• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pemasaran Ternak Sapi Potong Di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGK IDUL

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh : Aris Widitananto

H 0506037

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGK IDUL

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh : Aris Widitananto

H 0506037

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

xi

THE ANALYSIS OF MARKETING OF BEEF CATTLE IN PLAYEN DISTRICT, GUNUNGKIDUL REGENCY

Aris Widitananto H0506037

SUMMARY

The cattle have a high potential to be developed in primarily in Playen

District Gunungkidul. Cattle marketing has an important role in the distribution of cattle from producers to consumers. Breeder as producers in the beef market has always weakness. This is because the habit of Breeder selling cattle directly to the broker. This research aims to determine the flow of profils and verious marketing costs of beef cattle in Playen District Gunungkidul. The research was carried out for 4 months starting from August to November 2011. The method used is a survey method and data sources used are primary data and secondary data. The primary data obtained through interviews with respondents, using a prepared questionnaire. Secondary data were obtained from the Animal Husbandry Departemen Gunungkidul, BPS, Bappeda, district office, the Office of the village head. Sample villages were purposively selected based on the number of cattle population of high, medium and small, the Village Bleberan, Plembutan and Playen. The data analysis has been as descriptive (descriptive) , that is analysis of existing data summary measure outcomes cattle ranchers.

Survey respondents namely convenience sampling taken by 60 breeder with their own criteria cattle ranges 2-5 cows and cows have been sold. The sample were purposive selected merchants by 10 experienced traders to trade at least 5 years. The research results show that is channel in the Playen District marketing involving, among others: breeders, broker, traders, wholesalers and traders cutter / butcher. Marketing margins are highest in the channel to 4 (breeder - broker-traders - wholesalers - butcher - consumer) Rp. 2.200.000/cattle. Share received by breeder was highest in the first plot is 100%. The first marketing channels of the (breeder-consumers) is the most efficient workflow in District Playen Gunungkidul.

(4)

commit to user iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………... viii

RINGKASAN ………... ix

SUMMARY ………... xi

I. PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 3

C. Tujuan Penelitian ………... 3

D. Kegunaan Penelitian ………... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….... 5

A. Sapi Potong ……… 5

B. Pemasaran Sapi Potong ………. 6

C. Saluran Pemasaran ……… 7

D. Margin Pemasaran ………... 10

E. Biaya Pemasaran ………... 13

F. Efisiensi Pemasaran ………... 14

III. METODE PENELITIAN ……….. 17

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 17

B. Metode Penelitian ………... 17

C. Jenis dan Sumber Data ……….. 17

D. Teknik Pengambilan Data ………... 18

E. Pengambilan Sampel ………... 18

(5)

commit to user v

G. Definisi Operasional ………... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 24

A. Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul ………... 24

B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong ……….. 25

C. Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong ……… 29

D. Saluran Pemasaran ……….. 32

E. Fungsi-fungsi Pemasaran ………... 37

F. Analisis Biaya Pemasaran ………... 41

G. Efisiensi Pemasaran ………. 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 51

A. Kesimpulan ………... 51

B. Saran ……… 51

DAFTAR PUSTAKA ……….. 52

(6)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian

penduduknya sebagian besar adalah petani. Lahan pertanian di Indonesia saat

ini mulai menyempit, para petani agar dapat meningkatkan pendapatannya,

mereka melakukan kegiatan seharinya dengan beternak. Usaha ternak sapi

potong secara umum memiliki kelebihan seperti, penghasil daging, kotoran dan

kulit. Ternak sapi potong di pedesaan mempunyai prospek untuk meningkatkan

salah satu usaha, baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok. Usaha sapi

potong dapat dijadikan sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap

saat (Mosher, 1987).

Pembangunan peternakan tidak hanya diarahkan pada peningkatan

produksi dan pendapatan peternak tetapi diperluas hingga mencakup

pengembangan agribisnis secara terpadu. Peternak sebagai subyek

pembangunan didorong ke arah pemahaman peternakan menjadi sumber

pendapatan. Pembangunan usaha peternakan dilakukan secara sinergis, mulai

dari hulu sampai hilir dan tidak berhenti hanya di tingkat produksi, tetapi juga

sebagai pelaku pasca panen seperti pengolahan dan pemasaran. Populasi dan

jumlah pemotongan ternak sapi potong di Indonesia dalam lima tahun terkhir

(2005-2010) mengalami penurunan sebesar 0,43% per tahun. Hal ini

disebabkan masih rendahnya produktivitas ternak sapi potong dan terbatasnya

ketersediaan bibit unggul lokal serta belum optimalnya kelembagaan

pembibitan (Ditjen Peternakan, 2010).

Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai daerah kegiatan usaha

peternakan sapi potong yang banyak dikelola oleh petani dan menyebar secara

merata ke seluruh wilayah Gunungkidul. Usaha peternakan mempunyai potensi

dan prospek untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah,

khususnya di Kabupaten Gunungkidul, hal tersebut dapat ditunjukkan dari

(7)

commit to user

Usaha peternakan sapi potong merupakan usaha yang bernilai ekonomi tinggi

sehingga memungkinkan peternak mendapat penghasilan yang cukup.

Usaha peternakan sapi potong kegiatan yang paling pokok adalah pada

kemampuan memasarkan. Salah satu faktor pelancar dalam pembangunan

peternakan adalah sistem pemasaran yang efisien (Mosher, 1987). Sistem

pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan suatu balas jasa yang

seimbang kepada semua pelaku pemasaran yang terlibat yaitu peternak,

pedagang perantara dan konsumen akhir (Azzaino, 1983). Pemasaran juga

mempunyai peranan penting dalam memindahkan suatu produk (sapi potong)

dari produsen ke konsumen. Pemindahan suatu produk dari produsen ke

konsumen akan melibatkan beberapa pedagang sapi potong. Pemasaran ternak

sapi potong khususnya di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul lebih

banyak dikuasai oleh pedagang seperti blantik, pedagang pengumpul, pedagang

besar dan jagal.

Saluran pemasaran dapat digunakan untuk memindahkan suatu produk

dari produsen sampai ke konsumen. Saluran pemasaran yang relatif panjang

menyebabkan kerugian bagi peternak maupun konsumen, karena konsumen

terbebani dengan biaya pemasaran yang tinggi, bagi peternak perolehan

pendapatan menjadi lebih rendah. Sistem pemasaran efisien yaitu apabila

mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan

biaya murah serta menguntungkan baik bagi peternak maupun konsumen,

sehingga peternak harus memilih alur pemasaran yang pendek.

Peternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

dalam memasarkan ternaknya masih menggunakan saluran pemasaran yang

panjang, sehingga harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir menjadi lebih

tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen

(8)

commit to user B.Rumusan Masalah

Populasi ternak sapi potong yang terdapat di Kecamatan Playen

Kabupaten Gunungkidul cukup banyak yaitu sebesar 12.075 ekor. Usaha

ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul sebagian

besar masih bersifat tradisional dengan rata-rata kepemilikan 2-5 ekor sapi.

Peternak sebagian besar menjual sapi tidak langsung ke Pasar Hewan akan

tetapi melalui pedagang perantara, sehingga harga yang dibayarkan oleh

konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Pemasaran adalah suatu proses sosial

ekonomi dimana individu atau kelompok mendapatkan kebutuhan dan

keinginan mereka dengan menciptakan dan menawarkan produk, dan dengan

rantai pemasaran yang panjang akan berpengaruh terhadap nilai yang diterima

peternak. Pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan sapi dari

peternak ke konsumen dengan biaya murah. Pedagang mempunyai peranan

dalam mendistribusikan ternak sapi potong ke berbagai daerah, sehingga terjadi

saluran pemasaran sapi dari peternak ke konsumen. Untuk itu perlu diketahui

bagaiman sistem pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen

Kabupaten Gunungkidul yang meliputi, biaya, margin dan profil saluran

pemasaran ternak sapi potong, dan dengan melihat kondisi tersebut ada

beberapa permasalahan yang perlu dikaji antara lain:

1. Bagaimana profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen

Kabupaten Gunungkidul?

2. Bagaimana struktur biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan

Playen Kabupaten Gunungkidul?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen

Kabupaten Gunungkidul.

2. Mengetahui berbagai biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan

(9)

commit to user D.Kegunaan Penelitian

1. Bagi peternak sapi potong, hasil dari penelitian ini dapat memberikan

informasi tentang pentingnya kegiatan pemasaran sehingga diharapkan

mampu meningkatkan pendapatan di tingkat peternak. Diharapkan

peternak mampu menjual ternak sapi potong ke pedagang yang membeli

dengan harga tinggi atau langsung ke Pasar Hewan.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran, evaluasi terhadap penetapan

kebijakan, terutama kaitannya dengan pemasaran ternak sapi potong di

(10)

commit to user

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Sapi Potong

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama

sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging.

(Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus

dipelihara untuk digemukkan karena tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas

daging cukup baik.

Bangsa-bangsa sapi potong di Indonesia termasuk tipe dwiguna yakni

tipe kerja dan potong. Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki

karakteristik tertentu yang sama dan dengan karakteristik tersebut, mereka

dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang

sama dan karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi

berikutnya. Beberapa jenis sapi potong yang banyak dijumpai di Indonesia

diantaranya sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Madura.

Bangsa sapi potong impor seperti sapi Limousine, sapi Simmental, sapi

Charolais dan sapi Brahman (Rivai, 2009).

Menurut Talib dan Siregar (1991) sapi potong bangsa Ongole

populasinya paling tinggi di antara bangsa-bangsa sapi yang lain di Indonesia,

dan jenis sapi yang banyak dipelihara oleh para petani atau peternak di

Indonesia adalah sapi Ongole (Djarijah, 1996). Sapi Peranakan Ongole sering

juga disebut Sapi Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih (Darmono, 1993).

Menurut Susilorini (2008) sapi Peranakan Simental mempunyai sifat jinak,

tenang, dan mudah dikendalikan. Jenis sapi ini memiliki pertambahan bobot

badan berkisar antara 0,6 sampai 1,5 kg/hari. Sapi Peranakan Simental

memiliki ciri-ciri ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, bobot sapi

(11)

commit to user B.Pemasaran Sapi Potong

Pasar merupakan salah satu aspek penting dalam proses produksi.

Ketersediaan pasar dapat memacu berkembangnya program dalam menerapkan

teknologi. Menurut Boediono (1998) pasar adalah tempat terjadinya suatu

transaksi antara penjual dan pembeli. Pasar juga bisa diartikan sebagai

sekumpulan pedagang yang membeli barang dengan maksud untuk dijual lagi

supaya bisa menghasilkan laba /keuntungan (Daryanto, 2011).Pasar terdiri dari

semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan yang

sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk

memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Menurut Rahayu (2006) pasar hewan

adalah tempat untuk memperdagangkan hewan, khususnya sapi potong.

Menurut Mughni (1996) bahwa setiap pedagang sapi potong dalam

menjalankan aktifitas ekonominya mengeluarkan biaya pemasaran. Jumlah

biaya pemasaran berbeda-beda untuk setiap tingkatan pedagang karena

tergantung pada tambahan nilai guna dari ternak sapi potong yaitu guna waktu,

guna tempat, guna bentuk dan guna pemilikan. Komponen biaya pemasaran

sapi potong berbeda-beda pada setiap tingkatan pedagang.

Napitupulu (1989) menyatakan bahwa setiap pedagang melakukan

fungsi-fungsi pemasaran. Pada dasarnya fungsi pemasaran terdiri dari tiga

fungsi, yaitu:

1. Fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan.

2. Fungsi fisik yang meliputi penyimpanan, pengangkutan, standarisasi dan

grading.

3. Fungsi fasilitas yang meliputi penanggungan resiko, pembiayaan dan

(12)

commit to user C. Saluran Pemasaran

Menurut Swastha (1997) bahwa saluran pemasaran memberikan

gambaran tentang rute atau jalur perjalanan suatu produk. Hanifah dan

Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang

dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan

konsumen. Kotler (1992) mendefinisikan saluran pemasaran merupakan

saluran distribusi yang terdiri dari seperangkat pedagang yang melakukan

semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dari

produsen ke konsumen. Proses pemasaran dari produsen ke konsumen banyak

terdapat berbagai bentuk untuk mengerakkan barang dan jasa dari produsen ke

konsumen (Daryanto, 2011). Gambar umum saluran pemasaran produk

pertanian dan peternakan sebagai berikut.

Gambar 1. Saluran Pemasaran Umum Produk Pertanian dan Peternakan di Indonesia (Limbong dan Sitorus, 1987)

Produsen/ Petani peternak

Blantik

Konsumen Akhir Koperasi/

KUD

Pedagang Besar Eksportir

(13)

commit to user

Gambar 2. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Sigi Biromuru Kabupaten Donggala Sulawesi Selatan (Mughni 1996)

Hasil penelitian Mughni (1996) menunjukkan bahwa pedagang yang

terlibat dalam penyaluran ternak sapi potong yaitu peternak, blantik, pedagang

pengumpul, pedagang besar, pedagang pemotong/jagal dan konsumen. Setiap

tingkatan terdapat pedagang yang mengalirkan barang atau jasa dari

produsen/peternak hingga ke konsumen akhir. Setiap rantai tingkatan tersebut

menciptakan tambahan nilai untuk setiap produk dalam bentuk, tempat, waktu

dan pemilikan. Keterlibatan pedagang dalam peyaluran produk adalah untuk

mendapatkan nilai tambah atau guna barang atau jasa yang diusahakan. Hal ini

menyebabkan fungsi pedagang berbeda di setiap tingkatan, misalnya pedagang

pengumpul mempunyai skala usaha yang lebih besar dari pada blantik. Lebih

lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk saluran pemasaran lebih

memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan dan fungsi-fungsi yang

dilakukan pada setiap tingkatan tersebut.

Saluran distribusi atau saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai

produsen untuk menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir

melalui pedagang perantara. saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan Peternak

Konsumen Blantik

Pedagang Besar Pedagang

Pengumpul

(14)

commit to user

suatu bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas

blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan

Handoko, 1997). Menurut Sudiyono (2002) bahwa pedagang adalah badan

usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan

komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan

dengan badan usaha atau individu lainya.

Fanani (2000) menyatakan bahwa di dalam pemasaran sapi potong

terdapat beberapa pedagang yang ikut ambil bagian, diantaranya: pedagang

perantara, pedagang pengumpul dan pedagang antar propinsi. Peran pedagang

ini sangat mempengaruhi harga ternak yang akan dijual dan mampu

menyampaikan dan memindahkan sapi dari peternak ke konsumen. Pedagang

ternak sapi potong yaitu suatu bentuk usaha yang berkaitan dengan ternak sapi

potong, seperti halnya jasa-jasa yang ditawarkan oleh peternak atau pedagang

sapi (Kartasapoetra, 1992). Pedagang ini dapat berupa blantik, pedagang

pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong dengan definisi sebagai

berikut:

1. Blantik, yaitu pedagang yang secara langsung berhubungan dengan

peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai,

ijon maupun dengan kontrak pembelian.

2. Pedagang pengumpul, yaitu pedagang yang membeli ternak sapi dari

blantik biasanya relatif kecil.

3. Pedagang besar, yaitu pedagang yang melakukan proses pengumpulan

komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke

pedagang pemotong/jagal.

4. Pedagang pemotong yaitu pedagang yang membeli sapi, kemudian di jual

(15)

commit to user D. Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan di tingkat

pedagang pemotong dengan harga yang diterima oleh produsen (peternak).

Menurut Adi (1995) bahwa harga yang terbentuk di pasar banyak dipengaruhi

oleh pedagang. Menurut Mubyarto (1994) bahwa sistem pemasaran dianggap

efisien bila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari

peternak sebagai produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya,

dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang

dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam

kegiatan produksi.

Margin pemasaran menurut Kohls (2002) adalah perbedaan harga antara

produsen dan konsumen tingkat akhir, dimana di dalamnya terdapat harga

penambahan nilai kegunaan dan fungsi serta keuntungan bagi pedagang.

Menurut Azzaino (1983) bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga

yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang

diterima petani peternak untuk produk yang sama.

Gambar 3. Konsep Margin Pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977)

Keterangan:

Pr = Harga retail (tingkat pengecer)

Pf = Harga farmer (tingkat petani)

Sr = Supply retail (penawaran di tingkat pengecer)

Sr

Sf

Jumlah (Q) Df

Qrf Pr

Pf Harga (P)

(16)

commit to user

Sf = Supply farmer (penawaran di tingkat petani)

Dr = Demand retail (permintaan di tingkat pengecer)

Df = Demand farmer (permintaan di tingkat petani)

(Pr-Pf) = Margin tataniaga (Pr-Pf)

Qrf = Nilai margin tataniaga

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah barang

yang sama, tetapi harga yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga

yang dibayarkan konsumen. Permintaan adalah jumlah barang yang dibeli pada

tingkat harga tertentu dan cenderung lebih rendah dari yang ditawarkan

sehingga semakin banyak barang yang dibeli. Permintaan dan penawaran

bertemu maka terbentuklah tingkat harga yang disetujui oleh kedua belah

pihak. Daya beli merupakan kemampuan pembeli yang benar-benar

menciptakan pasar, maksudnya pembeli berkinginan membeli dan mereka juga

mampu membayar. Daya beli ini tidak hanya tergantung pada keinginan

konsumen yang ingin terpuaskan tetapi juga bagaimana kedudukan barang

tersebut dalam urutan daftar kebutuhan konsumen tersebut, karena semakin

penting bagi konsumen untuk membelinya maka akan semakin memberikan

peluang untuk menciptakan daya beli konsumen/pembeli. Semakin elastis sifat

permintaan pasar maka semakin besar pengaruh perubahan harga terhadap

perilaku pembeli. Sifat permintaan barang dikatakan elastis kalau harga barang

berubah sedikit saja akan mengakibatkan perubahan volume penjualan lebih

besar. Akan tetapi sebaliknya kalau sifat permintaan pasar terhadap barang

tersebut adalah inelastis maka dampak pengaruh perubahan harga tidak terlalu

membuat perubahan pada volume penjualannya atau dengan kata lain

perubahan harga hanya menyebabkan perubahan volume yang lebih kecil

persentasenya.

Politik penetapan harga dilakukan untuk merangsang dan menarik

pembeli agar membeli barang yang ditawarkan perusahan. Adapun politik ini

(17)

commit to user

dan keuangan. Margin pemasaran hanya menunjukkan jumlah produk yang

dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah

produk ditingkat pengecer.

Margin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan

efisiensi suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan

membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau yang biasa

disebut farmer’s share (bagian harga yang diterima petani) dan sering

dinyatakan dalam persen. Farmer’s share mempunyai hubungan yang negatif

dengan marjin pemasaran, sehingga semakin tinggi margin pemasaran maka

bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah. Kohls (2002)

mendefinisikan farmer’s share sebagai selisih antara harga eceran dengan

margin pemasaran. Farmer’s share merupakan bagian dari harga konsumen

yang diterima oleh petani, dan dinyatakan dalam persentase harga konsumen.

Hal ini berguna untuk mengetahui harga yang berlaku di tingkat konsumen dan

yang diterima oleh petani. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh

tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk.

Menurut Sudiyono (2002) bahwa bagian yang diterima petani (farmer’s

share) sama dengan harga yang betul-betul diterima dibagi dengan yang

diterima oleh konsumen dikalikan 100%.

× 100%)

Keterangan :

F

M

Pr :

:

:

Bagian yang diterima oleh petani (Rp)

Margin Pemasaran (Rp)

(18)

commit to user E. Biaya Pemasaran

Menurut Soekartawi (1993) biaya pemasaran adalah biaya yang

dikeluarkan untuk keperluan pemasaran, besarnya biaya pemasaran berbeda

satu sama lain disebabkan antara lain: jenis komoditas, lokasi pemasaran,

macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Semakin kecil

biaya pemasaran yang dikeluarkan, maka semakin efektif pemasaran

dilakukan. Biaya pemasaran dibutuhkan untuk menyampaikan barang dari

produsen (peternak) ke konsumen akhir. Biaya pemasaran meliputi biaya

angkut, biaya pengepakan atau pengemasan, biaya bongkar muat (tenaga),

biaya penyusutan dan lain-lain. Secara umum biaya merupakan pengorbanan

yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usaha ternaknya untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya merupakan pengorbanan yang diukur

untuk suatu alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan

tertentu dalam usahataninya.

Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau

aktifitas usaha pemasaran komoditas peternakan. Biaya pemasaran komoditas

peternakan meliputi biaya transportasi/biaya angkut, biaya pungutan retribusi,

biaya penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama

lain. Hal ini disebabkan lokasi pemasaran, pedagang (pengumpul, pedagang

besar, pengecer, dan sebagainya) dan efektifitas pemasaran yang dilakukan

serta macam komoditas (Rahim dan Hastuti, 2007). Seringkali komoditas

peternakan yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi

pula. Peraturan pemasaran di suatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu

sama lain. Begitu pula macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang

dilakukan. Semakin efektif pemasaran yang dilakukan, maka akan semakin

(19)

commit to user F. Efisiensi Pemasaran

Keuntungan pemasaran merupakan selisih harga di tingkat produsen dan

harga yang dibayarkan oleh konsumen dikurangi dengan biaya pemasaran.

Jarak yang mengantarkan produksi peternakan dari produsen ke konsumen

menyebabkan terjadinya perbedaan besarnya keuntungan. Perbedaan harga di

masing-masing pedagang sangat bervariasi tergantung besar kecilnya

keuntungan yang diambil oleh masing-masing pedagang (Soekartawi, 1993).

Pertimbangan lain dalam menetapkan saluran pemasaran adalah dengan jalan

membandingkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Secara umum

menggunakan saluran pemasaran yang panjang akan menimbulkan biaya-biaya

yang lebih besar sehingga mendorong harga jual yang lebih tinggi dan

kelancaran penjualan barang-barang tersebut dapat terganggu. Hal ini dapat

disebabkan karena setiap spedagang menginginkan keuntungan yang layak

sebagai kegiatan imbalan mereka. Harga penjualan agar tidak terlalu tinggi

sehingga perusahaan harus merelakan agar komisi dari saluran tersebut

menjadi lebih kecil (Semito, 1993). Persaingan yang semakin tajam dapat

mendorong harga penjualan menjadi lebih rendah. Tingkat keuntungan dari

perusahaan yang megunakan saluran pemasaran yang sangat panjang dapat

menyebabkan harga ke konsumen menjadi sangat tinggi dan ini mengganggu

kelancaran penjualan barang-barang tersebut. Efisiensi pemasaran menurut

Soekartawi (2002) adalah persentase antara biaya pemasaran dengan nilai

produk yang dipasarkan. Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran

semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Sistem pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil

dari produsen kepada konsumen dengan biaya murah dan mampu mengadakan

pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir

kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran

barang tersebut (Mubyarto, 1995).

Pengukur efisiensi pemasaran peternakan yang menggunakan

perbandingan output pemasaran dengan biaya pemasaran pada umumnya dapat

(20)

commit to user

keduanya. Upaya perbaikan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan

meningkatkan output pemasaran atau mengurangi biaya pemasaran (Sudiyono,

2002). Menurut (Soekartawi, 1993) bahwa faktor-faktor yang dapat sebagai

ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut:

a. Keuntungan pemasaran.

b. Harga yang diterima konsumen.

c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran yang memadai untuk melancarkan

transaksi jual beli barang, penyimpanan, dan transportasi.

d. Persaingan diantara pelaku pemasaran

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari besarnya

margin pemasaran dan farmer’s share, juga dapat dilihat dari penyebaran rasio

keuntungan dan biaya. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan

terhadap biaya pada setiap pedagang, maka secara teknis sistem pemasaran

tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk

mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh pedagang ketika biaya

pemasaran naik sebesar satu satuan. Pengukur efisiensi pemasaran adalah

bagian yang diterima oleh peternak. Komoditas yang diproduksi secara tidak

efisien maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi sehingga

komoditas yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian yang

diterima peternak menjadi kecil (Sudiyono, 2002).

Menurut Yusuf et al., (1999) bahwa keuntungan bagi pedagang

merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan selama melakukan proses

pemasaran, masing-masing pedagang akan menetapkan harga yang

berbeda-beda sehingga keuntungan yang diterima tiap pedagang juga berberbeda-beda-berbeda-beda.

Selain perbedaan harga di tingkat pedagang, biaya pemasaran yang dikeluarkan

akibat adanya fungsi pemasaran juga akan mempengaruhi besar kecilnya

keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang.

Pemasaran hasil-hasil peternakan yang efisien ditandai oleh besarnya

bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) sebagai imbalan dari

pengorbanan yang dilakukan petani dalam menghasilkan komoditas tertentu.

(21)

commit to user

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut,

(Buharman, 1983).

Besarnya keuntungan pemasaran diperoleh dari penjumlahan keuntungan

pemasaran dari tiap-tiap pedagang. Keuntungan pemasaran ternak sapi potong

dapat diketahui dengan jalan menjumlahkan keuntungan dari tiap-tiap

pedagang. Keuntungan pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kp = Kp1+Kp2+Kp3+...+Kpn

Keterangan :

Kp

Kp1+Kp2+Kp3+...+Kpn :

:

Keuntungan pemasaran

Keuntungan pemasaran setiap pedagang

(22)

commit to user

III METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Bleberan, Plembutan dan Playen,

Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta mulai dari bulan Agustus sampai bulan November 2011.

Kecamatan Playen dipilih karena populasi ternak sapi potong di wilayah

tersebut paling banyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu

sebanyak 12.075 ekor (Tabel 2).

B.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei (survey

method). Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) bahwa penelitian dengan

menggunakan metode survei (survey method) adalah pengumpulan informasi

dari responden dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data yang pokok.

C.Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yaitu sebagai

berikut :

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari peternak sapi potong

dan pedagang sapi dengan cara wawancara serta mengajukan pertanyaan

yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu berupa kuesioner.

2. Data sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis dan dikutip

secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang

terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten

Gunungkidul, Dinas Peternakan, Kantor Kecamatan Playen dan Kantor

(23)

commit to user D.Teknik Pengambilan Data

1. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung mengenai pemasaran

ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.

2. Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara

terstruktur dengan alat bantu kuesioner kepada peternak sapi potong di

Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul untuk mengumpulkan data yang

berkaitan dengan aspek penelitian.

3. Metode Pencatatan

Metode pencatatan yaitu metode pengumpulan data sekunder dan

primer dengan melakukan pencatatan dari segala sumber termasuk

wawancara dengan responden dan dari instansi-instansi pemerintah atau

lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

E.Pengambilan Sampel

1. Metode Pengambilan Sampel

Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive sampling) yaitu di

Kecamatan Playen dan diambil tiga desa yaitu Desa Blebaran, Desa

Plembutan dan Desa Playen. Desa-desa tersebut diambil berdasarkan jumlah

populasi ternak sapi yang dikategorikan tinggi, sedang dan kecil (Tabel 1).

Sampel diambil secara convenience sampling yaitu pengambilan sampel

peternak yang terdekat atau telah dijumpai di tempat/lokasi penelitian

sebanyak 60 peternak, dan dengan kriteria mereka memiliki sapi potong

berkisar 2-5 ekor dan sudah pernah menjual sapi. Jumlah peternak di tiga

desa sebanyak 1708 orang (Tabel 4). Sampel pedagang dipilih secara

sengaja (purposive sampling) sebanyak sepuluh orang yang sudah

(24)

commit to user

Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

No Desa Sapi Potong (ekor)

Jantan Betina Jumlah

1 Bleberan 269 1.045 1.314

2 Banaran 345 960 1.305

3 Getas 263 988 1.251

Sumber : BPS Gunungkidul (2010)

Tabel 2. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul

No Kecamatan Jumlah Sapi Potong (ekor)

(25)

commit to user

Tabel 3. Jumlah Peternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

Sumber : Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2010)

2. Penentuan Responden (Peternak Sampel)

Singarimbun dan Effendi (1995) mengatakan bahwa data yang

dianalisis harus menggunakan sampel yang cukup besar sehingga dapat

mengikuti distribusi normal, yaitu sebanyak ≥ 30. Berdasarkan

pertimbangan maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60

responden peternak. Pengambilan peternak sampel dilakukan dengan

menggunakan metode Proportional random sampling artinya pengambilan

sampel dari keseluruhan populasi, yaitu Desa Bleberan, Plembutan, dan

Desa Playen dengan rumus menggunakan sebagai berikut:

Keterangan :

Ni : Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i.

Nk : Jumlah peternak sapi potong dari masing-masing desa.

N : Jumlah peternak sapi potong dari semua desa.

n : Jumlah sampel petani/ peternak yang dikehendaki.

No Desa Jumlah Peternak

1 Bleberan 700

2 Banaran 700

3 Getas 687

4 Gading 665

5 Banyusoco 650

6 Logandeng 640

7 Ngleri 625

8 Plembutan 605

9 Bandung 577

10 Ngunut 476

11 Dengok 475

12 Ngawu 464

13 Playen 403

(26)

commit to user

Berdasarkan penggunaan rumus diatas sampel peternak yang memelihara

ternak sapi potong tiap desa dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah Responden Peternak Masing-masing Desa Terpilih

No Kelurahan/

Desa

Populasi Peternak (orang)

Jumlah sampel Peternak (orang)

1 Bleberan 700 25

2 Plembutan 605 21

3 Playen 403 14

Jumlah 1708 60

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

F. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif (descriptive analysis) yaitu suatu

analisis terhadap hasil tindakan dan ringkasan data peternakan sapi potong

yang digunakan untuk kepentingan peternakan yang bersangkutan, seperti

memuat perhitungan rugi, laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat

dalam lampiran-lampirannya untuk mengetahui gambaran posisi dan

perkembangan usaha peternakan yang bersangkutan seperti :

1. Profil pemasaran digunakan untuk menggambarkan keadaan lokasi,

karakteristik responden tatalaksana usaha ternak, alur pemasaran,

fungsi-fungsi pemasaran dan sistem pasar.

2. Perhitungan mengenai margin pemasaran (farmer’s share), keuntungan dan

bagian yang diterima peternak dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Rumus perhitungan margin pemasaran (Sudiyono, 2002)

Keterangan :

M : Margin

Pr : Harga ditingkat konsumen (Rp)

Pf : Harga ditingkat produsen (Rp)

(27)

commit to user

b. Rumus perhitungan Farmer’s share (Sudiyono, 2002)

Keterangan :

c. Rumus perhitungan keuntungan pemasaran (Soekartawi, 1993)

Keterangan :

Kp : Keuntungan Pemasaran

Kp1+Kp2+Kp3+...+Kpn : Keuntungan Pemasaran tiap pedagang

sapi potong

G.Definisi Operasional

1. Peternak adalah orang yang memelihara dan memproduksi ternak sapi

potong yang bertindak sebagai produsen.

2. Blantik adalah pedagang yang secara langsung berhubungan dengan

peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai,

ijon maupun dengan kontrak pembelian.

3. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli ternak sapi dari

blantik biasanya relatif kecil.

4. Pedagang besar adalah pedagang yang melakukan proses pengumpulan

komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke

pedagang pemotong/jagal. F

M

Pr :

:

:

Bagian yang diterima oleh petani (Rp)

Margin Pemasaran (Rp)

Harga ditingkat konsumen akhir (Rp)

× 100%)

(28)

commit to user

5. Pedagang pemotong adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan

konsumen.

6. Pasar hewan sapi adalah tempat yang digunakan untuk memperdagangkan

ternak sapi potong di pasar hewan Kecamatan Playen Kabupaten

Gunungkidul.

7. Margin pemasaran adalah selisih antara harga penjualan dengan harga

pembelian ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor

8. Keuntungan adalah selisih antara marjin pemasaran dengan biaya

pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/ekor

9. Farmer’ share adalah persentase harga yang diterima petani peternak

terhadap harga yang dibayarkan konsumen.

10.Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan

usaha pemasaran ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor

11.Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang

berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen ke

konsumen melalui proses jual beli.

12.Konsumen akhir adalah merupakan pengguna (user) akhir hasil produksi

ternak sapi potong.

13. Efisiensi Pemasaran adalah semakin rendah biaya pemasaran dan semakin

besar bagian yang diterima peternak, maka sistem pemasaran tersebut

(29)

commit to user

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul

1. Geografis

Wilayah Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7o 46’- 8o 09’ Lintang

Selatan dan 110o 21’ - 110o 50’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan

dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan sebelah timur

berbatasan dengan Wonogiri Jawa Tengah dan di sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Luas wilayah

Kabupaten Gunungkidul tercatat seluas 1.485,36 km2 yang meliputi 18

kecamatan dan 144 desa/kelurahan.

Wilayah Kecamatan Playen sebagai lokasi penelitian secara

administratif berbatasan dengan:

Sebelah selatan : Kecamatan Paliyan

Sebelah barat : Kecamatan Bantul

Sebelah utara : Kecamatan Patuk

Sebelah timur : Kecamatan Wonosari

Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan

curah hujan rata-rata pada Tahun 2010 sebesar 1.200 mm/tahun dengan

jumlah hari hujan rata-rata 103 hari/ tahun. Bulan basah tujuh bulan,

sedangkan bulan kering berkisar lima bulan. Daerah Kecamatan Playen

Kabupaten Gunungkidul berpotensi untuk dikembangkan usaha peternakan

sapi potong rakyat berbasis limbah pertanian lokal.

2. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 diperkirakan

berjumlah 753.008 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Secara

keseluruhan jumlah penduduk perempuan (384.248 jiwa) lebih banyak

daripada jumlah penduduk laki-laki (368.760 jiwa).

Jumlah penduduk Kecamatan Playen sampai dengan akhir bulan

Agustus 2010 berjumlah 58.186 jiwa, terdiri dari 28.808 laki-laki dan

(30)

commit to user 3. Keadaan Umum Peternakan

Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mempunyai tujuan untuk

mengembangkan semua komoditas peternakan. Pengembangan ternak ini

diharapkan mampu meningkatkan populasi ternak di masyarakat serta dapat

menambah sumber pendapatan keluarga.

Perkembangan populasi ternak sapi potong di Kabupaten

Gunungkidul menurut Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul Tahun

2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5. Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul dari Tahun 2006-2010

Tahun Jumlah Ternak Sapi Potong

(ekor)

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul, 2011

Kabupaten Gunugkidul merupakan wilayah untuk pengembangan

ternak sapi potong. Pemasukan dan pengeluaran ternak sapi potong di

Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Data Pemasukan dan Pengeluaran Sapi Potong dari Tahun 2009-2010

Sumber: Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2011)

B.Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong

Identitas responden merupakan gambaran secara umum dan latar

belakang dalam menjalankan suatu kegiatan usaha ternak. Dalam menjalankan

usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur

Tahun Sapi Potong

Pemasukan Pengeluaran

2009 3.345 14.008

(31)

commit to user

peternak, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, jenis sapi yang

diusahakan dan pengalaman beternak.

a. Umur Peternak

Umur produktif dan umur tidak produktif dapat mempengaruhi kegiatan

dalam usaha beternak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah

peternak responden berdasarkan umur.

Tabel 7. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 60 responden peternak

sapi potong, yang paling banyak terdapat pada rentang umur antara 15 - 60

tahun sebanyak 45 peternak atau sebesar 75%. Umur peternak secara umum

termasuk dalam kelompok umur yang produktif, sehingga usia ini

berpengaruh terhadap produktivitas kerja peternak, seperti mudah menerima

informasi dan inovasi baru serta lebih cepat mengambil keputusan dalam

penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan usaha ternaknya. Hal

ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (1993) bahwa faktor umur peternak

berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi, adopsi dan lebih dinamis

karena dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha ternak sapi potong.

b. Tingkat Pendidikan Peternak

Pendidikan peternak responden merupakan salah satu faktor penting

menerima dan menerapkan teknologi baru disamping kemampuan dan

ketrampilan peternak, dan juga dapat mempengaruhi pola pikir serta mudah

mengambil keputusan dalam pengolahan usaha ternak sapi potong dan

pemasarannya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah peternak

(32)

commit to user

Tabel 8. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 8 tingkat pendidikan peternak di Kecamatan Playen

paling banyak pada tingkat pendidikan SD sebesar 22 orang atau 36,7%, hal

ini disebabkan karena ekonomi yang kurang, sehingga mereka tidak bisa

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk itu mereka memilih untuk

beternak atau bertani. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut akan

berdampak pada pola pikir penduduk yang cenderung memiliki pandangan

dan pengetahuan yang sempit. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar

(1996) bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi

seharusnya dapat meningkatkan pendapatannya, namun tidak demikian di

lapangan yang pada umumnya peternak tegolong berpendidikan rendah.

c. Jumlah Anggota Keluarga Peternak

Jumlah anggota keluarga dalam beternak sapi sangat penting

khususnya untuk mengembangkan usaha ternak sapi tersebut. Berikut ini

merupakan jumlah anggota keluarga dari peternak responden, dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah anggota keluarga

(33)

commit to user

anggota keluarga dapat membantu dalam usaha beternak baik mencari

pakan, menggembala maupun menjual ternak tersebut. Menurut Priyanti et

al., (1998) bahwa tenaga kerja yang diperuntukkan bagi usaha ternak sapi

potong pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga.

d. Pengalaman berternak Sapi Potong

Keberhasilan usaha ternak sapi potong tidak terlepas dari pengalaman

beternak. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa persentase lama

menjalankan usaha ternak sapi potong paling banyak terdapat pada lama

usaha 5 - 10 tahun sebanyak 28 orang atau 46,57%.

Tabel 10. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Pengalaman Beternak Sapi Potong

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Pengalaman tersebut menunjukkan lamanya waktu peternak dalam

mengusahakan ternaknya serta keuletan dalam budidaya dan pemasaran

ternak tersebut. Peternak dalam mengembangkan dan meningkatkan

usahanya dapat memanfaatkan teknologi kawin suntik untuk perbaikan

genetik dan pengolahan pakan untuk perbaikan kualitas pakan dengan

teknologi pengawetan. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh peternak

sehingga diharapkan kedepannya dapat lebih baik dalam menjalankan

usahanya sehingga bisa mempertahankan serta meningkatkan produktivitas

dan pendapatannya. Menurut Saksono (1988) bahwa pengalaman

merupakan faktor penentu maju mundurnya kegiatan usaha.

e. Jenis Pekerjaan Pokok Peternak

Keberhasilan usaha peternakan dapat dilihat dari tingkat tenaga kerja

yang bekerja di sektor peternakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja akan

(34)

commit to user

menyejahteraan hidup penduduk. Keadaan penduduk menurut mata

pencaharian di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat di lihat

pada Tabel di bawah ini sebagai berikut:

Tabel 11. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pokok

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah peternak menurut

mata pencahariannya sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 42 orang

atau 70%. Hal ini dikarenakan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten

Gunungkidul secara umum dilakukan sebagai pekerjaan sambilan. Menurut

Usman (1993) bahwa usaha peternakan memang dijadikan sebagai usaha

pokok yang ditempatkan sebagai salah satu sandaran dalam memenuhi

kebutuhan hidup pada kalangan tertentu, tetapi di kalangan masyarakat

tertentu lainnya, beternak adalah usaha sambilan disela-sela usaha pertanian.

Menurut Susanto (2003) bahwa untuk menghadapi resiko usaha seperti

kegagalan produksi, petani melakukan usaha sambilan sebagai salah satu

sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

C.Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong

Pedagang yang terlibat dalam pemasaran ternak sapi potong di

Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul adalah blantik, pedagang

pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong/jagal. Layaknya suatu

pengalaman dan pola pikir yang cermat seperti, pengalaman berdagang, umur,

dan pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam berdagang. Proses

penyampaian ternak sapi potong dari peternak sampai ke konsumen terdapat

(35)

commit to user

identitas pedagang sapi di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat

dilihat pada Tabel 12.

a. Umur Pedagang

Faktor umur pedagang berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi,

dan kepintaran dalam hal jual beli ternak sapi potong. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh data jumlah pedagang berdasarkan umur.

Tabel 12. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa umur responden

pedagang sapi potong tergolong dalam usia produktif 16 - 60 tahun dan dari

10 pedagang sapi potong, paling banyak terdapat pada kelompok umur

antara 16 - 60 tahun sebanyak 8 orang atau 80%. Umur pedagang yang

produktif akan lebih mudah menerima informasi dan inovasi baru serta lebih

cepat mengambil keputusan dalam penerapan teknologi baru yang

berhubungan dengan jual beli ternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mardikanto (1993) faktor umur berpengaruh terhadap kerja, fisik,

daya inovasi, adopsi dan juga dapat mengembangkan usaha, cara menjual

dan membeli ternak sapi potong.

b. Tingkat pendidikan pedagang

Tingkat pendidikan pedagang yang tinggi, dapat dikatakan semakin

pandai dalam mengatur harga ternak. Pendidikan merupakan salah satu

faktor untuk keberhasilan penerapan teknologi baru yang berhubungan

dengan usaha ternak sapi. Berikut ini karakteristik pedagang berdasarkan

(36)

commit to user

Tabel 13. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan

responden pedagang di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

mayoritas tamat SLTA yaitu sebesar 5 orang atau 50%. Pedagang memiliki

tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka bisa menyusun

strategi dalam berjualan, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan yang

lebih tinggi dan bisa berjalan terus dalam berdagang. Hal ini sesuai dengan

penelitian Siregar (1996) bahwa peternak atau pedagang sapi potong yang

memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat meningkatkan

pendapatannya.

c. Karakteristik pedagang berdasarkan pengalaman.

Keberhasilan usaha dalam memasarkan ternak sapi potong tidak

terlepas dari pengalaman dan kejelian. Hasil wawancara tersebut terdapat

jumlah pedagang berdasarkan pengalamannya dapat dilihat pada Tabel 14.

Berikut ini karakteristik pedagang sapi potong berdasarkan pengalaman

berdagang.

Tabel 14. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Lama Berdagang Sapi potong

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa persentase lama

(37)

commit to user

berdagang > 20 tahun sebanyak 5 orang atau 50%. Lama berusaha akan

mempengaruhi pengalaman mereka dalam memasarkan ternak sapi potong.

Pedagang semakin lama berpengalaman maka keberhasilan dalam menjual

dan membeli ternak sapi akan lebih mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat

Saksono (1988) bahwa pengalaman merupakan faktor penentu maju

mundurnya kegiatan usaha.

D.Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai oleh produsen untuk

menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir melalui

pedagang perantara. Saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan suatu

bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas

blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan

Handoko, 1997), lebih lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk

saluran pemasaran lebih memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan

dan fungsi-fungsi yang dilakukan pada setiap tingkatan tersebut. Hanifah dan

Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang

dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan

konsumen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat

diuraikan mengenai saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan

Playen Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai

hasil pemasaran ternak sapi potong yang digunakan dan diperoleh dengan cara

penelusuran saluran pemasaran ternak sapi potong yaitu dimulai dari petani

peternak sapi potong, blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan

pedagang pemotong. Berikut ini terdapat 4 macam saluran pemasaran ternak

sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat dilihat pada

(38)

commit to user

Gambar 4. Saluran I Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

Gambar 5. Saluran II Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

.

Gambar 6. Saluran III Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

Gambar 7. Saluran IV Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

Pedagang Pemotong

Blantik Konsumen

Peternak

Konsumen

Pedagang Pemotong Pedagang Besar

Blantik Peternak

Konsumen

Pedagang Besar Pedagang

Pengumpul Blantik

Peternak

Pedagang Pemotong

(39)

commit to user

Gambar saluran I, II, III, dan IV pemasaran ternak sapi potong jika

digambarkan dalam satu kesatuan, dapat dilihat pada gambar 8

Gambar 8. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

Keterangan : Saluran I Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran II Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran III Pemasaran Ternak Sapi Potong Saluran IV Pemasaran Ternak Sapi Potong

Konsumen Pedagang

Besar Pedagang Pengumpul

Peternak

Pedagang Pemotong

(40)

commit to user

Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui beberapa saluran pemasaran

ternak sapi potong yang dilalui di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul

dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Jenis Saluran Pemasaran dan Jumlah Responden Peternak

No Saluran Pemasaran Jumlah Peternak Persentase (%)

1 Saluran I 5 8,34

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

a. Saluran Pemasaran I

Pada saluran pemasaran yang pertama, peternak menjual sapi langsung

ke konsumen. Penjualan ini dengan cara konsumen mendatangi peternak,

penjualan itu dilakukan pada saat Hari Raya Qurban. Hari-hari biasa

peternak kurang luas dalam mencari informasi sampai kekonsumen

langsung. Pada saluran pertama peternak tidak mengeluarkan biaya

transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja, karena ternak diambil langsung

oleh konsumen.

b. Saluran Pemasaran II

Saluran pemasaran II ini, peternak menjual sapi ke blantik, karena

peternak sudah berlangganan setiap tahunnya. Blantik menjual sapi ke

pedagang pemotong/ jagal dan kemudian jagal menjual langsung ke

konsumen dalam bentuk daging. Skala usaha pembelian dan penjualan yang

dilakukan oleh jagal sebanyak 2-5 ekor sapi tiap hari.

c. Saluran Pemasaran III

Saluran pemasaran III peternak menjual sapi ke blantik, karena peternak

tidak ingin mengeluarkan biaya. Blantik menguasai proses pemasaran baik

di desa maupun di pasar hewan, sehingga peternak tidak perlu membawa

sapi ke pasar hewan. Biaya transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja di

keluarkan blantik. Blantik membawa sapi ke pasar hewan untuk dijual ke

pedagang besar yang membeli sapi dalam skala besar (banyak), skala usaha

(41)

commit to user

dijual ke jagal yang berada di luar Kecamatan Playen. Biaya yang

dikeluarkan jagal meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, retribusi RPH

dan sewa kios. Sapi kemudian dijual ke konsumen dalam bentuk daging.

d. Saluran Pemasaran IV

Saluran pemasaran IV, peternak melakukan penjualan ternak dilakukan

di kandang dengan cara blantik desa diundang untuk melakukan penawaran,

karena kebutuhan peternak yang sangat mendesak, seperti biaya sekolah dan

hajatan. Blantik menjual sapi ke pedagang pengumpul dengan skala

usahanya berkisar 5-10 ekor sapi, pedagang pengumpul melakukan seleksi

sapi sesuai dengan ukuran tubuh (bobot), kesehatan, jenis dan bangsa sapi.

Sapi setelah diseleksi kemudian dikirim ke pedagang besar luar Kabupaten

Gunungkidul. Sapi potong yang berada di pedagang besar kemudian dijual

ke pedagang pemotong luar kabupaten Gunungkidul yang berdomisili di

Jakarta, Cirebon, Klaten, Wonogiri, Pacitan dan Pracimantoro. Jagal

melakuakan pemotongan di RPH setempat kemudian hasil potongannya

dijual ke konsumen yang berlokasi disekitarnya. Jagal mengeluarkan biaya

meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, sewa kios dan retribusi RPH.

Berdasarkan Gambar saluran pemasaran I,II,III dan IV dapat diketahui

bahwa alur III merupakan saluran yang paling banyak digunakan yaitu

sebesar 29 responden atau 48,33% dari 60 responden. Peternak pada

umumnya tidak menjual sendiri ternak sapinya ke pasar hewan, karena

adanya hambatan dari blantik untuk masuk ke pasar. Saluran pemasaran I

merupakan saluran yang lebih sedikit digunakan yaitu sebesar 8,34%. Hal

ini disebabkan karena peternak sudah berlangganan dengan pembeli setiap

(42)

commit to user E.Fungsi - fungsi Pemasaran

Setiap pedagang melakukan fungsi - fungsi pemasaran dalam

memasarkan sapi antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Fungsi - fungsi tersebut dapat dilihat pada tabel 16 sebagai berikut:

Tabel 16. Fungsi - fungsi Pemasaran Oleh Pedagang Sapi potong

Sumber : Data Primer Diolah

a. Peternak

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh peternak adalah menjual

ternak sapi potong dan pada umumnya langsung ke blantik. Peternak dalam

menjual sapi sudah membiasakan cenderung menunggu blantik datang,

karena peternak lebih mengutamakan pekerjaan yang lain seperti tani, buruh

tani dan buruh pabrik. Transaksi jual-beli antara peternak dan blantik

dilakukan ditempat peternak.

Penjualan ternak sapi potong oleh peternak digolongkan berdasarkan

umur, jenis kelamin dan bobot badan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh

(43)

commit to user

Kepemilikan ternak sapi oleh peternak rata-rata sebanyak 1-5 ekor. Pakan

yang diberikan pada ternak sapi adalah rumput lapang, pollard (jagung dan

janggel) dan dedak padi.

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh peternak adalah mencari

informasi pasar tentang harga sapi sehingga peternak dapat memprediksi

harga jual dan harga beli sapi potong. Peternak biasanya mencari informasi

harga sapi di pasar hewan atau menanyakan kepada tetangga desa.

b. Blantik

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh blantik yaitu meliputi

sub-fungsi pembelian dan sub-sub-fungsi penjualan. Blantik melakukan negoisasi

dan transaksi jual beli ternak sapi di tempat peternak, profesi sebagai blantik

yang memiliki pengalaman bertahun-tahun, sehingga terjalin suatu ikatan

sosial dengan peternak. Blantik memberi uang muka kepada peternak

sebagai tanda sepakat dalam pembelian sapi dan sisa dari harga sapi yang

belum dibayar oleh blantik dibayarkan setelah hari pasar. Ternak sapi yang

telah dibeli oleh blantik tidak langsung dibawa tetapi menunggu hingga hari

pasar. Sub-fungsi penjualan yang dilakukan oleh blantik adalah melakukan

penjualan ternak sapi ke pasar hewan. Blantik menjual sapi kepada

pedagang pengumpul, kepada jagal dan pedagang besar, seluruh transaksi

penjualan ternak sapi oleh blantik dilakukan di pasar hewan.

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh blantik adalah pembiayaan dan

informasi pasar, sub-fungsi pembiayaan yang dilakukan blantik yaitu

pembiayaan dalam pengangkutan. Sub-fungsi informasi pasar yang

dilakukan blantik yaitu mencari informasi peternak yang akan menjual

sapinya. Blantik keliling desa dengan menggunakan sepeda motor untuk

mencari informasi peternak yang akan menjual sapi. Pedagang sapi sering

berinteraksi di pasar dan selalu mengamati perkembangan pasar terutama

(44)

commit to user c. Pedagang Pengumpul

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah

melakukan sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan, pembelian sapi

yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berasal dari blantik. Pedagang

pengumpul membeli sapi dari blantik dilakukan di pasar hewan. Sapi dari

pedagang pengumpul dijual ke kepada pedagang besar. Seluruh transaksi

penjualan dan pembelian antara pedagang pengumpul dengan pedagang

besar dilakukan di pasar hewan.

Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi sub-fungsi

penampungan dan sub-fungsi pengangkutan. Pedagang pengumpul

melakukan penampungan sementara sapi yang telah dibeli. Sapi dari

pedagang pengumpul akan dijual kembali pada hari pasar. Lama

penampungan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu antara 2-3

hari. Pedagang pengumpul melakukan pengangkutan sapi pada saat

pembelian dan saat penjualan. Pengangkutan ternak sapi dilakukan dengan

menggunakan truk diesel dengan kapasitas 12 ekor sapi.

Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul adalah

pembiayaan untuk pengangkutan, tenaga kerja, retribusi pasar dan biaya

pakan, pedagang pengumpul menyewa truk untuk mengangkut ternak sapi.

Besarnya biaya pengangkutan dibebankan per ekor sapi yang diangkut.

Biaya tenaga kerja dikeluarkan untuk membantu dalam mengangkut sapi

saat pembelian dan saat penjulan. Biaya retribusi pasar dibebankan pada

setiap pengeluaran ternak sapi dari pasar hewan dan biaya pakan

dikeluarkan selama ternak sapi dalam penampungan. Pedagang pengumpul

berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga antar pasar,

sehingga pedagang pengumpul selalu mengamati perkembangan pasar dan

perkembangan harga sapi.

d. Pedagang besar

Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi

sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan. Pedagang besar membeli

(45)

commit to user

Pedagang besar menjual sapi dengan cara melakukan pengiriman ternak sapi

keluar daerah. Besarnya skala usaha pedagang besar yaitu antara 12 – 18

ekor. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi

sub-fungsi penampungan dan sub-sub-fungsi pengangkutan. Pedagang besar

melakukan penampungan ternak sapi selama 2-3 hari sebelum sapi tersebut

dikirim. Pedagang besar memberi pakan sapi selama dalam penampungan

agar tidak terjadi penyusutan bobot badan yang drastis. Pedagang besar

mengangkut sapi dari pasar hewan ke tempat penampungan sementara,

kemudian sapi di angkut lagi dari tempat penampungan ke daerah tujuan.

Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah sub-fungsi

pembiayaan yang meliputi biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, biaya

pakan dan retribusi pasar. Pedagang besar mengeluarkan biaya

pengangkutan yang berguna untuk mengangkut sapi pada saat pembelian

dan pengiriman. Biaya pengangkutan sapi ke luar daerah cukup besar karena

jarak yang ditempuh cukup jauh. Pedagang besar mengeluarkan biaya

lain-lain yaitu berupa pungutan-pungutan selama dalam perjalanan.

e. Pedagang Pemotong (Jagal)

Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pemotong (jagal) adalah

melakukan pembelian ternak sapi potong di pasar hewan. Jagal membeli

sapi dari pedagang pengumpul dan pedagang besar, transaksi pembelian dan

penjualan sapi dilakukan di pasar hewan. Jagal membeli sapi rata-rata

sebanyak lima ekor dan dilakukan pada saat hari pasar. Jagal kemudian

menjual sapi tersebut dalam bentuk potongan-potongan dan dijual di pasar

tradisional.

Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pemotong meliputi sub-fungsi

penampungan, sub-fungsi pengangkutan dan sub-fungsi grading. Jagal

melakukan penampungan sapi hingga saatnya dipotong, pemotongan sapi

yang dilakukan oleh jagal yaitu selama 1-5 hari. Jagal mengangkut sapi dari

pasar hewan ke tempat penampungan sementara, kemudian dari tempat

penampungan sementara sapi diangkut lagi ke RPH untuk

Gambar

Gambar 1. Saluran Pemasaran Umum Produk Pertanian dan Peternakan di Indonesia (Limbong dan Sitorus, 1987)
Gambar  2.  Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Sigi
Gambar 3. Konsep Margin Pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977)
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten  Gunungkidul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh profil peternak terhadap pendapatan dalam ternak sapi potong di kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai..

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan judul : Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Ampel”. Tujuanpenelitianini adalah:1) Untuk

Dalam usaha ternak sapi potong ada berbagai macam faktor mempengaruhi perkembangan sapi potong diantaranya air, topografi, lingkungan, pakan, perawatan serta

1) Peternak sapi potong di Kecamatan Kertajati, Kecamatan Lemahsugih dan Kecamatan Majalengka telah melaksanakan pengelolaan limbah ternak yang meliputi pengumpulan,

Analisis terhadap besar pendapatan peternak sapi potong di Kabupaten Wonogiri bahwa pendapatan antara peternak yang mengusahakan ternak sapi dengan tujuan

Secara geografis Jawa Timur merupa- kan produsen sekaligus konsumen daging sapi potong, juga merupakan wilayah transit ternak sapi potong hidup dari kawasan sentra ternak

Kecamatan Somba Opu adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Gowa dengan jumlah peternak sapi potong dan jumlah kepemilikan ternak sapi potong yang dimiliki oleh petani

Dengan demikian jumlah dan produksi ternak sapi potong yang dipelihara peternak dapat menentukan besarnya peran peternak dalam usaha pengembangan ternak sapi potong