• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Efy Sudiarti dan L.Meily Kurniawidjaya. Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Efy Sudiarti dan L.Meily Kurniawidjaya. Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA

PEMAKAIAN METODA KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP)

PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI PUSKESMAS JAGASATRU

KOTA CIREBON TAHUN 2012

Oleh :

Efy Sudiarti dan L.Meily Kurniawidjaya

Peminatan Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

ABSTRAK

Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu sebesar 1,48%. Penduduk Indonesia (SP 2010) sudah mencapai 237,6 juta. Periode tahun 1990-2000 jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa pertahunnya atau bertambah 270.833 jiwa perbulannya. RPJMN tahun 2009-2014 untuk mempercepat pengendalian fertilitas Keluarga Berencana Nasional lebih diarahkan kepada pemakaian Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Di Indonesia pemakaian MKJP cenderung menurun dan rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemakaian Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif pada 110 responden pasangan usia subur. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak memakai MKJP, berumur >35 tahun, pendidikan >SMA, tidak bekerja atau ibu rumah tangga, memiliki jumlah anak banyak ≥3 orang, pengetahuan tinggi, jarak ke pelayanan KB yang dekat (<2,5 km), tidak perlu bayar biaya pemasangan kontrasepsi, mendapatkan dukungan lemah dari suami dan dukungan kuat dari keluarga. Hasil uji statistik membuktikan terdapat hubungan bermakna antara pendidikan (OR=2,8), pekerjaan (OR=3,8), jumlah anak hidup (OR=2,6), dan pengetahuan (OR=4,1) dengan pemakaian MKJP. Begitu juga jarak (OR=3,2) dan dukungan suami (OR=2,9) terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan pemakaian MKJP.

Kata Kunci : Cirebon; Kontrasepsi; MKJP; PUS ABSTRACT

Indonesia population is growing fast every year with 1,48% of growing. Indonesia population (SP 2010) is reach 237,6 million. For the period of 1990-2000 the population growth is up to 3,25 million or 270.833 soul every month. 2009-2014 RPJMN for fertility accelerate control of Keluarga Berencana Nasional is directed to the usage of Long Term contraseption Method (MKJP). In Indonesia the used of MKJP is collapse. This research is mean to know about the related factors of the low usage of MKJP to Pasangan Usia Subur (PUS) in Jagasatru Health Centre of Cirebon City. Cross-sectional research design with quantity of 110 PUS responden. Result of this research shown that most of responden not use the MKJP, in age of >35 years old, level of education > high school, housewifes, have > 3 children, high knowledge, range to the nearest KB station (<2,5 km), no charge of the contraseption planting, getting low support from husband but high support from family. The statistic test result prove that there is

(2)

significant relation between education (OR=2,8), jobs (OR=3,8), childrens (OR=2,6), and knowledge (OR=4,1) with usage of MKJP. So the distance (OR=3,2) and husban support (OR=2,9) prove that have the significant conection of the MKJP usage.

Key words: Cirebon; Contraseption; MKJP; PUS PENDAHULUAN

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000, jumlah penduduk bertambah 3,25 juta jiwa. Jika ini dialokasikan ke setiap bulan maka setiap bulannya penduduk Indonesia bertambah sebanyak 270.833 jiwa atau sebesar 0,27 juta jiwa. Keluarga Berencana adalah program bagaimana mendewasakan usia perkawinan dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk. Pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, menunjukan angka ASFR wanita usia 15-19 tahun cenderung meningkat dari 35/1000 WUS pada SDKI 2007 menjadi 48/1000 WUS. Peningkatan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) ditujukan untuk mencapai sasaran MDGs pada 2014 mendatang. Salah satu langkahnya adalah upaya percepatan antara lain penerapan program KKB di 10 propinsi dan salah satunya adalah Jawa Barat.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014, tertuang bahwa dalam rangka mempercepat pengendalian fertilitas melalui penggunaan kontrasepsi, program keluarga berencana nasional di Indonesia lebih diarahkan kepada pemakaian Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari dua tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari tiga tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metoda yang termasuk dalam kelompok ini adalah metode kontrasepsi mantap (MOP dan MOW), implant, dan IUD (Asih dan Oesman, 2009).

Pada tahun 1996, FK-UI (Azwar,A) telah melakukan suatu Operasional Research terhadap pelayanan metoda MKJP di beberapa rumah sakit di Jakarta merekomendasikan bahwa pelayanan MKJP seyogyanya dilakukan di rumah sakit dan perlu diikuti dengan upaya perbaikan mutu pelayanannya baik terhadap provider, kelengkapan sarana dan prasarana di rumah sakit dan pendekatan Quality Assurance. Pada tahun 2008 terdapat penelitian lain, dengan metoda PDCA Cycle, mengungkap bahwa rendahnya pemakaian MKJP disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang MKJP dimana

(3)

kualitas sosialisasi MKJP termasuk tenaga, sarana dan prasarana dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang MKJP dan bahkan partisipasi klien yang datang ke puskesmas tersebut untuk menggunakan MKJP makin bertambah, terutama terhadap kontap wanita (Asih dan Oesman, 2009).

Di Indonesia pemakaian MKJP cenderung menurun. Menurut data SDKI pada tahun 1991, proporsi pemakaian MKJP 19,7 %, tahun 1994: 19%, tahun 1997: 17,5%, tahun 2002 14,6% dan pada tahun 2007 turun menjadi 10,9% (SDKI, 1991) dari target 25,9 % (BKKBN, 2012). Di Jawa Barat, pada tahun 2010 peserta KB aktif 5.391.293 orang (64,57%). Dari 5.391.293 peserta KB aktif pengguna KB IUD (7,58%), peserta implant (1,79%), peserta MOW (1,72%), dan peserta MOP (0,48%) (penyusunan kondisi sosial ekonomi jawa barat, tahun 2009 dan 2010). Di kota Cirebon pada tahun 2011 jumlah peserta KB aktif 34.711 orang dengan jumlah PUS 44.472 orang. Dari 34.711 peserta KB aktif pengguna KB IUD (16%), peserta MOW (7,9%), peserta implant (5,5%), dan MOP (0,40%) (profil kesehatan kota cirebon, 2011). Di Puskesmas Jagasatru dari data laporan bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2012 terdapat peserta KB aktif 1031 orang dengan jumlah PUS 1358 orang. Dari 1031 peserta KB aktif peserta MOW (8,82%), peserta IUD (8,43%)peserta implant (3,10%), dan peserta MOP (0,39%). Data tahun 2010 menunjukan pemakaian MKJP 28,41%, tahun 2011 27,82%, dan pada tahun 2012 turun menjadi 25,53% dari target 32,22%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemakaian MKJP pada PUS di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon. Adapun beberapa faktor tersebut adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak hidup, dan pengetahuan), faktor pemungkin (jarak ke tempet pelayanan dan biaya penggunaan alat kontrasepsi), dan faktor penguat (dukungan suami dan dukungan keluarga). Penelitian ini akan menganalisis gambaran dan hubungan faktor-faktor tersebut dengan rendahnya pemakaian MKJP pada PUS di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon.

TINJAUAN TEORITIS

Pengertian Program Keluarga Berencana

Program KB merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui mengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk di Indonesia.

(4)

Konsep Program Keluarga Berencana

Upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan ini bersifat sementara (Reversible) dan permanen (Irreversible). Bila dilihat berdasarkan kandungannya, kontrasepsi dapat dibedakan sebagai kontrasepsi hormonal (pil, suntikan, implant dan akhir-akhir ini baru diperkenalkan IUD-mirena atau LNG-IUS) dan kontrasepsi non hormonal (kondom, IUD-Tcu, dan metoda kontap). Kontrasepsi yang dianggap ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek samping yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan coitus, tidak memerlukan motivasi terus menerus, mudah pelaksanaanya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dan dapat diterima penggunaanya oleh pasangan bersangkutan.

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Prawirohardjo,S (1999), bahwa metoda kontrasepsi jangka panjang merupakan kontrasepsi yang dapat bertahan antara tiga tahun sampai seumur hidup, seperti IUD, Implant/susuk KB, dan sterilisasi pada pria/wanita. Alat kontrasepsi dalam rahim atau yang dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) merupakan kontrasepsi non hormonal yang dipasang di dalam rahim. Implant merupakan alat kontrasepsi yang dipasang atau disisipkan di bawah kulit, efektif mencegah kehamilan dengan cara mengalirkan secara perlahan-lahan hormon yang dibawanya. Kontrasepsi mantap adalah satu metoda kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki). Kontap adalah salah satu cara mengakhiri kelahiran. Kontrasepsi mantap (kontap) dikenal ada 2 macam, yaitu kontap pria atau MOP atau Vasektomi dan kontap wanita atau MOW atau Tubektomi.

Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami isteri yang telah menikah secara sah dan dalam masa produktif (belum menopause). Menurut BKKBN masa produktif antara usia 15 - 49 tahun, tetapi pemerintah memberikan batasan usia untuk menikah yaitu, wanita 20 tahun dan laki-laki 21 tahun.

Teori Perilaku Lawrence Green

Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior

(5)

causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

• Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya

• Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya

Faktor-faktor pendorong ( reiforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. perilaku.

Teori Perilaku Notoadmojo

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Teori Health Belief Model (HBM)

Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio psikologis, munculnya model ini didsarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider, kagagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventif health

behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheori, 1954)

menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan berumur muda (Notoatmodjo, 2003). Menurut BKKBN (1980) dalam kusumaningrum (2009) pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi sesesorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang

(6)

berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru.

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN dan LDFEUI (1998) status pekerjaan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemakaian kontap. Jadi besar kemungkinan wanita yang bekerja akan lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB dan lebih mengetahui berbagai metoda kontrasepsi dari wanita yang tidak bekerja. Menurut BKKBN (1999) dalam Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pernah dilahirkan seorang wanita akan mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Studi yang dilakukan oleh Anne R Pebley dan James W Breckett (1982) dalam Kartini (2009) menemukan bahwa “Sekali wanita mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi, perbedaan jarak dan waktu bukanlah hal yang penting dalam menggunakan kontrasepsi, dan mempunyai hubungan yang signifikan anatara pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode kontrasepsi yang digunakan.

Menurut Depkes (2007)  pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografi, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat memfasilitasi atau menghambat pemanfaatan ini adalah hubungan antara lokasi suplai dan lokasi dari klien yang dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografi dan volume dari pelayanan bergantung dari jenis pelayanan oleh berkurangnya sumber dana yang ada. Pada sisi lain, biaya dengan aspek finansial mempunyai aksesbilitas, dimana biaya dapat mempengaruhi jangkauan terhadap calon akseptor. Semakin mahal harganya semakin terbatas akses calon akseptor untuk mendatangi sarana pelayanan tersebut dan alat kontrasepsi tertentu. (BKKBN, 1994) dalam (Kemala, 2002).

Hartanto (2004)   dalam Purba (2009) mengatakan bahwa kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh istri tanpa kerjasama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami istri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian. Menurut Friedmen (1998) dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif. Peran dukungan keluarga sendiri terbagi menjadi peran formal yaitu peran yang tampak jelas, bersifat eksplisit misalnya peran suami dan pecan informasi seperti bantuan langsung dari keluarga.

(7)

Subyek penelitian adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan kontrasepsi (peserta KB aktif) di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon. Desain penelitian adalah studi

cross-sectional dengan sumber data sekunder yang didapat dari Puskesmas Jagasatru dan UPTD

PKB Kecamatan Pekalipan, serta data primer dengan cara membagikan angket kuesioner kepada peserta KB aktif. Variabel penelitian yang diukur adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak hidup, dan pengetahuan), faktor pemungkin (jarak ke tempet pelayanan dan biaya penggunaan alat kontrasepsi), dan faktor penguat (dukungan suami dan dukungan keluarga) serta hubungan faktor-faktor tersebut dengan rendahnya pemakaian MKJP pada PUS di Puskesmas Jagasatru Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon. Analisis data terdiri dari dua tahap yaitu univariat (gambaran dan distrubusi frekuensi) dan bivariat, yaitu uji statistik hubungan yaitu Chi Square Test terhadap batas kemaknaan 5%. kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

HASIL PENELITIAN

Hasil Penelitian menunjukkan sebagian besar pasangan usia subur memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi suntikan KB yaitu sebesar 36,4%, kemudian metode lainnya sebesar 27,3%, metode IUD/sprial sebesar 19,1%, implant sebesar 9,1%, dan pil sebesar 8,2%. Proporsi pasangan usia subur yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang yaitu sebesar 28,2% dan jauh lebih kecil dibandingkan proporsi pasangan usia subur yang memakai non metode kontrasepsi jangka panjang yaitu sebesar 71,8%. Rata-rata umur pasangan usia subur adalah 35 sampai 36 tahun dengan rentang umur yang cukup lebar yaitu antara 20 sampai 49 tahun. Proporsi pasangan usia subur dengan usia >35 tahun yaitu sebesar 54,5% dan lebih tinggi dibandingkan kelompok pasangan usia subur dengan usia 20-35 tahun (45,5%).

Hasil penelitian menunjukkan proporsi pasangan usia subur yang memiliki latar belakang pendidikan tamat SMA sebesar 44,5%, lebih tinggi dari pasangan usia subur tamat SD sebesar 23,6%, pasangan usia subur tamat SMP sebesar 20%, tidak tamat SD sebesar 6,4%, dan tamat akademi/PT sebesar 5,5%. Proporsi pasangan usia subur yang memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu tamat SMP ke bawah sebesar 50% dan sama besar dengan pasangan usia subur yang tingkat pendidikan tinggi sebesar 50%. Sebagian besar pasangan usia subur adalah tidak bekerja atau ibu rumah tangga yaitu sebesar 80,9% sedangkan pasangan usia subur yang bekerja hanya sebesar 19,1%. proporsi pasangan usia subur yang memiliki 2 anak sebesar 29,1%, lebih tinggi dari pasangan usia subur yang memiliki 3 anak

(8)

sebesar 28,2%, pasangan yang memiliki >3 anak sebesar 22,7%, dan pasangan usia subur yang memiliki 1 anak sebesar 20%. Diketahui sebagian besar pasangan usia subur memiliki jumlah anak banyak yaitu sebesar 50,9% dan tidak jauh berbeda dengan proporsi pasangan usia subur yang jumlah anaknya sedikit sebesar 49,1%.

Pengetahuan pasangan usia subur dinilai dari delapan pertanyaan tentang jenis-jenis alat transportasi. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasangan usia subur memiliki pengetahuan tentang jenis alat kontrasepsi yang tinggi yaitu sebesar 75,5% dan lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan usia subur yang pengetahuannya rendah sebesar 24,5%. Sebagian besar pasangan usia subur memiliki jarak yang dekat ke pelayanan KB yaitu sebesar 77,3% dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi pasangan usia subur yang memiliki jarak jauh ke pelayanan KB yaitu sebesar 22,7%. Sebagian besar pasangan usia tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pemasangan KB yaitu sebesar 53,6% dan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan proporsi pasangan usia subur yang harus mengeluarkan biaya untuk pemasangan KB yaitu sebesar 46,4%. Adapun rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan kontrasepsi adalah sebanyak Rp 104.833,- dengan rentang antara Rp 10.000,- sampai Rp 1.000.000,-.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan dukungan yang lemah dari suami untuk menggunakan MKJP yaitu sebesar 54,5% dan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan proporsi responden yang mendapatkan dukungan kuat dari suami yaitu sebesar 45,5%. Sebagian besar responden mendapatkan dukungan yang kuat dari keluargauntuk menggunakan MKJP yaitu sebesar 90,9% dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi responden yang mendapatkan dukungan lemah dari keluarga yaitu sebesar 9,1%.

Analisis hubungan bertujuan untuk mengetahui bentuk dan signifikansi hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak hidup, dan pengetahuan pasangan usia subur dengan pemakaian MKJP. Pengujian statistik menggunakan uji Chi-square dengan alpha 5%, ( Tabel 1).

(9)

Tabel 1. Distribusi Pemakaian MKJP Menurut Faktor-faktor Determinan Variabel MKJP P-Value OR CI 95% Tidak Ya Total n % N % n % Umur 20-35 tahun 37 74 13 26 50 100 0,8 1,2 0,5-2,8 >35 tahun 42 70 18 30 60 100 Pendidikan Rendah 45 81,8 10 18,2 55 100 0,034* 2,8 1,2-6,7 Tinggi 34 61,8 21 38,2 55 100 Pekerjaan Tidak Bekerja 69 77,5 20 22,5 89 100 0,013* 3,8 1,4-10,2 Bekerja 10 47,6 11 52,4 21 100

Jumlah Anak Hidup

Sedikit 44 81,5 10 18,5 54 100 0,045* 2,6 1,1-6,3 Banyak 35 62,5 21 37,5 56 100 Pengetahuan Rendah 24 88,9 3 11.1 27 100 0,027* 4,1 1,1-14,7 Tinggi 55 66,3 28 33,7 83 100 Jarak Dekat 66 77,6 19 22,4 85 100 0,024* 3,2 1,3-8,2 Jauh 13 52 12 48 25 100 Biaya Pasang Tidak Bayar 41 69,5 18 30,5 59 100 0,71 0,8 0,3-1,8 Bayar 38 74,5 13 25,5 51 100 Dukungan Suami Lemah 49 81,7 11 18,3 60 100 0,021* 2,9 1,2-7,1 Kuat 30 60 20 40 50 100 Dukungan Keluarga Lemah 8 80 2 20 10 100 0,72 1,6 0,3-8,2 Kuat 71 71 29 29 100 100

*Signifikan terhadap alpha 5%

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang pendidikan rendah 2,8 kali lebih banyak dibandingkan pendidikan tinggi. Diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang tidak bekerja 3,8 kali lebih banyak dibandingkan yang bekerja. Diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang memiliki anak sedikit ≤3 orang 2,6 kali lebih banyak dibandingkan yang memiliki anak banyak >3 orang. Diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang pengetahuan tentang jenis alat kontrasepsi rendah 4,1 kali lebih banyak dibandingkan yang memiliki pengetahuan tinggi. Diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang menempuh jarak dekat ke pelayanan KB 3,2 kali lebih banyak dibandingkan yang menempuh jarak jauh. Diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang mendapatkan dukungan lemah dari suami 2,9 kali lebih banyak dibandingkan yang mendapatkan dukungan kuat dari suami. Sedangkan umur, biaya pemasangan KB, dan dukungan keluarga tidak terbukti memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP.

(10)

PEMBAHASAN Umur

Pada penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar responden yang berusia >35 tahun dan 20-35 tahun lebih banyak yang memakain non MKJP dibandingkan MKJP dan tidak ada hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP. Hasil analisis hubungan antara umur dengan pemakaian MKJP didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna. Namun, dalam penelitian Yusuf (2002) dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penggunaan MKJP. Pada kelompok responden yang berumur tua (>30 tahun) sebagian besar menggunakan MKJP (50%) dibandingkan dengan kelompok responden yang berumur muda (<30 tahun) yaitu hanya sebesar 11,1%. Begitu juga penelitian Amiranty (2003) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna pada tiap kelompok umur dengan pemakaian MKJP. Wanita yang berusia 36-49 tahun memiliki peluang sebesar 10 kali untuk memakai MKJP dibandingkan wanita yang berusia 15-19 tahun.

Pendidikan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok PUS dengan pendidikan tinggi. Menurut BKKBN (1980) dalam Kusumaningrum (2009) pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi ssesorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yusuf (2001) menyatakan bahwa ada hubungan antara proporsi penggunaan MKJP oleh responden yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi. Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Purwoko (2000) dalam Ekarini (2008), mengemukakan pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sukap tentang metoda kontrasepsi. tidak bekerja.

Pekerjaan

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok PUS yang bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pranita (2002) menyatakan terdapat hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Responden yang tidak bekerja mempunyai peluang 1,9 kali lebih tinggi untuk memilih non kontrasepsi mantap dibandingkan dengan responden yang bekerja. Begitu juga Amiranty

(11)

(2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Ibu yang bekerja memiliki peluang sebesar 2 kali untuk memakai MKJP dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

Jumlah Anak Hidup

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok responden dengan jumlah anak hidup banyak. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yusuf (2001) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara proporsi penggunaan MKJP dengan kelompok responden yang memiliki jumlah anak hidup yang kecil dengan kelompok responden yang memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden yang memiliki jumlah anak > 2 orang mempunyai kemungkinan 20x lebih besar untuk menggunakan MJKP dibandingkan dengan ibu yang mempunyai anak < 2 orang. Begitu juga Amiranty (2003) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara jumlah anak yang hidup dengan pemakaian MKJP. Menurut BKKBN (1999) dalam Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pernah dilahirkan seorang wanita akan mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Ada hubungan tidak langsung antara pola perkawinan dengan penggunaan terhadap alat kontrasepsi. Ditemukan bahwa semakin rendah umur kawin pertama seorang ibu, jumlah anak lahir hidup yang dimilikinya semakin besar (Ananta, 1986).

Pengetahuan

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok PUS yang memiliki pengetahuan tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Penelitian Yusuf (2001) menyatakan bahwa ibu yang mempunyai pengetahun tinggi memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan rendah. Menurut WHO dalam Kusumawati (2006) pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat, dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Jarak

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok PUS dengan jarak ke pelayanan kesehatan yang jauh (≥2,5 km). Hasil penelitian ini sejalan dengan

(12)

penelitian yang dilakukan oleh Fienalia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang jarak ke tempat fasilitas dengan pemilihan metode kontrasepsi dimana lebih banyak menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang /MKJP dibandingkan yang tidak menggunakan metode Kontrasepsi jangka Panjang /Non MKJP. Menurut Depkes (2007) pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan akses geografi, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tempat memfasilitasi atau menghambat pemanfaatan ini adalah hubungan antara lokasi suplai dan lokasi dari klien yang dapat diukur dengan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh.

Biaya Pemasangan Kontrasepsi

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok PUS dengan biaya pemasangan KB yang gratis dan tidak ada hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP. Sedangkan menurut Bruce (1989) dalam Amiranty (2003) hukum pasar menunjukkan bahwa pelayanan kontrasepsi yang lebih baik dengan harga yang tepat akan menarik lebih banyak klien. Menurut Easterlin (1975) dalam Bakir (1984) menyatakan bahwa pasangan suami istri akan mempunyai keinginan atau motivasi untuk membatasi kehamilan dalam bentuk pemakaian alat kontrasepsi yang bersangkutan jika biaya atau pengorbanan yang hares mereka keluarkan untuk tujuan ini relatif kecil atau tidak ada sama sekali. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Kemala (2002) menyatakan ada hubungan antara biaya pelayanan KB dengan penggunaan MKJP dengan p value 0,001. Wanita yang mengeluarkan biaya lebih dari 10,000 rupiah mempunyai peluang 3,87 kali untuk memakai kontrasepsi MKJP dibandingkan dengan wanita yang mengeluarkan Maya pelayanan KB 2000 rupiah atau kurang. Begitu juga dalam penelitian Amiranty (2003) menyatakan ada perbedaan yang signifikan biaya pelayanan KB antara pemakai MKJP dengan pemakai non MKJP. Responden yang mengeluarkan biaya KB sebesar 2000-5500 memiliki peluang sebesar 8,11 kali untuk memakai MKJP dibandingkan yang harus mengeluarkan biaya sebesar < 2000 rupiah.

Dukungan Suami

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok responden yang mendapatkan dukungan kuat dari suami. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartini (2011) dan Fienalia (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan suami dengan pemilihan metode kontrasepsi. Hartanto (2004) dalam Purba (2009) mengatakan bahwa kontrasepsi tidak dapat dipakai oleh istri tanpa kerjasama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami istri harus

(13)

bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian. Dukungan Keluarga

Penelitian menemukan bahwa pemakaian MKJP tertinggi pada kelompok responden yang mendapatkan dukungan kuat dari keluarga dan tidak ada hubungan yang bermakna dengan pemakaian MKJP. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pembayun (2003) menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara dorongan lingkungan dengan pemakaian kontrasepsi mantap. Sedangkan menurut Friedmen (1998) dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku positif.

KESIMPULAN

Pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang pendidikan rendah 2,8 kali lebih banyak dibandingkan pendidikan tinggi. Pekerjaan memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang tidak bekerja 3,8 kali lebih banyak dibandingkan yang bekerja. Jumlah anak hidup memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang memiliki anak sedikit ≤3 orang 2,6 kali lebih banyak dibandingkan yang memiliki anak banyak >3 orang. Pengetahuan memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang pengetahuan tentang jenis alat kontrasepsi rendah 4,1 kali lebih banyak dibandingkan yang memiliki pengetahuan tinggi.

Jarak memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang menempuh jarak dekat ke pelayanan KB 3,2 kali lebih banyak dibandingkan yang menempuh jarak jauh. Dukunga suami memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP dimana diantara mereka yang tidak MKJP ternyata yang mendapatkan dukungan lemah dari suami 2,9 kali lebih banyak dibandingkan yang mendapatkan dukungan kuat dari suami. Sedangkan umur, biaya pemasangan, dan dukungan keluarga tidak terbukti memiliki hubungan bermakna dengan pemakaian MKJP.

SARAN

Upaya peningkatan kualitas pelayanan MKJP, seperti penyiapan sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini dianggap penting mengingat metoda MKJP memerlukan pelayanan

(14)

oleh tenaga terlatih, dan mengikuti standard of prosedure (SOP), misalnya SOP pemasangan IUD, Implant, MOW dan MOP. Meningkatkan peran petugas KB, provider, tokoh agama, tokoh masyarakat serta meningkatkan kerja sama lintas sektoral. Meningkatkan peran petugas KB, provider, tokoh agama, tokoh masyarakat serta meningkatkan kerja sama lintas sektoral. KEPUSTAKAAN

Azwar A, 1996, Jakarta, disertasi : Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang di Rumah Sakit, Jakarta. Fakultas Pasca

Sarjana-Universitas Indonesia

Ariawan , Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Asih dan Oesman, 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP). Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi

keluarga Berencana Nasional

Amiranty, Mira. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pemakaian Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB di Propinsi Maluku dan Papua pada tahun 2001 ( Analisi Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001 ) Depok

: Skripsi FKM UI

BKKBN, 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta

Biro Pusat statistik (BPS), Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan Macro International Inc, 1992. Survei Demografi dan Kependudukan

Indonesia 1991, Columbia Maryland : BPS dan MI

C. Lipetzt, et all. The cost-effectivenes of long acting reversible contraseption ( Implanon

R ) relative to oral contraseption in community setting, 2009. Contraseption 79

(2009). 304-309.

Endah Winarni dkk, 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian IUD, BKKBN Ekarini, Sri. 2008. Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pria

Dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. October, 2011.

Program Pasca Sarjana FKM UNDIP. http://www.eprints.undip.ac.id/

Fienalia, Alus Rainy. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2011. Depok. Skripsi FKM UI

Israr, Y.A, dkk. 2008 Peningkatan Mutu Sosialisasi KB MKJP di Puskesmas Harapan Raya.

(15)

Haimovich, Sergio. Profil of Long Acting Reversible Contraseptive User in Europe. The

European

Hartanto, Hanafi. 1996. Keluarga Berencana Dan kontrasepsi. Pustaka sinar Harapan. Jakarta Kusumaningrum, Radita. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis

Kontrasepsi yang Digunakan Pada Pasangan Usia Subur ( Karya Tulis Ilmiah ).

October 28, 2011. Fakultas Kedokteran UNDIP. http://www.eprints.undip.ac.id/

Kemala, Sukma. 2002. Pengaruh Faktor Sosiodemografi dan Biaya Pelayanan KB Terhadap

Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Wanita Usia Subur di Propinsi Kalimantan Selatan tahun2001. Depok. Skripsi FKM UI

Manuaba, Ida Bagus. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi wanita. Jakarta : EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta ..., 2011. Profil Dinas Kesehatan Kota Cirebon

..., 2010. Profil Kesehatan Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon ..., 2011. Profil kesehatan Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon ..., 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon

POGI et al. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Prawirohardjo S. Keluarga Berencana Dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1999; 535-65; 900-24.

Purba, J. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Isteri

PUS di Kecamatan Rambar Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2009. Medan. Pasca

Sarjana USU

Susenas 2009 dan 2010. Penyusunan Kondisi Sosial Ekonomi Jawa Barat. Jawa Barat

Yusuf, Afiat. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan MKJP di

Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun Sumatera Selatan tahun 2000. FKM UI. Depok.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Pemakaian MKJP Menurut Faktor-faktor Determinan  Variabel  MKJP  P-Value  OR  CI 95% Tidak Ya Total  n  %  N  %  n  %  Umur  20-35 tahun  37  74  13  26  50  100  0,8  1,2  0,5-2,8  &gt;35 tahun  42  70  18  30  60  100  Pendidikan  Ren

Referensi

Dokumen terkait

Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar

Pada praktikum kali ini tentang morfologi dan anatomi tumbuhan tingkat rendah dapat disimpulkan bahwa para praktikan dapat mengumpulkan ciri-ciri morfologi dan anatomi

Penggunaan t epung bul u ayam pada t er nak r umi nansi a unt uk memenuhi sel ur uh pr ot ei n supl emen pada r ansum anak domba yang sedang t umbuh dan pada per i ode

Keinginan yang berlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadikan seseorang berbuat apa saja yang penting harpannya dapat dipenuhi, meskipun kegiatannya menimbulkan

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku membeli adalah lokasi. Lokasi perusahaan yang strategis akan memberikan

‘I would like to request that Professor Tungard leave this enquiry and return to his wife,’ Schultz said suddenly.. A look passed between Yurgenniev, the ageless man and the

[r]

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ).. BANK BANK PEMBANGUNAN DAERAH