90
BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN
DAN REGULASI
91
i. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya
Tujuan peningkatan kelembagaan daerah terkait langsung dengan pembangunan prasarana PU
bidang Cipta Karya, yaitu agar investasi pembangunan dapat dilaksanakan secara optimal oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota serta terjamin keterlanjutannya.
Dalam hal kegiatan pembangunan prasarana kota, wilayah kegiatan pembangunan lebih dari satu
wilayah kabupaten/kota, maka aspek kelembagaan perlu dibahas di tingkat propinsi dan tingkat
nasional melalui pembahasan tersebut diharapkan dapat diwujudkan fungsi koordinasi dan
kerjasama antar pemerintah daerah.
Aspek kelembagaan dibahas pada masing-masing sektor pembangunan dengan memperhatikan
fungsi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan antar sektor pembangunan prasarana kota, sesuai
dengan kedudukan dan tugas masing-masing unit organisasi/instansi. Kelembagaan di
Kabupaten/Kota perlu dioptimalisasi dan dikoordinasikan serta disinkrosnisasi uraian jabaran
dari fungsi-fungsi sesuai dengan kedudukan dan tugas masing¬masing unit organisasi/instansi
dan perangkatnya, guna tercapai tujuan peningkatan kelembagaan yang mendukung kegiatan
pembangunan prasarana kota termasuk didalamnya Bappeda, Dinas-dinas, PDAM dll.
a. Kelayakan Kelembagaan Untuk Investasi Pembangunan Daerah
1) Batasan
Kelayakan, adalah hasil telahan (asessment) tentang kapasitas suatu subyek yang
mengemban tugas-tugas tertentu bagi tercapainya tujuan¬tujuan yang ditetapkan.
Kelembagaan, merupakan suatu subyek dan sekaligus juga menunjuk kepada bentuk,
sifat-sifat dan atau fungsi-fungsinya (build in) yang terkait (involve), berkepentingan (concern)
dan bertanggung-jawab (responsible) untuk tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Investasi, adalah salah satu masukan dalam proses pembangunan untuk mampu
melahirkan/menciptakan tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Pembangunan Daerah, dimaksudkan sebagai proses, obyek, dan sekaligus juga subyek untuk
memenuhi tuntutan “stakeholder”-nya, bagi terciptanya masyarakat yang adil, tentram, dan sejahtera di Daerah.
2) Perlunya Kelayakan
Kelayakan yang tinggi bagi suatu institusi yang terkait dan bertanggungjawab atas
terselenggaranya visi dan misi-nya, sangat penting artinya bagi tercapai tujuan yang dikehendaki
dengan efektif dan efisien. Makin layak ia makin tinggi tingkat efisiensi yang dihasilkan dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya, demikian juga sebaliknya.
John L. Taylor, Ph.D., dalam “Indonesia Urban Infrastructure Development: A Practical Guide
92
pemerintahan desentralisasi di Indonesia, perubahan-perubahan berikut sedang berlangsung,
yakni:
Ada gerakan bagi pelaksanaan “Good Urban Governance”, termasuk didalamnya
transparansi, partisipasi, akuntabilitas, tanggap, demokrasi, negara hukum, dan
aspek-aspek lainnya dari masyarakat madani;
Sistem yang dikembangan meliputi keterlibatan kelompok “stakeholder” atau mitra
dalam pembangunan yang lebih luas, termasuk masyarakat lokal, pemerintah daerah,
wira-swasta, LSM dan lain-lainnya;
Adanya perubahan atas sistem keseimbangan kemitraan (balanced partnership system),
melibatkan konsultasi dan arus dua arah dalam paradigma yang sedang tumbuh, yang
mencakup unsur eksekutif dan unsur legislatif Pemerintah Daerah, wiraswasta,
masyarakat lokal, konsultan dan LSM dan forum kota, sebagaimana juga berlangsung di
tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
Perubahan-perubahan dimaksud tentu menuntut adanya kapasitas baru atau kapasitas tambahan
yang diperlukan, agar suatu institusi menjadi “layak” (mampu secara efektif dan efisien) melaksanakan tugas-tugasnya. Dan masih banyak alasan-alasan lainnya, seperti kemajuan
teknologi. Informasi dan komunikasi yang terus berkembang, menuntut perlunya selalu
kelayakan suatu kelembagaan ditingkatkan.
Pembahasan tentang kelembagaan, tidak cukup dengan memandang “lembaga” sebagai wadah,
dengan struktur organisasinya dll-nya, karena itu baru “raga” dari lembaga tersebut. Disamping
ada “raga”, lembaga mempunyai “spirit” atau dapat disebut juga sebagai “roh”. Roh itu berada
pada manusia-manusianya, yang menjadi anggota lembaga tersebut. Sehingga upaya
meningkatkan kelayakan suatu lembaga, tidak cukup dengan hanya menyempurnakan struktur
organisasinya dan hal-hal lainnya yang bersifat pisik saja, tetapi juga penting untuk
meningkatkan kapasitas/kemampuan (pengetahuan, ketrampilan dan moral-etika) orang-orang
yang bertugas dalam lembaga tersebut.
3) Kendala Pelaksanaan Otonomi
Pemerintah menyadari bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dalam realitasnya masih
mengalami kendala yang tidak kecil, yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Kendala regulasi. Regulasi untuk pelaksanaan otonomi masih menyisakan persoalan
yang berarti, dilihat dari kelengkapan, kejelasan dan kemantapannya, yang berakibat
penyelenggaraan otonomi daerah yang kini berjalan ditanggapi secara beragam, dan
93
Kendala koordinasi. Proses koordinasi pelaksanaan otonomi daerah antara Instansi
Pemerintah Pusat (khususnya yang terkait dengan penyusunan peraturan dan pedoman
baru) belum berjalan dengan baik, sehingga berakibat kurang konsistennya peraturan
yang dikeluarkan;
Kendala persepsi. Proses keterbukaan yang berkembang telah berdampak pada
munculnya kecenderungan keragaman persepsi dalam menyikapi otonomi luas, sehingga
menimbulkan friksi pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan distribusi
kewenangan;
Kendala waktu. Euphoria otonomi daerah yang begitu menggebu-gebu di era reformasi
ini menuntut kecepatan dan ketanggapan yang tinggi untuk menyusun berbagai peraturan
dan kebijakan yang diperlukan. Sementara Pemerintah (Pusat dan Daerah) tidak punya
cukup waktu untuk melakukannya, walau sadar bahwa yang ada memang belum
lengkap;
Kendala keterbatasan sumberdaya. Rendahnya kualitas/kapasitas SDM jelas merupakan
faktor yang dominan dalam ketidakmampuan
memberdayakan kapasitasnya. Juga masih terbatasnya penyedia jasa/layanan (service
provider) untuk mendukung percepatan desentralisasi. Demikian juga ada keterbatasan
kemampuan keuangan untuk membiayai penyelenggaraan desentralisasi, yang ternyata
membutuhkan biaya yang tidak kecil.
ii. Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kota Bitung
Penanganan prasarana dan sarana bidang keciptakaryaan di Kota Bitung dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota
Bitung yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Bitung tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Bitung sesuai dengan kewenangan
desentralisasi di daerah.
Untuk mendukung dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, semua tugas tersebut telah
terbagi habis dalam bidang dan seksi serta unit pelaksana teknis. Susunan organisasi Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Bitung
terdiri dari:
a. Kepala Dinas;
b. Bagian Tata Usaha:
Sub Bagian Umum dan kepegawaian;
94
c. Bidang Bina Program:
Seksi Perencanaan dan Penyusunan Program;
Seksi Pengendalian dan Evaluasi.
d. Bidang Cipta Karya:
Seksi Bangunan dan Gedung;
Seksi Perumahan dan Permukiman.
e. Bidang Tata Ruang:
Seksi Pengelolaan Tata Ruang;
Seksi Pengendalian Tata Ruang.
f. Bidang Kebersihan dan Pertamanan:
Seksi Kebersihan dan Persampahan;
Seksi Pertamanan dan Pemadam Kebakaran.
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas:
UPTD Wilayah I Manado – Bitung - Minut;
iii. Analisis Sumber Daya Manusia Bidang Cipta Karya
Masalah yang dihadapi dalam kelompok-kelompok lembaga antara lain:
Belum optimalisasi pelaksanaan fungsi organisasi dari lembaga penyelenggara RPIJM
yang meliputi tugas dan wewenang dan tanggung jawab instansi. Selain itu
masih-masing instansi yang terlibat dalam penyelenggaraan RPIJM di Kota, yaitu BAPPEDA,
Dinas PU, Dinas Kebersihan, PDAM dan BPLH minim dalam melakukan koordinasi;
Ketatalaksanaan penyelenggaraan RPIJM di instansi pemerintah Kota Bitung masih
belum efektif dan kurang jelas;
Sumber daya manusia yang penyelenggara RPIJM kualitasnya sudah baik namun
kurangnya kuantitas dalam hal pembinaan dan pelatihan;
Sarana penunjang berupa prasarana kantor baik dari segi kualitas dan kuantitas dirasa
masih kurang dalam menunjang kegiatan.
6.2. Kerangka Regulasi
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada Undang-Undang yang
berlaku. Adapun amanat perundangan yang terkait dengan keciptakaryaan antara lain:
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
95
Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, maka
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi
diarahkan pada: (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam
penyediaan air minum dan sanitasi; (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum
dan sanitasi dasar bagi masyarakat; (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan
sanitasi yang kredibel dan profesional; dan (4) penyediaan sumber-sumber
pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
Percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dan dunia usaha; Pengembangan perumahan dan permukiman.
Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang; Terpenuhinya penyediaan air minum
untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur pedesaan mendukung pertanian;
Pemenuhan kebutuhan hunian didukung sistem pembiayaan jangka panjang;
Terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh.
Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel sehingga
terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang
dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama lima
(5) tahun terhitung sejak diberlakukannya UU ini.
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya
pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran
ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan
sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
pemrosesan akhir.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Peraturan ini mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,
pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,
kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem
96
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan
gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan
lingkungannya. Sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara
dilakukan dengan prinsip-prinsip penghematan energi (amanat green building).
Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia
merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Infrastruktur air minum, air limbah permukiman, persampahan, merupakan bagian
dari sistem jaringan prasarana yang mendukung sistem permukiman dan membentuk
struktur ruang kota.
Peraturan ini mengamanatkan penyediaan ruang terbuka hijau
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan Urusan Pemerintahan
yang wajib diselenggarakan seluruh Daerah dan bersifat Pelayanan Dasar untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Pemda telah diamanatkan untuk
memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar sehingga mendapat perlakuan khusus dalam penyusunan
kelembagaan, perencanaan dan penganggaran di pusat dan di daerah.
Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat, sekaligus mendukung indikator kinerja utama kementerian dan kinerjanya
akan dikontrol secara ketat oleh berbagai stakeholders.
Dalam pembangunan bidang infrastruktur permukiman, Pemerintah Pusat memiliki
kewenangan untuk mengembangkan sistem permukiman secara nasional, lintas
provinsi, atau untuk kepentingan strategis nasional. Pembagian kewenangan antara
97
Tabel 6.1 Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
Di samping Undang-Undang tersebut, Ditjen Cipta Karya dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya juga mengacu pada peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri PUPR. Adapun peraturan pelaksanaan bidang
Cipta Karya antara lain:
PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang
98
PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;
PP No. 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
PP No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air
PP No. 122 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum;
Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur, dengan perubahannya Perpres No. 13 Tahun 2010 dan Perpres
No. 56 Tahun 2011;
Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;
Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca;
Perpres No. 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi;
Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2015-2019;
Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat;
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur;
Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);
Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan;
Permen PU No. 45/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan
Gedung Negara;
Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
99
Permen PU No. 24/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan
Bangunan Gedung;
Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung;
Permen PU No. 18/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga;
Permen PU No. 13/PRT/M/2013 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;
Permen PU No. 1/PRT/M/2014 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang;
Permen PU No. 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;
Permen PU No. 25/PRT/M/2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan
Sistem Penyediaan Air Minum;
Permen PUPR No. 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau;
Permen PUPR No. 03/PRT/M/2015 Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Infrastruktur;
Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Permen PU No. 34/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan
Kualitas Air minum
Meskipun perangkat peraturan perundangan yang dimiliki Ditjen Cipta Karya sudah cukup
lengkap, namun ke depan fungsi pengaturan perlu terus diperkuat. Dalam rangka mendukung
100
RUU Sanitasi
RPP tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
RPP Rumah Negara
RPP Penyelenggaraan Rumah Susun
Raperpres tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Kawasan
Permukiman
Raperpres Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung
Raperpres Bangunan Gedung Negara
Raperpres tentang Badan Peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum
Rapermen PUPR tentang Pedoman Pemberian Izin Penyelenggaraan Sistem Penyediaan
Air Minum oleh Badan Usaha dan Masyarakat untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri
Rapermen PUPR tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pengembangan SPAM
Rapermen Pemberian Dukungan Pemerintah Daerah dalam Rangka Kerjasama BUMN/
BUMD dengan Badan Usaha
Rapermen PUPR tentang POS Pengelolaan SPAM
Rapermen PUPR tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM
Rapermen PUPR tentang Pemberlakuan Standar Kompetansi Kerja Nasional Indonesia
Rapermen PUPR tentang Penyelenggaraan SPAM
Rapermen PUPR Tentang Sistem Pengelolaan Air Limbah
Rapermen PUPR tentang Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman
Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perdesaan
Rapermen PUPR tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh
Rapermen Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
101
Rapermen PUPR tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman
Rapermen PUPR tentang Tim Ahli Perumahan dan Kawasan Permukiman
Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Negara
Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Permukiman Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat
Rapermen PUPR tentang Spesifikasi Teknis dan Biaya Peningkatan Kualitas
Permukiman Kumuh Perkotaan
SE Direktur Jenderal Cipta Karya tentang Model Peraturan Daerah tentang Pencegahan
dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kerangka regulasi ini diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan/atau mengatur perilaku
masyarakat, termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam mewujudkan permukiman layak
huni dan berkelanjutan. Kerangka regulasi ini disusun dengan mempertimbangkan regulasi yang
ada, untuk melengkapi kebutuhan regulasi yang belum diatur, maupun untuk perbaikan bilamana