesudah terjadinya perjanjian Giyanti 1755, yaitu pembagian kerajaan Mataram menjadi daerah Yogyakarta dan Solo. Pada jaman ini pembuatan keris hampir sampai ke pelosok-pelosok, artinya pembuatan keris tidak lagi mejadi monopoli para empu dalam lingkungan istana. Atau pembuatan keris sudah menjadi pekerjaan umum. Namun demikian tidak semua orang membuat keris karena masyrakat percaya bahwa pembuatan keris bukanlah hal yang mudah, tetapi memerlukan kebatinan yang kuat.

g.Perkembangan di Bali

Sebenarnya Bali sudah sejak jaman Hindu di Jawa Timur melakukan aktifitas seperti daerah-derah terebut di atas. Setelah jatuhnya kerajaan Majapahit dan munculnya kerajaan Islam di pulau Jawa, Bali masih melanjutkan tata cara kehidupan agama Hindu; bahkan banyak pengungsi dari Majapahit yang datang ke Bali. Oleh karena itu Bali dapat dikatakan melanjutkan tata cara kehidupan Majapahit.

(40)

pembuatan keris merupakan salah satu pekerjaan umum sampai sekarang. Dan sesuai dengan perkembangan seni yang sangat pesat, bentuk keris Bali sangat mementingkan unsur seninya. Itulah sebabnya keris Bali umumnya sangat indah, baik hiasannya maupun bentuknya.

3. Perkembangan Bentuk Keris Menurut Daerah

Mula-mula keris merupakan kebudayaan suku Jawa. Kemudian keris tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan dalam proses perkembangan itu akhirnya memperoleh bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan setiap daerah. Dalam garis besarnya bentuk-bentuk keris pada suatu daerah adalah:

a. Keris Jawa

(41)

b. Keris Bali

Ukiran (hulu) keris Bali sangat beragam. Ada bentuk ukiran Bali yang sederhana lebih sederhana daripada bentuk ukiran keris jawa, seperti tangkai pisau saha. Namun hiasannya sangat mewah. Suatu ciri khas Bali adalah patungnya selalu berwajah riang menggairahkan dan berseri-seri; jadi walaupun berupa raksasa tetap mempunyai tempramen riang. Patung-patung dihias dengan aneka macam motif dan permata, sedang bahannya terbuat dari logam mulia. Wilahan keris Bali pada umumnya sangat halus buatannya. Biasanya di tengah bilah terdapat pinggul seperti garis memanjang bilah itu.

c. Keris Madura

Keris Madura mempunyai ukiran (hulu) yang gemuk. Apabila berbentuk patung, maka ukiran itu menyerupai patung primitif. Wrangka keris Madura yang berbentuk ladrangan, agak menyerupai keris Jawa; tetapi apabila berbentuk gayaman, lebih mendekati bentuk wrangka Gayaman keris Bali. Suatu keistimewaan keris Madura umumnya pendok pada bagian atas diberi sambungan dengan lempengan berukir motif (topeng) yang menutup salah satu sisi gayaman atau ladrangan.

d. Keris Sulawesi

(42)

itu sesuai dengan kehidupan mereka sebagai suku bangsa pelaut. Burung laut merupakan lambang keberanian, lambang keselamatan, dan lambang keberhasilan, kepala burung itu selalu menghadap frontal. Suatu ciri khas wrangka keris Sulawesi adalah bagian bawahnya diberi tonjolan. Tonjolan itu oleh para ahli Belanda disebut “Sepatu”. Adanya tonjolan itu mebuktikan bahwa cara memakai keris itu tidak diselipkan tetapi disangkutkan dengan tali, tali sangkutan ini pun dipandang bagian yang penting oleh sebab itu sering diberi hiasan yang sangat mewah. e. Keris Daerah-daerah lain

Keris Kalimatan Barat dan Kalimantan Selatan lebih medekati keris Jawa. Tetapi kebayakan keris dari kedua daerah itu kelihatan agak kasar cara pembuatannya. Di Sumatera banyak juga terdapat keris. Keris dari daerah ini mempunyai ciri yang khas. Ukiran hulu kebanyakan berbentuk kepala burung, tetapi berbeda dengan kepala burung model Sulawesi. Paruh dan leher burung model Sumatera kelihatan pendek, bilah keris kelihatan langsing bahkan ada yang bebentuk kecil, tetapi sangat panjang. Dibawah godong terdapat lekukan; lekukan ini tidak pernah terdapat pada model keris dari daerah lain.

4. Kekhasan Keris, Bagian Keris, dan Pengrajin Keris

(43)

a. Keris harus terdiri dari 2 bagian utama, yakni bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni. Dalam falsafah Jawa, yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu, persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang harapan atas kesuburan, keabadian (kelestarian) dan kekuatan.

b. Bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong ini adalah perlambang orang Jawa, dan suku bangsa Indonesia lainnya, bahwa seseorang, apa pun pangkat dan kedudukannya, harus senantiasa tunduk dan hormat, bukan saja pada Sang Pencipta, tetapi juga pada sesamanya. Ilmu padi, kata pepatah, semakin berilmu seseorang, makin tunduk orang itu.

(44)

d. Keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, minimal dua, yakni besi, baja dan bahan pamor. Keris-keris tua, semisal keris Buda, tidak menggunakan baja.

Dengan demikian, keris yang dibuat dari kuningan, seng, dan bahan logam lainnya, tidak dapat digolongkan sebagai keris. Begitu juga “keris” yang dibuat bukan cara ditempa, melainkan dicor, atau yang dibuat dari guntingan drum bekas aspal tergolong bukan keris, melainkan hanya keris-kerisan. Atau istilah lain membedakan keris menjadi keris pakem dan keris non pakem. Pakem keris adalah panutan/ pegangan/ rujukan segala sesuatu yang menyangkut soal eksoteri keris. Hal-hal yang menyangkut bentuk ricikan keris, bentuk penampilan bilah keris, bentuk kerangka dan kelengkapan. Pakem keris adalah kaidah yang dianut semua empu, semua pecinta keris dan kolektor keris. Pakem keris dapat berupa buku, catatan pribadi baik dalam bentuk tulisan atau gambar. Sedangkan keris non pakem adalah keris yang tidak memuat kaidah keris pakem.

(45)

a. Pegangan keris

Pegangan keris ini bermacam-macam motifnya , untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari, pertapa, hutan ,dan ada yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia .

Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau), Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu.

Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking (kepala bagian belakang), jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan), weteng dan bungkul.

b. Wrangka atau Rangka

(46)

dibuat dari bahan kayu (jati, cendana, timoho, kemuning, dll), kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka terjadi perubahan fungsi wrangka (sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya). Kemudian bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.

Secara garis besar terdapat dua macam wrangka, yaitu jenis wrangka ladrang yang terdiri dari bagian-bagian : angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis wrangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan wrangka ladrang tetapi tidak terdapat angkup, godong dan gandek.

Aturan pemakaian bentuk wrangka ini sudah ditentukan, walaupun tidak mutlak. Wrangka ladrang dipakai untuk upacara resmi, misalkan menghadap raja, acara resmi keraton lainnya (penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkimpoian, dll) dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja). Sedangkan wrangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) ataupun di belakang (pinggang belakang).

(47)

walikat lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.

Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk wrangka, dan bagian utama menurut fungsi wrangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang (sepanjang wilah keris) yang disebut gandar atau antupan ,maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu (dipertimbangkan untuk tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran).

c. Wilah

Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola, pinarak, jamang murub, bungkul, kebo tedan, pudak sitegal, dll.

(48)

Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (untuk daerah semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, dimana ganja mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya. Ganja ini sepintas berbentuk cecak, bagian depannya disebut sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled, bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut, dungkul, kelap lintah dan sebit rontal.

(49)

Karena keris terdiri dari beberapa bagian, maka dalam membuat keris menjadi satu bagian utuh terdiri dari beberapa kelompok pembuat, yaitu:

a. Empu

Empu adalah gelar yang diberikan kepada seniman dan budayawan yang karya-karyanya tergolong mahakarya (masterpiece), terutama di bidang seni pembuatan keris. Seorang empu pembuat keris harus seorang seniman yang menguasai seni tempa, ukir, seni bentuk, dan seni perlambang. Sekaligus ia pun harus orang rohaniwan yang banyak berdoa, berpuasa, bahkan juga bersemadi dan bertapa. Ia pun dikenal sebagai orang yang memiliki kekuatan atau kesaktian yang bermanfaat bagi banyak orang.

b. Mranggi

(50)

c. Kriya

Kriya adalah julukan bagi orang memiliki keahlian/ keterampilan dalam membuat pendok. Bagian pendok (lapisan selongsong) biasanya diukir sangat indah, dibuat dari logam kuningan, suasa (campuran tembaga emas), perak, emas. Untuk daerah diluar Jawa (kalangan raja-raja Bugis, Goa, Palembang, Riau, Bali) pendoknya terbuat dari emas, disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian. Untuk keris Jawa, menurut bentuknya pendok ada tiga macam, yaitu (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya, (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat, serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah. Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).

5. Sembilan Fungsi Dan Peran Keris Dalam Masyarakat

(51)

dekat, yang di pakai oleh suku-suku bangsa di Asia Tenggara. Keris dalam perkembanganya memiliki nilai dan peranan dalam masyarakat yang semakin luas

Keris memiliki bentuk dasar sebagai senjata yang secara balistik tepat sebagai senjata penusuk jarak dekat yang efektif dalam pertarungan jarak dekat (infighting) dalam perang atau perkelahian satu lawan satu secara tersembunyi maupun berhadapan muka (perang campuh). Namum dalam perkembangannya keris mengalami pengembangan fungsi dalam konteks sistem budaya baru masyarakatnya. Peran sosial dalam konteks sistem budaya pada akhirnya lebih dominan dibandingkan dengan fungsi teknisnya sebagai senjata tikam. Perkembangan fungsi keris diantaranya meliputi :

a. Spriritual-Religius, keris pada mulanya merupakan sebuah sarana sesaji. Keris merupakan perlambang dan memiliki muatan-muatan religius yang dapat dilihat dari bentuk dapur (tiap-tiap rincikan) dan pamornya. Keris dianggap sebagai pertemuan antara sang guru bakal (pasir besi dari bumi) dan guru dadi (batu meteor yang jatuh dari langit) sehingga merupakan satu knop yang mendasar dari bersatunya hamba dan Tuhannya (curigo manjing warongko jumbuhing kawula lawan Gusti) sebagai sarana sesaji hingga saat ini masih dapat dilihat pada upacara-upacara kagamaan di Jawa dan Bali.

(52)

tervisualisasi, sehingga keris mampu mempengaruhi perilaku pemiliknya. Seseorang menjadi pemberani karena memiliki keris pasopati misalnya dalam babad tanah Jawi di ceritakan keberanian Arya Penangsang dengan keris Setan Kobernya.

c. Politis, memiliki peran dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sumber-sumber sejarah banyak menceritakan peranan keris dalam politis kerajaan di tanah Jawa, misalnya PB 2 sesudah Perjanjian Gianti th 1756 memberikan keris Kyai Kopek pada Mangkubumi untuk mengakui kedaulatan kasultanan Yogyakarta, salah satu syarat Mangkunegoro menjadi raja di Mangkunagaran tidak memperbolehkan membuat senjata atau memiliki empu keris.

d. Status Sosial, keris mewakili kedudukan dan status personal dalam masyarakat. Keris merupakan salah satu sarana menentukan strata sosial dalam masyarakat hal ini dapat dilihat dari pemakaian/ kepemilikan keris tertentu misalnya dapur kebo lajer untuk petani, dapur pasopati untuk prajurit, dapur sangkelat untuk bangsawan/ raja. e. Media Komunikasi, keris mampu membawa muatan pesan yang dapat

ditangkap isinya dalam sistem budaya masyarakat Jawa. Mengenakan keris dengan gaya tertentu dapat dilihat aktivitasnya, misalnya mengenakan keris dengan di semungkep berarti untuk melayat, mengenakan dengan cara nyote berarti akan berperang.

(53)
(54)

2. Pengertian Pembinaan dan Modal

Menurut Sadono Sukirno (2006:58) modal dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Namun disisi lain modal merupakan pengeluaran modal yang diberikan investor kepada pengusaha berupa pinjaman uang yang dialokasikan untuk menambah kemampuan memproduksi serta mengembangkan usaha produksinya dan dalam jangka waktu tertentu.

Pembinaan merupakan suatu kegiatan yang mengarah kepada proses kemajuan terhadap peningkatan produktivitas kegiatan usaha yang sudah ada dan menjadikan kegiatan usaha tersebut lebih baik lagi. Namun pada dasarnya pembinaan adalah bentuk dari suatu program yang berencana dan memiliki arah tujuan perkembangan yang lebih maju.

Dalam melakukan kegiatan pembinaan dengan sendirinya akan terjalin hubungan kerjasama antara kedua pihak yang mempunyai motivasi berbeda-beda. Ada beberapa motivasi yang menjadi semacam pendorong terjalinnya hubungan kerjasama dengan perusahaan sektor industri kecil yaitu :

(55)

b. motivasi bisnis, karena saling membutuhkan dan melihat peluang yang besar;

c. tanggung jawab moral dan sosial terutama untuk menciptakan kesan positif keberadaan perusahaan dalam lingkungan masyarakat disekitarnya terutama pemerintah.

Selain hal-hal tersebut perkembangan sub sektor industri kecil juga tidak terlepas dari faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi perkembangan sub sektor industri kecil adalah sebagai berikut:

a. Semakin meningkatnya keterampilan pekerja pada sub sektor industri kecil dan semakin meluasnya penyediaan tenaga listrik yang dapat menjangkau pedesaan dan memungkinkan pemanfaatannya bagi sub sektor industri kecil.

b. Semakin berkembang pesatnya sarana transportasi telah memungkinkan distribusi masukan hasil produksi ke wilayah yang lebih luas sehingga dapat mengurangi komponen ongkos produksi. c. Semakin berkembangnya pembuatan mesin-mesin berskala kecil

yang terjadi bersamaan dengan usaha pemecahan proses produksi ke unit-unit yang lebih kecil.

(56)

lebih efektif apabila faktor-faktor lainnya sudah hadir dalam perekonomian.

3. Pengertian Kesempatan Kerja, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja.

Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Sementara itu, angkatan kerja (labour force) didefinisikan sebagai bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif. Bisa juga disebut sumber daya manusia.

(57)

banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan. Usia Kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat bekerja dan menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja ini berkisar antara 14 sampai 55 tahun. Selain penduduk dalam usia kerja, ada juga penduduk di luar usia kerja, yaitu di bawah usia kerja dan di atas usia kerja. Penduduk yang dimaksud yaitu anak-anak usia sekolah dasar dan yang sudah pensiun atau berusia lanjut.

Bagian lain dari penduduk dalam usia kerja adalah bukan angkatan kerja. Yang termasuk di dalamnya adalah para remaja yang sudah masuk usia kerja tetapi belum bekerja atau belum mencari perkerjaan karena masih sekolah. Ibu rumah tangga pun termasuk ke dalam kelompok bukan angkatan kerja.

Penduduk dalam usia kerja yang termasuk angkatan kerja, dikelompokkan menjadi tenaga kerja (bekerja) dan bukan tenaga kerja (mencari kerja atau menganggur). Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa.

(58)

kegiatan usahanya. Kegiatanproduksi tersebut dilanjutkan kepada proses penjualan pada lingkungan pasar serta dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Dari keuntungan yang didapat pembayaran upah tenaga kerja, pembelian bahan baku serta hal-hal lainnya yang menyangkut kepada kegiatan berproduksi.

4. Pengertian laba/rugi

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik.

Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi.

(59)

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.

(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif sebab berusaha untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek atau subjek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. (Sugiono,2007:21). Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu.

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

(61)

Data yang dicari adalah jumlah unit usaha kerajinan keris, jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris, jumlah omset yang diperoleh pengrajin keris, dan jumlah laba usaha yang diperoleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005-2009.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari narasumber. Dalam penelitian ini, data dapat diperoleh dari para pengrajin keris di Desa Banyusumurup Imogiri, Desa Gatak Moyudan dan di Kecamatan Kotagede.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sentra Industri kerajinan keris di D.I. Yogyakarta. Sementara itu waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Mei 2010.

D. Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel

1. Populasi

(62)

2. Sampel

Sampel menurut Sugiono (2007:56) adalah sebagian dari jumlah dan karektristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah para pengrajin keris.

3. Teknik pengambilan sampel

Penentuan sampel dari populasi dalam penelitian ini adalah dengan cara accidental sampling. Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel secara tidak disengaja/ secara kebetulan tanpa ada perencanaan siapa yang menjadi sampel.

E. Variabel penelitian

1. Trend perkembangan jumlah industri kerajinan keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 – 2009.

2. Trend perkembangan jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 – 2009.

3. Trend perkembangan jumlah omset yang diperoleh oleh pengrajin keris di D.I. Yogyakarta tahun 2005 – 2009.

(63)

F. Tehnik pengumpulan data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada beberapa unit usaha kerajinan keris yang ada di D.I. Yogyakarta. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

2. Observasi

Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung pada para pengrajin keris di D.I. Yogyarta untuk memperoleh data mengenai keadaan fisik yang sesungguhnya. Observasi disini juga disertai dokumentasi terhadap data-data yang dianggap penting

G. Teknik Analisis Data

(64)

Rumus: Y’ = a + bx Dimana:

Y’ : nilai trend periode tertentu

a : nilai konstanta yaitu nilai Y’ pada saat x sama dengan nol (0) b : nilai kemiringan yaitu nilai Y’ apabila x bertambah satu satuan x : nilai periode tahun

Nilai a dan b diperoleh dari rumus:

a =

b =

(65)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KERAJINAN KERIS DI D.I. YOGYAKARTA

A. Profil Profinsi D.I. Yogyakarta

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai Daerah Istimewa. Status Daerah Istimewa ini berkaitan dengan sejarah terjadinya Propinsi ini, pada tahun 1945, sebagai gabungan wilayah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, yang menggabungkan diri dengan wilayah Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719 – 1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur. Nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaan sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja (karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa)

(66)

merupakan panorama khas yang melatar-belakangi pemandangan kota Yogyakarta sebelah Utara.

Luas Propinsi Daerah Istimewa, lebih kurang 3.186 km2 dan terbagi menjadi 5 Daerah tingkat II, yakni : Kotamadya Yogyakarta ( 32,5 km2), yang merupakan Ibu kota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman (574,82 km2) dengan Ibukota Beran, Kabupaten Bantul (506,85 km2) dengan ibukota Bantul, Kabupaten Kulonprogo (586,27 km2) dengan Ibukota kota Wates dan Kabupaten Gunungkidul (1.485,36 km2).

Secara astronomi, daerah ini terletak di antara 7033’ LS – 8012’ LS, yang mencakup wilayah bekas Swapraja Kasultanan Yogyakarta, wilayah bekas Swapraja Kadipatenh Pakualaman dan tiga daerah yang semula masuk wilayah Jawa Tengah, yakni bekas daerah enclave Kapanewon di Gunungkidul, daerah enclave Kawedanan Imogiri dan daerah enclave Kapanewon di Bantul. Secara administrative, keseluruhan wilayah D.I. Yogyakarta berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Barat Laut), Kabupaten Klaten (Timur), Kabupaten Wonogiri (Tenggara), Samudra Indonesia (Selatan), dan Kabupaten Purworejo (Barat). Secara geografis, wilayah D.I. Yogyakarta tersusun atas empat satuan, yaitu Pegunungan Selatan, gunung api Merapi, dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo, dan Pegunungan Kulonprogo dan dataran rendah Selatan.

(67)

Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY dijabat oleh Sri Paku Alam VIII yang sebelumnya sebagai Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan hingga saat ini Kepala Daerah Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

D.I. Yogyakarta adalah sebuah daerah di Indonesia yang kaya akan predikat. Predikat yang diperoleh bersumber dari sejarah maupun potensi yang dimiliki. Di Indonesia, D.I. Yogyakarta memiliki beberapa julukan seperti Kota Perjuangan, Kota Kebudayaan, Kota Pelajar dan tentunya sebagai Kota Pariwisata. Oleh sebab itu amatlah wajar daerah ini diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat yang berarti Yogyakarta yang makmur dan paling utama.

Profinsi D.I. Yogyakarta disebut sebagai kota kebudayaan karena pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah selalu terdapat di lingkungan kraton dan daerah disekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan seni-budaya yang dapat kita saksikan pada pahatan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat disaksikan pada museum-museum budaya.

(68)

dikenal di seluruh Indonesia. Andhong antik di Jogja memperkuat kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai tradisional. Seniman terkenal dan seniman besar besar yang ada di Indonesia saat ini, banyak yang didik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusdiharjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat pernanan Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan.

B. Perkembangan Kerajinan Keris di D.I. Yogyakarta

Jika ditelusuri lebih lanjut, sebagian dari industri kerajinan di Indonesia merupakan industri kerajinan tradisional. Industri kerajinan tradisional ini prosentasenya jauh lebih besar daripada industri kerajinan modern. Populasinya lebih banyak tersebar di daerah pedesaan. Disebut tradisional karena bidang yang digeluti IKM sudah menjadi tradisi keluarga secara turun‐temurun oleh beberapa generasi sehingga pertanyaan tentang kapan usaha kerajinan tersebut didirikan umumnya sulit dijawab. Cara kerja IKM kerajinan tradisional cenderung menganut pola manajemen kekeluargaan di mana pekerja adalah seluruh anggota keluarga. Sebagian IKM kerajinan tradisional masih bertahan menggunakan peralatan yang digunakan leluhur mereka, tapi kini sudah banyak yang mulai beralih menggunakan peralatan modern.

(69)

mitos seringkali saling tercampur aduk sehingga seringkali sangat sulit untuk memisahkan kedua hal tersebut.

Setiap daerah di Indonesia memiliki sejarah kemunculan keris masing-masing, yang sebenarnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lain saling berhubungan. Di D.I. Yogyakarta sendiri kemunculan keris berawal saat sesudah terjadinya perjanjian Giyanti 1755, yaitu pembagian kerajaan Mataram menjadi daerah Yogyakarta dan Solo. Pada jaman ini pembuatan keris hampir sampai ke pelosok-pelosok, artinya pembuatan keris tidak lagi mejadi monopoli para empu dalam lingkungan istana. Atau pembuatan keris sudah menjadi pekerjaan umum. Namun demikian tidak semua orang membuat keris karena masyrakat percaya bahwa pembuatan keris bukanlah hal yang mudah, tetapi memerlukan kebatinan yang kuat.

(70)

Di desa Gatak masih terdapat seorang empu yang keberadaannya masih amat diperhitungkan di dunia perkerisan Indonesia, yaitu Empu Sungkawa Haroembradja yang merupakan keturunan Empu Supawinangun ke-17. Empu Sungkawa melanjutkan usaha milik pamannya, Empu Djeno Haroembrodjo. Empu Djeno merupakan putra dari Ki Supowinangun. Seorang empu keris yang tinggal di Desa Ngento-ento, Sumberagung, Moyudan, Sleman. Ki Supowinangun dikenal sebagai Empu Keris abdi dalem Kepatihan Kraton Yogyakarta. Dirujuk dari silsilah, Ki Supowinangun adalah keturunan salah satu empu Majapahit yang bernama Empu Tumenggung Supodriyo. Praktis, Empu Djeno ada dalam rantai silsilah itu. Bentuk keris buatan Empu Sungkawa mengambil pola tangguh Mataraman, tetapi lebih ramping, singset, dan trengginas. Tangguh yang dibuatnya ini lebih mirip dengan keris tangguh Majapahit. Ia menguasai pelbagai teknik pembuatan pamor, baik pamor miring maupun pamor mlumah. Empu Djeno menciptakan pelbagai jenis keris melalui tangan kreatifnya. Beberapa di antaranya yaitu jenis Jalak, Jangkung, Pendowo, Luk Gangsal, Sempono Luk Pitu, Penimbal Luk Songo, Sabuk Inten Luk Sewelas, dan Parung Sari Luk Telulas.

(71)

kerajinan aksesoris keris, Di dusun ini, ada beberapa perajin yang trampil membuat keris. mereka membuat keris untuk kepentingan seni seperti menari, musik campursari, seragam pengantin atau sekedar hiasan. Warga Desa memproduksi warangka atau sarung keris dan pendok atau bagian tangkai keris yang berfungsi sebagai pegangan. Sebagian besar pengrajin memproduksi aksesoris keris dalam skala rumah tangga dan hingga kini belum berkembang sanggar atau merek khusus aksesoris keris. Ada pula yang membuat tangkai keris yang didesain beragam, mulai dari figur binatang seperti singa dan naga hingga figur manusia. Untuk menghasilkannya, kayu-kayu itu diukir sesuai desain yang diinginkan.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, lokasi lain pengrajin keris di D.I. Yogyakarta terdapat di daerah Kotagede. Di Daerah ini hanya dapat ditemui seorang Kriya atau pembuat pendok keris, yaitu Bapak Achmad Saroni. Usahanya sudah berdiri sejak tahun 1985. Pak Sahroni membuat pendok yang berlapiskan perak, kuningan bahkan emas. Ia memproduksi pendok untuk dijual di pasar dalam negeri sampai pasar luar negri. Pendok yang mampu dihasilkannya bukan hanya pendok dengan karakteristik Yogyakarta saja melainkan daerah lain seperti Solo, Madura, Kalimantan, Melayu dan sebagainya.

(72)

justru pada saat industri kerajinan menjadi penyumbang terbesar kedua PDB industri kreatif.

Faktor penyebab kebangkrutan kerajinan keris dapat dibagi dalam dua hal, internal dan eksternal. Faktor internal yang perlu dibenahi adalah:

a. Masalah Kualitas dan Mentalitas

Standar skill yang dimiliki pengrajin variatif, ada kelompok pengrajin yang bisa menghasilkan produk kerajinan dengan halus dan rapi, ada juga yang masih kasar. Kadang desain produk kerajinan sudah bagus, tapi tidak memiliki harga jual tinggi karena teknik pengerjaan yang kurang maksimal. Pihak buyer dari luar negeri biasanya menerapkan standar tinggi terhadap teknik pengerjaan produk, akibatnya lebih banyak produk kerajinan yang belum bisa diekspor daripada yang bisa diekspor. Keluhan tentang kualitas kerja pengrajin berasal dari ketidak tahuan pengrajin tentang “standar” kerja. Apa yang biasa dilakukan selama ini dianggap sebagai yang terbaik. Ketiadaan kontrol kualitas yang konsisten pada saat pengrajin merasa sudah trampil, menyebabkan cara kerja cepat dan terburu‐buru, sehingga kualitas produk kurang baik.

(73)

lama untuk “mengajari” tenaga kerja hingga ia benar‐benar trampil dan paham standar kerja yang tinggi. Kalaupun sudah berhasil dibina hingga memiliki skill yang baik, masalah yang kemudian biasa dihadapi adalah perginya para pekerja trampil untuk membuka usaha sendiri, tidak mau bekerja pada orang lain. Tidak mengherankan jika kebutuhan akan tenaga kerja trampil tidak mudah dipenuhi.

Tidak semua pengrajin menekuni kerajinan sebagai mata pencaharian utama, melainkan sebagai pekerjaan sampingan setelah bertani. Dengan demikian harapan terhadap peningkatan mutu kerajinan maupun konsistensi produksi tidak diprioritaskan. Ditambah lagi pola hidup komunal yang kadang tidak begitu memperhatikan profesionalisme, sehingga seringkali pengrajin pekerja meninggalkan pekerjaan kerajinannya begitu saja jika ada acara keluarga atau hajatan. Penghentian kegiatan produksi biasa terjadi saat menghadapi acara‐acara panen maupun ritual kegiatan bertani/ berkebun, ritual keagamaan, ritual keluarga/ masyarakat atau karena faktor cuaca. Sementara itu kelangkaan bahan baku yang menghambat produksi jarang sekali terjadi di masa lalu, tapi mulai banyak terjadi akhir‐akhir ini. Hal-hal seperti itu menyebabkan konsistensi produksi terhambat.

b. Masalah Bahan Baku / Peralatan

(74)

kemungkinan adanya varian bahan baku yang lain, atau mencari pemasok lain yang lebih baik. Di sisi lain, pengrajin memiliki keterbatasan waktu, dana dan tenaga untuk mencari bahan baku dan peralatan baru hingga ke kota‐kota lain. Jika ada tawaran peralatan produksi yang baru tidak mudah disosialisasikan pada pengrajin, karena kadang pengrajin bersikap defensif, memilih bertahan dengan peralatan yang sudah ada. Terlebih jika peralatan yang baru tersebut memerlukan skill tertentu untuk mengoperasikannya

c. Masalah Desain

(75)

daerah lain. Buyer yang cerdik, kadang datang dari luar negeri, membawa desain sendiri, kemudian pengrajin diperlakukan sebagai mesin produksi. Toh, pengrajin justru bangga, karena mereka menganggap produk mereka ’diekspor’.

(76)

d. Masalah Pemasaran

Pedagang yang jeli justru bisa meraup keuntungan dari ketidak mengertian pengrajin mengenai saluran distribusi. Pihak pedagang sering bisa menjual dengan harga berlipat-lipat jauh dari harga jual dari pengrajin sebagai produsen. Pengrajin memang terbantu jika pedagang datang ke tempat produksi, sebab hal itu memudahkan pengrajin menjual barang. Tetapi sebagian besar pengrajin kemudian tidak melacak lebih lanjut proses perjalanan produk‐produknya hingga ke konsumen, sehingga mereka tidak tahu persis ke mana produk‐produk mereka dipasarkan. Proses penjualan dengan mengandalkan pesanan atau pedagang yang datang ke rumah pengrajin menyebabkan pengrajin miskin database konsumen yang seharusnya berharga untuk memprediksi kecenderungan pasar dan langkah‐langkah antisipatifnya.

(77)

pemilihan unit usaha tertentu yang bisa ikut pameran kerapkali hanya berdasar hubungan baik dengan petugas/ pejabat pemerintah saja, tanpa ada pertimbangan lebih lanjut terhadap hubungannya dengan pengrajin yang lain. Dengan demikian dampak regional terhadap keikut sertaan pameran tersebut kurang terasa oleh pengrajin yang lain, bahkan rawan menyebabkan kecemburuan antar pengrajin.

Faktor eksternal yang menghambat perkembangan IKM tradisional antara lain adalah tingginya tingkat persaingan dengan komoditi sejenis dari wilayah lain, kenaikan ongkos produksi akibat kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan BBM, bahan baku yang semakin menipis, dan bencana alam. Mengingat kendali faktor eksternal tidak di tangan pengrajin, langkah proaktif yang bisa dilakukan secepatnya adalah menyiasati kendala eksternal tersebut dengan kreativitas.

C. Deskripsi Data

(78)
(79)

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

Untuk memecahkan masalah yang telah dikemukakan dalam bab pendahuluan khususnya, maka peneliti akan menyajikan hasil dari analisis data. Hasil dari analisis akan peneliti sajikan ke dalam bentuk tabel dan grafik agar lebih mudah dalam pembahasan. Dalam analisis data, pengrajin dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu pengrajin keris pakem (keris yang dalam pembuatannya melalui proses dan bahan dasar yang mengandung unsur spiritualitas dan kaedah yang telah ditentukan secara turun temurun) dan keris non pakem.

1. Analisis Data Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2005-2009

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar nilai trend perkembangan jumlah unit usaha kerajinan keris di D.I.Y. tahun 2005-2009. Pencarian nilai trend deret berkala menggunakan metode kuadrat minimum, observasi-observasi umumnya dilakukan pada waktu yang sama sehingga penentuan nilai-nilai konstanta dalam persamaan linier agar penerapannya lebih mudah.

(80)

Dengan formula: Y1 = a + bx dengan

a = Y1

b =

Keterangan:

Y1= variabel unit usaha kerajinan keris a = besarnya Y saat x = 0

b = besarnya perubahan Y jika x mengalami perubahan 1 satuan x = waktu

Tabel IV.1

Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di D.I.Y tahun 2005-2009 (unit) tanpa Y1

Tahun Unit usaha Tahun (x) XY x2 Y1

2005 20 -2 -40 4

2006 20 -1 -20 1

2007 18 0 - 0

2008 17 1 17 1

2009 17 2 34 4

Total 92 0 -9 10

Untuk mengetahui besarnya Y1 maka perlu mengetahui besarnya konstanta a dan b. Konstanta a dan b dapat dicari dengan rumus:

a = = = 18,4

(81)

Bila konstanta a dan b disubstitusikan ke dalam persamaan maka akan diperoleh persamaan trend linier yang memenuhi persyaratan kuadrat terkecil sebagai berikut:

Y1 = a + bx

Y1 = 18,4 + (- 0,9 . x)

Keterangan

Y1 = nilai trend yang ditaksir

a = 18,4 = nilai trend periode dasar 2007 b = - 0,9 = penurunan per tahun secara linier x = unit tahun yang dihitung dari x = 0

Karena yang dilakukan adalah perhitungan trend perkembangan jumlah unit usaha, maka hasil perhitungan merupakan angka pembulatan.

Dengan demikian cara menghitung nilai trend jumlah unit usaha kerajinan keris tahun 2005-2009 adalah:

- Tahun 2005

Y1 = 18,4 + (- 0,9 . -2)

= 20,2 dibulatkan menjadi 20 - Tahun 2006

Y1 = 18,4 + (- 0,9. -1)

= 19,3 dibulatkan menjadi 19 - Tahun 2007

Y1 = 18,4 + (- 0,9 . 0)

(82)

- Tahun 2008

Y1 = 18,4 + (- 0,9. 1)

= 17,5 dibulatkan menjadi 18 - Tahun 2009

Y1 = 18,4 + (- 0,9. 2)

= 16,6 dibulatkan menjadi 17

Hasil perhitungan trend jumlah unit usaha kerajinan keris tahun 2005-2009 dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut:

Tabel IV.2

Trend Perkembangan Jumlah Unit Usaha Kerajinan Keris di D.I.Y tahun 2005-2009 (unit) jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin keris untuk asesoris untuk prediksi 3 tahun yang akan datang berdasarkan jumlah unit tahun yang dihitung dari periode dasar, yaitu:

- Tahun 2010

Y1 = 18,4 + (- 0,9. 3)

Gambar

Tabel IV.8  Trend Perkembangan Jumlah Omset Pengrajin Keris Pakem
Tabel IV.21 Trend Perkembangan Laba Usaha Pengrajin Keris non Pakem
Tabel IV.1
Tabel IV.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi geograis tersebut di atas tentu berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, dan konsumsi), transportasi dan komunikasi. Wilayah Indonesia yang

Berdasarkan temuan data lapangan pada dasarnya saat peneliti bertanya kepada Mika dan Mirna, mereka menjawab bahwa mereka menanggapi label yang diberikan kepada

Berdasarkan hasil perumusan masalah dan batasan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan yang dicapai dari tugas akhir ini adalah menerapkan metode Integer Linear

Inpari 18 9.5 Tahan hama wereng cokelat biotipe 1, 2, agak tahan biotipe 3, juga tahan penyakit hawar daun bakteri patotipe III dan. agak tahan

Kenyamanan didalam ruangan dicapai dengan pengendalian udara yang baik dari pembukaan pintu jendela, celah dinding, suhu ruangan rendah akibat dipakainya teritisan lebar

(1) Barangsiapa yang dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat,energi dan/atau komponen lain yang berbahaya

− Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga pada kesempatan kali ini penulis