• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN SISTEM PERSEDIAAN DALAM RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU HERFIANI RIZKIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN SISTEM PERSEDIAAN DALAM RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU HERFIANI RIZKIA"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

HERFIANI RIZKIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)
(3)
(4)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Herfiani Rizkia NRP. F.361050061

(5)

HERFIANI RIZKIA. Developing of Inventory Systems in Mango var. Gedong Gincu Supply Chain. Supervised by MACHFUD, ERIYATNO, and SUTRISNO.

Characteristic of inventory for perishable products is the product can not be kept forever. Especially for fresh fruit, their inventory system have limited shelf-life and a decline in quality over the whole period of inventory. The aim of the research were to develop inventory systems in mango var.Gedong Gincu supply chain. Inventory system is built on exporter level of mango var Gedong Gincu for export purposes with due respect to reduction in fruit quality. Inventory at the exporter level was modeled by mathematical equation. The model was developed based on Economic Order Quantity (EOQ) model. The phenomenon of quality deterioration of fresh fruit followed an exponential degradation rate, approximated by the equation 𝑄𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑡 = 𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑞𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑒−

𝑡

𝑇. The model developed in this study can be used to determine the optimal quantity of mango var. Gedong Gincu that was ordered for export with due respect to deterioration during periods of stock.In inventory management at the exporter level, the model can be used to determine the optimal number of orders gedong gincu on exporters with due respect to the level of quality and reduction in weight over a period of inventory. Output model of the optimum order quantity (Q*) at room temperature storage, the storage temperature of 13 °C and storage temperature of 10 °C), is 0,6 tons per day; 1,2 tons per day and 1,4 tons per day, respectively. In order to meet the needs of exporters, gapoktan can make improvements appropriate postharvest handling along supply chain of mango var. Gedong Gincu postharvest handling can be done at the farm level such as by removing the heat field to minimize weight loss of fruit and maintain the flow of sap from the fruit skin by leaving a stalk 1-2 cm when picking.

Key words : inventory, quality deterioration, perishable, model, mango, supply chain, mango var.Gedong Gincu

(6)

HERFIANI RIZKIA. Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu. Dibimbing oleh : MACHFUD, ERIYATNO, dan SUTRISNO.

Kendala utama dalam sistem persediaan untuk komoditas hasil pertanian adalah umur simpan. Umumnya, model-model persediaan yang dibangun dalam sistem persediaan mengasumsikan bahwa produk memiliki umur simpan tidak terbatas sehingga dapat disimpan selama-lamanya untuk memenuhi permintaan di masa datang. Kenyataannya, produk mempunyai umur simpan terbatas karena mengalami perubahan dalam penyimpanan akibat penurunan mutu, kerusakan dan keusangan (obsolescence). Untuk produk hasil pertanian, selain aspek musiman dan kamba, aspek mudah rusak (perishable) menjadi faktor penting dalam sistem persediaan komoditas hasil pertanian. Khusus untuk produk segar, misalnya buah segar, aspek penurunan mutu dan susut bobot yag menunjukkan tingkat kesegaran (freshness) merupakan parameter mutu kritis yang dijadikan pertimbangan dalam mempertahankan mutunya.

Mangga gedong gincu merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan mutu dalam waktu tertentu. Setelah dipanen, buah mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan perubahan fisikokimia buah pascapanen, seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Kondisi tersebut memerlukan kebijakan yang tepat untuk mendukung sistem persediaannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. Manfaat penelitian ini adalah : dapat digunakan oleh pedagang buah mangga gedong gincu untuk menentukan jumlah persediaan dengan memperhatikan aspek penurunan mutu buah segar selama penyimpanan, Model yang dihasilkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun model persediaan buah segar dengan memperhatikan aspek perishable produk segar hasil pertanian yaitu terhadap parameter freshness yang direpresentasikan oleh penurunan mutu dan susut bobot selama penyimpanan. Penelitian dilakukan pada lingkup persediaan di tingkat eksportir dalam rantai satu pemasok, satu eksportir, dan satu importir. Sistem persediaan dimodelkan menggunakan model matematika. Anggota rantai pasok mangga gedong gincu di tingkat eksportir terdiri dari petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Buah (KTB), gapoktan, dan eksportir. Eksportir melakukan pemesanan mangga gedong gincu ke gapoktan yang telah terikat kontrak kerjasama dengan eksportir untuk menyediakan pesanan eksportir selama periode musim panen (Oktober-Desember). Gapoktan berfungsi sebagai gudang penampungan sementara hasil panen dari kebun petani yang tergabung dalam KTB yang kebunnya telah terdaftar penerapan GAP/SOP, sedangkan eksportir berfungsi sebagai gudang penyimpanan persediaan sebelum diekspor. Eksportir mengekspor mangga gedong gincu 2-3 kali seminggu dengan kapasitas  4 ton per sekali kirim.

(7)

memenuhi target volume minimal pengiriman. Terbatasnya pasokan mangga dari gapoktan karena terbatasnya produksi mangga gedong gincu yang dapat memenuhi kualitas ekspor dan terbatasnya jumlah kebun petani yang terdaftar GAP/SOP. Dari total jumlah mangga yang dikirim gapoktan ke gudang eksportir, hanya 29,1 - 50,5 % yang bisa diekspor karena selama tranportasi dari gapoktan ke gudang eksportir mengalami kerusakan mekanis berupa 2,1 - 6,4 % buah tidak bertangkai; 9,4 - 19,2 % luka memar/benturan; dan 15,2 - 31,9 % luka gesekan.

Model persediaan yang dikembangkan dalam sistem persediaan di tingkat eksportir terdiri dari elemen biaya simpan, biaya pesan, biaya penurunan mutu dan biaya susut bobot. Model dapat digunakan eksportir untuk menentukan jumlah pesanan optimal gedong gincu dengan memperhatikan aspek penurunan mutu dan susut bobot selama periode persediaan. Berdasarkan keluaran model, jumlah pemesanan optimum oleh eksportir ke gapoktan untuk penyimpanan suhu ruang, suhu 13 oC dan suhu 10 oC, masing-masing adalah 0,6 ton per hari; 1,2 ton per hari; dan 1,4 ton per hari.

Bila dibandingkan antara performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan ruang dengan performa komponen biaya persediaan pada penyimpanan suhu dingin, maka walaupun terjadi kenaikan biaya simpan sebesar 52,8%, tetapi secara keseluruhan terjadi penghematan total biaya persediaan sebesar 38 – 41%. Penghematan total biaya persediaan tersebut terjadi karena penghematan biaya akibat penurunan mutu sebesar 38-42 % dan penghematan biaya akibat susut bobot sebesar 60-71 %. Walaupun perbedaan TC persediaan pada suhu 13 oC dengan TC persediaan pada suhu 10 oC, relatif kecil, tetapi secara agregat, penyimpanan pada suhu 10 oC memiliki TC yang lebih efisien daripada penyimpanan pada suhu 13 oC. Selain itu, penyimpanan pada suhu 10 oC memberikan kelebihan berupa umur simpan menjadi lebih panjang yaitu 28 hari bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 13 0C yaitu 21 hari.

Untuk memenuhi kebutuhan eksportir mangga gedong gincu, gapoktan melakukan perencanaan kebutuhan mangga melalui pengaturan waktu panen petani Kelompok Tani Buah (KTB). Dengan kemampuan petani KTB yang hanya bisa menyediakan mangga gedong gincu kualitas ekspor sebanyak 0,7 ton per empat hari, maka gapoktan mengatur kebutuhan eksportir mangga gedong gincu sebanyak 1,4 ton per hari dengan cara melibatkan dua KTB, masing-masing KTB 0,7 ton per hari.

Untuk tujuan penetapan jumlah pemesanan optimum mangga gedong gincu di tingkat eksportir, pada pengembangan model persediaan selanjutnya perlu mempertimbangkan aspek kerusakan mangga gedong gincu selama transportasi dan mengintegrasikan model persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir dengan model persediaan mangga gedong gincu pada pelaku rantai pasok yang lain yaitu gapoktan dan petani.

Dalam mempertahankan mutu hasil panen sesuai syarat mutu untuk buah ekspor, petani dan gapoktan yang terlibat dalam rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor perlu melakukan penanganan pascapanen sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure) mangga gedong gincu ekspor dan melakukan upaya-upaya mempertahankan mutu hasil panen.

(8)

gedong gincu untuk ekspor perlu terus dilakukan melalui : (a) pengembangan luas areal tanaman, (b) memfasilitasi penyediaan bibit mangga gedong gincu yang bersertifikat, (c) memfasilitasi pengadaan ruang penyimpanan, transportasi, dan peralatan pascapanen yang memadai di sentra produksi mangga gedong gincu sehingga penerapan GAP/SOP mangga gedong gincu dapat dilaksanakan dengan baik, (d) melakukan pembinaan kebun buah mangga gedong gincu dalam upaya penambahan kebun mangga gedong gincu yang terdaftar sebagai kebun yang telah menerapkan GAP/SOP. Dengan demikian, hasil panen dari kebun tersebut dapat memenuhi syarat untuk ekspor sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas mangga gedong gincu untuk ekspor sekaligus juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen luar negeri terhadap mutu buah yang diekspor, (e) melakukan pembinaan pada pelaku usaha mangga gedong gincu untuk mendapatkan sertifikasi Prima sebagai upaya pengakuan bahwa hasil panen yang dihasilkan atau yang ditangani telah memenuhi syarat yang ditetapkan sesuai sistem jaminan mutu hasil pertanian, serta (f) terus melakukan pengembangan teknologi penanganan pascapanen dalam upaya mempertahankan mutu magga gedong gincu selama persediaan di sepanjang rantai pasok mangga gedong gincu.

Dengan adanya teknologi pembungaan, maka petani dapat melakukan panen di luar musim panen, sehingga dalam penelitian lebih lanjut perlu dikembangkan model perencanaan persediaan mangga gedong gincu di tingkat eksportir pada periode perencanaan offseason (di luar musim panen).

Kata kunci : persediaan, penurunan mutu,mudah rusak, model, rantai pasok, mangga gedong gincu

(9)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan masalah.

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(10)
(11)

HERFIANI RIZKIA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1.Dr.Ir.Aris Purwanto, M.Sc

Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

2.Dr.Ir. Sukardi, MM

Staf Pengajar pada Program Studi Teknik Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Penguji pada Ujian Terbuka : 1.Prof. Dr.Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Guru Besar pada Departemen Agronomi dan

Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

2.Dr.Ir.Ridwan Rahmat M.Agr

Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Pertanian, Balai Besar

(13)

Nama Mahasiswa : Herfiani Rizkia NRP : F 361050061 Menyetujui : Komisi Pembimbing Dr. Ir. Machfud, MS Ketua

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr

Anggota

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(14)
(15)

Puji syukur hanya kepada Allah Subhanawata’ala karena berkat rahmat dan ridho-Nya, disertasi yang berjudul Pengembangan Sistem Persediaan Dalam Rantai Pasok Dalam Mangga Gedong Gincu dapat penulis selesaikan.

Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (TIP SPs IPB). Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan hormat, penghargaan, dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, pemikiran, arahan, dan waktu tanpa kenal lelah serta terus memotivasi dan mendorong semangat penulis untuk terus berjuang hingga terselesaikannya disertasi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno MSAE dan Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr yang telah bersedia menjadi anggota komisi pembimbing yang secara konsisten dan tidak bosan untuk terus membimbing dan memberikan pemikiran dan pengarahan dengan sangat baik hingga terselesaikannya disertasi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Aris Purwanto, M.Sc., Dr. Ir. Sukardi, MM., Prof. Dr. Ir. Roedy Poerwanto, M.Sc., dan Dr. Ir. Ridwan Rahmat, M.Agr yang telah meluangkan tenaga, waktu, dan pikirannya sebagai penguji luar komisi pembimbing serta telah memberi masukan pada perbaikan disertasi ini. 4. Ketua Program Studi TIP Dr. Ir. Machfud, MS beserta seluruh staf dosen

dan karyawan Program Studi TIP SPs IPB, atas semua bantuan dan motivasi yang tiada henti pada penulis.

5. Seluruh pimpinan dan karyawan SPs IPB, terutama Program Studi TIP yang telah memberi bantuan dan fasilitas kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan S3 di Program Studi TIP SPs IPB.

6. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, yang telah memberikan izin studi S3, bantuan dana pendidikan, dan dukungan motivasinya sejak tahun akademik 2005/2006 hingga terselesaikannya studi ini.

(16)

Sarimulya Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon). CV Buah SAE yang telah memberikan banyak kemudahan dan bantuan selama proses studi lapangan yang dilakukan penulis.

8. Ayahanda Bapak Drs. HM. Fachir Ro’i, ayah mertua Bapak HMA Sunarya dan adik-adikku : dr. Herleni Kartika, Fitrah Subhan, SE, MM, Indah Nur Rachmi, SE, Fitria, A.Md Kebidanan, Aulia Mardiyah, dan Rayya Aqil Abdurrahman atas dukungan dan doa yang telah diberikan.

9. Suami Ahmad Gamal Firdaus dan anak-anak (Raihan Abdurrahman dan Radhwa Kamilah) atas kasih, dukungan, dan pengertian yang telah diberikan.

10. Seluruh paman, bibi, dan saudara dalam keluarga besar H.M. Ro’i (alm) atas bantuan, dukungan, dan do’a yang diberikan pada penulis.

11. Bapak Rika Ampuh Hadiguna, Bapak Alexie, Bapak Rachman Jaya, Ibu Eveline Anne Marie, Pudji Astuti, Hendrastuti, dan Ibu Nora Azmi atas semua bantuan, pemikiran, empati dan dukungan motivasi untuk penyelesaian studi penulis.

12. Teman-teman seperjuangan di S3 TIP SPs IPB angkatan 2005 : Luluk SB, Novizar, Yuli Wibowo, Cut Meurah Rosnelly, Ida Bagus Udayana, Fahmi Riadi dan Henny Purwaningsih serta seluruh teman-teman S3 TIP SPs IPB lainnya yang tidak kenal lelah memotivasi penyelesaian studi S3 penulis di IPB.

13. Saudara Panji Laksamana dan Saudara Jefri yang telah membantu dalam teknis penyelesaian model.

14. Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan bantuan dan saran hingga terselesaikannya disertasi ini dengan baik.

Semoga tulisan disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk banyak pihak serta menjadi titik awal penulis untuk terus menghasilkan karya-karya lainnya.

Bogor, Januari 2012

(17)

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 Februari 1974 sebagai anak pertama dari Ayah yang bernama Drs. HM. Fachir Ro’i dan Ibu yang bernama Sofiah Burlian (alm). Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SD Advent II Palembang pada tahun 1986. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 3 Palembang pada tahun 1989 dan di SMAN 1 Bandung pada tahun 1992. Pada tahun 1997, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sarjana di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Udayana, Denpasar. Sejak tahun 1998, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Pertanian Republik Indonesia dan ditempatkan sebagai analis benih di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Penulis kemudian ditugaskan sebagai analis benih di BPSB Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur pada tahun 1999. Dari tahun 2000 hingga saat ini, penulis bertugas di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan.

Tahun 2001, penulis melanjutkan studi S-2 pada Program Studi Teknologi Pascapanen Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Magister Science (M.Si) pada tahun 2004. Tahun 2002, penulis menikah dengan Ahmad Gamal Firdaus dan dikaruniai dua orang putra/i yaitu Raihan Abdurrahman (8 tahun) dan Radhwa Kamilah (4 tahun). Pada tahun 2005, penulis mendapat tugas belajar dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui beasiswa APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk melanjutkan studi S-3 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Karya ilmiah penulis, yang berjudul Rancangbangun Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor : Pendekatan Perishable Inventory akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Gema Agro (ISSN : 14010-08431), terbitan tahun XII No. 30, Maret 2012. Karya ilmiah lainnya yang berjudul Mengelola Persediaan Dalam Rantai Pasok Mangga Gedong Gincu Untuk Ekspor Dengan Mempertimbangkan Aspek Penurunan Mutu Mangga akan diterbitkan pada Jurnal Teknologi Pertanian Andalas (ISBN1410-1920) pada Volume 16, No.1, Maret 2012. Kedua karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.

(18)

xxiii Halaman

DAFTAR ISI ……… xxiii

DAFTAR TABEL ……….... xxv

DAFTAR GAMBAR ………... xxvii

DAFTAR LAMPIRAN……… xxix

DAFTAR ISTILAH ……… xxxi

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Tujuan Penelitian ………... 4

1.3. Ruang Lingkup ……….. 4

1.4. Manfaat ……….. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 7

2.1. Mangga Gedong Gincu ……….. 7

2.2. Pascapanen Mangga Gedong Gincu ………..………… 12

2.3. Parameter Mutu Buah Mangga ……….. 22

2.4. Pendekatan Sistem ………. 24

2.5. Persediaan ……….. 29

2.6. Landasan Matematik ……….. 35

2.7. Penelitian Terdahulu dan Posisi Penelitian ……… 43

III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 47

3.1. Kerangka Pemikiran ………... 47

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 48

3.3. Teknik-teknik yang digunakan ………... 49

3.4. Pengumpulan Data dan Informasi ……….. 49

3.5. Tahapan Penelitian ……….……… 50

3.6. Verifikasi dan Validasi Model ………... 50

IV. ANALISIS SITUASIONAL RANTAI PASOK MANGGA GEDONG GINCU ………. 53

(19)

xxiv

V. PEMODELAN SISTEM ………... 75

5.1 Pendekatan Sistem ……….. 75

5.2. Model Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu 79 5.3. Sistem Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Eksportir ………. 81

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 91

6.1. Manajemen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat.. Eksportir ………. 91

6.2. Manajamen Persediaan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Gapoktan ……… 100

VII. SIMPULAN DAN SARAN ………..…….. 103

7.1. Simpulan ………...……….. 103

7.2. Saran ………...……… 104

DAFTAR PUSTAKA………... 107

(20)

xxv Halaman Tabel 1. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan SNI 3164-2009 ….……. 9 Tabel 2. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan Codex Stand 184-1993 .. 10

Tabel 3. Syarat Umum Mutu Mangga ……… 11

Tabel 4. Perubahan Parameter Mutu Selama Penyimpanan Mangga

Gedong Gincu Pada Suhu 13 0C ………...… 22

Tabel 5. Posisi Penelitian Yang Dilaksanakan ……….……….. 46 Tabel 6. Produksi dan Volume Eekspor Mangga Indonesia

2007-2009 ………. 53

Tabel 7. Perbedaan Mangga Gedong Gincu Dengan Gedong Biasa... 53 Tabel 8. Perbandingan Mangga Gedong Gincu Dengan Mangga

Varietas Indonesia ……….... 54

Tabel 9. Rata-Rata Harga Mangga Kualitas Ekspor (Grade A) Di

Tingkat Petani di Kabupaten Cirebon Tahun 2010 ……….. 55 Tabel 10. Produksi Mangga Gedong Gincu Tahun 2005-2010 ……… 55 Tabel 11. Rata-Rata Harga (Dalam Rupiah Per Kg) Mangga Gedong

Gincu Berdasarkan Tingkat Kematangan (Setelah Disortir) Tingkat Petani di Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon

Tahun 2011 ………... 63

Tabel 12. Kriteria Petik Mangga Gedong Gincu Berdasarkan Umur

Dan Warna Kulit Buah ………. 64

Tabel 13 Harga Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Pada

Tingkat Eksportir Berdasarkan Bobotnya ………... 71 Tabel 14. Pelaku, Fungsi Pelaku, Dan Kebutuhan Tiap Pelaku Yang

Terlibat Dalam Rantai Pasok Mangga Cinggu Di Tingkat

Eksportir ………... 78

Tabel 15. Prakiraan Permintaan Ekspor Mangga Gedong Gincu

Selama Musim Panen ………... 92

Tabel 16. Keluaran Model Dengan Input Hasil Prakiraan Permintaan

Ekspor Mangga Gedong Gincu………. 93

Tabel 17. Keluaran Model Dengan Q =1.2 Ton Pada

Pada Skenario Suhu Penyimpanan………..……….. 95

Tabel 18. Keluaran Model Dengan Q= 1.4 Ton Pada

(21)

xxvi

Tabel 19. Performa Persediaan Mangga Gedong Gincu

Berdasarkan Model Persediaan Terhadap Q Optimum……. 99 Tabel 20. Data Pesanan Dan Pengiriman Mangga Gedong Gincu Dari

Gapoktan Ke Eksportir ……… 101

Tabel 21. Perencanaan Kebutuhan Buah Mangga di Tingkat

Gapoktan Untuk Pemenuhan Pesanan Eksportir Sebanyak

(22)

xxvii Halaman Gambar 1. Mangga gedong gincu untuk ekspor ………... 12 Gambar 2. Diagram alir penanganan pacsapanen mangga

gedong untuk ekspor ……….. 13

Gambar 3. Diagram alir penanganan pascapanen mangga

gedong gincu ………... 14

Gambar 4. Perubahan warna mangga gedong gincu selama

Penyimpanan pada suhu 13 0C ………... 21

Gambar 5. Klasifikasi pemodelan sistem ………... 25

Gambar 6. Proses pemodelan matematik ………. 28

Gambar 7. Model deterministik vs probabilistik ………... 34 Gambar 8. Situasi persediaan untuk model EOQ ……….... 38 Gambar 9. Biaya total persediaan per periode perencanaan ……….... 39

Gambar 10. Kerangka pemikiran ……….. 48

Gambar 11. Tahapan pemodelan dalam penelitian ………...…. 49 Gambar 12. Elemen rantai pasok mangga Gedong Gincu untuk

eksportir ………...…... 57

Gambar 13. Berbagai pola rantai pasok mangga gedong gincu di

daerah cirebon ……… 58

Gambar 14. Rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor …... 60 Gambar 15. Aktifitas di sepanjang rantai pasok mangga gedong

gincu untuk ekspor ………... 63

Gambar 16. Alat petik “caduk” dan cara petik mangga gedong

gincu di kecamatan Sedong ……… 65

Gambar 17. Keranjang pengumpulan mangga gedong gincu

petani KTB Sukamulya ………...…... 67

Gambar 18. Penampungan mangga di gudang eksportir dalam

keranjang plastik HDPE ………... 70

Gambar 19. Proses sortasi dan pengkelasan mutu mangga gedong

Gincu pada tingkat eksportir di Kabupaten Cirebon …….. 72 Gambar 20. Mangga gedong gincu untuk ekspor di dalam

kemasan ………...…... 73

(23)

xxviii

Gambar 22. Hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga

gedong gincu untuk ekspor ……….. 74

Gambar 23. Pola data masa lalu penjualan ekspor mangga

gedong gincu ………...……... 80

Gambar 24. Sebaran nilai koefisien autokorelasi deret angka

permintaan mangga gendong gincu …………..…...…... 80 Gambar 25. Sebaran nilai koefiesien parsial penjualan mangga

Gedong gincu ………...…... 81

Gambar 26. Situasi model persediaan dengan mempertimbangkan

laju kerusakan buah ………...………..……. 84

Gambar 27. Grafik komponen biaya dalam sistem persediaan manggga gedong gincu pada berbagai skenario

teknologi penyimpanan………... 93

Gambar 28. Grafik total biaya dalam sistem persediaan mangga gedong gincu pada berbagai skenario teknologi

penyimpanan……….. 94

Gambar 29. Grafik komponen biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.2 ton berbagai skenario suhu

penyimpanan……….. 96

Gambar 30. Grafik total biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.2 ton berbagai skenario suhu

penyimpanan……….. 96

Gambar 31. Grafik komponen biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.4 ton berbagai skenario suhu

penyimpanan……….. 97

Gambar 32. Grafik total biaya dalam sistim persediaan mangga gedong gincu saat Q = 1.4 ton berbagai skenario suhu

(24)

xxix Halaman Lampiran 1. Rata-rata Tingkat Kerusakan Buah Mangga Gedong)

Gincu Per Hari di Gudang Eksportir Pada Musim Panen dan Pada Panen di Luar Musim (Off-Seasson

Tahun 2010 ……… 117

Lampiran 2. Proses Pemeriksaan Kesesuaian Dimensi Elemen- elemen Dalam Model Persediaan Mangga Gedong

Gincu untuk Ekspor ………... 118

Lampiran 3. Daftar Jumlah Pohon Mangga Gedong Gincu Menurut Kecamatan di Kabupaten Cirebon tahun

2011 ………... 120

Lampiran 4. Daftar Nomor Registrasi Kebun Buah Mangga

Gedong Gincu Kecamatan di Kabupaten Cirebon …… 121

Lampiran 5. Indeks Kematangan Mangga Gedong Gincu ………… 122

Lampiran 6. Penerapan SOP Oleh Petani SOP di Kecamatan

Sedong Kabupaten Cirebon ………... 123

Lampiran 7. Penjelasan Persamaan (36) Sampai Dengan Persamaan

(37) ……… 124

Lampiran 8. Penjelasan Persamaan (36) Sampai Dengan Persamaan

(41) ……… 126

Lampiran 9. Teorema dasar yang digunakan dalam penyelesaian

Persamaan (37) sampai dengan Persamaan (41)……… 128 Lampiran 10. Codex standard for mangoes (Codex stan 184-1993)… 129 Lampiran 11. Standar nasional Indonesia untuk komoditas mangga

(SNI 3164-2009)……… 134

Lampiran 12. Input data ke dalam model persediaan mangga gedong

(25)
(26)

xxxi Manajemen rantai

pasok

Manajemen aliran bahan, informasi, dan finansial melalui sebuah jaringan kerja organisasi (pemasok, pengolah, penyedia logistik, pedagang besar/distributor, dan pengecer) yang bertujuan untuk memproduksi dan mengirimkan produk/jasa untuk pelanggan.

Rantai pasok Merupakan pergerakan fisik bahan baku atau produk, aliran informasi, pergerakan uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual. Rantai pasokan tidak sama dengan istilah logistik karena di dalamnya akan termasuk fungsi pembelian, produksi, pemasaran, keuangan, perekayasaan, dan aktivitas pengendalian.

Persepsi pembeli Pandangan pembeli mengenai mangga gedong gincu baik dilihat dari segi harga, mutu dan segi perbedaan mangga gedong gincu yang dibeli dari setiap lembaga pemasaran. Harga jual petani (Rp) Harga rata-rata mangga gedong gincu yang diterima

petani per kg.

Pedagang pengumpul Pedagang yang melakukan pembelian langsung dari petani dan menyalurkan mangga gedong gincu yang dibeli kepada pedagang besar atau langsung kepada pedagang pengecer.

Pedagang besar Pedagang yang memperoleh barang sebagai barang niaga langsung dari satu aatau lebih pengumpul.

Pedagang grosir pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang besar untuk dijual kepada pedagang pengecer.

Pedagang pengecer Pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang grosir atau petani produsen untuk dijual kepada konsumen akhir.

Mangga Gedong Gincu

Mangga jenis gedong yang dipanen pada tingkat kematangan 80 – 85% (umur petik 100 -120 hari setelah bunga mekar)

Gapoktan Gabungan kelompok tani yaitu sejenis dalam satu wilayah

Kelompokk Tani Buah (KTB)

(27)

xxxii

melaksanakan budidaya tanaman buah secara benar dan tepat sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan, dan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan dan kesejahteraan petani dan usaha produksi yang berkelanjutan serta prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal usulnya dari pasar hingga kebun).

SOP Standard Operational Precedure atau standar prosedur operasional merupakan acuan pelaksanaan kegiatan proses produksi yang disusun berdasarkan kondisi nyata di lapangan serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di bidang pengembangan buah-buahan. SOP memuat keterangan/instruksi kerja yang meliputi semua proses produksi (pra-panen sampai dengan pascapanen) buah-buahan dalam bentuk buah segar. Bahasa yang digunakan dalam SOP adalah kalimat praktis, sederhana dan dapat dimengerti bagi semua pihak yang membacanya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pedoman untuk memproduksi buah bermutu dan berdaya saing.

SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon

Standard Operational Precedure atau standar prosedur operasional mangga gedong gincu yang disusun oleh tim penyusun SOP mangga gedong gincu untuk Kabupaten Cirebon yaitu yang memuat prosedur pelaksanaan penanganan pra panen, panen sampai pascapanen mangga gedong gincu di kabupaten Cirebon.

Varietas Bagian dari satu jenis tanaman yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lainnya yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.

Chilling injury Merupakan salah satu jenis kerusakan fisiologi dari produk segar hasil pertanian yang disebabkan oleh pengaruh suhu penyimpanan dingin di atas titik beku (kisaran suhu 0 – 10 oC) sehingga mengakibatkan penurunan kualitas dari produksi. Gejala kerusakan berupa kulit produk memar atau terdapat legokan, gagal menjadi matang, dan internal discoloration.

Grading mangga Pemilahan buah mangga berdasarkan kriteria kelas, warna, berat, bentuk, dan ukuran.

(28)

xxxiii tidak cacat, sehat, dan benda asing lainnya.

Respirasi Proses oksidasi glukosa menggunakan oksigen dari udara sehingga menghasilkan karbondioksida, air dan sejumlah energi. Intensitas laju respirasi dapat dianggap sebagai ukuran laju metabolime buah sesudah panen sehingga merupakan petunjuk tentang potensi daya simpan produk segar. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin pendek umur simpan suatu produk.

Tranpirasi Penguapan air pada permukaan buah

Klimakterik Perubahan mendadak dari laju respirasi sebelum terjadinya proses pelayuan

Buah klimakterik Buah yang dicirikan dengan adanya peningkatan respirasi yang menyolok setelah panen, bersamaan dengan saat pemasakan dan disertai dengan perubahan warna, citrasa, dan teksturnya. Sesaat setelah panen, buah menunjukan laju respirasi yang rendah di awal diikuti kenaikan laju respiurasi mendadak sampai maksimum kemudian terjadi penuruan laju respirasi.

Registrasi kebun Merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada produsen buah-buahan yang telah menerapkan prinsip-prinsip IndoGAP, SOP dan prinsip-prinsip PHT (pengendalian Hama Terpadu) dalam praktik budidaya pada kebun buah-buahan, disamping juga merupakan tahapan sertfifikasi produk.

Sertifikasi Pemberian sertifikat kepada pelaku usaha pagan hasil pertanian sebagai bukti pengakuan bahwa pelaku usaha pangan hasil pertanian tersebut telah memenuhi persyaratan dalam menerapkan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian (Deptan, 2007).

Prima Peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani. Peringkat terdiri dari Prima 1 (P-1) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu, dan baik serta cara produksi ramah terhadap lingkungan; Prima 2 (P-2) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik ; serta Prima 3 (P-3) yaitu produk yang dihasilkan aman dikonsumsi (Deptan, 2007)

(29)

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Rantai pasok merupakan sekumpulan entitas baik berupa organisasi maupun individual yang secara langsung dan bersama-sama terlibat dalam aliran mulai hulu sampai hilir dari produk, jasa, keuangan dan atau informasi dari suatu sumber ke konsumen (Mentzer et al, 2001). Salah satu tipe masalah yang berkembang saat ini di bidang rantai pasok adalah penanganan produk-produk mudah rusak (perishable). Menurut Hug et al (2005), produk mudah rusak adalah semua produk yang mengalami perubahan secara fisik yang dapat mempengaruhi umur hidupnya baik tetap maupun acak, dan menjadi rusak atau kadaluarsa saat nilai ekonomisnya turun pada saat tiba di konsumen. Salah satu contoh produk perishable adalah produk hasil pertanian. Berbagai penelitian mengenai rantai pasok produk hasil pertanian dan industrinya telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir diantaranya adalah : Ahuma and Villalobos (2007), Gal et al (2008) Perdana (2009), Hadiguna (2010), Verdouw et al (2010). Penelitian tersebut memfokuskan pada rantai pasok di industri yang berbahan baku produk hasil pertanian. Walaupun jumlahnya masih terbatas, bahasan mengenai rantai pasok produk segar hasil pertanian sudah mulai dilakukan, diantaranya oleh : Widodo et al (2004), Stringer et al (2009), dan Jacxsens (2010).

Pada dasarnya, terdapat dua tipe produk yang dikelola dalam rantai pasok produk pertanian, yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar tidak memerlukan pengolahan khusus atau transformasi kimia, sedangkan produk yang diproses memerlukan transformasi kimia. Rantai pasok produk segar hasil pertanian misalnya buah-buahan dan sayuran memiliki karakteristik yang khas seperti : mudah rusak, musiman, mutu hasil panen beragam, proses kehilangan kesegaran setiap produk dimulai sesaat setelah panen dan tergantung pada proses penanganan setelah panen, serta semua produk segar harus segera mungkin dikonsumsi oleh konsumen atau digunakan sebagai bahan baku segar pada pabrik makanan sebelum produk tersebut menjadi rusak atau busuk. Selain itu, tantangan mengelola rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah karena produk sensitif terhadap waktu (Widodo et al, 2004). Nilai produk menurun secara signifikan dari

(30)

waktu ke waktu di sepanjang rantai pasok pada tingkat yang sangat tergantung suhu dan kelembaban. Widodo et al (2004) menjelaskan bahwa berdasarkan Food and Fertilizer Centre, total kerugian akibat kerusakan atau penurunan mutu pada produk segar hasil pertanian di berbagai negara mencapai 20 – 60 % dari total yang dipanen. Diperlukan strategi untuk mempertahankan mutu dan mengurangi kerusakan pada produk segar hasil pertanian di sepanjang rantai pasoknya.

Rantai pasok produk segar hasil pertanian melibatkan rangkaian kegiatan pasokan, pemrosesan, persediaan, dan pengiriman kepada konsumen. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok pertanian memberikan perhatian pada pasokan, produksi, persediaan dan pendistribusian sebagai strategi mengurangi resiko kerusakan atau penurunan kualitas produk secara total. Salah satu faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam rantai pasok produk segar hasil pertanian adalah persediaan. Sistem persediaan menjadi salah satu aspek penting dari manajemen rantai pasok karena biaya persediaan dapat mencapai 25 – 40 persen dari total harga produk yang disimpan. Alasan paling mendasar mengapa perlu membangun sistem persediaan adalah tidak mungkin secara fisik atau ekonomi produk dapat diperoleh dengan seketika saat permintaan produk tersebut terjadi.

Kendala utama dalam sistem persediaan untuk produk hasil pertanian adalah umur simpan. Umumnya, model-model persediaan yang dibangun dalam sistem persediaan mengasumsikan bahwa produk memiliki umur simpan tidak terbatas sehingga dapat disimpan selama-lamanya untuk memenuhi permintaan di masa datang. Kenyataannya, produk mempunyai umur simpan terbatas karena mengalami perubahan dalam penyimpanan akibat penurunan mutu, kerusakan dan keusangan (obsolescence). Untuk produk hasil pertanian, selain aspek musiman dan kamba, aspek mudah rusak (perishable) menjadi faktor penting dalam sistem persediaan produk hasil pertanian. Khusus untuk produk segar, misalnya buah segar, aspek penurunan mutu dan susut bobot yag menunjukkan tingkat kesegaran (freshness) merupakan parameter mutu kritis yang dijadikan pertimbangan dalam mempertahankan mutunya.

Berbagai literatur telah banyak menjelaskan tentang sistem persediaan perishable, yaitu : Nahmias (1982), Raafat (1991), Goyal dan Giri (2001) serta Lucio dan Zanoni (2007). Namun kebanyakan dari model-model tersebut

(31)

memperlakukan produk segar sebagai kasus perishable khusus dengan kecepatan penurunan mutu secara tetap dan masih bisa digunakan atau dikonsumsi sebelum tanggal kadaluarsanya.

Mangga gedong gincu merupakan varietas mangga unggulan nasional yang banyak diusahakan di Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Majalengka. Mangga gedong gincu banyak diminati baik oleh konsumen domestik maupun luar negeri, karena rasanya yang manis, daging buah tebal, aroma kuat, kandungan air banyak, ukuran yang tidak terlalu besar, serta memiliki warna yang eksotis dan menarik. Harga produk ini cukup menjanjikan baik bagi petani, pedagang, maupun pelaku agribisnis hortikultura lainnya. Mangga gedong gincu dipasarkan ke beberapa kota di Indonesia yaitu : Jakarta, Jambi, Semarang, Riau, Padang, Palembang, Bandung, Bogor, dan sebagian besar kota-kota lainnya di Jawa Barat. Selain itu, mangga gedong gincu terutama yang berasal dari kabupetan Cirebon juga telah masuk ke pasaran luar negeri seperti Arab Saudi, Bahrein, Kuwait, Hongkong, Singapura, Malaysia, Dubai, Qatar, Homan, dan Ukraina. Melihat peluang pasar yang ada, diperkirakan produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon akan meningkat secara nyata pada tahun-tahun mendatang.

Mangga merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan mutu dalam waktu tertentu. Setelah dipanen, buah mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan perubahan fisikokimia buah pascapanen, seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Kondisi tersebut memerlukan kebijakan yang tepat untuk mendukung sistem persediaan sehingga distributor mangga dapat tetap memenuhi permintaan konsumen mangga dan dapat meminimumkan biaya akibat kerusakan buah mangga tersebut.

(32)

1.2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :

1. Umum : mengembangkan sistem persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu.

2. Khusus : a. Mempelajari kondisi rantai pasok mangga gedong gincu.

b. Mempelajari pengaruh teknologi pascapanen pada mutu buah dan performa persediaan dalam rantai pasok mangga gedong gincu. c. Menganalisis manajemen persediaan di tingkat eksportir dan

tingkat gapoktan.

d. Mengembangkan model pengendalian persediaan di tingkat eksportir.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada lingkup persediaan di tingkat eksportir pada rantai satu pemasok, satu eksportir dan satu importir.

Penelitian dibatasi pada :

1. Sistem persediaan dibangun dengan memperhatikan aspek freshness yaitu penurunan mutu dan susut bobot.

2. Sistem yang dilihat adalah sistem persediaan single-vendor (satu pemasok) dan one-buyer (satu pembeli).

3. Model hanya untuk satu jenis produk pertanian yaitu yang dibangun berdasarkan umur simpan buah akibat adanya teknologi penyimpanan dingin, dan berdasarkan susut bobot selama penyimpanan.

4. Produk hasil pertanian yang dikaji adalah buah mangga gedong gincu produksi Kabupaten Cirebon didistribusikan ke luar negeri dalam keadaan segar.

5. Rantai pasok yang dikaji adalah anggota rantai pasok mangga gedong gincu pada tingkat eksportir.

6. Model persediaan dikembangkan di tingkat eksportir.

7. Model dikembangkan dalam periode perencanaan satu kali musim panen yaitu bulan Oktober sampai Desember.

(33)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan oleh pedagang buah mangga gedong gincu untuk menentukan jumlah persediaan dengan memperhatikan aspek penurunan mutu buah segar selama penyimpanan, sehingga dapat meminimalisasi kerugian akibat kerusakan buah mangga gedong gincu pada saat persediaan.

2. Dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun model sistem persediaan buah segar dengan memperhatikan aspek perishable produk segar hasil pertanian yaitu terhadap parameter freshness yang direpresentasikan oleh penurunan mutu dan susut bobot selama penyimpanan.

(34)
(35)

2.1. Mangga Gedong Gincu

Mangga (Magifera Indica L.) merupakan buah daerah tropis dan subtropis yang terkenal dengan aroma eksotis dan biasanya disebut sebagai raja buah (Sivakumar, 2010). Mangga juga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit yaitu buah khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang (Deptan RI, 2007).

Sebagai salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor, mangga diproduksi secara komersial oleh lebih dari 87 negara, diantaranya yang paling menonjol adalah : India, Cina, Thailand, Indonesia, Filipina, Pakistan, dan Meksiko (Tharanathan et al, 2006). Menurut Lebrun et al (2008), terdapat 49 jenis dan ribuan kultivar mangga. Buah mangga populer di pasar internasional karena rasa yang khas, aroma yang menarik, warna yang indah, dan kandungan gizinya (Arauz, 2000).

Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya karena memiliki aroma lebih tajam, rasa manis segar, dan kulit buah berwarna merah menyala sehingga diminati oleh kelompok konsumen ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar negeri. Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstik, serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit.

Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%, sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah (Gambar 1a). Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan

(36)

daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan.

Mangga gedong gincu memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9 – 15 m, bercabang banyak, berdaun lebat, letak daun mendatar, permukaan daun sempit berbentuk lancip pada dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna merah (Broto, 2003). Jarak tanam yang dianjurkan untuk mangga gedong gincu adalah 8 -10 m. Untuk mendapatkan pohon mangga gedong gincu yang subur, tidak terlalu tinggi, dan berdaun lebat, maka batang dan cabang pohon harus dipangkas saat tanaman berusia 8 bulan. Pohon yang tidak tinggi akan mempermudah saat perawatan dan pemanenan. Tanaman mangga gedong gincu dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (dpl), memiliki curah hujan 750-2.250 mm per tahun, suhu harian 24-28 oC, kelembaban 50-60%, jenis tanah gembur yang mengandung pasir dan kedalaman air 50-150 cm. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul saat hujan. Suhu harian yang ideal untuk pembuahan antara 24 - 40 oC (Rukmana, 2007). Berdasarkan syarat tumbuh tersebut, maka selain cocok tumbuh di wilayah barat (Cirebon, Indramayu, Majalengka), mangga gedong gincu juga cocok tumbuh di wilayah timur (Bali, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku). Namun, dalam praktiknya, untuk wilayah kering perlu memperhatikan pengairannya. Karenanya, mangga gedong gincu banyak dibudidayakan di wilayah Barat (Cirebon, Indramayu, dan Majalengka).

Broto (2003) dan Satuhu (2000) mendeskripsikan bentuk mangga gedong gincu yaitu hampir bulat dengan ukuran 10 cm x 8 cm x 6 cm, lekuk pangkal buah sedikit, kulit buah tebal dan halus berlilin, kulit buah saat masak berwarna merah jingga pada bagian pangkal dan merah kekuningan pada bagian pucuk. Daging buah tebal, kenyal, berserat halus, berwarna merah oranye, banyak mengandung air dan beraroma khas harum menyengat. Berat mangga gedong gincu rata-rata 100 - 400 g. Ukuran berat mangga gedong gincu diklasifikasikan menjadi empat yaitu besar, sedang, kecil dan sangat kecil. Mangga gedong gincu dikatakan besar

(37)

jika beratnya > 250 g, sedang jika beratnya 200 – 250 g, kecil jika beratnya 150 - 199 g dan sangat kecil jika beratnya 100 – 149 g (Satuhu, 2000).

Secara umum, Codex Stand 184-1993 dan SNI 3164-2009 telah mengatur ketentuan kriteria mutu minimum untuk semua kelas mutu dan pembagian kelas mutu mangga yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan SNI 3164-2009

Kelas mutu Kriteria

Semua kelas mutu

(Super, A, dan B)

Syarat minimum : utuh, padat, penampilan segar, layak konsumsi, bersih/bebas dari benda asing yang tampak, bebas dari memar, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembapan eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup, serta panjang tangkai buah tidak boleh lebih dari 1 cm.

Kelas Mutu Super Mangga berkualitas super yaitu bebas dari segala jenis cacat.

Kelas Mutu A Mangga berkualitas baik. Cacat yang

diperkenankan : sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 2cm2 (mangga < 250 g) dan 3 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Kelas Mutu B Mangga berkualitas baik. Cacat yang

diperkenankan : sedikit penyimpangan bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 4 cm2 (mangga < 250 g) dan 5 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Sumber: http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/9481. Diunduh 2 Februari 2012

(38)

Tabel 2. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan Codex Stand 184-1993

Kelas mutu Kriteria

Semua kelas mutu

(Ekstra, I, dan II)

Syarat minimum : utuh, padat, penampilan segar, layak konsumsi, bersih/bebas dari benda asing yang tampak, bebas dari memar, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembapan eksternal yang abnormal kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, bebas dari aroma dan rasa asing, memiliki kematangan yang cukup, serta panjang tangkai buah tidak boleh lebih dari 1 cm.

Kelas Mutu Ekstra Mangga berkualitas unggul yaitu bebas dari segala jenis cacat. Diperkenankan cacat sangat kecil, asalkan ini tidak mempengaruhi penampilan produk secara keseluruhan.

Kelas Mutu I Mangga berkualitas baik. Cacat yang

diperkenankan : cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 3cm2 (mangga 200-350 g) dan 4 cm2 (mangga 300-550 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Kelas Mutu II Mangga yang tidak memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam kelas lebih tinggi, tetapi masih memenuhi persyaratan minimum untuk semua mangga. Cacat yang diperkenankan : cacat bentuk, cacat sedikit pada kulit akibat tergores atau terbakar matahari, noda akibat getah dan bekas lecet maks 5 cm2 (mangga < 250 g) dan 6 cm2 (mangga 250-350 g), serta cacat tidak boleh mempengaruhi daging buah.

Sumber : http://www.codexalimentarius.org/standards/list-of-standards/en/CSX 184e.pdf. Diunduh 2 Februari 2012.

(39)

Satuhu (2000), menjelaskan secara umum mutu mangga dibagi menjadi dua kelas yaitu mutu I dan mutu II seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat Umum Mutu Mangga

Karakteristik Mutu I Mutu II

Keseragaman varietas Seragam Seragam

Tingkat ketuaan Tua tidak matang Tua agak matang

Kekerasan Keras Cukup keras

Keseragaman ukuran Seragam Kurang seragam

Jumlah buah cacat (%) 0 0

Kadar kotoran Bebas Bebas

Jumlah buah busuk (%) 0 0

Panjang tangkai buah maks(cm) 1 1

Sumber : Satuhu (2000)

Selain yang telah ditetapkan, adakalanya syarat mutu masih ditambah lagi berdasarkan permintaan pasar (pihak eksportir atau pasar swalayan). Mangga untuk ekspor mempunyai syarat mutu lebih banyak daripada untuk pasar domestik. Satuhu (2000) menerangkan beberapa syarat umum mutu mangga untuk ekspor yaitu : permukaan kulit mulus (tidak berbintik, tidak berlubang, tidak ada warna hitam pada pangkal buah, tidak ada noda “scab”, bebas dari luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan bentuk normal (Gambar 1). Kriteria buah untuk ekspor masih dikatakan mulus adalah noda hitam pada permukaan kulit adalah noda getah yang kering (maksimum 5 % dari total permukaan kulit buah atau 2 cm2) dan luas noda “scab” pada permukaan kulit adalah maksimal 5 %. Kader (1992) juga menerangkan beberapa syarat mutu tambahan untuk ekspor yaitu matang fisiologis, kolorasi kuning 30 - 50%, tingkat kematangan merata dan berat serta ukuran seragam berdasarkan varietasnya. Satuhu (2000) juga menjelaskan syarat mutu mangga untuk pasar domestik (pasar swalayan) yaitu : permukaan kulit buah tidak mesti 100 % mulus, tidak luka (luka mekanis atau mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit pascapanen, serta bentuk normal. Khusus mangga gedong gincu, tambahan syarat mutu ekspor adalah sudah muncul warna kemerahan pada buah, ukuran di atas 200 g, dan kulit buah bersih dari bekas gigitan lalat buah atau serangga lain.

(40)

a.Mangga gedong gincu memenuhi kualitas ekspor karena bentuknya normal, mulus dan tidak ada noda.

b. Mangga gedong gincu yang tidak memenuhi kualitas ekspor karena bentuknya yang tidak normal (Satuhu, 2000).

Gambar 1. Mangga gedong gincu untuk ekspor

2.2. Pascapanen Mangga Gedong Gincu

Sesaat setelah dipanen, buah mangga gedong gincu masih melakukan

kegiatan metaboliknya (respirasi dan transpirasi) yang berpengaruh terhadap mutu buah. Karena itu, diperlukan penanganan pascapanen untuk

mempertahankan mutu buah mangga gedong gincu yang dilakukan mulai dari tingkat petani, pengumpul, pedagang, sampai sesaat sebelum ke tangan konsumen akhir. Menurut Setyadjid dan Syaifullah (1992), kerusakan pascapanen buah mangga dapat mencapai 30% yang disebabkan oleh perlakuan pascapanen yang tidak tepat dan adanya serangan hama penyakit.

Kerusakan dan penurunan mutu adalah masalah pascapanen utama pada rantai ekspor buah segar. Dalam konsep Standard Operational Procedure (SOP) penanganan pascapanen mangga gedong untuk tujuan ekspor yang disusun oleh Dewandari et al (2009), dijelaskan bahwa diagram alir proses penanganan pascapanen mangga gedong untuk ekspor seperti pada Gambar 2.

(41)

Panen

Sortasi dan pencucian

Grading

Pelilinan

Labelling dan pengemasan

Penyimpanan

Pengangkutan

Tidal layak jual

Mutu II dan III/ Grade B dan C

Mutu I /Grade A

Adaptasi

Gambar 2. Diagram alir penanganan pascapanen mangga gedong untuk ekspor (Dewandari et al, 2009)

Hampir serupa dengan konsep SOP mangga gedong untuk ekspor yang disusun oleh Dewandari et al (2009), dalam SOP mangga gedong gincu Kabupaten Cirebon yang dikeluarkan oleh Deptan tahun 2005, dijelaskan bahwa pascapanen mangga gedong gincu meliputi : pemanenan, pengumpulan di gudang, sortasi, pengkelasan mutu (grading), pelabelan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian (Gambar 3).

(42)

Panen Pengumpulan di gudang Sortasi Pengemasan Penyimpanan Pendistribusian

Tidal layak jual

Pelabelan

Grading

Mutu I dan II /Grade A dan B

Mutu III/Grade C

Gambar 3. Diagram alir penanganan pascapanen mangga gedong gincu (diolah dari Deptan, 2005)

Secara tradisional, mangga dipanen berdasarkan penilaian oleh petani dengan mengamati penampilan buah. Selain dapat dilihat dari parameter fisik, fisiologis, dan kimia, tingkat kematangan juga dapat dilihat dari umur buah yaitu dihitung dari mulai berbunga, mekar penuh dan menjadi buah. Umumnya, mangga dipanen saat umur 12-16 minggu setelah bunga mekar (Yahia, 1998). Untuk mangga gedong gincu, Satuhu (2000) menjelaskan bahwa umur panennya adalah 90 - 125 hari setelah bunga mekar (hsbm). Mangga dipanen dengan bantuan alat

(43)

panen, misalnya tiang yang dilengkapi gunting atau pisau dan keranjang. Waktu panen adalah pagi hari saat suhu tidak tinggi karena dapat mengurangi panas lapang pada buah sehingga dapat mengurangi aktifitas metabolik buah setelah panen. Buah dipetik dengan menyisakan tangkai sekitar 1-2 cm untuk mencegah semburan getah dari tangkai buah mengenai kulit buah yang akan mempengaruhi warna kulit dan menimbulkan peluang terjadinya pembusukan. Kerugian akibat getah pada buah mangga dapat dikurangi dengan menggunakan beberapa metode yaitu : menyisakan tangkai sekitar 1-2 cm, meletakkan buah pada rak panen/hamparan dengan posisi tangkai menghadap ke bawah untuk menghentikan aliran getah, pencelupan dan penyemprotan dengan deterjen, membersihkan getah dari kulit mengunakan larutan 0,5-5% CaCO3, dan mencuci buah di aluminium

sulfat 1%. Dari semua metode tersebut, metode yang direkomendasikan Holmes & Ledger (1992) adalah meletakkan buah segera setelah panen ke dalam rak panen dengan posisi tagkai menghadap ke bawah, karena merupakan metode paling efektif mengurangi kerusakan akibat getah yaitu sekitar 16%.

Sortasi dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh pasar. Setelah sortasi, mangga dicuci dengan air untuk membersihkan kotoran dan sisa getah yang menempel pada permukaan kulit buah. Kemudian, dilakukan proses grading untuk memisahkan buah berdasarkan standar mutu yang ditetapkan (warna, bentuk, berat, keberadaan bahan asing/kotoran).

Pelilinan dilakukan untuk menekan respirasi dan transpirasi pada buah sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Buah kemudian dikemas untuk melindungi buah dari luka, memudahkan penyimpanan, pengelolaan dan pengangkutan, mencegah kehilangan air, serta memberikan nilai estetika pada konsumen. Kemasan transportasi untuk mangga, umumnya terbuat dari keranjang bambu, keranjang plastik, peti kayu atau kotak karton. Kemasan untuk konsumen biasanya dilakukan di tingkat pedagang eceran yaitu berupa jala busa dan kertas tipis.

Secara umum, tahapan proses penanganan mangga gedong gincu meliputi : pemanenan, sortasi dan grading, pengemasan, serta pengangkutan. Penelitian Dewandari et al (2009) menjelaskan bahwa untuk tujuan pengiriman jarak jauh

(44)

terutama ekspor, tahapan proses dalam penanganan mangga gedong gincu meliputi :

1. Pemanenan

Buah mangga dipanen dengan tingkat ketuaan 80-85% yaitu berumur 100 - 120 (hari setelah bunga mekar (hsbm) yaitu saat warna buah hijau dengan

pangkal berwarna kemerahan. Waktu petik yang disarankan adalah pada pukul 07.00 - 08.00 WIB. Perlakuan saat panen juga perlu diperhatikan antara lain : buah tidak dilempar, buah yng telah dipetik tidak langsung terkena sinar matahari, dan buah dipanen dengan menyisakan tangkai 1- 2 cm.

2. Sortasi dan grading

Sortasi dan grading mangga gedong gincu dilakukan manual dengan cara memisahkan dan mengelompokan buah berdasarkan ukuran, tidak cacat, utuh, tidak duduk (bentuk buah datar di ujung), tidak bernoda hitam, tidak berlubang dan tidak tergores.

3. Pelilinan

Pelilinan (waxing) merupakan salah satu alternatif untuk : (a) memperpanjang masa simpan buah. karena dapat menekan laju respirasi buah sehingga dapat menunda proses pematangan, (b) memperbaiki penampilan buah, dan (c) mencegah kerusakan buah akibat serangan antracnose. Pelilinan buah dilakukan dengan cara pencelupan atau penyemprotan menggunakan emulsi lilin selama 10 - 30 detik. Kemudian dilakukan penirisan dan diangin-anginkan. Dari hasil penelitian Dewandari et al (2009), pelilinan 6% yang diikuti dengan penggunaan benomyl 1000 ppm dan 0,125% glossy agent, dapat mempertahankan kesegaran buah hingga mencapai minggu ke-4 dibandingkan dengan buah tanpa pelilinan Meskipun pelilinan merupakan salah satu perlakuan yang direkomendasikan, pelilinan jarang dilakukan di tingkat kelompok tani.

4. Pengemasan

Pengemasan dilakukan untuk melindungi mangga dari kerusakan yang terjadi selama distribusi. Untuk pemasaran ekspor, mangga diberi pelapis net foam. untuk mencegah kerusakan fisik akibat benturan selama dalam transportasi.

(45)

Kemudian mangga dimasukkan dalam kemasan karton ukuran 40x30x10 cm dan berkapasitas 2 kg per karton.

5. Adaptasi suhu

Adaptasi suhu dilakukan pada cold room (suhu 15 °C selama 24 jam) untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat penyimpanan dingin (chilling injury). Setelah itu buah dipindahkan ke ruang berpendingin dengan suhu 10 °C untuk penyimpanan

6. Penyimpanan

Penyimpanan buah mangga dilakukan dalam suhu dingin untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen dalam jangka waktu lebih lama. Penyimpanan buah mangga juga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan penyimpanan Control/Modified Atmosphere (CA/MA) dan suhu dingin.

7. Pengangkutan

Sivakumar et al (2010) merangkum informasi yang tersedia dan hasil berbagai penelitian untuk mempertahankan kualitas buah mangga secara keseluruhan dan untuk mengurangi kerugian pascapanen di sepanjang rantai pasok dengan mengadopsi teknologi pascapanen yang cocok, diantaranya adalah : 1. Pengendalian penyakit pascapanen melalui : penggunaan fungisida, Hot Water

Treatment (HWT), penggunaan mikroba, pengaturan lingkungan ruang penyimpanan (CA/MA), pengembangan perangkat deteksi dini terhadap adanya penyakit pascapanen.

2. Pengendalian serangan lalat buah melalui : HWT dan Vapour Heat Treatment (VHT).

3. Pengaturan suhu pematangan.

4. Perlakuan untuk memperpanjang umur simpan, mencegah rusaknya penampilan, mencegah terjadinya chilling injury, dan mempertahankan aroma buah.

5. Penerapan manajemen mutu di sepanjang rantai pasok mangga.

Diantara teknologi pascapanen tersebut, Sivakumar et al (2010) menjelaskan bahwa praktik teknologi pascapanen di masa mendatang akan lebih

(46)

berfokus pada pengendalian penyakit dan mempertahankan mutu yang melibatkan penggunaan fungisida, perlakuan panas (HWT atau VHT), dan manajemen suhu dalam penyimpanan dingin. Manajemen suhu selama penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi mutu buah segar.

2.2.1. Penyimpanan dingin

Penyimpanan adalah salah satu cara memperpanjang umur simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan nilai komoditas yang disimpan. Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung dengan aktifitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air, dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara pengendalian suhu, kelembaban, sirkulasi udara atau komposisi atmosfirnya (Broto, 2003).

Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif. Penyimpanan di bawah suhu 15 °C dan di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin. Menurut Broto (2003), prinsip penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup. Panas yang diperlukan untuk. mengubah refrigerant menjadi uap diambil dari ruangan tempat penyimpanan hasil hortikultura. Secara umum, tujuan penyimpanan dingin adalah untuk membatasi kerusakan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan abnormal atau perubahan lain yang tidak diinginkan dan mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen (Broto, 2003). Penurunan suhu dalam penyimpanan dingin akan mengurangi kelayuan, menurunkan laju respirasi, menghambat perubahan tekstur dan kehilangan vitamin C, mengurangi

(47)

laju pertumbuhan mikrobiologis, serta mencegah perkecambahan spora dari beberapa jamur pada bahan yang disimpan.

Beberapa perubahan fisikokimia selama penyimpanan buah adalah : 1. Susut bobot dan kadar air

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah. Semakin tinggi susut bobot, maka buah tersebut semakin berkurang tingkat kesegarannya. Peningkatan susut bobot lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena respirasi lebih cepat terjadi. Kader (1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama

penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Kehilangan air bukan hanya menyebabkan susut bobot, tetapi juga menyebabkan penampilan buah menjadi kurang menarik, tekstur buruk, dan menurunkan mutu.

2. Kekerasan

Kekerasan buah semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Penurunan kekerasan selama penyimpanan terjadi karena perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menerangkan bahwa saat buah mulai masak dan menjadi masak, ketegaran buah berkurang karena pektin yang tidak larut (protopektin) telah dirombak menjadi pektin yang larut.

3. Total Padatan Terlarut

Kandungan total padatan terlarut pada mangga adalah gula dan vitamin larut air seperti vitamin B dan C. Pengukuran total padatan terlarut dinyatakan dalam derajat brix sukrosa. Sukrosa memberikan rasa manis pada mangga sehingga semakin tinggi nilai total padatan terlarut, buah semakin manis. Pantastico (1993), menjelaskan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula yang lebih sederhana dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin cepat sampai batas tertentu dimana aktifitas enzim hidrolase akan terhambat.

(48)

4. Total asam

Total asam mangga gedong gincu semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan penurunan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Kays (1991) menjelaskan bahwa kandungan asam pada buah akan mengalami penurunan setelah dipanen. Hal serupa dijelaskan juga oleh Pantastico et al (1997) bahwa kandungan asam pada buah akan mencapai nilai maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan dan akan menurun selama penyimpanan. Penurunan kandungan asam pada buah terjadi karena digunakan sebagai substrat pada respirasi. Penjelasan tersebut didukung juga oleh Eskin (1980) bahwa penurunan konsentrasi asam organik dalam buah disebabkan oleh penggunaan asam organik dalam siklus krebs respirasi.

5. Warna

Pantastico (1993), menjelaskan bahwa suhu sangat mempengaruhi terjadinya degradasi klorofil dan pembentukan pigmen pada buah dan sayuran sehingga mempengaruhi perubahan warna buah selama penyimpanan.

Kondisi lingkungan optimal untuk penyimpanan mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan tanpa banyak kehilangan citarasa, tekstur, dan kadar air. Lama penyimpanan pada suhu rendah untuk mangga tergantung varietasnya. Umur simpan mangga pada umumnya terbatas untuk 14 - 21 hari pada suhu 10 -15 °C (Yahia, 1998), 14 - 21 pada suhu 13 °C (USDA, 1968), dan 22 hari pada suhu 15 – 20 °C (Satuhu 2000). Umumnya, penyimpanan pada suhu 12 °C dengan RH 85 – 90% merupakan kondisi optimum untuk mangga (Kader, 1992). Menurut Pantastico et al (1997), suhu yang aman untuk penyimpanan dingin buah mangga adalah 10 - 13°C. Bila disimpan di bawah batas aman tersebut, maka buah akan mengalami chilling injury yang ditandai dengan rasa buah menjadi tidak manis, warna kulit menjadi kusam, pematangan tidak merata, dan terdapat bercak-bercak. Menurut Sivakumar et al (2010), umumnya mangga disimpan dan dikirim pada suhu 8 – 13 0C dan RH 85 – 90% (tergantung varietas, lamanya penyimpanan dan pengiriman). Saat berada di rak jual, mangga sebaiknya disimpan pada suhu 8 – 14 0C.

Pada suhu ruang (26-28 oC), mangga gedong gincu untuk ekspor yaitu buah mangga yang dipetik dengan tingkat kematangan 80-85 % (100 - 120 hsbm),

Gambar

Tabel 7.  Perbedaan Mangga Gedong Gincu Dengan Gedong Biasa...  53  Tabel 8.  Perbandingan Mangga Gedong Gincu Dengan Mangga
Gambar 4.  Perubahan warna mangga gedong gincu selama
Gambar 22.  Hubungan antar kegiatan rantai pasok mangga
Tabel 1. Kelas Mutu Mangga Berdasarkan SNI 3164-2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilaksanakan di Makassar dengan metode sosiolegal research, penulis memperoleh data dengan melakukan beberapa wawancara dengan narasumber dari Lembaga

Berdasarkan hasil pembahasan, commodity image memiliki nilai mean yang rendah dibanding indikator lainnya, maka peningkatan corporate image dapat dilakukan

Story Telling: East Indonesian Journey Farmers Management Cycle. General Findings: Production – Sales

Tersedia mekanisme atau prosedur bukti bahwa perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan ditulis dan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah..

Menurut beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan adalah aturan main (rule of the game) yang berlaku dalam sebuah masyarakat/komunitas/organisasi

Kinerja Pemasaran (Y2)  diferensiasi produk bahwa variabel bebas diferensiasi produk benar-benar signifikan berpengaruh positif terhadap variabel terikat

Minat merupakan salah satu tanda kematangan dan kesiapan seseorang untuk giat dalam kegiatan.Minat erat sekali hubungannya dengan suka atau tidak suka, tertarik

Dan salah satu dukungan media elektronik dalam upaya untuk menghimbau masyarakat melalui ILM adalah dengan merancang dan menyiarkan ILM yang memiliki daya tarik yang