• Tidak ada hasil yang ditemukan

tujuan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai derajat kesehatan tersebut dipengaruhi oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tujuan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai derajat kesehatan tersebut dipengaruhi oleh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

86

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TATELU KABUPATEN MINAHASA UTARA

Audy L. Umboh*, Odi R. Pinontoan*, Jimmy Posangi*

*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Lingkungan memegang peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan pada sekelompok masyarakat. Salah satu bagian lingkungan yang erat kaitannya dengan penularan penyakit adalah lingkungan tempat tinggal atau lingkungan rumah.Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui udara. Di Kabupaten Minahasa Utara penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat. Diantara 10 puskesmas, Puskesmas Tatelu merupakan puskesmas dengan kasus tuberkulosis paru terbanyak yaitu pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru dan faktor yang paling dominan hubungannya dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, dengan pendekatan Case Control Study. Populasi penelitian ialah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tatelu. Sampel berjumlah 110 responden dibagi 2 kelompok, kasus dan kontrol masing masing 55 orang ditentukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data primer dikumpulkan melalui lembar observasi yang telah dibuat sesuai tujuan penelitian. Data ditabulasi kemudian dilakukan perhitungan uji Chi-Square untuk analisis bivariat dan uji regresi logistik untuk analisis multivariat dengan menggunakan program komputer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru. Terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian, luas ventilasi, jenis lantai, dan kelembaban ruangan dengan kejadian tuberkulosis paru. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian tuberkulosisparu ialah jenislantai.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Ikli,m, Standard Precaution ABSTRACT

Environment plays an important role in influencing the health of the community group. One part of the environment that is closely related to disease transmission is the residential area or the home environment (Depkes RI, 2010). Tuberculosis is an infectious disease caused by the mycobacterium tuberculosis is spread through the air (Sanga, 2014). In North Minahasa Regency lung tuberculosis is a public health problem. Among the 10 health centers, health center health center Tatelu a case of pulmonary tuberculosis are highest in 2015. This study aimed to analyze the risk factors for physical house environment related to the incidence of lung and most dominant factor in relation to the incidence of pulmonary tuberculosis in Puskesmas Tatelu District North Minahasa. This type of this research is observational analytic with Case Control Studyapproach. The study population is the society in Puskesmas Tatelu. Total sample of 110 respondents were divided two groups, case and control respectively 55 people determined using simple random sampling technique. Primary data was collected through observation sheet that has been made according to the research objectives. Data is tabulated then calculate the Chi-Square test for bivariate analysis and logistic regression for multivariate analysis using a computer program. The results showed that there was no significant relationship between the types of the wall with the incidence of pulmonary tuberculosis. There is a significant association between residential density, ventilation, types of flooring, and the humidity of the room with the incidence of pulmonary tuberculosis. The most dominant factor related to the incidence of pulmonary tuberculosis is the type of floor.

Keyword: Knowledge, Attitude, Climate, Standard Precaution

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan pada saat ini mempunyai

tujuan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai derajat kesehatan tersebut dipengaruhi oleh

(2)

87 empat faktor yaitu lingkungan, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang

menyebar melalui udara. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru-paru seperti kelenjar getah bening, kulit, usus atau saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya (Sanga, 2014).

Di Indonesia Tuberkulosis paru penyebab kematian terbesar ke tiga dengan pertambahan sekitar 600.000 kasus setiap tahun. Sebagian besar penderitanya adalah masyarakat miskin yang hidup di lingkungan kumuh dengan tingkat kebersihan lingkungan rendah. Hampir 75% penderita Tuberkulosis paru di temukan pada kelompok usia reproduktif (15-50 tahun) (Zaleha, 2012).Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 menunjukkan bahwa estimasi insiden tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA+) sebesar 104/100.000 penduduk. Badan penelitian (Litbangkes) Tuberkulosis (2007) estimasi insiden kasus tuberkulosis paru (BTA+) sekitar 128/100.000 penduduk. Penderita tuberkulosis paru sekitar 75% adalah kelompok usia produktif secara ekonomis (15-50 tahun) (DepKes, 2011). Target program penanggulangan

Tuberkulosis adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien sesuai tujuan millenium development

goals (MDGs) tahun 2015 tentang

pengendalian penyakit menular langsung (Depkes RI, 2011).

Penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru, pencahayaan, luas ventilasi, serta jenis lantai dan dinding rumah dapat berpengaruh pada kejadian tuberkulosis paru.Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Utara ditemukan angka Case Detaction Rate penderita tuberkulosis paru sebanyak 114%, sedangkan di Dinas kesehatan Minahasa Utara angka Case Detection Rate112%, dimana angka penanganan kasus tuberkulosis paru masih tinggi perlu perhatian dan penanggulangan masalah kesehatan yang optimal. Di Kabupaten Minahasa Utara penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diantara 10 puskesmas yang ada di Kabupaten Minahasa Utara, Puskesmas Tatelu merupakan puskesmas dengan kasus tuberkulosis paru terbanyak yaitu pada tahun 2015 terdapat 97 penderita dan 784 yang diduga tuberkulosis paru.

(3)

88 METODE PENELITIAN

Penelitian Desain yang dipakai dalam penelitian ini observasional analitikdengan pendekatan Case-Control Study.

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara pada bulan Mei sampaiJuni 2016.

Seluruh pasien yang berkunjung ke Puskesmas Tatelu yangpositif mengidap penyakit tuberkulosis paru didiagnosa oleh dokter sebanyak 97 orang sesuai rekam medikpasien pada tahun 2015.

Metode pengambilan sampel dengan

simpel random sampling dari populasi

terdiagnosa mengidap penyakit tuberkulosis paru dengan pemeriksaan laboratorium sputum BTA (+) dan dari hasil rekam medik positif tuberkulosis paru.

Analisa data adalah menganalisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan melalui beberapa tahapan yaitu, univariat, bivariat dan multivariat

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Analisis Univariat

Terhadap Kepadatan Hunian, Luas Ventilasi, Jenis Lantai, Jenis Dinding dan Kelembaban Ruangan Variabel Jumlah (n = 110) n % Kepadatan Hunian a. Kurang Baik 59 53,6 b. Baik 51 46,4 Luas Ventilasi a. Kurang Baik 59 53,6 b. Baik 51 46,4 Jenis Lantai a. Kurang Baik 49 44,5 b. Baik 61 55,5 Jenis Dinding a. Kurang Baik 42 38,2 b. Baik 68 61,8 Kelembaban Ruangan a. Kurang Baik 54 49,1 b. Baik 56 50,9

Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa berdasarkan variabel kepadatan hunian jumlah responden dengan kategori kurang baik sebanyak 59 (53,6%) dan kategori baik sebanyak 51 (46,4%). Berdasarkan variabel luas ventilasi responden dengan kategori kurang baik sebanyak 59 (53,6%) dan kategori baik sebanyak 51 (46,4%), berdasarkan variabel jenis lantai jumlah responden dengan kategori kurang baik sebanyak 49 (44,5%) dan kategori baik sebanyak 61 (55,5%), sedangkan berdasarkan

(4)

89 variabel jenis dinding jumlah responden dengan kategori kurang baik sebanyak 42 (38,2%) dan kategori baik sebanyak 68 (61,8%). Berdasarkan variabel

kelembaban ruangan jumlah responden dengan kategori kurang baik sebanyak 54 (49,1%) dan kategori baik sebanyak 56 (50,9%).

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Kepadatan Hunian, Luas Ventilasi, Jenis Lantai, Jenis Dinding dan Kelembaban Ruangan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tatelu. Kepadatan Hunian Kejadian Tuberkulosis Paru Jumlah p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang Baik 38 34,5 21 19,1 59 53,6 0,002 3,619 (1,644-7,968) Baik 17 15,5 34 30,9 51 46,4 Luas Ventilasi Kejadian Tuberkulosis Paru Jumlah p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang Baik 39 35,5 20 18,2 59 53,6 0,001 4,266 (1,916-9,496) Baik 16 14,5 35 31,8 51 46,4 Jenis Lantai Kejadian Tuberkulosis Paru Jumlah p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang Baik 33 30,0 16 14,5 49 44,5 0,002 3,656 (1,654-8,084) Baik 22 20,0 39 35,5 61 55,5 Jenis Dinding Kejadian Tuberkulosis Paru Jumlah p value Kasus Kontrol n % n % n % Kurang Baik 17 15,5 25 22,7 42 38,2 0,170 Baik 38 34,5 30 27,3 68 61,8 Kelembaban Ruangan Kejadian Tuberkulosis Paru Jumlah p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang Baik 33 30,0 21 19,1 54 49,1 0,036 2,429 (1,129-5,225) Baik 22 20,0 34 30,9 56 50,9

(5)

90 Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa pada kelompok kasus terdapat 38 responden (34,5%) dengan kategori kurang baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 21 responden (19,1%) dengan kategori baik, maka proporsi pajanan oleh faktor resiko kepadatan hunian kurang baik lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p = 0,002< 0,05 maka dapat disimpulkan

pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis paru (H0

ditolak). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,619 dan nilai 95% CI = 1,644 – 7,968 maka kepadatan hunian kurang baik merupakan faktor risiko, artinya bahwa seseorang yang tingal dalam kepadatan hunian kurang baik akan berisiko 3,6 kali lebih tinggi untuk terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dalam kepadatan hunian yang baik.

Hasil analisis hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa pada kelompok kasus terdapat 39 responden (35,5%) dengan kategori kurang baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 20 responden (18,2%) dengan kategori baik, maka proporsi pajanan oleh faktor resiko luas ventilasi kurang baik lebih

tinggi pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001< 0,05 maka dapat disimpulkan pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru (H0 ditolak).

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,266 dan nilai 95% CI = 1,916 – 9,496 maka luas ventilasi kurang baik merupakan faktor risiko, artinya bahwa seseorang yang tingal dalam ventilasi rumah kurang baik akan berisiko 4,2 kali lebih tinggi untuk terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dalam ventilasi rumah yang baik. Hasil analisis hubungan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa pada kelompok kasus terdapat 33 responden (30%) dengan kategori kurang baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 16 responden (14,5%) dengan kategori baik, maka proporsi pajanan oleh faktor resiko jenis lantai kurang baik lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,002< 0,05 maka dapat disimpulkan pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru (H0 ditolak). Dari hasil analisis

diperoleh pula nilai OR = 3,656 dan nilai 95% CI = 1,654 – 8,048 maka luas ventilasi kurang baik merupakan faktor

(6)

91 risiko, artinya bahwa seseorang yang tinggal dalam rumah dengan jenis lantai kurang baik akan berisiko 3,6 kali lebih tinggi untuk terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dalam rumah dengan jenis lantai yang baik.

Hasil analisis hubungan antara jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa pada kelompok kasus terdapat 17 responden (15,5%) dengan kategori kurang baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 25 responden (22,7%) dengan kategori baik, maka proporsi pajanan oleh faktor resiko jenis dinding kurang baik lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok kasus. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,170> 0,05 maka dapat disimpulkan pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru (H0 gagal

ditolak).

Hasil analisis hubungan antara kelembaban ruangan dengan kejadian tuberkulosis paru diperoleh bahwa pada kelompok kasus terdapat 33 responden (30%) dengan kategori kurang baik, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 21 responden (19,1%) dengan kategori baik, maka proporsi pajanan oleh faktor resiko kelembaban ruangan kurang baik lebih tinggi pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p = 0,036< 0,05 maka dapat disimpulkan

pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara kelembaban ruangan dengan kejadian tuberkulosis paru (H0

ditolak). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 2,429 dan nilai 95% CI = 1,129 – 5,0225 maka kelembaban ruangan kurang baik merupakan faktor risiko, artinya bahwa seseorang yang tinggal dalam rumah dengan dengan kelembaban ruangan kurang baik akan berisiko 2,4 kali lebih tinggi untuk terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dalam rumah dengan dengan kelembaban ruangan yang baik.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis parupada orang dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

(7)

92 4. Tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jenis dinding dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban ruangan dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa di wilayah kerja Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

SARAN

1. Bagi masyarakat agar melakukan pemeriksaan tuberkulosis paru melalui pemeriksaan secara rutin dan berkala pada petugas kesehatan di puskesmas maupun layanan kesehatan lainnya sehingga apabila terjadi tuberkulosis paru, sedini mungkin dapat dilakukan penanganan yang tepat dan kemungkinan komplikasi lanjut dapat dicegah. Masyarakat diharapkan dapat menjaga pola hidup sehat melalui pemeliharaan lingkungan fisik rumah yang sehat agar terhindar dari penularan penyakit tuberkulosis paru.

2. Bagi Dinas Kesehatan terlebih khusus Puskesmas Tatelu agar mengaktifkan kegiatan edukatif yang melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi

dini, pemantauan, dan tindak lanjut terhadap faktor-faktor risiko penyakit menular secara mandiri dan berkesinambungan melaluilayanan promotif dan penyuluhan kesehatan terutama mengenai pemeliharaan lingkungan fisik rumah yang sehat dalam upaya pencegahan penyakit menular melalui berbagai media yang memungkinkan dapat digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ajis. E, Mulyani. S N, Pramono D. 2007.Hubungan antara Faktor-faktor Ekternal dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis pada Balita.Journal Berita Kedokteran Indonesia, (online), Vol. 25, No. 3 September 2009. Hal 109-116. http://jurnal.ugm.ac.id/bkm/article /view/355 7/3046.Di askes tanggal 26 agustus 2014.

Anonim. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1077/ MENKES/PER/2011. tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.

Jakarta (Online)

www.google.com/depkes.go.id.P MKNo.clie nt=1077=new.pdf .Diakses pada 12 Agustus 2014. Ayomi. C A, Setiana O, Joko T. 2010.

Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah

(8)

93 sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah KerjaPuskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, (online), Vol.11

No.1/April2012.Hal18.http://ejour nal.undip.ac.id/index.php/jkli/artic le/view/4130.Diask es tanggal 15 september 2014.

Dawile G, Sondakh C, maramis F. 2013. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Manado: Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam ratulangi.

Diani, 2011.Proporsi Infeksi Tuberkulosis dan Gambaran Faktor Risiko pada Balita yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa, Ilmu Kesehatan Anak R.S. dr Ciptomangunkusumo, FKUI, Jakara.

Firdiansyah. N W, 2012. Pengaruh Faktor Rumah dan Sosial Ekonomi terhadap Kejadian Penyakit TB Paru BTA Positif di Kecamatan Genteng Kota

Surabaya. Hal

210218.http://ejournal.unesa.ac.id/

index.php

/swara-bhumi/article/view/9194

Manalu.H.S.P, 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tb paru dan upaya penanggulangannya, Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9 No.4 Tahun 2010, Jakarta.

Prasetyowati.I, Wahyuni U C. 2008.Hubungan antara Pencahayaan Rumah, Kepadatan Penghuni dan Kelembaban, dan RisikoTerjadinya Infeksi Tb Anak SD di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran Indonesia, (online), Vol.1No.1/Januari/ 2009. Hal 88-93.

http://jkiina.com/index.php/jki/arti cle/view/3 9.Di skes tanggal 20 september 2014.

Ruswanto.B, 2010.Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan, Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Zaleha.P. 2012. Pedoman Teknik

Penyehatan Perumahan.Tesis.

Diakses dari:

http://repository.ipb.ac.id.(diundu h 11 Maret 2014).

Gambar

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Kepadatan Hunian, Luas Ventilasi, Jenis Lantai,  Jenis  Dinding  dan  Kelembaban  Ruangan  dengan  Kejadian  Tuberkulosis  Paru  di  Puskesmas Tatelu

Referensi

Dokumen terkait

In addition to SEAR-ITAG members, SAGE members representing the Region, members of national committees for immunization practices (NCIP) of Member States, EPI

Menyataan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA KELAS XI MIA MA AL-ISLAM

bahasa ini berasal dari Bahasa Jawa Kuno yang digunakan secara tumn-temumn sejak. zamaln pra-Majapahit (tahun

Apabila dilihat dari jumlah PTS di wilayah Jawa Barat yang termasuk dalam daftar pelaksana SPMI-PT yang baik menurut Dirjen Dikti Depdiknas RI di atas, dapat

Surat perjanjian ganti rugi ( indemnity letter ) yang ditandatangani dan disahkan dihadapan notaris. 17 http://www.sinarmas.co.id/layanan_produk/sinamas_

Ada dua agenda utama dalam kegiatan ini, yaitu diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari FK Universitas Sumatera Utara serta untuk melakukan

Dengan kata lain, core business (inti bisnis) dari perusahaan Amway adalah penjualan produk yang benar-benar bagus digunakan dan dibutuhkan dipasaran Amerika Serikat sehingga

Sangat mendesaknya kebutuhan MCK layak dan sesuai dengan stándar kesehatan bagi masyarakat pesisir maka masyarakat pesisir yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat