Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 39
PENGARUH MASSA RAGI DAN LAMA FERMENTASI
TERHADAP PEMBENTUKAN ETANOL
DARI AMPAS KELAPA
H. M. Faizal*, Zuhandri, Ivan Andrio
*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email:faizal_ga@yahoo.co.id
Abstrak
Bioetanol merupakan merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi. Komponen utama pada limbah pertanian dan industri yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kelapa menghasilkan ampas kelapa yang dapat diolah menjadi bioetanol. Etanol dibuat dengan proses fermentasi dengan bantuan Saccharomyces Cereviciae. Penelitian ini bertujuan mempelajari pemanfaatan ampas kelapa untuk dibuat etanol dengan proses fermentasi dan mempelajari pengaruh waktu dan massa ragi yang berpengaruh terhadap volume dan kadar alkohol. Percobaan dilakukan dengan penyiapan ampas kelapa, selanjutnya ampas kelapa disterilkan dan didelignifikasi, dituangkan kedalam erlemeyer bersama ragi (5 gr, 7.5 gr, 10 gr, 12.5 gr, 15 gr), waktu operasi (4 hari, 5 hari dan 6 hari), pH 4, kemudian analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan bahwa percobaan pada massa ragi 15 gr dan waktu fermentasi hari ke enam memberikan volume alkohol 3,6 ml dan kadar alohol tertinggi yaitu 9,49%.
Kata kunci : ampas kelapa, lignoselulosa, kromatografi gas, kadar alkohol
Abstract
Substitution bioethanol as one of energy source has been selected as an alternative source for the fossil fuel substitution. The main component in those waste materials is lignocellulose that contained cellulose, hemicellulose and lignin. The cocos nucifera produces leftover coconut flesh which can made to be bioethanol. Ethanol obtained by fermentation with Saccharomyces Cereviciae. The goal of research were to study the exploration etanol from leftover coconut flesh by fermentation, the relation between reaction time and mass of yeast to produce alcohol. Researched start with preparation of leftover coconut flesh, sterilization and delignification leftover coconut flesh, mixed it with yeast (5 gr, 10 gr, 15 gr), time reaction was 4 days, 5 days and 6 days, pH 4, analyzed alcohol content use gas chromatografi. The highest volume alcohol 3,6 ml and alcohol content was 9,49% with optimum condition 15 gr yeast at sixth day.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 40 1. PENDAHULUAN
Indonesia yang semula adalah net-exporter dibidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat deficit BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia per barel mencapai USD 70. Dengan kata lain, pemerintah harus mengeluarkan Rp 170 miliar per hari (Erliza dkk, 2008 Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga BBM dalam negeri meningkat. Indonesia yang merupakan negara kapitalis pun akhirnya menyesuaikan harga BBM dengan mengurangi subsidi BBM. Hasilnya, sejak 1 Oktober 2005, harga BBM dalam negeri terus mengalami kenaikan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Artinya, jika terus dikonsumsi, tidak ditemukan cadangan minyak baru dan teknologi baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional untuk
mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar
berbasis nabati juga dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah lingkungan.
Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti kelapa, serbuk kayu, umbi-umbian, tebunira, sorgum, nira nipah, jagung, dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan. Saat ini, bahan-bahan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya ampas kelapa yang banyak
terdapat pada limbah industri pengolahan kelapa. Ampas kelapa sangat asing dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selama ini, sisanya hanya ditumpuk atau dibuang sehingga mudah mencemari lingkungan. Bahkan ampas kelapa kebanyakan dijadikan pakan ternak.
Kelapa dapat tumbuh pada wilayah tropis dan tumbuh baik pada iklim panas yang lembab. Namun, bila udara terlalu lembab dalam waktu yang lama, juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Ini disebabkan akan mengurangi penguapan dan penyerapan unsure hara. Adapun suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah
27-28 oC. Curah hujan rata-rata 1200-2500 mm
per tahun. Sedangkan untuk pH antara 6,5-7,5. Tanaman kelapa memiliki klasifikasi ilmiah yang digolongkan sebagai berikut:
Divisi : Spermathophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Famili : Palmae Genus : Cocos
Spesies : Cocos Nucifera
Sebaran tanaman ini meliputi Filipina, Indonesia, India, Vietnam dan Meksiko (Aun, 2006). Khusus di Indonesia tanaman ini terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara. Kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan produksi kelapa, yaitu :
1. Faktor yang berasal dari udara, terutama sinar
matahari, temperatur, curah hujan dan kelembaban.
2. Faktor yang berasal dari dalam tanah,
terutama partikel tanah, jenis tanah dan unsure hara.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 41 Tabel 1. Produksi Kelapa Indonesia
Tahun Produksi Kelapa (1.000 ton) (mesocarp), tempurung (endocarp), kulit daging buah (testa), daging buah (endosperma), air kelapa dan lembaga. Sekitar 35% total berat buah kelapa merupakan berat sabut kelapa. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan tebal daging buah kelapa kurang lebih 1 cm atau lebih.
Ukuran maksimal kelapa terjadi saat berumur 9 sampai 10 bulan. Dengan berat buah 3 sampai 4 kg. Pada umur 12 sampai 14 bulan, buah cukup masak dan berat rata-rata menjadi 2 kg
serta volume air berkurang. Tempurung
merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan terdapat kandungan silikat ditempurung tersebut. Dari berat total kelapa, 15 sampai 19% merupakan berat tempurung.
Selain lemak, daging kelapa terdiri atas senyawa-senyawa organic atau anorganik yang menjadikan kalori dan gizi. Daging kelapa yang sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan makanan. Komposisi kimia daging kelapa ditentukan umur buah. Komposisi tersebut pada berbagai tingkat dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel ditampilkan bahwa semakin tua umur kelapa kandungan lemaknya semakin tinggi.
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Kelapa Berbagai Tingkat Umur
Sumber. Thieme, J.G. (1968) dalam Ketaren, 1986
Nilai gizi daging buah kelapa sangat bervariasi tergantung beberapa faktor, baik faktor dalam maupun faktor luar. Faktor dalam yang dimaksud adalah varietas kematangan atau kemasakan buah ketika dipetik. Adapun faktor luar yang dimaksud antara lain, budidaya tanaman kelapa. Faktor lingkungan, faktor teknologi lepas panen. Lengkapnya nilai gizi pada daging buah kelapa menghasilkan produk olahan.
Ampas Kelapa
Selama ini ampas kelapa (leftover coconut flesh) sebagian besar dimanfaatkan untuk pakan ternak. Atau, manfaat lain seperti penurun kolesterol karena ampas kelapa mengandung galaktomanan. Sehingga, dengan mengolahnya menjadi bioetanol maka akan meningkatkan daya guna dari ampas kelapa dan menjadi salah satu sumber bahan bakar alternatif di daerah sentra kelapa.
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 42
dan Diana Sekar Sari yang memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-41 bidang Ilmu Pengetahuan Teknik yang diselenggarakan LIPI tahun lalu, dengan ampas kelapa 6,56 kg bisa menghasilkan seliter bioetanol berkadar 95 persen, sedangkan bagi seliter air kelapa, sebanyak 11,4 persennya bisa menjadi bioetanol (Tempo, 2009).
Tabel 3. Komposisi Kimia Ampas Kelapa
Sumber : Barlina et al., 1997
Selulosa
Selulosa adalah polymer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang. Bentuk polymer
ini memungkinkan selulosa saling
menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan bantuan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.
Gambar 1. Skema Rantai Selulosa
Hemiselulosa
Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polymer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa
terdiri dari monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa,
galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil
rhamnosa, asam glukoroat, asam metal
glukoronat, dan asam galaturonat.
Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.
Gambar 2. Gula Penyusun dari Hemiselulosa
Lignin
Lignin adalah salah satu komponen
penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena
kandungan karbon yang relative tinggi
dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.
Karakteristik Data
Literatur
Protein (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
Galaktomannan (%)
Manana (%)
Selulosa (%)
4,11
30,58
15,89
74,69
4,65
0,66
61
26
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 43 Gambar 3. Struktur Lignin
Pretreatment (Delignifikasi)
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial (Mosier, et al., 2005). Pretreatment terkadang merupakan tahapan yang banyak memakan biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee, Coordinated development of leading biomass pretreatment technologies, 2005) (Wyman, Dale, Elander, Holtzapple, Ladisch, & Lee, Comparative sugar recovery data from
laboratory scale application of leading
pretreatment technologies to corn stover, 2005). Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005).
Gambar 4. Skematis Tujuan Pretreatment Seperti dijelaskan pada gambar diatas, Proses pretreatment ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan (Sun and Cheng, 2002). Rusaknya struktur kristal sellulosa akan mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemisellulosa turut terurai menjadi senyawa gula sederhana: glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa. Selanjutnya senyawa-senyawa gula sederhana tersebut yang akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan etanol (Mosier et al., 2005).
Hidrolisa Selulosa
Hidrolisis meliputi proses pemecahan
polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan
hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa asam.
Hidrolisa sellulosa secara enzimatik
memberi yield etanol sedilkit lebih tinggi
dibandingkan metode hidrolisa asam (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Namun proses enzimatik tersebut merupakan proses yang paling
mahal. Proses recycle dan recovery enzim
sellulose diperlukan untuk menekan tingginya biaya produksi (Iranmahboob et al., 2002; Szczodrak dan Fiedurek, 1996).Selain itu, proses
hidrolisa enzimatik memerlukan pretreatment
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 44
dihirolisa oleh enzim (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal, 2000). Mengingat kerumitan proses hidrolisa enzimatik sebagaimana tersebut di atas, hidrolisa enzimatik dengan enzim sellulose mempengaruhi 43,7% biaya total produksi (Szczodrak dan Fiedurek, 1996).
Hemisellulosa dan selulosa mudah
dihidrolisa menggunakan asam konsentrasi rendah (encer) pada kondisi reaksi moderat, akan tetapi diperlukan kondisi yang lebih ekstrim untuk dapat menghidrolisa sellulosa. Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak
diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya
kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range konsentrasi 2-5% (Iranmahboob et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi ± 160oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin (Mussatto dan Roberto, 2004)
Fermentasi
Fermentasi alkohol adalah proses penguraian
karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang
dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau
busuk dan biasanya menghasilkan gas
karbondioksida. Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar.
Bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi. Akan tetapi, untuk disakarida, pati (polisakarida) atau karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana. Selain itu, pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim. Tetapi sampai saat ini
industri fermentasi masih memanfaatkan
mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih mudah dan murah.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut umumnya
berhubungan erat dengan penyediaan dan
pemakaian nutrisi yang digunakan untuk menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g).
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi etanol :
a. Jenis Mikroorganisme
Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak
digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya adalah khamir, kapang dan bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat (bahan) yang digunakan
sebagai medium, misalnya untuk
menghasilkan etanol digunakan khamir Saccharomyces Cerevisae.
Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki.
b. Lama Fermentasi
Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya
diperlukan waktu 4 – 20 hari untuk
memperoleh hasil fermentasi yang
sempurna. Menurut Amarine (1982)
fermentasi berlangsung dua sampai tiga
minggu dan ditandai dengan tidak
diproduksinya CO2.
c. Derajat Keasaman
Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel khamir
dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0 –
5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba
akan terganggu. Untuk mengatur pH
dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum
difermentasi, sari buah dipasteurisasi
ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk
mencegah timbulnya bakteri dan khamir
yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah
NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit.
d. Kadar Gula
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 45
e. Suhu
Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimum yang berbeda-beda, untuk
mikroba ini suhu optimumnya 19 – 32 oC.
Etanol
Etanolatau disebut juga etil alkohol, alkohol
murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna. Etanol merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol
termasuk isomer konstitusional dari dimetil eter dan alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O.
Fermentasi gula (glukosa) menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia.
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Tabel 4. Sifat Fisika dan Kimia Etanol
Properti Nilai
Berat molekul (g/mol) 46,1
Titik beku (ºC) -114,1
Titik didih normal (ºC) 78,32
Densitas (g/ml) 0,7983
Viskositas pada 20ºC (Cp) 1,17
Panas penguapan normal (J/kg) 839,31
Panas pembakaran pada 25ºC (J/kg) 29676,6
Panas jenis pada 25ºC (J/kg) 2,42
Nilai oktan (penelitian)* 106-111
Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical
Technolgy, vol 9, 1967) *American Petroleum Institute
Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa, maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau lebih dikenal dengan istilah bioetanol. Salah satu proses pembuatan etanol dalam industri dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan
memakai berbagai macam bahan baku. Bahan baku yang umum digunakan antara lain,
a. Sugar
Bahan – bahan ini mengandung gula atau
disebut substansi sakarin yang rasanya manis. Bahan ini berasal dari gula tebu, gula bit, molase ( tetes ) buah-buahan yang langsung dapat difermentasikan menjadi alkohol b. Starches
Starches adalah bahan yang mengandung pati, gandum, kentang, akar tumbuh-tumbuhan, jagung, ubi kayu, padi padian dan lain-lain. Bahan jenis ini terlebih dahulu harus dihidrolisa dengan bantuan enzim atau katalis asam terlebih dahulu, agar dapat menjadi gula, kemudian difermentasikan menjadi etanol. c. Cellulose Material
Bahan-bahan ini mengandung sellulosa, misalnya ampas kelapa, kayu, ampas tebu,
kulit kerang, ‘waste sulft liquor’ yang merupakan residu dari pabrik pulp dan kertas. Untuk menghasilkan etanol sellulosa harus dihidrolisa dengan mineral atau larutan asam sebelum difermentasikan.
Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah proses
perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi.
Evaporasi merupakan perpindahan kalor ke zat cair mendidih yang sangat sering ditemukan sehingga biasanya ditangani sebagai satu operasi
tersendiri. Tujuan evaporasi yaitu untuk
memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah
menguap. Evaporasi dilaksanakan dengan
menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair
menjadi uap.Evaporator mempunyai dua prinsip
dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.
Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu
dimasukkan ke dalam kondenser (untuk
diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 46
larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah
dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan
Kromatografi Gas
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan di dalam analisis kimia. Di dalam kromatografi diperlukan adanya dua fase yang tidak saling menyampur, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa zat padat yang ditempatkan dalam suatu kolom atau dapat juga berupa cairan terserap (teradsorpsi). Sedangkan fase gerak berupa gas (gas pembawa) atau cairan.
Campuran yang akan dipisahkan
komponennya dimasukan ke kolom yang mengandung fase diam. Dengan bantuan fase gerak, komponen campuran itu kemudian dibawa bergerak melalui fase diam dalam kolom.
Perbedaan antaraksi atau afinitas antara
komponen-komponen campuran itu dengan kedua fase, menyebabkan komponen-komponen itu bergerak dengan kecepatan berbeda melalui kolom. Akibat adanya perbedaan kecepatan (differential migration), komponen-komponen itu terpisah satu sama lain.
Bagian-bagian alat kromatografi gas adalah : a. Tangki gas pembawa. Gas pembawa yang biasa digunakan seperti helium, hidrogen, dan nitrogen.
b. Alat pengatur tekanan (regulator), regulator digunakan untuk mengatur tekanan gas-gas yang digunakan.
c. Injection port. Tempat memasukkan cuplikan dengan cara penyuntikan. Waktu injeksi harus singkat, suhu lebih tinggi dari titik didih dan volume cuplikan berkisar 1-20 µL.
d. Kolom. Tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen cuplikan.
e. Oven. Berfungsi untuk memanaskan kolom dengan sesuai dengan titik didih cuplikan dan tingkat pemisahan yang diinginkan.
f. Detektor. Mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom. Detektor ini akan mengirimkan isyarat listrik ke alat pencatat
(recorder). Ada tiga jenis detektor
kromatografi gas yaitu, Flame Ionisation
Detector, Thermal Conductivity Detector, dan Electron Capture Detector.
g. Recorder. Alat pencatat yang berfungsi untuk mencatat isyarat-isyarat.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Kesetimbangan, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya sejak bulan November 2010 sampai Januari 2011. Kemudian dilanjutkan dengan analisa kemurnian alkohol menggunakan gas kromatografi yang dilakukan Laboratorium Teknik Kimia, Politeknik Negeri Sriwijaya pada tanggal 23 Agustus 2011.
Parameter – parameter yang dipilih pada
penelitian ini antara lain : a. Lama Fermentasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi
fermentasi salah satunya adalah lama fermentasi. Pemilihan lama fermentasi sebagai parameter yang dicoba karena lama waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi ampas kelapa untuk menghasilkan etanol yang maksimal, maka dilakukan parameter lama waktu. Lama waktu fermentasi berlangsung 4-6 hari.
b. Massa Ragi
Parameter lain yang juga dicoba adalah
massa ragi. Saccharomyces Cereviceae yang
terdapat pada ragi sebagai agen fermentasi, sangat berpengaruh untuk memperoleh kadar dan volume etanol optimal. Berapa massa ragi yang dibutuhkan untuk memberikan hasil optimal, maka dipakai parameter massa ragi pada penelitian ini. Variasi massa ragi sebanyak 5 gram, 10 gram dan 15 gram.
Bahan :
a. Ampas Kelapa
b. Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti)
c. Aquadest
d. NaOH (Natrium Hidroksida)
e. Asam Sulfat (Asam Sulfat)
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 47 Prosedur Penelitian
Persiapan Awal Perlakuan Ampas Kelapa
a. Ampas kelapa dikeringkan dalam dalam oven
pada suhu 100 oC selama 180 menit lalu
didinginkan.
b. Alat – alat yang digunakan pada proses
delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi delignifikasi.
Delignifikasi
a. Ampas kelapa seberat 500 gram dimasukan
ke dalam beker gelas 1000 ml.
b. Bahan baku (ampas kelapa) dicampurkan
dengan NaOH 10% dalam autoklaf pada suhu
80oC selama 90 menit untuk memecah
lignoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa dan lignin.
c. Beker gelas ditutup rapat menggunakan
alumunium foil.
Hidrolisis
a. Alat – alat yang digunakan pada proses
delignifikasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi hidrolisis.
b. Dengan pengadukan yang merata, ampas
kelapa hasil delignifikasi
direaksikan/direndam dengan larutan H2SO4
0,75%% di dalam autoklaf pada suhu 126oC
selama 240 menit. Perendaman ini bertujuan agar terjadi hidrolisis pada selulosa yang terkandung dalam ampas kelapa. Produk selulosa lalu dipecah menjadi glukosa, dan hemiselulosa dipecah menjadi xylose.
c. Ampas kelapa didiamkan selama 24 jam
dengan beker gelas tertutup rapat alumunium foil.
Fermentasi
a. Alat – alat yang digunakan pada proses
fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada
mikroba lain karena kesterilan akan
mempengaruhi fermentasi.
b. Hidrolisat ampas kelapa yang telah
disesuaikan pH nya dimasukan ke fermentor (erlemeyer). Hidrolisat dibagi menjadi 9 sampel dengan masing-masing massa 30 gram.
c. Ragi roti (Saccharomyces Cerevisiae)
dicampurkan dengan hidrolisat (ampas
kelapa). Masing-masing dengan variasi massa 5 gram, 10 gram, dan 15 gram.
d. Aquadest sebanyak 50 ml dimasukkan ke
dalam masing-masing erlemeyer yang
berisikan ragi roti dan hidrolisat.
e. Tutup rapat masing - masing erlenmeyer dengan alumunium foil supaya tidak ada kontaminan yang mengganggu fermentasi. f. Fermentasi dilakukan selama 4-6 hari.
Evaporasi
a. Peralatan evaporasi dirangkai dengan benar.
b. Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam
labu.
c. Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu
dengan menggunakan mantel (jaket) pemanas listrik.
d. Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu
80 ºC.
e. Proses distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.
f. Etanol yang dihasilkan kemudian ditimbang
lalu ditutup rapat.
Analisa Kadar Etanol
a. Persiapan larutan cuplikan (sampel) dan
larutan baku.
b. Persiapan operasi alat kromatografi gas.
c. Injeksi larutan cuplikan dan larutan baku
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 48
Volume etanol dihitung.
Analisa kadar etanol dengan gas
kromatografi.
Gambar 5. Blok Diagram Pembuatan Etanol dari Ampas Kelapa
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembuatan alkohol dari ampas kelapa yang telah dilakukan melalui proses fermentasi dengan variasi massa ragi dan lama fermentasi menghasilkan data seperti pada kedua tabel di bawah ini.
Tabel 5 berisi data tentang pengaruh volume etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram. Sedangkan tabel 4.2. berisi data tentang pengaruh %yield etanol terhadap variasi lama fermentasi yakni 4 hari, 5 hari, dan 6 hari serta variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram.
Tabel 5. Volume Etanol terhadap Variasi Lama Fermentasi dan Massa Ragi.
Tabel 6. % Yield Etanol terhadap Variasi Lama Fermentasi dan Massa Ragi.
Volume
Penelitian pembentukan etanol dari ampas kelapa dilakukan uji kuantitatif ( volume dan yield etanol) dan uji kualitatif (kadar etanol).
Penelitian dilakukan dengan perlakuan
(pretreatment) sebelum hidolisis dengan
mencampurkan ampas kelapa sebanyak 30 gram ke dalam larutan NaOH 10% dengan kondisi operasi yang telah ditentukan. Selanjutnya, ampas
kelapa dihidrolisa dengan menggunakan H2SO4
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 49 Gambar 6. %Yield Etanol terhadap Massa Ragi
(gram)
Gambar 5 merupakan grafik data kuantitatif yang menunjukkan hubungan volume etanol (ml) yang dihasilkan dengan variasi massa ragi (gram) dan lama fermentasi. Sedangkan gambar 6 menunjukkan hubungan yield etanol (%) terhadap massa ragi (gram). Adapun perhitungan persen yield etanol terlampir.
Dalam penelitian ini, variasi massa ragi 5 gram, 7.5 gram, 10 gram, 12.5 gram dan 15 gram. Sedangkan, lama fermentasi divariasikan 4 hari, 5 hari dan 6 hari. Dari grafik dapat dilihat pengaruhnya, semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak volume yang dihasilkan. Begitu juga dengan yang terjadi pada persen yield-nya.
Berdasarkan data yang dihasilkan, etanol dengan volume terbanyak ditunjukkan pada hari keenam dengan massa ragi 15 gram. Sedangkan, etanol yang dihasilkan paling sedikit dihasilkan ditunjukkan pada hari kelima dengan massa ragi 5 gram. Dari 3 variasi lama fermentasi, ternyata pada hari kelima terjadi penurunan jumlah volume yang kemungkinan disebabkan karena tidak homogennya reaksi sintesa etanol, baik ketika proses delignifikasi, hidrolisis maupun fermentasi. Penyebab lain bisa juga dikarenakan kesalahan prosedur penelitian dan tidak sterilnya alat yang digunakan.
Melalui pendekatan tabel dan grafik di atas, secara kuantitatif didapatkan volume etanol maksimal terjadi pada kondisi operasi massa ragi 15 gram dan lama fermentasi 6 hari yaitu 3,6 ml. Dengan persen yield etanol yang dihasilkan 72,82%.
Sedangkan data kualitatif produk yaitu uji kadar etanol, telah dilakukan uji analisa kadar etanol menggunakan alat kromatografi gas (gas chromatografi). Dengan alasan keterbatasan biaya
analisa dan sedikitnya volume produk yang dihasilkan, hanya 4 sampel saja yang dianalisa kadar etanol. Yaitu sampel 3, sampel 5, sampel 8 dan sampel 9. Pilihan sampel didasarkan pada jumlah volume produk akhir minimal 2 ml.
Tabel 7. Kadar Etanol Hasil Analisa Kromatografi Gas
Analisa kadar etanol diuji menggunakan alat kromatografi gas jenis kolom carbowix 1500. Pada uji analisa pada 4 sampel tersebut, etanol tertinggi terkandung pada sampel 9 sebesar 9,49%. Sampel 9 dihasilkan dari hasil fermentasi 6 hari dan massa ragi 15 gram. Hal ini membuktikan bahwa kadar alkohol berbanding lurus dengan massa ragi dan lama fermentasi.
4. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Massa ragi dan lama fermentasi
mempengaruhi proses terjadinya fermentasi.
2. Jumlah volume etanol yang dihasilkan
berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi. Maksimum volume etanol yang dihasilkan yaitu pada hari keenam. Mencapai 3,6 ml.
3. Jumlah kadar etanol yang dihasilkan
berbanding lurus dengan lama fermentasi dan massa ragi. Maksimum kadar etanol yang dihasilkan yaitu pada hari keenam yakni mencapai 9,49%.
4. Kondisi variabel fermentasi terbaik dari
Jurnal Teknik Kimia No. 6, Vol. 17, April 2011 Page | 50 Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Wildan dan Bahan Bakar dari
Kelapa. Diakses pada 5 November 2010 dari http:// www.kompetisi.lipi.go.id
Barlina, Rindengan. 1999. Pengembangan
Berbagai Produk Pangan dari Daging Buah Kelapa Hibrida. Indonesian Agricultural Research and Development Journal.. Diakses pada 5 November 2010 dari http:// www.google.com
Hambali, Erliza. dkk., 2008. Teknologi Bioenergi.
Jakarta : Agromedia Pustaka.
Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku
Biomassa Lignoselulosa : Hidrolisis Asam. Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com
Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku
Biomassa Lignoselulosa : Pretreatment. Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com
Isroi. 2009. Bioethanol Selulosa Skala Kecil.
Diakses pada 6 November 2010 dari http://www. isroi.wordpress.com
Tim Penulis. 2011. Modul Praktikum