• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI - DOCRPIJM 8cc6365d8b BAB VIBAB 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI - DOCRPIJM 8cc6365d8b BAB VIBAB 6"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

90

BAB 6 KERANGKA KELEMBAGAAN

DAN REGULASI

(2)

91

i. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Tujuan peningkatan kelembagaan daerah terkait langsung dengan pembangunan prasarana PU

bidang Cipta Karya, yaitu agar investasi pembangunan dapat dilaksanakan secara optimal oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota serta terjamin keterlanjutannya.

Dalam hal kegiatan pembangunan prasarana kota, wilayah kegiatan pembangunan lebih dari satu

wilayah kabupaten/kota, maka aspek kelembagaan perlu dibahas di tingkat propinsi dan tingkat

nasional melalui pembahasan tersebut diharapkan dapat diwujudkan fungsi koordinasi dan

kerjasama antar pemerintah daerah.

Aspek kelembagaan dibahas pada masing-masing sektor pembangunan dengan memperhatikan

fungsi koordinasi dan sinkronisasi kegiatan antar sektor pembangunan prasarana kota, sesuai

dengan kedudukan dan tugas masing-masing unit organisasi/instansi. Kelembagaan di

Kabupaten/Kota perlu dioptimalisasi dan dikoordinasikan serta disinkrosnisasi uraian jabaran

dari fungsi-fungsi sesuai dengan kedudukan dan tugas masing¬masing unit organisasi/instansi

dan perangkatnya, guna tercapai tujuan peningkatan kelembagaan yang mendukung kegiatan

pembangunan prasarana kota termasuk didalamnya Bappeda, Dinas-dinas, PDAM dll.

a. Kelayakan Kelembagaan Untuk Investasi Pembangunan Daerah

1) Batasan

 Kelayakan, adalah hasil telahan (asessment) tentang kapasitas suatu subyek yang

mengemban tugas-tugas tertentu bagi tercapainya tujuan¬tujuan yang ditetapkan.

 Kelembagaan, merupakan suatu subyek dan sekaligus juga menunjuk kepada bentuk,

sifat-sifat dan atau fungsi-fungsinya (build in) yang terkait (involve), berkepentingan (concern)

dan bertanggung-jawab (responsible) untuk tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan.

 Investasi, adalah salah satu masukan dalam proses pembangunan untuk mampu

melahirkan/menciptakan tujuan-tujuan yang ditetapkan.

 Pembangunan Daerah, dimaksudkan sebagai proses, obyek, dan sekaligus juga subyek untuk

memenuhi tuntutan “stakeholder”-nya, bagi terciptanya masyarakat yang adil, tentram, dan sejahtera di Daerah.

2) Perlunya Kelayakan

Kelayakan yang tinggi bagi suatu institusi yang terkait dan bertanggungjawab atas

terselenggaranya visi dan misi-nya, sangat penting artinya bagi tercapai tujuan yang dikehendaki

dengan efektif dan efisien. Makin layak ia makin tinggi tingkat efisiensi yang dihasilkan dalam

menyelesaikan tugas-tugasnya, demikian juga sebaliknya.

John L. Taylor, Ph.D., dalam “Indonesia Urban Infrastructure Development: A Practical Guide

(3)

92

pemerintahan desentralisasi di Indonesia, perubahan-perubahan berikut sedang berlangsung,

yakni:

 Ada gerakan bagi pelaksanaan “Good Urban Governance”, termasuk didalamnya

transparansi, partisipasi, akuntabilitas, tanggap, demokrasi, negara hukum, dan

aspek-aspek lainnya dari masyarakat madani;

 Sistem yang dikembangan meliputi keterlibatan kelompok “stakeholder” atau mitra

dalam pembangunan yang lebih luas, termasuk masyarakat lokal, pemerintah daerah,

wira-swasta, LSM dan lain-lainnya;

 Adanya perubahan atas sistem keseimbangan kemitraan (balanced partnership system),

melibatkan konsultasi dan arus dua arah dalam paradigma yang sedang tumbuh, yang

mencakup unsur eksekutif dan unsur legislatif Pemerintah Daerah, wiraswasta,

masyarakat lokal, konsultan dan LSM dan forum kota, sebagaimana juga berlangsung di

tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.

Perubahan-perubahan dimaksud tentu menuntut adanya kapasitas baru atau kapasitas tambahan

yang diperlukan, agar suatu institusi menjadi “layak” (mampu secara efektif dan efisien) melaksanakan tugas-tugasnya. Dan masih banyak alasan-alasan lainnya, seperti kemajuan

teknologi. Informasi dan komunikasi yang terus berkembang, menuntut perlunya selalu

kelayakan suatu kelembagaan ditingkatkan.

Pembahasan tentang kelembagaan, tidak cukup dengan memandang “lembaga” sebagai wadah,

dengan struktur organisasinya dll-nya, karena itu baru “raga” dari lembaga tersebut. Disamping

ada “raga”, lembaga mempunyai “spirit” atau dapat disebut juga sebagai “roh”. Roh itu berada

pada manusia-manusianya, yang menjadi anggota lembaga tersebut. Sehingga upaya

meningkatkan kelayakan suatu lembaga, tidak cukup dengan hanya menyempurnakan struktur

organisasinya dan hal-hal lainnya yang bersifat pisik saja, tetapi juga penting untuk

meningkatkan kapasitas/kemampuan (pengetahuan, ketrampilan dan moral-etika) orang-orang

yang bertugas dalam lembaga tersebut.

3) Kendala Pelaksanaan Otonomi

Pemerintah menyadari bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dalam realitasnya masih

mengalami kendala yang tidak kecil, yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

 Kendala regulasi. Regulasi untuk pelaksanaan otonomi masih menyisakan persoalan

yang berarti, dilihat dari kelengkapan, kejelasan dan kemantapannya, yang berakibat

penyelenggaraan otonomi daerah yang kini berjalan ditanggapi secara beragam, dan

(4)

93

 Kendala koordinasi. Proses koordinasi pelaksanaan otonomi daerah antara Instansi

Pemerintah Pusat (khususnya yang terkait dengan penyusunan peraturan dan pedoman

baru) belum berjalan dengan baik, sehingga berakibat kurang konsistennya peraturan

yang dikeluarkan;

 Kendala persepsi. Proses keterbukaan yang berkembang telah berdampak pada

munculnya kecenderungan keragaman persepsi dalam menyikapi otonomi luas, sehingga

menimbulkan friksi pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan distribusi

kewenangan;

 Kendala waktu. Euphoria otonomi daerah yang begitu menggebu-gebu di era reformasi

ini menuntut kecepatan dan ketanggapan yang tinggi untuk menyusun berbagai peraturan

dan kebijakan yang diperlukan. Sementara Pemerintah (Pusat dan Daerah) tidak punya

cukup waktu untuk melakukannya, walau sadar bahwa yang ada memang belum

lengkap;

 Kendala keterbatasan sumberdaya. Rendahnya kualitas/kapasitas SDM jelas merupakan

faktor yang dominan dalam ketidakmampuan

 memberdayakan kapasitasnya. Juga masih terbatasnya penyedia jasa/layanan (service

provider) untuk mendukung percepatan desentralisasi. Demikian juga ada keterbatasan

kemampuan keuangan untuk membiayai penyelenggaraan desentralisasi, yang ternyata

membutuhkan biaya yang tidak kecil.

ii. Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kota Bitung

Penanganan prasarana dan sarana bidang keciptakaryaan di Kota Bitung dilaksanakan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota

Bitung yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Bitung tentang Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Bitung sesuai dengan kewenangan

desentralisasi di daerah.

Untuk mendukung dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, semua tugas tersebut telah

terbagi habis dalam bidang dan seksi serta unit pelaksana teknis. Susunan organisasi Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Bitung

terdiri dari:

a. Kepala Dinas;

b. Bagian Tata Usaha:

 Sub Bagian Umum dan kepegawaian;

(5)

94

c. Bidang Bina Program:

 Seksi Perencanaan dan Penyusunan Program;

 Seksi Pengendalian dan Evaluasi.

d. Bidang Cipta Karya:

 Seksi Bangunan dan Gedung;

 Seksi Perumahan dan Permukiman.

e. Bidang Tata Ruang:

 Seksi Pengelolaan Tata Ruang;

 Seksi Pengendalian Tata Ruang.

f. Bidang Kebersihan dan Pertamanan:

 Seksi Kebersihan dan Persampahan;

 Seksi Pertamanan dan Pemadam Kebakaran.

g. Unit Pelaksana Teknis Dinas:

 UPTD Wilayah I Manado – Bitung - Minut;

iii. Analisis Sumber Daya Manusia Bidang Cipta Karya

Masalah yang dihadapi dalam kelompok-kelompok lembaga antara lain:

 Belum optimalisasi pelaksanaan fungsi organisasi dari lembaga penyelenggara RPIJM

yang meliputi tugas dan wewenang dan tanggung jawab instansi. Selain itu

masih-masing instansi yang terlibat dalam penyelenggaraan RPIJM di Kota, yaitu BAPPEDA,

Dinas PU, Dinas Kebersihan, PDAM dan BPLH minim dalam melakukan koordinasi;

 Ketatalaksanaan penyelenggaraan RPIJM di instansi pemerintah Kota Bitung masih

belum efektif dan kurang jelas;

 Sumber daya manusia yang penyelenggara RPIJM kualitasnya sudah baik namun

kurangnya kuantitas dalam hal pembinaan dan pelatihan;

 Sarana penunjang berupa prasarana kantor baik dari segi kualitas dan kuantitas dirasa

masih kurang dalam menunjang kegiatan.

6.2. Kerangka Regulasi

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya mengacu pada Undang-Undang yang

berlaku. Adapun amanat perundangan yang terkait dengan keciptakaryaan antara lain:

 Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(6)

95

 Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, maka

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi

diarahkan pada: (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam

penyediaan air minum dan sanitasi; (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum

dan sanitasi dasar bagi masyarakat; (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan

sanitasi yang kredibel dan profesional; dan (4) penyediaan sumber-sumber

pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

 Percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan dunia usaha; Pengembangan perumahan dan permukiman.

 Ketersediaan infrastruktur sesuai tata ruang; Terpenuhinya penyediaan air minum

untuk kebutuhan dasar pengembangan infrastruktur pedesaan mendukung pertanian;

Pemenuhan kebutuhan hunian didukung sistem pembiayaan jangka panjang;

Terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh.

 Terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel sehingga

terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

 Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

 Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang

dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama lima

(5) tahun terhitung sejak diberlakukannya UU ini.

 Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya

pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran

ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan

sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan

pemrosesan akhir.

 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

 Peraturan ini mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian,

kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem

(7)

96

 Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

 Bangunan gedung harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan

gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan

lingkungannya. Sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara

dilakukan dengan prinsip-prinsip penghematan energi (amanat green building).

 Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan.

 Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia

merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

 Infrastruktur air minum, air limbah permukiman, persampahan, merupakan bagian

dari sistem jaringan prasarana yang mendukung sistem permukiman dan membentuk

struktur ruang kota.

 Peraturan ini mengamanatkan penyediaan ruang terbuka hijau

 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

 Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan Urusan Pemerintahan

yang wajib diselenggarakan seluruh Daerah dan bersifat Pelayanan Dasar untuk

memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Pemda telah diamanatkan untuk

memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan

Pelayanan Dasar sehingga mendapat perlakuan khusus dalam penyusunan

kelembagaan, perencanaan dan penganggaran di pusat dan di daerah.

 Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan

dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada SPM yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat, sekaligus mendukung indikator kinerja utama kementerian dan kinerjanya

akan dikontrol secara ketat oleh berbagai stakeholders.

 Dalam pembangunan bidang infrastruktur permukiman, Pemerintah Pusat memiliki

kewenangan untuk mengembangkan sistem permukiman secara nasional, lintas

provinsi, atau untuk kepentingan strategis nasional. Pembagian kewenangan antara

(8)

97

Tabel 6.1 Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

Di samping Undang-Undang tersebut, Ditjen Cipta Karya dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya juga mengacu pada peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, maupun Peraturan Menteri PUPR. Adapun peraturan pelaksanaan bidang

Cipta Karya antara lain:

 PP No. 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG (Undang Undang

(9)

98

 PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

 PP No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga;

 PP No. 88 Tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan

Permukiman;

 PP No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air

 PP No. 122 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam

Penyediaan Infrastruktur, dengan perubahannya Perpres No. 13 Tahun 2010 dan Perpres

No. 56 Tahun 2011;

 Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

 Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas

Rumah Kaca;

 Perpres No. 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi;

 Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2015-2019;

 Perpres No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat;

 Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur;

 Permen PU No. 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);

 Permen PU No. 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan;

 Permen PU No. 45/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan

Gedung Negara;

 Permen PU No. 16/PRT/M/2008 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

(10)

99

 Permen PU No. 24/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan Perawatan

Bangunan Gedung;

 Permen PU No. 16/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala

Bangunan Gedung;

 Permen PU No. 18/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana

Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah

Tangga;

 Permen PU No. 13/PRT/M/2013 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

 Permen PU No. 1/PRT/M/2014 Tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan

Ruang;

 Permen PU No. 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan;

 Permen PU No. 25/PRT/M/2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan

Sistem Penyediaan Air Minum;

 Permen PUPR No. 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau;

 Permen PUPR No. 03/PRT/M/2015 Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus

Bidang Infrastruktur;

 Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

 Permen PU No. 34/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

 Permendagri No. 57 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Perkotaan;

 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan

Kualitas Air minum

Meskipun perangkat peraturan perundangan yang dimiliki Ditjen Cipta Karya sudah cukup

lengkap, namun ke depan fungsi pengaturan perlu terus diperkuat. Dalam rangka mendukung

(11)

100

 RUU Sanitasi

 RPP tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

 RPP Rumah Negara

 RPP Penyelenggaraan Rumah Susun

 Raperpres tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Kawasan

Permukiman

 Raperpres Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung

 Raperpres Bangunan Gedung Negara

 Raperpres tentang Badan Peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Pemberian Izin Penyelenggaraan Sistem Penyediaan

Air Minum oleh Badan Usaha dan Masyarakat untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pengembangan SPAM

 Rapermen Pemberian Dukungan Pemerintah Daerah dalam Rangka Kerjasama BUMN/

BUMD dengan Badan Usaha

 Rapermen PUPR tentang POS Pengelolaan SPAM

 Rapermen PUPR tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan SPAM

 Rapermen PUPR tentang Pemberlakuan Standar Kompetansi Kerja Nasional Indonesia

 Rapermen PUPR tentang Penyelenggaraan SPAM

 Rapermen PUPR Tentang Sistem Pengelolaan Air Limbah

 Rapermen PUPR tentang Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan dan

Kawasan Permukiman

 Rapermen PU tentang Pedoman Teknis Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perdesaan

 Rapermen PUPR tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan

Permukiman Kumuh

 Rapermen Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

(12)

101

 Rapermen PUPR tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman

 Rapermen PUPR tentang Tim Ahli Perumahan dan Kawasan Permukiman

 Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Negara

 Rapermen PUPR tentang Pembangunan Infrastruktur Permukiman Berbasis

Pemberdayaan Masyarakat

 Rapermen PUPR tentang Spesifikasi Teknis dan Biaya Peningkatan Kualitas

Permukiman Kumuh Perkotaan

 SE Direktur Jenderal Cipta Karya tentang Model Peraturan Daerah tentang Pencegahan

dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Kerangka regulasi ini diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan/atau mengatur perilaku

masyarakat, termasuk swasta dan penyelenggara negara dalam mewujudkan permukiman layak

huni dan berkelanjutan. Kerangka regulasi ini disusun dengan mempertimbangkan regulasi yang

ada, untuk melengkapi kebutuhan regulasi yang belum diatur, maupun untuk perbaikan bilamana

Gambar

Tabel 6.1 Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

Referensi

Dokumen terkait

Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bulungan KEPALA DINAS JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIAT SUB BAGIAN PROGRAM DAN KEUANGAN SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN

Kerangka Regulasi ini berisikan gambaran umum mengenai kerangka regulasi yang sudah ada dan regulasi yang diperlukan Daerah dalam pelaksanaan tugas, fungsi, serta

Untuk mewujudkan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di bidang keciptakaryaan perlu disiapkan sumber daya manusia (SDM) dari

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk

penyusunan rumusan kebijakan teknis penataan ruang, kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan wilayah dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang dan

KERANGKA KELEMBAGAAN DAN REGULASI KABUPATEN |VI - 5 Tabel 6.2 Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Uraian Serta Tata Kerja Perangkat daerah Bidang Cipta Karya dalam Struktur Organisasi Pemerintah Kota Payakumbuh.. Badan Perencanaan

Tahun 2016 tentang Susunan Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Dinas Daerah. Sesuai dengan Perwal tersebut Dinas Perumahan Dan Kawasan Permukiman Kota Magelang..