BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh
aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga
merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan
koreksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan
menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan
kecerdasan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun
sering kali kesehatan mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang
menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan
penglihatan atau kelainan refraksi (Depkes RI, 2009).
Kelainan refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca
terlalu dekat sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia) dan radiasi
cahaya yang berlebihan yang diterima mata, di antaranya adalah radiasi cahaya
komputer dan televisi. Pada gangguan yang disebabkan komputer, hal ini akan
menyebabkan terjadinya Computer Vision Syndrome (CVS). Situasi tersebut
menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan bekerja semua
(Gondhowiharjo, 2009).
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low
vision di dunia dan dapat menyebabkan kebutaan. Data dari VISION 2020, suatu
program kerjasama antara International Agency for the Prevention of Blindness
(IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta
terkoreksi. Dari 153 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah
anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara
(WHO, 2004).
Saat ini masih tampak kurangnya perhatian di beberapa daerah di Indonesia
mengenai masalah kelainan refraksi khususnya pada anak. Hal ini terbukti dengan
adanya program pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar yang lebih difokuskan
pada kesehatan gigi dan mulut, padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu
pemicu terjadinya penurunan ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca
tulisan di papan tulis dengan jarak yang terlalu jauh tanpa didukung oleh
pencahayaan kelas yang memadai, anak membaca buku dengan jarak yang terlalu
dekat, dan sarana prasarana sekolah yang tidak ergonomis saat proses belajar
mengajar (Wati, 2008).
Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah
akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan
berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30 % informasi
diserap dengan melihat dan mendengar (Direktorat PLB, 2004).
Kondisi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih,
senantiasa mempengaruhi perkembangan individu dalam semua aspek. Sejalan
dengan perkembangan teknologi, bentuk permainan semakin berkembang, variatif
dan beragam jenisnya. Permainan merupakan model dari suatu kehidupan nyata
dimana permasalahannya disajikan secara sederhana, fungsi dasar dari permainan
adalah meningkatkan intensitas pengalaman manusia dengan sifat yang relatif
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi
penerus bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak
saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak
dini, sistematis dan berkesinambungan (Widodo, 2003).
Pada masa sekolah anak memasuki masa belajar didalam dan diluar sekolah.
Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan (reinforcement) verbal,
keteladanan dan identitas. Anak-anak pada masa ini harus menjalani tugas-tugas
perkembangan salah satunya adalah belajar keterampilan untuk bermain. Dalam
perkembangan ini anak tetap memerlukan penambahan pengetahuan melalui
belajar (Gunarsa, 1991).
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik fisik,
emosi, mental, intelektual, kreativitas, dan sosial. Anak usia sekolah adalah usia
berkelompok atau sering disebut sebagai usia penyesuaian diri. Pada masa
perkembangan anak usia sekolah, permainan yang paling diminati adalah
permainan yang bersifat persaingan. Anak-anak masa sekolah mengembangkan
kemampuan melakukan permainan dengan peraturan (Desmita, 2008).
Pada tahun 1990 penggunaan internet dengan komputer pribadi di rumah
mulai meningkat dan hal ini makin meningkatkan pula jumlah pengguna
komputer di dunia. Setidaknya dari 15% pengguna internet dan komputer pribadi
di rumah meningkat menjadi 50% di tahun 2005 (Blehm dkk, 2005).
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi internet, game online juga
mengalami perkembangan yang pesat. Game online adalah game yang berbasis
elektronik dan visual . Game online dimasa sekarang begitu populer di berbagai
Dalam Rini (2011) disebutkan beberapa pengaruh buruk game pada anak,
yaitu terhadap kesehatan, kepribadian, pendidikan/prestasi, serta terhadap
keluarga dan masyarakat. Seorang anak yang memiliki kebiasaan bermain game,
beresiko mengalami stres, kerusakan mata, pola tidur yang terganggu dan maag.
Pada perkembangan kepribadiannya, anak bisa menjadi agresif hingga melakukan
tindakan kekerasan dalam hubungannya dengan keluarga atau masyarakat.
Sedangkan dalam pendidikannya, anak yang suka bermain game online memiliki
masalah konsentrasi saat menerima pelajaran.
Pada era globalisasi ini, berjuta-juta permainan telah dibuat dengan
teknologi yang semakin canggih. Semua orang dapat mengakses berbagai macam
permainan melalui jaringan internet yang sering disebut game online. Game
online tentunya dimainkan melalui media komputer. Dewasa ini, anak telah
dikenalkan dengan teknologi sejak dini, sehingga mereka cukup mendominasi
sebagai konsumen game online. Karena permainan merupakan dilakukan untuk
memperoleh kesenangan maka hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan. Hal tersebut
dapat berarti bahwa kebiasaan bermain game online mengharuskan anak
berlama-lama berkontak mata di depan layar komputer yang tentu akan berdampak pada
kesehatan matanya (Dewi, M. 2011).
Tyag Murti Sharma, seorang dokter spesialis mata, Rumah Sakit Medfort,
mengatakan bahwa anak-anak yang terus bermain video game selama berjam-jam
akan berisiko menyebabkan masalah mata seperti sakit kepala, penglihatan kabur,
susah melihat objek yang jauh, dan sering menyipitkan mata ketika melihat obyek
jauh dan ketidaknyamanan di mata. Biasanya dialami anak-anak usia 4 sampai 15
Berdasarkan National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata ditandai dengan mata merah,
berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang, pandangan kabur, penglihatan
rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Rangkaian keluhan yang di awali
dengan adanya keluhan kelelahan mata tersebut sering di sebut dengan Computer
Visuon Syndrome (CVS).
Dalam Faizah (2008), CVS dapat di akibatkan karena berkurangnya aliran
air mata ke mata atau disebabkan oleh terlalu besarnya refleksi maupun silau dari
monitor. Saat kita menatap komputer, maka kedipan mata berkurang sebesar 2/3
kali dibandingkan kondisi normal, yang mengakibatkan mata menjadi kering,
teriritasi, tegang, dan lelah. Pencahayaan komputer yang tidak tepat juga
mengakibatkan ketegangan dan kelelahan pada mata.
Survei yang dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) tahun
2004 membuktikan bahwa 61% masyarakat Amerika Serikat sangat serius dengan
permasalahan mata akibat bekerja dengan komputer dalam waktu yang lama.
AOA dan Federal Occupational Safety and Health Administration menyakini
bahwa Computer Vision Syndrome, dimasa datang akan menjadi permasalahan
yang mengkhwatirkan (Sheddy, 2004).
AOA mendefinisikan Computer Vision Syndrome (CVS) sebagai
sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh seseorang yang menggunakan
komputer dalam waktu yang cukup lama. Berat-ringannya keluhan yang
dilaporkan sebanding dengan banyaknya waktu yang digunakan di depan
harinya akan lebih mudah untuk menderita CVS (Affandi E, 2005; Bhanderi J,
2008).
Kelelahan mata akibat terlalu lama di depan komputer dan gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa
mengganggu kesehatan mata. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika
Serikat, pancaran radiasi gelombang elektromagnetik yang ditimbulkan oleh
monitor komputer dapat menyebabkan kerusakan pada retina. Pancaran radioaktif
ini akan terus aktif hingga meluruh habis selama 20 tahun. Kerusakan pada mata
tidak bersifat langsung, tetapi bersifat gradual (Subitha, 2013).
Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata
lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala
dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer
ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting
untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi
kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau
seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009).
Penerangan yang terlalu kuat juga dapat menyebabkan kesilauan. Untuk itu,
dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah terjadinya kelelahan
mata (Budiono, 2008), sedangkan pencahayaan yang terlalu buram hanya dan
membuat mata bekerja lebih keras untuk melihat. Hal ini akan membuat mata
menjadi cepat lelah (Subitha, 2013).
Pengguna komputer yang mengoperasikan komputer dengan pencahayaan
yang kurang, berisiko sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding
yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya
akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan
kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,
walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi dapat
menambah beban kerja mata dan mengganggu konsentrasi (Pheasant, 1991).
Berdasarkan Jurnal Kesehatan Masyarakat (2011) Penggunaan komputer
menunjukkan meningkatnya kejadian astenopia atau disebut juga dengan
Computer Vision Syndrome atau mata lelah merupakan gangguang fungsi
penglihatan dengan penyebab dan gejala-gejala yang sangat majemuk yang
melibatkan faktor fisik,fisiologis, psikologis, bahkan faktor sosial. Data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan angka kejadian berkisar 40 –
92%. Karena itu, penting diperhatikan posisi duduk, posisi mata terhadap monitor
komputer, penempatan bahan acuan, serta lamanya bekerja di depan komputer.
Oleh sebab itu orang tua wajib berperan aktif dalam menanggulangi CVS
yang terjadi pada anak. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
keluhan kelelahan mata pada anak yang gemar bermain game online. Batasi waktu
bermain game bagi anak. Waktu maksimum yang ideal adalah 1-2 jam perhari.
Sediakan kegiatan alternatif yang menarik dan penuh pengalaman bagi anak.
Orangtua sebaiknya menyediakan waktu lebih banyak untuk terlibat dalam
kegiatan atau aktivitas anak. Jika kecenderung adiksi tetap bertahan, segera
konsultasi dengan professional (Junita, 2012).
Dari hasil wawancara dengan seseorang penjaga warnet disalah satu warung
internet yang berlokasi di jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan, bahwa anak
game online. Bahkan anak sekolah tersebut masih menggunakan pakaian seragam
sekolah. Mereka yang bermain di warnet tersebut menghabiskan waktu selama 5
jam lebih di depan komputer tanpa mengistirahatkan mata sejenak. Dengan
fasilitas yang memadai membuat mereka tanpa hentinya bermain game online
sehingga mengakibatkan mata mereka yang lelah akibat berhadapan langsung di
depan komputer.
Berdasarkan berita dari Analisa tanggal 29 Mei 2012 dengan banyaknya
warung internet yang beroperasi di Medan membuat para pelajar khususnya
tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama banyak menghabiskan
waktu di warung internet. Tidak memandang umur dan jenis kelamin game online
membutakan penggemarnya menjadi kecanduan game online. Hal ini di
karenakan semakin majunya teknologi internet terhadap permainan game online.
Kemajuan teknologi game online membuat penggemarnya senantiasa mengikuti
perkembangan game online yang semakin pesat.
Oleh karena itu, semakin maraknya warung internet di kota Medan
memungkinkan kan pengunjung warnet khususnya anak yang masih sekolah lebih
rentan untuk mengunjungi warnet untuk bermain game online. Sehingga
memungkinkan anak untuk berlama-lama di depan monitor tanpa menghiraukan
dampak yang akan terjadi pada kesehatannya terutama kesehatan mata. Maka hal
ini membuat peneliti tertarik mengambil judul “Hubungan Perilaku Anak Remaja
Mengenai Permainan Game Online Dengan Keluhan Kelelahan Mata Di
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Hubungan perilaku anak remaja mengenai permainan game online
dengan keluhan kelelahan mata di Kelurahan Padang Bulan Medan tahun 2013”.
1.3. Tujuan
1.3.1.Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku anak remaja mengenai permaianan game
online dengan keluhan kelelahan mata di Kelurahan Padang Bulan Medan tahun
2013.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran karakteristik anak remaja terhadap permainan
game online di Kelurahan Padang Bulan Medan tahun 2013.
2. Mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata anak remaja di Kelurahan
Padang Bulan Medan tahun 2013.
3. Mengetahui gambaran gejala keluhan kelelahan mata yang sering
dirasakan oleh responden.
4. Mengetahui karakteristik anak remaja terhadap keluhan kelelahan mata
di Kelurahan Padang Bulan Medan tahun 2013.
5. Menganalisa hubungan antara perilaku anak remaja mengenai permainan
game online dengan keluhan kelelahan mata di Kelurahan Padang Bulan
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan informasi kepada pihak Dinas Kesehatan Medan
untuk lebih meningkatkan peninjauan terhadap kesehatan anak usia
sekolah khususnya kesehatan mata.
2. Sebagai bahan masukan bagi orang tua untuk melakukan pengawasan
terhadap anak dari dampak permainan game online terhadap keluhan
kelelahan mata di Kelurahan Padang Bulan Medan tahun 2013.
3. Bagi peneliti sebagai pengaplikasian ilmu yang telah didapat selama