Laporan Akhir
Rencana Kebutuhan Investasi
Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
BAPPEDA PROVINSI
JAWA BARAT
ISEI BANDUNG
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian 10
1.3 Tujuan dan Saran 11
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan 11
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN 12
2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 12
2.2 Investasi 14
2.2.1 Proses Investasi 17
2.2.2 Daya Tarik Investasi 19
2.2.3 Pendekatan Investasi 21
2.3 Pengertian Output dan Nilai Tambah 26
2.4 Rasio Modal Output (COR) dan Rasio Modal Output Marginal (ICOR)
27
2.5 Penelitian Terdahulu 30
BAB III METODE PENELITIAN 32
3.1 Kerangka Penelitian 32
3.2 Objek Penelitian 34
3.3 Metode Penelitian 34
3.3.1 Metode Pengumpulan Data 34
3.3.2 Metode Analisis Data 35
3.4 Metode Perhitungan 37
3.5 Metode Analisis ICOR (Incremental Capital Output Ratio)
37
ii
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 39
4.1 Kondisi Fisik dan Geografis 39
4.2 Rencana Pengembangan wilayah Metropolitan 42
4.2.1 Isu Pengembangan Wilayah 47
4.2.2 Isu Investasi 50
4.3 Kondisi Sosial – Kependudukan 52
4.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Dan Jumlah Penduduk Metropolitan Bodebekkarpur Tahun 2010 Dan 2025
52
4.3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bodebekkarpur Tahun 2010 – 2015
53
4.3.3 Kondisi Perekonomian 54
4.3.4 Analisis SWOT Kabupaten/Kota di Metropolitan Bodebekkarpur
58
4.4 Kajian Komparatif Metropolitan Mebidangro, Gerbangkertosusilo, Dan Sarbagita
72
4.4.1 Metropolitan Mebidangro 72
4.4.2 Analisis SWOT Metropolitan Mebidangro 82
4.4.3 Metropolitan Gerbangkertasusilo 84
4.4.4 Analisis SWOT Metropolitan Gerbangkertosusilo 91
4.4.5 Metropolitan Sarbagita 95
4.4.6 Analisis SWOT Metropolitan Sarbagita 103 BAB V KEBUTUHAN INVESTASI DI WILAYAH
BODEBEKKARPUR
106
5.1 Analisis Investasi Jawa Barat dan Kawasan Metropolitan 106
5.1.1 Analisis Investasi Jawa Barat 106
5.1.2 Analisis Investasi Wilayah Bodebekkarpur 114 5.1.3 Analisis Komparatif Pertumbuhan Investasi Jawa Barat
dengan Wilayah Bodebekkarpur
124
5.1.4 Analisis ICOR Kabupaten/Kota Metropolitan Bodebekkarpur
127
iii
5.2.1 Strengths (Kekuatan) 134
5.2.2 Weaknesses (Kelemahan) 136
5.2.3 Opportunities (Kesempatan) 137
5.2.4 Threats (Hambatan) 141
5.2.5 Matriks IFAS EFAS 142
5.3 Road Map Kebutuhan Investasi Metropolitan Bodebekkarpur
148
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 151
6.1 Kesimpulan 151
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kaitan Investasi dalam Pertumbuhan Wilayah 6
2.1 Faktor Penarik Investasi 20
2.2 Pedoman Rancangan Rencana Investasi Provinsi Jawa Barat
23
2.3 Bentuk Kerjasama Pemerintah-Swasta (Kemitraan) 24
3.1 Kerangka Pemikiran 33
3.2 Proses Penelitian Analisa Deskriptif 36
3.3 Analisa Data Deskriptif 36
4.1 Peta Metropolitan Bodebekkarpur 2010 41
4.2 Tiga Metropolitan di Jawa Barat 43
4.3 Potensi Bodebekkarpur 48
5.1 Metropolitan Bodebekkarpur Tahun 2020 116 5.2 Posisi Strategis Bodebekkarpur sebagai penghubung
DKI Jakarta dan Metropolitan Bandung Raya
134
5.3 Konsep Twin Metropolitan Bodebekkarpur 137 5.4 Jalur Kereta Cepat : Jakarta Sura Baya 138 5.5 Jumlah Perjalanan Harian Komuter dari Bodebekkarpur
ke Jakarta
140
5.6 Jumlah Orang Melakukan Perjalanan dari Bodetabek ke DKI Jakarta (Tahun 2011)
140
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Metropolitan BodebekkarpurMenurut LapanganUsaha Tahun 2011 – 2015
55
4.2 Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Bodebekkarpur Menurut LapanganUsaha Tahun 2011 (%)
56
5.1 Pertumbuhan Investasi di Wilayah Bodebekkarpur Tahun 2011-2015
119
5.2 Distribusi Investasi di Wilayah Bodebekkarpur Tahun 2011-2015
120
5.3 Pertumbuhan PMDN di Wilayah Bodebekkarpur Tahun 2011 - 2015
121
5.4 Distribusi PMDN di Bodebekkarpur 122
5.5 Pertumbuhan PMA di Bodebekkarpur 123
5.6 Distribusi PMA di Bodebekkarpur 123
5.7 ICOR Bodebekkarpur 128
vi
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan IPM DKI Jakarta dan Bodebekkarpur Tahun 2012-2015
4
1.3 Kondisi Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja Terbesar di Jawa Barat (Triwulan I Tahun 2016)
8
4.1 Ruang Lingkup Wilayah Dan Jumlah Penduduk Metropolitan Bodebekkarpur Tahun 2010 Dan 2025
52
4.2 IPM Bodebekkarpur Tahun 2010-2015 53
4.3 PDRB Bodebekkarpur Tahun 2010-2015 54
5.1 Realisasi Investasi di Jawa Barat Periode Tahun 2011 – 2015 (Dalam Juta Rupiah)
108
5.2 Jumlah Proyek Investasi dan Tenaga Kerja di Jawa Barat Periode Tahun 2011 – 2015
111
5.3 Sektor Usaha Proyek Investasi di Jawa Barat Periode Tahun 2011 - 2015
112
5.4 Pertumbuhan dan Distribusi Investasi di Wilayah Bodebekkarpur Selama Periode Tahun 2011 – 2015
119
5.5 Pertumbuhan dan Distribusi PMDN di Wilayah BodebekkarpurSelama Periode Tahun 2011 – 2015
120
5.6 Pertumbuhan dan Distribusi PMA di Wilayah Bodebekkarpur Selama Periode Tahun 2011 – 2015
122
5.7 Perbandingan Pertumbuhan dan Share Investasi Jawa Barat dengan Bodebekkarpur Periode Tahun 2011 – 2015
125
5.8 Perbandingan Perkembangan PMDN dan PMA Jawa Barat dengan Bodebekkarpur Periode Tahun 2011 – 2015
126
5.9 ICOR Kabupaten /Kota di Metropolitan Bodebekkarpur Periode Tahun 2012-2015
127
vii
Bodebekkarpur Periode Tahun 2016-2020
5.11 Rencana Kebutuhan Investasi Kabupaten/Kota Metropolitan Bodebekkarpur Periode Tahun 2021-2025
130
5.12 Internal Factor Analysis Summary (IFAS) 143 5.13 External Factor Analysis Summary (EFAS) 144 5.14 Road Map Kebutuhan Investasi Metropolitan
Bodebekkarpur
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 1
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan akhir
pembangunan ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah pusat hingga
daerah diarahkan untuk menggunakan semua sumberdaya yang dimilikinya untuk
mencapai tujuan tersebut yang diskenariokan dalam beragam bentuk serta bauran
skenario kebijakan serta program pembangunan ekonomi. Dalam
perkembangannya, skenario kebijakan serta program yang digagas oleh satu
pemerintah daerah serta pemerintah daerah lainnya memungkinkan adanya
perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi karena permasalahan satu daerah dengan
daerah lainnya juga berbeda, selain adanya faktor inovasi atau kreativitas
masing-masing daerah dalam menyelesaikan permasalahan pembangunannya. Sebagai
bentuk implementasi dari kreativitas kebijakan serta mencermati permasalahan
yang ada, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Bappeda Provinsi Jawa Barat
berusaha merancang strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
inovasi-inovasi dalam rencana-rencana teknis bidang perencanaan.
Kesejahteraan penduduk dipengaruhi oleh berbagai indikator seperti
pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi, dan indikator makro ekonomi lainnya.
Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator utama yang
dapat merepresentasikan perubahan tingkat kesejahteraan penduduk. Oleh karena
faktor-R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A faktor-R P U faktor-R 2
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun pada
kenyataannya dalam implementasi perencanaan pembangunan daerah dihadapkan
pada sumber daya yang terbatas, baik itu anggaran pemerintah maupun
ketersediaan sumber daya yang lain seperti: lahan, tenaga kerja, teknologi,
wirausaha, dan modal. Dengan anggaran negara yang terbatas seharusnya mampu
dioptimalkan guna mencapai laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan yang relatif tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi ini diperlukan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan,
namun demikian hal tersebut tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga harus didukung oleh infrastruktur
yang memadai serta kebijakan terkait yang dibuat daerah masing-masing,
sedangkan salah satu syarat agar wilayah tersebut memiliki kondisi infrastruktur
dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dengan adanya peningkatan jumlah
investasi yang ditanamkan. Dalam konteks Jawa Barat ada tiga wilayah
metropolitan (Bodebekkarpur, Cirebon Raya dan Bandung Raya) yang akan
didisain dalam pengembangan investasi. Wilayah Metropolitan didefinisikan
merupakan wilayah cepat tumbuh penuh persaingan yang mempunyai peran
penting dalam membangun ekonomi wilayah, mensejahterakan masyarakat,
modernisasi, dan keberlanjutan pembangunan, sehingga perlu dikelola dengan
baik dan dikembangkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di daerah.
Fenomena perkembangan metropolitan di Jawa Barat ditandai oleh aglomerasi
ekonomi, aglomerasi penduduk, serta peningkatan intensitas lahan terbangun dan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 3
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat
Pertumbuhan di Jawa Barat, dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten Bogor, Kota
Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, dan
Kabupaten Purwakarta yang selanjutnya disebut Metropolitan Bodebekkarpur
adalah kesatuan wilayah perkotaan yang terbentuk karena aglomerasi kegiatan
ekonomi, aglomerasi aktivitas sosial masyarakat, aglomerasi lahan terbangun, dan
aglomerasi penduduk mencapai 11,6 juta jiwa terletak di 82 kecamatan dalam 7
Kabupaten/Kota yaitu Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor, sebagian wilayah
Kabupaten Bekasi, sebagian wilayah Kabupaten Bogor, sebagian wilayah
Kabupaten Karawang dan sebagian wilayah Kabupaten Purwakarta dengan total
luas 314.840 Ha (Sumber: BPS Jawa Barat, 2011).
Metropolitan Bodebekkarpur berlokasi tepat bersebelahan dengan
Metropolitan DKI Jakarta. Kedudukan Bodebekkarpur saat ini cenderung lebih
bersifat sebagai metropolitan level kedua (2nd tier) dan (hinterland) bagi DKI
Jakarta. Bodebekkarpur saat ini juga cenderung sering dikonotasikan sebagai kota
kediaman (dormitory town), sedangkan berbagai kegiatan yang memberikan nilai
tambah berlokasi di DKI Jakarta. Konsep Twin Metropolitan Bodebekkarpur dan
DKI Jakarta yaitu mengembangkan Bodebekkarpur sebagai metropolitan tingkat
pertama (1st tier) berdampingan dengan DKI Jakarta yang juga berperan sebagai
kota metropolitan tingkat pertama (1st tier). Kedepan wilayah Metropolitan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 4
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
unggulan industri manufaktur, jasa, keuangan, serta perdagangan, hotel, dan
restoran.
Berikut ini kita dapat melihat data laju pertumbuhan ekonomi dan
IndeksPembangunan Manusia (IPM) antara DKI Jakarta dan Metropolitan
Bodebekkarpur. Berdasarkan tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan
ekonomi Metropolitan Bodebekkarpur memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi
di atas DKI Jakarta. Dimulai pada tahun 2013 sampai pada tahun 2015
Metropolitan Bodebekkarpur selalu tumbuh melebihi pertumbuhan ekonomi DKI
Jakarta. Sementara kalau dilihat dari perbandingan IPM, DKI Jakarta masih lebih
tinggi dibandingkan Metropolitan Bodebekkarpur. Angka IPM ini dapat mewakili
kondisi sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut.
Tabel 1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan IPM DKI Jakarta dan Bodebekkarpur Tahun 2012-2015
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%) IPM
DKI Jakarta Rata-rata Bodebekkarpur
DKI Jakarta Rata-rata Bodebekkarpur
2012 6,53 6,49 77,53 70,65
2013 6,11 6,63 78,08 71,47
2014 5,95 5,98 78,39 71,83
2015 5,11 5,45 78,99 72,41
Sumber: BPS Tahun 2015 DKI Jakarta dan Jawa Barat (data diolah)
Konsep Twin Metropolitan antara DKI Jakarta dan Bodebekkarpur dapat
direalisasikan salah satunya dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
sehingga tingkat kesejahteraan dan IPM di wilayah tersebut dapat meningkat.
Salah satu penentu pertumbuhan ekonomi adalah investasi, maka agar target itu
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 5
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
investasi. Indikator yang diperlukan itu adalah Incremental Capital Output Ratio
(ICOR) atau rasio antara tambahan output dan tambahan modal. Jika sebuah daerah mempunyai angka ICOR, maka daerah tidak akan menemui kesulitan lagi
menentukan berapa besarnya investasi yang diperlukan untuk mengejar target
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Semakin kecil nilai ICOR semakin besar
produktivitas dan efisiensi dari investasi yang ditanamkan.
Dengan melihat ICOR suatu wilayah, lembaga yang melakukan
perencanaan ekonomi dapat memperkirakan berapa kebutuhan investasi yang
diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Apabila dari
APBD setempat tidak dapat menunjang besarnya investasi yang diperlukan, maka
sektor swasta harus dipacu untuk melengkapi. Agar pelaksanaan pembangunan
dapat lebih operasional, maka target pertumbuhan harus dibuat lebih dahulu,
sebagai akibatnya maka koefisien ICOR tiap-tiap sektor harus ditentukan,
sehingga kebutuhan investasi di tiap-tiap sektor dapat ditentukan. Selain dampak
Invetasi terhadap ekonomi juga perlu dilihat bagaimana penyerapannya terhadap
tenaga kerja di wilayah Bodebekkarpur. Dengan demikian, ICOR memberikan
gambaran tentang efisiensi dalam penggunaan modal (capital), memberikan
gambaran tentang efisiensi penggunaan model produksi (capital intensive atau
labour intensive), dan merupakan alat perencanaan untuk memperkirakan
kebutuhan investasi. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi, yakni melalui investasi yang didukung oleh produktivitas
yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja. Investasi akan memperkuat
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 6
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
produksi. Oleh karena itu memperbaiki iklim investasi merupakan suatu tugas
yang penting bagi pemerintah daerah mengingat investasi pemerintah hanya
merupakan bagian kecil dari total investasi.
Gambar 1.1
Kaitan Investasi dalam Pertumbuhan Wilayah
Dari gambar 1.1 diatas kita dapat melihat bagaimana pengaruh investasi
terhadap pertumbuhan wilayah dapat menyebabkan peningkatan lapangan kerja
dan juga pendapatan pemerintah. Akan tetapi hal ini juga sangat ditentukan oleh
kondisi infrastruktur dan juga daya saing wilayah itu sendiri. Oleh karena itulah
kebijakan pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan berapa Daya Saing
Wilayah Infrastruktur
X = Ekspor
Investasi
C = Konsumsi
Lapangan Kerja Pendapatan Pemerintah
G = Pembiayaan Pemerintah
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 7
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
besarnya investasi yang tertanam di wilayah tersebut. Perbaikan iklim investasi
bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat, namun merupakan tanggung
jawab seluruh jajaran pemerintahan dan masyarakat secara umum. Kebijakan
desentralisasi pemerintahan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2001
telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk turut berperan besar dalam
upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerahnya. Dengan
kewenangan di bidang pemerintahan yang telah diserahkan kepada pemerintah
daerah untuk lebih leluasa dalam menciptakan iklim investasi di daerahnya
masing-masing. Proses pengambilan kebijakan pembangunan yang sebelumnya
lebih banyak dikendalikan oleh pemerintah pusat, selanjutnya menjadi lebih dekat
dengan masyarakat di daerah. Kesiapan dan kemampuan daerah dalam berkreasi,
merupakan salah satu penentu keberhasilan pembangunan di daerah termasuk
dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Untuk menjawab tantangan
tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat
adalah menghitung besarnya perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai
target pertumbuhan yang akan ditetapkan.
Investasi akan memperkuat pertumbuhan ekonomi dengan mendatangkan
lebih banyak input ke dalam proses produksi. Oleh karena memperbaiki iklim
investasi merupakan suatu tugas yang penting bagi setiap pemerintah, terutama
negara-negara yang memiliki daya saing investasi yang rendah seperti Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi iklim investasi di Indonesia dinilai masih
memprihatinkan. Beberapa hasil survei lembaga internasional, memperlihatkan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 8
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
kelompok peringkat bawah dan selalu berada di bawah negara-negara di sekitar
kita, seperti Thailand dan Malaysia. Peringkat ini juga cenderung mengalami
penurunan secara signifikan.
Hal ini menunjukkan seriusnya persoalan iklim investasi di Indonesia yang
harus segera disikapi oleh semua pihak. Di era globalisasi yang bercirikan
liberalisasi perdagangan dan persaingan antar bangsa yang semakin sengit,
segenap sektor ekonomi harus mampu menghasilkan barang dan jasa berdaya
saing tinggi. Wilayah Bodebekkarpur memiliki potensi pembangunan yang besar
dan beragam. Pengelolaan yang baik terhadap sektor-sektor tersebut dapat
mengembangkan produk-produk unggulan. Berdasarkan paparan diatas investasi
merupakan salah satu prasyarat untuk mendukung pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi di wilayah Bodebekarpur agar dapat meningkatkan
produktivitasnya dan dapat menjadi metropolitan mandiri dan menjadi Twin
Metropolitan dari DKI Jakarta.
Tabel 1.2
Kondisi Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja Terbesar di Jawa Barat (Triwulan I Tahun 2016)
No. Kab./Kota Investasi Tenaga Kerja
Jumlah (Rp Juta) Ratio (%) Jumlah (Orang) Ratio (%) 1 Kab Bekasi 18.615.241 52,41 28.485 38,00 2 Kab Karawang 4.470.202 12,59 7.803 10,41 3 Kab Bogor 3.184.189 8,97 7.567 10,10 Sumber: BPMPT Jawa Barat
Berdasarkan data tabel 1.2 kita dapat melihat tingginya realisasi investasi
yang ada di wilayah Bodebekkarpur. Peringkat pertama yang tertinggi adalah di
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 9
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
sebesar 28.485 orang. Hal ini menandakan adanya korelasi antara investasi
dengan penyerapan tenaga kerja yang ada, karena dengan adanya tambahan
investasi maka akan dapat menaikan produktivitas barang dan jasa di daerah
tersebut yang ditandai dengan kenaikan PDRB di daerah tersebut. Berdasarkan
hasil studi diperoleh bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Jawa Barat sebesar 1 % maka akan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 89.772
orang.
Rencana teknis pengembangan metropolitan Bodebekkarpur sampai
dengan tahap implementasinya, selain sudah dilengkapi dengan aturan hukum
perundang-undangan dalam bentuk Perda, pada tahap selanjutnya diharapkan
dapat didukung dengan adanya rencana kerja teknis maupun pentahapan
implementasi kebijakan yang terstruktur dan terukur. Untuk itu, dalam kerangka
tersebut salah satunya dibutuhkan desain perencanaan kebutuhan investasi di
kawasan Bodebekkarpur. Perencanaan kebutuhan investasi di kawasan
Bodebekkarpur diantaranya didasari pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi
dan finansial dengan memperhatikan bahwa kawasan Bodebekkarpur merupakan
bagian dari pusat penggerak perekonomian Jawa Barat, terutama dilihat dari
indikator perkembangan investasi langsung (direct investment) di Jawa Barat.
Dengan adanya fenomena dan latar belakang tersebut perlu kiranya
penyusunan kebutuhan investasi yang ada di wilayah Bodebekkarpur untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernitas, peningkatan
daya saing, dan keberlanjutan masyarakat melalui pengembangan metropolitan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 10
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
dan restauran di wilayah Bodebekkarpur dalam menghadapi dinamika regional
dan global.
1.2 Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Sebagai wilayah yang berkembang cepat dan menuju status metropolitan
kembar bersama DKI Jakarta, Metropolitan Bodebekkarpur akan memerlukan
investasi yang berfungsi untuk mendukung status tersebut. Kebutuhan investasi
ini masih memerlukan kalkulasi seberapa besar dan upaya yang dilakukan agar
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi. Oleh karena itu kajian ini dilaksanakan
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimana kondisi dan perkembangan investasi di Bodebekkarpur
selama lima tahun terakhir dari tahun 2011 – 2015. .
b) Bagaimana model penghitungan ekonomi khususnya besarnya kebutuhan
investasi di wilayah Metropolitan Bodebekkarpur.
c) Bagaimana kesiapan Metropolitan Bodebekkarpur dan secara khusus
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 11
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
1.3 Tujuan dan Sasaran
Secara umum tujuan kajian ini adalah memperkirakan kebutuhan investasi
secara makro untuk wilayah Bodebekkarpur dalam mencapai target pertumbuhan
ekonomi yang ditetapkan. Adapun secara khusus sasaran penyusunan analisis
kebutuhan investasi wilayah Bodebekkarpur adalah sebagai berikut:
1) Teridentifikasinya gambaran perkembangan investasi selama lima tahun
terakhir dari tahun 2011 – 2015 di Bodebekkarpur.
2) Tersedianya model penghitungan ekonomi khususnya besarnya kebutuhan
investasi di wilayah Metropolitan Bodebekkarpur.
3) Teridentifikasinya kebijakan pemerintah terkait peran dan peluang
Metropolitan Bodebekkarpur dalam posisinya sebagai Twin Metropolitan
dengan DKI Jakarta.
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan
a) Penyusunan dokumen berupa kajian Rencana Kebutuhan Investasi
Metropolitan Bodebekkarpur.
b) Koordinasi dan sinergi antar stakeholders terkait perencanaan kebutuhan
investasi Metropolitan Bodebekkarpur
c) Melakukan pengumpulan data berupa data sekunder dan primer, serta
menghimpun informasi dari berbagai stakeholder terkait kajian melalui
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 12
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode
tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB
pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas
dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun
dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan
sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah.
Sementara itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak
dipengaruhi oleh faktor harga. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan harga dengan menghitung deflator PDRB (perubahan indeks implisit).
Indeks harga implisit merupakan rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 13
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan
tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan.
1) Pendekatan Produksi
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas
barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah
suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit
produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha
(sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan
air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7)
pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa
perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
2) Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen
permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3)
pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5)
ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).
3) Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa
yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 14
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal
dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak
tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
PDRB perkapita sebagai proxy dari pendapatan perkapita merupakan
gambaran nilai tambah yang dapat diciptakan oleh masing-masing penduduk
akibat dan adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN perkapita merupakan
gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikut
sertaannya dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut biasanya digunakan
untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data
tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan
kemakmuran.
2.2 Investasi
Dalam konsep ekonomi investasi merupakan tambahan terhadap stok
kapital. Pengertian kapital secara fisik adalah seluruh barang modal yang
digunakan dalam proses produksi seperti mesin, bangunan, kendaraan dan
peralatan serta lainnya. Dalam sistem pembukuan neraca perusahaan, yang
dimaksud kapital adalah harta tetap (fixed assets) suatu badan usaha. Secara
umum kapital sering disebut sebagai Gross Capital Stocks merupakan
akumulasi/penumpukan pembentukan modal bruto dari tahun ke tahun yang
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 15
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Menurut konsep ekonomi mikro, penambahan asset perusahaan untuk
meningkatkan skala operasi diartikan sebagai investasi. Asset yang dimaksud
mencakup asset seperti bangunan, mesin, peralatan, dan sejenisnya dan asset
lancar seperti uang serta asset lain yang dapat segera diuangkan. Sedangkan dalam
konsep ekonomi makro, investasi dapat diartikan sebagai penambahan fisik atas
barang-barang modal tetap dan perubahan stok (sesuai konsep penghitungan
produk Domestik Bruto/PDB atau PDRB Pengertian lain investasi sebagaimana
dijelaskan dalam System ofNational Accounts (SNA) adalah bahwa Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) identik dengan besarnya investasi fisik (real
investment) yang direalisasikan di suatu Negara/wilayah pada suatu waktu tertentu
(physical domestic investment). Disebut PMTB karena di dalamnya tidak
termasuk perubahan stok (inventory). Sedangkan yang disebut sebagai
pembentukan Modal Bruto (PMB) adalah bahwa apabila didalamnya termasuk
perubahan stok. Selanjutnya dalam tulisan ini akan lebih difokuskan pada
komponen PMTB.
Pembentukan barang-barang modal atau sering disebut dengan istilah
PMTB, meliputi pembuatan dan pembelian barang modal baru baik dari dalam
negeri/wilayah dan barang modal baru atau bekas dari luar negeri/wilayah. Untuk
lebih jelasnya, cakupan pembentukan modal tetap secara ringkas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Barang modal baru dalam bentuk konstruksi, mesin-mesin, alat pengangkutan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 16
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
b. Biaya untuk perubahan dan perbaikan berat barang-barang modal yang akan
meningkatkan produktivitas atau memperpanjang umur pemakaian;
c. Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, perluasan areal hutan
dan daerah pertambangan serta penanaman dan peremajaan tanaman keras;
d. Pembelian ternak produktif untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu,
pengangkutan dan sebagainya, tidak termasuk untuk dipotong;
e. Margin perdagangan dan ongkos-ongkos lain yang berkenaan dengan transaksi
jual beli tanah, sumber mineral, hak penguasaan hutan, hak paten,hak cipta dan
barang-barang modal bekas.
Sedangkan stok (inventory) dapat diartikan sebagai penjumlahan dari
barang-barang jadi yang belum terjual, barang-barang setengah jadi serta
bahan-bahan yang belum terpakai/digunakan. Stok akhir tahun dikurangi stok awal tahun
merupakan perubahan stok, yang merupakan bagian dari investasi sebagaimana
dimaksud di atas.
Pada hakikatnya investasi merupakan penempatan sejumlah dana yang
digunakan untuk membei barang – barang modal dan perlengkapan produksi guna menambah kemampuan produksi barang dan jasa saat ini dengan harapan
memperoleh keuntungan di masa mendatang. Umumnya investasi dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Investasi pada financial assets, biasanya dilakukan di pasar uang, contohnya
berupa sertifikat deposito, surat berharga pasar uang, commercial paper, dan
sebagainya. Atau dapat juga dilalukan di pasar modal, seperti misalnya berupa
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 17
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
b. Investasi pada real assets, dilakukan dalam bentuk pendirian pabrik, pembelian
assets produktif, pembukaan perkebunan dan pembukaan tambang.
2.2.1 Proses Investasi
Proses investasi dilakukan melalui beberapa tahapan, proses ini
menunjukkan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan
investasi. Berikut tahapan proses investasi :
a. Menentukan tujuan investasi
Sebelum melakukan proses investasi, ada tiga hal yang perlu
dipertimbangkan dalam hal ini, yaitu : tingkat resiko (rate of risk), tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected rate of return), dan ketersediaan
jumlah dana yang diinvestasikan. Umumnya hubungan antara return dan risk
bersifat linier, artinya semakin besar tingkat risiko (rate of risk), maka semakin
besar pula tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return).
b. Melakukan Analisis
Investor harus melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok
efek. Penilaian ini bertujuan salah satunya adalah untuk mengidentifikasi efek
yang salah harga (mispriced), dengan kata lain apakah harganya terlalu tinggi
atau terlalu rendah. Oleh karena itu ada dua pendekatan yang digunakan untuk
mengetahuinya, yaitu:
1) Pendekatan Fundamental
Pendekatan fundamental didasarkan pada informasi - informasi yang
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 18
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
2) Pendekatan Teknikal
Pendekatan teknikal didasari pada data perubahan harga saham yang
terjadi di masa lalu untuk memperkirakan harga saham di masa
mendatang. Dengan kata lain para analis akan memperkirakan pergeseran
demand dan supply dalam jangka pendek, serta berusaha untuk
cenderung mengabaikan risiko dan pertumbuhan earning dalam
menetapkan barometer dari supply dan demand.
c. Melakukan Pembentukan Portofolio
Pada tahap ini akan dilakukan proses identifikasi terhadap efek – efek mana yang akan dipilih serta berapa proporsi dana yang akan diinvestasikan
pada masing – masing efek. Efek yang dipilih dalam pembentukan portofolio adalah efek yang memiliki koefisien korelasi negatif (hubungan berlawanan).
Hal ini untuk memperkecil risiko.
d. Melakukan Evaluasi Kinerja Portofolio
Setelah portofolio terbentuk, selanjutnya melakukan evaluasi atas kinerja
portofolio, baik pada tingkat keuntungan yang diharapakan maupun pada risiko
yang ditanggung. Sebagai tolok ukurnya dapat menggunakan du acara, yaitu :
1) Measurement Assets, yaitu penilaian kerja portofolio atas dasar aset yang
telah ditanamkan dalam portofolio, contohnya dengan menggunakan rate
of return.
2) Comparison, yaitu penilaian atas dasar pembandingan dua set portofolio
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 19
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
e. Melakukan Revisi Kinerja Portofolio
Tahap revisi kinerja portofolio merupakan tindak lanjut dari sebelumnya
yaitu tahap evaluasi kinerja portofolio. Dari hasil evaluasi selanjutnya akan
dilakukan revisi terhadap efek – efek yangmembnagun portofolio tersebut jika komposisi portofolio yang sudah dibentuk tidak sesuai dengan tujuan investasi,
misalkan rate of return-nya lebih rendah dari yang diinginkan. Revisi tersebut
dapat dilakukan secara total maksdunya melakukan likuidasi atas portofolio yang
ada, kemudian membentuk portofolio yang baru. Atau dapat dilakukan secara
terbatas, yaitu melakukan perubahan atas komposisi dana yang dialokasikan pada
masing – masing efek yang membentuk portofolio tersebut.
2.2.2 Daya Tarik Investasi
Melihat bagaimana investasi itu ditanamkan, maka perlu adanya
daya tarik investasi dalam suatu daerah guna meningkatkan nilai investasi
itu sendiri. Berikut ini adalah daya tarik investasi bagi para investor :
1. Kelembagaan
a. Kepastian hukum
b. Aparatur dan pelayanan
c. Kebijakan daerah
d. Kepemimpinan lokal
2. Keamanan, Politik, Sosial Budaya
a . Keamanan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 20
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
3. Ekonomi Daerah
a. Potensi dan Ekonomi
b. Struktur ekonomi
4. Tenaga Kerja
a. Ketersediaan tenaga kerja
b. Kualitas tenaga kerja
c. Biaya tenaga kerja
5. Infrastruktur Fisik
a. Ketersediaan infrastruktur fisik
b. Kualitas infrastruktur fisik
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 21
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
2.2.3 Pendekatan Investasi
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong laju
pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengedepankan aspek pemerataan adalah
melalui percepatan investasi baik yang dilakukan oleh investor demestik maupun
investor asing. Upaya untuk memberikan kepastian hukum terkandung di dalam
undang-undang tersebut bertujuan untuk:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
2) Menciptakan lapangan kerja;
3) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
4) Meningkatkan daya saing usaha;
5) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
7) Mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi riil;
8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam Undang-Undang tersebut juga
memuat kewenangan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pembangunan di
wilayah masing-masing yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Investasi dalam hal ini bertujuan untuk mendorong terciptanya iklim usaha yang
kondusif, penguatan daya saing perekonomian baik secara lokal, nasional dan
internasional. Dalam upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, terdapat empat hal
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 22
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
A. Pendekatan Tata Ruang / Wilayah
Berdasarkan RTRW Kota Bekasi, pengembangan kawasan dapat terbagi
menjadi kawasan permukiman, industri, perdagangan dan jasa, ruang terbuka
hijau dan gas – energi. Pembagian kawasan berdasarkan kondisi potensial demografis dan geografis akan menjadi daya dukung investasi atau penanaman
modal. Pada akhirnya, akan lebih mudah mendeskripsikan fasilitas penanaman
modal, ketenagakerjaan, serta kemudahan lainnya untuk melaksanakan kemitraan
antara pemerintah daerah dan swasta.
B. Pendekatan Pembangunan Daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Jawa Barat merupakan
pedoman dari penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra SKPD) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD serta
bersifat indikatif. Selain dari itu, RPJMD berfungsi sebagai dokumen publik yang
merangkum rencana pembangunan daerah lima tahunan dibidang pelayanan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 23
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Gambar 2.2
Pedoman Rancangan Rencana Investasi Provinsi Jawa Barat
C. Pendekatan Publik-Private Partnership
Kerjasama (cooperation) telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai
suatu sumber efisiensi dalam kerangka perbaikan kualitas pelayanan. Kerjasama
telah dikenal sebagai cara yang jitu untuk mengambil manfaat dari skala ekonomi
(economies of scales). Dalam area praksis ekonomi, kerjasama dalam bentuk
pembelanjaan atau pembeliaan, misalnya, telah membuktikan manfaat dimana
pembelian dalam skala besar – melebihi “threshold points” akan lebih menguntungkan daripada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya
overhead ( overhead cost ) akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Lebih
lanjut, dalam konteks kerjasama, sharing dalam investasi, misalnya, akan
memberikan hasil akhir yang lebih memuaskan seperti dalam penyediaan fasilitas
dan peralatan, serta pengangkatan spesialis dan administrator.
Pedoman Rancangan Rencana Investasi Provinsi Jawa Barat
RPJM Nasional
Acu
an
Acu
an
RPJPD Provinsi Jawa Barat
RPJMD Provinsi Jawa Barat
Pedo man
Rencana Investasi
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 24
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Berkaitan dengan public service, kerjasama juga dapat meningkatkan
kualitas pelayanan, misalnya dalam pemberian atau pengadaan fasilitas dimana
masing-masing pihat tidak dapat membelinya sendiri. Dengan kerjasama, fasilitas
pelayanan yang mahal harganyadapat dibeli dan dinikmati bersama, seperti pusat
rekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi, dan sebagainya.
Gambar 2.3
Bentuk Kerjasama Pemerintah-Swasta (Kemitraan)
Pemda
Swasta
Kerjasama
Masyarakat
Keterbatasan SDM Keterbatasan Anggaran Keterbatasan Teknologi
Kuantitas & Kualitas Pelayanan
Consortia : sharing sumber daya Joint Purchasing
Equipment Sharing Cooperative Construction Contract Service
Efisiensi Perbaikan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 25
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Bentuk pengaturan kerjasama (forms of cooperation arrangements) antara lain :
1) Consortia; yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumber daya, karena
lebih mahal bila ditanggung sendiri – sendiri; misalnya pendirian perpustakaan dimana sumber daya seperti buku – buku, dan pelayanan lainnya dapat digunakan bersama – sama oleh mahasiswa, pelajar dan masyarakat public daripada masing – masing pihak mendirikan sendiri karena lebih mahal.
2) Joint Purchasing; yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian
barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.
3) Equipment Sharing; yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan
yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.
4) Cooperative Construction; yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan
bangunan, seperti pusat rekreasi, gedung perpusatakaan, lokasi parkir,
gedung pertunjukan, dan sebagainya.
5) Joint Service; yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan
publik, seperti pusat pelayanan satu atap yang dimiliki bersama, dimana
setiap pihak mengirim aparatnya untuk bekerja dalam pusat pelayanan
tersebut.
6) Contract Service; yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu
mengontrak pihak yang lain untuk memberikan pelayanan tertentu,
misalnya pelayanan air minum, persampahan, dan sebagainya. Jenis
pengaturan ini lebih mudah dibuat dan dihentikan, atau ditransfer ke pihak
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 26
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
7) Pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan biaya,
misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan (DIKLAT), fasilitas
pergudangan dan sebagainya.
D. Pendekatan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi
Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah dan kesejahteraan
masyarakat karena usaha ini merupakan upaya strategis dalam rangka
mewujudkan bagian terbesar dari aktivitas masyarakat Indonesia. UMKM
memiliki peran sangat penting dalam menyerap tenaga kerja yang dimana tidak
semua sektor formal dapat menampungnya.
2.3 Pengertian Output dan Nilai Tambah
Output adalah hasil yang diperoleh baik berbentuk barang atau jasa dari
pemanfaatan seluruh faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, kapital dan
kewirausahaan. Output ini merupakan seluruh nilai tambah neto atas dasar biaya
faktor produksi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan usaha, atau dari sudut
produksi barang/jasa yang diminta disebut sebagai permintaan akhir. Dari segi
ekonomi nasional, output merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan oleh faktor-faktor produksi dalam negeri dalam suatu periode tertentu.
Output nasional ini biasa disebut Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan pada
tingkat wilayah regional disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Yang
dimaksud output dalam pengertian ICOR adalah tambahan (flow) produk dari
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 27
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
perusahaan, output mencakup nilai komoditi yang dihasilkan selama suatu periode
dan nilai perubahan stok komoditi yang masih dalam proses.
Output dinilai atas dasar harga produsen dan nilainya bersifat bruto karena
masih mengandung nilai penyusutan. Konsep nilai tambah berkaitan erat dengan
konsep penghitungan output. Keduanya merupakan konsep penghitungan neraca
ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan produksi. Nilai tambah adalah suatu
tambahan nilai pada nilai input antara yang digunakan dalam proses menghasilkan
barang dan jasa. Nilai input antara tersebut bertambah karena mengalami proses
produksi yang mengubahnya menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.
Sedangkan input antara mencakup seluruh komoditi yang habis atau dianggap
habis dalam suatu proses produksi, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan
bakar, listrik dan lain sebagainya. Penghitungan nilai tambah bruto atas dasar
harga pasar dari suatu unit produksi adalah output bruto atas dasar harga produsen
dikurangi input antara atas dasar harga pasar. Nilai tambah bruto inilah yang
dipakai dalam penghitungan ICOR.
2.4 Rasio Modal Output (COR) dan Rasio Modal Output Marginal (ICOR) Pengertian ICOR sebenarnya didasarkan pada konsep rasio modal
terhadap Output atau Capital Output Ratio (COR), dimana konsep yang sama
dikenal sebagai koefisien nilai modal (pembentukan modal) dengan nilai output.
Koefisien modal output menunjukkan jumlah modal yang diperlukan untuk
memproduksi satu unit output. Konsep ini mendasari pemikiran tentang tambahan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 28
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
atau satuan. Dalam ilmu ekonomi secara umum dikenal dua konsep rasio modal
output, yaitu :
a. Rasio modal-output atau Capital Output Ratio (COR).
Rasio yang menunjukkan hubungan antara persediaan modal yang ada dengan
output yang dihasilkan, yang sering dikenal dengan Average Capital Output
Ratio(ACOR). Nilai COR diperoleh dengan cara membandingkan antara
akumulasi modal yang digunakan dengan jumlah output yang dihasilkan pada
suatu periode tertentu.
b. Rasio Modal-Output Marginal atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Rasio yang menunjukkan besarnya tambahan kapasitas (investasi) baru yang
dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah satu unit output.
Perbedaan antara rasio modal dan rasio marginal adalah rasio modal
bersifat statis, sedangkan rasio marginal bersifat dinamis karena menunjukkan
tambahan atau kenaikan. Maka konsep yang sering digunakan untuk melihat
perilaku investasi (efisiensi) dan kebutuhan investasi yang akan datang adalah
konsep ICOR. Rasio modal output marginal mengacu kepada teori
Harrod-Domard yaitu menunjukkan hubungan antara peningkatan stok kapasitas produksi
dan kemampuan masyarakat untuk manghasilkan output. Semakin tinggi peningkatan stok kapasitas produksi (ΔK), semakin tinggi pula kemampuan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 29
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Memperkirakan koefisien COR atau ICOR untuk mendapatkan gambaran
tentang kebutuhan investasi pada masa yang akan datang, bukan merupakan suatu
hal yang mudah karena keadaan koefisien tidak hanya ditentukan oleh investasi
yang ditanamkan saja tetapi akan dipengaruhi oleh tingkat penerapan dan
perkembangan teknologi dalam proses produksi yang digunakan. Oleh sebab itu
dalam pencapaiannya ICOR hanya digunakan untuk mengestimasi kebutuhan
investasi dalam jangka yang tidak terlalu panjang. Secara matematis ICOR
dinyatakan sebagai rasio antara pertumbuhan modal (investasi) terhadap tambahan
output, atau dinotasikan sebagai berikut :
Keterangan :
ΔK = Investasi atau penambahan kapasitas ΔY = Pertumbuhan atau penambahan Output
Secara teoritis ICOR dapat diukur melalui bentuk fisik atau nilai. Namun
untuk memudahkan penghitungan ICOR selalu dilakukan dalam bentuk nilai.
Sebenarnya ICOR dapat dibagi ke dalam Net ICOR (ICOR bersih) dan Adjusted
ICOR (ICOR yang disesuaikan). Net ICOR menginterprestasikan ICOR telah
bersih dari perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor-faktor lain, seperti
tambahan tenaga kerja, kemampuan teknologi dan lain sebagainya. Konsep ini
mempertimbangkan ICOR dengan suatu asumsi Ceteris Paribus, yaitu bahwa
pasokan faktor-faktor lain dianggap konstan. Sedangkan Adjusted ICOR
mengasumsikan bahwa investasi diikuti oleh perubahan-perubahan dalam faktor – faktor lain. Yang digunakan dalam tulisan ini adalah konsep Net ICOR karena
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 30
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
tersedia. Namun demikian, itu akan menyesatkan apabila kita menduga bahwa
kenaikan output semata-mata disebabkan oleh akumulasi modal.
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Made Antara (2007) dengan penelitiannya yang
berjudul Analisis Kebutuhan Investasi Sektor Basis Dan Non Basis Dalam
Perekonomian Regional Bali, Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut
bahwa terindikasi 4 sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa.
Dalam menentukan pertumbuhan ekonomi digunakan duaskenario yaitu
berdasarkan trend linear dan target optimistik dimana semakintinggi
pertumbuhan maka kebutuhan investasi semakin besar.
2. Nuhfil Hanani dan Iwan Nugroho (2004) dalam penelitiaanya yang berjudul
Kebutuhan Investasi untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Suatu
pendekatan input-output, disimpulkan bahwa Nilai ICOR sub sektor tanaman
pangan berkisar dari 1.309 hingga 0.57; sub sektor peternakan berkisar
dari1.338 hingga 1.149; sub sektor perkebunan berkisar dari 1.59 hingga
1.405;dan sub sektor perikanan berkisar 4.798 hingga 3.98. Proyeksi kebutuhan
investasi sektor pertanian selama 1999 hingga 2004 berkisar dari 2127 hingga
2386 triliun rupiah. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
nilai ICOR maka kebutuhan investasi semakin besar.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Iwan Nugroho (2007) dengan penelitiannya
yang berjudul Pengembangan Dan Kebutuhan Investasi SektorAir Bersih Di
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 31
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
peningkatan investasi dari 1.286 triliun menjadi 1.582 triliunmeningkatkan
kapasitas produksi dari 31.0 menjadi 43.7 m3. Partisipasiswasta dalam sektor
Air Bersih adalah kunci penting untuk memperbaiki manajemen dan efisiensi,
menurunkan tingkat kebocoran, meningkatkan pelayanan, menarik investasi
dan untuk kepentingan pembangunan sektor air bersih dalam jangka panjang.
4. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Iwan Nugroho dan Nuhfil Hanani (2007)
yang berjudul Studi Investasi untuk Pengembangan Komoditi Pertanian di
Provinsi Lampung: Pendekatan input-output, disimpulkan bahwa ICOR
subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan di
Lampung masing-masing sebesar 0.66, 0.25, 3.04, dan 0.16. Nilai ICOR
tanaman pangan dan perkebunan kurang dari satu menunjukkan bahwa sector
tersebut relatif efisien sehingga memungkinkan diusahakan oleh sebagian besar
petani. ICOR rendah menunjukkan bahwa untuk menghasilkan output
membutuhkan investasi yang relatif sedikit.
5. Putu Ayu (2009) dalam penelitiaanya yang berjudul Analisis Kesempatan
Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli Dengan Pendekatan Pertumbuhan
Berbasis Ekspor disimpulkan bahwa Sektor basis kesempatan kerja di
Kabupaten Bangli pada tahun awal penelitian adalah sektor pertanian dan
sektor industri pengolahan. Sepuluh tahun kemudian sector basis bertambah
menjadi tiga sektor yaitu masuknya sektor pertambangan dan penggalian.
Sektor-sektor ini adalah sector yang mampu menyerap tenagakerja lebih dari
cukup sehingga dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan lokal
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 32
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Analisis investasi di suatu daerah, sangat diperlukan untuk dapat
menyusun strategi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Analisis investasi baik secara makro ataupun mikro harus dilakukan berdasarkan
visi dan misi yang dimiliki oleh setiap kota/kabupaten. Hal ini diperlukan supaya
analisis investasi dapat menjadi dasar yang tepat bagi penyusunan strategi
investasi di kota/kabupaten untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan
ekonomi daerah.
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara tambahan output dan tambahan modal akan menjadi alat untuk menentukan produktivitas
dan efisiensi investasi disuatu daerah. Angka ini akan membantu pengambil
keputusan di suatu daerah dalam membuat strategi investasi yang mendukung
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan karena ICOR akan memberikan perkiraan
mengenai kebutuhan investasi pada tingkat pertumbuhan tertentu. Dengan begitu,
maka penyerapan tenaga kerja di tiap daerah akan dapat di perkirakan dan dapat
digunakan dalam penyusunan strategi ketenagakerjaan.
Analisis kebutuhan investasi harus diakukan baik dalam konteks makro
maupun sektoral. Karena konteks sektoral akan mampu mendukung kebutuhan
investasi dalam konteks yang lebh besar. Untuk dapat menyusun hal tersebut
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 33
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Bodebekkarpur agar dapat diketahui kekuatan dan bahkan kelemahan apa yang
dimilki daerah sehingga dapat disusun strategi investasi yang sesuai dengan
peluang dan ancaman yang ada. Hal ini juga perlu didukung dengan pemahaman
konsep dan teori yang kuat agar apa yang direncanakan lebih terarah dan terukur.
Daerah juga harus membandingkan dengan apa yang sudah dilakukan dan apa
yang akan dilakukan di daerah lain, sehingga dapat mengambil hal-hal positif
yang dapat mendukung strategi investasi yang lebih baik. Dengan begitu
diharapkan analisis kebutuhan investasi yang dilakukan dapat lebih dapat menjadi
dasar yang kuat bagi pelaksanaan strategi investasi guna mendukung pencapaian
target pertumbuhan ekonomi daerah. Gambar 3.1 menjelaskan mengenai
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 34
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
3.2 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek penelitian-nya adalah wilayah Metropolitan
Bodebekkarpur, sedangkan objek penelitian dalam penelitian ini adalah Investasi
baik itu PMA maupun PMDN di Bodebekkarpur.
3.3 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian Deskriptif Kualitatif
karena bertujuan untuk menggambarkan dan mengetahui kebutuhan investasi di
Bodebekkarpur. Penelitian ini mencatat, menuturkan, mengklasifikasikan, dan
menganalisis serta mendeskripsikan data dan informasi-informasi yang ada
mengenai kenyataan yang terjadi mengenai kebutuhan investasi di
Bodebekkarpur. Data utama yang digunakan adalah data sekunder, tentang
investasi, Infrastruktur, dan PDRB. Disamping data sekunder juga dilakukan
pengumpulan data melalui data primer dengan pendekatan observasi dan dengan
menggunakan kuosioner.
3.3.1 Metode Pengumpulan Data
Ada dua macam teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
pengkajian ini, yaitu:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 35
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
dilakukan dengan menggunakan data primer ini ialah dengan cara surveike
beberapa Provinsi yang juga memiliki kawasan metropolitan seperti
Provinsi Sumatera Utara dengan Kawasan Medan, Binjai, dan Deli
Serdang (Mebidangro) serta Provinsi Jawa Timur dengan Kawasan Gresik,
Bangkalan, Kertosono, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan
(Gerbangkertosusilo), dan Sarbagita (Denapsar, Badung, Giayanyar,
Tabanan) di Bali.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh/dikumpulkan dan disatukan oleh
studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.
Biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip
resmi. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari BPS, maupun
instansi-instansi lainnya.
3.3.2 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
pendekatan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif memaparkan
semua data dan informasi berdasarkan data yang bersumber pada data sekunder,
jurnal, artikel, studi literatur, hasil survei, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya
yang berkaitan dengan objek penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini
berupa data kuantitatif investasi, data PDRB, serta data infrastruktur di
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 36
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Proses Penelitian Analisa Deskriptif
Gambar 3.2
Proses Penelitian Analisa Deskriptif
Analisis Data Deskriptif
Dikembangkan oleh Miles & Rubermas
Gambar 3.3 Analisa Data Deskriptif Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 37
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
3.4 Metode Perhitungan
3.4.1 Metode Perhitungan Aspek Ekonomi
a) Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
b)Analisis Pendapatan Perkapita
3.5 Metode Analisis ICOR (Incremental Capital Output Ratio)dan Rencana Kebutuhan Investasi
3.5.1 ICOR (Incremental Capital Output Ratio)
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu besaran yang
menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk
menaikkan/ menambah satu unit output. ICOR juga digunakanuntuk mengukur
berapa investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Jenis Icor :
a) Icor Tanpa Tenggat Waktu
Investasi yang diberikan tahun itu akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
tahun itu juga.
Rumus :
it it
it
it
g Y
I ICOR
100 1
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 38
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
b) Icor Tenggat Waktu Satu Tahun
Investasi yang diberikan tahun itu akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
tahun berikutnya.
Rumus :
c) Icor Tenggat Waktu Lebih Dari Satu Tahun
Investasi yang diberikan tahun itu akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih
dari satu tahun misalkan tahun ke 2, ke 3, ke 4 dst.
Rumus :
Keterangan :
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 39
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1 Kondisi Fisik dan Geografis
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5̊ 50’ - 7̊ 50’ Lintang Selatan dan 104 ̊ 48’ – 108 ̊ 48’ Bujur Timur, dengan batas-batas
wilayah:
Sebelah Utara, dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta ;
Sebelah Timur, dengan Provinsi Jawa Tengah ;
Sebelah Selatan, dengan Samudra Indonesia ;
Sebelah Barat, dengan Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang
kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan serta
dataran rendah di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi hutan
konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai 22,10%
dari luas Jawa Barat; curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th dengan
tingkat intensitas hujan tinggi; memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan
debit air permukaan 81 milyar m3/tahun dan air tanah 150 juta m3/th.
Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam
27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten
R e n c a n a K e b u t u h a n I n v e s t a s i M e t r o p o l i t a n B O D E B E K K A R P U R 40
Rencana Kebutuhan Investasi Metropolitan BODEBEKKARPUR
2016
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota
Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok,
Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar serta terdiri dari 626
kecamatan, 641 kelurahan, dan 5.321 desa.
Metropolitan adalah kesatuan wilayah perkotaan yang terbentuk karena
aglomerasi kegiatan ekonomi, aglomerasi aktivitas sosial masyarakat, aglomerasi
lahan terbangun dan aglomerasi penduduk minimal satu juta jiwa. Wilayah
Metropolitan terdiri atas kawasan perkotaan dan kawasan pinggiran perkotaan
yang saling memiliki keterkaitan fungsional.
Karakteristik kawasan Metropolitan kependudukan merupakan pusat
konsentrasi penduduk (Goheen, 1971; Yeates dan Garner, 1980; Goodman, 1980)
Standar Jumlah Penduduk
a. Standard Metropolitan Statistical Area (SMSA) : satu kota berpenduduk min.
50.000 jiwa; ataudua kota atau lebih yang berintegrasi dengan jumlah
penduduk kota induk min. 50.000 jiwa dan kota kecil min. 15.000 jiwa
b. National Urban Development Strategy (NUDS) : satu kota berpenduduk min.
1 juta jiwa c. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan No.15 thn
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruangkawasan perkotaan terkait
secara fungsional dan terintegrasi berpenduduk min. 1 juta jiwa .
Karakteristik kawasan Metropolitan berdasarkan ekonomi merupakan
pusat pertumbuhan wilayah, berperan menggerakan perekonomian, dan umumnya