• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Persepsi Dukungan Sosial dan Motivasi Berprestasi Siswa yang Berasrama Di SMA Van Lith Muntilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara Persepsi Dukungan Sosial dan Motivasi Berprestasi Siswa yang Berasrama Di SMA Van Lith Muntilan"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

Di SMA Van Lith Muntilan

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Hubertus Yudhi Pradhana

069114010

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Allah Bapa di Surga bersama Putra-Nya Yesus Kristus dan

dalam persekutuan dengan Roh Kudus,

Kedua Orang tuaku,

Kedua adikku,

Keluarga besarku,

Teman-teman serta sahabat,

(5)

v

Man for and with others

Kita tidak mengerjakan sesuatu dengan kesempurnaan

tetapi kita mengerjakan yang terbaik yang kita mampu

Hasil bukanlah akhir dari segalanya, melainkan proses

yang terjadi di dalamnya

“Jika kita tidak menyukai sesuatu, ubahlah.. Jika

kita tidak dapat mengubahnya, ubahlah sikap kita..

Jangan mengeluh”……

Maya Angelou

Jika saya mencintai hingga menyakitkan, maka

tiada luka, yang ada hanyalah mencintai lebih

(6)
(7)

vii

Hubertus Yudhi Pradhana

ABSTRAK

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk menguji hubungan persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi. Penelitian dilakukan di SMA Van Lith Muntilan terhadap 77 subjek kelas sepuluh. Skala persepsi dukungan sosial berjumlah 74 aitem memiliki reliabilitas skala sebesar 0,942 dan skala motivasi berprestasi berjumlah 58 aitem memiliki reliabilitas skala sebesar 0,919. Analisis data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi pearson product moment

menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,441 pada taraf signifikansi 0,01 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Koefisien determinasi sebesar 0,194, berarti persepsi dukungan sosial berperan sebesar 19,4% terhadap motivasi berprestasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima artinya ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan.

(8)

viii

Hubertus Yudhi Pradhana

ABSTRACT

The purpose of this study was to correlate between the perception of social support and the need for achievement of the students who study at boarding school of Van Lith Senior High School Muntilan. Hypothesis proposed in this study was that there was positive correlation betwen the perception of social support and the need for achievement. The research was conducted at Van Lith Senior High School Muntilan to 77 subjects of the tenth grade. The scale of the perception of social support with 74 items had the value of reliability 0,942 and the scale of the need for achievement with 58 items had the value of reliability 0,919. Anylsis using Pearson Product Moment showed that the value was 0,441 at 0,001 level of significance with 0,000 probability. Determination coefficient was 0,194, it meant that the perception of social support played a role 19,4% to the need for achievement. The result showed that the hypothesis of this study was accepted. Therefore there was a positive and significant correlation between the perception of social support and the need for achievement of the students who studied at boarding school of Van Lith Senior High School Muntilan.

(9)
(10)

x

proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa di dalam proses pembuatan skripsi ini penuh

dengan hambatan, namun Tuhan senantiasa memberikan kasih-Nya yang memberi

semangat melalui tangan-tangan-Nya. Banyak pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung telah membantu proses terlaksananya penelitian ini.

Semoga bantuan dan dukungannya selama ini mendapat kelimpahan berkat

dari-Nya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus

kepada:

Ψ Kepada Ibu Dr. C. Siwi Handayani S. Psi., M. Si. selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan berupa

perijinan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Ψ Kepada Ibu Titik Kristiyani M. Psi., yang telah membimbing saya

menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Terima kasih atas kesabaran, diskusi,

masukan, dan semangat yang Ibu berikan. Terima kasih atas ilmunya ya Bu.

Maaf saya banyak merepotkan Ibu..

Ψ Kepada Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati, S. Psi., M. Si. Dan Ibu MM.

Nimas Eki Suprawati, S. Psi., Psi., M. Si. yang telah menjadi dosen penguji

dan memberikan kritik yang membangun, serta segala permakluman yang

(11)

xi tugas yang baru ini ya Bu!!

Ψ Kepada Kepala SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Bruder Albertus

Suwarto FIC, yang telah memberikan ijin penelitian di SMA Van Lith ini,

serta terima kasih juga kepada guru dan karyawan SMA Van Lith Muntilan,

khususnya Bu Kis dan Bu Yani sebagai guru pendamping BK yang dengan

hangat membantu terlaksananya penelitian ini. Maaf ya Bu, kalau saya

merepotkan..

Ψ Kepada seluruh guru dan karyawan di SMA Van Lith Muntilan, terima kasih

atas penerimaan yang hangat kepada saya sehingga saya dapat melaksanakan

penelitian ini dengan baik dan lancar..

Ψ Kepada siswa siswi SMA Van Lith Muntilan terutama kelas sepuluh (X) dan

sebelas (XI) Sosial yang telah meluangkan waktunya untuk terlibat dalam

proses uji coba data dan pengambilan data. Semoga kalian makin berkembang

di Van Lith!! Sukses selalu kalian semua!!

Ψ Kepada Bpk. Prof. A. Supratiknya yang telah menjadi dosen pembimbing

akademik bagi angkatan 2006 kelas A. Terima kasih Pak! Meskipun Bapak

sibuk, tetapi tetap berusaha meluangkan waktu bagi kami..

Ψ Kepada Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si. yang mau memberikan saya

tips-tips untuk lebih realistis dalam menyelesaikan skripsi ini. Makasih juga

(12)

xii ya Pak!! Ditunggu undangannya..

Ψ Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si. yang penuh rasa sayang

membimbing mahasiswa yang unik-unik seperti kami.. Makasih sudah

meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita saya dan memberi saran yang

mantabs!! Makasih untuk penerimaan dengan cinta tak bersyarat sehingga

kami mampu menghargai orang lain. Thx ya Bu..

Ψ Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi yang selalu tersenyum dan ramah

sehingga saya ikut bersemangat menjalani hari-hari.. Trims ya Bu..

Ψ Kepada Bpk. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. atas diskusi dan ilmu yang

diberikan kepada kami.. Makin sukses dengan tugas yang baru ya Pak!!

Ψ Bpk. Y. Agung Santoso, M.A. atas diskusi yang sangat berguna untuk

menyongsong masa depan yang lebih baik!! Trims ya Pak buat ide-ide dan

masukannya..

Ψ Kepada segenap dosen di Fakultas Psikologi USD yang memiliki keunikan

dan keahliannya masing-masing, terima kasih Pak, Bu, atas ilmu yang telah

ditularkan kepada kami.

Ψ Kepada Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi, Mas Mudji, dan Mas Doni yang

selalu siap membantu dengan sabar dan terus berkarya demi Fakultas

Psikologi USD. Terima kasih atas kerjasamanya dan pelayanannya selama ini.

(13)

xiii

Ψ Untuk keluargaku di rumah, trimakasih untuk cinta, doa, dan semangatnya

sampai skripsi ini terselesaikan!! Kalian adalah keluarga terhebat di dunia!! Ψ Untuk seseorang yang kucintai,,trima kasih sudah menjadi bagian dalam

hidupku yang selalu memberi energi positif buatku!!

Ψ Teman-teman sepenanggungan yang hebat, Satria, Adit, Coro, Chika, Viany,

Nobi, Kesed, Mia. Jaman awal yang indah bersama kalian tak kan kulupakan!!

Mari kita songsong masa depan yang lebih baik!! Buat Ko liem, thx buat

pengajarannya dan bantuannya sampai skripsi ini ditulis. Buat Vivin thx buat

bantuan dan informasinya, Clare, Nesya, Jean dan Adel makasih buat diskusi

dan yang lainnya, proses yang baik,, aku senang berada dekat kalian.. Buat

Vio, Windi, Wayan, Ninit thx udah ketawa ketiwi bareng, hahaha.. Buat Ance,

Lisol, Ana maria, dan Shinta thx buat apa aja lah bareng kalian, haha.. Buat

Devi, Emak, Rara thx udah menggila bersama.. Buat Ayoe, Erisa, Inez thx

buat catatannya.. Buat Abhe dan Timo, thx buat waktunya nge-band bareng,

viva Asteria!!

Ψ Untuk teman-teman angkatan 2006 lain, Jina, Piping, Ike, Sentya, Yoga, Kris,

Bruder, Ratri, Lolita, Yesica, Manto, Dondan, Cicil, Anna. Paymoen, Guntur,

Arie, Kmk, Herman, Amis, Endy, Koh Arya, Andhika, para lelaki angkatan

06.. Tari, Dita, Liza, Hayu, Jenny Tinneke, Jenny kecil, Nur, Lingga, Caca,

Yaya, Hermin, Wandan, Wulan, Sasa, Spy, Winda, Shella, dan lainnya yang

(14)

xiv

Ψ Untuk semua teman di Fakultas Psikologi dari angkatan tua sampai muda,

terima kasih sudah mau menjadi keluarga Psikologi yang ramah-ramah. Terima

kasih pada kalian yang mau menyapaku ketika bertemu, maaf aku hanya bisa

membalas dengan ucapan ”Hei” karena susah mengingat nama kalian :).

Ψ Teman-teman di organisasi yang menjadi tempatku belajar: PSM Cantus

Firmus, PSF Angel’s Voice, BEMF Psikologi divisi Orgasme, Cofas PPKM,

P3MP Sanata Dharma, Tim PMB dan Humas Sanata Dharma.

Ψ Keluarga Besarku di Magelang maupun Kulon Progo, Eyang, Simbah, Pak

dhe, Bu dhe, Om, Bulik, Mas-mas, Mbak-mbak, Adek-adek. Trimakasih atas

doa dan dukungannya selalu, Aku bangga menjadi keluarga Prodjosoejitno

dan Hadi Soenarjo!!

Ψ Untuk keluarga kecilku di Jogja, Petra Fortunatus.. Makasih buat Nonok yg

udah bantu buat abstrak, Ririz, Evie, Asti Babi, Utz, Ave, Nana. Para wanita

yang dahsyat!! Buat Yossi, Andang, Gogon, Firux, Abie. Para lelaki hebat

yang keren!! Juga untuk Rio, Nesya, Boda, Bagus, Tengil’s yang sedang

merantau di luar sana, ayo kita kumpul nyanyi lagi!!

Ψ Para staf Humas USD, dan karyawan BAA.. Trima kasih boleh berproses

bersama!! Pengalaman yang sungguh berkesan!! Sadhar,, cerdas dan

(15)

xv kalian!!

Ψ Untuk keluarga pak Kos ku.. makasih atas perhatian dan dukungannya, buat

pak Kos, Ibu, mas Ganek dan keluarga kecilnya, mas Totok dan Istri, serta

mbak Nanik yang selalu mengetahui keberadaanku karena hapal dengan suara

ku, hahaha... Memang kos ini seperti kos Cewek yang udah tutup gerbang jam

11an, tapi tinggal di kos ini sangatlah nyaman!!! Membuatku tidak lupa diri

dan membuatku berkembang..

Ψ Untuk teman-teman di Kos Pak Sumiyar.... Buat Abram, mas Kiki, Anggiat,

Feri, Firman, dan Adi Wonosobo. Makasih atas penerimaan tahun pertamaku

di kos bersama kalian, tetap semangat!! Buat Agus, Franky, Isto, makasih

udah menyemarakkan hidupku. Buat Gregorius Adhi K, a.k.a Gogon, makasih

uda jadi sahabat karibku sejak TK. Spesial buat Krismas Aditya Harjanto a.k.a

Atep, makasih banget udah share banyak hal, thx buat kamarnya,

komputernya, segala fasilitasnya. Maaf selalu merepotkanmu dengan

tugas-tugas kuliah. AMDG bro!! Selalu tetap bersatu meski terpencar hidupmu... Ψ Untuk teman-teman di Njohar beserta keluarga,, trimakasih sudah

mendukungku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.. Ψ Untuk Yamaha Crypton ku yang sudah menjadi pendukungku, AA 4974 RB.

Meski umurmu sudah uzur, aku akan selalu merawatmu. ”Yamaha Crypton

(16)

xvi

Yogyakarta, Agustus 2010 Penulis,

(17)

xvii

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... ... xvii

DAFTAR TABEL ... ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

BAB II. LANDASAN TEORI………... 12

A. Motivasi Berprestasi... 12

1. Pengertian Motivasi Berprestasi... 12

(18)

xviii

1. Pengertian Persepsi... 19

2. Pengertian Dukungan Sosial... 20

3. Pengertian Persepsi Dukungan Sosial... 22

4. Sumber Dukungan Sosial... 22

5. Aspek-Aspek Dukungan Sosial... 22

C. Siswa yang Berasrama di SMA sebagai Remaja... 24

1. Pengertian Remaja... 24

2. Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja... 25

3. Perkembangan Sosial pada Masa Remaja... 25

4. Tugas-Tugas Perkembangan... 26

5. Remaja yang Tinggal Di Asrama... 26

6. Kehidupan Di Asrama Van Lith... 27

D. Hubungan Antara Persepsi Dukungan Sosial Dan Motivasi Berprestasi... 29

E. Hipotesis Penelitian... 35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 36

A. Jenis Penelitian... ... 36

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 36

C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian... 36

(19)

xix

1. Skala Persepsi Dukungan Sosial... 39

2. Skala Motivasi Berprestasi... 42

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data... 44

H. Uji Coba Skala……… 45

1. Persiapan Uji Coba Alat Ukur... 45

i. Uji Coba Skala... 46

ii. Hasil Uji Coba Skala... 46

iii. Uji Reliabilitas... 50

I. Metode Analisis Data... 51

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 52

A. Persiapan Penelitian... 52

B. Pelaksanaan Penelitian... 52

C. Deskripsi Subjek Penelitian... 53

D. Hasil Penelitian……… 55

i. Deskripsi Hasil Penelitian... 55

E. Analisis Data Penelitian... 58

i. Uji Asumsi... 58

a. Uji Normalitas... 58

b. Uji Linieritas... 59

(20)

xx

A. Kesimpulan... 66

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(21)

xxi

Tabel 2 Susunan Butir Skala Persepsi Dukungan Sosial... 41

Tabel 3 BlueprintSkala Motivasi Berprestasi... 43

Tabel 4 Susunan Butir Skala Motivasi Berprestasi……….. 44

Tabel 5 Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Skala Persepsi Dukungan Sosial... 48

Tabel 6 BlueprintSkala Persepsi Dukungan Sosial setelah Uji Coba... 48

Tabel 7 Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Skala Motivasi Berprestasi.. 49

Tabel 8 BlueprintSkala Motivasi Berprestasi setelah Uji Coba... 50

Tabel 9 Rangkuman Deskripsi Data Penelitian... 55

Tabel 10 Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 58

Tabel 11 Rangkuman Hasil Uji Linieritas... 59

(22)

xxii

Lampiran A Skala Try Out………. 72

Lampiran B Reliabilitas Skala Try Out Persepsi Dukungan Sosial... 102

Lampiran C Reliabilitas Skala Try Out Motivasi Berprestasi... 105

Lampiran D Skala Penelitian... 116

Lampiran E Data Penelitian... 137

Lampiran F Uji Normalitas dan Linieritas... 157

Lampiran G Uji Korelasi... 161

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan dalam mendidik pelajar muncul ketika melihat fenomena

yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, yakni melihat tingkat kelulusan Ujian

Nasional (UN) yang masih saja terjadi. Tahun 2009, Dinas Pendidikan DKI

Jakarta mencatat, siswa peserta UN untuk tingkat SMA berjumlah 57.509.

Dari jumlah tersebut, siswa yang tidak lulus berjumlah 1.979 atau sekitar 3,44

persen. Sementara itu, dari sebanyak 57.914 peserta UN tingkat SMK, 1.999

siswa dinyatakan tidak lulus. Di lain tempat, total peserta UN untuk jenjang

SMA/MA pada 2009 di Yogyakarta adalah 20.347 siswa dan yang tidak lulus

sebanyak 1.235 siswa. Tahun 2008 lalu, jumlah siswa yang tidak lulus

sebanyak 1.461 orang dari total peserta 20.018 orang. Untuk tingkat kelulusan

SMK, pada UN 2009 ini mencapai 96,26 persen, yaitu dari jumlah 19.458

peserta UN, yang berhasil lulus mencapai 18.731 peserta (Kompas, 14 Juni

2009).

Mencermati tahun 2010 ini, kejutan mewarnai hasil UN. Sebanyak

267 SMA/MA/SMK yang terdiri atas 51 sekolah negeri dan 216 sekolah

swasta, 100 persen siswanya tidak lulus ujian nasional 2010. Jumlah siswa

yang tak lulus dan harus mengikuti UN ulang itu mencapai 7.648 orang. UN

2010 diikuti 16.467 SMA/MA/SMK di seluruh Tanah Air (Kompas, 28 April

2010).

(24)

Mencermati kejadian itu, baik siswa maupun orang tua memiliki

kekhawatiran apabila anaknya tidak lulus ujian nasional. Oleh karena itu

mereka berusaha mencari sekolah SMA yang berkualitas dalam mendidik

siswa-siswinya. Sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan

kepribadian siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara

berperilaku. Berbagai macam SMA dapat menjadi pilihan dalam menimba

ilmu, misalnya SMA negri atau swasta, SMA formal maupun homeschooling,

atau SMA yang berasrama dan yang tidak berasrama.

Sekolah berasrama dengan kewajiban tinggal di asrama menjadi salah

satu pilihan untuk menimba ilmu. Melalui sistem ini, pendidikan disajikan

secara menyeluruh (selama 24 jam), tidak secara terpisah seperti pada

pendidikan reguler. Jika pendidikan reguler hanya fokus kepada pendidikan

akademis saja, maka pendidikan di sekolah berasrama memuat pendidikan di

semua aspek, mulai dari akademik, agama, keterampilan, hingga pembinaan

karakter. Melalui sistem ini, membentuk siswa menjadi mandiri karena semua

kegiatan dilakukan sendiri dan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan.

Tidak hanya itu, sistem asrama membuat ruang gerak siswa menjadi terbatas,

hanya di lingkungan sekolah saja dan pendidikan pun lebih terarah dan

terkontrol. Dengan begitu, dapat mengurangi pengaruh buruk yang mungkin

ditimbulkan lingkungan di luar sekolah (Berita pendidikan, 16 Juni 2008).

Salah satu sekolah berasrama yang termasuk dalam pilihan orangtua

untuk menyekolahkan anaknya adalah SMA Van Lith Muntilan yang

(25)

pendidikan Pangudi Luhur. Sekolah ini mewajibkan para siswanya untuk

menempuh pendidikan selama tiga tahun ajaran dengan tinggal di sebuah

asrama. Tinggal di sebuah asrama merupakan konsekuensi dari keputusan

yang dikehendaki ketika memutuskan untuk melanjutkan studi, di mana

lembaga studi yang dipilih memiliki kebijakan bagi siswanya untuk tinggal di

asrama.

Kehidupan asrama yang wajib dialami oleh siswa-siswi merupakan

piranti pemudah pencapai keseluruhan kegiatan sekolah yang menekankan

pengembangan intelektualitas siap lanjut dalam mengasah kemandirian dan

kekeluargaan yang disertai semangat iman kristiani. Selain itu, kehidupan

berasrama diatur melalui peraturan yang ketat disertai dengan sanksi yang

menyertainya. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam asrama meliputi

ketentuan di ruang studi, ketentuan di unit asrama, ketentuan di refter (ruang makan), ketentuan di kamar mandi/WC, ketentuan pembatasan barang mewah,

dan ketentuan pada saat kunjungan dan penerimaan tamu semuanya telah

diatur secara tertulis. Sedangkan untuk sanksi diberikan dalam

tahapan-tahapan; peringatan lisan, peringatan lisan disertai hukuman fisik, membuat

refleksi dan menjalankan tugas asrama, skorsing, dan pemutusan hubungan

studi asrama. Semuanya itu merupakan proses yang harus dijalani dengan baik

selama tiga tahun menempuh pendidikan dengan tujuan mengembangkan diri

masing-masing sehingga dapat meraih prestasi yang membanggakan.

SMA Van Lith memiliki standar seleksi siswa baru yang cukup ketat,

(26)

Van Lith, mereka harus lolos 5 tahapan tes. Tahap satu adalah seleksi

menggunakan rapor dengan rata-rata min 65. Tahap dua merupakan tes bidang

studi yang dibagi tiga bagian yakni rumpun bahasa terdiri dari bahasa Inggris

dan Indonesia, rumpun IPA terdiri dari Matematika, Fisika, Kimia, dan

Biologi, rumpun IPS terdiri dari Ekonomi, Sejarah, dan Geografi. Tahap

ketiga adalah tes fisik yang merupakan tes atletik. Tahap keempat adalah tes

potensi akademik. Tahap kelima adalah tes wawancara yang mengupas

tentang motivasi serta latar belakang pribadi. Jumlah pendaftar tahun 08-09

dari 560 pendaftar diterima 160 orang, yg masuk menjadi siswa 154 orang.

Tahun 09-10 dari 550 pendaftar diterima 160 orang, yang menjadi siswa 156.

Tahun ini pendaftarnya 596 orang, diterima 180, yang terdaftar menjadi siswa

175 orang. Dengan penyeleksian yang ketat tersebut menghasilkan siswa didik

yang memang benar-benar siap.

Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari pihak sekolah, tercatat

bahwa pada tahun ajaran 2005-2006 sebanyak 16 orang keluar dari SMA,

tahun 2006-2007 sebanyak 5 orang keluar, tahun 2007-2008 sebanyak 3

orang. Dari antara para siswa yang keluar memiliki keterangan pindah sekolah

sebanyak 14 orang, tidak naik kelas/lulus sebanyak 9 orang, dan meninggal (1

orang). Tahun 2009-2010 kelas X tercatat 8 siswa keluar karena tidak naik

atau pindah sedangkan 3 orang kelas XI tidak naik kelas. Akar masalah bagi

mereka yang pindah sekolah dan tidak naik kelas adalah karena nilai akademis

mereka tidak mencukupi standar kelulusan. Berdasarkan wawancara dengan

(27)

disebabkan siswa tersebut tidak melaksanakan tanggungjawabnya dengan

baik. Misalnya tugas-tugas sekolah dikumpulkan terlambat atau bahkan tidak

dikerjakan, tidak masuk sekolah tanpa alasan (alpa), tidak mengikuti ulangan harian karena alasan yang tidak jelas, diskors karena ketahuan melakukan

pelanggaran (merokok, membolos kegiatan tertentu, bangun kesiangan,

keluyuran saat jam malam, dll). Mereka tidak betah tinggal dalam lingkup

asrama di mana mereka kurang dapat beradaptasi dengan kebiasaan yang baru,

merasa memiliki banyak kegiatan, dan merasa tidak didukung oleh

teman-temannya yang lain sehingga menyebabkan mereka rendah dalam memotivasi

diri mereka sendiri untuk berprestasi. Mereka seakan tidak memiliki tujuan di

akhir sehingga kurang memiliki motivasi berprestasi untuk berubah menjadi

lebih baik dan menyerah akan keadaan (Woolfolk, 1995). Motivasi berprestasi

bagi para siswa tersebut akan mendorong masing-masing siswa dalam

mencapai keberhasilan belajar mereka di sekolah. Oleh karena itu berdasarkan

data statistik dari pihak sekolah yang menunjukkan rendahnya motivasi

berprestasi dan kegagalan dalam penyesuaian diri karena merasa tidak

didukung oleh teman-temannya, maka penelitian ini perlu dilakukan.

Di dalam proses pencapaian prestasi belajar tersebut, para siswa

membutuhkan adanya motivasi sebagai kekuatan (energi) seseorang yang

dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam

melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu

sendiri maupun dari luar individu (Sudrajat, 2008). Adanya harapan yang

(28)

cerdas dan berbudi pekerti serta kebijakan sekolah yang selalu berusaha

mengembangkan potensi siswa merupakan dorongan yang berasal dari luar,

yang akan membuat siswa lebih berusaha mengembangkan dirinya supaya

dapat lebih berkembang. Selain itu dorongan dari dalam diri siswa sendiri,

adanya rasa bangga dari siswa-siswinya masing-masing karena sudah diterima

dan menjadi bagian dalam sekolah favorit, menjadi modal tersendiri bagi para

siswa untuk menimba ilmu sekaligus mengembangkan diri mereka. Ketika

mereka sudah cukup memiliki modal tersebut maka mereka akan berusaha

untuk memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan dengan optimal meskipun pada

kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Ketika melihat

kenyataan itu para siswa perlu memiliki dorongan untuk berubah dalam

kondisi yang efektif (Mc Clelland, 1987) sehingga tidak menjadi putus asa di

tengah jalan.

Menurut McClelland (1987) karakteristik orang dengan motivasi

berprestasi yang tinggi (high achievers), yaitu memiliki preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; menyukai

situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan

bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan

menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,

dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. Jika melihat dari

karakteristik tersebut, mengindikasikan bahwa siswa-siswi yang memiliki

motivasi berprestasi yang tinggi mempunyai tekad yang kuat dalam dirinya

(29)

oleh orang lain. Motivasi berprestasi ini merupakan suatu harapan yang tidak

hanya muncul dari siswa-siswi sendiri melainkan juga dari pihak sekolah

maupun orang tua, karena motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh

lingkungannya (Crow dan Crow, 1989). Artinya sikap lingkungan terhadap

individu merupakan petunjuk tentang pandangan dan penilaian lingkungan

terhadap individu yang bersangkutan. Sikap positif dari lingkungan akan

meningkatkan motivasi berprestasi, sedangkan sikap negatif dari lingkungan

akan menurunkan motivasi berprestasi. Melihat konteks kehidupan asrama di

mana para siswa tinggal bersama siswa yang lain dan jauh dari keluarga di

rumah, maka peran dari teman akan memberikan dukungan dan umpan balik

kepada mereka untuk meningkatkan motivasi berprestasi. Umpan balik yang

diterima tersebut merupakan salah satu bentuk adanya dukungan sosial yang

diberikan.

Menurut Pearson (dalam Toifur & Praswitasari, 2003) dukungan sosial

sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu mengingat individu

adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan satu sama lain. Oleh karena

itu keberadaan orang lain dalam lingkup kehidupan berasrama menjadi lebih

mempengaruhi setiap siswa untuk memiliki motivasi berprestasi. Motivasi

berprestasi ini akan muncul ketika siswa-siswi merasakan adanya kepercayaan

dan kenyamanan dalam menjalani kehidupannya, tentunya dapat diraih dari

faktor lingkungan yang akan didapat melalui dukungan orang lain

terhadapnya. Siswa merasa aman dan bebas untuk melakukan kegiatan

(30)

kebebasan yang dirasakan siswa-siswi itu dapat dimulai dengan mengenal

lingkungan fisik sekolah maupun asrama karena mereka akan melakukan

kegiatan sehari-hari dalam area tersebut. Setelah lingkungan fisik, mereka

perlu mengenal lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial itu terutama

teman-teman seangkatan, guru, karyawan, para pamong asrama, bahkan warga

masyarakat sendiri. Semuanya ini perlu mereka lakukan supaya mereka betah

tinggal di asrama selama menempuh pendidikan SMA ini.

Kemampuan masing-masing individu untuk bisa berbaur akan menjadi

modal bagi dirinya membangun relasi dengan orang lain. Adanya orang lain

dalam kehidupan mereka yang selalu hadir di kala susah maupun senang akan

menimbulkan dukungan sosial yang makin erat bagi masing-masing individu.

Relasi yang terhubung dengan orang lain itu nantinya akan mempererat dalam

menjalin kerja sama sebagai bentuk adanya dukungan sosial. Terlebih lagi

dalam kehidupan berasrama ini tentunya membutuhkan adanya teman sebagai

pengganti keluarga di rumah. Entah itu untuk saling berbagi cerita, saling

menguatkan ketika sedang terjadi masalah, saling membantu ketika berada

dalam kesulitan, bersenda gurau dan penuh canda tawa, serta melakukan

aktifitas dan kegiatan lain yang mendukung motivasi berprestasi. Adanya

orang lain dalam kehidupan mereka yang selalu hadir di kala susah maupun

senang itu akan menimbulkan dukungan sosial bagi masing-masing individu.

Hanya individu itu sendiri yang mengerti kadar dukungan sosial yang ia

dapatkan dari orang lain, sehingga bersifat subyektif. Hal ini membuat

(31)

berbagai pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, perbedaan dalam

mempersepsikan dukungan sosial yang diterimanya tergantung dari proses

penerimaan informasi yang didapatnya dan pengalamannya sendiri.

Seseorang akan dapat merasakan adanya dukungan sosial ketika

seseorang itu memiliki relasi yang positif dengan sesama, dalam konteks siswa

ini adalah teman-teman mereka seperjuangan, kakak-kakak angkatan, para

guru, karyawan, pamong asrama, teman di luar sekolah dan masyarakat

sekitar. Seseorang yang merasa didukung secara sosial akan membantu

masing-masing individu untuk dapat menyalurkan berbagai macam bentuk

hobi, minat, dan keinginannya melakukan sesuatu secara lebih bersemangat.

Bukan hanya itu saja, dukungan sosial juga akan memberikan dorongan bagi

individu untuk dapat lebih memperkembangkan dirinya dengan lebih matang.

Terlebih lagi bagi siswa-siswi SMA yang masih membutuhkan pendampingan

dan arahan untuk menjadi pribadi yang dewasa sehingga dapat meningkatkan

motivasi berprestasinya.

Dukungan sosial dapat berupa suatu kesenangan, bantuan, yang

diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain

atau kelompok (Gibson, Ivancevich, and Donnely 1996). House (dalam Smet,

1994) membedakan empat macam dukungan sosial, yaitu dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan

instrumental. Dukungan emosional merupakan suatu bentuk dukungan di

mana individu membutuhkan empati dari orang lain. Dukungan penghargaan

(32)

usaha-usaha yang dilakukan, dan peran sosial yang terdiri atas umpan balik.

Dukungan informatif yaitu ketika individu membutuhkan nasehat, pengarahan,

saran-saran untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.

Serta dukungan instrumental jika individu membutuhkan bantuan berupa

benda, peralatan atau sarana guna menunjang kelancaran kerja. (Lyons dan

Chamberlain, 2006).

Berdasarkan latar belakang permasahan di atas, maka peneliti ingin

mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan

motivasi berprestasi pada siswa asrama SMA Van Lith Muntilan

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi

berprestasi siswa asrama SMA Van Lith Muntilan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara persepsi

dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa asrama SMA Van Lith

Muntilan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pandangan mengenai

persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi dalam psikologi

pendidikan khususnya dan psikologi pada umumnya sehingga dapat

(33)

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini dapat mengetahui hubungan antara persepsi dukungan

sosial dengan motivasi berprestasi siswa asrama SMA Van Lith

Muntilan

b. Bagi pihak sekolah agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Menurut Mc Clelland (1987), motivasi adalah dorongan untuk

berubah dalam kondisi yang efektif, sedangkan motivasi berprestasi adalah

kebutuhan yang kuat untuk berprestasi berkaitan dengan sejauh mana

orang tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya.

Motivasi berprestasi menurut Heckhausen (dalam Purwanto, 1993)

adalah usaha keras untuk meningkatkan kecakapan diri setinggi mungkin

dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai

pembanding. Standar keunggulan dapat berupa tingkat tingkat

kesempurnaan hasil pelaksanaan tugas (berkaitan dengan tugas),

perbandingan dengan prestasi sendiri sebelumnya (berkaitan dengan diri

sendiri), dan perbandingan dengan prestasi orang lain. Kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam berbagai aktivitas merupakan standar

keunggulan dimana suatu kegiatan tersebut dapat gagal atau berhasil.

Motivasi berprestasi juga dapat diartikan sebagai perjuangan untuk

menambah prestasi setinggi mungkin, Heckhausen (dalam Martaniah,

1984).

Menurut Woolfolk (1995), motivasi berprestasi merupakan suatu

keyakinan dan penghargaan terhadap diri yang terbentuk dari pengalaman

(35)

kesuksesan maupun kegagalan serta dari faktor situasi seperti kesulitan

dalam tugas maupun ketersediaan hadiah. Setiap orang memiliki

kebutuhan untuk menghindari kegagalan sama baiknya seperti kebutuhan

untuk berprestasi. Jika kebutuhan untuk berprestasi lebih besar dari

kebutuhan untuk menghindari kegagalan, maka motivasi yang dihasilkan

adalah untuk mengambil resiko dan mencoba untuk meraih tujuan.

Sebaliknya jika kebutuhan untuk menghindari kegagalan lebih besar,

resiko akan dipandang sebagai beban daripada sebagai suatu tantangan,

maka motivasi yang dihasilkan adalah keinginan untuk menghindari

situasi tersebut. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja keras supaya

unggul dalam bidang tertentu demi pencapaian suatu tujuan bukan semata

hanya untuk hadiah, maka dianggap memiliki kebutuhan yang tinggi untuk

berprestasi.

Berdasarkan definisi motivasi berprestasi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian motivasi berprestasi adalah kebutuhan yang

kuat dalam diri untuk berprestasi dalam melaksanakan tugasnya, untuk

meningkatkan kecakapan diri dan meningkatkan prestasi setinggi mungkin

dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai

(36)

2. Aspek-aspek motivasi Berprestasi

Mc Clelland (1987) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi

memiliki beberapa aspek yang membentuk motivasi berprestasi seseorang,

yaitu:

a. Tanggung jawab pribadi

Tanggung jawab pribadi merupakan kemampuan untuk

menunjukkan tanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang dilakukan.

Dengan begitu, seseorang dapat merasakan suatu kepuasan tersendiri

terhadap suatu kegiatan yang telah dilakukan.

b. Kebutuhan akan umpan balik

Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi seharusnya lebih

memilih suatu lingkungan kerja di mana memungkinkan mereka untuk

memperoleh umpan balik dalam setiap pekerjaan yang dilakukan

sehingga mereka tahu apakah hasil usaha mereka baik atau tidak.

c. Keinovatifan

Aspek keinovatifan adalah adanya tuntutan untuk dapat

mengerjakan suatu pekerjaan lebih baik dari sebelumnya dan

menunjukkan hasil atau suatu proses yang berbeda dari sebelumnya.

d. Ketekunan

Aspek ketekunan merupakan karakteristik seseorang yang

memiliki motif berprestasi sehingga mereka akan mampu

(37)

e. Risiko atau kesulitan

Aspek risiko atau kesulitan maksudnya adalah kompleksitas suatu

pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan memiliki risiko

menjadi hal yang disukai oleh mereka yang memiliki motivasi

berprestasi.

f. Kesukaan terhadap pekerjaan yang menuntut kemampuan dan usaha

dari diri sendiri

Aspek kesukaan terhadap pekerjaan yang menuntut kemampuan

dan usaha dari diri sendiri adalah selain mereka menyukai

pekerjaannya mereka juga menggunakan kemampuannya sendiri untuk

menyelesaikannya.

g. Antisipasi

Aspek memiliki antisipasi maksudnya mereka memiliki antisipasi

yang baik terhadap aktifitas yang akan dilakukan sehingga ketika

melakukan aktifitas mereka akan memperhitungkan segalanya terlebih

dahulu apakah mampu atau tidak.

h. Sikap selalu ingin mengetahui hasil usaha yang dilakukan.

Aspek mengetahui segala hasil usaha adalah keinginan mereka

untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha yang telah dilakukan dalam

(38)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

Menurut Crow dan Crow (1989); Beyer (1995); Googenow (1993);

Esposito (1999); Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995), faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sebagai berikut :

a. Cita-cita atau Aspirasi

Cita-cita atau disebut juga aspirasi adalah suatu target yang

ingin dicapai. Target ini diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan

dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang.

Aspirasi ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Siswa

yang mempunyai aspirasi positif adalah siswa yang menunjukkan

hasratnya untuk memperoleh keberhasilan. Sebaliknya siswa yang

mempunyai aspirasi negatif adalah siswa yang menunjukan keinginan

atau hasrat menghindari kegagalan.

b. Kemampuan Belajar

Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat

dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir

dan fantasi. Dalam kemampuan belajar ini, taraf perkembangan

berpikir siswa menjadi ukuran. Siswa yang taraf perkembangan

berpikirnya konkrit tidak sama dengan siswa yang sudah sampai pada

taraf perkembangan berpikir operasional. Jadi siswa yang mempunyai

kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam belajar,

karena siswa tersebut lebih sering memperoleh sukses, sehingga

(39)

c. Kondisi Siswa

Kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sangat

mempengaruhi faktor motivasi, sehingga sebagai guru harus lebih

cermat melihat kondisi fisik dan psikologis siswa. Misalnya siswa

yang kelihatan lesu, mengantuk, mungkin disebabkan belum sarapan,

atau mungkin sedang mengalami masalah yang menimbulkan

kemarahan, kejengkelan atau mungkin kecemasan. Maka

kondisi-kondisi fisik dan psikologis inipun dapat mengurangi atau bahkan

menghilangkan motivasi siswa.

d. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur yang datang

dari luar diri siswa. Unsur-unsur di sini dapat berasal dari lingkungan

teman, sekolah, maupun lingkungan masyarakat baik yang

menghambat atau mendorong. Kalau dilihat dari lingkungan sekolah,

guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan, menampilkan diri secara menarik dalam rangka

membantu siswa termotivasi dalam belajar. Sikap positif yang

diperoleh dari lingkungan akan meningkatkan motivasi berprestasi,

sedangkan sikap negatif dari lingkungan akan menurunkan motivasi

berprestasi. Dalam hal ini lingkungan memegang peranan penting

untuk menciptakan kondisi yang mendukung terciptanya motivasi

(40)

e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar

Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang

keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat,

kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali, khususnya

kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional. Misalnya keadaan emosi

siswa dan emosi guru.

f. Upaya Guru Membelajarkan Siswa

Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru mempersiapkan

diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara

menyampaikannya, menarik perhatian siswa, dan mengevaluasi hasil

belajar. Apabila upaya guru hanya sekedar mengajar, artinya

keberhasilan guru yang menjadi titik tolak, besar kemungkinan siswa

tidak tertarik untuk belajar. Dengan kata lain motivasi untuk belajar

siswa melemah atau hilang.

g. Hubungan dengan Orang Tua

Faktor-faktor keluarga seperti tingkat pendidikan orang tua,

dukungan orang tua, dan harapan bagi anak-anak mereka tampaknya

mengerahkan pengaruh pada remaja dalam pencapaian motivasi

berprestasi. Adanya tingkat pendidikan orang tua yang tinggi tentunya

akan membuat mereka memiliki minat untuk mengontrol

(41)

B. Persepsi Dukungan Sosial 1. Pengertian persepsi

Moates dan Schumacher (1980, dalam Irmawati 2004) menyatakan

bahwa persepsi adalah proses penentu stimulus yang tertuju kepada diri

seseorang. Artinya seorang individu dalam mempersepsikan suatu hal

tergantung dari jenis informasi yang diterima dari lingkungan. Oleh karena

itu dalam menentukan arti dari persepsi bagi seseorang tergantung dari

stimulus atau kejadian yang dirasakan seseorang, di mana dalam hal ini

terjadi hubungan antara stimulus lingkungan dengan pengetahuan yang

dimiliki seseorang.

Menurut pendapat Gordon (dalam Yudhiwati 2005) hasil persepsi

dari orang yang berbeda akan memiliki perbedaan yang bahkan

berlawanan baik dalam penglihatan maupun pemahaman terhadap sesuatu

peristiwa atau objek. Dalam hal ini setiap individu mempunyai persepsi

masing-masing tergantung pada kecenderungan untuk menyeleksi dalam

mempersepsikan sesuatu meski objek stimulus yang diterima sama. Oleh

karena itu persepsi juga merupakan suatu proses di mana individu

dihadapkan dalam suatu hal untuk menyeleksi, mengorganisasi dan

menginterpretasi stimulus lingkungan yang memiliki arti.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi

merupakan suatu proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasikan

(42)

dan kedudukannya, sehingga terbentuklah gambaran mengenai stimulus

yang dipersepsikan.

2. Pengertian dukungan sosial

Menurut KBBI (1989), dukungan sosial merupakan bentuk

dukungan yang dirasakan seseorang ketika ia merasa ada bantuan yang

diberikan oleh masyarakat atau orang lain. Hal ini terjadi karena seseorang

tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara

sendirian. Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari

atasan, teman sekerja maupun keluarga (Ganster, Fusilier dan Mayes

1986). Dalam hal ini peran guru, teman-teman seasrama, dan keluarga di

rumah pun mempunyai andil yang cukup besar untuk memberikan

dukungan kepada para siswa supaya para siswa dapat memiliki motivasi

yang tinggi untuk berprestasi.

Dukungan sosial diartikan sebagai kesenangan, bantuan, yang

diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang

lain atau kelompok (Gibson, dkk 1996). House (dalam Smet, 1994)

membedakan empat macam dukungan sosial, yaitu:

a) Dukungan emosional

Individu membutuhkan empati dari orang lain. Bilamana seseorang

dapat menghargai, mempercayai dan mengerti dirinya lebih baik maka

dia akan terbuka terhadap aspek baru dari pengalaman hidupnya. Jika

(43)

individu tersebut akan mengembangkan sikap positif terhadap diri

sendiri, lebih menerima dan menghargai diri sendiri.

b) Dukungan penghargaan

Individu membutuhkan penghargaan yang positif, penilaian atas

usaha-usaha yang dilakukan, dan peran sosial yang terdiri atas umpan

balik. Penilaian ini meliputi dukungan pekerjaan, prestasi, dan peran

sosial yang terdiri atas umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi

(persetujuan, menyatakan “ya”)

c) Dukungan informatif

Pemberian informasi, maksudnya agar informasi dapat digunakan

untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.

Informasi ini mencakup pemberian nasehat, keterangan-keterangan

yang dibutuhkan. Penggunaan informasi berarti menyampaikan

informasi yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan.

Individu membutuhkan nasehat, pengarahan, saran-saran untuk

mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.

d) Dukungan instrumental

Individu membutuhkan bantuan berupa benda, peralatan atau

sarana guna menunjang kelancaran kerja. Penyediaan piranti guna

menunjang kelancaran kerja, secara langsung akan meringankan

pekerjaan yang ditanggung seseorang dan membantu pelaksanaan

(44)

3. Pengertian persepsi dukungan sosial

Berdasarkan definisi-difinisi di atas, persepsi dukungan sosial

merupakan proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasi, dan

mengevaluasi stimulus berupa bantuan, yang diterima seseorang melalui

hubungan formal dan informal dari keluarga dan rekan kerja (lingkungan

sosialnya). Dukungan sosial tersebut meliputi dukungan emosional,

dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.

4. Sumber dukungan sosial

Sumber dukungan sosial menurut Ganster, D.C,. Fusilier, M.R., dan Meyes,

B.T., (1986) adalah:

a. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok terdekat dari individu. Individu

sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan

harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan

keluhan-keluhan apabila menghadapi masalah.

b. Rekan sekerja

Rekan kerja merupakan teman pada saat melakukan kerja secara

bersama-sama. Bentuk dorongan kerja dari rekan kerja meliputi

kualitas hubungan kerjasama, kehangatan berteman dan rasa saling

mempercayai.

c. Atasan

Atasan merupakan seorang yang berkedudukan lebih tinggi. Dalam

(45)

asrama. Mereka ini dituntut memiliki kemampuan teknis selain untuk

melaksanakan pekerjaan, juga kemampuan hubungan antar pribadi.

5. Aspek-aspek dukungan sosial

Menurut McGuire (2007), aspek-aspek yang membentuk dukungan sosial

adalah:

a. Sharing

Sharing adalah berbagi dengan orang lain tentang apa yang dialami dan dirasakan. Sharing melibatkan adanya perasaan emosional tanpa adanya kesan menggurui. Apa yang dibagikan

dapat berisi tentang kehidupan sehari-hari, hobi dan kesukaan,

serta minat terhadap suatu hal.

b. Listening

Listening adalah mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan orang lain. Mendengarkan dapat berisi tentang suatu

cerita yang menggembirakan ataupun yang menyedihkan.

c. Counseling

Counseling adalah cara seseorang dalam memberikan nasihat dan bimbingan terhadap orang lain yang bercerita kepadanya.

Biasanya dalam konseling ini situasinya menjadi lebih formal

karena sifatnya yang cenderung serius.

d. Providing nonwork service

(46)

dan material (bentuk fisik, barang) dalam usaha menyelesaikan

tugas-tugasnya sesuai kemampuannya.

e. Encouragement

Encouragement adalah dorongan yang diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Seseorang diharapkan mampu

memberikan dorongan yang membuat orang lain merasa nyaman

dan meningkatkan semangat seseorang ketika mereka berada dalam

penderitaan.

f. Caretaking

Caretakingadalah cara seseorang untuk menjaga keharmonisan dalam pertemanan. Seseorang diharapkan mampu untuk menjaga

suatu hubungan dengan memperhatikan kesehatan fisik dan

kesejahteraan temannya secara umum.

C. Siswa yang Berasrama Di SMA Sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja

Siswa dengan pendidikan SMA yang berusia antara 16 – 18 tahun

termasuk dalam kategori remaja. Utamadi (2007) mengatakan bahwa masa

remaja merupakan masa “belajar” untuk tumbuh dan berkembang dari

anak menjadi dewasa. Pada masa belajar ini disertai dengan tugas

perkembangan. Istilah tugas perkembangan digunakan untuk

(47)

melaksanakan tugas tertentu pada masa usia tertentu sehingga individu itu

dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan

masa dewasa yang berjalan antara umur dua belas sampai dua puluh tahun

(Lumansupra, 2008). Pada masa remaja ini, remaja mulai mengalami

perkembangan fisik yang begitu pesat. Remaja mengalami pubertas yang

berarti suatu periode dimana kematangan, kerangka dan seksual terjadi

secara pesat (Santrock, 1995).

2. Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja

Pada masa ini, remaja akan mengalami perubahan berkaitan

dengan kognisi mereka. Remaja sering berpikir mengenai ciri-ciri ideal

diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia (Santrock, 1995). Selain itu dari

sisi kognisi sosial mereka, menurut David Elkind (dalam Santrock, 1995)

yakin bahwa egosentrisme remaja memiliki dua bagian: penonton

khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan adalah keyakinan

remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana dengan

dirinya sendiri. Perilaku tersebut misalnya akan mengundang perhatian

yang umum terjadi mada masa remaja. Selain itu ada juga keinginan untuk

tampil di depan umum, diperhatikan, dan dilihat.

3. Perkembangan Sosial pada Masa Remaja

Remaja juga mengalami perkembangan secara sosio-emosinya.

Dalam hal ini, menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2004), remaja mulai

(48)

semakin besar dari orang tua mereka. Oleh karena itu remaja akan mulai

melihat lingkungan sosial sebagai tempat yang dapat memberikan ruang

baginya untuk beraktifitas sesuai dengan minat-minatnya. Selain itu,

remaja memiliki emosi yang meledak-ledak dan cenderung temperamen

ketika bereaksi terhadap situasi yang menghampirinya baik itu situasi yang

menyenangkan bahkan yang menyakitkan.

4. Tugas-Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Pikunas (1967)

terbagi dalam sembilan kategori, yaitu:

a. Memiliki kematangan secara emosional

b. Memiliki pemantapan terhadap minat-minat heteroseksual

c. Memiliki kematangan secara sosial

d. Mempunyai emansipasi dari kontrol keluarga

e. Memiliki kematangan intelektual

f. Mampu memilih pekerjaan

g. Mampu menggunakan waktu senggang secara tepat

h. Memiliki filsafat hidup

i. Mempunyai identifikasi diri

5. Remaja yang Tinggal Di Asrama

Remaja yang tinggal di asrama merupakan seseorang yang

berumur antara dua belas tahun sampai dua puluh tahun dengan

tugas-tugas perkembangannya sebagai pribadi yang sedang mencari jati diri dan

(49)

prestasi setinggi mungkin dalam lingkungan sekolah yang mewajibkan

mereka tinggal di asrama dan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang

ada di asrama tersebut.

6. Kehidupan Di Asrama Van Lith

Keberadaan asrama di SMA Van Lith merupakan suatu

perwujudan dari misi SMA Van Lith yakni mendampingi kaum muda

dengan mendahulukan yang miskin melalui sekolah berasrama. Proses

pendidikan tersebut memasukkan unsur-unsur pendidikan formal,

informal, dan non formal yang mencakup segi-segi religiusitas, humanitas,

sosialitas, dan intelektualitas. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang

luwes dalam suasana persaudaraan sejati yang saling asah, asih, asuh.

Tujuan diselenggarakannya asrama ini merupakan piranti dalam

mempermudah mencapai keseluruhan kegiatan sekolah yang menekankan

pengembangan intelektualitas siap lanjut, pengembangan iman kristiani

yang menjiwai intelektualitasnya, serta pengembangan kemandirian dan

kekeluargaan sehingga mampu mengamalkan ilmu dan imannya dan

semuanya demi kemuliaan Tuhan dan keadilan sesama.

Kegiatan-kegiatan dalam asrama sendiri terjadwal dalam suatu

kegiatan yang rutin dan teratur dilakukan sehingga menciptakan disiplin

siswanya. Para siswa sudah harus bangun dan memulai aktifitas pada

pukul 04.30 di pagi hari dan wajib beristirahat setelah melakukan kegiatan

seharian pada pukul 22.00. Waktu untuk belajar, makan, mandi, istirahat,

(50)

Perihal perijinan bagi siswa juga diatur dengan cukup ketat. Para

siswa yang ijin wajib lapor kepada pamong asrama yang dijabat oleh

seorang Bruder dan Suster. Berkaitan dengan sarana dan prasarana, karena

para siswa berada dalam lingkup asrama maka sarana pribadi wajib diberi

identitas yang jelas sedangkan sarana umum wajib dipelihara secara

bersama-sama karena merupakan kepentingan bersama.

Segala hal berkaitan dengan larangan diatur dalam suatu bentuk

peraturan asrama yang wajib dipatuhi oleh seluruh warga asrama dan ada

sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Peraturan ini berlaku dan

mengikat semua warga asrama ketika berada dalam asrama, di ruang studi,

di refter (ruang makan), di kamar mandi/WC. Selain itu ada juga ketentuan-ketentuan yang harus ditaati perihal pembatasan barang mewah,

jadwal kunjungan dan penerimaan tamu, serta jadwal tugas jaga malam.

Berkaitan dengan sanksi, sanksi diberikan dalam tahapan-tahapan;

peringatan lisan, peringatan lisan disertai hukuman fisik, membuat releksi

dan menjalankan tugas asrama, skorsing, dan pemutusan hubungan studi

asrama.

Kegiatan-kegiatan yang dicanangkan bagi para siswa supaya

mampu memberikan wadah untuk berkembang dan untuk meningkatkan

motivasi berprestasinya, misalnya lewat ekstrakurikuler olahraga

(sepakbola, basket, bulutangkis, volley, tennis meja, renang, beladiri, pecinta alam, pramuka), seni (tari, karawitan, paduan suara, cheerleaders,

(51)

maria), dan lain-lain. Selain itu sekolah juga memfasilitasi siswa-siswinyanya untuk peka terhadap lingkungan sosial masyarakat dengan

mengadakan kegiatan kerja bakti, pendampingan iman anak, napak tilas,

dan lain-lain. Sekolah juga sering mengirimkan siswa-siswinya untuk

mengikuti olimpiade sains dan sosial, lomba-lomba debat, pentas seni dan

kreatifitas, dan lain-lain.

Segala hal tersebut diarahkan supaya sekolah dapat memfasilitasi

para siswanya untuk meningkatkan motivasi berprestasinya yang sesuai

dengan visi dan misi sekolah. Visi SMA Van Lith adalah semangat

Kerajaan Allah yang berintikan keselamatan bagi semua orang ”terutama

yang menderita dan terlupakan”, yang diharapkan menjadi kenyataan

dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara. Misi SMA

Van Lith adalah mendampingi kaum muda dengan mendahulukan yang

miskin, melalui pendidikan sekolah berasrama. Proses pendidikan tersebut

memadukan unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan nonformal yang

mencakup segi-segi religiositas, humanitas, sosialitas, dan intelektualitas.

Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana

persaudaraan sejati yang saling asih, asah, dan asuh.

D. Hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi Siswa-siswi menuntut ilmu di bangku sekolah menengah atas

dengan tujuan untuk mengembangkan dirinya dan berprestasi. Untuk

(52)

dorongan atau motivasi untuk berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan

kebutuhan yang kuat untuk berprestasi berkaitan dengan sejauh mana

orang tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dan

meningkatkan prestasi setinggi mungkin. Dengan demikian setiap siswa

yang memiliki motivasi untuk berprestasi akan lebih mampu

mengembangkan dirinya dan berprestasi. Dorongan untuk berprestasi

dicirikan dengan tanggung jawab pribadi, kebutuhan akan umpan balik,

keinovatifan, ketekunan, resiko atau kesulitan, punya antisipasi, menyukai

pekerjaan yang menuntut kemampuan diri, dan selalu ingin mengetahui

hasil usahanya. Demikian juga yang terjadi dalam diri siswa-siswi SMA

yang tinggal di asrama. Mereka dituntut untuk dapat mengembangkan diri

dan berprestasi sementara mereka juga harus tinggal di asrama yang jauh

dari keluarga dan banyak peraturan yang wajib dipatuhi di asrama

sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih besar.

Ketika seorang siswa remaja dihadapkan pada situasi dimana ia

harus tinggal di asrama, maka di satu sisi ia akan belajar untuk beradaptasi

dengan lingkungannya yang baru tersebut supaya dapat diterima

sedangkan di sisi lain ia juga dituntut untuk mengembangkan diri mereka

dan berprestasi dari segi akademik maupun non akademik. Kehidupan

asrama yang terdiri dari teman-teman seangkatan dan lain angkatan

otomatis akan menjadi keluarga baru bagi mereka untuk membantu dalam

proses mencetak prestasi yang tinggi tersebut selain karena dalam diri

(53)

untuk berprestasi. Hal ini berlaku juga pada siswa asrama Van Lith

Muntilan di mana kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selain menuntut

motivasi yang tinggi untuk berkembang dan berprestasi juga

membutuhkan adanya orang lain yang terlibat karena mereka tinggal

dalam satu asrama. Selain itu, karena mereka berada pada suatu

lingkungan yang sama dan bertemu dengan orang-orang yang relatif sama

membuat perilakunya akan selalu diketahui. Dengan demikian, para

siswa-siswi inipun akan melihat bahwa orang lain memperhatikan dirinya

sebagaimana dengan dirinya sendiri. Perilaku tersebut misalnya akan

mengundang perhatian yang umum terjadi pada masa remaja.

Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah

kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur

yang datang dari luar diri siswa. Unsur-unsur di sini dapat berasal dari

lingkungan teman, sekolah, maupun lingkungan masyarakat baik yang

menghambat atau mendorong. Artinya sikap lingkungan terhadap individu

merupakan petunjuk tentang pandangan dan penilaian lingkungan terhadap

individu yang bersangkutan. Sikap positif dari lingkungan akan

meningkatkan motivasi berprestasi, sedangkan sikap negatif dari

lingkungan akan menurunkan motivasi berprestasi. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial turut mempengaruhi terhadap

motivasi berprestasi seseorang. Meskipun begitu, tidak semua individu

memiliki pandangan yang sama karena masing-masing individu memiliki

(54)

sekitar turut mempengaruhi, tetapi ada juga yang cuek terhadap kondisi

lingkungan

Keterpisahan individu dari lingkungan sosial yang membuat

mereka sulit untuk mendapatkan dukungan sosial akan menghambat

seseorang untuk berprestasi terutama bagi siswa-siswi asrama. Dalam hal

ini dukungan sosial mempunyai peran yang besar dalam mendorong

siswa-siswi untuk memiliki motivasi berprestasi. Hal ini mengingat individu

adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan oranglain.

Interaksi membuat individu menjadi sadar bahwa oranglain

memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya. Kemudian akan

muncul perasaan berharga, berguna dan menjadi bagian dari lingkungan

tersebut sehingga akhirnya dapat meningkatkan motivasi berprestasinya di

sekolah. Meskipun begitu, setiap siswa-siswi memiliki pandangan yang

berbeda-beda dalam menyikapi hal tersebut sehingga suatu stimulus yang

sama belum tentu akan direspon dengan sama pula. Oleh karena itu,

perbedaan dalam mempersepsikan dukungan sosial yang diterimanya

tergantung dari proses penerimaan informasi yang didapatnya dan

pengalamannya sendiri.

Seseorang akan mendapatkan kesenangan melalui bantuan yang

diterimanya melalui hubungan formal dan informal dengan oranglain.

Bantuan itu dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan informatif, dan dukungan instrumental. Individu yang

(55)

diperhatikan, dihargai, atau terbantu oleh oranglain. Sebaliknya jika

hubungan dengan teman-teman, guru dan karyawan, serta masyarakat

buruk maka akan menjadikan individu merasa tidak berharga dan terisolasi

dimana akan menghambat motivasi berprestasi.

Dari penjelasan tersebut maka munculah hipotesis yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan

motivasi berprestasi. Di mana siswa yang memiliki persepsi dukungan

sosial yang positif juga memiliki motivasi berprestasi yang tinggi ataupun

siswa yang memiliki persepsi dukungan sosial yang negatif juga memiliki

(56)

Skema dinamika antara dukungan sosial dan motivasi berprestasi

Dukungan Sosial:

ada teman berbagi cerita, didengarkan orang lain, adanya orang lain yang memberi konseling, tersedianya bantuan, ada dorongan dari orang lain, ada orang lain yang menjaga suatu hubungan

Kehidupan

Asrama dan

Sekolah

Faktor-faktor yang

mempengaruhi:

cita-cita atau aspirasi,

kemampuan belajar, kondisi

siswa, kondisi lingkungan,

unsur-unsur dinamis dalam

belajar, upaya guru

membelajarkan siswa

Remaja

Sumber

dukungan

sosial:

keluarga, teman, guru atau karyawan

Motivasi Berprestasi:

(57)

E. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan yang positif antara persepsi dukungan sosial dan

motivasi berprestasi, dimana jika persepsi dukungan sosial positif

maka motivasi berprestasi tinggi. Begitu pula bila persepsi dukungan

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

korelasional yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua

variabel. Peneliti memilih jenis pemilihan korelasional karena penelitian ini

bertujuan untuk menyelidiki kaitan antara variasi pada satu variabel dengan

variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi

(Azwar, 1999). Penelitian korelasi digunakan dengan tujuan untuk mengetahui

kekuatan, signifikansi, dan arah hubungan antara dua variabel (Triton, 2006).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas : Persepsi dukungan sosial

Variabel Tergantung : Motivasi berprestasi

C. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian 1. Persepsi dukungan sosial

Dalam penelitian ini, persepsi dukungan sosial yang dimaksud

merupakan proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasi, dan

mengevaluasi stimulus berupa bantuan, yang diterima seseorang melalui

hubungan formal dan informal dari keluarga dan rekan kerja (lingkungan

sosialnya). Dukungan sosial meliputi dukungan emosional, dukungan

penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.

Persepsi dukungan sosial memiliki beberapa aspek yang termasuk

dalam jenis-jenis dukungan sosial di atas yakni adanya sikap berbagi,

(59)

didengarkan, adanya proses konseling, tersedianya bantuan, adanya

dorongan dari orang lain, dan adanya orang lain yang dapat menjaga suatu

hubungan. Persepsi dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala

persepsi dukungan sosial. Semakin tinggi skor dalam skala persepsi

dukungan sosial seseorang maka semakin positif pula persepsi dukungan

sosialnya. Sebaliknya, jika dalam skala persepsi dukungan sosial nilainya

semakin rendah maka persepsi dukungan sosial yang diterima juga

semakin negatif.

2. Motivasi berprestasi

Definisi motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah suatu

kebutuhan yang kuat dalam diri untuk berprestasi dalam melaksanakan

tugasnya, untuk meningkatkan kecakapan diri dan meningkatkan prestasi

setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar

keunggulan sebagai pembanding. Dorongan untuk berprestasi dicirikan

dengan adanya tanggung jawab pribadi, memiliki kebutuhan akan umpan

balik, memiliki keinovatifan, mempunyai ketekunan, mengandung resiko

atau kesulitan, mempunyai antisipasi, menyukai pekerjaan yang menuntut

kemampuan diri, dan selalu ingin mengetahui hasil usahanya. Motivasi

berprestasi akan diukur menggunakan skala motivasi berprestasi. Semakin

tinggi skor dalam skala motivasi berprestasi seseorang menunjukkan

semakin tinggi tingkat motivasi berprestasinya. Sebaliknya, jika skor

(60)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa asrama SMA Van Lith

Muntilan kelas X (sepuluh) tahun ajaran 2009/2010. Alasan pemilihan kelas X

ini karena subjek masih berada pada tahun pertamanya merasakan kehidupan

berasrama sehingga memungkinkan terjadi adaptasi dengan membentuk suatu

relasi dengan orang lain entah itu teman seangkatan, kakak-kakak angkatan,

para guru dan karyawan, serta masyarakat sekitar supaya dapat mendukung

prestasinya dalam mengikuti semua kegiatan yang ada baik di sekolah maupun

di asrama. Selain itu juga karena subjek baru belajar beradaptasi dengan

kehidupan mereka yang baru di mana mereka berasal dari daerah yang

beragam kebudayaannya.

E. Prosedur Penelitian

1) Peneliti membuat skala pengukuran persepsi dukungan sosial dan motivasi

berprestasi yang telah diuji validitas isinya melalui professional

judgement.

2) Peneliti mengujicobakan skala kepada kelompok subjek yang memiliki

ciri-ciri atau karakterisitik yang sama dengan kelompok subjek

sesungguhnya untuk mendapatkan skala yang valid dan reliabel.

3) Peneliti melakukan analisis aitem serta mengukur reliabilitas skala untuk

mendapatkan butir yang sahih sehingga didapatkan skala yang valid dan

(61)

4) Peneliti melakukan pengambilan data pada subjek yang telah dipilih

dengan meminta subjek mengisi skala persepsi dukungan sosial dan

motivasi berprestasi yang telah diuji kesahihannya dan kereliabilitasnya.

5) Peneliti mengolah semua data yang masuk, kemudian dianalisis dengan

teknik korelasi Pearson Product Moment untuk melihat apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa

yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan.

6) Peneliti membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

F. Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode skala. Ada dua jenis skala yang

disusun sendiri oleh peneliti, yakni skala persepsi dukungan sosial dan skala

motivasi berprestasi. Skala persepsi dukungan sosial dibuat untuk

mengungkap persepsi dukungan sosial yang diterima oleh siswa yang

berasrama. Sedangkan skala motivasi berprestasi digunakan untuk

mengungkap tingkat motivasi berprestasi siswa yang berasrama.

1. Skala Persepsi Dukungan Sosial

Skala ini termasuk skala Likert yang dibuat berdasarkan teori

dukungan sosial yang dikemukakan oleh Gibson, dkk (1996) dan House

(dalam Smet, 1994). Dukungan sosial meliputi dukungan emosional,

dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.

Persepsi dukungan sosial memiliki beberapa aspek yang termasuk dalam

(62)

mendengarkan, kemauan untuk mengkonseling, kemauan untuk

menyediakan bantuan, adanya dorongan terhadap orang lain, dan dapat

menjaga suatu hubungan. Sedangkan aspek persepsi itu sendiri meliputi

kognitif dan afektif. Aitem-aitem yang ada terdiri dari aitem favorable

(Fav) dan unfavorable (Unfav), dengan favorable berarti menunjukkan bahwa pernyataan tersebut mendukung adanya persepsi dukungan sosial

yang diterima sebaliknya unfavorable berarti menunjukkan pernyataan tersebut tidak mendukung persepsi dukungan sosial yang diterima. Aitem

pada skala ini akan disusun dengan menyertakan pilihan jawaban yakni

sering (S), pernah (P), dan tidak pernah (TP) dimana subjek diminta untuk

menjawab pernyataan dengan memilih salah satu jawaban dari tiga

kategori jawaban yang disediakan

Pada aitem-aitem yang favorable, jawaban sering diberi skor 3, jawaban pernah diberi skor 2, dan jawaban tidak pernah diberi skor 1.

Sebaliknya, pada aitem-aitem unfavorable, jawaban sering diberi skor 1, jawaban pernah diberi skor 2, dan jawaban tidak pernah diberi skor 3.

Perolehan skor pada skala ini menunjukkan persepsi dukungan sosial yang

diterimanya dari orang lain. Semakin tinggi skor persepsi dukungan

sosialnya maka semakin tinggi pula persepsi dukungan sosial yang ia

terima. Sebaliknya, jika skor rendah maka semakin rendah pula persepsi

(63)

Berikut ini disajikan blue print skala persepsi dukungan sosial pada tabel 1 dan susunan butir skala persepsi dukungan sosial pada tabel 2.

Tabel 1

Blue Print Skala Persepsi Dukungan Sosial

Aspek Sharing Listening Counseling

Network

Service Encouragement Caretaking Total No Jenis, Aspek Persepsi fav unfav fav unfav fav Unfav fav Unfav fav Unfav fav unfav

1 Emosional kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 (25%)

afektif 1 1 1 1 1 1 1 1

2 Penghargaan kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 (25%)

afektif 1 1 1 1 1 1 1 1

3 Informatif kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 (25%)

afektif 1 1 1 1 1 1 1 1

4 Instrumental kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 (25%)

afektif 1 1 1 1 1 1 1

Total 14 (17,5%)

13

(16,25%) 14 (17,5%) 13 (16,25%) 13 (16,25%)

13 (16,25%)

80 (100%)

Tabel 2

Susunan Butir Skala Persepsi Dukungan Sosial

Aspek Sharing Listening Counseling

Nonwork

Service Encouragement Caretaking Total No Jenis, aspek persepsi fav unfav fav unfav fav Unfav fav unfav fav Unfav fav unfav

1 Emosional kognitif 25 59 46 68 1 28 2 29 47 30 3 31 20

afektif 45 67 26 27 74 75 60 69

2 Penghargaan kognitif 48 76 32 6 33 70 77 35 51 62 20

afektif 4 5 49 61 50 34 7 8 9 10

3 Informatif kognitif 11 36 63 71 37 38 28 54 72 55 20

afektif 52 12 13 53 14 64 15 39 16 17

4 Instrumental kognitif 18 40 19 56 20 73 57 43 22 66 24 20

afektif 79 41 80 65 42 21 23 58 44

(64)

2. Skala Motivasi Berprestasi

Skala ini dibuat berdasarkan teori motivasi berprestasi yang

dikemukakan oleh Mc Clelland (1987). Skala ini akan disusun

menggunakan tekniksummated ratingLikert dimana subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu jawaban dari empat

kategori jawaban yang disediakan. Aspek-aspek yang termasuk dalam

motivasi berprestasi meliputi adanya tanggung jawab pribadi, memiliki

kebutuhan akan umpan balik, memiliki keinovatifan, mempunyai

ketekunan, mengandung resiko atau kesulitan, mempunyai antisipasi,

menyukai pekerjaan yang menuntut kemampuan diri, dan selalu ingin

mengetahui hasil usahanya. Aitem-aitem yang ada terdiri dari aitem

fav

Gambar

Tabel 2
tabel 3 dan susunan butir skala motivasi berprestasi pada tabel 4.
Tabel 4
Tabel 6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika sudah, klik tombol untuk menyimpan data, atau klik tombol untuk membatalkan proses pendataan, dan kembali ke menu utama. Untuk melakukan perubahan data (edit),

Seringkali pengusul RUU berpendapat bahwa tugas Badan Legsilasi dalam pengharmonisasian RUU hanyalah yang berkaitan dengan aspek teknis legal drafting (pembentukan

Hal ini menunjukan bahwa udem yang ditimbulkan karena induksi karagenan pada telapak kaki tikus berkurang dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang sama

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Tenaga Penjual .... Kinerja Tenaga

Penulis memilih judul tersebut agar dapat menganalisa dampak dari adanya pembangunan kantor Telkom pada lalu lintas di sekitarnya, sehingga nantinya setelah kantor Telkom

4) Dengan adanya website E-Commerce di CV. Jaya Mandiri Dental khususnya pada proses penjualan bahan dan alat praktek dokter, diharapkan dapat mempermudah pembelian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) guru biologi SMA dalam materi sistem saraf. Metode

Salah satu cara yang dapat dilakukan karyawan untuk memudahkannya dalam mencapai kepuasan kerja adalah dengan berperilaku asertif.. Perilaku asertif adalah sikap di mana