BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Fungsionalisme Struktural oleh Robert K. Merton
Secara sosiologis terjadinya suatu pembangunan pada masyarakat memiliki
kaitan yang erat dengan teori Fungsionalisme Struktural oleh Robert. K. Merton.
Teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan
perubahan perubahan di masyarakat. Adapun yang menjadi konsep utamanya
adalah : fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan.
Masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian
yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
pada satu bagian masyarakat akan membawa perubahan juga terhadap bagian
yang lain. Semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional pada
masyarakat.
Robert.K. Merton mengemukakan bahwa :
1. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi
atau penyesuaian dalam suatu sistem.
2. Disfungsi adalah akibat-akibat negatif yang muncul dalam penyesuaian
suatu sistem.
3. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan.
4. Fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan .
Suatu pranata tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit tertentu dan
berperan sesuai dengan tujuan yang seharusnya dicapai atau diharapkan maka
struktur tersebut berperan dengan baik dalam pengertian bersifat positif dan
disebut fungsional. Dan bertolak belakang dengan hal tersebut, apabila peran
struktur menimbulkan hal-hal yang negatif disanalah peranan dari sistem maupun
struktur yang ada tersebut disfungsional.
2.2 Teori Peran
Teori peranan berkaitan dengan teori stuktural fungsional dalam sosiologi.
Teori ini menganggap bahwa orang menduduki posisi dalam struktur sosial dan
setiap posisi memiliki peranan. “Peranan (Role) menurut Soerjono Soekanto
merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu
peranan”. (Soekanto, 2003: 68).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan peranan
adalah “Tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa”. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1991: 751).
Fungsi peranan sangat penting dalam kehidupan manusia karena dengan
peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain,
seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli sosiolog yang bernama Glen Elder,
pada tahun 1975 dia membantu memperluas teori peran. Pendekatannya yang
dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai
harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai
Adapun hal yang mencakup kedalam peranan sebagai berikut :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian pertauran-pertauran yang membimbing seseorang kedalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa saja yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
Setiap individu memiliki perannya masing-masing dalam masayarakat baik
suatu kekuasaan, kedudukan, status, pengaruh dan yang lainnya, dan apabila
setiap individu menjalankan semua yang menjadi hak dan tugas maupun tanggung
jawabnya, dalam hal inilah dikatakan seseorang itu menjalankan perannya.
2.3 Lembaga Dan Organisasi Pengertian Lembaga
Istilah “lembaga”, menurut Ensiklopedia Sosiologi diistilahkan dengan
“institusi” sebagaimana didefinisikan oleh Macmillan adalah merupakan
seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang
nyata, yang terpusat pada kebutuhan-kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan
yang penting dan berulang.
Sementara itu, Adelman & Thomas dalam buku yang sama mendefinisikan
institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup
sekurang-kurangnya tiga tingkatan. Pertama, tingkatan nilai kultural yang
menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua, mencakup
(the rules of the game). Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual
yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di atas
menunjuk pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang paling
konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih
tinggi tingkatannya.
Pengertian lain dari lembaga adalah “pranata”. Koentjaraningrat misalnya,
lebih menyukai sebutan pranata, dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan)
golongan, dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia.
Kedelapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut:
(a). pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan,
yang disebut dengan kinship atau domestic institutions;
(b) pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,
yaitu untuk mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah, dan
mendistribusi harta dan benda, disebut dengan economic institutions. Contoh:
pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi,
penjualan, dan sebagainya.
(c) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan
pendudukan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna, disebut
educational institutions;
(d) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia,
menyelami alam semesta di sekelilingnya, disebut scientific institutions;
(e) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan
(f) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk
berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib, disebut religious institutions;
(g) pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur
kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara, disebut
political institutions. Contoh dari institusi politik di sini adalah pemerintahan,
demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan sebagainya; dan
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa lembaga itu tidak
hanya organisasi-organisasi yang memiliki kantor saja tetapi juga aturan-aturan
yang ada di masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu lembaga. Beberapa
contoh lembaga yang banyak dijumpai di perdesaan misalnya aturan dalam
pinjam-meminjan uang atau perkreditan, ketentuan dalam jual beli hasil pertanian,
aturan-aturan dalam sewa-menyewa, kaidah-kaidah dalam bagi hasil, dan
sebagainya.
Perbedaan Lembaga/Kelembagaan dengan Organisasi
Amitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat terdiri organisasi-organisasi,
dimana hampir dari semua dari kita melewati masa hidup dengan bekerja untuk
kepentingan organisasi. Dengan demikian organisasi adalah suatu unit sosial
(pengelompokan sosial) yang sengaja dibentuk dan dibentuk kembali dengan penuh
pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Namun untuk mendefinisikan
organisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Hal ini karena organisasi
merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya.
Secara umum, definisi organisasi merupakan rangkaian kegiatan kerjasama
yang dilakukan beberapa orang dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Peter
dan memiliki sesuatu yang formal, ada administrasi staf yang biasanya eksis dan
bertanggung jawab serta adanya koordinasi dalam melaksanakan kegiatan
anggotanya.
Menurut S.B. Hari Lubis dan Martani Huseini, organisasi sebagai satu kesatuan
sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu
sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,
yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas
yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
Selanjutnya, menurut Lubis & Huseini terdapat 3 (tiga) pendekatan yang lazim
digunakan dalam menganalisis organisasi, yaitu: (1) pendekatan Klasik, (2)
pendekatan Neo-Klasik, dan (3) pendekatan Moderen atau pendekatan Sistem.
Pertama, pendekatan Klasik, yang menurut pandangan Taylor lebih menekankan
akan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam pendekatan ini peran
pekerja dipisahkan dari peran manajer. Pekerja diklasifikasikan pada satu bidang
yang hanya bertugas melaksanakan pekerjaan saja, sedangkan manajer bertugas
mengelola metode kerja yang sebaiknya digunakan. Akibatnya, pekerja merasa
seperti mesin yang dikuras tenaganya untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Kedua, pendekatan Neo-Klasik lebih menekankan akan pentingnya hubungan
antarmanusia (human relations) bagi keberhasilan suatu organisasi dan kurang
memperhatikan struktur pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab
organisasi. Interaksi sosial atau human relations ini akan memunculkan
kelompok-kelompok nonformal dalam suatu organisasi yang memiliki norma sendiri dan
ini berpengaruh terhadap sikap maupun prestasi anggota kelompok. Interaksi sosial
ini perlu diarahkan sehingga dapat membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Ketiga, pendekatan Moderen, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi organisasi, dimana organisasi merupakan
bagian dari lingkungannya. Keterbukaan dan ketergantungan organisasi terhadap
lingkungannya menyebabkan bentuk organisasi harus disesuaikan dengan lingkungan
dimana organisasi itu berada.
Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah berbagai
kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat di dalamnya.
Sondang P. Siagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi sebagai wadah melihat
organisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hirarki jabatan manajerial, berbagai
kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan, informasi yang digunakan serta
hubungan antarsatuan kerja. Kemudian organisasi sebagai wadah, melihat pemilihan
dan penggunaan tipe organisasi tertentu, apakah bertipe lini, lini dan staf, fungsional,
matrik, dan panitia. Kemudian organisasi dipandang sebagai suatu proses interaksi
memiliki anggapan bahwa keberhasilan satuan-satuan kerja di dalam organisasi dalam
melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi interaksi antaranggota, satuan-satuan kerja
serta organisasi dengan lingkungannya.
Dengan demikian, untuk meneliti sebuah kelompok, menurut Martindale
harus melihat kegiatan yang dihasilkan kelompok tersebut, yang meliputi:
pengambilan keputusan, komunikasi, penyelesaian tugas, dan pembagian hasil
organisasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Dengan
demikian di dalam suatu lembaga ini terkandung prinsip-prinsip ekonomi.
Walaupun organisasi membutuhkan adanya pola-pola perilaku yang
membawa keefektifan suatu organisasi, namun definisi lembaga di atas, dapat
dilihat adanya perbedaan organisasi dengan lembaga atau institusi. Menurut
Uphoff, organisasi merupakan struktur yang mengakui dan menerima adanya
peranan. Organisasi bergerak pada bidang formal dan informal dimana struktur
yang ada, dihasilkan dari adanya interaksi diantara peranan yang semakin
kompleks.
Dari kedua definisi di atas dapat dilihat bahwa lembaga hadir untuk
memenuhi kebutuhan satu kelompok manusia dan bukan kebutuhan perorangan.
Naluri manusia yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, seperti
misalnya ketertarikan terhadap seks pada diri manusia, yang mengakibatkan
manusia untuk hidup berkelompok. Ada tua dan muda serta laki-laki dan
perempuan yang secara harafiah manusia membutuhkan bantuan orang lain.
Kemudian akan terjadi aksi sosial, tingkah laku sosial di dalam kelompok,
sehingga tercipta suatu lembaga yang memenuhi kebutuhan seks manusia. Begitu
pula akan lembaga-lembaga lain yang hadir di sekitar masyarakat itu sendiri.
Pembahasan ini lebih menitikberatkan pada sebuah lembaga yang dalam
memenuhi kebutuhan anggotanya, menggunakan prinsip-prinsip organisasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Martindale bahwa lembaga atau institusi
merupakan suatu pola hubungan yang dicerminkan oleh kelompok, dimana
melihat hubungan tingkah laku manusia yang telah terorganisasi pada sebuah
dengan melihat tingkah laku satu orang atau beberapa orang sebagai sampel. Hal
ini karena pada sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang memiliki
karakter yang berbeda dan individu ini saling mempengaruhi sehingga tidak dapat
berdiri sendiri.
2.4 Komite Sekolah
2.4.1 Konsep Dasar Komite Sekolah
Komite Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu
Penyelenggara Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua istilah tersebut tidak
begitu mengalami perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada
pengoptimalan peran serta masyarakat dalam mendukung dan mewujudkan mutu
pendidikan. Komite Sekolah adalah suatu lembaga mandiri yang mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah (Kepmendiknas
nomor: 044/U/2002).
Adapun tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
1) Kebijakan dan program pendidikan
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
3) Kriteria Kinerja Satuan pendidikan
4) Kriteria tenaga kependidikan
5) Kriteria fasilitas Pendidikan, dan
6) Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan
2.4.2 Peran Komite Sekolah
Secara kontekstual, Peran Komite Sekolah sebagai :
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan(Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).
Depdiknas dalam bukunya Partisipasi Masyarakat, menguraikan tujuhperanan
Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah, yakni :
a. Membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar di sekolah baik sarana, prasarana maupun teknis pendidikan.
b. Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa. Membantu usaha
pemantapan sekolah dalam mewujudkan pembinaan dan pengembangan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan demokrasi sejak
dini (kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela
negara, kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpinan),
keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran jasmani dan berolah raga,
daya kreasi dan cipta, serta apresiasi seni dan budaya.
d. Melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan
kurikulum, baik intra maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan manajemen
sekolah, kepala/wakil kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan.
e. Memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah.
f. Melakukan pembahasan tentang usulan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sekolah (RAPBS).
g. Meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu
(Kepmendiknas nomor: 044/U/2002).
Mengacu pada peranan Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu
pendidikan, sudah barang tentu memerlukan dana. Dana dapat diperoleh melalui
iuran anggota sesuai kemampuan, sumbangan sukarela yang tidak mengikat,
usaha lain yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan pembentukan
Komite Sekolah.
2.5 Hubungan Sekolah dengan Komite Sekolah
Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari masyarakat. Sekolah
merupakan lembaga yang bekerja dalam konteks sosial. Sekolah mengambil
siswanya dari masyarakat setempat, sehingga keberadaannya tergantung dari
dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh karena itu, hubungan sekolah dan
masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka
penyelenggaraan pendidikan.
a. Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan masyarakat
yang diwadahi dalam organisasi Komite Sekolah, sudah barang
tentu mampu mengoptimalkan peran serta orang tua dan
Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas
pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran
yang diperlukan sekolah.
b. Orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi
yang dimiliki anaknya dan,
c. Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak.
d. Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah dengan
masyarakat, subtansi pembinaannya harus diarahkan kepada
meningkatkan kemampuan seluruh personil sekolah dalam :
1. Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua tentang
pertumbuhan pribadi anak.
2. Memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak
yang baik, dengan harapan mereka mampu memberikan
bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya dalam mengikuti
pelajaran.
3. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang
program pendidikan yang sedang dikembangkan di
sekolah.
4. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang
hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah.
5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
6. Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat dalam
merencanakan dan mengawasi program sekolah
(Depdiknas, 2001:20).
2.6 Mutu Pendidikan
Mutu dalam konteks "hasil" pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai
oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis,
dapat pula prestasi bidang lain seperti olah raga, seni atau keterampilan tertentu
(komputer, beragam jenis teknik, jasa). Bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban,
saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.
Pengertian mutu secara umum adalah gambaran dan karakteristik yang
menyeluruh dari barang - barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan dalam konteks pendidikan.
Pengertian mutu mencakup Input, proses dan output pendidikan (Depdiknas Buku
1 MPMBS, 2001:25). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia
karena kebutuhan untuk keberlangsungan proses. Input pendidikan meliputi SDM
dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya
proses dan pencapaian target. Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu
menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnyaproses disebut input, sedangkan sesuatu yang diperoleh dari hasil
proses disebut output. Output pendidikan merupakan hasil kinerja sekolah.
Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku