• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH DI DESA PINANG KECAMATAN CENDANA KABUPATEN ENREKANG S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH DI DESA PINANG KECAMATAN CENDANA KABUPATEN ENREKANG S K R I P S I"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH

DI DESA PINANG KECAMATAN CENDANA

KABUPATEN ENREKANG

S K R I P S I

Oleh

RASNAH BINTI HALIM

I 111 11 323

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI PERAH

DI DESA PINANG KECAMATAN CENDANA

KABUPATEN ENREKANG

RASNAH BINTI HALIM

I111 11 323

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar

Sarjana Pada Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :Rasnah Binti Halim

Nim : I111 11 323

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, Mei 2016

(4)
(5)

ABSTRAK

Rasnah Binti Halim. I111 11 323. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi

Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. Dibawah bimbingan Ir. Tanrigilling Rasyid, MS sebagai Pembimbinng Utama dan Ir. Muhammad Aminawar, MM sebagai Pembimbing Anggota.

Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran memicu kritikan dari warga sekitar baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.Pada satu sisi pengolahan limbah akan mengurangi dampak terhadap lingkungan, disisi lain pengolahan limbah akan memberikan keuntungan kerena pengolahannya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Salah satunya adalah teknologi biogas yang merupakan bahan bakar yang layak digunakan secara ekonomis terutama untuk mengurangi pencemaran lingkungan di daerah pedesaan. Teknologi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang pada awalnya sebagai upaya pemanfaatan feces sapi sebagai energi alternatif dan mengurangi pencemaran lingkungan. Sehubungan dengan itu, muncul masalah yang berhubungan dengan adopsi biogas di kalangan peternak sapi perah. difusi-adopsi berhubungan dengan cepat lambatnya seorang individu mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyuluhan, pengalaman, pendidikan, dan motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi biogas di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Penelitian ini di laksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2016 bertempat di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksplanatori. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adopsi teknologi biogas adalah penyuluhan dan motivasi, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah pendidikan dan pengalaman.

(6)

ABSTRACT

Rasnah Binti Halim. I111 11 323. Factors Affecting the Adoption of Biogas

Technology in Dairy Cattle Breeders in Desa Pinang District of Cendana Enrekang.

Under the guidance of Ir.Tanrigilling Rasyid, MS as a Main Supervisor and Ir. Muhammad Aminawar, MM as the Supervising member

During this time many public complaints will be adversely affected by the activities of the farm because most farmers ignore the waste management of the business, and some even attempt to dispose of waste into the river, causing environmental pollution. Livestock waste produced by livestock activities such as feces, urine, food remains, as well as water from the cleaning of cattle and stables polluting sparked criticism from local residents in the form of a bad smell that stung, until the complaints of itching when bathing in rivers contaminated farm waste .On one side sewage treatment will reduce the impact on the environment, on the other hand waste treatment will provide processing advantages because they can be used as fuel. One of them is that biogas technology is a viable fuel used economically, especially to reduce environmental pollution in rural areas. Biogas technology in Desa Pinang District of Cendana Enrekang initially as an effort to use cow feces as alternative energy and reduce environmental pollution. In connection with that, emerging issues relating to the adoption of biogas among dairy farmers. diffusion-adoption related to how quickly an individual adopt innovations earlier than other members. The purpose of this study was to determine education, experience, education, and motivation influence the adoption of biogas technology in Pinang Village, District Cendana, Enrekang.

The research was carried from January to February 2016 held at Desa Pinang District of Cendana Enrekang. This type of research is quantitative explanatory. The analytical tool used is multiple regression analysis.

The results showed that the factors that influence the adoption of biogas technology is counseling and motivation, while no effect was education and experience.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan petunjuk bagi umat manusia, demikian juga Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik dan patut kita contoh dalam kehidupan kita sehari- hari karena limpahan rahmat dan karunia-Nyalah dan segala nikmat atas kesehatan, ilmu pengetahuan, dan rejeki sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini, setelah mengikuti proses belajar, pengumpulan data, pengolahan data, bimbingan sampai pada pembahasan dan pengujian skripsi dengan judul Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah Didesa Pinang Kecematan Cendana Kabupaten Enrekang. skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu (S1) pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga dan sembah sujud kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kekuasaan-Nya dan kemurahan-Nya juga kepada kedua orang tua yang sangat kusayangi Halim dan Rosia telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah penulis dengan doa restu yang tulus serta tak henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril maupun materi.

(8)

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

 Dr. Ir. Tanrigiling Rasyid, MS selaku pembimbing utama sekaligus Penasehat Akademik yang tetapsetia dari masuk kuliah sampai sarjana dan memberikan banyak nasehat, arahan, petunjuk, dan bimbingan serta dengan sabar dan penuh tanggung jawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga selesainya skripsi ini serta memberikan pengalaman yang paling berharga yang telah diberikan selama menjadi mahasiswa

 Ir. Muhammad Aminawar, MM selaku pembimbing anggota yang tetap setia memberikan banyak nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar dan penuh tanggung jawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan hingga selesainya skripsi.

 Dr. Ir. Sofyan Nurdin Kasim, Dr. Muh. Ridwan, S. Pt, M. Si, dan Dr. Ir. Hj . St. Rohani, S.Pt, M. Si, Selaku penguji dan pembahas dalam berbagai seminar yang telah dilalui penulis. Terima kasih untuk semua saran dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

 Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin.  Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin.

 Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.

(9)

 Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama menjalani kuliah hingga selesai. Terima Kasih atas bantuan dan informasi yang sangat bermanfaat dan bernilai bagi penulis.

 The Best Brothers And Sister dawia, nurdia, rudian, yuyun anggreni, amirah dan auliah. Terima Kasih atas semangat serta dukungannya.

 Kakanda Ari Kusnadi Qais S. Pt yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bosan- bosannya memberikan semangat dan motivasi yang sungguh luar biasa.

 Best Friend My Hartina, Silva Indah Sari Nurwan, Asriani D kalian bertiga yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, kartika S.Pt Utami Ls S.Pt, Fitrawati S.Pt dan Hildah K S.Pt selaku teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi, thanks for everything.

 Teman-teman KKN PPM DIKTI tahun 2015 Kecamatan Mattirosompe terima kasih kebersamaan selama sebulan lebih di lokasi sampai sekarang ini.

 Saudara ” SOLANDEVEN ” Kalian adalah saudara sekaligus angkatan yang berharga, terima kasih atas kebersamaan selama ini.

 Serta rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Peternakan Unhas (HIMSENA UH) terimakasih atas kerjasamanya selama ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Peternakan Sapi Perah... 7

Teknologi Biogas ... 8

Faktor-Faktor Adopsi Teknologi ... 14

Kerangka Pikir ... 21

Hipotesis ... 23

METODOLOGI PENELITIAN... 24

Waktu dan Tempat ... 24

Jenis Penelitian ... 24

Populasi dan Sampel ... 24

Jenis dan Sumber Data ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 25

Instrumen Penelitian... 26

Analisa Data ... 28

Konsep Operasional ... 29

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31

Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 31

Jumlah Penduduk ... 31

SaranaPendidikan... 32

Luas Lahan Menurut Penggunaan ... 32

(11)

KEADAAN UMUM RESPONDEN ... 34

Umur Responden... 34

Jenis Kelamin... 35

Jenis Pekerjaan dan Mata pencaharian... 36

Jumlah Tanggungan Keluarga... 37

Kepemilikan Ternak Sapi Perah... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

Adopsi Teknologi Biogas (Y)... 39

Penyuluhan (X1)... 40

Pengalaman (X2) ... 41

Pendidikan (X3)... 42

Motivasi (X4) ... 44

Uji Normalitas ... 45

Uji F atau Uji Pengaruh Simultan... 46

Uji T Parsial atau Uji Pengaruh ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN...

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Data Jumlah Peternak yang Mengadopsi Biogas ... 4

2. Kisi-kisi Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas Pada Peternak Sapi Perah ... 26

3. Jumlah Penduduk ... 31

4. Sarana Pendidikan... 32

5. Luas Lahan menurut Penggunaannya ... 32

6. Jumlah Populasi Ternak di Desa Pinang... 33

7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur ... 34

8. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 35

9. Klasifikasi Responden merdasarkan Jenis Pekerjaan ... 36

10. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga . 37 11. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Perah Yang Di Pelihara ... 38

12. Adopsi Teknologi Biogas ... 39

13. Penyuluhan... 40

14. Pengalaman ... 41

15. Pendidikan... 42

16. Motivasi ... 44

17. Rekapitulasi Data Hasil Regresi R Square... 46

18. Model Summary... 46

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Model Kerangka Pemikiran ... 22 2. Histogram Variabel ... 45 3. Grafik Normal P. Plot ... 45

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Data Responden ... 61

2. MatriksVariabel Independen (X) Dan Variabel Dependen (Y) ... 62

3. Hasil Output Penelitian ... 63

(15)

PENDAHULUAN

Tantangan yang dihadapi dunia peternakan saat ini adalah bagaimana menghasilkan produk peternakan yang berdaya saing tinggi baik dalam aspek kuantitas, kualitas, ragam produk, kontinuitas, pelayanan maupun harga, sehingga dapat memenuhi tuntutan pasar domestik maupun pasar global menjawab tantangan peternakan tersebut diatas, pemerintah memberikan perhatian terhadap sub sektor pertanian yaitu dengan menempatkan peternakan sebagai basis peningkatan perekonomian rakyat (Muryanto, 2006).

Peternakan sapi perah memiliki posisi yang strategis dalam pengembangan peternakan untuk menjadi lebih baik, sehingga diperlukan adanya keinginan perubahan menjadi lebih baik dalam manajemen, dari peternakan konvensional menjadi peternakan modern.

Untuk mencapai perkembangan subsektor peternakan yang positif, diperlukan berbagai aspek yang akan mendukung pengembangan subsektor peternakan, diantaranya, aspek Sumber Daya Manusia (SDM) peternak, Sumber Daya Alam (SDA), modal, teknologi, dan kelembagaan. Aspek-aspek tersebut memiliki fungsi dan peranan masing-masing untuk memberikan hasil yang positif bagi pengembangan subsektor peternakan(Mauludin, 2009).

Salah satu hambatan atau masalah dalam dunia peternakan adalah masalah limbah, limbah yang dihasilkan oleh ternak relatif banyak dan berpotensi menimbulkan polusi, Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, dan tipe usaha. Kotoran sapi yang terdiri dari feses dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar

(16)

manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 107m3air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat, oleh karena itu penanganan limbah harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya polusi atau pencemaran lingkungan (Farida, 2000).

Berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015) menyatakan bahwa provinsi sulawesi selatan mengalami peningkatan populasi sapi perah dari tahun 2010 yaitu memiliki populasi sebanyak 2.198 ekor sampai tahun 2015 sebanyak 2.295 ekor sapi perah yang berarti semakin bertambahnya populasi ternak sapi perah, akan menghasilkan banyak limbah yang harus ditangani Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan

(17)

penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.

Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran memicu kritikan dari warga sekitar baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan. Hal tersebut sejalan dengan Juheini (1998) yang mengemukakan sebanyak 56,67% peternak sapi perah membuang limbah ke badan sungai tanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.

Pengolahan limbah ternak merupakan salah satu upaya yang memberikan manfaat banyak. Pada satu sisi pengolahan limbah akan mengurangi dampak terhadap lingkungan, disisi lain pengolahan limbah akan memberikan keuntungan kerena pengolahannya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Salah satunya adalah teknologi biogas yang merupakan bahan bakar yang layak digunakan secara ekonomis terutama untuk mengurangi pencemaran lingkungan di daerah pedesaan (Ginting, 2007).

Di tingkat peternak. Kegiatan penyuluhan belum berpengaruh terhadap perilaku peternak untuk mengadopsi sebuah teknologi sehingga tak jarang peternak memutuskan untuk menolak teknologi tersebut. Meskipun teknologi yang diperkenalkan merupakan hasil perbaikan atau modifikasi teknologi yang ada dan bahkan telah diuji cobakan kepada peternak lain akan tetapi belum mampu untuk mengubah keyakinan peternak dalam mengadopsi sebuah teknologi biogas (Novikarumsari, 2014).

(18)

Teknologi biogas di Desa Pinang Kecematan Cendana Kabupaten Enrekang pada awalnya sebagai upaya pemanfaatan feces sapi sebagai energi alternatif dan mengurangi pencemaran lingkungan. Sehubungan dengan itu, muncul masalah yang berhubungan dengan adopsi biogas di kalangan peternak sapi perah. Menurut teori Rogers (2003), difusi-adopsi berhubungan dengan cepat lambatnya seorang individu mengadopsi inovasi lebih dini dibanding anggota lainnya.

Di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang memiliki beberapa kelompok tani/ternak yang dimana anggotanya adalah peternak sapi perah baik yang mengadopsi biogas maupun yang tidak mengadopsi biogas. Adapun peternak yang mengadopsi biogas dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1. Data Jumlah peternak yang mengadopsi dan tidak mengadopsi biogas dalam Kelompok Tani di desa Pinang kecamatan Cendana kabupaten Enrekang

No Kelompok Tani Jumlah Peternak yang Mengadopsi Biogas

1 Bulan-Bulan 2 2 Sapi Perah 12 3 Mesa Bija 6 4 Mabarakka 2 5 Kwt. Serumpun 2 6 Mario Marannu 2 Jumlah 26

Sumber : Data sekunder BP3K Kabupaten Enrekang, 2015.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa diketahui jumlah anggota kelompok ternak yang mengadopsi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang totalnya adalah 26 peternak dimana jumlah peternak yang mengadopsi

(19)

biogas terbanyak berada di kelompok tani sapi perah sebanyak 12 peternak. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan limbah sapi perah menjadi energi alternatif dan juga adanya dukungan pemerintah untuk penanggulangan limbah ternak.

Suatu teknologi yg diadopsi akan menyebar ke peternak lain atau calon adopter apabila teknologi tersebut dapat memberikan dampak positif yaitu keuntungan bagi penggunanya. Ada tiga hal yang diperlukan bagi calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi yaitu: 1) adanya pihak lain yang telah mengadopsi; 2) adanya proses adopsi yang berjalan sistematis, sehingga dapat diikuti oleh calon adopter; dan 3) adanya hasil adopsi yang menguntungkan (Musyafak, 2005).

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dan tentang keputusan adopsi inovasi fakta yang ada di masyarakat menunjukkan bahwa apa yang disampaikan kepada peternak tidak selalu didengar dan jika didengar tidak selalu dipahami, apabila mereka memahami belum tentu mereka setuju, dan meskipun mereka setuju dengan apa yang disampaikan, ternyata peternak belum tentu melakukannya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

(20)

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, apakah faktor penyuluhan, pengalaman, pendidikan, dan motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi biogas di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang ?

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor penyuluhan, pengalaman, pendidikan, dan motivasi berpengaruh terhadap adopsi teknologi biogas di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran atau sumber informasi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang sejenis atau bagi pihak yang membutuhkan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menyusun program peternakan di masa mendatang khususnya di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Perah

Usaha ternak sapi perah dimulai pada abad ke 17 bersamaan dengan masuknya Belanda ke Indonesia. Pada waktu itu orang Belanda merasa berkepentingan mendatangkan sapi perah agar dapat diperoleh produk susu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dinegara asalnya mereka sudah terbiasa minum susu, sedangkan di Indonesia tidak dijumpai ternak sapi perah. Pada waktu itu bangsa sapi tipe perah yang didatangkan dari Belanda adalah Fries Holland (FH) dari Negara Belanda, oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau sampai saat ini populasi ternak sapi perah di Indonesia sebagian besar adalah FH, bahkan saat ini sapi-sapi baru didatangkan untuk menggantikan generasi tua dan menambah populasi yang didatangkan dari New Zeland dan Australian pun bangsa sapi Fries Holland (Girisonta, 1995).

Ihat (2001) menyebutkan bahwa, peternakan sapi perah di Indonesia berdasarkan jumlah sapi perah yang dipelihara dapat dibagi atas peternakan kecil atau peternakan rakyat dan peternakan besar atau perusahaan peternakan. Peternakan rakyat yang memelihara sapi perah paling banyak 10 ekor, pada umumnya tidak memiliki lahan khusus untuk penanaman hijauan dan menggantungkan kebutuhan hijauan sapi perah pada rumput-rumput alam. Peternakan besar atau perusahaan peternakan yang memilki sapi perah lebih dari 10 ekor, pada umumnya sudah memilki lahan untuk tanaman hijauan pakan, meskipun kadang-kadang belum mencukupi dan sedikit banyak masih tergantung pada rumput-rumput alam.

(22)

Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu, pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% selulosa, 18.32% hemi-selulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Nurtjahya, 2003).

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85% merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat (Amru, 2006).

Teknologi Biogas

Menurut Haryati (2006), biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam.

Proses pembentukan biogas melalui pencemaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan empat tahap utama yaitu hidrolisis, acidifikasi, produksi acetic acid dan produksi methan. Tahap pertama adalah hidrolisis, pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid dan protein didegradasi oleh

(23)

mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keton, asam hidroksi keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2, dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap acidifikasi senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap produksi acetic acid dan produksi methan adalah dimana pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana(CH4) dan karbondioksida (CO2) (Wellinger,2013).

Manfaat energi biogas adalah sebagai peganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sludge atau lumpur yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman atau budidaya pertanian. Ada beberapa jenis reaktor biogas yang dikembangkan di antaranya adalah reaktor jenis kubah tetap (fixed-dome), reaktor terapung (floating drum), reaktor jenis balon, jenis horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement (Hambali, 2007).

Dari keenam jenis digester biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap dan jenis drum mengambang. Beberapa tahun terakhir dikembangkan jenis reaktor balon yang banyak digunakan sebagai reaktor sederhana.

1. Reaktor Kubah Tetap (fixed-dome)

Reaktor ini disebut juga reaktor China, karena reaktor tersebut dibuat pertama kali di China sekitar tahun 1930an, kemudian berkembang dengan berbagai model reaktor. Pada reaktor ini memilki dua bagian yaitu digester

(24)

sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bakteri, baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri pemebntuk gas metana.bagian yang kedua adalah kubah tetap, dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak. Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.

Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang harganya relatif lebih mahal.Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena kontruksinya tetap.

2. Reaktor Floating drum

Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Reaktor tersebut memilki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakn drum. Drum tersebut dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil permentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terpung sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan kerugian adalah biaya material kontruksi dan drum lebih mahal. Faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian

(25)

pengumpul gas pada reaktor ini memliki umur yang lebih pendek dibandingkan menggunakan tipe kubah tetap.

3. Reaktor Balon

Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang digunakan bahan plastik sehinga lebih efisien dalam penangan dan perubahan tempat biogas.Reaktor ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing-masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian bawah karena memilki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.

Selain menurut kontruksinya, reaktor biogas dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut aliran bahan bakunya. Menurut Hidayati (2010) terbagi menjadi :

1. Tipe Bak, di mana bahan baku ditempatkan dalam ruang tertentu sampai proses digesti selesai

2. Tipe mengalir, aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu.

Tahapan - Tahapan Adopsi Teknologi Biogas

Ibrahim dkk (2003) menyebutkan adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsinya. Petani sasaran mengambil keputusan setelah melalui beberapa tahapan dalam proses adopsi. Beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu tingkat adopsi sangat dipengaruhi tipe keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Dengan melihat tipe keputusan adopsi inovasi, proses adopsi dapat melalui empat

(26)

tahap yaitu: tahap mengetahui (knowledge), persuasi (persuasion), pengambilan keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation).

Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau manerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas /kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Tahapan-tahapan adopsi itu adalah : (Mardikanto, 2009).

1) Awareness, atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

2) Interest, atau tumbuhnya minta yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

3) Evaluation atau penilaian terhadap baik / buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui inoformasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek-aspek sosial-budaya, bahkan seringkali ditinjau dari aspek politis atau kesesuainnnya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional.

4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.

5) Adoption atau menerima/menerpakan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya sendiri.

(27)

Menurut Rogers (2003), peran media massa dan komunikasi interpesonal sangat berperan dalam penyebaran informasi untuk adopsi inovasi suatu teknologi dimana karakteristiknya terdiri dari :

Keuntungan Relatif

Apakah suatu inovasi memungkinkan petani meraih tujuannya dengan lebih baik, atau dengan biaya yang lebih rendah daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai suatu inovasi tidak terbatas pada keuntungan relatif yang bersifat ekonomis.

Kompatibilitas/Keselarasan

Kompatibilitas berkaitan dengan nilai sosial budaya dan kepercayaan, dengan inovasi yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan keperluan yang dirasakan oleh petani. Sebagai contoh, akan sangat sulit untuk memperkenalkan peternakan babi di wilayah umat islam, walaupun peternakan tersebut memberikan keuntungan tinggi.

Kompleksitas

Inovasi sering gagal karena tidak diterapkan secara benar. Beberapa diantaranya memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Adakalanya lebih baik memperkenalkan sekumpulan paket inovasi yang relatif sederhana tetapi sering berkaitan, walaupun kaitan tersebut mungkin sulit dipahami. Sapi perah unggul umpamanya, hanya akan memproduksi banyak susu jika diberi pakan berprotein dan berenergi tinggi.

(28)

Dapat Dicoba

Kemudahan inovasi dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan keterbatasan sumber daya yang ada. Inovasi yang dapat dicoba sedikit demi sedikit akan lebih cepat dipakai oleh pengguna daripada inovasi yang tidak dapat dicoba sedikit demi sedikit.

Dapat Diamati

Petani dapat melihat dari jauh rekannya yang telah beralih memberi jagung untuk pakan ternaknya, tetapi mungkin tidak tahu tentang sistem tata buku yang digunakan tetangganya. Karena takut tersaingi petani mungkin tidak menunujukkan ternak unggul miliknya kepada tetangganya. Para petani belajar dengan cara mengamati dan diskusi mengenai pengalaman rekannya. Pengamatan mereka sering menjadi sebab untuk memulai suatu diskusi.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas

Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi biogas dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor tersebut antara lain karakteristik penyuluhan, pengalaman beternak, pendidikan, dan motivasi. Keempat faktor tersebut akan maksimal jika semua elemen secara sadar dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan suatu adopsi teknologi biogas. Menurut Lukman (2008) factor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi biogas adalah sebagai berikut :

(29)

Penyuluhan

Penyuluhan peternakan merupakan sistem pendidikan non-formal yang berupaya memberdayakan masyarakat peternak untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya, sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan peternakan. Pembangunan pertanian/peternakan merupakan proses pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sosial ke arah yang lebih baik. Penyuluhan sebagai sistem pendidikan non-formal harus dibedakan dengan sistem pendidikan formal. Perbedaan ini meliputi tempat, kurikulum, sasaran, filsafat dan lingkupnya (Ibrahim, 2003).

Intensitas penyuluhan merupakan frekuensi peternak mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Intensitas penyuluhan sangat berperan dalam peningkatan pengetahuan peternak. Oleh karena itu, peran peternak secara partisipatif dan penyuluh haruslah bersinergi dengan baik, sehingga dampak dari penyuluhan itu sendiri dapat terlihat secara maksimal. Semakin tinggi mengikuti frekuensi penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula frekuensi petani atau peternak dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar bermanfaat bagi petani untuk usaha taninya (Setyarini, 2009).

Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani – peternak akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan

(30)

penyuluhan kepada petani – peternak akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh yang handal, materi penyuluhan yang terusmenerus mengalir, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang baik (Ibrahim, 2003).

Melalui media Penyuluhan Pertanian petani dapat meningkatkan interaksi dengan lingkungan sehingga proses belajar berjalan terus walaupun tidak berhadapan langsung dengan sumber komunikasi (Van der banh, 1999).

Pengalaman Beternak

Pengalaman dapat menunjukkan pengetahuan yang mendalam tentang usaha yang dikelola selama ini, sehingga akan berfikir untuk mempermudah pekerjaan yang selama ini digelutinya atau berfikir untuk meningkatkan produktivitas usahanya dengan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat yang berpola pikir seperti ini cenderung mencari teknologi sedangkan masyarakat yang selama ini merasa aman dengan pola usaha memiliki kecenderungan apatis terhadap sebuah teknologi. Jika dikaitkan dengan teknologi biogas, maka teknologi biogas betul-betul memerlukan suatu pengetahuan tinggi dan kemauan untuk menanggung resiko besar karena memerlukan biaya yang cukup tinggi sehingga pengalaman saja tidak cukup (Prabowo, 2012).

Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih

(31)

mudah menerapkan teknologi daripada petani pemula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Rahardi, 2003)

Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktuwaktu berikutnya (Fitriani, 2014).

Pendidikan

Menurut Hamalik (1999) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengadopsi suatu teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, maka dalam memahami suatu teknologi semakin mudah. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pula pengetahuannya (Soekartawi, 2005).

Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dalam Setiadin (2005) menyatakan bahwa pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahaman seseorang dalam mempelajari sesuatu baik berupa keterampilan maupun

(32)

pengetahuan. Artinya hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar akan dapat membuatnya melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang dihadapi. Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak. Akibat tidak mengetahui manfaat teknologi tersebut kebanyakan peternak atau petani tidak berani mengadopsi suatu teknologi. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka semakin mudah dalam mencoba ide-ide baru.

Tingkat tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap yang menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian kurang.Mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya. (Mauludin, 2009).

Motivasi

Sobur (2011) mengatakan bahwa motivasi itu berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan. Motivasi adalah proses yang memberikan semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya,

(33)

perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.

Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam diri sesorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor diluar diri yang disebut ekstrinsik. Faktor dalam diri sesorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan, dan harapan.Sedangkan faktor luar dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber lingkungan, kegiatan penyuluhan atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik faktor instrinsik maupun faktor luar motivasi timbul karena adanya rangsangan (Wahjosumidjo, 2009).

Menurut Ali (2012), menyatakan bahwa jenis motivasi terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang

(34)

dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas.

Ali (2012), mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting :

- Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)

- Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) - Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang

lain, diterima, memiliki)

- Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)

- Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).

Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Musyafak dan Ibrahim (2005) menyatakan bahwa keberhasilan adopsi yang dipengaruhi oleh

(35)

faktor motivasi eksternal yaitu peran dari pemerintah dimana pemerintah memberikan bantuan ke peternak berupa alat-alat untuk pembuatan biogas maupun berupa dana atau uang yang diberikan secara sukarela untuk membantu peternak dalam mengembangkan suatu teknologi itu sendiri..

Kerangka Pikir

Pada dasarnya proses adopsi teknologi biogas oleh kelompok peternak harus melalui beberapa tahapan sebelum peternak menerima atau menerapkan sebuah teknologi biogas. Kemauan dan kecepatan proses adopsi teknologi dalam penerimaan biogas terbagi dalam beberapa tahap yaitu tahap kesadaran, tahap minat, tahap penilaian, tahap mencoba, dan tahap penerimaan. Tahap kesadaran yaitu seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi kekurangan informasi mengenai hal itu, tahap minat atau interest, yaitu seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi dan mencari informasi lebih banyak mengenai inovasi itu, tahap penilaian yaitu seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru yang dihubungkan dengan situasi dirinya saat ini dan masa mendatang serta menentukan mencobanya atau tidak, tahap mencoba yaitu seseorang menerapkan ide ide baru dalam skala kecil untuk merasakan manfaatnya, apakah sesuai dengan situasi dirinya, tahap penerimaan yaitu seseorang menggunakan ide baru itu secara tetap dalam skala yang luas(Ibrahim, 2003).

Adopsi biogas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, namun faktor yang berpengaruh terhadap proses adopsi tersebut dapat berasal dari faktor internal dan faktor eksternal peternak. Faktor eksternal yang mempengaruhi adopsi biogas yaitu faktor penyuluhan (X1) dimana penyuluh menyampaikan suatu inovasi baru

(36)

kepada peternak, adapun faktor internal yaitu faktor pengalaman (X2) dimana dilihat dari lamanya peternak melakukan usaha peternakan sapi perah. Adapun faktor lain yaitu pendidikan (X3), dimana yang di ukur adalah tingkat pendidikan dari peternak itu sendiri serta faktor motivasi (X4) yang di ukur dari bantuan pemerintah berupa bantuan alat dan uang (Ibrahim, 2003).

Tingkat adopsi teknologi biogas setiap peternak berbeda-beda dalam mengadopsi suatu teknologi misalnya cara menanggapi suatu teknologi, tingkat pemahaman terhadap suatu teknologi dan sebagainya (Fitriana, 2014).

Secara ringkas, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Adopsi Teknologi (Y) Penyuluhan (X1) Pengalaman (X2) Variabel Independen Variabel Dependen Pendidikan (X3) Motivasi (X4)

(37)

Hipotesis

Berdasarkan uraian pada hubungan antar variabel tersebut, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ha = Faktor Penyuluhan, pengalaman, pendidikan dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Ho = Faktor Penyuluhan, pengalaman, pendidikan dan motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

(38)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2016. Adapun pengambilan data bertempat di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, pemilihan lokasi ini dikarenakan kecamatan ini memiliki banyak peternakan sapi perah yang mengadopsi teknologi biogas.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif eksplanatori. Jenis penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh variabel independen yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, intensitas penyuluhan dan motivasi terhadap variabel dependen yaitu tingkat adopsi peternak terhadap teknologi biogas di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan peternak sapi perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang yaitu sebanyak 54 peternak. Metode penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2003) yaitu sebanyak 35 orang.

n = ( ) Dimana : n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

(39)

Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : n = ( , ) n = ( , ) n = , n = , n = 35,06 dibulatkan menjadi 35. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi, dan observasi. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung dengan para peternak sapi perah dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap usaha peternakan sapi perah diDesa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

(40)

2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan interview pada peternak sapi perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Adapun instrumen penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas Pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dapat ditunjukkan pada kisi-kisi penelitian yang dituangkan pada tabel 2.

Tabel 2. Kisi-kisi Penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas Pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang ( Lukman, 2008).

No Variabel Sub Variabel Indikator Pengukuran Instrumen 1. 2. 3. 4. 5. Adopsi (Y) Penyuluhan (X1) Pengalaman (X2) Pendidikan (X3) Motivasi (X4) Pengambilan Keputusan a. Kunjungan Penyuluh a. Lama Beternak a. Tingkat Pendiddikan a. Bantuan Pemerintah a. Menerima inovasi b. Ragu - Ragu c. Menolak inovasi a. > 3 kali / bulan. b. 2-3 kali / bulan. c. < 2 kali / bulan a. > 10 tahun b. 6 -10 tahun c. 1 - 5 tahun a. Perguruan tinggi b. SMP-SMA c. Tidak sekolah – SD a. > Rp.4.000.000 b. Rp. 3.000.000 –Rp. 4.000.000 c. < Rp. 3.000.000 a. Kuisioner b. Diskusi

(41)

Untuk mengukur kategori variabel penelitian maka digunakan klasifikasi sebagai berikut:

Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah responden

= 3 x 35

= 105

Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden

= 1 x 35

= 35

Rentang kelas = nilai tertinggi – nilai terendah Jumlah kelas = 105 - 35 3 = 23,3 Keterangan : Tinggi = 82 - 105 Sedang = 59 - 81,6 Rendah = 35 - 58,3

(42)

Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier berganda. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi biogas pada peternak sapi perah. Model yang digunakan adalah model regresi berganda. Secara matematis model regresi berganda dapat ditulis sebagai berikut ( Sugiono, 2010) :

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + E Keterangan :

Y: Adopsi teknologi biogas a : Konstanta X1: Penyuluhan X2: Pengalaman X3: Pendidikan X4: Motivasi E : Standar Eror

Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata digunakan uji sebagai berikut (Algifari, 2000) :

a) Uji - F

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama) dilakukan uji F (Fisher), dengan dasar keputusan sebagai berikut:

- Jika F hitung lebih besar ( > ) dari F tabel pada signifikan 5% berarti secara simultan variabel Independen (X) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y). Yang artinya Ho ditolak.

(43)

- Jika F hitung lebih kecil ( < ) dari F tabel pada signifikan 5% berarti secara simultan variabel Independen (X) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y). Yang artinya Ho diterima.

b) Uji - T

Untuk mengetahui pengaruh variabel Independen terhadap variabel dependen secara parsial (sendiri-sendiri) dilakukan uji t, dengan dasar keputusan sebagai berikut :

- Jika T hitung lebih besar ( > ) dari T tabel pada signifikan 5% berarti secara parsial variabel Independen (X) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y). Yang artinya Ho ditolak.

- Jika T hitung lebih kecil ( < ) dari T tabel pada signifikan 5% berarti secara parsial variabel Independen (X) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (Y). Yang artinya Ho diterima.

Konsep Operasional

1. Adopsi teknologi biogas (Y) adalah kemampuan peternak dalam melaksanakan atau menerapkan teknologi biogas pada peternakan sapi perah, dimana :

Menerima diberi angka 3. Ragu-ragu diberi angka 2. Menolak diberi angka 1.

2. Penyuluhan (X1) adalah frekuensi peternak dalam mengikuti kegiatan penyuluhan, melakukan kontak dengan penyuluh, dan pertemuan dengan kelompok tani atau orang-orang yang memberikan informasi pada peternakan

(44)

sapi perah, dimana dapat dilihat dari intensitas kunjungan dari penyuluh ke masyarakat : 3 = > 3 kali / bulan.

2 = 2-3 kali / bulan. 1 = < 2 kali / bulan

3. Pengalaman usaha (X2) adalah lamanya peternak dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah, dimana indikatornya berdasarkan berapa lama peternak tersebut melakukan usaha peternakan sapi perah (Tahun):

3 = > 10 tahun 2 = 6 -10 tahun 1 = 1 - 5 tahun

4. Pendidikan (X3) yaitu lamanya peternak mengenyam bangku sekolah mulai dari tingkatan:

3 = Perguruan Tinggi, 2 = SMP – SMA dan 1 = Tidak sekolah – SD

b. Motivasi (X4) adalah dorongan dari dalam dan luar diri responden untuk mengadopsi teknologi biogas. Bantuan pemerintah merupakan salah satu bentuk motivasi dimana pemerintah setempat memberikan modal untuk mengadopsi teknologi biogas, dimana bantuan pemerintah sebanyak :

3 = > Rp.4.000.000

2 = Rp. 3.000.000 –Rp. 4.000.000 1 = < Rp. 3.000.000

(45)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Batas Wilayah

Desa pinang terletak dalam wilayah Kecematan Cendana Kabupaten Enrekang dengan luas wilayah 14,51 Km/Ha. Wilayah kerja Desa Pinang dengan ketinggian dari permukaan laut antara 50-100 mdpl dan jenis tanah alluvial dengan iklim tropis. Adapun batas administrasi Desa Pinang sebagai berikut; Sebelah utara : berbatasan dengan kelurahan Leoran Kecematan Enrekang Sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Cendana

Sebelah barat : berbatasan dengan Desa Cemba Kecamatan Enrekang Sebelah timur : berbatasan dengan Desa Pundilemo

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk merupakan suatu gambaran tentang kependudukan pada suatu wilayah secara kuantitatif yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan wilayah dalam konteks pembangunan agar tepat sasaran. Jumlah penduduk di Desa Pinang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk di Desa Pinang Tahun 2015

No Dusun Jumlah 1 2 3 Riso Lekkong Kunyi 399 157 449 Jumlah 1005

Sumber : Data Sekunder Profil Desa Pinang, 2015.

Berdasarkan Tabel 3. bahwa penduduk Desa Pinang pada Tahun 2015 sebanyak 1005 jiwa, dengan rincian dusun Riso sebanyak 399 jiwa, dusun

(46)

Lekkong sebanyak 157 jiwa,dan sedangkan Dusun Kunyi sebanyak 449 jiwa yang tersebar diseluruh desa.

Penduduk Desa Pinang terbanyak pada Dusun Kunyi sebanyak 449 jiwa, dan yang paling sedikit penduduknya berada di Dusun lekkong sebanyak 157 jiwa.

Sarana Pendidikan

Keberadaan sekolah merupakan hal penting bagi penduduk untuk memperoleh pendidikan formal.Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sarana Pendidikan di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

No. Sarana Pendidikan Lekkong Riso Kunyi

1 Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 1

-Jumlah 1 1

-Sumber : Data Sekunder Profil Desa Pinang, 2015.

Berdasarkan Tabel 4. bahwa Sarana Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting disediakan dalam proses belajar mengajar pada suatu daerah. Sarana pendidikan di Desa Pinang memiliki sekolah dasar (SD) yang berjumlah 2. Luas Lahan Menurut Penggunaan

Desa Pinang memiliki lahan dimana lahan tersebut dimanfaatkan warga sekitar untuk kehidupan sehari-hari seperti pekarangan, perkebunan, sawah dan lain-lain. Adapun luas lahan menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5.

(47)

Tabel 5. Luas Lahan menurut Penggunaannya di Desa Pinang.

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)

1 2 3 4 5 Pekarangan Kebun Padang Rumput Hutan Rakyat Sawah 14,51 235 125 806,22 13 Jumlah 1.193,73

Sumber : Data Sekunder Profil Desa Pinang, 2015.

Berdasarkan Tabel 5. bahwa luas lahan menurut penggunaannya terdiri dari lahan pekarangan, perkebunan, padang rumput, hutan rakyat, dan sawah. Dimana jumlah keseluruhan lahan berjumlah 1.193.73 Ha.

Potensi Peternakan

Desa Pinang berpotensi untuk pengembangan peternakan, terutama untuk pengembangan ternak besar. Untuk lebih jelasnya potensi peternakan di Desa Pinang berdasarkan jumlah populasinya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Populasi Ternak di Desa Pinang.

Sumber : Data Sekunder Profil Desa Pinang, 2015.

Berdasarkan Tabel 6. Dapat dilihat bahwa di Desa Pinang sangat cocok untuk pengembangan ternak besar seperti sapi potong dan sapi perah dimana jumlah sapi potong yaitu 481 ekor dan sapi perah 172 ekor. Ternak besar khususnya sapi perah merupakan komoditi unggulan di Desa Pinang karna produksi susunya dapat diolah kembali menjadi dangke dan kerupuk susu sedangkan kotorannya dapat dijadikan biogas.

No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor)

1 Sapi Potong 481

2 Sapi Perah 172

3 Kambing 25

(48)

KEADAAN UMUM RESPONDEN

Umur Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kisaran umur responden sangat bervariasi dimulai dari umur 28 tahun yang merupakan umur termuda dari 36 reponden hingga umur 65 tahun yang merupakan umur tertua. Adapun pengelompokan responden berdasarkan tingkat umur di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Umur di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

No Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 28 – 37 8 22,8

2 38 – 47 17 48,6

3 48 – 57 7 20

4 58 – 67 3 8,6

Jumlah 35 100

Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 7. menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih dalam usia produktif. Dimana diketahui bahwa usia produktif dimulai dari umur 15–64 tahun, sedangkan usia non produktif yaitu umur 65 keatas. Dimana dalam usia produktif tersebut usia terbanyak peternak di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang berada pada kisaran umur 38–47 tahun. Keadaan seperti ini memberikan gambaran bahwa responden secara umum masih sangat aktif, baik secara fisik maupun pemikiran dalam pengembangan usahanya. Hal ini berarti bahwa rata-rata peternak yang berada pada Desa Pinang, Kecamatan

(49)

Cendana, Kabupaten Enrekang berada pada kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu akan berkurang.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin menggambarkan seberapa besar pekerjaan yang mampu dilakukan oleh peternak. Perbedaan jenis kelamin dengan ciri masing-masing menjadi gambaran tingkat kesulitan dari pekerjaan yang digeluti seseorang. Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang

No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Laki-Laki 34 97,14

2. Perempuan 1 2,86

Jumlah 35 100

Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 8. menunjukkan banyaknya jumlah responden berdasarkan jenis kelamin yang berjumlah 35 responden dengan jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 orang dengan persentase 97,14%. Hal ini menunjukkan jumlah responden laki-laki lebih banyak dibanding dengan jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini terjadi karena usaha ini membutuhkan tenaga kerja yang produktif, namun tidak menutup

(50)

kemungkinan bagi kaum perempuan juga mampu melakukannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Muatib (2008) yang menyatakan bahwa produktivitas kerja kaum pria lebih tinggi apabila dibandingkan dengan wanita.

Jenis Pekerjaan atau Mata Pencaharian

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik itu kebutuhan pangan, sandang, dan papan masyarakat yang ada di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang memperolehnya dengan bekerja dalam pemenuhan kebutuhannya. Jenis pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 9:

Tabel 9. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan atau Mata Pencaharian di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani 29 82,9

2 PNS 5 14,3

3 IRT 1 2,8

Jumlah 35 100

Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 9. Dapat dilihat bahwa mata pencaharian terbanyak masyarakat di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang bekerja sebagai petani yang berjumlah 29 0rang dengan persentase 82,9%. Hal ini juga didukung dengan kondisi lingkungan setempat dimana luas lahan untuk bertani lebih luas daripada lahan untuk perumahan selain bertani masyarakat tersebut juga melakukan usaha peternakan sapi perah. Hal ini sesuai pendapat Mauluddin 2009 yang menyatakan bahwa selain dari bertani mereka juga beternak untuk

(51)

membiayai kehidupan anggota keluarga. Kehidupan seperti ini sudah sejak lama di tekuni oleh masyarakat setempat. Mata pencaharian sebagai petani/peternak ini juga di dukung oleh keadaan wilayah setempat.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang dimiliki oleh responden. Anggota keluarga yang dimiliki dapat memberikan dampak positif dalam usaha karena dapat digunakan sebagai tenaga kerja. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga yang ada di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

No Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%)

1 1 – 2 10 28,6

2 3 – 4 13 37,1

3 5 – 6 11 31,5

4 7 – 8 1 2,8

Jumlah 35 100

Sumber: Data Primer yang telah diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 10. bahwa sebagian besar jumlah tanggungan keluarga responden yaitu sebanyak 3–4 orang atau sebesar 37,1%. Sebagian besar peternak di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja. Sehingga banyaknya anggota keluarga dapat mengurangi biaya tenaga kerja karena anggota keluarga dapat membantu dalam proses produksi dan menghemat biaya produksi. Sehingga banyaknya anggota

(52)

keluarga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Menurut Syafaat (1995), tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki oleh peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu dalam usaha taninya. Tanggungan kelurga juga menjadi beban hidup bagi keluarganya apabila tidak aktif bekerja.

Kepemilikan Ternak Sapi Perah

Jumlah kepemilikan ternak sapi perah pada tiap responden berbeda-beda tergantung dari skala usahanya itu sendiri. Adapun klasifikasi responden berdasarkan kepemilikan ternak sapi perah di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Perah Yang Dipelihara di Desa Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.

No Kepemilikan Sapi Perah Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 1 – 4 22 62,8

2. 5 – 8 12 34,3

3. 9 – 12 1 2,9

Jumlah 35 100

Sumber: Data Primer Yang Telah diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 11. terlihat bahwa responden yang paling banyak adalah responden yang memiliki ternak sapi perah dengan skala 1-4 ekor yaitu 22 orang atau sebesar 62,8%. Hal ini dikarenakan peternak masih dalam skala usaha kecil jadi jumlah yang diternakkan paling banyak 2-3 ekor saja. Hal ini sesuai pendapat Siregar (2009) bahwa petani yang memiliki ternak 2-3 ekor sapi merupakan usaha peternakan sapi yang bersifat tradisional dan skala usaha yang kecil.

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adopsi Teknologi Biogas (Y)

Hasil penelitian yang diperoleh tentang adopsi biogas pada peternak sapi perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang pada umumnya menerima adopsi biogas. Hal ini dapat dilihat pada tabel 12 :

Tabel 12. Tingkat Frekuensi Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

No Indikator Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Bobot 1 2 3 Menerima Ragu-Ragu Menolak 3 2 1 20 8 7 57,1 22,9 20 60 16 7 Jumlah 35 100 83

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016.

Berdasarkan Tabel 12, menunjukkan bahwa secara umum adopsi teknologi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kab Enrekang tergolong tinggi dengan bobot 83, kategori tinggi (82-105) dan adapun jumlah responden terbanyak yaitu yang menerima adopsi biogas berjumlah 20 orang dengan persentase 57,1%. Hal ini dikarenakan teknologi biogas berkembang dan masih dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif oleh sebagian peternak sapi perah namun perkembangannya sampai saat ini belum begitu maksimal. Hal ini dibuktikan masih ada peternak yang tidak memanfaatkan dan cenderung diabaikan oleh peternak itu sendiri. Ada beberapa penyebab tidak berkelanjutannya penggunaan teknologi biogas di Desa Pinang, dimana dari sisi peternak itu sendiri, kondisi teknologi, dan ketersediaan bahan baku feses ternak disekitar

(54)

teknologi. Bahkan peran pemerintah dalam menyediakan aturan dan dana yang mendukung pengembangan teknologi biogas di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mwirigi, (2009) bahwa keberhasilan proses adopsi teknologi biogas sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi peternak. Termasuk inisiatif peternak itu sendiri, peran peneliti, akademisi, dan pemerintah harus terus ditingkatkan melalui proses promosi teknologi atau penyuluhan yang lebih terstruktur dan mudah dipahami oleh peternak itu sendiri, sehingga semua faktor penghambat pengembangan teknologi utamanya dari segi teknis yang sering memberatkan peternak itu sendiri.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang identitas responden dapat dilihat pada lampiran 2.

Penyuluhan (X1)

Hasil penelitian tentang penyuluhan terhadap adopsi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang pada umumnya peternak mendapatkan penyuluhan 2-3 kali/bulan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 13:

Tabel 13. Gambaran Umum Penyuluhan terhadap Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

No Indikator Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Bobot 1 2 3 > 3 kali/bulan 2-3 kali/bulan < 2 kali/bulan 3 2 1 11 15 9 31,4 42,9 25,7 33 30 9 Jumlah 35 100 69

(55)

Berdasarkan tabel 13, menunjukkan bahwa secara umum faktor penyuluhan terhadap adopsi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kab Enrekang tergolong sedang dengan bobot 69, kategori sedang (59-81,6) dan adapun responden sebanyak 15 orang nmengikuti kegiatan penyuluhan 2-3 kali/bulan dengan persentase 42,9%. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya bahwa peternak yang terlibat aktif terhadap sosialisasi atau penyuluhan, serta teknisi pembangunan teknologi biogas merupakan orang yang mengembangkan teknologi biogas. Peternak yang aktif sangat menguasai pengetahuan teknis dan cara kerja teknologi biogas. Akan tetapi, tidak semua peternak mengembangkan secara berkelanjutan. Menurut Leeuwis (2009), penyuluhan merupakan suatu pelayanan atau sistem yang membantu orang bertani, melalui prosedur yang bersifat mendidik, dalam meningkatkan metode dan teknik berusahatani, meningkatkan efisiensi dan pendapatan, meningkatkan tingkat kehidupan mereka, dan menaikkan standar sosial dan pendidikan. Menurut Prabayanti (2010), penyuluhan pertanian adalah usaha penerus atau penyampaian sesuatu pesan atau amanat (message) kepada orang-orang (masyarakat) supaya mereka menjadi tahu dan sadar akan adanya sesuatu.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang identitas responden dapat dilihat pada lampiran 2.

Pengalaman (X2)

Hasil penelitian yang diperoleh di dapatkan hasil bahwa pengalaman beternak di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang pada umumnya 6-10 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 14:

(56)

Tabel 14. Gambaran Umum Pengalaman terhadap Adopsi Teknologi Biogas pada Peternak Sapi Perah di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

No Indikator Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Bobot 1 2 3 > 10 tahun 6-10 tahun 1-5 tahun 3 2 1 7 20 8 20 57,1 22,9 21 40 8 Jumlah 35 100 69

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016

Berdasarkan tabel 14, menunjukkan bahwa secara umum faktor pengalaman beternak terhadap adopsi biogas di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kab Enrekang tergolong sedang dengan bobot 69, kategori sedang (59-81,6) dan dominan ada 20 peternak yang memiliki pengalaman 6-10 tahun dengan persentase 57,1%. Hal ini menandakan bahwa semakin lama jangka waktu yang dibutuhkan peternak untuk melakukan usahanya maka peternak akan semakin mudah memahami suatu teknologi biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers (2003) yang menyatakan bahwa semakin lama pengalaman seseorang berusahatani, maka akan semakin mudah dalam memahami suatu inovasi teknologi dan cenderung lebih mudah menerapkannya.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang identitas responden dapat dilihat pada lampiran 2.

Pendidikan (X3)

Hasil penelitian yang diperoleh di dapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan di Desa Pinang Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang pada umumnya berada di tingkat SMP-SMA. Hal ini dapat dilihat pada tabel 15:

Gambar

Tabel  1.  Data  Jumlah  peternak  yang  mengadopsi dan  tidak  mengadopsi biogas dalam  Kelompok  Tani di  desa  Pinang  kecamatan  Cendana  kabupaten Enrekang
Gambar 1. Kerangka Pikir Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Biogas  pada Peternak Sapi  Perah  di  Desa  Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.
Tabel 2. Kisi-kisi  Penelitian  Faktor-Faktor  Yang  Mempengaruhi  Adopsi Teknologi  Biogas  Pada  Peternak  Sapi  Perah  di  Desa  Pinang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang ( Lukman, 2008).
Tabel 3. Jumlah Penduduk di Desa Pinang Tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua.. atau lebih variabel independen ( , ) dengan variabel dependen

saja pada regresi linear berganda variabel penduga ( variabel bebas ) lebih dari satu.. Tujuan analisis regresi linear berganda adalah

(2011) yang menemukan bahwa motivasi berhubungan sangat nyata dengan tingkat penerapan teknologi, semakin tinggi motivasi petani semakin tinggi tingkat penerapan

1) Dari hasil analisis regresi berganda terbukti bahwa secara simultan variabel bebas yang meliputi pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, dan jumlah tanggungan

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen tingkat Inflasi, Return on Assets (ROA), Capital Adequaacy Ratio (CAR),

Bentuk persamaan regresi linear berganda diperkuat dengan uji F (F test) untuk mengetahui apakah semua variabel independen (motivasi, kreativitas, dan inovasi) yang dimasukkan dalam

Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh hubungan secara linea antara variabel independen (tekanan financial, sistem pengendalian, dan budaya

Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau bebas yaitu umur X1, pendidikan X2,