• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEEFEKTIFITASAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DENGAN ETOS KERJA PERAWAT DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEEFEKTIFITASAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DENGAN ETOS KERJA PERAWAT DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KEEFEKTIFITASAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN

PROFESIONAL DENGAN ETOS KERJA PERAWAT DI RSUD

DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ARTIKEL ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : Y A T I N I NIM: ST. 14 075

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2016

(2)

HUBUNGAN KEEFEKTIFITASAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DENGAN ETOS KERJA PERAWAT DI RSUD

DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI Yatini1), Yeti Nurhayati2), Anis Nurhidayati2)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen Pembimbing STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK

Keefektifitasan pelaksanaan model asuhan keperawatan profesional dalam suatu ruangan berdampak pada etos kerja perawat yang merupakan tanggungjawab secara profesional terhadap hasil keperawatannya. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan keefektifitasan model praktik keperawatan profesional dengan etos kerja perawat.

Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 69 perawat dan teknik pengambilan sampel dengan proportional random sampling. Alat analisis yang digunakan dengan korelasi rank spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Keefektifitasan model praktek keperawatan profesional (MPKP) sebagian besar tergolong efektif yaitu sebanyak 42 orang (60,9%) dan lainnya tergolong tidak efektif sebanyak 27 reponden (39,1%); 2) Etos kerja yang dimiliki perawat sebagian besar mempunyai etos kerja cukup yaitu sebanyak 35 orang (50,7%), etos kerja baik sebanyak 21 orang (30,4%), dan paling sedikit perawat tergolong mempunyai etos kerja kurang sebanyak 13 orang (18,8%); 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (rxy = 0,812; p-value = 0,000) dan kekuatan hubungan tergolong kuat.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat. Kata kunci: Keefektifitasan model praktik keperawatan profesional, etos kerja, perawat

ABSTRACT

The effectiveness of the implementation of the model of professional nursing care in a space affects the work ethic is the responsibility of nurses who professionally on the results of nursing. The purpose of this study was to analyze the relationship between the effectiveness of professional nursing practice model with nurses work ethic.

The method used is descriptive correlation with cross sectional approach. Number of samples 69 nurses and sampling techniques with proportional random sampling. The analytical tool used by Spearman rank correlation.

The results showed that: 1) The effectiveness of professional nursing practice model (PNPM) most are classified as effective as many as 42 people (60.9%) and others classified as ineffective as many as 27 respondents (39.1%); 2) The work ethic is owned mostly nurses have enough work ethic as many as 35 people (50.7%), good work ethic as many as 21 people (30.4%), and at least nurses are categorized as lacking work ethic as many as 13 people ( 18.8%); 3) There is a significant correlation between the effectiveness of professional nursing practice model with the work ethic nurse in dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (r xy = 0.812; p-value = 0.000) and the relatively strong strength of the relationship.

The conclusion of this study is a significant correlation between the effectiveness of professional nursing practice model with nurses work ethic.

(3)

PENDAHULUAN

Mutu pelayanan di Rumah Sakit sangat ditentukan oleh pelayanan keperawat-an atau asuhkeperawat-an keperawatkeperawat-an. Perawat sebagai pemberi jasa keperawatan merupa-kan ujung tombak pelayanan di Rumah Sakit, sebab perawat berada dalam 24 jam memberikan asuhan keperawatan. Tanggung jawab yang demikian berat jika tidak ditunjang dengan sumber daya manusia yang memadai, dapat menimbulkan sorotan publik (pasien dan keluarga) maupun profesi lain terhadap kinerja perawat. Kondisi di atas menuntut perawat bekerja secara sungguh-sungguh dan profesional, oleh karena itu diperlukan model asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2008).

Model Asuhan Keperawatan Profesio-nal merupakan suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut. Menurut Grant & Massey dan Marquis & Huston dalam Nursalam (2008) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan diantaranya keefektifitasan model asuhan

keperawatan fungsional, model asuhan keperawatan profesional kasus, model asuhan keperawatan profesional tim, model asuhan keperawatan profesional primer.

Keefektifitasan pelaksanaan model asuhan keperawatan profesional dalam suatu ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidikan, beban kerja, jumlah tenaga kerja perawat, motivasi perawat, sarana prasarana, adapun faktor yang berhubungan dengan model praktik keperawatan profesional di Rumah Sakit adalah etos kerja. Terwujudnya keefektifitasan model praktek keperawatan membutuhkan suatu etos kerja dan kedisiplinan pada diri perawat, sehingga diperlukan suatu pemantauan kedisiplinan dari pimpinan rumah sakit. Pimpinan bertanggung jawab terhadap pengelolaan dari kedisiplinan (peraturan, sanksi dan penghargaan) yang diberlakukan secara seragam, pantas, konsisten dan tidak diskriminatif untuk mencapai sasaran-sasaran rumah sakit (Gillies, 2006).

Etos kerja sering diartikan sebagai perilaku kerja yang etis menjadikan kebiasaan kerja yang berporoskan etika atau dengan nama lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan yang baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan ditempat kerja. Etos kerja dalam organisasi

(4)

mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip dan standar-standar yang menjadi dasar perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam organisasi atau konteks sosialnya (Damayanti, 2008).

Hasil studi pendahuluan berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan salah satu kepala ruangan di ruang perawatan RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri menggunakan model asuhan keperawatan tim. Data tentang dokumentasi keperawatan yang diambil dari 7 status pasien didapatkan 4 status (57,14%) dokumentasi keperawatan masih kurang lengkap dan 3 status (42.86%) dukumentasi keperawatan sudah lengkap. Belum terlaksananya ronde keperawatan. Timbang terima selama ini telah dilakukan tetapi belum terlaksana secara optimal, serta belum adanya program sentralisasi obat di ruang keperawatan pasien RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Saat ini model praktik pelayanan keperawatan profesional di Rumah Sakit belum mencerminkan praktek pelayanan profesional dimana aktivitas keperawatan belum sepenuhnya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan

pasien, oleh karenaitu diperlukan etos kerja dari perawat. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri belum dilaksanakan secara optimal.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan keefektifitasan model praktik keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian deskriptif korela-tional dengan pendekatan cross sectional. Sampelnya sebagian dari perawat yang bekerja di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri sebanyak 69 orang dengan teknik proportional sampling. Teknik analisis data terdiri dari analisis univariate dan bivariat. Analisis univariate menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti, adapun analisis bivariate dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman (rxy).

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Keterangan Frekuensi n % Umur : < 30 tahun 30 – 40 tahun > 40 tahun 17 46 6 24,6 66,7 8,7 Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 21 58 30,4 69,6 Pendidikan : D3-Keperawatan S1-Keperawatan 54 15 78,3 21,7 Lama kerja : 2 – 5 tahun 6 – 10 tahun > 10 tahun 27 23 11 38,6 32,9 15,7 Total 69 100,0

Sumber: Data primer yang diolah, 2015.

Berdasarkan Tabel 4.1. tersebut dapat diketahui bahwa dilihat dari umur sebagian besar responden mempunyai umur antara 30-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (66,7%). Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki usia yang matang dalam berfikir dan bekerja atau masih dalam usia produktif. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2008) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan

termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional.

Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Arni, dkk (2014) bahwa sebagian besar perawat yang diteliti adalah usia 21-40 tahun, dengan usia yang masih muda tersebut dilihat dari pengalaman-pengalaman yang didapat dari tindakan keperawatan. Hal ini diungkapkan oleh Potter dan Perry (2009) bahwa usia akan mempengaruhi jiwa seseorang yang meneri-ma untuk mengolah kembali pengertian-pengertian atau tanggapan, sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka proses pemikirannya untuk bekerja melakukan tindakan di rumah sakit lebih matang. Biasanya orang muda pemikirannya radikal sedangkan orang dewasa lebih moderat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 69,6%. Seorang perempuan memiliki sifat atau naluri keibuan yang sangat dibutuhkan bagi seorang perawat. Dengan sifat atau naluri yang dimiliki tersebut maka diharapkan perawat perempuan dapat lebih memberikan perhatian kepada pasien. Karena perhatian yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan kenyamanan pasien selama

(6)

dirawat di rumah sakit (Mulyaningsih, 2013).

Namun demikian, menurut Rivai & Mulyadi (2010), bahwa semua perawat baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai peluang untuk menunjukkan kinerja yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat ahli yang menyatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang berarti antara jenis kelamin perempuan dengan jenis kelamin laki-laki dalam produktifitas kerja dan dalam kepuasan kerja. Pria dan wanita juga tidak ada perbedaan yang konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan kemampuan belajar.

Penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (90,8%). Tingkat pendidikan perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

Penelitian ini diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Arum dan Mukhlisin (2008) yang menemukan bahwa sebagian besar perawat mempunyai pendidikan Diploma III yaitu sebanyak 85% dari

keseluruhan responden yang diteliti. Hal ini juga diperkuat penelitian yang dilakukan moleh Purwadi dan Sofiana (2006) yang membuktikan bahwa perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai masa kerja antara 5-10 tahun sebanyak 35 orang (50,7%), responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 12 orang (17,4%), dan responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 22 orang (31,9%).

Pada awal bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun, dengan semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaan (Hariandja, 2008).

(7)

Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrohadiworjo (2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran pada seseorang perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih (2013) yang menyatakan pengalaman merupakan salah satu faktor dari masa kerja, dan sebagian besar perawat memiliki masa kerja antara 8-10 tahun 67,5%.

Kefektifitasan MPKP

Tabel 1. Keefektifitasan MPKP Responden Keefektifitasan MPKP F % Tidak efektif Efektif 27 42 39,1 60,9 Jumlah 69 100,0

Sumber: Data yang diolah, 2015.

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa keefektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) pada perawat di Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar tergolong efektif yaitu sebanyak 42 orang (60,9%).

Efektifitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar diri seorang. Dengan demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, tetapi juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap individu (Roymond, 2008).

Keefektifitasan model praktek keperawatan profesional perawat tergolong efektif ini diantaranya dipengaruhi oleh faktor usia. Sebagian besar perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri berusia antara 30-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (66,7%). Menurut Dessler (1997) dalam Mulyaningsih (2013), bahwa pada usia tersebut seseorang berada pada tahap pemantapan pilihan karir untuk mencapai tujuan dan puncak karir. Usia dapat mendukung efektifitasan model praktek keperawatan profesional, karena usia biasanya berkaitan dengan masa kerja. Namun demikian, orang yang berusia muda juga dapat menunjukkan efektifitas yang baik.

Model praktik keperawatan

profesional (MPKP) merupakan suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).

(8)

Model praktik keperawatan profesional (MPKP) juga merupakan suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada waktu bagi

perawat untuk melakukan tindakan

keperawatan (Nursalam, 2008).

Nilai profesional dikatakan baik dapat dilihat dari intelektual, komitmen, modal, otonomi, kendali dan tanggung gugat perawat (Sitorus, 2011). Nilai intelektual terdiri dari tiga komponan yang sangat terkait; body of knowledge, pendidikan spesialisasi, dan penggunaan pengetahuan dalam berfikir kritis serta kreatif. Komitmen moral, perilaku perawat harus dilandasi aspek kmoral yang meliputi : beneficience/ tidak membahayakan klien, adil, fidelity/ meminimalkan resiko. Otonomi berarti

adanya kebebasan dan wewenang

melakukan tindakan secara mandiri, kendali merupakan impliaksi pengaturan/pengarahan

terhadap orang lain. Tanggung gugat

merupakan tanggung jawab terhadap

tindakan yang telah diberikan. Perawat sebagai petugas kesehatan yang waktunya 24 jam bertemu klien setiap hari, dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari nilai-nilai profesional. Peraat

bila akan melakukan suatu tindakan

keperawatan selalu memberikan informasi kepada klien dan keluarga, danm perawat akan menghargai setiap keputusan klien, bertanggung jawab atas tindakan yang diberikan kepada klien.

Etos Kerja Perawat

Tabel 2. Etos Kerja Perawat

Etos Kerja Perawat Frekuensi Persentase Kurang Cukup Baik 13 35 21 18,8% 50,7% 30,4% Jumlah 69 100,0%

Sumber: Data yang diolah, 2015.

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa etos kerja yang dimiliki perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar mempunyai etos kerja cukup yaitu sebanyak 35 orang (50,7%) dan sebagian kecil mempunyai etos kerja kurang yaitu sebanyak 13 orang (18,8%).

Etos kerja menurut Damayanti (2008) merupakan suatu usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang

(9)

telak bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius, kepercayaan yang telah diyakini dalam kehidupan seseorang.

Dari hasil penelitian dalam hal etos kerja bahwa kerja adalah ibadah, perawat sudah banyak yang mengerti dan memahami makna sebuah pekerjaan, dimana perawat bisa serius dalam arti sungguh-sungguh, sepenuh hati dalam bekerja karena mereka sadar bahwa mereka sedang mengabdi pada Tuhan dan semua hasil yang mereka kerjakan adalah merupakan olah kerja yang dipersembahkan kepada Tuhan. Dalam hal kerja adalah seni, perawat kadang-kadang dalam pekerjaan masih belum bisa aktif dan kreatif dalam menuangkan ide-ide, gagasan, dan daya cipta sehingga mereka kadang masih belum bisa merasakan sukacita dan bahagia dalam melayani setiap pelanggan.

Hal ini disebabkan karena perawat masih sebagian baru lulus dari pendidikan dengan pengalaman yang kurang sedangkan dalam lahan pekerjaan banyak perawat-perawat yang sudah berpengalaman sehingga menyebabkan perawat merasa memiliki keterbatasan dalam mengekspresi-kan ide dan gagasan. Dalam hal kerja adalah pelayanan, perawat sebagian sudah menyadari kalau pekerjaan dan profesinya

sebagai seorang perawat adalah hal yang mulia. Mereka bisa dengan segenap hati, segenap pikiran dan dengan kerendahan hati dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena selama pendidikan sudah ditanamkan dalam diri perawat tentang melayani kebutuhan setiap pelanggan secara holistik dan koprehensif.

Ketiga indikator etos kerja yang sudah dijelaskan di atas sangatlah sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan oleh Sinamo (2005) bahwa etos kerja dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan dengan segala dampaknya, mencari kebermaknaan kerja, frustasi, faktor-faktor yang menyebabkan kemalasan. Faktor eksternal datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja serta janji dan ancaman. Dikatakan juga bahwa kerja adalah ibadah mempunyai arti bekerja serius penuh kecintaan. Ibadah yang benar harus dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh. Begitu pula bekerja yang benar. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.

(10)

Kerja adalah seni, artinya bekerja cerdas penuh kreativitas. Kerja sebagai seni akan mendatangkan kesukaan dan gairah kerja yang bersumber pada aktivitas-aktivitas keatif, artistik, dan interaktif. Aktivitas seni menuntut penggunaan potensi kreatif dalam diri kita, baik untuk menyelesaikan masalah-masalah kerja yang timbul maupun untuk memunculkan ide atau hal-hal yang baru. Kerja adalah pelayanan, artinya bekerja paripurna penuh kerendahan hati. Kemuliaan datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah orang yang mulia. Selanjutnya, pekerjaan dan profesi yang melayani adalah pekerjaan dan profesi yang mulia karena merupakan bentuk pelayanan yang riil bagi sesama baik secara fungsional maupun herarkis. Seseorang perlu mengabdi kerja pada hal-hal mulia sehingga dengan sendirinya akan memenuhi aspirasi kemuliaan diri kita sendiri, dengan mengabdikan kerja kita pada hal-hal mulia, maka obyek yang kita abdi lebih mulia (Sunarno, 2006).

Hubungan Keefektifitasan MPKP dengan Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Penelitian ini menggunakan uji korelasi rank spearman (τ) yaitu untuk mengetahui hubungan keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan

etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Berikut hasil analisis yang telah diuji yang tersajikan dalam tabel 3.

Variabel Nilai rXY p-value

Keefektifitasan MPKP dengan Etos Kerja

0,812 0,000

Sumber: Data yang diolah, 2015.

Berdasarkan tabel 3, diketahui nilai korelasi hitung sebesar 0,812 dengan nilai probabilitas 0,000 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, artinya bahwa semakin efektif model praktek keperawatan profesional yang ada pada perawat maka semakin baik dan meningkat pula etos kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso. Adapun kekuatan hubungan tersebut tergolong mempunyai kekuatan hubungan yang kuat.

Hal ini dapat ditunjukkan oleh keefektifitasan MPKP seperti asuhan keperaatan dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh rumah sakit, tindakan perawat dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan, dan perawat

(11)

mendahulukan kepentingan perawatan kepada klien/keluarga dari teman sejawat saya. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan maka etos kerja yang dimiliki perawat akan meningkat. Dilaksanakannya ronde keperawatan, perawat juga akan mengubah kebiasaanuntuk tertib waktu dinas, tertib pakaian dinas, tertin penerapan SOP. Tentang asuhan keperawatan tampak bahwa MPKP mempengaruhi etos kerja perawat.

Keefektfitasan model praktek keperawatan profesional merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang ada dalam sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk

lingkungan tempat asuhan tersebut

diberikan. Apabila MPKP tersebut efektif maka perawat tersebut dalam suatu sistem tersebut dapat memfasilitasi sebagai perawart profesional yang diwujudkan dengan pemberian asuhan keperawatan termasuk di dalam lingkungan tempat

dimana asuhan keperawatan tersebut

diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).

Hasil penelitain ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosanti (2006), yang meneliti tentang penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional

(MPKP) terhadap kinerja perawat di ruang inap penyakit dalam, hasil penelitannya menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan MPKP terhadap penerapan standar asuhan keperawatan danpersepsi pasien perawat tentang etos kerja dan kinerja dengan nilai p-value 0,05.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih (2013), yang meneliti hubungan antara supervisi dan karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara supervisi dan karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP. Di samping itu penelitian ini semakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Arni, dkk (2014), yang meneliti tentang hubungan motivasi intrinsik dan eks-trinsik dengan penerapan model keperawatan profesiona (MPKP) di ruang rawat, hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi perawat dengan penerapan model praktik keperawatan profesional di rumah sakit.

Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2012) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi perawat, jenis kelamin perawat, kondisi pasien dan penerapan

(12)

Model Praktik Keperawatan Profesional dengan kinerja perawat, hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan MPKP menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat (β = 0,494).

SIMPULAN

1. Karakteristik responden, sebagian besar mempunyai umur antara 30-40 tahun (66,7%), berjenis kelamin perempuan (69,6%), berpendidikan D-3 Keperawatan (78,3%) dan mempunyai masa kerja antara 5-10 tahun (50,7%).

2. Keefektifitasan model praktek keperawatan profesional (MPKP) sebagian besar tergolong efektif yaitu sebanyak 42 orang (60,9%).

3. Etos kerja yang dimiliki perawat sebagian besar mempunyai etos kerja cukup yaitu sebanyak 35 orang (50,7%).

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (rxy = 0,812;

p-value = 0,000) dan kekuatan hubungan

tergolong kuat.

SARAN

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bagi pihak Rumah Sakit agar meningkatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan penerapan Model Praktik Keperawatan Profesioanal (MPKP) tanpa mengesampingkan usia, jenis kelamin, dan lama bekerja perawat dalam penerapan MPKP.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan menambah jumlah jam mata kuliah Riset Keperawatan dan Manaje-men Keperawatan guna memberi cukup banyak ilmu sehingga menambah wawasan mahasiswa dalam penyusunan skripsi dan lebih memperdalam pengetahuan tentang manajemen.

3. Bagi Peneliti berikutnya

Sebagai database untuk penelitian lebih lanjut mengenai keefektifitasan model praktek keperawatan profesional hubungannya dengan etos kerja perawat, dan peneliti lain dapat meneliti faktor yang mempengaruhi etos kerja tidak hanya keefektifitasan MPKP, faktor tersebut misalnya masa kerja dan tingkat pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arni. R, Eka Hasriyanti, Suarnianti. 2014. Hubungan Motivasi Intrinsik dan

Eks-trinsik dengan Penerapan Model

Keperawatan Profesiona (MPKP) di

(13)

Diagnosis Volume 4 Nomor 6 Tahun

2014.

Damayanti, Ninin. 2008. “Indeks

Pembangunan Manusia Indonesia

Terendah di Asia Tenggara.” dalam

http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 16 Juli 2015.

Gillies. 2006. Nursing Management: A System

Approach, (third edition).

Phila-delphia: W.B. Saunders Company. Imelda. MM. 2012. Pengaruh Kompetensi

Perawat, Jenis Kelamin Perawat, Kondisi Pasien dan Penerapan Model

Praktik Keperawatan Profesional

dengan Kinerja Perawat. Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta: UEU.

Kemenkes RI, 2010. Buku Panduan Hari

Kesehatan Nasional. Jakarta :

Kemenkes RI.

Mulyaningsih. 2013. Hubungan antara supervisi dan karakteristik individu

dengan kinerja perawat dalam

penerapan MPKP di RSJD Surakarta.

Jurnal STIKES Aisyiyah. Surakarta.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009.

Fundamental Keperawatan. Buku 1,

Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Rivai, V., Mulyadi, D. 2010. Kepemimpinan

dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Rosanti, Evi. 2006. Penerapan Model Praktek

Keperawatan Profesional (MPKP)

terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam dan VIP

RSUD Solok. Tesis (tidak

dipublikasikan), Yogyakarta:

Perpustakaan Pusat UGM.

Roymond H. Simamora. (2008). Buku Ajar

Pendidikan Dalam Keperawatan.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik

Keperawatan Profesional di Rumah

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Frekwensi sakit pada anak balita stunting tergolong tinggi meskipun durasinya hanya sekitar 2-3 hari, dan pola makan anak masih banyak yang tergolong kurang baik terutama

Pada model prey-predator udang windu di simulasikan mengunakan metode Adam Bashforth- Moulton orde empat menunjukkan bahwa banyaknya populasi udang windu

5 Muhammad Alyas.. 7 dan taraf hidup petani ikan, menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, penyediaan bahan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeta- hui hasil jadi manipulating fabric stuffing half- round pada tas casual wanita dengan ketebalan denim bahan tipis, sedang,

192 Gambar 4.49 Hubungan Binary Entitas Many-to-many antara Barang dengan

Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Semarang merupakan Unit Pelaksanaa Teknis (UPT) yang salah satu tugasnya me monitoring spectrum frekuensi radio

Menurut Kuswanto (2012) di Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap biaya mulai dari pembuatan persemaian sampai dengan tanam secara konvensional memerlukan biaya

Pie chart IV.21 Tingkat Pengetahuan Penonton pada indikator persepsi dalam pembawa acara………..82 Pie chart IV.22 Penonton memahami bahwa Tri Rismaharini menjadi