• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor serta memperoleh hubungan antara beberapa variabel yang menyebabkan kejadian meninggal dunia berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008 sampai 2010. Metode yang digunakan adalah desain studi

cross sectional, karena outcome dan kausa yang akan diteliti dianalisis dalam waktu

yang bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Unit Laka Lantas Satlantas Polresta Medan. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah bahwa data lengkap mengenai kecelakaan lalu lintas di kota Medan terhimpun di lokasi ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2012 sampai bulan Maret 2012.

(2)

3.3. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini merupakan kejadian kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor di wilayah kota Medan yang tercatat oleh Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan pada tahun 2008 sampai 2010, yaitu sebanyak 2.974 kecelakaan. Populasi ini didapat dari pemilahan kejadian kecelakaan, dimana yang diambil hanya kecelakaan yang melibatkan kendaraan jenis sepeda motor.

3.2.2. Sampel

Pada penelitian ini, jumlah sampel penelitian merupakan total populasi dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu yang memenuhi kriteria sebuah sampel dalam penelitian. Dalam hal ini proses pengambilan sampel dilakukan melalui mekanisme penentuan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor dimana pengendara sepeda motor sebagai tersangka atau yang menabrak, identitasnya dicatat dengan lengkap, dan duduk kejadian tercantum di BAP, sedangkan kasus tabrak lari, kecelakaan yang identitasnya tidak lengkap dan duduk kejadian belum diketahui digolongkan kedalam kriteria ekslusi. Berdasarkan kriteria diatas, maka didapat 851 kejadian yang memenuhi kriteria sampel penelitian. 3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan

(3)

lalu lintas pada pengendara sepeda motor di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan selama bulan Januari 2008 sampai Desember 2010. Data dipilah berdasarkan pengendara sepeda motor yang jadi tersangka atau yang menabrak.

3.5. Definisi Operasional

1. Faktor manusia adalah segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan manusia sebagai pengendara sepeda motor dan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Meliputi lengah, mengantuk, mabuk, tidak tertib, tidak terampil, dan kecepatan tinggi.

2. Faktor kendaraan adalah segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan kendaraan sepeda motor dan menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Faktor ini meliputi rem blong, lampu kendaraan, dan selip.

3. Faktor lingkungan fisik adalah kondisi jalan dan cuaca tertentu yang dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas, seperti jalan tanpa lampu, jalan rusak, jalan berlubang, jalan licin, tanpa marka/rambu, tikungan tajam, kabut/mendung, dan hujan.

4. Akibat kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa pada lalu lintas jalan sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan cedera/luka atau meninggal dunia.

5. Jenis kecelakan adalah penggolongan kecelakaan lalu lintas berdasarkan jumlah kendaraan yang terlibat. Terdiri dari kecelakaan tunggal jika hanya melibatkan satu kendaraan dan kecelakaan ganda apabila melibatkan dua atau lebih kendaraan.

(4)

6. Kondisi lalu lintas adalah kondisi padat/tidaknya jalan ketika terjadi kecelakaan lalu lintas. Terdiri dari kondisi lalu lintas padat, sedang, dan sepi.

7. Jenis Tabrakan adalah karakteristik kecelakaan lalu lintas berdasarkan arah tabrakan sepeda motor. Meliputi tabrak depan, depan samping, samping, dan belakang.

8. Bulan adalah bulan saat terjadinya kecelakaan yaitu Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, Desember.

9. Hari adalah hari saat terjadinya kecelakaan yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu.

10. Waktu adalah saat terjadinya kecelakaan dilihat dalam satuan jam. Meliputi pukul 05.00-08.59 WIB, 09.00-12.59 WIB, 13.00-16.59 WIB, 17.00-20.59 WIB, 21.00-00.59 WIB, dan 01.00-04.59 WIB.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala Guttman. Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah. Maka skala pengukuran pada penelitian ini, yaitu: 1. Ya adalah apabila kecelakaan disebabkan oleh faktor pada variabel tertera.

2. Tidak adalah apabila kecelakaan tidak disebabkan oleh faktor pada variabel tertera.

(5)

3.6.1. Faktor Manusia

Hubungan faktor manusia dengan kecelakaan lalu lintas diukur dari data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010. Adapun ketentuan pemberian skor untuk masing-masing variabel, yaitu:

1. Lengah

Apabila variabel lengah menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

2. Mengantuk

Apabila variabel mengantuk menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

3. Mabuk

Apabila variabel mabuk menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

4. Tidak tertib

Apabila variabel tidak tertib menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

5. Tidak terampil

Apabila variabel tidak terampil menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

6. Kecepatan tinggi

Apabila variabel kecepatan tinggi menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

(6)

3.6.2. Faktor Kendaraan

Hubungan faktor kendaraan dengan kecelakaan lalu lintas diukur dari data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010. Adapun ketentuan pemberian skor untuk masing-masing variabel, yaitu:

1. Rem blong

Apabila variabel rem blong menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

2. Lampu kendaraan

Apabila variabel lampu kendaraan menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

3. Selip

Apabila variabel selip menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

3.6.3. Faktor Lingkungan Fisik

Hubungan faktor lingkungan fisik dengan kecelakaan lalu lintas diukur dari data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010. Adapun ketentuan pemberian skor untuk masing-masing variabel, yaitu:

1. Jalan tanpa lampu

Apabila variabel jalan tanpa lampu menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

(7)

2. Jalan rusak

Apabila variabel jalan rusak menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

3. Jalan berlubang

Apabila variabel jalan berlubang menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

4. Jalan licin

Apabila variabel jalan licin menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

5. Tanpa marka/rambu

Apabila variabel tanpa marka/rambu menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

6. Tikungan tajam

Apabila variabel tikungan tajam menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

7. Kabut/mendung

Apabila variabel kabut/mendung menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

8. Hujan

Apabila variabel hujan menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maka diberi skor 1, tapi bila tidak diberi skor 2.

(8)

3.6.4. Akibat Kecelakaan Lalu Lintas

Dampak atau akibat dari kecelakaan lalu lintas diukur dari data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010.

Adapun ketentuan pemberian skor untuk variabel dependen ini, yaitu apabila variabel akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan “pengendara meninggal dunia” maka diberi skor 1, tapi bila menyebabkan “pengendara luka/cedera” diberi skor 2. 3.6.5. Kondisi Lalu Lintas

Kondisi lalu lintas diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010.

Apabila kondisi lalu lintas “padat” diberi skor 1, bila “sedang” diberi skor 2, dan jika “sepi” diberi skor 3.

3.6.6. Jenis Kecelakaan

Jenis kecelakaan diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010.

Apabila jenis kecelakaan “tunggal” maka diberi skor 1 dan bila “ganda” diberi skor 2.

3.6.7. Jenis Tabrakan

Jenis tabrakan diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010.

(9)

Apabila jenis tabrakan “tabrak depan” diberi skor 1, “tabrak depan samping” diberi skor 2, “tabrak samping” diberi skor 3, dan “tabrak belakang” diberi skor 4. 3.6.8. Bulan

Bulan terjadi kecelakaan diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010. Hari terjadinya kecelakaan dibagi menjadi dua belas (12) klasifikasi.

Apabila bulan terjadinya kecelakaan bulan “januari” skor 1, bulan “februari” diberi skor 2, bulan “maret” diberi skor 3, bulan “april” diberi skor 4, bulan “mei” diberi skor 5, bulan “juni” diberi skor 6, dan bulan “juli” diberi skor 7, bulan “agustus” diberi skor 8, bulan “september” diberi skor 9, bulan “oktober” diberi skor 10, bulan “nopember” diberi skor 11, bulan “desember” diberi skor 12.

3.6.9. Hari

Hari terjadi kecelakaan diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas Polresta Medan tahun 2008-2010. Hari terjadinya kecelakaan dibagi menjadi tujuh (7) klasifikasi.

Apabila hari terjadinya kecelakaan hari “senin” skor 1, hari “selasa” diberi skor 2, hari “rabu” diberi skor 3, hari “kamis” diberi skor 4, hari “jumat” diberi skor 5, hari “sabtu” diberi skor 6, dan hari “minggu” diberi skor 7.

3.6.10. Waktu

Waktu kecelakaan diberi skor berdasarkan data laporan kejadian dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kecelakaan lalu lintas di Unit Laka Lantas Sat Lantas

(10)

Polresta Medan tahun 2008-2010. Waktu kecelakaan dibagi menjadi enam (6) klasifikasi.

Apabila waktu kecelakaan pukul 05.00-08.59 WIB diberi skor 1, pukul 09.00-12.59 WIB diberi skor 2, pukul 13.00-16.59 WIB diberi skor 3, pukul 17.00-20.59 WIB diberi skor 4, pukul 21.00-00.59 WIB diberi skor 5, dan pukul 01.00-04.59 WIB diberi skor 6.

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang telah terkumpul dilakukan analisis statistik secara univariat dan bivariat. Analisis data pada penelitian ini menggunakan SPSS 15.0 for Windows. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari semua variabel yang diteliti, baik independen maupun dependen. Hasil univariat selanjutnya disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

Analisi bivariat digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel faktor penyebab kecelakaan dengan kejadian meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan uji cross tabulation, yaitu tabulasi silang 2 x 2. Uji chi

square digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Untuk mengambil keputusan uji, digunakan derajat kemaknaan 0,05 dengan ketentuan bermakna apabila p value < 0,05 dan tidak bermakna apabila p value > 0,05 pada continuity correction jika nilai tiap sel tidak ada yang kurang dari 5, apabila pada sel terdapat nilai E kurang dari 5, maka p value yang digunakan berasal dari p value fisher’s exact test.

(11)

Nilai Odds ratio (OR) digunakan untuk melihat besarnya nilai resiko variabel independen terhadap variabel dependen, jika nilai OR > 2, maka variabel independen tersebut memiliki resiko tertentu terhadap variabel dependen.

Data yang telah di analisis pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dilengkapi dengan narasi untuk mengetahui gambaran dari masing-masing variabel secara lengkap dan jelas.

(12)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Tempat dan Wilayah Penelitian 5.1.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, dan Danau Toba. Kota Medan memiliki luas 26.510

hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Dengan kondisi seperti ini, kota Medan berada pada kota dengan mobilitas yang tinggi. Secara administratif, batas wilayah medan adalah sebagai berikut:

a. Utara : Selat Malaka

b. Selatan : Kabupaten Deli Serdang c. Barat : Kabupaten Deli Serdang d. Timur : Kabupaten Deli Serdang

Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan, yang meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Kota,

(13)

Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Belawan.

Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur.

Panjang jalan kota Medan yang dalam relatif baik yaitu 2.988 km atau sekitarnya 75,09% pada tahun 2010. Kondisi jalan rusak yang perlu segera ditangani sebagian besar berada dikawasan pinggir kota terutama di Kawasan Utara Kota Medan.

5.1.2. Gambaran Umum Kepolisian Resort Kota Medan

Sebagai lembaga yang dikedepankan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Khususnya Kepolisian Resort Kota Medan, sebagai pedoman ke depan telah dirumuskan visi dan misi sebagai berikut:

(14)

1. Visi Polresta Medan

Terwujudnya stabilitas keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polresta Medan dengan melaksanakan kemitraan dan kerjasama dengan instansi terkait dan masyarakat.

2. Misi Polresta Medan

a. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, tanggap dan tidak diskriminatif demi mewujudkan rasa aman melalui kerjasama dengan seluruh elemen masyarakat kota Medan.

b. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat sepanjang waktu di seluruh wilayah hukum Polresta Medan serta mengefektifkan fungsi perpolisian masyarakat dalam memelihara Kamtibmas di lingkungan masing-masing.

c. Memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polresta Medan untuk menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran arus orang dan barang.

d. Meningkatkan kerjasama internal Polri dan kerjasama dengan aparat penegak hukum pada instansi terkait serta komponen masyarakat.

e. Mengembangkan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di wilayah hukum Polresta Medan yang berbasis kepada masyarakat patuh hukum (Law Abiding Citizen).

(15)

f. Menegakkan hukum di wilayah hukum Polresta Medan secara professional, objektif, proporsional, transparan, dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.

g. Mengolah sumber daya Polresta Medan.

Kasat Lantas adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan teknis atas pelaksanaan fungsi lalu lintas di lingkungan Polresta Medan serta menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi tersebut yang bersifat terpusat pada tingkat wilayah/antar Polsek dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional pada tingkat Polresta Medan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Lantas menyelenggarakan fungsi :

1. Melaksanakan perintah-perintah pelaksanaan operasi khusus dibidang lalu lintas baik secara terpadu maupun mandiri.

2. Melaksanakan dan memperhatikan bimbingan teknis dari pembina fungsi, termasuk melaksanakan Kamtibcar Lantas di wilayahnya sesuai dengan tugasnya

3. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

4. Menyelenggarakan administrasi, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.

5.2. Karakteristik Pengendara Sepeda Motor

Berdasarkan data laporan kecelakaan lalu lintas yang diperoleh dari Unit Laka Lantas Satlantas Polresta Medan, diperoleh gambaran karakteristik pengendara

(16)

sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Kepolisian Kota Besar Medan Sekotarnya, disajikan pada tabel 4.1. sebagai berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengendara Sepeda Motor yang Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Hukum

KepolisianKota Besar Medan Sekitarnya Tahun 2008-2010 Karakteristik Pengendara Sepeda Motor Kecelakaan

Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 755 88,7%

Perempuan 96 11,3%

Total 851 100%

Usia Pengendara ≤ 17 Tahun 133 15,6%

18-23 Tahun 259 30,4% 24-29 Tahun 155 18,2% 30-35 Tahun 76 8,9% 36-41 Tahun 89 10,5% 42-47 Tahun 56 6,6% 48-53 Tahun 37 4,3% 54-59 Tahun 25 2,9% 60-65 Tahun 14 1,6% 66-71 Tahun 5 0,6% ≥ 72 Tahun 2 0,2% Total 851 100%

Jenis Pekerjaan Pelajar 158 18,6%

Mahasiswa 60 7,1%

Swasta 576 67,7%

TNI/Polri 19 2,2%

PNS 26 3,1%

Ibu Rumah Tangga 12 1,4%

Total 851 100%

Kepemilikan SIM Punya 164 19,3%

Tidak Punya 687 80,7%

(17)

Tabel 4.2. Distribusi Usia Pengendara Sepeda Motor yang Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas

Variabel Mean SD Minimal – Maksimal CI (95%) Umur 28,5 12,149 12 – 75 28,084 – 28,916

Pada tabel 4.1. dapat dilihat distribusi frekuensi dari 851 kecelakaan lalu lintas, kecelakaan paling banyak melibatkan pengendara laki-laki dengan jumlah 755 kecelakaan (88,7%), sedangkan pengendara perempuan sebanyak 96 kecelakaan (11,3%).

Jika dilihat dari distribusi usia pengendara, kecelakaan paling banyak melibatkan pengendara berusia 18-23 tahun sebanyak 259 kecelakaan (30,4%), disusul berurutan pengendara berusia 24-29 tahun sebanyak 155 kecelakaan (18,2%), pengendara berusia kurang dari 18 tahun sebanyak 133 kecelakaan (15,6%), pengendara berusia 36-41 tahun sebanyak 89 kecelakaan (10,5%), pengendara berusia 30-35 tahun sebanyak 76 kecelakaan (8,9%), pengendara berusia 42-47 tahun sebanyak 56 kecelakaan (6,6%), pengendara berusia 48-53 tahun sebanyak 37 kecelakaan (4,3%), pengendara berusia 54-59 tahun sebanyak 25 kecelakaan (2,9%), pengendara berusia 60-65 tahun sebanyak 14 kecelakaan (1,6%), pengendara berusia 66-71 tahun sebanyak 5 kecelakaan (0,6%), dan pengendara berusia lebih dari 71 tahun sebanyak 2 kecelakaan (0,2%). Apabila dilihat dari tabel 4.2. diperoleh usia rata-rata pengendara yang mengalami kecelakaan adalah 28,5 tahun (95% CI: 28,084–28,916) dengan standar deviasi 12,149, artinya 95% diyakini bahwa rata-rata

(18)

pengendara yang kecelakaan adalah diantara 28,084 dan 28,916 tahun. Usia termuda yang mengalami kecelakaan adalah 12 tahun dan tertua adalah 75 tahun.

Dilihat dari sisi jenis pekerjaan, kecelakaan paling banyak melibatkan pengendara dengan jenis pekerjaan swasta dengan jumlah 576 kecelakaan (67,7%), disusul pelajar dengan jumlah 158 kecelakaan (18,6%), mahasiswa sebanyak 60 kecelakaan (7,1%), yang melibatkan PNS sebanyak 26 kecelakaan (3,1%), lalu yang bekerja sebagai TNI/Polri sebanyak 19 kecelakaan (2,2%), dan Ibu rumah tangga yang mengalami kecelakaan lalu lintas sebanyak 12 kecelakaan (1,4%).

Tingkat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berdasarkan kepemilikan SIM (Surat Izin Mengemudi) sangat berbeda antara yang memiliki SIM dengan yang tidak memiliki SIM. Pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan memiliki SIM sebesar 164 (19,3%), sedangkan pengendara yang tidak memiliki SIM sebesar 687 (80,7%).

5.3. Analisis Data

Prosedur analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif univariat dan analisis analitik berupa bivariat. Hasil dari penelitian univariat akan menggambarkan distribusi frekuensi dari karakteristik pengendara dan faktor penyebab kejadian kecelakaan. Sedangkan analisis bivariat akan menggambarkan hubungan faktor penyebab kecelakaan dengan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor di wilayah Polresta Medan tahun 2008-2010.

(19)

5.3.1. Analisis Univariat

Analisis univariat atau deskriptif ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen dengan menjelaskan angka atau nilah jumlah dan persentase atau proporsi masing-masing kelompok yang akan ditampilkan pada table distribusi frekuensi (Hastono, 2006).

5.3.1.1. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas

Gambaran kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor di wilayah hukum Polresta Medan pada tahun 2008-2010 yang pengkategoriannya berdasarkan tabel 4.3. berikut ini:

Tabel 4.3. Karakteristik Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Hukum Polresta Medan Tahun 2008-2010

Karakteristik Kecelakaan Lalu Lintas Sepeda Motor

Kecelakaan

Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Kecelakaan Tunggal 94 11%

Ganda 757 89%

Total 851 100%

Kondisi Lalu Lintas Padat 26 3,1%

Sedang 601 70,6%

Sepi 224 26,3%

Total 851 100%

Jenis Tabrakan Tabrak Depan 297 34,9%

Tabrak Depan Samping 40 4,7%

Tabrak Samping 380 44,7%

Tabrak Belakang 134 15,7%

Total 851 100%

Waktu Tabrakan 05.00-08.59 WIB 117 13,7%

09.00-12.59 WIB 127 14,9%

13.00-16.59 WIB 153 18%

17.00-20.59 WIB 163 19,2%

(20)

Karakteristik Kecelakaan Lalu Lintas Sepeda Motor Kecelakaan Jumlah (n) Persentase (%) 01.00-04.59 WIB 80 9,4% Total 851 100%

Hari Tabrakan Senin 133 15,6%

Selasa 135 15,9% Rabu 101 11,9% Kamis 119 14% Jumat 99 11,6% Sabtu 126 14,8% Minggu 138 16,2% Total 851 100%

Bulan Tabrakan Januari 88 10,3%

Februari 70 8,2% Maret 51 6% April 74 8,7% Mei 68 8% Juni 43 5,1% Juli 89 10,5% Agustus 66 7,8% September 68 8% Oktober 63 7,4% Nopember 93 10,9% Desember 78 9,2% Total 851 100%

Akibat Celaka Luka/Cedera 676 79,4%

Meninggal Dunia 175 20,6%

Total 851 100%

Pada tabel 4.3. dapat dilihat distribusi frekuensi kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berdasarkan jenis kecelakaan, terjadi kecelakaan ganda sebanyak 757 kejadian (89%), sedangkan kecelakaan tunggal sebanyak 94 kejadian (11%).

Lalu bila dilihat berdasarkan distribusi frekuensi kondisi lalu lintas, tertinggi terdapat pada kondisi lalu lintas sedang yaitu sebanyak 601 kecelakaan (70,6%),

(21)

disusul kondisi lalu lintas sepi sebanyak 224 kecelakaan (26,3%), dan pada kondisi padat sebanyak 26 kecelakaan (3,1%).

Bila dilihat berdasarkan distribusi frekuensi jenis tabrakan, tertinggi yaitu pada jenis tabrakan samping sebanyak 380 kejadian (44,7%), disusul berurutan tabrak depan sebanyak 297 kejadian (34,9%), tabrak belakang sebanyak 134 kejadian (15,7%), dan tabrak depan samping sebanyak 40 kejadian (4,7%).

Menurut jam terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor, kecelakaan tertinggi terjadi pada jam 21.00-00.59 WIB sebanyak 211 kecelakaan (24,8%), kemudian diikuti jam 17.00-20.59 WIB sebanyak 163 kecelakaan (19,2%), jam 13.00-16.59 WIB sebanyak 153 kecelakaan (18%), jam 09.00-12.59 WIB sebanyak 127 kecelakaan (14,9%), jam 05.00-08.59 WIB sebanyak 117 kecelakaan (13,7%), dan pada jam 01.00-04.59 WIB sebanyak 80 kecelakaan (9,4%).

Lalu berdasarkan hari terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor, kecelakaan terbanyak terjadi pada hari Minggu sebanyak 138 kecelakaan (16,2%), kemudian diikuti hari Selasa sebanyak 135 kecelakaan (15,9%), hari Senin sebanyak 133 kecelakaan (15,6%), hari Sabtu sebanyak 126 kecelakaan (14,8%), hari Kamis sebanyak 119 kecelakaan (14%), hari Rabu sebanyak 101 kecelakaan (11,9%), dan hari Jumat sebanyak 99 kecelakaan (11,6%).

Jika dikelompokkan berdasarkan bulan terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor, kecelakaan tertinggi terjadi pada bulan Nopember yaitu sebanyak 93 kejadian (10,9%), lalu diikuti secara berurutan bulan Juli sebanyak 89 kejadian (10,5%), bulan Januari sebanyak 88 kejadian (10,3%), bulan Desember sebanyak 78 kejadian (9,2%), bulan April sebanyak 74 kejadian (8,7%), bulan

(22)

Februari sebanyak 70 kejadian (8,2%), bulan September dan bulan Mei masing-masing dengan angka sama yaitu 68 kejadian (8%), bulan Agustus sebanyak 66 kejadian (7,8%), bulan Oktober sebanyak 63 kejadian (7,4%), bulan Maret sebanyak 51 kejadian (6%), bulan Juni sebanyak 43 kejadian (5,1%).

Dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berdasarkan distribusi frekuensi akibat celaka yaitu 676 (79,4%) merupakan pengendara luka atau cedera baik ringan, sedang, maupun berat. Sedangkan kecelakaan yang mengakibatkan pengendara meninggal dunia sebanyak 175 kecelakaan (20,6%).

5.3.1.2. Gambaran Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Distribusi frekuensi kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berdasarkan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polresta Medan tahun 2008-2010, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Hukum Polresta Medan tahun 2008-2010

Faktor Penyebab Kecelakaan Kecelakaan

Jumlah (n) Persentase (%) Faktor Manusia Lengah Ya 412 48,4% Tidak 439 51,6% Total 851 100% Mengantuk Ya 1 0,1% Tidak 850 99,9% Total 851 100% Mabuk Ya 7 0,8% Tidak 844 99,2% Total 851 100%

(23)

Faktor Penyebab Kecelakaan Kecelakaan Jumlah (n) Persentase (%) Tidak Tertib Ya 541 63,6% Tidak 310 36,4% Total 851 100% Tidak Terampil Ya 246 28,9% Tidak 605 71,1% Total 851 100% Kecepatan Tinggi Ya 294 34,5% Tidak 557 65,5% Total 851 100% Faktor Kendaraan Lampu Kendaraan Ya 1 0,1% Tidak 850 99,9% Total 851 100% Selip Ya 12 1,4% Tidak 839 98,6% Total 851 100%

Faktor Lingkungan Fisik Jalan Tanpa Lampu

Ya 3 0,4% Tidak 848 99,6% Total 851 100% Jalan Rusak Ya 4 0,5% Tidak 847 99,5% Total 851 100% Jalan Berlubang Ya 23 2,7% Tidak 828 97,3% Total 851 100% Jalan Licin Ya 2 0,2% Tidak 849 99,8% Total 851 100% Tanpa Marka/Rambu Ya 20 2,4% Tidak 831 97,6% Total 851 100% Tikungan Tajam Ya 38 4,5% Tidak 813 95,5% Total 851 100%

(24)

Faktor Penyebab Kecelakaan Kecelakaan Jumlah (n) Persentase (%) Kabut/Mendung Ya 5 0,6% Tidak 846 99,4% Total 851 100% Hujan Ya 28 3,3% Tidak 823 96,7% Total 851 100%

Dapat dilihat pada tabel 4.4. bahwa kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh 3 faktor penyebab, yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan fisik. Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor manusia adalah faktor penyebab kecelakaan terbanyak. Faktor penyebab tertinggi yaitu disebabkan oleh pengendara yang tidak tertib sebanyak 541 kejadian (63,6%), diikuti pengendara lengah sebanyak 412 kejadian (48,4%), pengendara kecepatan tinggi 294 sebanyak kejadian (34,5%), pengendara tidak terampil sebanyak 246 kejadian (28,9%), pengendara mabuk sebanyak 7 kejadian (0,8%), dan pengendara mengantuk sebanyak 1 kejadian (0,1%). Faktor penyebab kecelakaan lalu lintas terbanyak berikutnya adalah faktor lingkungan fisik, yaitu faktor penyebab tertingginya adalah faktor tikungan tajam sebanyak 38 kejadian (4,5%), diikuti faktor hujan sebanyak 28 kejadian (3,3%), faktor jalan berlubang sebanyak 23 kejadian (2,7%), faktor jalan tanpa marka/rambu sebanyak 20 kejadian (2,4%), faktor kabut/mendung sebanyak 5 kejadian (0,6%), faktor jalan rusak sebanyak 4 kejadian (0,5%), faktor jalan tanpa lampu sebanyak 3 kejadian (0,4%), dan faktor jalan licin sebanyak 2 kejadian (0,2%)

(25)

Faktor penyebab terakhir adalah faktor kendaraan, yaitu faktor ban mengalami selip sebanyak 12 kejadian (1,4%) dan faktor lampu kendaraan sebanyak 1 kejadian (0,1%).

Apabila ketiga faktor diatas dijumlahkan, maka jumlah persentasenya akan melebihi 100%. Hal ini dikarenakan sebuah kecelakaan dapat disebabkan oleh lebih dari 1 faktor penyebab (multiple causes) dan dapat berupa interaksi ketiga faktor tersebut atau lebih dari 1 penyebab di dalam 1 faktor penyebab.

5.3.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk menghubungkan faktor-faktor penyebab kecelakaan (manusia, kendaraan, lingkungan fisik) dengan kejadian meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor di wilayah hukum Polresta Medan tahun 2008-2010. Oleh karena itu, dilakukan uji analisis menghubungkan faktor penyebab dengan kejadian meninggal dunia pada pengendara sepeda motor akibat kecelakaan lalu lintas yang disajikan pada tabel 4.5. berikut ini: Tabel 4.5. Hubungan Faktor Penyebab dan Akibat Celaka (Luka/Cedera dan

Meninggal Dunia) Pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Hukum Polresta Medan Tahun 2008-2010

Faktor Penyebab

Meninggal

Dunia Luka/Cedera Total

(p.) OR (CI 95%) N % n % n % Faktor Manusia Lengah Ya 103 25% 309 75% 412 100% 0,003 1,699 Tidak 72 16,4% 367 73,6% 439 100%

(26)

Faktor Penyebab

Meninggal

Dunia Luka/Cedera Total

(p.) OR (CI 95%) N % n % n % Mengantuk Ya 1 100% 0 0% 1 100% 0,049 4,885 Tidak 174 20,5% 676 79,4% 850 100% Mabuk Ya 1 14,3% 6 85,7% 7 100% 0,68 0,642 Tidak 174 20,6% 670 79,4% 844 100% Tidak Tertib Ya 84 15,5% 457 84,5% 541 100% 0,001 0,442 Tidak 91 29,4% 219 70,6% 310 100% Tidak Terampil Ya 75 30,5% 171 69,5% 246 100% 0,001 2,215 Tidak 100 16,5% 505 83,5% 605 100% Kecepatan Tinggi Ya 68 23,1% 226 76,9% 294 100% 0,209 1,265 Tidak 107 19,2% 450 80,8% 557 100% Faktor Kendaraan Lampu Kendaraan Ya 1 100% 0 0% 1 100% 0,049 4,885 Tidak 174 20,5% 676 79,5% 850 100%

(27)

Faktor Penyebab

Meninggal

Dunia Luka/Cedera Total

(p.) OR (CI 95%) N % n % n % Selip Ya 6 50% 6 50% 12 100% 0,011 3,964 Tidak 169 20,1% 670 79,9% 839 100%

Faktor Lingkungan Fisik Jalan Tanpa Lampu

Ya 2 66,7% 1 33,3% 3 100% 0,048 7,803 Tidak 173 20,4% 675 79,6% 848 100% Jalan Rusak Ya 3 75% 1 25% 4 100% 0,007 11,773 Tidak 172 20,3% 675 79,7% 847 100% Jalan Berlubang Ya 7 30,4% 16 29,6% 23 100% 0,235 1,719 Tidak 168 20,3% 660 79,7% 828 100% Jalan Licin Ya 1 50% 1 50% 2 100% 0,302 3,879 Tidak 174 20,5% 675 79,5% 849 100% Tanpa Marka/Rambu Ya 3 15% 17 85% 20 100% 0,533 0,676 Tidak 172 20,7% 659 79,3% 831 100%

(28)

Faktor Penyebab

Meninggal

Dunia Luka/Cedera Total

(p.) OR (CI 95%) N % n % n % Tikungan Tajam Ya 11 28,9% 27 71,1% 38 100% 0,27 1,612 Tidak 164 20,2% 649 79,8% 813 100% Kabut/Mendung Ya 1 20% 4 80% 5 100% 0,975 0,966 Tidak 174 20,6% 672 79,4% 846 100% Hujan Ya 8 28,6% 20 71,4% 28 100% 0,408 1,571 Tidak 167 20,3% 656 79,7% 823 100%

Jika dilihat pada tabel 4.5., maka jumlah kejadian meninggal akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor akan lebih dari 175 kejadian. Hal ini dikarenakan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor yang mengakibatkan meninggal dunia terkadang tidak hanya disebabkan oleh 1 faktor penyebab saja. Namun berupa gabungan dari beberapa faktor, misalkan faktor kendaraan berupa ban selip terjadi karena faktor lingkungan fisik yaitu cuaca hujan dan jalan licin, lalu ditunjang dengan faktor manusia berupa mabuk dan tidak terampil yang pada akhirnya menyebabkan kecelakaan dengan dampak meninggal dunia pada pengendara sepeda motor tersebut. Dari contoh tersebut, dapat kita katakan bahwa kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh interaksi beberapa faktor

(29)

penyebab. Berikut adalah rincian hubungan faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas dengan kejadian meninggal dunia pada pengendara sepeda motor:

a. Faktor Manusia 1) . Lengah

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 103 (25%) pengendara sepeda motor yang lengah dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara lengah yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 309 (75%). Nilai p value = 0,003, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengendara lengah dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 1,699, berarti pengendara lengah tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

2) . Mengantuk

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 1 (100%) pengendara sepeda motor yang mengantuk dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara mengantuk yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 0 (0%). Nilai p value = 0,049, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengendara mengantuk dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) 4,885 berarti pengendara mengantuk

(30)

berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

3) . Mabuk

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 1 (14,3%) pengendara sepeda motor yang mabuk dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara mabuk yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 6 (85,7%). Nilai p value = 0,68, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengendara mabuk dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 0,642, berarti pengendara mabuk tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

4) . Tidak Tertib

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 84 (15,5%) pengendara sepeda motor yang tidak tertib dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara tidak tertib yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 457 (84,5%). Nilai p value = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengendara tidak tertib dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 0,442, berarti pengendara tidak tertib tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

(31)

5) . Tidak Terampil

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 75 (30,5%) pengendara sepeda motor yang tidak terampil dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara tidak terampil yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 171 (69,5%). Nilai p value = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengendara tidak terampil dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 2,215, berarti pengendara tidak terampil berisiko 2,215 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

6) . Kecepatan Tinggi

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada sebanyak 68 (23,1%) pengendara sepeda motor yang kecepatan tinggi dalam mengendarai kendaraannya mengakibatkan kecelakaan dengan meninggal dunia, sedangkan pengendara kecepatan tinggi yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 226 (76,9%). Nilai p value = 0,209, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan tinggi dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 1,265, berarti pengendara kecepatan tinggi tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

(32)

b. Faktor Kendaraan 1) . Lampu Kendaraan

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan lampu kendaraan mati mengakibatkan 1 (100%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 0 (0%). Nilai p value = 0,049, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lampu kendaraan dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 4,885, berarti lampu kendaraan mati berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

2) . Selip

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan ban selip mengakibatkan 6 (50%%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 6 (50%). Nilai p value = 0,011, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara selip dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 3,964, berarti ban selip berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

c. Faktor Lingkungan Fisik 1) . Jalan Tanpa Lampu

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan jalan tanpa lampu mengakibatkan 2 (66,7%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang

(33)

mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 1 (33,3%). Nilai p value = 0,048, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jalan tanpa lampu dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera.. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 7,803, berarti jalan tanpa lampu berisiko 7,803 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

2) . Jalan Rusak

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan jalan rusak mengakibatkan 3 (75%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 1 (25%). Nilai p value = 0,007, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jalan rusak dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 11,773, berarti jalan rusak berisiko 11,773 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

3) . Jalan Berlubang

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan jalan berlubang mengakibatkan 7 (30,4%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 16 (69,6%). Nilai p value = 0,235, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jalan berlubang dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 1,719, berarti jalan

(34)

berlubang tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

4) . Jalan Licin

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan jalan licin mengakibatkan 1 (50%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 1 (50%). Nilai p value = 0,302, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jalan licin dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 3,879, berarti jalan licin berisiko 3,879 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

5) . Tanpa Marka/Rambu

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan jalan tanpa marka/rambu mengakibatkan 3 (15%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 17 (85%). Nilai p value = 0,533, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tanpa marka/rambu dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera.Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 0,676, berarti jalan tanpa marka/rambu tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya. 6) . Tikungan Tajam

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan tikungan tajam 11 (28,9%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan

(35)

luka/cedera ada sebanyak 27 (71,1%). Nilai p value = 0,270, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tikungan tajam dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 1,612, berarti tikungan tajam tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

7) . Kabut/Mendung

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan kabut/mendung mengakibatkan 1 (20%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 4 (80%). Nilai p value = 0,975, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kabut/mendung dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) = 0,966, berarti kabut/mendung tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya. 8) . Hujan

Hasil uji statistik diperoleh bahwa kecelakaan yang disebabkan cuaca hujan mengakibatkan 8 (28,6%) pengendara meninggal dunia, sedangkan yang mengakibatkan luka/cedera ada sebanyak 20 (71,4%). Nilai p value = 0,408, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara hujan dan akibat kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor berupa meninggal dunia atau luka/cedera. Dilihat dari nilai OR (CI 95%) =1,571, berarti cuaca hujan

(36)

tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya.

(37)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Pengendara Sepeda Motor

Pada penelitian ini, karakteristik pengendara yang meliputi jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, dan kepemilikan SIM tidak secara mendalam karena hanya digunakan informasi penegas dari pengendara dan tidak termasuk kedalam variabel penelitian.

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yaitu 88,7%. Hal ini dikarenakan data pengendara sepeda motor laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pengendara sepeda motor perempuan.

Lalu bila dilihat berdasarkan usia pengendara sepeda motor, maka diketahui usia pengendara sepeda motor termuda adalah 12 tahun, sedangkan yang paling tua adalah usia 75 tahun. Rata-rata pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas berusia 28,5 tahun. Apabila dilihat dari pembagian kelompok umur, maka kelompok umur pengendara tertinggi yang mengalami kecelakaan berada pada rentang umur 18-23 tahun yaitu sebanyak 259 kejadian (30,4%). Hal ini dapat dikarenakan pada rentang umur 18-23 tahun merupakan kelompok umur yang memiliki mobilitas tinggi dengan berbagai aktifitas dan cenderung masih labil dalam berkendara karena usia yang muda. Tingkat kecelakaan tertinggi kedua dialami kelompok umur 24-29 tahun yaitu sebanyak 155 kejadian (18,2%), hal ini dapat disebabkan oleh pada rentang kelompok umur ini pengendara merupakan kelompok

(38)

usia produktif yang memiliki mobilitas yang tinggi. Tertinggi ketiga dialami kelompok umur kurang dari 17 tahun yaitu sebanyak 133 kejadian (15,6%), pelaku kecelakaan lalu lintas pada kelompok umur ini dikarenakan mereka merupakan pengendara pemula yang masih dalam proses belajar mengemudi, memiliki tingkat emosi yang belum stabil serta belum berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya. Menurut Departemen Perhubungan (2006), pengendara pemula memiliki peluang tiga kali lebih besar dalam terlibat kecelakaan daripada pengendara yang telah mahir. Lebih dari 27,1% kecelakaan pada tahun 2004 melibatkan anak muda dan pengendara pemula dengan usia antara 16-25 tahun.

Selanjutnya apabila dilihat dari jenis pekerjaannya, sebanyak 67,7% kecelakaan lalu lintas dialami oleh pengendara sepeda motor yang status pekerjaannya sebagai karyawan swasta/wiraswasta. Hal ini sesuai dengan karakteristik pengendara berdasarkan kelompok umur, dimana yang tertinggi adalah pada kelompok umur 18-23 tahun yang merupakan usia produktif dalam bekerja, terutama yang status pekerjaannya sebagai karyawan swasta.

Kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor didominasi oleh pengendara yang tidak memiliki SIM yaitu sebanyak 687 pengendara (80,7%) dan yang memiliki SIM sebanyak 164 pengendara (19,3%). Jika dilihat berdasarkan kepemilikan SIM, tingkat kecelakaan sangat tinggi terhadap pengendara yang tidak memiliki SIM. Hal ini dikarenakan pengendara yang tidak memiliki SIM tidak pernah melihat bagaimana ujian dalam mendapatkan SIM yang dapat menambah pengetahuan dalam berkendara.

(39)

5.2. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor

Pada bagian ini akan dibahas mengenai gambaran kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kecelakaan, kondisi lalu lintas, jenis tabrakan, waktu tabrakan, hari tabrakan, bulan tabrakan, dan dampak kecelakaan.

5.2.1. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Jenis Kecelakaan

Berdasarkan penelitian berdasarkan jenis kecelakaan pada pengendara sepeda motor, jumlah kecelakaan ganda 8 kali kecelakaan tunggal. Menurut penelitian Kartika (2008), kecelakaan ganda memang sangat memungkinkan dikarenakan volume lalu lintas dan banyaknya pengendara sepeda motor yang agresif dengan berpindah-pindah jalur tanpa memperhatikan kondisi lalu lintas sekitarnya serta berkendara dengan kecepatan tinggi untuk mendahului kendaraan lainnya. Akibatnya ketika kendaraan lainnya yang melakukan gerakan melambat atau ingin menyalip kendaraan didepannya atau bahkan datang dari arah berlawan, pengendara akan mengalami kesulitan melakukan antisipasi sehingga antar kendaraan dapat mengalami kecelakaan lalu lintas bahkan kecelakaan beruntun.

5.2.2. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Kondisi Lalu Lintas Jika dilihat berdasarkan kondisi lalu lintas ketika terjadinya kecelakaan, sebanyak 70,6% kecelakaan lalu lintas terjadi pada kondisi lalu lintas sedang, lalu 26,3% pada kondisi lalu lintas sepi, dan sisanya 3,1% pada kondisi lalu lintas padat. Hal ini dikarenakan hampir setiap waktu kondisi lalu lintasnya stabil yaitu kondisi lalu lintas sedang, pengkategorian kondisi lalu lintas ini berdasarkan banyaknya pengendara di jalan raya dan status jalan raya tersebut. Sedangkan pada jam-jam

(40)

tertentu akan menimbulkan kondisi lalu lintas yang sepi, yaitu terutama pada larut malam dan dini hari.

5.2.3. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Jenis Tabrakan

Berdasarkan jenis tabrakan ketika terjadinya kecelakaan lalu lintas menunjukkan tabrak samping adalah jenis tabrakan tertinggi dengan 380 kejadian (44,7%), diikuti tabrak depan (34,9%), tabrak belakang (15,7%), dan tabrak depan samping (4,7%). Tingginya kecelakaan dengan tabrak samping dapat dikarenakan tersenggolnya antar pengendara ketika sedang mengendarai kendaraannya yang disebabkan oleh kecepatan tinggi atau mendahului kendaraan lainnya tanpa melihat kondisi sekitarnya sehingga terserempet. “Serempetan” terjadi disebabkan kurang mengantisipasi jarak aman dengan kendaraan lain, terutama terjadi pada kendaraan disebelahnya.

5.2.4. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Dampak Kecelakaan Jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan, jumlah kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor yang menyebabkan korban luka (ringan, sedang, berat) jumlahnya mendekati 4 kali lipat lebih banyak dibandingkan kecelakaan yang menyebabkan meninggal dunia atau dalam persentase sebesar 79,4% sedangkan kecelakaan yang menyebabkan meninggal dunia sebesar 20,6%. Kecelakaan yang menyebabkan meninggal dunia jumlahnya lebih sedikit dibandingkan hanya luka, ini dapat dikaitkan dengan kondisi lalu lintas jalan yang didominasi kondisi lalu lintas sedang sehingga pengendara tidak dapat leluasa berkendara dengan agresif dan dampak kecelakaan yang ditimbulkan tidak terlalu

(41)

parah sampai menyebabkan kejadian meninggal. Menurut penelitian Simarmata (2006) dari seluruh pengendara yang mengalami cedera, 60,66% cedera mengenai kepala. Pengendara sepeda motor mempunyai resiko yang besar mengalami cedera bagian kepala. Cedera kepala merupakan penyebab utama fatalitas pada tabrakan sepeda motor. Lalu pada penelitian Houston, David Jr, dkk (2007) yang mengutip hasil penelitian Oktaviana (2008), menyatakan bahwa cedera di kepala adalah cedera utama yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Pada penelitian ini tidak dicantumkan pembahasan mengenai helm oleh karena data-data yang didapatkan tidak memungkinkan untuk membahas lebih dalam tentang pemakaian helm.

Bila diperhatikan persentasenya, artinya setiap 5 kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengendara sepeda motor terdapat 1 pengendara yang meninggal dunia, sehingga dapat diketahui bahwa pengendara sepeda motor memiliki risiko tinggi mengalami meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di Kota Medan selama tahun 2008 sampai 2010.

5.2.5. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Waktu

Gambaran kecelakaan lalu lintas berdasarkan kriteria waktu kejadian (jam, hari, bulan) menunjukkan bahwa kecelakaan tertinggi pada bulan Nopember disusul bulan Juli dan bulan Januari, ketiga bulan tersebut tidak memiliki perbedaaan jumlah yang signifikan. Tingginya kejadian kecelakaan lalu lintas pada bulan Nopember, Juli, dan Januari dapat dikarenakan terdapatnya hari libur panjang pendidikan serta hari libur menjelang hari raya.

(42)

Jika dilihat berdasarkan hari terjadinya kecelakaan, jumlah kecelakaan paling sering terjadi pada hari Minggu, Senin, dan Selasa. Kejadian kecelakaan lalu lintas pada hari Minggu, Senin, dan Selasa dikarenakan mobilitas lalu lintas pada hari tersebut lebih tinggi daripada hari lainnya.

Kecelakaan pada hari Minggu terjadi karena pada hari tersebut merupakan hari libur umum dimana aktifitas perekonomian, perkantoran, dan pendidikan libur. Kondisi seperti ini dimanfaatkan orang-orang untuk bepergian keluar rumah, sekedar untuk bersantai atau berlibur bersama keluarga, sehingga mobilitas lalu lintas semakin tinggi pada hari Minggu.

Sedangkan pada hari Senin dan Selasa mobilitas di jalan raya disebabkan karena Senin dan Selasa merupakan hari pertama dan kedua di awal minggu untuk memulai berbagai aktifitas perekonomian maupun pendidikan. Pada saat hari Senin, aktifitas pekerjaan, pendidikan, dan perekonomian mulai berlangsung setelah lagi setelah terbengkalai sebelumnya karena libur dihari minggu. Asumsi yang selama ini berkembang yakni “I hate Monday” (“Saya benci Senin”), asumsi ini sangat berpengaruh, dimana pada hari Senin arus lalu lintas begitu tinggi (Simarmata, 2008). Kecelakaan yang terjadi juga dapat dipengaruhi kondisi psikologis akibat beban kerja dan kelelahan setelah bekerja seharian pada hari pertama di awal minggu. Lalu pada hari Selasa, kecelakaan yang terjadi dapat disebabkan oleh kondisi mental yang lelah akibat hari pertama dan beban psikologis sehingga menyebabkan lengah ketika berkendara.

(43)

Jika dilihat berdasarkan jam terjadinya kecelakaan, tingkat kecelakaan paling tinggi terjadi pada jam 21.00 - 00.59 WIB yaitu sebesar 24,8%. Menurut penelitian Kartika (2009), dalam penelitiannya disebutkan hal ini dikarenakan jam tersebut merupakan jam dimana pengendara sepeda motor dalam kondisi lelah dan daya konsentrasi yang menurun serta faktor ketajaman penglihatan juga memegang pengaruh yang sangat besar, melihat kondisi jalan pada jam tersebut cenderung sepi dan dipengaruhi oleh jalanan yang tidak memiliki lampu jalan. Persentase kecelakaan tertinggi kedua terjadi antara jam 17.00 – 20.59 WIB yaitu sebesar 19,2%. Kejadian pada jam tersebut berhubungan dengan berakhirnya aktifitas perkantoran, ekonomi, dan pendidikan sehingga menimbulkan mobilitas pengendara sepeda motor yang tinggi di jalan raya.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kecelakaan terendah terjadi antara jam 01.00 – 04.59 WIB yaitu sebesar 9,4%, hal ini dikarenakan pada jam tersebut merupakan waktu untuk istirahat /tidur sehingga volume lalu lintas cenderung sepi. Namun, selain sebagai waktu istirahat, waktu tersebut merupakan waktu kembalinya orang-orang dari kegiatan hiburan yang bisa saja mereka pulang masih dalam pengaruh alkohol sehingga menimbulkan resiko kecelakaan lalu lintas, selain itu jam tersebut merupakan waktu kembali dari kerja lembur dimana kondisi fisik sudah lelah.

(44)

5.3. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran faktor penyebab kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor serta faktor penyebab yang berhubungan dengan kejadian meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

5.3.1. Faktor Manusia

Faktor manusia merupakan faktor tertinggi yang berkontribusi menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Faktor penyebab kecelakaan yang berasal dari faktor manusia yaitu pengendara lengah, mengantuk, mabuk, tidak tertib, tidak terampil, dan kecepatan tinggi. Berikut pembahasan mengenai faktor manusia:

a. Lengah

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang lengah dalam berkendara ada sebanyak 412 kejadian (48,4%). Proporsi faktor lengah merupakan faktor tertinggi kedua yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor.

Faktor lengah merupakan faktor yang berasal dari manusia dikarenakan pengendara melakukan hal atau kegiatan lain ketika berkendara, sehingga perhatiannya tidak fokus ketika berkendara atau tidak memperhatikan lingkungan sekitar yang dapat berubah mendadak. Menurut penelitian Kartika (2008), banyak pengemudi yang melakukan kegiatan lain saat mengemudi sehingga menyebabkan konsentrasi terganggu dan berisiko terjadinya kecelakaan lalu lintas.

(45)

Berdasarkan kasus di BAP, contoh yang sering terjadi di lapangan adalah ketika pengendara sepeda motor sedang mengendarai kendaraannya di sisi sebelah kiri jalan, sedangkan pengendara lainnya berada di sisi kanan jalan dan di belakang pengendara tersebut. Lalu pengendara yang berada di sisi kiri jalan tersebut merubah arah ke kanan, karena tidak memperhatikan situasi lalu lintas dan kurang hati-hati dalam berkendara sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan tidak jarang menyebabkan korban jiwa.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara lengah dengan kejadian meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 25% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara lengah menyebabkan meninggal dunia. Artinya, 1 dari 4 kejadian kecelakaan yang disebabkan faktor lengah dalam berkendara, menimbulkan 1 korban meninggal dunia.

Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara lengah dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat bermakna. Hal ini mencerminkan bahwa pengendara lengah berperan dalam menyebabkan cedera serius, bahkan kematian. Sedangkan bila dilihat berdasarkan nilai OR, diperoleh bahwa pengendara yang lengah dalam berkendara tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Artinya, bahwa pengendara lengah memiliki hubungan menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas, tetapi lebih berisiko bila di dukung faktor lainnya diluar faktor lengah.

(46)

b. Mengantuk

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang mengantuk dalam berkendara hanya terdapat 1 kejadian (0,1%). Meskipun faktor pengendara mengantuk merupakan faktor penyebab terkecil yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun dari data tersebut dapat diketahui bahwa masih ada pengendara yang tetap mengendarai kendaraannya walaupun dalam kondisi mengantuk. Mengantuk adalah suatu keadaan dimana pengemudi kehilangan daya reaksi dan konsentrasi akibat kurang istirahat dan/atau sudah berkendara selama 5 jam tanpa berhenti (Warpani, 2002). Ciri-ciri pengendara yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi, berhalusinasi, dan pandangan kosong.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara mengantuk dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 100% dari 1 kejadian kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara mengantuk menyebabkan meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara mengantuk dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat bermakna atau memiliki hubungan. Dan apabila dilihat berdasarkan nilai OR diperoleh bahwa pengendara yang mengantuk dalam berkendara berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor penyebab kecelakaan lainnya. Hal ini berarti pengendara mengantuk memiliki hubungan dalam menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera ketika terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor dan memiliki risiko 4,485 kali menimbulkan korban meninggal dunia atau

(47)

luka/cedera dibandingkan faktor penyebab lainnya. Berdasarkan Asian Develoment

Bank (1998) yang mengutip hasil penelitian Kartika (2008), menyatakan bahwa risiko

kecelakaan tertinggi terjadi pada pengemudi yang mengantuk. c. Mabuk

Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan pengendara mabuk atau dalam pengaruh alkohol adalah sebanyak 7 kejadian (0,8%). Pengendara mabuk mungkin saja mampu mengendarai sepeda motor tetapi tidak dapat memperhatikan hal penting lainnya ketika berkendara seperti lampu lalu lintas dan situasi lalu lintas sekitarnya.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara mabuk dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 14,3% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara mabuk menyebabkan meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara mabuk dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat tidak cukup bermakna. Berdasarkan nilai OR didapatkan bahwa pengendara mabuk tidak berisiko menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera pada kejadian lalu lintas.

Artinya, pengendara mabuk merupakan faktor yang berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun hanya secara kebetulan menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera. Kejadian meninggal dunia atau luka/cedra bisa jadi dipengaruhi faktor lain di luar faktor pengendara mabuk.

(48)

d. Tidak Tertib

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang tidak tertib dalam berkendara ada sebanyak 541 kejadian (63,6%). Proporsi faktor tidak tertib merupakan faktor tertinggi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Faktor pengendara tidak tertib merupakan faktor pengendara yang melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat Kartika (2008) menyebutkan kurangnya public

safety awareness yang dimiliki masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat tidak

mengutamakan keselamatan dan lebih banyak mengutamakan kecepatan dan faktor ekonomi dalam berlalu lintas.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara tidak tertib dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 15,5% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara tidak tertib menyebabkan meninggal dunia, sedangkan 84,5% dari kecelakaan fatal menyebabkan luka/cedera. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara tidak tertib dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat bermakna. Hal ini mencerminkan bahwa pengendara tidak tertib berperan dalam menyebabkan cedera serius, bahkan kematian. Sedangkan bila dilihat berdasarkan nilai OR, diperoleh bahwa pengendara yang tidak tertib dalam berkendara tidak berisiko menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas. Artinya, bahwa pengendara tidak tertib memiliki hubungan menyebabkan

(49)

kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas, tetapi lebih berisiko bila di dukung faktor lainnya diluar faktor tidak tertib.

e. Tidak Terampil

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengendara sepeda motor yang tidak terampil dalam berkendara ada sebanyak 246 kejadian (28,9%). Faktor pengendara tidak terampil merupakan pengendara yang tidak mampu mengendalikan kendaraannya sehingga menimbulkan kecelakaan, seperti tidak berjalan sesuai jalurnya atau terlalu ke kanan, tidak menjaga jarak aman. Oleh karena itu, dalam berkendara diperlukan latihan dan pengalaman dalam berkendara sehingga memiliki keterampilan alamiah menghadap bermacam-macam situasi lalu lintas.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara tidak terampil dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 30,5% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara tidak terampil menyebabkan meninggal dunia. Artinya, 3 dari 10 kejadian kecelakaan yang disebabkan faktor lengah dalam berkendara, menimbulkan 3 korban meninggal dunia. Faktor ini merupakan proporsi terbesar dalam menyebabkan meninggal dunia pada kecelakaan lalu lintas.

Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara tidak terampil dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat memiliki hubungan. Dan apabila dilihat berdasarkan nilai OR, diperoleh bahwa pengendara yang tidak terampil dalam berkendara berisiko 2,215 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera akibat kecelakaan lalu lintas dibandingkan faktor penyebab lainnya. Data

(50)

ini mencerminkan bahwa pengendara tidak terampil merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas dan timbulnya korban meninggal dunia atau luka/cedera. Hal ini berarti pengendara tidak terampil memiliki hubungan dalam menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera ketika terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor dan memiliki risiko 2,215 kali menimbulkan korban meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor lainnya.

f. Kecepatan Tinggi

Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan pengendara kecepatan tinggi adalah sebanyak 294 kejadian (34,5%). Pengendara yang berkendara dalam kecepatan tinggi merupakan faktor tertinggi ketiga yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Yang dimaksud dengan pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi atau diatas kecepatan normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pendapat Perez, dkk (2007) yang mengutip hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengendara kecepatan tinggi dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 23,1% dari kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara kecepatan tinggi menyebabkan meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara pengendara kecepatan tinggi dan akibat kecelakaan lalu lintas

(51)

secara statistik terlihat tidak cukup bermakna. Berdasarkan nilai OR juga didapatkan bahwa pengendara kecepatan tinggi tidak berisiko menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera pada kejadian lalu lintas. Artinya, pengendara kecepatan tinggi merupakan faktor yang berisiko menyebabkan kecelakaan lalu lintas, namun hanya secara kebetulan menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera. Kejadian meninggal dunia atau luka/cedera bisa jadi dipengaruhi faktor lain di luar faktor pengendara kecepatan tinggi.

5.3.2. Faktor Kendaraan

Faktor kendaraan merupakaan faktor yang paling kecil berkontribusi dalam menimbulkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Faktor penyebab kecelakaan yang berasal dari faktor kendaraan yaitu selip dan tidak menyalakan lampu kendaraan. Berikut pembahasan mengenai faktor kendaraan:

a. Lampu Kendaraan

Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan karena lampu kendaraan tidak menyala atau kendaraan tidak memiliki lampu hanya terdapat 1 kejadian (0,1%). Satu-satunya kejadian tersebut terjadi pada malam hari, ini membuktikan bahwa masih ada pengendara sepeda motor yang nekat berkendara pada malam hari walaupun kendaraannya tidak memiliki lampu atau lampu tidak menyala.

Berdasarkan analisis hubungan antara lampu kendaraan dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 100% dari 1 kejadian kecelakaan yang disebabkan oleh

(52)

lampu kendaraan menyebabkan meninggal dunia. Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara lampu kendaraan dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat memiliki hubungan atau bermakna. Dan apabila dilihat berdasarkan nilai OR diperoleh bahwa pengendara yang mengantuk dalam berkendara berisiko 4,885 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor penyebab kecelakaan lainnya. Hal ini berarti lampu kendaraan memiliki hubungan dalam menyebabkan meninggal dunia atau luka/cedera ketika terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor dan memiliki risiko 4,885 kali menimbulkan korban meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor lainnya.

b. Selip

Berdasarkan hasil penelitian, selip merupakan faktor kendaraan tertinggi yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor yakni sebanyak 12 kejadian (1,4%). Selip dapat terjadi ketika kondisi jalan yang licin dan jalan yang basah, selain itu juga dapat disebabkan tapak ban kendaraan yang sudah tipis dan pengereman secara mendadak. Sedangkan menurut panduan cara berbelok dengan mengerem yang dikeluarkan Departemen Perhubungan Darat (2006), sangat tidak disarankan berbelok dibarengi dengan pengereman, karena berisiko tinggi terjadi selip.

Berdasarkan analisis hubungan antara lampu kendaraan dan akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan 50% dari kejadian kecelakaan yang disebabkan oleh selip menyebabkan meninggal dunia sedangkan 50% lainnya menyebabkan luka/cedera.

(53)

Jika dianalisis lebih lanjut, hubungan antara selip dan akibat kecelakaan lalu lintas secara statistik terlihat memiliki hubungan atau bermakna. Dan apabila dilihat berdasarkan nilai OR diperoleh bahwa selip berisiko 3,964 kali menyebabkan kejadian meninggal dunia atau luka/cedera dibanding faktor penyebab kecelakaan lainnya.

Data ini mencerminkan bahwa selip merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas dan timbulnya korban meninggal dunia atau luka/cedera. Hal ini dapat dikarenakan selip terjadi ketika kendaraan yang dikendarai pengendara sedang dalam kondisi mengebut dan kendaraan yang mengalami selip sulit untuk dikendalikan, sehingga berisiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas bahkan menimbulkan korban jiwa.

5.3.3. Faktor Lingkungan Fisik

Faktor lingkungan fisik merupakan faktor terbesar kedua yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Faktor penyebab kecelakaan yang berasal dari faktor lingkungan fisik yaitu jalan tanpa lampu, rusak, berlubang, licin, tanpa marka/rambu, tikungan tajam, kabut/mendung, dan cuaca hujan. Berikut rincian mengenai faktor lingkungan fisik:

a. Jalan Tanpa Lampu

Berdasarkan hasil penelitian dari 851 kejadian kecelakaan, kecelakaan yang disebabkan jalan tanpa lampu adalah sebanyak 3 kejadian (0,4%). Jalan yang tidak

Gambar

Tabel 4.2.  Distribusi Usia Pengendara Sepeda Motor yang Mengalami  Kecelakaan Lalu Lintas
Tabel 4.5.  Hubungan Faktor Penyebab dan Akibat  Celaka (Luka/Cedera dan  Meninggal Dunia) Pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah  Hukum Polresta Medan Tahun 2008-2010

Referensi

Dokumen terkait

1) Perilaku pembeli yang rumit ( complex buying behavior ). Perilaku pembelian yang rumit akan menimbulkan keterlibatan tinggi dalam pembelian dan menyadari adanya

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho menjadi awal dibentuknya Tentara Kebangsaan Indonesia oleh PPKI, di mana pada tanggal 22 Agustus 1945 membentuk

Selain itu, karena dalam persilangan tersebut digunakan klon kakao Sca 6 yang berfungsi sebagai donor sifat-sifat resistensi terhadap hama dan penyakit nya, maka besar

Gambar 1e merupakan gambaran mikroskopik lambung mencit pada kelompok P2 yang diberikan campuran jus buah tomat merah 0,2 ml/20grBB dan jus tomat ungu 0,2 ml/20grBB.. Dari gambar

Terdapat faktor lain yang dapat menjadi sumber stres (stressor) selain beban kerja yaitu hubungan sosial, gaya manajemen, kondisi organisasi, work family

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur pendapatan rumah tangga petani kelapa sawit pola swadaya di Desa Kota Tengah

Berdasarkan hasil dari penelitian ini yaitu ada hubungan yang negatif dan signifikan antara keluarga disharmonis dan motivasi belajar dengan prestasi belajar

Dalam cara yang sedikit berbeda, Umar Kayam, seorang Guru Besar, bersama Para Priyayi dan Sumarah Bawuk, ditemani ingatan yang bergentayangan tentang masa lalu,