• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dirumuskan sebagai “segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen”1. Namun tampaknya kehadiran Undang-Undang ini tidak serta

merta menyelesaikan segala masalah menyangkut perlindungan konsumen.

Masalah perlindungan konsumen masih menjadi isu penting hingga saat

ini. Diperlukan suatu perhatian lebih cermat lagi mengingat masih

banyaknya kasus pelanggaran konsumen yang belum terselesaikan

cenderung merugikan konsumen2

Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat

keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen.

Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen

berada pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami oleh

konsumen tersebut dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan .

1

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1, Angka 1

2

(2)

hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun

akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh

produsen.

Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak

selamanya dapat berjalan mulus dalam arti masing-masing pihak puas,

karena kadang-kadang pihak penerima tidak menerima barang atau jasa

sesuai dengan harapannya3. Prinsip yang digunakan para pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya adalah prinsip ekonomi,

yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal

seminimal mungkin. Artinya, dengan pemikiran umum seperti ini, sangat

mungkin konsumen akan dirugikan, baik secara langsung maupun tidak

langsung4

Ditambah lagi kini transaksi menjadi semakin beraneka ragam dan

rumit, seperti kontrak pembuatan barang, waralaba, imbal beli, turnkey

project, alih teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas finansial,

dan lain-lain. Globalisasi menyebabkan berkembangnya saling

ketergantungan pelaku ekonomi dunia. Manufaktur, perdagangan,

investasi melewati batas-batas negara, meningkatkan intenstas persaingan.

Gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan transportasi

teknologi .

5

3

Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 1-2 4

Happy Susanto, op.cit., hal. 4 5

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 4-5.

(3)

media-media promosi, iklan, dan penawaran yang canggih membuat posisi

konsumen semakin sulit jikalau tidak diberikan informasi yang memadai,

sehingga konsumen pada akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa

menerima, dan menjadi objek yang pasif6

Transaksi jual-beli merupakan suatu perjanjian timbal-balik

dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik

atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk

membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari

perolehan hak milik tersebut

.

7

. Sahnya transaksi jual-beli tersebut adalah

saat terjadinya kesepakatan antara penjual dengan pembeli 8 . Sifat

konsensual (kesepakatan) ditegaskan sesuai dengan bunyi Pasal 1458

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu “jual-beli dianggap sudah

terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat

tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun

harganya belum dibayar”9

6

Happy Susanto, op.cit., hal. 29-30. 7

R.Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 1. 8Ibid.

, hal. 2 9

Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

.

Pada dasarnya dalam hubungan transaksi jual-beli ini, baik pihak

penjual maupun pihak pembeli tidak ada yang mau mengalami kerugian

apapun. Namun realitanya di dunia ini tidak ada yang sempurna selain

Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tentunya dalam transaksi jual-beli dapat

(4)

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, pengertian barang adalah “setiap benda baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,

dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat

untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh

konsumen”10. Sedangkan produk dapat diartikan sebagai semua benda

bergerak atau tidak bergerak/tetap11. Dalam Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dipergunakan istilah barang sebagai pengganti istilah produk

sebagaimana yang sudah lazim digunakan, sehingga penggunaan istilah

produk tersebut mengandung makna yang sama dengan pengertian barang

dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen12

Tidak dapat dipungkiri bahwa barang-barang yang tersedia untuk

konsumen tidak selamanya berada dalam kondisi yang sempurna. Dengan

kata lain, suatu barang tersebut bisa saja mengandung cacat. Cacat

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai

“kekurangan yang menyebabkan berkurangnya nilai atau mutunya kurang

baik atau kurang sempurna”

.

13

. Sesuatu produk dapat disebut cacat (tidak

dapat memenuhi tujuan pembuatannya) karena : 14

1. Cacat produk atau manufaktur, dimana keadaan produk yang

umumnya berada di bawah tingkat harapan konsumen. Atau dapat pula

10

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 249.

14

(5)

cacat itu demikian rupa sehingga dapat membahayakan harta bendanya;

2. Cacat desain, dimana desain produk tidak dipenuhi sebagaimana

semestinya, sehingga merugikan konsumen;

3. Cacat peringatan atau industri, dimana produk tidak dilengkapi dengan

peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.

Jadi pengertian produk cacat adalah setiap produk yang tidak dapat

memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan

dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi

dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi

manusia atau harta benda dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan

orang15. Barang cacat ada yang sifat cacatnya kelihatan dan ada yang sifat

cacatnya tersembunyi. Cacat tersembunyi mengandung sifat bahwa adanya

cacat tersebut tidak mudah dilihat oleh seseorang pembeli yang terlampau

teliti, sebab adalah mungkin sekali bahwa orang yang sangat teliti akan

menemukan adanya cacat tersebut16

Obat dengan berbagai macam jenis dapat dijumpai dengan mudah

di Apotek. Salah satu tugas dan fungsi Apotek adalah sebagai tempat

penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi obat, .

Dalam kaitannya dengan penjelasan mengenai barang atau produk

di atas, obat dapat dikategorikan sebagai barang atau produk lainnya yang

sifatnya tidak dapat dipungkiri bisa mengalami cacat, baik cacat yang

terlihat maupun cacat tersembunyi.

15

Az.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Diadit Media, 2001), hal. 248. 16

(6)

bahan obat, obat asli Indonesia, kosmetik, alat-alat kesehatan, dan

sebagainya17

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat

penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus

pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis

siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab

dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait

. Dengan kata lain, Apotek merupakan tempat terjadinya

transaksi jual-beli dengan mendistribusikan obat-obatan kepada

masyarakat.

Dalam transaksi jual-beli di Apotek layaknya transaksi jual-beli

pada umumnya, bisa saja ditemui adanya obat yang mengandung cacat,

baik cacat yang dapat dilihat dengan mata maupun cacat tersembunyi.

Apabila obat tersebut di beli konsumen, pembeli cenderung akan kembali

untuk meminta pertanggungjawaban kepada penjual (pelaku usaha

Apotek) karena tidak mau mengalami kerugian atas obat cacat yang

dibelinya.

18

. Adapun dalam hal

perlindungan konsumen ditemui terminologi ‘‘product liability“ yang

diterjemahkan sebagai ‘‘tanggung gugat produk“19 atau ‘‘tanggung jawab

produk‘‘20

17

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik, Pasal 2.

18

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), hal. 59. 19

Az. Nasution, et.all, Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan dalam Hal Makanan dan Minuman, (Jakarta: BPHN, 1994), hal. 44.

20

Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit., hal. 100

. Product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum

(7)

manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses

untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau dari orang

atau badan yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk

tersebut21

Salah satu contoh kasus mengenai obat yang mengandung cacat

tersembunyi dapat dilihat di tulisan dari Bali Post, yaitu masih banyaknya

apotek, toko dan warung kecil menjual obat tradisional dengan bahan baku

zat kimia secara leluasa. Jenis produk yang melanggar antara lain obat

keras daftar G seperti analgetika, hormon, dan antibiotika. Dicontohkan,

Sase Buyer atau obat pegalinu dan rematik yang beredar di lapangan

ternyata mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) .

22

Contoh lainnya mengenai obat yang mengandung cacat

tersembunyi ini adalah berasal dari Consumer Reports yang meninjau

beberapa label dari 14 jenis suplemen yang terdiri dari 233 produk dari

sejumlah toko di New York City dan menemukan banyak inkonsistensi.

Beberapa suplemen memberikan peringatan jika anda pernah mengidap

suatu jenis kondisi medis tertentu tertentu namun tidak memberikan

keterangan spesifik mengenai kondisi medis tertentu itu. Label suplemen .

21

Ibid., hal. 101. 22

Bali Post, “Obat Bermasalah Disita, Proses Hukum Nihil”, diakses dari

(8)

lainnya menyebutkan adanya efek samping yang mungkin terjadi tanpa

memberikan detail efek samping apa yang mungkin terjadi23

23

Dokter Sehat, “Bahaya Tersembunyi dari Vitamin”, diakses dari

.

Apotek Yakin Sehat adalah apotek yang menjual barang-barang

medis, termasuk obat-obatan. Setiap tahun Apotek ini melakukan

pengecekan jumlah stok beserta tanggal kadaluarsa dan kelayakan

penjualan barang-barang termasuk obat-obatan di Apotek tersebut. Namun

karena pengecekan stok menggunakan system manual, bisa saja terjadi

human error dimana beberapa barang-barang medis termasuk obat-obatan

yang mengandung cacat yang sangat sulit terlihat tidak terlihat saat

pengecekan tahunan tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dianggap penting

untuk mengangkat topik penulisan skripsi dengan judul:

“ Tanggung Jawab Hukum Apotek Terhadap Obat Yang

Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (Studi pada Apotek Yakin Sehat)”

(9)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan

pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan dan bentuk-bentuk cacat tersembunyi pada

obat?

2. Apa saja bentuk kerugian yang dialami konsumen atas terbelinya obat

yang mengandung cacat tersembunyi?

3. Bagaimana tanggung jawab hukum Apotek Yakin Sehat terhadap obat

yang mengandung cacat tersembunyi menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang diungkap sebelumnya, maka

tujuan dalam menyusun tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan dan bentuk-bentuk cacat tersembunyi

pada obat.

2. Untuk mengetahui apa saja bentuk kerugian yang dialami konsumen

atas terbelinya obat yang mengandung cacat tersembunyi.

3. Untuk memahami tanggung jawab hukum Apotek Yakin Sehat

terhadap obat yang mengandung cacat tersembunyi menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan

(10)

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil kajian dapat dijadikan sebagai bahan kajian

kepustakaan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya

mengenai hukum perlindungan konsumen yang berkaitan dengan

barang cacat tersembunyi.

2. Secara praktis, hasil kajian dapat dijadikan sebagai pedoman dan

masukan bagi Apotek Yakin Sehat terhadap masalah seputar

perlindngan konsumen yang berkaitan dengan barang cacat

tersembunyi.

E. Metode Penelitian

Dalam rangka mencari dan menemukan suatu kebenaran ilmiah

dan mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi

penulisan skripsi ini, maka metode yang dilakukan meliputi:

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif, yaitu

pendekatan yang menggunakan konsep legis-positivis yang menyatakan

bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan

diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain

(11)

bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat24.

Penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma hukum sebagaimana

terdapat dalam Undnag-Undang, kitab hukum, maupun putusan

pengadilan25

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis, yaitu

data yang dinyatakan oleh responden sacara tertulis atau lisan serta juga

tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang

utuh

.

26

2. Sumber data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari tangan pertama atau

secara langsung dari narasumber, seperti wawancara. Data sekunder yaitu

data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan

perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus

serta data yang terdiri atas:27

a. Bahan Hukum Primer, yaitu norma-norma atau kaedah-kaedah

dasar seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang

24

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 11.

25

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 139.

26

Mukhti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 180. 27

(12)

menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, ensklopedia, bahan dari

internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Metode pengumpulan data

Penelitian perpustakaan (library research), yaitu penelitian yang

menunujukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu

penelitian. Sebenarnya suatu penelitian mutlak menggunakan kepustakaan

sebagai sumber data sekunder. Di tempat inilah diperoleh hasil-hasil

penelitian dalam bentuk tulisan yang sangat berguna bagi mereka yang

sedang melaksanakan penelitian. Peneliti dapat memilih dan menelaah

bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan guna dapat memecahkan dan

menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan28

Penelitian lapangan, yaitu tempat para peneliti untuk mendapatkan

data primer. Peneliti seyogianya tidak hanya mencukupkan data sekunder

yang telah diperoleh dari kepustakaan, tetapi juga didukung oleh data

lapangan wawancara dengan informan, yaitu pihak Apotek Yakin Sehat

dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kelengkapan data

sangat menentukan hasil penelitian yang diperoleh

.

29

28

Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum, (Medan:Pustaka Bangsa Press, 2005), hal. 21.

29Ibid., hal. 21

. Dalam skripsi ini,

(13)

4. Analisis data

Analisis data dalam skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif,

yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang

bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat

diobservasi dari manusia30

5. Penarikan kesimpulan

.

Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu

proporsi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada

suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus31

F. Keaslian Penelitian

. Dalam

skripsi ini digunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif, yaitu

suatu kesimpulan akan ditarik melalui tinjauan pustaka dan kebenaran

yang ada.

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide dan pemikiran secara

pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun pemikiran yang

ada muncul karena melihat kondisi yang berkembang saat ini mengenai

ketidakjelasan nasib konsumen khusunya terhadap barang cacat yang

sifatnya tersembunyi. Dengan kata lain, tulisan ini bukanlah merupakan

hasil ciptaan ataupun penulisan orang lain. Oleh karena itu, keaslian dari

penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada judul penulisan yang hampir

menyerupai, seperti:

30

Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 16. 31

(14)

1. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Produk

Farmasi Di Indonesia, Studi pada PT. Mutiara Mukti Farma

Medan (Robert, 100200115);

Rumusan masalah:

a. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen

yang memakai produk farmasi ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen?

b. Apakah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu produk

farmasi agar produk tersebut bisa dijual di masyarakat dan

bagaimana penyelesaiannya jika terjadi sengketa konsumen

dibidang produk farmasi?

c. Bagaimanakah menentukan standarisasi harga produk

farmasi di Indonesia sebagai bentuk perlindungan

konsumen?

2. Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Kerugian atas

Penggunaan Barang yang Mengandung Cacat Tersembunyi,

Ditinjau dari UU Perlindungan Konsumen dan KUH Perdata

(15)

Rumusan masalah:

a. Bagaimana perlindungan hukum dan tanggung jawab

pelaku usaha terhadap kerugian konsumen berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata?

b. Bagaimana peranan Pemerintah dan Lembaga Perlindungan

Konsumen dalam mengawasi peredaran barang yang

mengandung cacat tersembunyi?

c. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa atas kerugian

konsumen terhadap penggunaan barang yang mengandung

cacat tersembunyi?

Akan tetapi substansi pembahasan dalam skripsi ini sangatlah berbeda

sehingga keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

3. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara sistematis dan terperinci agar

memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan

memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu

kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat

(16)

Bab I, Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, permasalahan,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, Perlindungan Konsumen dan Pengawasan Penjualan Obat,

terdiri dari aspek hukum perlindungan kosumen yang meliputi pengaturan

perlindungan konsumen di Indonesia, pengertian konsumen dan pelaku

usaha, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, bentul-bentuk

perlindungan konsumen; pengawasan penjualan obat yang meliputi

kementerian perdagangan, kementerian kesehatan, BPOM, LPKSM.

Bab III, Tinjauan Umum Mengenai Barang Cacat Tersembunyi

dan Mekanisme Perdagangan Obat oleh Apotek, terdiri dari pengertian

barang cacat tersembunyi, bentuk-bentuk dan ciri-ciri barang yang

mengandung cacat tersembunyi, pengertian apotek dan dasar hukumnya,

mekanisme pembelian obat oleh apotek ke pabrik,

pembatasan-pembatasan perdagangan obat oleh apotek kepada konsumen.

Bab IV, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat

Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, merupakan pembahasan pokok dan utama dalam

penulisan skripsi ini yang terdiri dari pengaturan dan bentuk-bentuk obat

(17)

obat yang mengandung cacat tersembunyi, tanggung jawab apotek

terhadap obat yang mengandung cacat tersembunyi.

Bab V, Penutup, terdiri dari kesimpulan penulisan skripsi ini dan

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum maturity level Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan (BAAK) dengan menjumlah dan merata-ratakan dari rata-rata setiap kategori maka didapat tingkat kematangan

Aktifitas pendukung memiliki peran yang begitu penting terhadap pertumbuhan sebuah kota termasuk juga pedagang kaki lima, karena kehadiran pedagang kaki lima ini tidak

:rauma alan tera"hir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri uga menyebab"an perdarahan "arena terbu"anya pembuluh darah, penya"it

Mikrostruktur kamaboko tanpa penambahan karaginan komersil (K(-)) (Gambar 6) terlihat matriks gel protein yang terbentuk seperti serabut yang kasar, hal ini disebabkan

Berbagai hasil wawancana di atas dapat penulis simpulkan bahwa, Fungsi Liga Mahasiswa NasDem di dalam Partai NasDem melalui berbagai upaya dan kegiatan yang dijalankan

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu wa Ta‟ala dan shalawat serta salam bagi sang teladan Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi Wasallam atas limpahan rahmat,

Pembelajaran keterampilan menulis teks anekdot pada siswa kelas X Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 6 Surakarta memiliki proses pembelajaran yang kurang sesuai dengan

When the number L of levels of quantization is high, the optimum partition and the quantization error power can be obtained as a function of the probability density function p X( x