• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

1

RENCANA

STRATEGIS

SEKRETARIAT

UTAMA

2015-2019

(2)
(3)

3

RENCANA

STRATEGIS

SEKRETARIAT

UTAMA

2015-2019

(4)

KATA

PENGANTAR

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu agenda reformasi pembangunan nasional bidang kesehatan. Obat dan Makanan yang aman akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing bangsa. Dengan demikian, pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan mendukung percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Sebagai pelaksanaan amanat Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 disusun mengacu pada Visi, Misi, Kebijakan, dan Strategi BPOM 2015-2019.

Secara garis besar, lingkungan strategis eksternal dan internal yang dihadapi oleh Sekretariat Utama pada tahun 2015-2019 di antaranya peraturan perundang-undangan (regulasi), jejaring kerja sama, perkembangan teknologi informasi, reformasi perencanaan, penganggaran, dan keuangan, sarana dan prasarana, serta komitmen dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

Dengan kondisi lingkungan strategis tersebut yang memiliki dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Sekretariat Utama dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Di samping itu, untuk memperkuat peran dan kewenangannya, Sekretariat Utama perlu terus melakukan perbaikan, dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi yang menyangkut tugas dan fungsinya. Dengan etos tersebut, diharapkan Sekretariat Utama mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran Organisasi BPOM.

Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 merupakan suatu proses rencana yang berorientasi pada hasil yang dicapai dalam kurun waktu lima tahun dengan memperhitungkan berbagai kekuatan/potensi, hambatan dan peluang yang ada atau mungkin timbul. Dokumen renstra ini memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Sekretariat Utama dalam rangka mencapai sasaran strategis BPOM.

Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 ini digunakan sebagai acuan bagi setiap unit organisasi eselon II dalam menyusun dokumen perencanaan dan dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Sekretariat Utama.

Saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah terlibat dan berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019. Semoga penyusunan dan penerbitan Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 ini mendapatkan ridha dari Allah SWT. Aamiin.

(5)

5 iii

DAFTAR

ISI

PENDAHULUAN

KONDISI UMUM

POTENSI DAN PERMASALAHAN

1 2 11 27 28 29 30 31 32 51 52 57 59 61 67 37 38 43 48 49

VISI, MISI DAN TUJUAN

SEKTAMA

VISI MISI BUDAYA ORGANISASI TUJUAN SASARAN STRATEGIS

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI,

KERANGKA REGULASI DAN

KERANGKA KELEMBAGAAN

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI SEKRETARIAT UTAMA KERANGKA REGULASI KERANGKA KELEMBAGAAN

TARGET KINERJA DAN

KERANGKA PENDANAAN

TARGET KINERJA KERANGKA PENDANAAN

PENUTUP

ANAK LAMPIRAN I

ANAK LAMPIRAN II

(6)

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Rencana Strategis Sekretariat Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan

Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013;

5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;

6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019;

KEPUTUSAN SEKRETARIS UTAMA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.2.21.04.15.1986 TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019 SEKRETARIS UTAMA

(7)

7 9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014

tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 515);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN SEKRETARIS UTAMA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT UTAMA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015-2019.

Pertama : Menetapkan dan mengesahkan Rencana Strategis Sekretariat Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renstra Sekretariat Utama, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

Kedua : Renstra Sekretariat Utama memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi Sekretariat Utama dalam rangka mencapai sasaran strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Ketiga : Renstra Sekretariat Utama sebagaimana dimaksud pada diktum Kedua berfungsi sebagai:

a. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Sekretariat Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun Rencana Strategis Tahun 2015-2019; b. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Sekretariat Utama Badan

Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun dokumen perencanaan tahunan; dan c. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan

Sekretariat Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan. Keempat : Terhadap pelaksanaan Renstra Sekretariat Utama dilakukan:

a. pemantauan secara berkala; dan

b. evaluasi pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana Strategis. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2015

Sekretaris Utama

Badan Pengawas Obat dan Makanan,

Dra. Reri Indriani, Apt, M.Si NIP 19630527 198903 2 001

(8)
(9)

1

(10)

1.1 Kondisi Umum

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), mengamanatkan setiap Kementerian/Lembaga (K/L) diwajibkan menyusun rencana strategis (Renstra) untuk periode 5 tahun mengacu pada RPJM Nasional Periode 2015-2019. Sebagai pelaksanaan amanat tersebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyusun Renstra BPOM 2015-2019 berdasarkan kewenangan, tugas, dan fungsi dari BPOM.

Dalam pelaksanaannya, Renstra BPOM periode 2015-2019 tersebut memerlukan penjabaran ke dalam Renstra unit organisasi Eselon I, Satker, dan Eselon II. Untuk itu Sekretariat Utama BPOM sebagai salah satu unit organisasi Eselon I juga menyusun Renstra Unit Organisasinya mengacu kepada Renstra BPOM periode 2015-2019.

Sekretariat Utama (Sektama) BPOM memiliki peran strategis dalam mendukung tugas-tugas utama BPOM sebagai pengawas Obat dan Makanan melalui pemberian layanan yang lebih baik kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPOM baik di tingkat pusat dan Balai Besar/Balai POM dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat. Peran strategis Sektama ini meliputi: (i) pengembangan regulasi pengawasan Obat dan Makanan, (ii) dukungan

(11)

3 Renstra Sektama periode 2015-2019 mempunyai nilai strategis dalam memberikan arah dan kebijakan kelembagaan baik organisasi, SDM dan Manajemen dalam rangka mendukung pencapaian pelaksanaan reformasi birokrasi BPOM untuk mewujudkan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi nasional.

Untuk menindaklanjuti amanat tersebut di atas dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas BPOM, Sektama sesuai kewenangan, tugas, dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) Sektama Tahun 2015-2019 yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan Sektama untuk tahun 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Sektama tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dimulai dari hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014 serta menghimpun masukan-masukan pemangku kepentingan yang menjadi mitra Sektama.

Renstra Sektama tahun 2015-2019 diharapkan menjadi acuan unit kerja di lingkungan Sektama untuk meningkatkan kinerja pada masa yang akan datang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Adapun kondisi umum Sektama saat ini dapat dijelaskan mulai dari peran, tupoksi dan pencapaian kinerja sebagai berikut:

1.1.1 Peran Sektama berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Sektama merupakan unsur pimpinan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM. Sektama mempunyai tugas yaitu mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan BPOM.

(12)

Dalam melaksanakan tugas, Sektama menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM;

2. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM;

3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga;

4. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM;

5. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan BPOM; 6. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Sektama sebagai unit organisasi yang

(13)

5

1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Sesuai Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, struktur Sektama adalah sebagai berikut:

Sebagaimana Gambar 1.2, Struktur Organisasi Sektama terdiri dari 4 (empat) Biro,

Gambar 1.1 Struktur Organisasi BPOM

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

DAN MAKANAN

1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum

1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi

Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif

1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik

2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 4. Direktorat Obat Asli Indonesia

1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan

3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan

4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Direktorat Pengawasan Produk

dan Bahan Berbahaya

INSPEKTORAT

UNIT PELAKSANAAN

TEKNIS BPOM

Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Nasional Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan SEKRETARIAT UTAMA DEPUTI I

BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA

DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN

PRODUK KOMPLEMEN

DEPUTI III BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN

(14)

Gambar 1.2 Struktur Organisasi Sekr

etar

iat Utama BPOM

SEKRET ARIS UT AMA KELOMPOK JAB AT AN FUNGSIONAL BIR O KERJASAMA LU AR NEGERI BIR O HUKUM D AN HUBUNGAN MASY ARAKA T BIR O UMUM BA GIAN TA TA USAHA PIMPINAN SUB B A GIAN TA TA USAHA KEP ALA SUB B A GIAN TA TA USAHA SEST AMA SUB B A GIAN TA TA USAHA DEPUTI BA GIAN PERA TURAN PER UND ANG-UND ANGAN SUB B A GIAN PER UMUSAN PERA TURAN PER UND ANG-UND ANGAN SUB B A GIAN DOKUMENT ASI HUKUM GIAN AGIAN A AN ANSI A GIAN BA GIAN

KERJASAMA REGIONAL SUB B

A

GIAN

KERJASAMA REGIONAL I SUB B

A

GIAN

KERJASAMA REGIONAL II

BA

GIAN

PENGEM BANGAN PEGA

W AI SUB B A GIAN PERENC ANAAN PEGA W AI SUB B A GIAN JAB AT AN FUNGSIONAL SUB B A GIAN

PENGEM BANGAN DIKLA

T BA GIAN PENGADU AN KONSUMEN SUB B A GIAN LA YANAN PENGADU AN KONSUMEN SUB B A GIAN D AT A D AN EV ALU ASI LPK SUB B A GIAN BIMBINGAN LA YANAN PENGADU AN KONSUMEN BA GIAN KERJASAMA BILA TERAL D AN MUL TILA TERAL SUB B A GIAN KERJASAMA BILA TERAL SUB B A GIAN KERJASAMA MUL TILA TERAL BA GIAN ADMINISTRASI KEPEGA WAIAN SUB B A GIAN MUT ASI PEGA W AI SUB B A GIAN

KESEJAH TERAAN PEGA

W AI SUB B A GIAN TA

TA USAHA KEPEGA WAIAN

BA GIAN BANTU AN HUKUM SUB B A GIAN PER TIMB ANGAN HUKUM SUB B A GIAN LA YANAN BANTU AN HUKUM SUB B A GIAN PENYULUHAN HUKUM BA GIAN EV ALU ASI D AN PELAPORAN SUB B A GIAN D AT A D AN EV ALU ASI SUB B A GIAN PELAPORAN SUB B A GIAN TA TA USAHA BA GIAN KERJASAMA ORGANISASI INTER NASIONAL SUB B A GIAN KERJASAMA PR ODUK TERAPETIK D AN KOMPLEMEN SUB B A GIAN

KERJASAMA KEAMANAN PANGAN SUB B

A GIAN KERJASAMA NAZAB A BA GIAN PERLENG KAP AN D AN R T SUB B A GIAN PERSURA TAN D AN KEARSIP AN SUB B A GIAN PERLENG KAP AN SUB B A GIAN RUMAH TANGGA BA GIAN HUBUNGAN MASY ARAKA T SUB B A GIAN PEMBERIT AAN SUB B A GIAN

MEDIA MASSA SUB B

A GIAN PUBLIKASI D AN DOKUMENT ASI

(15)

7 Sebagaimana Gambar 1.2, Struktur Organisasi Sektama terdiri dari 4 (empat) Biro, meliputi Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerja Sama Luar Negeri (KSLN), Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas), dan Biro Umum. Setiap biro terdiri dari bagian dan subbagian. Secara keseluruhan jumlah eselon III dan IV di bawah eselon II Sektama sebanyak 54.

Terkait Struktur Organisasi Sektama masih ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Belum ada unit kerja yang mengelola/mengkoordinir kerjasama dalam negeri (Hubungan Antar Lembaga);

2. Terdapat beberapa unit kerja yang memiliki span of control terlalu luas, contoh: Biro Umum, Biro Hukum dan Humas;

3. Belum ada unit kerja yang fokus mengelola diklat dan membina jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan (PFM);

4. Belum ada unit kerja yang tersendiri dalam mengelola keuangan, Barang Milik Negara (BMN) dan pengadaan barang dan jasa;

5. Belum ada subbag tata usaha di Biro Hukum dan Humas maupun Biro KSLN menyebabkan tingginya beban kerja;

6. Belum ada unit kerja khusus sebagai penjamin mutu; 7. Belum ada fungsi penggajian dalam struktur organisasi.

Untuk mendukung pelaksanaan tugas Sektama diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Sampai dengan tahun 2014, jumlah SDM yang dimiliki Sektama untuk melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan serta pelayanan administrasi umum adalah sebanyak 192 orang yang tersebar di keempat biro. Berdasarkan tingkat kepangkatan/Golongan, struktur pegawai Sektama dapat dijelaskan pada Tabel 1.1.

JENJANG PENDIDIKAN TABEL

1.1

S3 S2 APOTEKER S1

D3, D4 & SARJANA MUDA D1 SLTA SEDERAJAT SLTP KE BAWAH 0 29 38 59 16 0 44 5 3 316 1.333 744 435 22 682 69 0 15,18 19,90 30,89 8,36 0 23,04 2,62 0,08 8,79 36,98 20,64 12,07 0,61 18,92 1,91

SEKRETARIAT UTAMA BPOM

TOTAL 191 100,00 3.600 100,00

JUMLAH PERSEN JUMLAH PERSEN

STRUKTUR PEGAWAI SEKRETARIAT UTAMA BERDASARKAN JENJANG PENDIDIKAN

(16)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Sektama memiliki pegawai dengan jenjang pendidikan Apoteker sebesar 19,90 persen dan pendidikan minimal Sarjana 65,98 persen atau 126 orang. Jumlah tersebut adalah 5,26 persen dari jumlah pegawai dengan tingkat pendidikan minimal Sarjana di BPOM. Perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis merupakan tantangan bagi Sektama untuk dapat melakukan peningkatan kualitas kelembagaan dan memprediksi kebutuhan SDM, Organisasi dan Manajemen. Pada tahun 2014, Sektama belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 272 orang, dihitung berdasarkan analisa beban kerja (ABK). Profil kebutuhan SDM Sektama berdasarkan analisis beban kerja adalah sesuai pada Gambar 1.3.

Adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pegawai BPOM, karena diperkirakan sejumlah 30 pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal.

*) Tahun 2016 - 2019 asumsi tidak ada penambahan pegawai

Gambar 1.3. Kebutuhan SDM Sektama Tahun 2015-2019 berdasarkan ABK

300 250 200 150 100 50 0 TAHUN 2014 81 8 199 272 KEKURANGAN SDM SDM PENSIUN, PINDAH, DLL SDM YANG TERSEDIA TAHUN 2014 STANDAR KEBUTUHAN SDM (ABK 2013) TAHUN 2016 43 1 219 272 TAHUN 2018 26 9 219 272 TAHUN 2015 44 1 219 272 TAHUN 2017 35 8 219 272 TAHUN 2019 23 3 219 272

(17)

9

1.1.3 Hasil Capaian Kinerja Sektama Periode 2010-2014

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Sektama mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang administasi umum.

Dalam rangka menjalankan tugas tersebut maka sasaran strategis yang dicapai dalam Renstra 2010-2014 Sektama, yaitu: 1) meningkatnya efektivitas pengawasan obat dan makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN; 2) meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan; 3) meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di lingkungan BPOM sesuai dengan sistem manajemen mutu; 4) meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Badan POM. Pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Sektama tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada Tabel 1.2.

INDIKATOR TABEL

1.2

Persentase unit kerja yang

mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu

Persentase ketersediaan sarana gedung dan prasarana penunjang kinerja termasuk pemeliharaannya 100% 95% 100% 93.37% 100% 88.7%

TARGET REALISASI CAPAIAN

PENCAPAIAN IKU SEKRETARIAT UTAMA TAHUN 2014

(18)

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa indikator 1 telah mencapai target yang telah ditetapkan dengan capaian 100 persen dari targetnya. Indikator 2 tidak memenuhi target yang telah ditetapkan dengan capaian 93,37 persen dari target 95 persen. Profil capaian IKU tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel 1.3.

INDIKATOR TARGET DAN REALISASI TABEL

1.3

Target Realisasi Capaian terhadap target Target Realisasi Capaian terhadap target Target Realisasi Capaian terhadap target Target Realisasi Capaian terhadap target Target Realisasi 95% 88,7% 93,37% 90% 76,14% 84,60% 85% 83,44% 98,17% 75% 85,49% 113,99% 65% 67% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 98,18% 98,18% 100% 98,18% 98,18% 100% 0% 9,09% Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2012 Tahun 2011 Tahun 2010 Persentase ketersediaan sarana gedung dan prasarana penunjang kinerja

termasuk pemeliharaannya (indikator 2) Persentase unit kerja

yang mengembangkan dan menerapkan sistem

manajemen mutu (indikator 1)

PENCAPAIAN IKU SEKRETARIAT UTAMA TAHUN 2010-2014

(19)

11 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kinerja Sektama telah menunjukkan hasil yang baik. Namun demikian, ke depan kinerja Sektama masih terus perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar target organisasi BPOM maupun Sektama yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Sebagai contoh, untuk menghadapi dinamika lingkungan strategis diperlukan penyesuaian kelembagaan BPOM yang dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis. Untuk itu Sektama seharusnya secara profesional dapat tetap menghasilkan organisasi, SDM dan manajemen yang sesuai kebutuhan lingkungan strategis.

1.2 Potensi dan Permasalahan

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal BPOM, potensi dan permasalahan yang dihadapi Sekretariat Utama tidak terlepas dari potensi dan permasalahan kelembagaan BPOM yang semakin kompleks. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan internal yang dihadapi oleh Sekretariat Utama adalah sebagai berikut:

1.2.1 Peraturan perundang-undangan (regulasi)

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Sekretariat Utama mengacu beberapa peraturan perundang-undangan (regulasi) pemerintah. Adanya perubahan regulasi eksternal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Utama dalam pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang administrasi umum. Berdasarkan perubahan tersebut, Sekretariat Utama perlu menyesuaikan tugas-tugasnya dalam bidang organisasi, manajemen kinerja dan lain-lain. Beberapa peraturan perundang-undangan yang saat ini mengalami perubahan dan perlu segera ditindaklanjuti Sekretariat Utama adalah sebagai berikut:

(20)

1. Peraturan yang berkaitan dengan keuangan, antara lain Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Berdasarkan peraturan ini K/L diwajibkan menerapkan Laporan Keuangan berbasis Akrual. Implementasi secara penuh akan dimulai pada 2015. Sebelumnya selama masa peralihan (2010-2014) K/L masih dimungkinkan menyusun laporan keuangan berbasis kas menuju akrual atau Cash Toward Accrual (CTA) yang selama ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang SAP.

2. Peraturan yang berkaitan dengan manajemen kinerja antara lain Peraturan Presiden tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan Kementerian PAN dan RB.

3. Peraturan yang berkaitan perencanaan dan penganggaran antara lain Pedoman Penyusunan Renstra yang diterbitkan oleh kementerian PPN/Bappenas serta pedoman penyusunan dan pelaksanaan penganggaran yang dikeluarkan oleh kementerian keuangan.

4. Peraturan yang berkaitan dengan organisasi antara lain kebijakan penyusunan organisasi dengan pendekatan right sizing.

(21)

13 5. Peraturan tentang pemekaran wilayah di masing-masing propinsi, kabupaten, kota

antara lain adanya Daerah Otonomi Baru (DOB). Dengan adanya daerah otonomi baru, otomatis terjadi pembagian wilayah kerja bagi balai-balai pengawasan obat dan makanan di daerah.

6. Peraturan lainnya yang mendukung penyelenggaraan pelayanan umum lainnya. Perubahan Peraturan tersebut di atas harus disikapi dengan cepat karena akan mempengaruhi penilaian kinerja organisasi BPOM. Sebagai contoh adalah penyusunan laporan keuangan berbasis akrual. Apabila aturan penyusunan laporan keuangan berbasis akrual tersebut tidak dipatuhi, opini keuangan BPOM dapat terpengaruh, sehingga pencapaian kinerja (tujuan dan sasaran strategis) organisasi BPOM tidak optimal.

1.2.2 Jejaring Kerja Sama

BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan K/L, baik di pusat, daerah, maupun luar negeri. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu Jejaring Keamanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), Jaringan Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI), Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah), Indonesia Criminal Justice System (ICJS). Di tingkat regional maupun multilateral BPOM memiliki jejaring kerja dengan ASEAN Rapid Alert System for Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius Commission, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S), International Crime Police Organization Interpol. Di tingkat bilateral BPOM telah aktif berperan serta dalam perundingan Indonesia-Negara mitra, antara lain Jepang, Korea, Malaysia, Australia, Mesir, Saudi Arabia dan India. Selain itu, BPOM juga menjalin kerjasama dengan K/L negara mitra, antara lain Ministry of Food Drug Safety (MFDS) Korea Selatan, Ministry of Primary Industries (MPI) New Zealand, Ministerio Do Comercio, Industria E Ambiente (MCIA) Republic Democratic Timor Leste, Phamaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA) Jepang, dan Korea International Cooperation Agency (KOICA) Korea. Jejaring kerjasama tersebut perlu penguatan karena belum semuanya berjalan optimal.

Masih lemahnya koordinasi menjadi salah satu penyebab belum efektifnya pemanfaatan jejaring kerja sama tersebut. Oleh sebab itu diperlukan penguatan komunikasi, koordinasi baik internal maupun eksternal BPOM.

(22)

Kerjasama dan kemitraan dengan media yang telah terbangun selama ini pun merupakan suatu peluang untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Media memiliki peranan yang sangat strategis dalam penyebaran informasi Obat dan Makanan di masyarakat, karena jangkauan penyebarannya yang sangat luas hingga ke seluruh pelosok tanah air. Untuk itu, perlu terus dilakukan upaya-upaya menjalin hubungan baik dengan media, antara lain dengan seringnya mengundang media untuk meliput kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM. Intensitas pertemuan akan lebih meningkatkan hubungan baik dengan media misalnya dengan penyelenggaraan konferensi pers ataupun kunjungan ke media.

Namun untuk menjamin bahwa informasi Obat dan Makanan yang dimuat/ditayangkan di media adalah informasi yang benar dan valid, maka media juga perlu diedukasi dan diberikan materi-materi terkini tentang Obat dan Makanan, antara lain dengan penerbitan siaran pers dan public warning. Media juga perlu diberikan peluang untuk mengklarifikasi informasi Obat dan Makanan yang mereka peroleh dari sumber lain, agar masyarakat mendapatkan infomasi yang berimbang, benar, dan valid.

Apabila informasi Obat dan Makanan yang disebarkan melalui media tidak sesuai dengan informasi yang diberikan BPOM, maka BPOM memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi pemberitaan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

(23)

15

1.2.3 Perkembangan Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi informasi dapat menjadi potensi bagi BPOM khususnya Sektama untuk dapat melakukan pelayanan secara online, sosialisasi, komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Teknologi dapat memudahkan akses informasi dan memperluas jangkauan pengawasan Obat dan Makanan ke berbagai kelompok masyarakat. Sebagai contoh keberadaan Contact Center BPOM secara nyata telah membuka akses masyarakat atas informasi Obat dan Makanan. Teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung penataan sumber daya di lingkungan internal BPOM. Sistem Informasi Administrasi Pegawai (SIAP), Sistem Pengarsipan, Sistem Monitoring dan Evaluasi Kegiatan dan Anggaran merupakan beberapa bentuk manfaat teknologi. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk Obat dan Makanan secara online, pemberitaan Obat dan Makanan yang belum terbukti kebenarannya di media sosial maupun media massa yang juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi. Dalam hal ini Sektama BPOM dituntut untuk cepat tanggap, berinovasi, dan terus mengikuti perkembangan teknologi agar pengawasan Obat dan Makanan menjadi efektif.

1.2.4 Reformasi Perencanaan, Penganggaran, dan Keuangan

Reformasi di bidang perencanaan dan penganggaran dimulai pada tahun anggaran 2005 dengan mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN. Sebagai tindaklanjut terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP), PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional yang menekankan pada:

1. Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja yaitu pendekatan penganggaran atas dasar perencanaan kinerja,

2. Penganggaran berjangka menengah, yaitu pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut yang dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan pada tahun berikutnya dalam bentuk prakiraan maju, dan

3. Sistem penganggaran terpadu, yaitu penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup seluruh jenis belanja pemerintah dan didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.

(24)

Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja, berjangka menengah serta terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik, yaitu:

a. Kerangka Kebijakan Fiskal Jangka Menengah, yaitu pendekatan penyusunan prakiraan ketersediaan anggaran sesuai tujuan kebijakan fiskal jangka menengah untuk menjaga kesinambungan fiskal;

b. Alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas. Hal ini dimungkinkan melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Dengan prinsip ini, kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dihitung sejak tahun sebelumnya guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui; dan

c. Efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa harus dilakukan penyelarasan program dan kegiatan yang semula seringkali berdasarkan kebiasaan menjadi sesuatu yang berorientasi kinerja. Untuk itu diperlukan kerangka pikir penyusunan program dan kegiatan untuk mencapai dampak dari tingkat perencanaan yang lebih tinggi, yaitu pencapaian visi, misi, dan tujuan pembangunan pada tingkat Kabinet dan/atau dalam rangka pencapaian visi, misi dan sasaran strategis K/L pada tingkat organisasi. Kerangka pikir penyusunan program dan kegiatan diturunkan berdasarkan logic model maupun logical framework. BPOM sudah mengenal dan menerapkan keduanya, sehingga dalam pelaksanaan pengembangan kerangka pikir tidak mengalami kesulitan. Kerangka pikir penyusunan program tersebut akan menjadi arah dalam penyusunan program dan kegiatan pada masing-masing unit kerja. Tantangan ke depan adalah mengembangkan perencanaan berdasarkan pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Risiko dalam perencanaan perlu dikelola sehingga Sektama dapat mengawal pencapaian kinerja BPOM.

“ Kerangka pikir penyusunan program dan

kegiatan diturunkan berdasarkan logic model

(25)

17

1.2.5 Sarana dan Prasarana

Tugas-tugas BPOM sebagai pengawas obat dan makanan tidak terlepas dengan sarana dan prasarana pendukung. Faktor utama BPOM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan obat dan makanan adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan berkualitas tidak hanya laboratorium maupun layanan publik tetapi juga fasilitas pendukung lainnya seperti gedung kantor yang sesuai standar, lahan parkir yang memadai, jaringan listrik dan air yang tertata, serta kendaraan operasional maupun laboratorium keliling yang memungkinkan mobilitas kerja dan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu, sarana dan prasarana merupakan faktor kekuatan yang harus dimiliki oleh BPOM dalam menjalankan tugas dan perannya.

1.2.6 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar 1.4.

(26)

1). Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/ Balai POM di tingkat provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.

2). Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001:2007; ISO 27001:2013 Information Security Management System; WHO Quality System Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002); dan Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan pengembangan (KNAPPP02:2007).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di antaranya pendaftaran produk (pangan, obat, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

(27)

19

3). Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum

Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM melalui peran Sektama perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan Undang Undang dan atau Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan hukum Pengawasan Obat dan Makanan untuk masuk dalam prolegnas/proleg Peraturan Pemerintah. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM, perlu dilakukan regulatory impact assessment.

Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, Sektama perlu mendorong dan mengawal ketersediaan NSPK yang berupa peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota.

Dalam kaitan pengawalan pembentukan dan implementasi NSPK, perlu dukungan Sektama untuk melakukan advokasi terhadap pemangku kepentingan di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Pada area pengambilan kebijakan hukum dan penegakan hukum, peran Sektama mendukung pelaksanaan tugas tersebut dalam hal pemberian bantuan hukum, termasuk menangani perkara hukum yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas dimaksud. Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama perdagangan lintas batas dan Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.

(28)

4). Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun, BPOM masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK.

(29)

21

5). Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta pemberian gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan. Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi, proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN, dan promosi jabatan dilakukan secara terbuka. Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi, mengacu pada standar kompetensi yang telah ditetapkan. Capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian.

Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kompetensi dan variasi latar belakang pendidikan yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.

6). Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB.

Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.

(30)

HASIL PEMBAHASAN (SWOT)

Strengths

Weakness

Opportunities

1. Kompetensi ASN yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas 2. Variasi latar belakang pendidikan untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi

di BPOM

3. Standar Kompetensi telah ditetapkan sebagai acuan pengembangan kompetensi

4. Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN BPOM menerapkan Reformasi Birokrasi

5. Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan dengan baik 6. Standar Sarana dan Prasarana yang telah ditetapkan

7. Tersedianya Contact Center untuk melayani pengaduan dan informasi konsumen

1. Beberapa ASN masih memerlukan peningkatan kompetensi (capacity

building)

2. Jumlah dan sebaran ASN yang belum memadai dibandingkan dengan cakupan tugas pengawasan dan beban kerja

3. Implementasi Human Capital Management belum optimal 4. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama 5. Dukungan e-gov untuk menunjang tugas kesektamaan belum memadai 6. Tugas, fungsi dan kewenangan belum adaptif dengan perubahan lingkungan

strategis

7. Pengelolaan BMN belum optimal

8. Mutu laporan keuangan BPOM belum optimal 9. Beberapa regulasi belum memadai

1. Perkembangan Teknologi Informasi sebagai sarana KIE yang sangat cepat 2. Tingginya ekspektasi masyarakat

3. Tingginya minat media terhadap infomasi Pengawasan Obat dan Makanan 4. Jejaring kerja sama yang luas dengan K/L/I baik di dalam maupun di luar

negeri

5. Pembina fungsional pengawas farmasi dan makanan

TABEL

1.4

RANGKUMAN ANALISIS SWOT

(31)

23 Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Sektama perlu melakukan penguatan organisasi agar faktor-faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Sektama periode 2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, Sektama harus melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi Sektama periode 2015-2019. Di bawah ini pada gambar 1.5. terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan dan peran BPOM sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan.

Belum optimalnya peran SEKTAMA dalam melaksanakan Pembinaan dan Pelayanan di bidang Administrasi Umum

Peran SEKTAMA

Pembinaan Pemberian pelayanan di bidang Administrasi Umum Belum optimalnya

penyelenggaraan pelayanan di bidang Administrasi Umum Belum optimalnya pembinaan

dalam mendukung tugas-tugas utama BPOM yang meliputi

organisasi, manajemen dan SDM

Belum optimalnya pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala BPOM

(32)

Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Sektama sebagai unit kerja Eselon I yang membina dan menyelenggarakan pelayanan di bidang administrasi umum masih perlu terus dilakukan penguatan kelembagaan agar pencapaian kinerja di masa datang dapat terus ditingkatkan sehingga hasil pembinaan dan pelayananan maupun tugas-tugas lain yang menjadi tanggungjawab Sektama dapat memberikan kontribusi bagi tujuan dan sasaran organisasi BPOM.

Untuk itu, isu-isu strategis yang menjadi pokok permasalahan dalam peran dan kewenangan Sektama yang harus terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Perlu terus ditingkatkan pembinaan terutama di bidang manajemen. 2. Perlu peningkatan Human Capital Management.

3. Perlu dilakukan penataan kelembagaan agar tepat fungsi dan tepat ukuran. 4. Perlu terus ditingkatkan efektivitas penyelenggaraan pelayanan administrasi

umum dan pelayanan publik.

5. Perlu ditingkatkan jejaring kerjasama di dalam dan luar negeri. 6. Perlu penguatan akuntabilitas melalui penguatan pengawasan internal. 7. Perlu penguatan pengawalan pembentukan dan implementasi regulasi.

8. Perlu peningkatan pemberian bantuan hukum terhadap kasus-kasus di bidang Obat dan Makanan.

9. Perlu penguatan e-government.

10. Perlu ditingkatkan sarana prasarana penunjang kinerja.

Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Sektama perlu terus melakukan perbaikan, dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Sektama dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan etos tersebut, diharapkan Sektama mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran Organisasi BPOM.

(33)

25 Sesuai dengan bisnis proses pada gambar di atas, dalam melaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan Sektama sebagai unit kerja yang bertanggungjawab dalam meningkatkan kualitas pembinaan dan pelayanan maka penguatan Peran dan Kewenangan Sektama untuk periode 2015-2019 sebagaimana tabel 1.5.

PEMBINAAN

PELAYANAN

Pembinaan dalam penguatan kelembagaan yang meliputi: 1. Organisasi

2. Manajemen 3. SDM 4. Aspek Hukum

Pemberian pelayanan di bidang Administrasi Umum yang meliputi: 1. Perencanaan dan Penganggaran

2. Monitoring Evaluasi 3. Keuangan 4. Tata Laksana 5. Ketatausahaan 6. Kepegawaian 7. Kearsipan

8. Perlengkapan dan rumah tangga 9. Kerjasama dan hubungan luar negeri 10. Kehumasan

11. Bantuan hukum

12. Pengaduan dan informasi konsumen

13. Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan

TABEL

1.5

PENGUATAN PERAN SEKTAMA TAHUN 2015-2019

Gambar 1.6. Bisnis Proses SEKTAMA

SEKTAMA

PEMBINAAN

PELAYANAN

Pembinaan secara kelembagaan (Organisasi, SDM dan Manajemen) termasuk Aspek Hukum Penyelenggaraan Pelayanan di bidang Administrasi Umum Pelaksanaan Tugas Lainnya

(34)
(35)

27

2

VISI, MISI, DAN

(36)

2.1 Visi

Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, maka Sektama sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai unit organisasi yang bertanggungjawab dalam melaksanaan pembinaan dan penyelenggaraan pelayanan di bidang Administrasi Umum dituntut untuk melakukan pembinaan dan pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk itu, Sektama telah menetapkan visi, misi dan tujuan serta sasarannya. Mengingat Sektama memiliki peran strategis dalam mendukung pencapaian Visi BPOM, maka Visi Sektama yang akan dicapai sesuai Renstra periode 2015-2019 adalah sama dengan Visi BPOM yaitu:

Diharapkan Sektama dapat memberikan kontribusi yang signifikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya bagi keberhasilan pelaksanaan Renstra BPOM 2015-2019.

Penjelasan Visi:

Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:

“ Obat dan Makanan Aman Meningkatkan

Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa ”

(37)

29

Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi

standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga produk lokal unggul dalam menghadapi pesaing di masa depan.

2.2 Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi Sektama sebagai berikut:

1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan pengawasan komprehensif (full spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan optimal. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban BPOM, maka perlu disusun suatu strategi yang mampu mengawalnya.

Di satu sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya didesain berdasarkan analisis risiko, untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini. BPOM termasuk Sektama perlu melakukan mitigasi risiko di semua proses bisnis BPOM.

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan

Dalam 5 (lima) tahun ke depan, paradigma pengawasan Obat dan Makanan harus diubah yang sebelumnya adalah “watchdog” control menjadi proactive control dengan mendorong pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan pemangku kepentingan.

Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Masyarakat diharapkan dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan, serta memberikan laporan/pengaduan atas kejadian pelanggaran Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan berbahaya dan ilegal.

(38)

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM

Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.

Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi. Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar informasi (knowledge sharing).

2.3 Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya, adalah:

(39)

31

2. Integritas

Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan

3. Kredibilitas

Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

4. Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

5. Inovatif

Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.

6. Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

2.4 Tujuan

Dalam rangka pencapaian visi dan misi, maka tujuan yang akan dicapai Sektama dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:

Capaian Tujuan ini diukur dengan indikator: • Indeks RB dengan target AA pada tahun 2019

“ Terwujudnya penyelenggaraan kelembagaan yang

efektif, efisien dan akuntabel ”

(40)

2.5 Sasaran Strategis

Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai Sektama, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan diharapkan Sektama akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:

1. Meningkatnya kuantitas dan kualitas Produk Hukum dalam rangka Memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Salah satu subsistem itu adalah standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Sektama dalam hal ini perlu mengawal pemenuhan regulasi/standar sesuai dengan rencana pelaksanaan dalam kerangka regulasi. Peran Sektama sangat strategis untuk menjaga harmonisasi setiap peraturan perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan sehingga tidak berbenturan dan duplikasi serta mendorong rancangan standar/regulasi menjadi produk hukum yang siap diundangkan. Ke depan Sektama juga perlu memperkuat fungsinya dalam menilai dampak peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan bagi masyarakat.

Standardisasi termasuk penataan peraturan perundang-undangan ini dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat

(41)

33 advokasi terhadap pemangku kepentingan di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut: • Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan, dengan target 100 sampai tahun

2019.

2. Meningkatnya Partisipasi Masyarakat dan Efektivitas Kerjasama

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik. Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM belum dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis serta belum dimanfaatkan secara optimal baik untuk kepentingan BPOM maupun pelaku usaha dan masyarakat. Padahal kerjasama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat sangat strategis dalam menopang tugas pengawasan Obat dan Makanan yang menjadi mandat BPOM. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masingmasing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (dana, program atau SDM) yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang ada di BPOM kepada lembaga/ kelompok masyarakat yang memiliki program yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, maka harus disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi. Ke depan Sektama BPOM perlu mendorong pemanfaatan kerjasama dalam negeri dan luar negeri yang ada maupun membuat kerjasama baru yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan.

Komunikasi yang efektif dengan media merupakan hal yang wajib dilakukan, untuk mengkomunikasikan hasil pengawasan kepada masyarakat.

Selain itu, terkait dengan subsistem pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai konsumen, kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat dilakukan BPOM melalui kegiatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE). Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut:

(42)

1. Jumlah kerjasama yang efektif, dengan target kumulatif pada akhir 2019 sebanyak 50 kerjasama.

2. Tingkat Pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan, dengan target Baik pada akhir 2019.

3. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti, dengan target 85 pada akhir 2019.

3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM

Sejalan dengan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, BPOM berupaya untuk terus melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) di 8 (delapan) area perubahan. Hal ini dalam rangka menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat. Kualitas tatakelola pemerintahan adalah prasyarat tercapainya tujuan dan sasaran strategis BPOM (1 dan 2). Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi landasan untuk memantapkan penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, untuk menginstitusionalisasi keterbukaan informasi publik, telah ditetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di BPOM. Pada tahun 2015-2019, Badan POM berupaya untuk meningkatkan hasil penilaian eksternal meliputi penilaian RB, Opini BPK dan SAKIP. Selain upaya internal, peningkatan hasil penilaian suprasistem akan terjadi dengan adanya dukungan eksternal antara lain dengan adanya (i) dukungan kebijakan pemenuhan target kuantitas dan kualitas SDM di Badan POM agar beban kerja lebih realistis, (ii) penguatan organisasi, (iii) dukungan anggaran.

Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine) merupakan modal penggerak organisasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut kemampuan BPOM untuk mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin dan secara akuntabel agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Penguatan kelembagaan/organisasi merupakan hal mendasar untuk mendukung pencapaian Tujuan BPOM. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem dan prosedur kerja.

(43)

35 penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian. Pada area pengambilan kebijakan hukum dan penegakan hukum, peran Sektama mendukung pelaksanaan tugas tersebut dalam hal pemberian bantuan hukum, termasuk menangani perkara hukum yang mungkin timbul dalam pelaksanaan tugas dimaksud. Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikatornya adalah:

1. Indeks RB, dengan target AA pada tahun 2019,

2. Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK, dengan target WTP pada tahun 2019, 3. Nilai SAKIP BPOM dari MenPAN, dengan target A pada tahun 2019.

4. Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi, dengan target 75% pada tahun 2019.

Adapun ringkasan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sektama tahun 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :

*) Indikator Kinerja Utama Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan*

1. Jumlah kerjasama yang efektif

2. Tingkat Pengetahuan masyarakat terhadap Obat dan Makanan

3. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti* 1. Indeks RB*

2. Nilai SAKIP BPOM

3. Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK 4. Persentase pegawai yang memenuhi standar

kompetensi

INDIKATOR KINERJA Meningkatnya Kuantitas dan

Kualitas Produk Hukum dalam rangka Memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Meningkatnya Partisipasi Masyarakat dan Efektivitas Kerjasama

Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM

SASARAN STRATEGIS

TABEL

2.1

SASARAN STRATEGIS DAN INDIKATOR KINERJA

Dari indikator kinerja tersebut di atas, ditetapkan Indikator Kinerja Utama Sekretariat Utama adalah :

1. Jumlah Peraturan Kepala BPOM yang diundangkan; 2. Persentase pengaduan konsumen yang ditindaklanjuti; 3. Indeks RB.

(44)
(45)

37

3

ARAH KEBIJAKAN,

STRATEGI,

KERANGKA REGULASI,

DAN KERANGKA

KELEMBAGAAN

(46)

3.1 Arah Kebijakan dan Strategi BPOM

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab I, bahwa Renstra Sektama disusun berdasarkan Renstra BPOM tahun 2015-2019. Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan Renstra periode sebelumnya, Renstra Sektama ditujukan untuk mewujudkan pelayanan yang prima dalam rangka mendukung terwujudnya tujuan organisasi BPOM. Arah Kebijakan BPOM yang akan dilaksanakan:

1. Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat.

Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal.

Keberadaan BB/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial sudah menjadi hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko terhadap Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan juga oleh BB/Balai POM di daerah dalam perencanaan pengawasan Obat dan Makanan di catchment area-nya.

(47)

39 pengawasan makanan, kelompok rentan ini bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan immunocompromised, dan manula. Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi.

2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan.

Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan Risk Management Program secara mandiri dan terus menerus oleh produsen Obat dan Makanan. Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian tersebut.

3. Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan Makanan.

Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan

(48)

kemitraan dengan melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi.

Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau.

Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya memanfaatkan berbagai media sosial).

4. Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.

Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung risk based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/ agenda prioritas.

Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat diakses secara

Gambar

Gambar 1.1 Struktur Organisasi BPOMKEPALA
Gambar 1.2 Struktur Organisasi Sekretariat Utama BPOM
Gambar 1.3. Kebutuhan SDM Sektama Tahun 2015-2019 berdasarkan ABK
TABEL  3.1 Program  Dukungan  Manajemen  dan  Pelaksanaan  Teknis Lainnya  BPOM Menguatnya Kuantitas  dan Kualitas Produk Hukum Meningkatnya  Partisipasi  Masyarakat  dan Efektivitas  Kerjasama Meningkatnya  kualitas  kapasitas   kelembagaan  BPOM Koordina

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan skripsi ini dan tepat

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai tahap-tahap pengembangan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapahal yaitu proses pengembangan perangkat pembelajaran

Return dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai oleh perusahaan calon debitur. Bank perlu melakukan analisis terhadap hasil yang akan. dicapai oleh calon

Judul : Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Likuiditas dan Tingkat Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada perusahaan Property

Oleh karena itu, setiap jenjang pendidikan kewarganegaraan yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan intelektual”. Guru sebagai

Metode Pengamatan yaitu metode pengumpulan data melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis dengan pegawai Akademik pada Amik Sigma Palembang ini dilakukan

Dari informasi di atas dapat dilihat bahwa peningkatan penerimaan total yang diperoleh dalam usahatani padi program SLPTT lebih besar dibandingkan peningkatan

pineapple liuit extract can be tblmulated into entelic coated tablet dosage lbrin using Eudragit L-100 as coating agent with u,eight of coating layer was 4%.