5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gulma
Gulma adalah tumbuh-tumbuhan (tidak termasuk jamur) yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. Suatu tumbuhan akan berstatus gulma atau tidak, bergantung pada situasi tempat tumbuhnya itu merugikan usaha manusia atau tidak (Nasution, 1996)
Gulma di perkebunan karet adalah semua jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di perkebunan karet yang menimbulkan kerugian bagi pertumbuhan dan produksi karet serta menimbulkan gangguan bagi kegiatan pengusahaan tanaman karet. Penting atau tidaknya suatu jenis tumbuhan sebagai gulma di perkebunan karet bergantung pada tingkat kerugian atau gangguan yang di timbulkannya (Nasution, 1996)
Suatu tumbuhan dianggap gulma apabila tumbuhan tersebut menimbulkan kerugian yang besar baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman karet maupun berupa gangguan terhadap pengusahaan karet. Tingkat kepentingan suatu gulma ditentukan juga oleh jumlah tenaga dan biaya yang diperlukan untuk pengendaliannya (Sastroutomo, 1990)
Pada mulanya jenis–jenis tumbuhan yang dianggap sebagai gulma hanya terbatas pada lahan pertanian, tetapi dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya memanfaatkan lahan–lahan lain disekitarnya maka jumlah dan jenisnya meningkat pesat. Misalnya pada perkebunan yang baru diolah, maka gulma yang dijumpai kebanyakan adalah gulma semusim, sedangkan pada
6
perkebunan yang telah ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah dari jenis gulma tahunan (Sastroutomo, 1990).
Gulma mempengaruhi banyak fase pengusahaan tanaman, menyebabkan kerugian yang serius dalam hasil dan kualitas serta meningkatkan biaya produksi.
Efek yang disebabkan karena adanya gulma disekitar tanaman dilahan yang ditanami sebagai berikut:
1. Pengaruh persaingan
2. Mengurangi ketersediaan unsur hara 3. Mendorong perkembangan penyakit 4. Menimbulkan efek alelopati
5. Menyulitkan penyadapan 6. Menyulitkan pengawasan 7. Membilit batang karet 8. Mengganggu tata drainase 9. Menurunkan nilai estetika
10. Meningkatkan resiko kebakaran (Nasution, 1996).
B. Status Gulma
Status gulma dimaksudkan sebagai istilah rumusan yang menunjukkan potensi suatu jenis gulma dalam menimbulkan kerugian/gangguan atau memberi keuntungan dalam pengusahaan tanaman karet.
Status suatu jenis gulma tertentu ditentukan oleh efek yang ditimbulkannya dalam persaingan unsur hara, air, dan cahaya, dan dalam mendorong timbulnya gangguan hama dan penyakit tanaman, serta efek dalam mengganggu kegiatan
7
eksploitasi dan management tanaman. Sebaliknya, dalam menentukan status gulma, perlu pula dipertimbangkan segi kemanfaatan yang dapat diberikan di tempat tumbuhnya.
Berdasarkan rumusan tersebut berbagai jenis gulma di perkebunan karet dapat digolong-golongkan berdasarkan statusnya. Pergolongan gulma atas dasar statusnya penting diketahui sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pengelolaan penutup tanah pada umumnya dan pengendalian gulma pada khususnya (Nasution, 1996).
Penggolongan gulma atas dasar statusnya digolongkan menjadi lima golongan (Nasution, 1996), yaitu:
Golongan A : Pada umumnya bermanfaat.
Contohnya : Colopogonium caeruleum, Colopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Peuraria phaseoloides.
Golongan B : Pada umumnya kurang merugikan, tapi perlu pengendalian.
Contohnya : Ageratum conyzoides, Cyrtococum spp, Digitaria spp, Erechtites valerianifolia, Phyllanthus niruri.
Golongan C : Merugikan, bergantung pada keadaan perlu pengendalian.
Contohnya : Axonopus compressus, Borreria latifolia, Cyclosorus Aridus cyperus spp, Eleusine indica,
8
Contohnya : Lantana camara, Trema sp, Colocasia spp, Brachiaria mutica, Grewia eriocarpa, Chromolaena odorata
Golongan E : Merugikan, perlu pemberantasan.
Contohnya : Imperata cylindrica, Mikania sp, Mimosa sp.
C. Jenis – jenis Gulma Diperkebunan Karet 1. Gulma Berdaun Sempit (grasses)
Gulma berdaun sempit memiliki ciri khas sebagai berikut : tulang daun sejajar dengan tulang daun utama, daun menyerupai pita,batang tanaman beruas-ruas,tanaman tumbuh tegak atau menjalar dan memiliki pelepah/helaian daun, batang berbentuk silindris, beruas, dan berongga. Akar gulma golongan ini tergolong dalam akar serabut. Contoh-contoh gulma berdaun sempit adalah sebagai berikut:
Axonopus compressus Brachcharia mutica
Centorheca lappacea Digitaria adscendens
Eleusine indica Imperata cylindrica
Ottochloa nodosa Sporolobus diander
Sporolobus indicus Brachcharia miliformis
Brachcharia paspaloides Digitaria ciliaris
Leersia hexandra Panicum maximum
Themeda arguens 2. Gulma Teki–tekian (sedges)
Gulma jenis teki–tekian memiliki ciri-ciri utama letak daun berjejal pada pangkal batang, bentuk daun seperti pita, tangkai bunga tidak beruas dan
9
berbentuk silindris, segi empat, atau segitiga. Beberapa contoh jenis gulma teki– tekian sebagai berikut:
Cyperus aromaticus cyperus digitatus
Cyperus rotundus lipocarpha chinensis
Scirpus mucronatus Scleria sumatrensis
3. Gulma Berdaun Lebar (Broadleaves)
Pada umumnya, gulma berdaun lebar merupakan tumbuhan berkeping dua, meskipun ada juga yang berkeping satu. Gulma berdaun lebar mempunyai ciri– ciri bentuk daun melebar seperti melonjong, bulat, menjari, atau berbentuk hati, tanaman tumbuh tegak atau menjalar, akar yang dimiliki umumnya berupa akar tunjang. Contoh–contoh gulma berdaun lebar adalah sebagai berikut:
Aeschynomene americana Boreria leavicaulis
Euphorbia hirta Mimosa pudicia
Mimosa invisa Sida acuta
Costus speciosus Hyptis capitata
Ipomoea cairica Centella asiatica
4. Gulma Pakis–pakisan
Gulma jenis pakis – pakisan (Ferns) pada umumnya berkembang biak dengan spora dan berbatang atau menjalar. Contoh gulma jenis pakis – pakisan adalah sebagai berikut:
Dicranopteris linearis Lygodium flexuosum
Nephrolepis biserrata Phymatosorus scolopenderia
10
Dalam pengendalian gulma diperkebunan yang perlu dikendalikan dan diberantas adalah gulma yang merugikan baik dari segi fisik maupun ekonomis Jenis gulma yang paling sering dikendalikan/diberantas diperkebunan yaitu: Alang–alang (Imperata cylindrical)
Mikania (Mikania micrantha) Kucingan (Mimosa pudica) Tekian (Cyperus rotundus) Paitan (Arronova compreesus)
Pakis paku (Nephrolepis biserrataschott) Kentangan (Barrezia laligolia)
Sambung rambat (Mikania cordata)
D. Gulma Diperkebunan Karet
Pada umumnya gulma diperkebunan karet dilakukan pada dua tempat, yaitu distripandan digawangan. Ada tiga jenis gulma yang perlu dikendalikan, yaitu (1)pakis – pakisan distripan dan gawangan, (2)rumput– rumputan di stripan, serta (3)tumbuhan pengganggu/anak kayu digawangan (Nasution, 1996).
Tujuan pengendalian gulma di stripan dan gawangan adalah untuk menghentikan perkembangbiakannya karena alasan–alasan sebagai berikut:
a) Pertumbuhan populasi gulma sangat cepat (dengan bunga dan rhizoma)
b) Ditinjau dari segi penyediaan bahan organik gulma tidak memberikan kontribusi
c) Pada kondisi populasi yang sangat tinggi, gulma sangat berperan sebagai penyulut terjadinya kebakaran.
11
Tujuan pengendalian rumput distripan dibedakan berdasarkan jenis tanamannya,yaitu :
a) Pada TBM, pengendalian rumput dapat mengurangi kompetisi unsur hara karena akar halus tanaman masih berada disekitar piringan atau pokok.
b) Pada TM dan TBM, pengendalian rumput ditujukan untuk memudahkan control pemupukan
c) Pada TM, pengendalian rumput bertujuan untuk memudahkan pemanenan dan pemupukan
Sedangkan, tujuan pengendalian gulma digawangan adalah sebagai berikut :
a) Mengurangi kompetisi hara, air, dan sinar matahari
b) Mempermudah control pekerjaan dari satu gawangan kegawangan lain. c) Menekan populasi hama, terutama pada saat TBM.
E. Metode Pengendalian Gulma
Usaha untuk mengendalikan gulma diareal perkebunan memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak dan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu,tindakan pengendalian ini harus dilakukan secara rasional dengan memanfaatkan teknologi secara efektif dan efisien (Yakup, 2002).
Banyak metode–metode yang telah digunakan dalam mengendalikan perkembangan gulma seperti: metode manual, kultur teknis biologi maupun metode kimiawi dengan menggunakan herbisida, bahkan ada yang menggabungkan beberapa metode sekaligus.
12
Metode yang paling sering digunakan adalah metode kimiawi dengan menggunakan herbisida. Cara ini dianggap lebih praktis dan mengguntungkan dibandingkan dengan metode lain, terutama jika dilihat dari kebutuhan tenaga kerja yang lebih sedikit dan waktu pelaksanaan relatif singkat. Dalam usaha pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus, antara lain pengenalan jenis–jenis gulma yang dominan, tingkat pertumbuhan tanaman, alternatif cara pengendalian yang perlu dilakukan, pengenalan jenis–jenis herbisida, peralatan, serta teknik aplikasi maupun faktor keamanan dan pengamanan. Herbisida yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tidak berbahaya bagi manusia, hewan dan lingkungan jika secara benar Efektif terhadap gulma
Mempunyai ketahanan yang lama dan
Biaya operasional relatif rendah (Sembodo, 2010).
Apabila di lihat dari saat pengunaan, herbisida bisa digolongkan menjadi 2, yaitu herbisida pratumbuh dan herbisida purnatumbuh. Herbisida pratumbuh umumnya digunakan untuk memberantas rerumputan yang tumbuh di antara tanaman padi, palawija atau tanaman semusim lainnya. Cara kerja herbisida pratumbuh ini adalah melapisi permukaan tanah dengan bahan aktif yang dikandungnya sehingga biji-biji rerumputan terhalangi, bahkan tidak mampu untuk tumbuh dan akhirnya bisa mati. Oleh sebab itu pemberian secara teratur harus dilakukan sesuai dosis dan aturan penggunanya.
13
Sedangkan jenis herbisida purnatumbuh umumnya digunakan untuk memberantas gulma yang tumbuh disekitar tanaman perkebunan, misalnya karet, kelapa sawit, dan tanaman tahunan lainnya. Jenis tanaman tahunan biasanya mempunyai jarigan lebih kuat dibandingkan tanaman musiman sehingga lebih tahan terhadap racun herbisida.
Cara kerja herbisida bisa secara kontak langsung dengan menyemprotkan ke rerumputan atau gulma, atau bisa juga secara sistemik yang di sebarkan atau disemprot sehingga dihisap oleh tanaman melalui perakarannya. Dengan masuknya bahan aktif kedalam gulma, maka jaringan gulma akan rusak dan akhirnya gulma bisa mati seperti kekeringan (Wudianto, 1989)