BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem
1. Pengertian Sistem secara Umum
Sistem adalah suatu sistem yang menyediakan informasi untuk
manajemen pengambilan keputusan/kebijakan dan menjalankan
operasional dari kombinasi orang-orang, teknologi informasi dan
prosedur-prosedur yang terorganisasi. Atau sistem informasi diartikan
sebagai kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang yang
menggunakan teknologi untuk mendukung operasi dan manajemen.
Sedangkan dalam arti luas, sistem informasi diartikan sebagai sistem
informasi yang sering digunakan menurut kepada interaksi antara orang,
proses, algoritmik, data dan teknologi.
Pengertian Sistem adalah kumpulan orang yang saling bekerja
sama dengan ketentuan-ketentuan aturan yang sistematis dan terstruktur
untuk membentuk satu kesatuan melaksanakan suatu fungsi untuk
mencapai tujuan. Sistem memiliki beberapa karakteristik atau sifat yang
terdiri dari komponen sistem, batasan sistem, lingkungan luar sistem,
penghubung sistem, masukan sistem, keluaran sistem, pengolahan sistem
dan sasaran sistem. Sedangkan pengertian informasi adalah data yang
diolah menjadi lebih berguna dan berarti bagi penerimanya dan untuk
mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan
mengenai suatu keadaan. Sedangkan menurut beberapa ahli sistem
mempunyai arti yang berbeda-beda.
Sistem informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat
teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata
jaringan komunikasi yang penting, proses atau transaksi tertentu dan rutin,
membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan
Sistem informasi adalah suatu kegiatan dari prosedur-prosedur
yang diorganisasikan, apabila dieksekusi akan menyediakan informasi
untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam. (Henry Lucas)
2. Fungsi Sistem Informasi
a. Untuk meningkatkan aksesbilitas data yang ada secara efektif dan
efisien kepada pengguna, tanpa dengan prantara sistem informasi.
b. Memperbaiki produktivitas aplikasi pengembangan dan pemeliharaan
sistem.
c. Menjamin tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan
sistem informasi secara kritis.
d. Mengidentifikasi kebutuhan mengenai keterampilan pendukung sistem
informasi.
e. Mengantisipasi dan memahami akan konsekuensi ekonomi.
f. Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi.
g. Mengembangkan proses perencanaan yang efektif.
3. Komponen Sistem Informasi
Komponen sistem informasi adalah sebagai berikut:
a. Komponen input adalah data yang masuk ke dalam sistem informasi
b. Komponen model adalah kombinasi prosedur, logika dan model
matematika yang memproses data yang tersimpan di basis data dengan
cara yang sudah di tentukan untuk menghasilkan keluaran yang
diinginkan.
c. Komponen output adalah hasil informasi yang berkualitas dan
dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen serta
semua pemakai sistem.
d. Komponen teknologi adalah alat dalam sistem informasi, teknologi
digunakan dalam menerima input, menjalankan model, menyimpan
dan mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan output dan
e. Komponen basis data adalah kumpulan data yang saling berhubungan
yang tersimpan di dalam komputer dengan menggunakan sistem
database.
f. Komponen kontrol adalah komponen yang mengendalikan gangguan
terhadap sistem informasi.
4. Ciri-ciri sistem informasi
a. Baru, adalah informasi yang didapat sama sekali baru dan segar bagi
penerima.
b. Tambahan, adalah informasi dapat diperbaharui atau memberikan
tambahan terhadap informasi yang sebelumnya telah ada.
c. Kolektif, adalah informasi yang dapat menjadi suatu koreksi dari
informasi yang salah sebelumnya.
d. Penegas, adalah informasi yang dapat mempertegas informasi yang
telah ada.
B. PROSEDUR
1. Pengertian Prosedur
Prosedur adalah suatu urutankegiatan kritikal, biasanya melibatkan
beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk
menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi
berulang-ulang.(Mulyadi 2008:14) ciri-ciri prosedur meliputi :
a. Prosedur harus didasarkan atas fakta-fakta yang cukup mengenai
situasitertentu, tidak didasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.
b. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki
fleksibilitas. Stabilitas adalah ketentuan arah tertentu dengan
perubahan yang dilakukan hanya apabila terjadi perubahan-perubahan
penting dalamfakta-fakta yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur.
Sedangkan fleksibilitas digunakan untuk mengatasi keadaan darurat
dan penyesuaian kepada suatu kondisi tertentu.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
prosedur adalah suatu urutan kegiatan yang telah menjadi pola tetap dalam
melaksanakan kegiatan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu
depertemen atau lebih yang didasarkan pada fakta-fakta dan tidak
ketinggalan zaman. (Moekijat 2007:14)
2. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut beberapa ahli selalu berbeda, maskipun
begitu, pendapat tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama
tentang pajak.Adapun defenisi pajak yang dikemukakan para ahli di
bidang perpajakan antaralain :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk
pengeluaran umum. (Soemitro 2009:1)
Pajak adalah iuranwajib berupa uang atau barang, yang dipungut
oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya
produksi barang-barang jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum. (Soemahamidjaya 2008:24)
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
beberapa unsur pokok yaitu :
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang pajak serta aturan
pelaksanaan yang berlaku.
b. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
c. Pajak dapat pula mempunyai tujuan dan fungsi sebagai budgetair dan
regulerend (mengatur).
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat
kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek
atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besar pajak. (Erly Suandy, 2002 :
Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang
sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah. Dalam Anggaran
Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD), penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagi
hasil pajak. (Suharno, 2003 : 32)
Jadi kesimpulan dari pengertian diatas bahwa pajak adalah
penerimaan negara dari masyarakat atas kebendaan, objek, bumi,
tanah atau bangunan yang sebagian hasilnya diserahkan kepada
masing-masing daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah
tersebut.
4. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan Serta Peraturan Keputusan yang
Mengatur Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar hukum PBB adalah pasal 33 ayat (3) undang-undang dasar
1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Sedang dasar pemungutannya adalah pasal 23 ayat (2) yang
berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Dalam pelaksanaan Pemungutannya adalah undang-undang No.12
tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.12
Tahun 1994.
Peraturan dan Keputusan yang mengatur pemungutan PBB adalah:
a) Peraturan pemerintah No.46 tahun 1985 tentang presentase nilai jual
kena pajak pada pajak bumi dan bangunan.
b) Perturan pemerintah No. 47 tahun 1985 tentang pembagian hasil PBB
antara pemerintah pusat dan daerah. Keputusan Menteri Keuangan
No.83/KMK.04/1994.
c) Keputusan Direktur Jendral Pajak No.KEP-04/PJ.6/1998 tentang
petunjuk pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek
pajak dan subjek pajak bumi dan bangunan dalam rangka
pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Sistem Manajemen
5. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Besar Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) dan ayat (5) UU PDRD,
maka besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
a) Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan nilai jual objek pajak
tidak kena pajak sebanyak satu kali dalam satu tahun pajak.
b) Apabila wajib pajak mempunyai objek pajak, maka yang mendapat
pengurangan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP)
hanya satu objek pajak saja yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan objek pajak lainnya.
6. Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar perhitungan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual
Kena Pajak atau NJKP (Pasal 6 Ayat 3 UU PBB), menurut peraturan
pemerintah No.25 tahun 2002 besarnya NJKP untuk perhitungan pajak
bumi dan bangunan sebagai berikut:
a. Objek pajak perkebunan adalah 40%
b. Objek pajak kehutanan adalah 40%
c. Objek pajak pertambangan adalah 40%
d. Objek pajak lainnya (Pedesaan dan Perkotaan)
1.Apabila NJOP-nya > Rp. 1000.000.000,- adalah 20%
2. Apabila NJOP-nya < Rp. 1000.000.000,- adalah 10%
7. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Nomor 15
Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan yaitu Objek Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah sebagai berikut:
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek hotel, pabrik dan
emplasemennya dan lain-lain yang merupakan sutu kesatuan dengan
komplek bangunan tersebut.
b. Jalan Tol
c. Kolam Renang
d. Pagar mewah
e. Tempat Olahraga
f. Galangan Kapal, Dermaga
g. Taman Mewah
h. Temapat penampungan/ kalang minyak, air, gas dan pipa minyak.
i. Fasilitas yang memberikan manfaat.
Sedangkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang tidak kena Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah objek pajak yang:
a. digunakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan
Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak;
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
Disisi lain selain penentuan obyek pajak kena pajak dan tidak kena
pajak ada pula peraturan Bupati Purbalingga mengenai Klasifikasi dan
Penetapan NJOP (pasal 2), yang dimaksud dengan Klasifikasi bumi dan
bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai
jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk mememudahkan
penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah perlu diperhatikan faktor-faktor
berikut:
a. Letak tanah/bangunan
b. Peruntukan tanah/bangunan
c. Pemanfaatan
d. Kondisi lingkungan
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperlukan faktor sebagai
berikut:
1) Bahan yang digunakan
2) Rekayasa
3) Letak
4) Kondisi lingkungan
8. Subjek Pajak
Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan ataubangunan (Ps 3
Ayat 1 PBB). Mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan, adalah
mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan menurut ketentuan
undang-undang yang berlaku tentang pokok agraria (UU No.5 tahun 1960). Tetapi
mungkin juga orang atau badan mempunyai hak atas tanah/bangunan
berdasarkan suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum. UU PBB
jangkauannya lebih luas, karena juga meliputi orang atau badan yang
menguasai tanah atau bangunan bahkan juga orang atau badan yang
memperoleh manfaat dari tanah dan/atau bangunan, tanpa memiliki atau
Subjek pajak bumi dan bangunan belum tentu merupakan wajib
pajak PBB. Subjek pajak (orang + badan) baru merupakan wajib pajak
PBB kalau memenuhi syarat-syarat obyektif, yaitu mempunyai obyek
yang dikenakan pajak,hal ini berarti, mempunyai hak atas obyek yang
dikenakan pajak,memiliki, menguasai atau memperoleh manfaat dari
obyek kena pajak.
Orang atau badan yang mempunyai hak atas, memiliki,menguasai
atau memproleh manfaat dari obyek (tanah/atau bangunan) yang
dibebaskan dari PBB, seperti yang dicantumkan dalam pasal 3 ayat 1 UU
PBB, tidak dikenakan pajak sehingga bukan merupakan wajib pajak,
tetapi ia tetap merupakan subjek pajak.
Jika suatu obyek pajak, baik yang berupa tanah atau bangunan,
belum diketahui dengan pasti siapa yang harus membayar pajaknya,
umpama karena yang mempunyai hak atau pemiliknya tidak diketahui,
tetapi ada yang menguasai, dan pula ada pula orang lain yang memperoleh
manfaatnya dari obyek itu, maka Direktur Jendral pajak oleh
undang-undang diberi wewenang untuk menunjuk dan menetapkan subjek pajak,
sepeti yang dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1 UU PBB sebagai wajib
pajak (Pasal 4 Ayat 3).
9. Pengertian Pemungutan
Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang
terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan menambah besarnya
jumlah pembayaran atas perolehan barang namun demikian ada juga
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar.
Pemungutan yang dilakukan pihak pembayaran akan dijabarkan
sebagai berikut:
a. Memungut (menambah) jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
diterima atau dasar pengenaan pajak.