Di SMA Van Lith Muntilan
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh : Hubertus Yudhi Pradhana
069114010
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Allah Bapa di Surga bersama Putra-Nya Yesus Kristus dan
dalam persekutuan dengan Roh Kudus,
Kedua Orang tuaku,
Kedua adikku,
Keluarga besarku,
Teman-teman serta sahabat,
v
Man for and with others
Kita tidak mengerjakan sesuatu dengan kesempurnaan
tetapi kita mengerjakan yang terbaik yang kita mampu
Hasil bukanlah akhir dari segalanya, melainkan proses
yang terjadi di dalamnya
“Jika kita tidak menyukai sesuatu, ubahlah.. Jika
kita tidak dapat mengubahnya, ubahlah sikap kita..
Jangan mengeluh”……
Maya Angelou
Jika saya mencintai hingga menyakitkan, maka
tiada luka, yang ada hanyalah mencintai lebih
vii
Hubertus Yudhi Pradhana
ABSTRAK
Penelitian korelasional ini bertujuan untuk menguji hubungan persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi. Penelitian dilakukan di SMA Van Lith Muntilan terhadap 77 subjek kelas sepuluh. Skala persepsi dukungan sosial berjumlah 74 aitem memiliki reliabilitas skala sebesar 0,942 dan skala motivasi berprestasi berjumlah 58 aitem memiliki reliabilitas skala sebesar 0,919. Analisis data penelitian dengan menggunakan teknik korelasi pearson product moment
menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,441 pada taraf signifikansi 0,01 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Koefisien determinasi sebesar 0,194, berarti persepsi dukungan sosial berperan sebesar 19,4% terhadap motivasi berprestasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima artinya ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan.
viii
Hubertus Yudhi Pradhana
ABSTRACT
The purpose of this study was to correlate between the perception of social support and the need for achievement of the students who study at boarding school of Van Lith Senior High School Muntilan. Hypothesis proposed in this study was that there was positive correlation betwen the perception of social support and the need for achievement. The research was conducted at Van Lith Senior High School Muntilan to 77 subjects of the tenth grade. The scale of the perception of social support with 74 items had the value of reliability 0,942 and the scale of the need for achievement with 58 items had the value of reliability 0,919. Anylsis using Pearson Product Moment showed that the value was 0,441 at 0,001 level of significance with 0,000 probability. Determination coefficient was 0,194, it meant that the perception of social support played a role 19,4% to the need for achievement. The result showed that the hypothesis of this study was accepted. Therefore there was a positive and significant correlation between the perception of social support and the need for achievement of the students who studied at boarding school of Van Lith Senior High School Muntilan.
x
proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa di dalam proses pembuatan skripsi ini penuh
dengan hambatan, namun Tuhan senantiasa memberikan kasih-Nya yang memberi
semangat melalui tangan-tangan-Nya. Banyak pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu proses terlaksananya penelitian ini.
Semoga bantuan dan dukungannya selama ini mendapat kelimpahan berkat
dari-Nya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus
kepada:
Ψ Kepada Ibu Dr. C. Siwi Handayani S. Psi., M. Si. selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan berupa
perijinan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Ψ Kepada Ibu Titik Kristiyani M. Psi., yang telah membimbing saya
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Terima kasih atas kesabaran, diskusi,
masukan, dan semangat yang Ibu berikan. Terima kasih atas ilmunya ya Bu.
Maaf saya banyak merepotkan Ibu..
Ψ Kepada Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati, S. Psi., M. Si. Dan Ibu MM.
Nimas Eki Suprawati, S. Psi., Psi., M. Si. yang telah menjadi dosen penguji
dan memberikan kritik yang membangun, serta segala permakluman yang
xi tugas yang baru ini ya Bu!!
Ψ Kepada Kepala SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Bruder Albertus
Suwarto FIC, yang telah memberikan ijin penelitian di SMA Van Lith ini,
serta terima kasih juga kepada guru dan karyawan SMA Van Lith Muntilan,
khususnya Bu Kis dan Bu Yani sebagai guru pendamping BK yang dengan
hangat membantu terlaksananya penelitian ini. Maaf ya Bu, kalau saya
merepotkan..
Ψ Kepada seluruh guru dan karyawan di SMA Van Lith Muntilan, terima kasih
atas penerimaan yang hangat kepada saya sehingga saya dapat melaksanakan
penelitian ini dengan baik dan lancar..
Ψ Kepada siswa siswi SMA Van Lith Muntilan terutama kelas sepuluh (X) dan
sebelas (XI) Sosial yang telah meluangkan waktunya untuk terlibat dalam
proses uji coba data dan pengambilan data. Semoga kalian makin berkembang
di Van Lith!! Sukses selalu kalian semua!!
Ψ Kepada Bpk. Prof. A. Supratiknya yang telah menjadi dosen pembimbing
akademik bagi angkatan 2006 kelas A. Terima kasih Pak! Meskipun Bapak
sibuk, tetapi tetap berusaha meluangkan waktu bagi kami..
Ψ Kepada Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si. yang mau memberikan saya
tips-tips untuk lebih realistis dalam menyelesaikan skripsi ini. Makasih juga
xii ya Pak!! Ditunggu undangannya..
Ψ Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si. yang penuh rasa sayang
membimbing mahasiswa yang unik-unik seperti kami.. Makasih sudah
meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita saya dan memberi saran yang
mantabs!! Makasih untuk penerimaan dengan cinta tak bersyarat sehingga
kami mampu menghargai orang lain. Thx ya Bu..
Ψ Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si., Psi yang selalu tersenyum dan ramah
sehingga saya ikut bersemangat menjalani hari-hari.. Trims ya Bu..
Ψ Kepada Bpk. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. atas diskusi dan ilmu yang
diberikan kepada kami.. Makin sukses dengan tugas yang baru ya Pak!!
Ψ Bpk. Y. Agung Santoso, M.A. atas diskusi yang sangat berguna untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik!! Trims ya Pak buat ide-ide dan
masukannya..
Ψ Kepada segenap dosen di Fakultas Psikologi USD yang memiliki keunikan
dan keahliannya masing-masing, terima kasih Pak, Bu, atas ilmu yang telah
ditularkan kepada kami.
Ψ Kepada Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi, Mas Mudji, dan Mas Doni yang
selalu siap membantu dengan sabar dan terus berkarya demi Fakultas
Psikologi USD. Terima kasih atas kerjasamanya dan pelayanannya selama ini.
xiii
Ψ Untuk keluargaku di rumah, trimakasih untuk cinta, doa, dan semangatnya
sampai skripsi ini terselesaikan!! Kalian adalah keluarga terhebat di dunia!! Ψ Untuk seseorang yang kucintai,,trima kasih sudah menjadi bagian dalam
hidupku yang selalu memberi energi positif buatku!!
Ψ Teman-teman sepenanggungan yang hebat, Satria, Adit, Coro, Chika, Viany,
Nobi, Kesed, Mia. Jaman awal yang indah bersama kalian tak kan kulupakan!!
Mari kita songsong masa depan yang lebih baik!! Buat Ko liem, thx buat
pengajarannya dan bantuannya sampai skripsi ini ditulis. Buat Vivin thx buat
bantuan dan informasinya, Clare, Nesya, Jean dan Adel makasih buat diskusi
dan yang lainnya, proses yang baik,, aku senang berada dekat kalian.. Buat
Vio, Windi, Wayan, Ninit thx udah ketawa ketiwi bareng, hahaha.. Buat Ance,
Lisol, Ana maria, dan Shinta thx buat apa aja lah bareng kalian, haha.. Buat
Devi, Emak, Rara thx udah menggila bersama.. Buat Ayoe, Erisa, Inez thx
buat catatannya.. Buat Abhe dan Timo, thx buat waktunya nge-band bareng,
viva Asteria!!
Ψ Untuk teman-teman angkatan 2006 lain, Jina, Piping, Ike, Sentya, Yoga, Kris,
Bruder, Ratri, Lolita, Yesica, Manto, Dondan, Cicil, Anna. Paymoen, Guntur,
Arie, Kmk, Herman, Amis, Endy, Koh Arya, Andhika, para lelaki angkatan
06.. Tari, Dita, Liza, Hayu, Jenny Tinneke, Jenny kecil, Nur, Lingga, Caca,
Yaya, Hermin, Wandan, Wulan, Sasa, Spy, Winda, Shella, dan lainnya yang
xiv
Ψ Untuk semua teman di Fakultas Psikologi dari angkatan tua sampai muda,
terima kasih sudah mau menjadi keluarga Psikologi yang ramah-ramah. Terima
kasih pada kalian yang mau menyapaku ketika bertemu, maaf aku hanya bisa
membalas dengan ucapan ”Hei” karena susah mengingat nama kalian :).
Ψ Teman-teman di organisasi yang menjadi tempatku belajar: PSM Cantus
Firmus, PSF Angel’s Voice, BEMF Psikologi divisi Orgasme, Cofas PPKM,
P3MP Sanata Dharma, Tim PMB dan Humas Sanata Dharma.
Ψ Keluarga Besarku di Magelang maupun Kulon Progo, Eyang, Simbah, Pak
dhe, Bu dhe, Om, Bulik, Mas-mas, Mbak-mbak, Adek-adek. Trimakasih atas
doa dan dukungannya selalu, Aku bangga menjadi keluarga Prodjosoejitno
dan Hadi Soenarjo!!
Ψ Untuk keluarga kecilku di Jogja, Petra Fortunatus.. Makasih buat Nonok yg
udah bantu buat abstrak, Ririz, Evie, Asti Babi, Utz, Ave, Nana. Para wanita
yang dahsyat!! Buat Yossi, Andang, Gogon, Firux, Abie. Para lelaki hebat
yang keren!! Juga untuk Rio, Nesya, Boda, Bagus, Tengil’s yang sedang
merantau di luar sana, ayo kita kumpul nyanyi lagi!!
Ψ Para staf Humas USD, dan karyawan BAA.. Trima kasih boleh berproses
bersama!! Pengalaman yang sungguh berkesan!! Sadhar,, cerdas dan
xv kalian!!
Ψ Untuk keluarga pak Kos ku.. makasih atas perhatian dan dukungannya, buat
pak Kos, Ibu, mas Ganek dan keluarga kecilnya, mas Totok dan Istri, serta
mbak Nanik yang selalu mengetahui keberadaanku karena hapal dengan suara
ku, hahaha... Memang kos ini seperti kos Cewek yang udah tutup gerbang jam
11an, tapi tinggal di kos ini sangatlah nyaman!!! Membuatku tidak lupa diri
dan membuatku berkembang..
Ψ Untuk teman-teman di Kos Pak Sumiyar.... Buat Abram, mas Kiki, Anggiat,
Feri, Firman, dan Adi Wonosobo. Makasih atas penerimaan tahun pertamaku
di kos bersama kalian, tetap semangat!! Buat Agus, Franky, Isto, makasih
udah menyemarakkan hidupku. Buat Gregorius Adhi K, a.k.a Gogon, makasih
uda jadi sahabat karibku sejak TK. Spesial buat Krismas Aditya Harjanto a.k.a
Atep, makasih banget udah share banyak hal, thx buat kamarnya,
komputernya, segala fasilitasnya. Maaf selalu merepotkanmu dengan
tugas-tugas kuliah. AMDG bro!! Selalu tetap bersatu meski terpencar hidupmu... Ψ Untuk teman-teman di Njohar beserta keluarga,, trimakasih sudah
mendukungku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.. Ψ Untuk Yamaha Crypton ku yang sudah menjadi pendukungku, AA 4974 RB.
Meski umurmu sudah uzur, aku akan selalu merawatmu. ”Yamaha Crypton
xvi
Yogyakarta, Agustus 2010 Penulis,
xvii
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... ... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... ... xvii
DAFTAR TABEL ... ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I. PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian... 10
BAB II. LANDASAN TEORI………... 12
A. Motivasi Berprestasi... 12
1. Pengertian Motivasi Berprestasi... 12
xviii
1. Pengertian Persepsi... 19
2. Pengertian Dukungan Sosial... 20
3. Pengertian Persepsi Dukungan Sosial... 22
4. Sumber Dukungan Sosial... 22
5. Aspek-Aspek Dukungan Sosial... 22
C. Siswa yang Berasrama di SMA sebagai Remaja... 24
1. Pengertian Remaja... 24
2. Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja... 25
3. Perkembangan Sosial pada Masa Remaja... 25
4. Tugas-Tugas Perkembangan... 26
5. Remaja yang Tinggal Di Asrama... 26
6. Kehidupan Di Asrama Van Lith... 27
D. Hubungan Antara Persepsi Dukungan Sosial Dan Motivasi Berprestasi... 29
E. Hipotesis Penelitian... 35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 36
A. Jenis Penelitian... ... 36
B. Identifikasi Variabel Penelitian... 36
C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian... 36
xix
1. Skala Persepsi Dukungan Sosial... 39
2. Skala Motivasi Berprestasi... 42
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data... 44
H. Uji Coba Skala……… 45
1. Persiapan Uji Coba Alat Ukur... 45
i. Uji Coba Skala... 46
ii. Hasil Uji Coba Skala... 46
iii. Uji Reliabilitas... 50
I. Metode Analisis Data... 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 52
A. Persiapan Penelitian... 52
B. Pelaksanaan Penelitian... 52
C. Deskripsi Subjek Penelitian... 53
D. Hasil Penelitian……… 55
i. Deskripsi Hasil Penelitian... 55
E. Analisis Data Penelitian... 58
i. Uji Asumsi... 58
a. Uji Normalitas... 58
b. Uji Linieritas... 59
xx
A. Kesimpulan... 66
B. Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 69
xxi
Tabel 2 Susunan Butir Skala Persepsi Dukungan Sosial... 41
Tabel 3 BlueprintSkala Motivasi Berprestasi... 43
Tabel 4 Susunan Butir Skala Motivasi Berprestasi……….. 44
Tabel 5 Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Skala Persepsi Dukungan Sosial... 48
Tabel 6 BlueprintSkala Persepsi Dukungan Sosial setelah Uji Coba... 48
Tabel 7 Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Skala Motivasi Berprestasi.. 49
Tabel 8 BlueprintSkala Motivasi Berprestasi setelah Uji Coba... 50
Tabel 9 Rangkuman Deskripsi Data Penelitian... 55
Tabel 10 Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 58
Tabel 11 Rangkuman Hasil Uji Linieritas... 59
xxii
Lampiran A Skala Try Out………. 72
Lampiran B Reliabilitas Skala Try Out Persepsi Dukungan Sosial... 102
Lampiran C Reliabilitas Skala Try Out Motivasi Berprestasi... 105
Lampiran D Skala Penelitian... 116
Lampiran E Data Penelitian... 137
Lampiran F Uji Normalitas dan Linieritas... 157
Lampiran G Uji Korelasi... 161
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tantangan dalam mendidik pelajar muncul ketika melihat fenomena
yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, yakni melihat tingkat kelulusan Ujian
Nasional (UN) yang masih saja terjadi. Tahun 2009, Dinas Pendidikan DKI
Jakarta mencatat, siswa peserta UN untuk tingkat SMA berjumlah 57.509.
Dari jumlah tersebut, siswa yang tidak lulus berjumlah 1.979 atau sekitar 3,44
persen. Sementara itu, dari sebanyak 57.914 peserta UN tingkat SMK, 1.999
siswa dinyatakan tidak lulus. Di lain tempat, total peserta UN untuk jenjang
SMA/MA pada 2009 di Yogyakarta adalah 20.347 siswa dan yang tidak lulus
sebanyak 1.235 siswa. Tahun 2008 lalu, jumlah siswa yang tidak lulus
sebanyak 1.461 orang dari total peserta 20.018 orang. Untuk tingkat kelulusan
SMK, pada UN 2009 ini mencapai 96,26 persen, yaitu dari jumlah 19.458
peserta UN, yang berhasil lulus mencapai 18.731 peserta (Kompas, 14 Juni
2009).
Mencermati tahun 2010 ini, kejutan mewarnai hasil UN. Sebanyak
267 SMA/MA/SMK yang terdiri atas 51 sekolah negeri dan 216 sekolah
swasta, 100 persen siswanya tidak lulus ujian nasional 2010. Jumlah siswa
yang tak lulus dan harus mengikuti UN ulang itu mencapai 7.648 orang. UN
2010 diikuti 16.467 SMA/MA/SMK di seluruh Tanah Air (Kompas, 28 April
2010).
Mencermati kejadian itu, baik siswa maupun orang tua memiliki
kekhawatiran apabila anaknya tidak lulus ujian nasional. Oleh karena itu
mereka berusaha mencari sekolah SMA yang berkualitas dalam mendidik
siswa-siswinya. Sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan
kepribadian siswa, baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara
berperilaku. Berbagai macam SMA dapat menjadi pilihan dalam menimba
ilmu, misalnya SMA negri atau swasta, SMA formal maupun homeschooling,
atau SMA yang berasrama dan yang tidak berasrama.
Sekolah berasrama dengan kewajiban tinggal di asrama menjadi salah
satu pilihan untuk menimba ilmu. Melalui sistem ini, pendidikan disajikan
secara menyeluruh (selama 24 jam), tidak secara terpisah seperti pada
pendidikan reguler. Jika pendidikan reguler hanya fokus kepada pendidikan
akademis saja, maka pendidikan di sekolah berasrama memuat pendidikan di
semua aspek, mulai dari akademik, agama, keterampilan, hingga pembinaan
karakter. Melalui sistem ini, membentuk siswa menjadi mandiri karena semua
kegiatan dilakukan sendiri dan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan.
Tidak hanya itu, sistem asrama membuat ruang gerak siswa menjadi terbatas,
hanya di lingkungan sekolah saja dan pendidikan pun lebih terarah dan
terkontrol. Dengan begitu, dapat mengurangi pengaruh buruk yang mungkin
ditimbulkan lingkungan di luar sekolah (Berita pendidikan, 16 Juni 2008).
Salah satu sekolah berasrama yang termasuk dalam pilihan orangtua
untuk menyekolahkan anaknya adalah SMA Van Lith Muntilan yang
pendidikan Pangudi Luhur. Sekolah ini mewajibkan para siswanya untuk
menempuh pendidikan selama tiga tahun ajaran dengan tinggal di sebuah
asrama. Tinggal di sebuah asrama merupakan konsekuensi dari keputusan
yang dikehendaki ketika memutuskan untuk melanjutkan studi, di mana
lembaga studi yang dipilih memiliki kebijakan bagi siswanya untuk tinggal di
asrama.
Kehidupan asrama yang wajib dialami oleh siswa-siswi merupakan
piranti pemudah pencapai keseluruhan kegiatan sekolah yang menekankan
pengembangan intelektualitas siap lanjut dalam mengasah kemandirian dan
kekeluargaan yang disertai semangat iman kristiani. Selain itu, kehidupan
berasrama diatur melalui peraturan yang ketat disertai dengan sanksi yang
menyertainya. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam asrama meliputi
ketentuan di ruang studi, ketentuan di unit asrama, ketentuan di refter (ruang makan), ketentuan di kamar mandi/WC, ketentuan pembatasan barang mewah,
dan ketentuan pada saat kunjungan dan penerimaan tamu semuanya telah
diatur secara tertulis. Sedangkan untuk sanksi diberikan dalam
tahapan-tahapan; peringatan lisan, peringatan lisan disertai hukuman fisik, membuat
refleksi dan menjalankan tugas asrama, skorsing, dan pemutusan hubungan
studi asrama. Semuanya itu merupakan proses yang harus dijalani dengan baik
selama tiga tahun menempuh pendidikan dengan tujuan mengembangkan diri
masing-masing sehingga dapat meraih prestasi yang membanggakan.
SMA Van Lith memiliki standar seleksi siswa baru yang cukup ketat,
Van Lith, mereka harus lolos 5 tahapan tes. Tahap satu adalah seleksi
menggunakan rapor dengan rata-rata min 65. Tahap dua merupakan tes bidang
studi yang dibagi tiga bagian yakni rumpun bahasa terdiri dari bahasa Inggris
dan Indonesia, rumpun IPA terdiri dari Matematika, Fisika, Kimia, dan
Biologi, rumpun IPS terdiri dari Ekonomi, Sejarah, dan Geografi. Tahap
ketiga adalah tes fisik yang merupakan tes atletik. Tahap keempat adalah tes
potensi akademik. Tahap kelima adalah tes wawancara yang mengupas
tentang motivasi serta latar belakang pribadi. Jumlah pendaftar tahun 08-09
dari 560 pendaftar diterima 160 orang, yg masuk menjadi siswa 154 orang.
Tahun 09-10 dari 550 pendaftar diterima 160 orang, yang menjadi siswa 156.
Tahun ini pendaftarnya 596 orang, diterima 180, yang terdaftar menjadi siswa
175 orang. Dengan penyeleksian yang ketat tersebut menghasilkan siswa didik
yang memang benar-benar siap.
Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari pihak sekolah, tercatat
bahwa pada tahun ajaran 2005-2006 sebanyak 16 orang keluar dari SMA,
tahun 2006-2007 sebanyak 5 orang keluar, tahun 2007-2008 sebanyak 3
orang. Dari antara para siswa yang keluar memiliki keterangan pindah sekolah
sebanyak 14 orang, tidak naik kelas/lulus sebanyak 9 orang, dan meninggal (1
orang). Tahun 2009-2010 kelas X tercatat 8 siswa keluar karena tidak naik
atau pindah sedangkan 3 orang kelas XI tidak naik kelas. Akar masalah bagi
mereka yang pindah sekolah dan tidak naik kelas adalah karena nilai akademis
mereka tidak mencukupi standar kelulusan. Berdasarkan wawancara dengan
disebabkan siswa tersebut tidak melaksanakan tanggungjawabnya dengan
baik. Misalnya tugas-tugas sekolah dikumpulkan terlambat atau bahkan tidak
dikerjakan, tidak masuk sekolah tanpa alasan (alpa), tidak mengikuti ulangan harian karena alasan yang tidak jelas, diskors karena ketahuan melakukan
pelanggaran (merokok, membolos kegiatan tertentu, bangun kesiangan,
keluyuran saat jam malam, dll). Mereka tidak betah tinggal dalam lingkup
asrama di mana mereka kurang dapat beradaptasi dengan kebiasaan yang baru,
merasa memiliki banyak kegiatan, dan merasa tidak didukung oleh
teman-temannya yang lain sehingga menyebabkan mereka rendah dalam memotivasi
diri mereka sendiri untuk berprestasi. Mereka seakan tidak memiliki tujuan di
akhir sehingga kurang memiliki motivasi berprestasi untuk berubah menjadi
lebih baik dan menyerah akan keadaan (Woolfolk, 1995). Motivasi berprestasi
bagi para siswa tersebut akan mendorong masing-masing siswa dalam
mencapai keberhasilan belajar mereka di sekolah. Oleh karena itu berdasarkan
data statistik dari pihak sekolah yang menunjukkan rendahnya motivasi
berprestasi dan kegagalan dalam penyesuaian diri karena merasa tidak
didukung oleh teman-temannya, maka penelitian ini perlu dilakukan.
Di dalam proses pencapaian prestasi belajar tersebut, para siswa
membutuhkan adanya motivasi sebagai kekuatan (energi) seseorang yang
dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri maupun dari luar individu (Sudrajat, 2008). Adanya harapan yang
cerdas dan berbudi pekerti serta kebijakan sekolah yang selalu berusaha
mengembangkan potensi siswa merupakan dorongan yang berasal dari luar,
yang akan membuat siswa lebih berusaha mengembangkan dirinya supaya
dapat lebih berkembang. Selain itu dorongan dari dalam diri siswa sendiri,
adanya rasa bangga dari siswa-siswinya masing-masing karena sudah diterima
dan menjadi bagian dalam sekolah favorit, menjadi modal tersendiri bagi para
siswa untuk menimba ilmu sekaligus mengembangkan diri mereka. Ketika
mereka sudah cukup memiliki modal tersebut maka mereka akan berusaha
untuk memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan dengan optimal meskipun pada
kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Ketika melihat
kenyataan itu para siswa perlu memiliki dorongan untuk berubah dalam
kondisi yang efektif (Mc Clelland, 1987) sehingga tidak menjadi putus asa di
tengah jalan.
Menurut McClelland (1987) karakteristik orang dengan motivasi
berprestasi yang tinggi (high achievers), yaitu memiliki preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan
bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. Jika melihat dari
karakteristik tersebut, mengindikasikan bahwa siswa-siswi yang memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi mempunyai tekad yang kuat dalam dirinya
oleh orang lain. Motivasi berprestasi ini merupakan suatu harapan yang tidak
hanya muncul dari siswa-siswi sendiri melainkan juga dari pihak sekolah
maupun orang tua, karena motivasi berprestasi dapat dipengaruhi oleh
lingkungannya (Crow dan Crow, 1989). Artinya sikap lingkungan terhadap
individu merupakan petunjuk tentang pandangan dan penilaian lingkungan
terhadap individu yang bersangkutan. Sikap positif dari lingkungan akan
meningkatkan motivasi berprestasi, sedangkan sikap negatif dari lingkungan
akan menurunkan motivasi berprestasi. Melihat konteks kehidupan asrama di
mana para siswa tinggal bersama siswa yang lain dan jauh dari keluarga di
rumah, maka peran dari teman akan memberikan dukungan dan umpan balik
kepada mereka untuk meningkatkan motivasi berprestasi. Umpan balik yang
diterima tersebut merupakan salah satu bentuk adanya dukungan sosial yang
diberikan.
Menurut Pearson (dalam Toifur & Praswitasari, 2003) dukungan sosial
sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu mengingat individu
adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan satu sama lain. Oleh karena
itu keberadaan orang lain dalam lingkup kehidupan berasrama menjadi lebih
mempengaruhi setiap siswa untuk memiliki motivasi berprestasi. Motivasi
berprestasi ini akan muncul ketika siswa-siswi merasakan adanya kepercayaan
dan kenyamanan dalam menjalani kehidupannya, tentunya dapat diraih dari
faktor lingkungan yang akan didapat melalui dukungan orang lain
terhadapnya. Siswa merasa aman dan bebas untuk melakukan kegiatan
kebebasan yang dirasakan siswa-siswi itu dapat dimulai dengan mengenal
lingkungan fisik sekolah maupun asrama karena mereka akan melakukan
kegiatan sehari-hari dalam area tersebut. Setelah lingkungan fisik, mereka
perlu mengenal lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial itu terutama
teman-teman seangkatan, guru, karyawan, para pamong asrama, bahkan warga
masyarakat sendiri. Semuanya ini perlu mereka lakukan supaya mereka betah
tinggal di asrama selama menempuh pendidikan SMA ini.
Kemampuan masing-masing individu untuk bisa berbaur akan menjadi
modal bagi dirinya membangun relasi dengan orang lain. Adanya orang lain
dalam kehidupan mereka yang selalu hadir di kala susah maupun senang akan
menimbulkan dukungan sosial yang makin erat bagi masing-masing individu.
Relasi yang terhubung dengan orang lain itu nantinya akan mempererat dalam
menjalin kerja sama sebagai bentuk adanya dukungan sosial. Terlebih lagi
dalam kehidupan berasrama ini tentunya membutuhkan adanya teman sebagai
pengganti keluarga di rumah. Entah itu untuk saling berbagi cerita, saling
menguatkan ketika sedang terjadi masalah, saling membantu ketika berada
dalam kesulitan, bersenda gurau dan penuh canda tawa, serta melakukan
aktifitas dan kegiatan lain yang mendukung motivasi berprestasi. Adanya
orang lain dalam kehidupan mereka yang selalu hadir di kala susah maupun
senang itu akan menimbulkan dukungan sosial bagi masing-masing individu.
Hanya individu itu sendiri yang mengerti kadar dukungan sosial yang ia
dapatkan dari orang lain, sehingga bersifat subyektif. Hal ini membuat
berbagai pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, perbedaan dalam
mempersepsikan dukungan sosial yang diterimanya tergantung dari proses
penerimaan informasi yang didapatnya dan pengalamannya sendiri.
Seseorang akan dapat merasakan adanya dukungan sosial ketika
seseorang itu memiliki relasi yang positif dengan sesama, dalam konteks siswa
ini adalah teman-teman mereka seperjuangan, kakak-kakak angkatan, para
guru, karyawan, pamong asrama, teman di luar sekolah dan masyarakat
sekitar. Seseorang yang merasa didukung secara sosial akan membantu
masing-masing individu untuk dapat menyalurkan berbagai macam bentuk
hobi, minat, dan keinginannya melakukan sesuatu secara lebih bersemangat.
Bukan hanya itu saja, dukungan sosial juga akan memberikan dorongan bagi
individu untuk dapat lebih memperkembangkan dirinya dengan lebih matang.
Terlebih lagi bagi siswa-siswi SMA yang masih membutuhkan pendampingan
dan arahan untuk menjadi pribadi yang dewasa sehingga dapat meningkatkan
motivasi berprestasinya.
Dukungan sosial dapat berupa suatu kesenangan, bantuan, yang
diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain
atau kelompok (Gibson, Ivancevich, and Donnely 1996). House (dalam Smet,
1994) membedakan empat macam dukungan sosial, yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan
instrumental. Dukungan emosional merupakan suatu bentuk dukungan di
mana individu membutuhkan empati dari orang lain. Dukungan penghargaan
usaha-usaha yang dilakukan, dan peran sosial yang terdiri atas umpan balik.
Dukungan informatif yaitu ketika individu membutuhkan nasehat, pengarahan,
saran-saran untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.
Serta dukungan instrumental jika individu membutuhkan bantuan berupa
benda, peralatan atau sarana guna menunjang kelancaran kerja. (Lyons dan
Chamberlain, 2006).
Berdasarkan latar belakang permasahan di atas, maka peneliti ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan
motivasi berprestasi pada siswa asrama SMA Van Lith Muntilan
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi
berprestasi siswa asrama SMA Van Lith Muntilan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara persepsi
dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa asrama SMA Van Lith
Muntilan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperluas pandangan mengenai
persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi dalam psikologi
pendidikan khususnya dan psikologi pada umumnya sehingga dapat
2. Manfaat praktis
a. Penelitian ini dapat mengetahui hubungan antara persepsi dukungan
sosial dengan motivasi berprestasi siswa asrama SMA Van Lith
Muntilan
b. Bagi pihak sekolah agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian Motivasi Berprestasi
Menurut Mc Clelland (1987), motivasi adalah dorongan untuk
berubah dalam kondisi yang efektif, sedangkan motivasi berprestasi adalah
kebutuhan yang kuat untuk berprestasi berkaitan dengan sejauh mana
orang tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya.
Motivasi berprestasi menurut Heckhausen (dalam Purwanto, 1993)
adalah usaha keras untuk meningkatkan kecakapan diri setinggi mungkin
dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai
pembanding. Standar keunggulan dapat berupa tingkat tingkat
kesempurnaan hasil pelaksanaan tugas (berkaitan dengan tugas),
perbandingan dengan prestasi sendiri sebelumnya (berkaitan dengan diri
sendiri), dan perbandingan dengan prestasi orang lain. Kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam berbagai aktivitas merupakan standar
keunggulan dimana suatu kegiatan tersebut dapat gagal atau berhasil.
Motivasi berprestasi juga dapat diartikan sebagai perjuangan untuk
menambah prestasi setinggi mungkin, Heckhausen (dalam Martaniah,
1984).
Menurut Woolfolk (1995), motivasi berprestasi merupakan suatu
keyakinan dan penghargaan terhadap diri yang terbentuk dari pengalaman
kesuksesan maupun kegagalan serta dari faktor situasi seperti kesulitan
dalam tugas maupun ketersediaan hadiah. Setiap orang memiliki
kebutuhan untuk menghindari kegagalan sama baiknya seperti kebutuhan
untuk berprestasi. Jika kebutuhan untuk berprestasi lebih besar dari
kebutuhan untuk menghindari kegagalan, maka motivasi yang dihasilkan
adalah untuk mengambil resiko dan mencoba untuk meraih tujuan.
Sebaliknya jika kebutuhan untuk menghindari kegagalan lebih besar,
resiko akan dipandang sebagai beban daripada sebagai suatu tantangan,
maka motivasi yang dihasilkan adalah keinginan untuk menghindari
situasi tersebut. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja keras supaya
unggul dalam bidang tertentu demi pencapaian suatu tujuan bukan semata
hanya untuk hadiah, maka dianggap memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
berprestasi.
Berdasarkan definisi motivasi berprestasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian motivasi berprestasi adalah kebutuhan yang
kuat dalam diri untuk berprestasi dalam melaksanakan tugasnya, untuk
meningkatkan kecakapan diri dan meningkatkan prestasi setinggi mungkin
dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai
2. Aspek-aspek motivasi Berprestasi
Mc Clelland (1987) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi
memiliki beberapa aspek yang membentuk motivasi berprestasi seseorang,
yaitu:
a. Tanggung jawab pribadi
Tanggung jawab pribadi merupakan kemampuan untuk
menunjukkan tanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang dilakukan.
Dengan begitu, seseorang dapat merasakan suatu kepuasan tersendiri
terhadap suatu kegiatan yang telah dilakukan.
b. Kebutuhan akan umpan balik
Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi seharusnya lebih
memilih suatu lingkungan kerja di mana memungkinkan mereka untuk
memperoleh umpan balik dalam setiap pekerjaan yang dilakukan
sehingga mereka tahu apakah hasil usaha mereka baik atau tidak.
c. Keinovatifan
Aspek keinovatifan adalah adanya tuntutan untuk dapat
mengerjakan suatu pekerjaan lebih baik dari sebelumnya dan
menunjukkan hasil atau suatu proses yang berbeda dari sebelumnya.
d. Ketekunan
Aspek ketekunan merupakan karakteristik seseorang yang
memiliki motif berprestasi sehingga mereka akan mampu
e. Risiko atau kesulitan
Aspek risiko atau kesulitan maksudnya adalah kompleksitas suatu
pekerjaan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan memiliki risiko
menjadi hal yang disukai oleh mereka yang memiliki motivasi
berprestasi.
f. Kesukaan terhadap pekerjaan yang menuntut kemampuan dan usaha
dari diri sendiri
Aspek kesukaan terhadap pekerjaan yang menuntut kemampuan
dan usaha dari diri sendiri adalah selain mereka menyukai
pekerjaannya mereka juga menggunakan kemampuannya sendiri untuk
menyelesaikannya.
g. Antisipasi
Aspek memiliki antisipasi maksudnya mereka memiliki antisipasi
yang baik terhadap aktifitas yang akan dilakukan sehingga ketika
melakukan aktifitas mereka akan memperhitungkan segalanya terlebih
dahulu apakah mampu atau tidak.
h. Sikap selalu ingin mengetahui hasil usaha yang dilakukan.
Aspek mengetahui segala hasil usaha adalah keinginan mereka
untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha yang telah dilakukan dalam
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
Menurut Crow dan Crow (1989); Beyer (1995); Googenow (1993);
Esposito (1999); Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995), faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sebagai berikut :
a. Cita-cita atau Aspirasi
Cita-cita atau disebut juga aspirasi adalah suatu target yang
ingin dicapai. Target ini diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan
dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi seseorang.
Aspirasi ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Siswa
yang mempunyai aspirasi positif adalah siswa yang menunjukkan
hasratnya untuk memperoleh keberhasilan. Sebaliknya siswa yang
mempunyai aspirasi negatif adalah siswa yang menunjukan keinginan
atau hasrat menghindari kegagalan.
b. Kemampuan Belajar
Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat
dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir
dan fantasi. Dalam kemampuan belajar ini, taraf perkembangan
berpikir siswa menjadi ukuran. Siswa yang taraf perkembangan
berpikirnya konkrit tidak sama dengan siswa yang sudah sampai pada
taraf perkembangan berpikir operasional. Jadi siswa yang mempunyai
kemampuan belajar tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam belajar,
karena siswa tersebut lebih sering memperoleh sukses, sehingga
c. Kondisi Siswa
Kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa sangat
mempengaruhi faktor motivasi, sehingga sebagai guru harus lebih
cermat melihat kondisi fisik dan psikologis siswa. Misalnya siswa
yang kelihatan lesu, mengantuk, mungkin disebabkan belum sarapan,
atau mungkin sedang mengalami masalah yang menimbulkan
kemarahan, kejengkelan atau mungkin kecemasan. Maka
kondisi-kondisi fisik dan psikologis inipun dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan motivasi siswa.
d. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur yang datang
dari luar diri siswa. Unsur-unsur di sini dapat berasal dari lingkungan
teman, sekolah, maupun lingkungan masyarakat baik yang
menghambat atau mendorong. Kalau dilihat dari lingkungan sekolah,
guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan, menampilkan diri secara menarik dalam rangka
membantu siswa termotivasi dalam belajar. Sikap positif yang
diperoleh dari lingkungan akan meningkatkan motivasi berprestasi,
sedangkan sikap negatif dari lingkungan akan menurunkan motivasi
berprestasi. Dalam hal ini lingkungan memegang peranan penting
untuk menciptakan kondisi yang mendukung terciptanya motivasi
e. Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang
keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat,
kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali, khususnya
kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional. Misalnya keadaan emosi
siswa dan emosi guru.
f. Upaya Guru Membelajarkan Siswa
Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru mempersiapkan
diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara
menyampaikannya, menarik perhatian siswa, dan mengevaluasi hasil
belajar. Apabila upaya guru hanya sekedar mengajar, artinya
keberhasilan guru yang menjadi titik tolak, besar kemungkinan siswa
tidak tertarik untuk belajar. Dengan kata lain motivasi untuk belajar
siswa melemah atau hilang.
g. Hubungan dengan Orang Tua
Faktor-faktor keluarga seperti tingkat pendidikan orang tua,
dukungan orang tua, dan harapan bagi anak-anak mereka tampaknya
mengerahkan pengaruh pada remaja dalam pencapaian motivasi
berprestasi. Adanya tingkat pendidikan orang tua yang tinggi tentunya
akan membuat mereka memiliki minat untuk mengontrol
B. Persepsi Dukungan Sosial 1. Pengertian persepsi
Moates dan Schumacher (1980, dalam Irmawati 2004) menyatakan
bahwa persepsi adalah proses penentu stimulus yang tertuju kepada diri
seseorang. Artinya seorang individu dalam mempersepsikan suatu hal
tergantung dari jenis informasi yang diterima dari lingkungan. Oleh karena
itu dalam menentukan arti dari persepsi bagi seseorang tergantung dari
stimulus atau kejadian yang dirasakan seseorang, di mana dalam hal ini
terjadi hubungan antara stimulus lingkungan dengan pengetahuan yang
dimiliki seseorang.
Menurut pendapat Gordon (dalam Yudhiwati 2005) hasil persepsi
dari orang yang berbeda akan memiliki perbedaan yang bahkan
berlawanan baik dalam penglihatan maupun pemahaman terhadap sesuatu
peristiwa atau objek. Dalam hal ini setiap individu mempunyai persepsi
masing-masing tergantung pada kecenderungan untuk menyeleksi dalam
mempersepsikan sesuatu meski objek stimulus yang diterima sama. Oleh
karena itu persepsi juga merupakan suatu proses di mana individu
dihadapkan dalam suatu hal untuk menyeleksi, mengorganisasi dan
menginterpretasi stimulus lingkungan yang memiliki arti.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasikan
dan kedudukannya, sehingga terbentuklah gambaran mengenai stimulus
yang dipersepsikan.
2. Pengertian dukungan sosial
Menurut KBBI (1989), dukungan sosial merupakan bentuk
dukungan yang dirasakan seseorang ketika ia merasa ada bantuan yang
diberikan oleh masyarakat atau orang lain. Hal ini terjadi karena seseorang
tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya secara
sendirian. Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari
atasan, teman sekerja maupun keluarga (Ganster, Fusilier dan Mayes
1986). Dalam hal ini peran guru, teman-teman seasrama, dan keluarga di
rumah pun mempunyai andil yang cukup besar untuk memberikan
dukungan kepada para siswa supaya para siswa dapat memiliki motivasi
yang tinggi untuk berprestasi.
Dukungan sosial diartikan sebagai kesenangan, bantuan, yang
diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang
lain atau kelompok (Gibson, dkk 1996). House (dalam Smet, 1994)
membedakan empat macam dukungan sosial, yaitu:
a) Dukungan emosional
Individu membutuhkan empati dari orang lain. Bilamana seseorang
dapat menghargai, mempercayai dan mengerti dirinya lebih baik maka
dia akan terbuka terhadap aspek baru dari pengalaman hidupnya. Jika
individu tersebut akan mengembangkan sikap positif terhadap diri
sendiri, lebih menerima dan menghargai diri sendiri.
b) Dukungan penghargaan
Individu membutuhkan penghargaan yang positif, penilaian atas
usaha-usaha yang dilakukan, dan peran sosial yang terdiri atas umpan
balik. Penilaian ini meliputi dukungan pekerjaan, prestasi, dan peran
sosial yang terdiri atas umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi
(persetujuan, menyatakan “ya”)
c) Dukungan informatif
Pemberian informasi, maksudnya agar informasi dapat digunakan
untuk mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.
Informasi ini mencakup pemberian nasehat, keterangan-keterangan
yang dibutuhkan. Penggunaan informasi berarti menyampaikan
informasi yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan.
Individu membutuhkan nasehat, pengarahan, saran-saran untuk
mengatasi masalah pribadi maupun masalah pekerjaan.
d) Dukungan instrumental
Individu membutuhkan bantuan berupa benda, peralatan atau
sarana guna menunjang kelancaran kerja. Penyediaan piranti guna
menunjang kelancaran kerja, secara langsung akan meringankan
pekerjaan yang ditanggung seseorang dan membantu pelaksanaan
3. Pengertian persepsi dukungan sosial
Berdasarkan definisi-difinisi di atas, persepsi dukungan sosial
merupakan proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasi, dan
mengevaluasi stimulus berupa bantuan, yang diterima seseorang melalui
hubungan formal dan informal dari keluarga dan rekan kerja (lingkungan
sosialnya). Dukungan sosial tersebut meliputi dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.
4. Sumber dukungan sosial
Sumber dukungan sosial menurut Ganster, D.C,. Fusilier, M.R., dan Meyes,
B.T., (1986) adalah:
a. Keluarga
Keluarga merupakan kelompok terdekat dari individu. Individu
sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan
harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan
keluhan-keluhan apabila menghadapi masalah.
b. Rekan sekerja
Rekan kerja merupakan teman pada saat melakukan kerja secara
bersama-sama. Bentuk dorongan kerja dari rekan kerja meliputi
kualitas hubungan kerjasama, kehangatan berteman dan rasa saling
mempercayai.
c. Atasan
Atasan merupakan seorang yang berkedudukan lebih tinggi. Dalam
asrama. Mereka ini dituntut memiliki kemampuan teknis selain untuk
melaksanakan pekerjaan, juga kemampuan hubungan antar pribadi.
5. Aspek-aspek dukungan sosial
Menurut McGuire (2007), aspek-aspek yang membentuk dukungan sosial
adalah:
a. Sharing
Sharing adalah berbagi dengan orang lain tentang apa yang dialami dan dirasakan. Sharing melibatkan adanya perasaan emosional tanpa adanya kesan menggurui. Apa yang dibagikan
dapat berisi tentang kehidupan sehari-hari, hobi dan kesukaan,
serta minat terhadap suatu hal.
b. Listening
Listening adalah mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan orang lain. Mendengarkan dapat berisi tentang suatu
cerita yang menggembirakan ataupun yang menyedihkan.
c. Counseling
Counseling adalah cara seseorang dalam memberikan nasihat dan bimbingan terhadap orang lain yang bercerita kepadanya.
Biasanya dalam konseling ini situasinya menjadi lebih formal
karena sifatnya yang cenderung serius.
d. Providing nonwork service
dan material (bentuk fisik, barang) dalam usaha menyelesaikan
tugas-tugasnya sesuai kemampuannya.
e. Encouragement
Encouragement adalah dorongan yang diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Seseorang diharapkan mampu
memberikan dorongan yang membuat orang lain merasa nyaman
dan meningkatkan semangat seseorang ketika mereka berada dalam
penderitaan.
f. Caretaking
Caretakingadalah cara seseorang untuk menjaga keharmonisan dalam pertemanan. Seseorang diharapkan mampu untuk menjaga
suatu hubungan dengan memperhatikan kesehatan fisik dan
kesejahteraan temannya secara umum.
C. Siswa yang Berasrama Di SMA Sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja
Siswa dengan pendidikan SMA yang berusia antara 16 – 18 tahun
termasuk dalam kategori remaja. Utamadi (2007) mengatakan bahwa masa
remaja merupakan masa “belajar” untuk tumbuh dan berkembang dari
anak menjadi dewasa. Pada masa belajar ini disertai dengan tugas
perkembangan. Istilah tugas perkembangan digunakan untuk
melaksanakan tugas tertentu pada masa usia tertentu sehingga individu itu
dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan
masa dewasa yang berjalan antara umur dua belas sampai dua puluh tahun
(Lumansupra, 2008). Pada masa remaja ini, remaja mulai mengalami
perkembangan fisik yang begitu pesat. Remaja mengalami pubertas yang
berarti suatu periode dimana kematangan, kerangka dan seksual terjadi
secara pesat (Santrock, 1995).
2. Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja
Pada masa ini, remaja akan mengalami perubahan berkaitan
dengan kognisi mereka. Remaja sering berpikir mengenai ciri-ciri ideal
diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia (Santrock, 1995). Selain itu dari
sisi kognisi sosial mereka, menurut David Elkind (dalam Santrock, 1995)
yakin bahwa egosentrisme remaja memiliki dua bagian: penonton
khayalan dan dongeng pribadi. Penonton khayalan adalah keyakinan
remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana dengan
dirinya sendiri. Perilaku tersebut misalnya akan mengundang perhatian
yang umum terjadi mada masa remaja. Selain itu ada juga keinginan untuk
tampil di depan umum, diperhatikan, dan dilihat.
3. Perkembangan Sosial pada Masa Remaja
Remaja juga mengalami perkembangan secara sosio-emosinya.
Dalam hal ini, menurut Havighurst (dalam Dariyo, 2004), remaja mulai
semakin besar dari orang tua mereka. Oleh karena itu remaja akan mulai
melihat lingkungan sosial sebagai tempat yang dapat memberikan ruang
baginya untuk beraktifitas sesuai dengan minat-minatnya. Selain itu,
remaja memiliki emosi yang meledak-ledak dan cenderung temperamen
ketika bereaksi terhadap situasi yang menghampirinya baik itu situasi yang
menyenangkan bahkan yang menyakitkan.
4. Tugas-Tugas Perkembangan
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Pikunas (1967)
terbagi dalam sembilan kategori, yaitu:
a. Memiliki kematangan secara emosional
b. Memiliki pemantapan terhadap minat-minat heteroseksual
c. Memiliki kematangan secara sosial
d. Mempunyai emansipasi dari kontrol keluarga
e. Memiliki kematangan intelektual
f. Mampu memilih pekerjaan
g. Mampu menggunakan waktu senggang secara tepat
h. Memiliki filsafat hidup
i. Mempunyai identifikasi diri
5. Remaja yang Tinggal Di Asrama
Remaja yang tinggal di asrama merupakan seseorang yang
berumur antara dua belas tahun sampai dua puluh tahun dengan
tugas-tugas perkembangannya sebagai pribadi yang sedang mencari jati diri dan
prestasi setinggi mungkin dalam lingkungan sekolah yang mewajibkan
mereka tinggal di asrama dan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang
ada di asrama tersebut.
6. Kehidupan Di Asrama Van Lith
Keberadaan asrama di SMA Van Lith merupakan suatu
perwujudan dari misi SMA Van Lith yakni mendampingi kaum muda
dengan mendahulukan yang miskin melalui sekolah berasrama. Proses
pendidikan tersebut memasukkan unsur-unsur pendidikan formal,
informal, dan non formal yang mencakup segi-segi religiusitas, humanitas,
sosialitas, dan intelektualitas. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang
luwes dalam suasana persaudaraan sejati yang saling asah, asih, asuh.
Tujuan diselenggarakannya asrama ini merupakan piranti dalam
mempermudah mencapai keseluruhan kegiatan sekolah yang menekankan
pengembangan intelektualitas siap lanjut, pengembangan iman kristiani
yang menjiwai intelektualitasnya, serta pengembangan kemandirian dan
kekeluargaan sehingga mampu mengamalkan ilmu dan imannya dan
semuanya demi kemuliaan Tuhan dan keadilan sesama.
Kegiatan-kegiatan dalam asrama sendiri terjadwal dalam suatu
kegiatan yang rutin dan teratur dilakukan sehingga menciptakan disiplin
siswanya. Para siswa sudah harus bangun dan memulai aktifitas pada
pukul 04.30 di pagi hari dan wajib beristirahat setelah melakukan kegiatan
seharian pada pukul 22.00. Waktu untuk belajar, makan, mandi, istirahat,
Perihal perijinan bagi siswa juga diatur dengan cukup ketat. Para
siswa yang ijin wajib lapor kepada pamong asrama yang dijabat oleh
seorang Bruder dan Suster. Berkaitan dengan sarana dan prasarana, karena
para siswa berada dalam lingkup asrama maka sarana pribadi wajib diberi
identitas yang jelas sedangkan sarana umum wajib dipelihara secara
bersama-sama karena merupakan kepentingan bersama.
Segala hal berkaitan dengan larangan diatur dalam suatu bentuk
peraturan asrama yang wajib dipatuhi oleh seluruh warga asrama dan ada
sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Peraturan ini berlaku dan
mengikat semua warga asrama ketika berada dalam asrama, di ruang studi,
di refter (ruang makan), di kamar mandi/WC. Selain itu ada juga ketentuan-ketentuan yang harus ditaati perihal pembatasan barang mewah,
jadwal kunjungan dan penerimaan tamu, serta jadwal tugas jaga malam.
Berkaitan dengan sanksi, sanksi diberikan dalam tahapan-tahapan;
peringatan lisan, peringatan lisan disertai hukuman fisik, membuat releksi
dan menjalankan tugas asrama, skorsing, dan pemutusan hubungan studi
asrama.
Kegiatan-kegiatan yang dicanangkan bagi para siswa supaya
mampu memberikan wadah untuk berkembang dan untuk meningkatkan
motivasi berprestasinya, misalnya lewat ekstrakurikuler olahraga
(sepakbola, basket, bulutangkis, volley, tennis meja, renang, beladiri, pecinta alam, pramuka), seni (tari, karawitan, paduan suara, cheerleaders,
maria), dan lain-lain. Selain itu sekolah juga memfasilitasi siswa-siswinyanya untuk peka terhadap lingkungan sosial masyarakat dengan
mengadakan kegiatan kerja bakti, pendampingan iman anak, napak tilas,
dan lain-lain. Sekolah juga sering mengirimkan siswa-siswinya untuk
mengikuti olimpiade sains dan sosial, lomba-lomba debat, pentas seni dan
kreatifitas, dan lain-lain.
Segala hal tersebut diarahkan supaya sekolah dapat memfasilitasi
para siswanya untuk meningkatkan motivasi berprestasinya yang sesuai
dengan visi dan misi sekolah. Visi SMA Van Lith adalah semangat
Kerajaan Allah yang berintikan keselamatan bagi semua orang ”terutama
yang menderita dan terlupakan”, yang diharapkan menjadi kenyataan
dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara. Misi SMA
Van Lith adalah mendampingi kaum muda dengan mendahulukan yang
miskin, melalui pendidikan sekolah berasrama. Proses pendidikan tersebut
memadukan unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan nonformal yang
mencakup segi-segi religiositas, humanitas, sosialitas, dan intelektualitas.
Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana
persaudaraan sejati yang saling asih, asah, dan asuh.
D. Hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi Siswa-siswi menuntut ilmu di bangku sekolah menengah atas
dengan tujuan untuk mengembangkan dirinya dan berprestasi. Untuk
dorongan atau motivasi untuk berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan
kebutuhan yang kuat untuk berprestasi berkaitan dengan sejauh mana
orang tersebut termotivasi untuk melaksanakan tugasnya dan
meningkatkan prestasi setinggi mungkin. Dengan demikian setiap siswa
yang memiliki motivasi untuk berprestasi akan lebih mampu
mengembangkan dirinya dan berprestasi. Dorongan untuk berprestasi
dicirikan dengan tanggung jawab pribadi, kebutuhan akan umpan balik,
keinovatifan, ketekunan, resiko atau kesulitan, punya antisipasi, menyukai
pekerjaan yang menuntut kemampuan diri, dan selalu ingin mengetahui
hasil usahanya. Demikian juga yang terjadi dalam diri siswa-siswi SMA
yang tinggal di asrama. Mereka dituntut untuk dapat mengembangkan diri
dan berprestasi sementara mereka juga harus tinggal di asrama yang jauh
dari keluarga dan banyak peraturan yang wajib dipatuhi di asrama
sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih besar.
Ketika seorang siswa remaja dihadapkan pada situasi dimana ia
harus tinggal di asrama, maka di satu sisi ia akan belajar untuk beradaptasi
dengan lingkungannya yang baru tersebut supaya dapat diterima
sedangkan di sisi lain ia juga dituntut untuk mengembangkan diri mereka
dan berprestasi dari segi akademik maupun non akademik. Kehidupan
asrama yang terdiri dari teman-teman seangkatan dan lain angkatan
otomatis akan menjadi keluarga baru bagi mereka untuk membantu dalam
proses mencetak prestasi yang tinggi tersebut selain karena dalam diri
untuk berprestasi. Hal ini berlaku juga pada siswa asrama Van Lith
Muntilan di mana kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selain menuntut
motivasi yang tinggi untuk berkembang dan berprestasi juga
membutuhkan adanya orang lain yang terlibat karena mereka tinggal
dalam satu asrama. Selain itu, karena mereka berada pada suatu
lingkungan yang sama dan bertemu dengan orang-orang yang relatif sama
membuat perilakunya akan selalu diketahui. Dengan demikian, para
siswa-siswi inipun akan melihat bahwa orang lain memperhatikan dirinya
sebagaimana dengan dirinya sendiri. Perilaku tersebut misalnya akan
mengundang perhatian yang umum terjadi pada masa remaja.
Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah
kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan merupakan suatu unsur-unsur
yang datang dari luar diri siswa. Unsur-unsur di sini dapat berasal dari
lingkungan teman, sekolah, maupun lingkungan masyarakat baik yang
menghambat atau mendorong. Artinya sikap lingkungan terhadap individu
merupakan petunjuk tentang pandangan dan penilaian lingkungan terhadap
individu yang bersangkutan. Sikap positif dari lingkungan akan
meningkatkan motivasi berprestasi, sedangkan sikap negatif dari
lingkungan akan menurunkan motivasi berprestasi. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial turut mempengaruhi terhadap
motivasi berprestasi seseorang. Meskipun begitu, tidak semua individu
memiliki pandangan yang sama karena masing-masing individu memiliki
sekitar turut mempengaruhi, tetapi ada juga yang cuek terhadap kondisi
lingkungan
Keterpisahan individu dari lingkungan sosial yang membuat
mereka sulit untuk mendapatkan dukungan sosial akan menghambat
seseorang untuk berprestasi terutama bagi siswa-siswi asrama. Dalam hal
ini dukungan sosial mempunyai peran yang besar dalam mendorong
siswa-siswi untuk memiliki motivasi berprestasi. Hal ini mengingat individu
adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan oranglain.
Interaksi membuat individu menjadi sadar bahwa oranglain
memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya. Kemudian akan
muncul perasaan berharga, berguna dan menjadi bagian dari lingkungan
tersebut sehingga akhirnya dapat meningkatkan motivasi berprestasinya di
sekolah. Meskipun begitu, setiap siswa-siswi memiliki pandangan yang
berbeda-beda dalam menyikapi hal tersebut sehingga suatu stimulus yang
sama belum tentu akan direspon dengan sama pula. Oleh karena itu,
perbedaan dalam mempersepsikan dukungan sosial yang diterimanya
tergantung dari proses penerimaan informasi yang didapatnya dan
pengalamannya sendiri.
Seseorang akan mendapatkan kesenangan melalui bantuan yang
diterimanya melalui hubungan formal dan informal dengan oranglain.
Bantuan itu dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan informatif, dan dukungan instrumental. Individu yang
diperhatikan, dihargai, atau terbantu oleh oranglain. Sebaliknya jika
hubungan dengan teman-teman, guru dan karyawan, serta masyarakat
buruk maka akan menjadikan individu merasa tidak berharga dan terisolasi
dimana akan menghambat motivasi berprestasi.
Dari penjelasan tersebut maka munculah hipotesis yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan
motivasi berprestasi. Di mana siswa yang memiliki persepsi dukungan
sosial yang positif juga memiliki motivasi berprestasi yang tinggi ataupun
siswa yang memiliki persepsi dukungan sosial yang negatif juga memiliki
Skema dinamika antara dukungan sosial dan motivasi berprestasi
Dukungan Sosial:
ada teman berbagi cerita, didengarkan orang lain, adanya orang lain yang memberi konseling, tersedianya bantuan, ada dorongan dari orang lain, ada orang lain yang menjaga suatu hubungan
Kehidupan
Asrama dan
Sekolah
Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
cita-cita atau aspirasi,
kemampuan belajar, kondisi
siswa, kondisi lingkungan,
unsur-unsur dinamis dalam
belajar, upaya guru
membelajarkan siswa
Remaja
Sumber
dukungan
sosial:
keluarga, teman, guru atau karyawanMotivasi Berprestasi:
E. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan yang positif antara persepsi dukungan sosial dan
motivasi berprestasi, dimana jika persepsi dukungan sosial positif
maka motivasi berprestasi tinggi. Begitu pula bila persepsi dukungan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
korelasional yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua
variabel. Peneliti memilih jenis pemilihan korelasional karena penelitian ini
bertujuan untuk menyelidiki kaitan antara variasi pada satu variabel dengan
variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi
(Azwar, 1999). Penelitian korelasi digunakan dengan tujuan untuk mengetahui
kekuatan, signifikansi, dan arah hubungan antara dua variabel (Triton, 2006).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas : Persepsi dukungan sosial
Variabel Tergantung : Motivasi berprestasi
C. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian 1. Persepsi dukungan sosial
Dalam penelitian ini, persepsi dukungan sosial yang dimaksud
merupakan proses dalam diri untuk mengetahui, menginterpretasi, dan
mengevaluasi stimulus berupa bantuan, yang diterima seseorang melalui
hubungan formal dan informal dari keluarga dan rekan kerja (lingkungan
sosialnya). Dukungan sosial meliputi dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.
Persepsi dukungan sosial memiliki beberapa aspek yang termasuk
dalam jenis-jenis dukungan sosial di atas yakni adanya sikap berbagi,
didengarkan, adanya proses konseling, tersedianya bantuan, adanya
dorongan dari orang lain, dan adanya orang lain yang dapat menjaga suatu
hubungan. Persepsi dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala
persepsi dukungan sosial. Semakin tinggi skor dalam skala persepsi
dukungan sosial seseorang maka semakin positif pula persepsi dukungan
sosialnya. Sebaliknya, jika dalam skala persepsi dukungan sosial nilainya
semakin rendah maka persepsi dukungan sosial yang diterima juga
semakin negatif.
2. Motivasi berprestasi
Definisi motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah suatu
kebutuhan yang kuat dalam diri untuk berprestasi dalam melaksanakan
tugasnya, untuk meningkatkan kecakapan diri dan meningkatkan prestasi
setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar
keunggulan sebagai pembanding. Dorongan untuk berprestasi dicirikan
dengan adanya tanggung jawab pribadi, memiliki kebutuhan akan umpan
balik, memiliki keinovatifan, mempunyai ketekunan, mengandung resiko
atau kesulitan, mempunyai antisipasi, menyukai pekerjaan yang menuntut
kemampuan diri, dan selalu ingin mengetahui hasil usahanya. Motivasi
berprestasi akan diukur menggunakan skala motivasi berprestasi. Semakin
tinggi skor dalam skala motivasi berprestasi seseorang menunjukkan
semakin tinggi tingkat motivasi berprestasinya. Sebaliknya, jika skor
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa asrama SMA Van Lith
Muntilan kelas X (sepuluh) tahun ajaran 2009/2010. Alasan pemilihan kelas X
ini karena subjek masih berada pada tahun pertamanya merasakan kehidupan
berasrama sehingga memungkinkan terjadi adaptasi dengan membentuk suatu
relasi dengan orang lain entah itu teman seangkatan, kakak-kakak angkatan,
para guru dan karyawan, serta masyarakat sekitar supaya dapat mendukung
prestasinya dalam mengikuti semua kegiatan yang ada baik di sekolah maupun
di asrama. Selain itu juga karena subjek baru belajar beradaptasi dengan
kehidupan mereka yang baru di mana mereka berasal dari daerah yang
beragam kebudayaannya.
E. Prosedur Penelitian
1) Peneliti membuat skala pengukuran persepsi dukungan sosial dan motivasi
berprestasi yang telah diuji validitas isinya melalui professional
judgement.
2) Peneliti mengujicobakan skala kepada kelompok subjek yang memiliki
ciri-ciri atau karakterisitik yang sama dengan kelompok subjek
sesungguhnya untuk mendapatkan skala yang valid dan reliabel.
3) Peneliti melakukan analisis aitem serta mengukur reliabilitas skala untuk
mendapatkan butir yang sahih sehingga didapatkan skala yang valid dan
4) Peneliti melakukan pengambilan data pada subjek yang telah dipilih
dengan meminta subjek mengisi skala persepsi dukungan sosial dan
motivasi berprestasi yang telah diuji kesahihannya dan kereliabilitasnya.
5) Peneliti mengolah semua data yang masuk, kemudian dianalisis dengan
teknik korelasi Pearson Product Moment untuk melihat apakah ada hubungan antara persepsi dukungan sosial dan motivasi berprestasi siswa
yang berasrama di SMA Van Lith Muntilan.
6) Peneliti membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.
F. Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode skala. Ada dua jenis skala yang
disusun sendiri oleh peneliti, yakni skala persepsi dukungan sosial dan skala
motivasi berprestasi. Skala persepsi dukungan sosial dibuat untuk
mengungkap persepsi dukungan sosial yang diterima oleh siswa yang
berasrama. Sedangkan skala motivasi berprestasi digunakan untuk
mengungkap tingkat motivasi berprestasi siswa yang berasrama.
1. Skala Persepsi Dukungan Sosial
Skala ini termasuk skala Likert yang dibuat berdasarkan teori
dukungan sosial yang dikemukakan oleh Gibson, dkk (1996) dan House
(dalam Smet, 1994). Dukungan sosial meliputi dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan informatif, dan dukungan instrumental.
Persepsi dukungan sosial memiliki beberapa aspek yang termasuk dalam
mendengarkan, kemauan untuk mengkonseling, kemauan untuk
menyediakan bantuan, adanya dorongan terhadap orang lain, dan dapat
menjaga suatu hubungan. Sedangkan aspek persepsi itu sendiri meliputi
kognitif dan afektif. Aitem-aitem yang ada terdiri dari aitem favorable
(Fav) dan unfavorable (Unfav), dengan favorable berarti menunjukkan bahwa pernyataan tersebut mendukung adanya persepsi dukungan sosial
yang diterima sebaliknya unfavorable berarti menunjukkan pernyataan tersebut tidak mendukung persepsi dukungan sosial yang diterima. Aitem
pada skala ini akan disusun dengan menyertakan pilihan jawaban yakni
sering (S), pernah (P), dan tidak pernah (TP) dimana subjek diminta untuk
menjawab pernyataan dengan memilih salah satu jawaban dari tiga
kategori jawaban yang disediakan
Pada aitem-aitem yang favorable, jawaban sering diberi skor 3, jawaban pernah diberi skor 2, dan jawaban tidak pernah diberi skor 1.
Sebaliknya, pada aitem-aitem unfavorable, jawaban sering diberi skor 1, jawaban pernah diberi skor 2, dan jawaban tidak pernah diberi skor 3.
Perolehan skor pada skala ini menunjukkan persepsi dukungan sosial yang
diterimanya dari orang lain. Semakin tinggi skor persepsi dukungan
sosialnya maka semakin tinggi pula persepsi dukungan sosial yang ia
terima. Sebaliknya, jika skor rendah maka semakin rendah pula persepsi
Berikut ini disajikan blue print skala persepsi dukungan sosial pada tabel 1 dan susunan butir skala persepsi dukungan sosial pada tabel 2.
Tabel 1
Blue Print Skala Persepsi Dukungan Sosial
Aspek Sharing Listening Counseling
Network
Service Encouragement Caretaking Total No Jenis, Aspek Persepsi fav unfav fav unfav fav Unfav fav Unfav fav Unfav fav unfav
1 Emosional kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 (25%)
afektif 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Penghargaan kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 (25%)
afektif 1 1 1 1 1 1 1 1
3 Informatif kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 (25%)
afektif 1 1 1 1 1 1 1 1
4 Instrumental kognitif 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 (25%)
afektif 1 1 1 1 1 1 1
Total 14 (17,5%)
13
(16,25%) 14 (17,5%) 13 (16,25%) 13 (16,25%)
13 (16,25%)
80 (100%)
Tabel 2
Susunan Butir Skala Persepsi Dukungan Sosial
Aspek Sharing Listening Counseling
Nonwork
Service Encouragement Caretaking Total No Jenis, aspek persepsi fav unfav fav unfav fav Unfav fav unfav fav Unfav fav unfav
1 Emosional kognitif 25 59 46 68 1 28 2 29 47 30 3 31 20
afektif 45 67 26 27 74 75 60 69
2 Penghargaan kognitif 48 76 32 6 33 70 77 35 51 62 20
afektif 4 5 49 61 50 34 7 8 9 10
3 Informatif kognitif 11 36 63 71 37 38 28 54 72 55 20
afektif 52 12 13 53 14 64 15 39 16 17
4 Instrumental kognitif 18 40 19 56 20 73 57 43 22 66 24 20
afektif 79 41 80 65 42 21 23 58 44
2. Skala Motivasi Berprestasi
Skala ini dibuat berdasarkan teori motivasi berprestasi yang
dikemukakan oleh Mc Clelland (1987). Skala ini akan disusun
menggunakan tekniksummated ratingLikert dimana subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu jawaban dari empat
kategori jawaban yang disediakan. Aspek-aspek yang termasuk dalam
motivasi berprestasi meliputi adanya tanggung jawab pribadi, memiliki
kebutuhan akan umpan balik, memiliki keinovatifan, mempunyai
ketekunan, mengandung resiko atau kesulitan, mempunyai antisipasi,
menyukai pekerjaan yang menuntut kemampuan diri, dan selalu ingin
mengetahui hasil usahanya. Aitem-aitem yang ada terdiri dari aitem
fav