commit to user
iPROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS DITINJAU
DARI ADVERSITY QUOTIENT(AQ) SISWA
(Penelitian Dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012)
Skripsi
Oleh :
ISNA NUR LAILATUL FAUZIYAH K 1308022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
iiPERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Isna Nur Lailatul Fauziyah
NIM : K1308022
Jurusan/Program Studi : P.MIPA/Pendidikan Matematika
PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA
KELAS X DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI
BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS DITINJAU DARI ADVERSITY
QUOTIENT(AQ) SISWA -benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Januari 2013 Yang membuat pernyataan
commit to user
iiiPROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS DITINJAU
DARI ADVERSITY QUOTIENT(AQ) SISWA
(Penelitian Dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012)
Oleh :
ISNA NUR LAILATUL FAUZIYAH K 1308022
Skripsi
diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
viABSTRACT
Isna Nur Lailatul Fauziyah. K1308022. CREATIVE THINKING PROCESS X
CLASS STUDENTS IN SOLVING THE PROBLEM GEOMETRY BASED ON
WALLAS STAGES REVIEWED BY STUDENT ADVERSITY QUOTIENT
(AQ) (Research conducted at the High School 1 Surakarta Batik in the Academic Year of 2011/2012). Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and
Education. Sebelas Maret University, Desember 2012.
The purpose of this study is to investigate the process of creative thinking in X class in solving geometry problems based on Wallas stages reviewed by
Adversity Quotient (AQ). This study used a qualitative descriptive method. Subjects were determined through purposive sampling which is based on several criteria, namely: (1) in the category of adversity quotient to be analyzed (climber, camper, quitter) and (2) have good communication skills (based on information from the teacher). Finally, subjects were taken for this research is 1 person for each category of AQ. The techniques of collection the data was done by doing task-based interview. The task in this research is Test of Problem Solving. The data analysis techniques include three activities there are classification, data presentation and conclusion. Data validation was done by time triangulation and perseverance.
Based on the results of data analysis, it can be concluded that: (1) Stages of creative thinking process in solving geometry problems are: (a) In the preparation stage, climber understood the given problem in a relatively short time, student was able to convey the information with its own language, (b) In the incubation stage, climber was doing reflection activity, (c) In the illumination stage, student is able to specify the idea, (d) In the verification stage, climber were trying to determine the size by trial and error, the student is able to determine the size fluently,
student give up eventhough student did some mistakes in defining the size; (2)
Stages of camper creative thinking process in solving geometry problems are: (a) In the preparation stage, student was able to understand the problem well with a relatively short time, student was able to convey the information by its own language, (b) In the incubation stage, camper was doing reflection activities, student was thinking of similar problems are encountered in daily lives, (c) In the illumination stage, student was able to specify an idea and trying to imagine a real problem, (d) In the verification stage, student was trying to determine the size by trial and error in a way student chose one side-size and then determine the other size, student was able to determine the size fluently; (3) Stages of quitter creative thinking process in solving geometry problems are: (a) In the preparation stage, quitter was able to understand the given problem, but student relatively needs more time than students camper and climber, when student passed the information from the problem, quitter still speaks with a language problem, (b) In the incubation stage, quitter was doing
commit to user
viireflection activities, but in hindsight was not too mean, (c) In the Illumination stage, quitter decide the ideas will be realized from prior knowledge, there are no new ideas, (d) In the verification stage, student was able to determine the size by finding the factors of a given volume, the scheme used during the test of problem solving , student was able to determine the size fluently.
Keywords: creative thinking processes, stages of Wallas, adversity quotient,
commit to user
viiiABSTRAK
Isna Nur Lailatul Fauziyah. K1308022. PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA
KELAS X DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI
BERDASARKAN TAHAPAN WALLAS DITINJAU DARI ADVERSITY
QUOTIENT (AQ) SISWA (Penelitian dilakukan di SMA Batik 1 Surakarta
tahun Ajaran 2011/2012). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa kelas X dalam memecahkan masalah Geometri berdasarkan tahapan Wallas ditinjau dari Adversity Quotient(AQ) siswa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ditentukan melalui purposive sampling dan didasarkan pada beberapa kriteria, yakni : (1) berada pada kategori adversity quotient yang akan diteliti (climber, camper, quitter) dan (2) memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik (berdasarkan informasi dari guru). Akhirnya subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah 1 orang untuk setiap kategori AQ. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berbasis tugas. Tugas dalam penelitian ini adalah Tes Pemecahan Masalah. Teknik analisis data meliputi tiga kegiatan yakni penggolongan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Validasi data dilakukan dengan triangulasi waktu dan ketekunan pengamatan.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa : (1) Tahapan proses berpikir kreatif siswa climber dalam memecahkan masalah geometri adalah : (a) Pada tahap persiapan, siswa climber tersebut memahami masalah yang diberikan dalam waktu yang relatif singkat, siswa mampu menyampaikan informasi yang diperoleh dengan bahasa sendiri, (b) Pada tahap inkubasi, siswa climber melakukan aktivitas merenung, (c) Pada tahap iluminasi, siswa mampu menetapkan ide, (d) Pada tahap verifikasi, siswa climber mencoba menentukan ukuran bangun dengan cara trial and
error, siswa mampu menentukan ukuran bangun ruang secara fasih, siswa tidak
berputus asa ketika salah menentukan ukuran; (2) Tahapan proses berpikir kreatif siswa camper dalam memecahkan masalah geometri adalah : (a) Pada tahap persiapan, siswa camper mampu memahami masalah dengan cukup baik dan dengan waktu yang relatif singkat, siswa mampu menyampaikan informasi yang diterima dengan bahasa sendiri, (b) Pada tahap inkubasi, siswa camper melakukan aktivitas merenung siswa memikirkan masalah yang serupa yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari, (c) Pada tahap iluminasi, siswa camper mampu memunculkan idenya dan menetapkan ide, dari masalah yang diberikan, siswa mencoba memberikan ide dengan membayangkan masalah secara nyata, (d) Pada tahap verifikasi, siswa camper mencoba menentukan ukuran bangun dengan cara trial and
error dengan cara siswa menentukan satu ukuran terlebih dahulu, kemudian
menentukan ukuran sisi lain yang memenuhi, siswa mampu menentukan ukuran bangun ruang secara fasih; (3) Tahapan proses berpikir kreatif siswa quitter dalam
commit to user
ixmemecahkan masalah geometri adalah : (a) Pada tahap persiapan, siswa quitter mampu memahami masalah yang diberikan, namun dalam memahami masalah siswa membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan siswa camper dan
climber, pada saat siswa menyampaikan informasi dari masalah yang disajikan, siswa quitter masih menyampaikannya dengan bahasa soal, (b) Pada tahap inkubasi, siswa quitter melakukan aktivitas merenung, namun dalam perenungannya tidak terlalu
berarti, (c) Pada tahap iluminasi, siswa quitter memutuskan ide yang akan direalisasikan berasal dari pengetahuan sebelumnya, tidak ada ide baru, (d) Pada tahap verifikasi, siswa quitter mampu menentukan ukuran bangun ruang yang dibuat dengan cara mencari faktor dari volume yang diberikan, skema tersebut digunakan pada saat mengerjakan Tes Pemecahan Masalah, siswa mampu menentukan ukuran bangun ruang secara fasih.
commit to user
xMOTTO:
"
."
(Surah At-Taubah ayat 129)
commit to user
xiPERSEMBAHAN
Allah SWT tujuan dan alasan hidup ku
Rasulullah Muhammad SAW yang kuharapkan memberi
syafaat untukku kelak
Papa dan Mama yang selalu kuharapkan restunya
Mas Eka terima kasih telah menjaga dan melindungiku
Mbak Nik, terima kasih atas kasih sayangmu.
Alm nenek ku Siti Maryugi yang mendorong dan
mengharapkan aku untuk menjadi seorang guru
Orang-orang yang telah mencintaiku dengan tulus dan
yang membenciku.
Teman-teman P.Matematika (especially to Intan, Dewi,
Thea, Wijaya)
commit to user
xiiKATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas X dalam Memecahkan Soal Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity
Quotient (AQ) Siswa
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, yakni :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
2. Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D, Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Dr. Budi Usodo, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika sekaligus Pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan banyak waktu, bimbingan, saran, dukungan dan kemudahan kepada penulis.
4. Henni Ekana Ch., S.Si, M.Pd., Pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan banyak waktu, pengalaman, bimbingan, saran, dukungan kepada penulis.
5. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, dan dukungannya dan kemudahan bagi penulis. 6. Drs. Literzet Sobri,M.Pd, Kepala SMA Batik 1 Surakarta yang telah memberikan
commit to user
xiii7. Ibu Nur Afifah S.,S.Pd Guru matematika SMA Batik 1 Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan kepada penulis selama penulis melakukan penelitian.
8. Seluruh siswa kelas X.5 SMA Batik 1 Surakarta, terimakasih banyak atas kerjasama selama penelitian.
9. Dewi, Intan, Thea, Yayah, Miftah, Wijaya, Doni yang telah membantu, berbagi ilmu dan memberikan semangat kepada penulis selama ini.
10. Papa, mama dan mas Eka kepada penulis.
11. 8 kakak tingkat dan adik tingkat
atas segala dukungan serta suka duka selama kuliah.
12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dan bantuan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan.
Surakarta, Januari 2013 Penulis
Isna Nur Lailatul Fauziyah NIM. K1308022
commit to user
xivDAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERNYATAAN... ii
HALAMAN PENGAJUAN... iii
HALAMAN PERSETUJUAN... iv
HALAMAN PENGESAHAN... v
HALAMAN ABSTRAK... vi
HALAMAN MOTTO ... x
HALAMAN PERSEMBAHAN... xi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... ... xviii
DAFTAR GAMBAR... ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pertanyaan Penelitian... 5
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Batasan Istilah... ... 6
E. Manfaat Penelitian... 7
BAB II LANDASAN TEORI... 8
commit to user
xv 1. Pengertian Matematika... 8 2. Pemecahan Masalah... 9 a. Pengertian Masalah... 9 b. Pemecahan Masalah... 9 3. Berpikir... 10 a. Pengertian Berpikir... ... 10b. Pengertian Berpikir Kreatif... 13
c. Tahap Proses Berpikir Kreatif Wallas... 15
d. Aktivitas Mental yang Membantu Kreativitas... 16
4. Adversity Quotient (AQ)... 16
5. Bangun Ruang... 19
B. Penelitian yang Relevan... 23
C. Kerangka Konseptual... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28
A. Tempat dan Waktu Penelitian... 28
1. Tempat Penelitian... 28
2. Waktu Penelitian... 28
B. Bentuk dan Strategi Penelitian... 29
C. Sumber Data... 29
D. Subjek Penelitian... 30
E. Metode Pengumpulan Data... 32
1. 32 2. Metode Tes... 32
commit to user
xviF. Instrumen Penelitian... 33
1. Instrumen Bantu Penelitian(Instrumen Tes)... 34
2. Instrumen Bantu Penelitian(Instrumen Wawancara)... 35
3. Angket Adversity Quotient... 36
G. Validitas Data... 40
H. Teknik Analisis Data... 41
I. Prosedur Penelitian... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian... 44
B. Hasil Penelitian... 45
1. Paparan dan Analisis Data... 48
a. Analisis Data Subjek Kategori Climber... 48
b. Analisis Data Subjek Kategori Camper... 65
c. Analisis Data Subjek Kategori Quitter... 80
2. Tabel Ringkasan Proses Berpikir Kreatif Siswa... 95
C. Pembahasan... 99
1. Profil Berpikir Kreatif Siswa Kategori Climber... 98
2. Profil Berpikir Kreatif Siswa Kategori Camper... 100
3. Profil Berpikir Kreatif Siswa Kategori Quitter... 101
4. Perbandingan Setiap Tahapan Ketiga Siswa... 103
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 105
A. Simpulan ... 105
B. Implikasi... 106
commit to user
xvii2. Implikasi Praktis... 107
C. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
commit to user
xviiiDAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Indikator Tahapan Proses Berpikir Kreatif Oleh
Wallas...
15
Tabel 2.2. Kerangka Kerja Siswa Dalam Melakukan Tahapan Proses Berpikir Kreatif...
26
Tabel 3.1. Hasil Analisis Butir Angket Adversity Quotient (AQ)... 39
Tabel 4.1 Tahap Persiapan Proses Berpikir Kreatif Siswa ... 96
Tabel 4.2. Tahap Inkubasi Proses Berpikir Kreatif Siswa ... 96
Tabel 4.3. Tahap Iluminasi Proses Berpikir Kreatif Siswa ... 97
commit to user
xixDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Sebaran Data Adversity Quotient Siswa Kelas X-5 SMA Batik 1 Surakarta...
31
commit to user
xxDAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kisi-Kisi Angket Adversity Quotient... 112
Lampiran 2 Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah 1... 113
Lampiran 3 Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah 2... 117
Lampiran 4 Lembar Validasi Angket Adversity Quotient... 121
Lampiran 5.a Lembar Validasi Tes Pemecahan Masalah... 136
Lampiran 5.b Lembar Validasi Kesetaraan Tes Pemecahan Masalah... 142
145 Lampiran 7.a Angket AQ (uji coba)... 151
Lampiran 7.b Angket AQ... 156
Lampiran 8.a Soal Tes Pemecahan Masalah 1... 160
Lampiran 8.a Soal Tes Pemecahan Masalah 2... 161
.. 162
Lampiran 9 Skor uji coba Angket AQ... 164
Lampiran 10.a Tabel Indeks Konsistensi Internal Butir Angket... 168
Lampiran 10.b Analisis Reliabilitas Butir Angket AQ... 170
Lampiran 11 Skor AQ Siswa Kelas X-5 SMA Batik 1 Surakarta... 171
Lampiran 12.a Lembar Jawab Tes Pemecahan Masalah I siswa Quitter... 172
Lampiran 12.b Lembar Jawab Tes Pemecahan Masalah II siswa Quitter... 174
Lampiran 13.a Lembar Jawab Tes Pemecahan Masalah I siswa Camper... 176
commit to user
xxiLampiran 14.a Lembar Jawab Tes Pemecahan Masalah I siswa Climber... 181
Lampiran 14.b Lembar Jawab Tes Pemecahan Masalah II siswa Climber... 184
Lampiran 15. Catatan Pengamatan Aktivitas Siswa pada Tahap Inkubasi... 186
Lampiran 16.a Kutipan Wawancara TPM I Siswa Quitter... 187
Lampiran 16.b Kutipan Wawancara TPM II Siswa Quitter... 196
Lampiran 17.a Kutipan Wawancara TPM I Siswa Camper... 200
Lampiran 17.b Kutipan Wawancara TPM II Siswa Camper... 207
Lampiran 18.a Kutipan Wawancara TPM I Siswa Climber... 215
Lampiran 18.b Kutipan Wawancara TPM II Siswa Climber... 220
Lampiran 19 Surat Permohonan Menyusun Skripsi... 223
Lampiran 20 Surat Keputusan Dekan FKIP... 224
Lampiran 21 Surat Ijin ke Instansi Tempat Penelitian... 225
commit to user
1BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini para ahli dan pemerhati pendidikan secara intensif mencurahkan perhatiannya dalam upaya mengembangkan konsep keberbakatan, yang diyakini terbentuk dari tiga komponen, yaitu: keunggulan intelektual, keterikatan pada tugas (motivasi), dan kreativitas. Upaya pengembangan konsep tersebut telah mewarnai arah perbaikan dan kebijakan pendidikan Nasional. Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika. Tetapi, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Kreativitas sering kali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang didasarkan pada bakat alam, di mana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa menjadi kreatif. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, walaupun memang dalam
commit to user
kenyataannya terlihat bahwa orang-orang tertentu memiliki kemampuan untuk menciptakan ide-ide baru dengan cepat dan beragam. Namun demikian, sesungguhnya kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya dimiliki semua orang. Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan gagasan gagasan baru dan orisinil. Bahkan pada orang yang merasa tidak mampu menciptakan ide baru pun sebenarnya bisa berpikir secara kreatif, asalkan dilatih. Untuk itu, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai berpikir dan berpikir kreatif.
Berpikir adalah proses yang intens untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga mendapatkan pemecahan, yang kemudian menjadi masalah adalah bahwa hal-hal yang akan dihubungkan tersebut belum tentu ada atau hadir di benak kita. Oleh karena itu berpikir melibatkan kemampuan untuk membayangkan atau menyajikan objek-objek yang tidak ada secara fisik atau kejadian-kejadian yang tidak sedang berlangsung. Berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir di mana seseorang mencoba menemukan hubungan-hubungan baru untuk memperoleh jawaban baru terhadap masalah. Dalam berpikir kreatif, seseorang dituntut untuk dapat memperoleh lebih dari satu jawaban terhadap suatu persoalan dan untuk itu maka diperlukan imajinasi. Adapun berpikir analitis adalah berpikir yang sebaliknya menggunakan suatu pendekatan logis menuju ke jawaban tunggal.
Sebenarnya dalam menghadapi masalah kita membutuhkan kedua jenis berpikir tersebut, yaitu berpikir analitis dan berpikir kreatif. Berpikir logis-analitis sering disebut dengan berpikir konvergen, karena cara berpikir ini cenderung menyempit dan menuju ke jawaban tunggal. Sementara itu berpikir kreatif sering disebut sebagai berpikir divergen, karena di sini pikiran didorong untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide-ide baru.
Proses berpikir kreatif merupakan gambaran nyata dalam menjelaskan bagaimana kreativitas terjadi. Dalam berpikir kreatif proses yang terjadi ternyata melalui beberapa tahapan tertentu. Proses berpikir kreatif dapat dilihat dari
perspektif Teori Wallas. Wallas dalam bukun The Art of Thought (New
World Enclycopedia, Graham _Wallas.htm) menyatakan bahwa proses kreatif
Inkubasi (istirahat sebentar untuk mengendapkan masalah dan informasi yang diperoleh), Iluminasi (mendapat ilham), Verifikasi (menguji dan menilai gagasan yang diperoleh).
Pada tahap pertama seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang relevan, dan mencari pendekatan untuk menyelesaikannya. Pada tahap kedua, seseorang seakan-akan melepaskan diri secara sementara dari masalah tersebut. Tahap ini penting sebagai awal proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru dari daerah pra sadar. Pada tahap ketiga, seseorang mendapatkan sebuah pemecahan masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-ide yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru. Pada tahap terakhir adalah tahap seseorang menguji dan memeriksa pemecahan masalah tersebut terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Pada tahap verifikasi ini seseorang setelah melakukan berpikir kreatif maka harus diikuti dengan berpikir kritis.
Matematika sangat berkaitan erat dengan masalah. Sebagian besar ahli Pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, tetapi mereka juga menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Cooney et.all. (1975:245)
menyatakan bahwa : estion to be a problem, it must present a
challenge that can not be resolved by some routin procedure known to the student.
pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin (routin procedure) yang sudah diketahui si pemecah masalah. Dengan demikian termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanya suatu pertanyaan biasa. Karena dapat terjadi bahwa suatu masalah bagi seorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lain karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, untuk
commit to user
memecahkan suatu masalah diperlukan waktu relatif lebih lama daripada proses pemecahan masalah rutin biasa.
Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisit menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tertuang dalam kurikulum matematika. Hal tersebut menurut Pehkonen (1997), karena pemecahan masalah memiliki manfaat, yaitu: (1) mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2) mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan (4) memotivasi siswa untuk belajar matematika. Berdasar penjelasan tersebut, maka pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa.
Adversity Quotient(AQ) adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan
(Stoltz, 2000:8-9). Stoltz mengelompokkan orang dalam 3 kategori AQ, yaitu:
quitter(AQ rendah), camper(AQ sedang), dan climber(AQ tinggi). Quitters
merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Campers merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada, namun mereka berhenti karena merasa sudah tidak mampu lagi. Sedangkan
Climbers merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk
berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal hal lain yang terus didapat setiap harinya. Misalnya dalam menghadapi soal matematika yang tidak biasa dikerjakan, siswa quitter cenderung menghindar tidak mau mencobanya karena merasa tidak akan mampu menyelesaikannya. Siswa camper akan cenderung mencoba mengerjakannya tapi ketika tampak rumit maka dia pun meninggalkannya, sedangkan siswa climber akan berusaha keras untuk menyelesaikan soal tersebut. Menurut Sudarman (2007:1)) siswa yang mempunyai AQ tinggi(siswa climber) memiliki motivasi dan prestasi belajar tinggi.
Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut futuris Joel Barker, kreativitas juga muncul dari
keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal hal yang tidak pasti (Stoltz.2000:94).
Mengingat setiap siswa memiliki kemampuan mengatasi kesulitan yang berbeda, tentu hal ini memberikan dampak yang berbeda ketika siswa menyelesaikan masalah matematika. Ada yang hanya mau mengerjakan soal seperti yang dicontohkan, ada pula yang hanya mau dalam perhitungan saja. Kebiasaan dalam pembelajaran di SMA Batik 1 Surakarta di mana siswa terbiasa menyelesaikan masalah yang hanya menuntut mereka untuk berpikir secara konvergen sehingga mereka tidak terbiasa berhadapan dengan permasalahan yang menuntut mereka berpikir meluas. Padahal dalam kehidupan, permasalahan hidup tidak selalu mengerucut pada satu jawaban saja. Diperlukan juga kreativitas individu individu. Ditambah lagi, pemerintah menuntut pendidikan Indonesia agar mencetak generasi yang bermental wirausaha seperti yang disampaikan Menteri Pendidikan Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng dalam sambutannya memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2011.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kreatif siswa Sekolah Menengah Atas dalam memecahkan masalah Geometri berdasarkan tahapan Wallas ditinjau dari
Adversity Quotient-nya.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana proses berpikir kreatif oleh Wallas (tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi) siswa kelas X dalam menyelesaikan masalah materi Geometri ditinjau dari Adversity Quotient (AQ).
Pertanyaan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana proses berpikir kreatif siswa climber? 2. Bagaimana proses berpikir kreatif siswa camper? 3. Bagaimana proses berpikir kreatif siswa quitter?
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa kelas X dalam memecahkan masalah Geometri berdasarkan tahapan Wallas ditinjau dari Adversity Quotient(AQ) siswa.
D. Batasan Istilah
Agar tidak menimbulkan penafsiran ganda, maka didefinisikan beberapa istilah berikut.
1. Berpikir adalah proses mental yang berusaha memecahkan permasalahan, membuat keputusan dan membuat diri sendiri mengerti.
2. Berpikir kreatif adalah suatu proses mental yang digunakan seseorang untuk memunculkan suatu ide secara fasih, fleksibel dan baru. Ide dalam pengertian di sini adalah ide dalam memecahkan masalah matematika.
3. Proses berpikir kreatif dalam penelitian ini adalah proses berpikir yang meliputi tahap persiapan (menemukan masalah), inkubasi (melepaskan diri dari masalah, taking a break), iluminasi (menemukan ide), dan verifikasi (pembuktian ide) untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang baru(novelty) secara fasih (fluency) dan fleksibel.
4. Masalah matematika dalam penelitian ini adalah permasalahan yang berkaitan dengan bangun ruang, di mana siswa dibebaskan untuk memberikan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan.
5. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman jawaban yang dibuat siswa dengan benar (minimal siswa memberikan dua jawaban yang tidak sama dalam memecahkan masalah dengan catatan jawaban yang diberikan benar).
6. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda (minimal memberikan dua ide penyelesaian yang berbeda dalam memecahkan masalah dengan catatan ide yang diberikan benar). Berbeda dalam hal ini adalah konsep matematika yang digunakan tidak sama.
7. Kebaruan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi
bernilai bena (siswa)
pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya.
E. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam dunia pendidikan matematika. Manfaat yang diharapkan antara lain :
1. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika Sekolah Menengah Atas dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa.
2. Bagi siswa
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah demi menghadapi tantangan masa depan.
3. Bagi pembaca
Untuk menjadi referensi, bahan pertimbangan, acuan bagi penelitian sejenis.
4. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman penelitian yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran.
commit to user
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian MatematikaDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa, -bilangan, hubungan antara bilangan
dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
Purwoto (2003:
12-pengetahuan tentang pola keteraturan 12-pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang
Sedangkan Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut:
a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
(R. Soedjadi, 2000: 11) Matematika memiliki daya abstraksi yang begitu tajam terhadap berbagai
permasalahan, sehingga wajar bahwa matematika mampu membantu
perkembangan bidang-bidang ilmu sosial maupun ilmu pengetahuan alam. Tidak terdpat definisi tunggal tentang matematika yang telah disepakati. Walaupun demikian, setelah mendalami masing-masing definisi yang berbeda, dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian
matematika secara umum. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.
2. Pemecahan Masalah
a. Pengertian Masalah
Masalah yang dalam bahasa Inggris disebut problem adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang ia inginkan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Masalah)
Cooney dalam Shadiq (2009:4) menyatakan bahwa:
be a problem, it must present a challenge that can not be resolved by some routin procedure known to the student
pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui orang yang memecahkan masalah. Ini berarti tidak semua per
diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu
b. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah secara sederhana adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk memecahkannya. Cooney dalam Shadiq(2009) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikannya. Dengan demikian
commit to user
pemecahan masalah dapat diartikan sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Dalam pemecahan masalah bukan hanya menggunakan dan mengaplikasikan konsep, definisi, teorema-teorema yang telah dipelajari tetapi memerlukan
aspek-aspek lain seperti penalaran, analisis, dan sintesa. Dalam pemecahan
masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berpikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Jadi memecahkan masalah adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mencari penyelesaian masalah dengan bekal ilmu yang telah dipelajari sebelumnya.
3. Berpikir
a. Pengertian Berpikir
Menurut John W. Santrok (2007: 294)
melibatkan memanipulasi dan transformasi informasi dalam memori yang ta dapat berpikir secara konkret atau secara abstrak. Kita juga dapat berpikir tentang masa lampau (apa yang terjadi pada kita 1 bulan yang lalu) dan tentang masa depan (seperti apa hidup kita pada tahun 2020). Kita dapat berpikir agar dapat membuat pertimbangan, berintrospeksi, mengevaluasi ide ide, menyelesaikan persoalan, dan mengambil keputusan.
Othman (Sabar Thinking is any
mental activity that helps formulate or solve a problem, make a decision, or fulfill
Cotton (dalam jurnal Sabar Nurohman, 2008) m Thinking Skills The
processes. These skills consist of knowledge, and cognitive and metacognitive
Berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan kita. Hubungan-hubungan itu adalah :
1) Hubungan sebab akibat 2) Hubungan tempat 3) Hubungan perbandingan
4) Hubungan waktu
Proses-proses yang dilalui dalam berpikir antara lain :
1) Pembentukan pengertian, artinya dari satu masalah, pikiran kita membuang ciri-ciri tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis pada masalah itu. Yang harus diingat dalam pembentukan pengertian adalah pengertian itu mempunyai isi yang tepat, kalau perlu pembentukan pengertian itu harus dibantu dengan hal-hal yang nyata. Pengertian itu sendiri adalah suatu alat pembantu berpikir untuk mendapatkan pandangan yang konkret dari kenyataan-kenyataan.
Pembentukan pendapat: artinya pikiran kita menggabungkan atau menceraikan beberapa pengertian, yang menjadi tanda khas dari masalah itu. Ada dua macam pendapat:
a) Pendapat yang positif ialah pendapat yang menggabungkan. Misalnya anak laki-laki, anak pak Mamat yang pincang yang sekarang kelas V SD, yang nakal sekali adalah Nino.
b) Pendapat yang negatif ialah pendapat yang menceraikan. Misalnya Nino yang anak pak Mamat yang pincang sekarang duduk di kelas V SD adalah anak nakal sekali.
2) Pembentukan keputusan: artinya pikiran kita menggabungkan pendapat-pendapat tersebut. Menurut terjadinya, ada 3 macam keputusan, yaitu :
a) Keputusan dari pengalaman-pengalaman b) Keputusan dari tanggapan-tanggapan c) Keputusan dari pengertian-pengertian
3) Pembentukan kesimpulan: artinya pikiran kita menarik keputusan dari keputusan-keputusan yang lain. Menurut terjadinya ada 3 macam kesimpulan, yaitu :
a) Kesimpulan Induksi adalah kesimpulan yang ditarik dari keputusan-keputusan yang khusus untuk mendapatkan yang umum. Misalnya besi kalau dipanaskan memuai, loyang kalau dipanaskan memuai, tembaga kalau dipanaskan memuai. Kesimpulannya: Semua logam kalau dipanaskan memuai.
commit to user
b) Kesimpulan Deduksi ialah kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang umum untuk mendapatkan keputusan yang khusus. Misalnya semua manusia pasti mati, Karrta manusia, Kartta mesti mati.
c) Kesimpulan Analogi ialah kesimpulan yang sama. Sebab analogi dari kata an (=tidak) dan a (=tidak) dan logi (=benar). Jadi analogi berarti benar, atau sama. Artinya kesimpulan analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan membandingkan situasi yang satu dengan situasi yang lain, yang telah kita kenal. Tetapi karena biasanya pengenalan kita kepada situasi pembanding ini kurang teliti, maka kesimpulan analogi ini biasanya juga kurang benar.
(Agus Sujanto, 2001: 56) b. Pengertian Berpikir Kreatif
Seorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, berpetualang, suka bermain-main serta intuitif. Dalam masyarakat kita, kita cenderung memandang orang-orang tertentu seperti seniman, ilmuwan, atau penemu, sebagai orang-orang misterius hanya karena mereka itu kreatif. Walaupun demikian, kita semua mempunyai kemampuan untuk menjadi pemikir-pemikir yang kreatif dan pemecah masalah. Yang diperlukan adalah pikiran yang penuh rasa ingin tahu, kesanggupan untuk mengambil risiko dan dorongan untuk membuat segalanya berhasil.
(Edmund Bachman, 2005) Pehkonen (Tatag Yuli Eko Siswono, 2006) mengemukakan bahwa suatu kombinasi dari berpikir logis dan
Menurut Amb
untuk menyelesaikan permasalahan, membuat penyelesaian, mengungkapkan ide baru dan penyelesaian yang komunikatif.
Maite Garaigordobil dan Laura Berrueco (2011) melakukan suatu penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh program bermain terhadap kekreatifan anak. Program tersebut mencakup 75 menit waktu bermain anak dalam seminggu waktu sekolah anak. Dalam penelitiannya Maite Garaigordobi dan Laura Berrueco menggunakan dua instrumen yaitu The Torrance Test Of
Creatifity (TTTC) dan Behaviours and Traits of Creative Personality Scale. Hasil
penelitian menunjukan bahwa program tersebut secara signifikan meningkatkan kreatifitas anak.
erpikir kreatif adalah merupakan suatu proses mental yang digunakan seseorang untuk
dalam pe
Silver (dalam Tatag Yuli Eko Siswono, 2006) menjelaskan bahwa Untuk menilai berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty).
Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah. Dalam masing-masing komponen, apabila respon perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Sedangkan keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.
Balka (dalam Tatag Yuli Eko Siswono, 2006) mengungkapkan gagasan
lain mengenai aspek berpikir kreatif efasihan mengacu pada banyaknya
masalah yang diajukan, fleksibilitas mengacu pada banyaknya kategori-kategori berbeda dari masalah yang dibuat dan keaslian melihat bagaimana keluarbiasaan (berbeda dari kebiasaan) sebuah respon da
Dengan demikian kegiatan pengajuan dan pemecahan masalah yang meninjau kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan dapat digunakan sebagai sarana untuk menilai kreativitas sebagai produk berpikir kreatif individu .
Dalam kajian ini ketiga komponen itu diartikan sebagai:
1) Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman
commit to user
dalam pengajuan masalah mengacu pada banyaknya atau keberagaman masalah yang diajukan siswa sekaligus penyelesaiannya dengan benar. Dua jawaban yang beragam belum tentu berbeda. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam tetapi tidak berbeda bila jawaban-jawaban itu tidak sama satu dengan yang lain, tetapi tampak didasarkan pada suatu pola atau urutan tertentu. Misalkan jawaban suatu masalah didasarkan pada bentuk aljabar 2y. Bila siswa semula menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 4 (karena y = 2), berikutnya 6 (karena y = 3), maka jawaban siswa ini beragam tetapi tidak berbeda. Bila siswa semula menjawab 2 (karena y = 1), kemudian 5 (karena y = 2,5), berikutnya 1 (karena y = ½ ), maka jawaban siswa ini beragam sekaligus berbeda. Jawaban tersebut beragam karena jawaban satu dengan yang lain tidak sama, sedang jawaban itu berbeda karena pilihan nilai-nilai y tidak didasarkan pada urutan atau pola tertentu. Dalam pengajuan masalah, suatu masalah merupakan ragam dari masalah sebelumnya bila masalah itu hanya mengubah nama subjek tetapi isi atau konsep atau konteks yang digunakan sama. Dua masalah yang diajukan berbeda bila konsep matematika atau konteks yang digunakan berbeda.
2) Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa
memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan masalah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda.
3) Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa
menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (siswa) pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu masalah yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.
Peneliti menyimpulkan proses berpikir kreatif adalah proses berpikir yang meliputi tahap persiapan (menemukan masalah), inkubasi (melepaskan diri dari masalah, taking a break), iluminasi (menemukan ide), dan verifikasi
(pembuktian ide) untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang baru(novelty) secara fasih (fluency) dan fleksibel.
c. Tahap Proses Berpikir Kreatif Wallas
Proses berpikir kreatif merupakan suatu proses yang mengkombinasikan berpikir logis dan berpikir divergen. Berpikir divergen digunakan untuk mencari ide-ide untuk menyelesaikan masalah sedangkan berpikir logis digunakan untuk memverifikasi ide-ide tersebut menjadi sebuah penyelesaian yang kreatif. Untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa, pedoman yang digunakan adalah proses kreatif yang dikembangkan oleh Wallas (Munandar,2002:59) karena merupakan salah satu teori yang paling umum dipakai untuk mengetahui proses berpikir kreatif dari para penemu maupun pekerja seni yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Indikator Tahapan Proses Berpikir Kreatif Oleh Wallas
Tahapan Proses Berpikir Kreatif Indikator
1. Tahap Persiapan Pengumpulan informasi / data untuk
memecahkan masalah.
Bekal pengetahuan pengalaman, menja-jagi kemungkinan penyelesaian masalah.
Belum ada arah tertentu / tetap tetapi alam pikiran mengeksplorasi bermacam alternatif.
2. Tahap Inkubasi Melepaskan diri sementara dari masalah.
Tidak memikirkan secara sadar tetapi -sadar. Penting untuk mencari inspirasi.
commit to user
4. Tahap Verifikasi Ide atau kreasi baru diuji.
Diuji terhadap realitas, muncul pemikiran kritis.
Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif atau sengaja.
Akseptasi total harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati
hati.
(Munandar,1983 )
d. Aktivitas Mental yang Membantu Kreativitas.
Berpikir kreatif membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi aktivitas mental seperti :
1) Mengajukan pertanyaan
2) Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka.
3) Membangun keterkaitan, khususnya diantara hal hal yang berbeda. 4) Menghubungkan hubungkan berbagai hal dengan bebas.
5) Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.
6) Mendengarkan intuisi.
(Edmund Bachman, 2005)
4. Adversity Quotient(AQ)
Stoltz(2000:8) menjelaskan suatu kecerdasan baru, yakni kecerdasan menghadapi kesulitan dan bagaimana meningkatkan kecerdasan baru tersebut. Kecerdasan baru dimaksud berawal dari hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan selama 19 tahun, mengkaji lebih dari 500 referensi dari tiga cabang ilmu pengetahuan, yakni psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi, dan menerapkan hasil penelitian dan pengkajiannya selama 10 tahun di seluruh
dunia dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa terdapat satu kecerdasan baru yang selama ini tidak terungkap dibutuhkan dan menentukan kesuksesan seseorang, yakni kecerdasan menghadapi kesulitan yang selanjutnya disebut
Adversity Quotient (AQ).
Stoltz mengelompokkan orang dalam 3 kategori AQ, yaitu: quitter(AQ rendah), camper(AQ sedang), dan climber(AQ tinggi). Quitters merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Campers merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada, namun mereka berhenti karena merasa sudah tidak mampu lagi. Sedangkan Climbers merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal hal lain.
Dalam penelitian ini, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
quitter, camper, dan climber. Kategori tersebut berurutan mulai dari siswa
ber-AQ rendah hingga siswa ber-ber-AQ tinggi, yakni: quitter, camper, dan climber.
Quitter
masalah dan menolak kesempatan untuk bisa berhasil belajar matematika. Camper
matematika tetapi tidak mau berusaha keras lagi, siswa camper sudah cukup puas dengan bisa memahami matematika. Sedangkan siswa climber
selalu berusaha keras dalam belajar maupun memecahkan persoalan matematika.
AQ terdiri dari empat dimensi, yakni CO2RE. CO2RE adalah akronim
dari control, origin dan ownership, reach, serta endurance. Dalam Adversity
Quotient, control
dalam mengelola situasi yang menimbulkan kesulitan. O2 merupakan akronim
dari origin (asal usul) dan ownership
atau apa yang menjadi asal usul kesulitan?. Dan sampai sejauh manakah saya
mengakui akibat Origin berkaitan
commit to user
sendiri sebagai satu satunya penyebab atau asal usul (origin) kesulitan tersebut. Walaupun memang mempersalahkan diri sendiri adalah penting, tapi hendaknya hanya sampai pada tahap tertentu saja. Rasa bersalah yang terlalu berlebihan dan melupakan peran orang lain dalam menimbulkan kesulitan tersebut justru dapat menimbulkan hal yang lebih buruk. Jauh lebih penting ketika seorang bersedia mengakui akibat akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan turut bertanggung jawab atas akibat kesulitan tersebut. Dalam AQ, inilah yang dinamakan dimensi ownership. Dimensi ketiga dari AQ adalah reach atau
bagian
kemungkinan besar akan menganggap situasi buruk sebagai bencana yang akan membiarkannya meluas dalam aspek kehidupannya. Sebaliknya, semakin tinggi AQ seseorang, semakin efektif pula orang tersebut membatasi jangkauan kesulitan agar tidak merambah jauh dalam aspek kehidupannya. Dimensi terakhir dari AQ
adalah endurance dua hal, yakni
kemungkinannya menganggap kesulitan atau penyebab kesulitan akan berlangsung lama bahkan selama lamanya. Sebaliknya, orang dengan AQ tinggi menganggap kesulitan dan penyebab penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan kecil kemungkinannya terjadi lagi.
Stoltz(2000:119) menyebutkan bahwa untuk mengetahui AQ seseorang dapat digunakan Adversity Response Profile (ARP). Namun ARP cenderung ditujukan untuk subjek para pegawai (mereka yang telah bekerja), sehingga peneliti menyusun angket AQ dengan tetap berpedoman pada ARP.
5. Bangun Ruang
a. Prisma
1) Definisi Prisma
Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang berhadapan yang konkuren dan sejajar atau jajargenjang-jajargenjang yang dua sisi berhadapan masing-masing berimpit dengan sisi-sisi dua segibanyak itu, sedangkan dua sisi berhadapan yanglain berimpit dengan sisi sisi jajargenjang yang lain. Berikut ini merupakan beberapa contoh prisma seperti pada Gambar 2.3.
Prisma diberi nama berdasarkan bentuk segi-n pada bidang alas Prisma diberi nama berdasarkan bentuk segi-n pada bidang alas atau bidang atasnya. Rusuk rusuk pada prisma yang tegak lurus dengan alas maupun bidang atas, sehingga prisma tersebut disebut prisma tegak Volume prisma
2) Paralellepipedum adalah prisma yang alasnya berupa jajar genjang 3) Paralellepipedum tegak adalah paralellepipedum yang rusuk-rusuk
tegaknya berdiri tegak lurus pada bidang alas.
Volume prisma = luas alas prisma x tinggi
Gambar 2.3.a Gambar 2.3.b
Gambar 2.3 gambar bangun prisma. Gambar 2.3.a prisma dengan alas segitiga dan Gambar 2.3.b prisma dengan alas segi-6
commit to user
4) Paralellepipedum siku-siku adalah Paralellepipedum tegak yang bidang alasnya berupa persegi panjang.Balok adalah bangun yang dibatasi oleh enam persegi panjang. Paralellepipedum siku-siku disebut juga balok. Volume balok
Balok ABCD.EFGH di bawah mempunyai panjang =p, lebar= l , dan tinggi = t. Gambar balok dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1
Oleh karena p x l merupakan luas alas, maka volume balok dapat dinyatakan sebagai berikut.
5) Pareallelepipedum siku-siku yang semua rusuknya sama panjang disebut kubus.
Volume kubus
Kubus ABCD.EFGH di bawah ini mempunyai panjang rusuk a seperti pada Gambar 2.2
t
l p
Volume balok = p x l x t
Volume balok = luas alas x tinggi
a
Volume kubus dengan panjang= a adalah:
V= luas alas x t=( a x a) x a= a3
Gambar 2.1 balok
b. Limas
1) Definisi limas
Limas adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh suatu segibanyakdan segitiga-segitiga yang puncak berimpit atau sama dan alas-alas segitiga itu berimpit dengan sisi-sisi segibanyak. Segibanyak itu disebut alas limas dan segitiga-segitiga itu disebut sisi tegak limas.
Limas diberi nama berdasarkan bentuk segi-n pada bidang alasnya. Gambar limas dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4
2) Volume limas
c. Tabung
1) Definisi silinder
Silinder adalah permukaan benda yang terbentuk dari suatu garis lurus (l) yang bergerak sedemikian sehingga selalu sejajar dengan garis tertentu dan selalu memotong kurva k. kurva k disebut garis lengkung silinder, garis g disebut garis arah silinder, garis-garis l disebut garis pelukis.
Volume limas = luas alas limas x tinggi
commit to user
Selanjutnya jika kurva k berupa lingkaran maka disebut silinder lingkaran. Sedangkan jika garis l tegak lurus dengan garis lengkung k maka disebut silinder lingkaran tegak. Silinder lingkaran tegak disebut tabung.
2) Volume tabung
Volume tabung =Luas alas x tinggi
=
2
.Dengan r = jari-jari lingkaran t = tinggi tabung.
d. Kerucut
1) Definisi kerucut
Bidang kerucut adalah permukaan benda yang terbentuk oleh garis-garis (g) yang bergerak sedemikian hingga selalu melalui suatu titik tertentu (T) dan selalu memotong kurva (k) dimana titik tertentu itu tidak terletak pada bidang pemuat kurva.
Titik T disebut puncak, garis k disebut garis pelukis, dan kurva k disebut garis lengkung arah kerucut. Jika k berupa lingkaran, dan jika proyeksi T pada k berimpit dengan pusat linkaran maka disebut kerucut lingkaran tegak.
2) Volume kerucut
Volume kerucut =
13
luas alas x tinggi=
13
2
.k g
e. Bola
1) Definisi bola
Bidang bola adalah permukaan tertutup sehingga setiap titik pada permukaannya memiliki jarak yang sama dari titik tertentu. Titik tertentu dinamakan titik pusat bola atau sering disingkat pusat bola.
2) Volume bola
Volume bola =
433
Dengan r= jari-jari bola
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian oleh Tatag Yuli Eko Siswono.
Tatag Yuli Eko Siswono melakukan penelitian untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa kelas VII dalam pengajuan masalah(problem posing).
Dalam tulisan tersebut akan memberikan gambaran tentang kreativitas siswa di kelas I SMP (dalam hal ini SMP Negeri 4 dan SMP Negeri 26 Surabaya) dalam mengajukan masalah yang berpandu dengan model Wallas maupun
Creative Problem solving (CPS), proses berpikir kreatif siswa ketika mengajukan
masalah matematika, dan tingkat berpikir kreatif siswa dalam mengajukan masalah matematika. Penjelasan tersebut didasarkan pada hasil penelitian kualitatif yang telah dilakukan dengan cara pemberian tugas pengajuan masalah (TPM) dan wawancara. Analisis data dari hasil TPM dilakukan dengan mengidentifikasi soal matematika yang dapat diselesaikan. Kemudian dianalisis dengan berdasar kriteria produk kreativitas yaitu kefasihan, kebaruan dan fleksibilitas.
commit to user
Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli Eko Siswono memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni meneliti proses berpikir kreatif siswa berpandu dengan model Wallas, sedangkan perbedaannya pada penelitian Tatag Yuli Eko Siswono meneliti proses berpikir kreatif ketika mengajukan masalah dan pada penelitian ini proses berpikir kreatif ketika memecahkan masalah.
2. Penelitian oleh Tatag Yuli Eko Siswono dan I Ketut Budayasa
Tatag Yuli Eko Siswono dan I Ketut Budayasa (2006: 14) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengimplementasi teori tentang tingkat berpikir kreatif yang dikembangkan secara teoritis pada siswa SMP kelas VIII dan untuk mendeskripsikan karakteristik proses berpikir kreatif siswa tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berbasis tugas. Subjek penelitian dipilih masing-masing 2 orang siswa kelas VIII dari SMP Negeri 5 Sidoarjo dan SMP Negeri 6 Sidoarjo. Hasilnya terbukti terdapat siswa yang memiliki karakteristik tingkat berpikir kreatif pada tingkat 4, 1 dan 0.
Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli Eko Siswono dan I Ketut Budayasa memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa, sedangkan perbedaannya pada penelitian Tatag Yuli Eko Siswono dan I Ketut Budayasa menganalisis tingkat berpikir kreatif dan pada penelitian ini proses berpikir kreatif ketika memecahkan masalah.
C. Kerangka Konseptual
Adversity Quotient (AQ) atau kecerdasan adversarial sering disebut
sebagai kecerdasan dalam mengatasi kesulitan. Menurut Stoltz (2000:18-19), berdasarkan Adversity Quotient siswa dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: quitter, camper, dan climber. Kategori tersebut berurutan mulai dari siswa ber-AQ rendah hingga siswa ber-AQ tinggi, yakni: quitter, camper, dan climber.
Quitter
upakan siswa yang mau menghadapi tantangan matematika tetapi tidak mau berusaha keras lagi, siswa camper sudah cukup puas dengan bisa memahami matematika. Sedangkan siswa climber
tematika, selalu berusaha keras dalam belajar maupun memecahkan persoalan matematika.
Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut futuris Joel Barker, kreativitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal hal yang tidak pasti (Stoltz.2000:94).
Quitters bekerja sekadar untuk hidup, mereka mengambil resiko sesedikit
mungkin dan biasanya tidak kreatif, kecuali saat mereka harus menghindari tantangan-tantangan yang besar. Berbeda dengan quitters, campers masih menunjukkan inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha. Campers bisa melakukan pekerjaan yang menuntut kreativitas dan mengambil risiko dengan penuh perhitungan, tetapi biasanya mereka mengambil jalan yang aman. Kreativitas dan kesediaan mengambil risiko hanya dilakukan dalam bidang-bidang yang ancamannya kecil. Berbeda dengan quitters dan campers, climber menyambut baik tantangan-tantangan. Mereka bisa memotivasi diri sendiri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dari hidup. (Stoltz.2000:25) Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses berpikir kreatif siswa Climber, camper, dan quitter.
Proses berpikir kreatif berdasarkan tahapan Wallas meliputi pada tahap pertama seorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan data yang relevan, dan mencari pendekatan untuk
menyelesaikannya. Pada tahap kedua, seseorang seakan-akan melepaskan diri secara sementara dari masalah tersebut. Tahap ini penting sebagai awal proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru dari daerah pra sadar. Pada tahap ketiga, seseorang mendapatkan sebuah pemecahan masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-ide yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru. Pada tahap
commit to user
terakhir adalah tahap seseorang menguji dan memeriksa pemecahan masalah tersebut terhadap realitas. Di sini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Pada tahap verifikasi ini seseorang setelah melakukan berpikir kreatif maka harus diikuti dengan berpikir kritis.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menduga jika seorang siswa dengan Adversity Quotient tinggi dalam arti siswa Climber tidak akan mudah putus asa jika menghadapi kesulitan dalam memecahkan masalah. Sehingga ia akan lebih berpikir kreatif dan berusaha keras agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dibandingkan siswa Camper , dan Quitter.
Pada tahap persiapan siswa Climber akan memahami masalah kemudian menghubungkannya dengan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap inkubasi siswa Climber akan sejenak merenung atau melakukan aktivitas lain untuk mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Kemudian pada tahap iluminasi timbul ide dan keputusan untuk membuat solusi. Pada tahap verifikasi siswa melakukan verifikasi apakah ide yang telah ditentukan memenuhi persyaratan. Sama halnya dengan siswa Climber, siswa Camper dan Quitter akan melalui tahap yang sama. Hanya saja ketahanan siswa dalam mencari ide dan penyelesaian masalah yang berbeda. Dugaan tingkah laku siswa dalam proses berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Kerangka Kerja Siswa Dalam Melakukan Tahapan Proses Berpikir Kreatif Tahapan proses
berpikir kreatif Tingkah Laku yang Ditunjukkan
Tahap persiapan Siswa mampu memahami masalah yang disajikan
dan menyebutkan syarat yang diperlukan dalam masalah yang disajikan.
Siswa mampu menyampaikan informasi dengan bahasa sendiri.
Siswa menyebutkan bangun ruang apa saja yang telah dipelajari.
Tahap inkubasi Siswa melakukan aktivitas merenung. Dalam aktivitas ini siswa memikirkan bangun ruang apa saja yang bisa dibuat sebagai penyelesaian.
Tahap iluminasi Siswa menyampaikan ide yang akan digunakan
sebagai penyelesaian.
Tahap verifikasi Siswa mampu menentukan ukuran bangun ruang
commit to user
28BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SMA Batik 1 Surakarta kelas X-5 tahun ajaran 2011/2012.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahap tahap waktu penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan kegiatan sebagai berikut :
1) Bulan Januari 2012 :penentuan masalah.
2) Bulan Januari 2012 Maret 2012 :penyusunan proposal skripsi.
3) Bulan Februari 2012 Maret 2012 :penyusunan instrumen penelitian.
4) Bulan Maret 2012 :uji coba instrumen angket.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan permohonan ijin ke SMA Batik 1
Surakarta yang dijadikan tempat penelitian, kemudian melakukan
pengambilan data angket AQ pada tanggal 23 April 2012 kemudian melakukan wawancara berbasis tugas yaitu pada bulan Mei 2012.
c. Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini penulis melakukan penyusunan laporan dan konsultasi pada pembimbing.
commit to user
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Ruseffendi (1994: 174), tif adalah suatu penelitian dimana kita akan mengejar lebih jauh dan dalam, tetapi kita belum bisa memperkirakan apa yang sebenarnya terjadi
ur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya, dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol simbol atau bilangan (Hadari Nawawi & Mimi Martini, 2005: 174). Dalam penelitian ini, tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah data deskriptif yang berupa kata kata tertulis atau lisan.
Strategi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu s
menggunakan observasi, wawancara, atau angket mengenai keadaan objek yang
Pengambilan data menggunakan metode wawancara berbasis tugas. Data yang diperoleh akan didiskripsikan atau diuraikan kembali kemudian akan dianalisis.
C. Sumber Data
Menurut Lofland dalam Lexy J Moeloeng (2000 : 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen.
commit to user
Sumber data utama pada penelitian ini adalah subjek penelitian yakni siswa kelas X-5 SMA Batik 1 Surakarta yang dipilih berdasarkan Adversity
Quotient (AQ) siswa.
D. Subjek Penlitian
Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus untuk studi yang bersifat mendalam. Selain itu, juga untuk menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Pada penelitian ini, subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria Adversity Quotient. Angket AQ yang telah diujicobakan kemudian diberikan kepada siswa kelas X-5 SMA Batik Surakarta pada tanggal 23 April 2012 mengambil jam pelajaran matematika saat jam pelajaran ke-7.
Berdasarkan angket Adversity Quotient yang telah di isi siswa, diperoleh data seperti Lampiran 11 pada halaman 171 , dan diperoleh rerata dan simpangan baku sebesar 86,2 dan 9. Sehingga untuk menentukan kategori siswa Climber adalah siswa dengan skor diatas rerata ditambah setengah simpangan baku
( > +
12
), yakni jika skor siswa lebih dari 91, kategori siswa Quitter adalahsiswa dengan skor dibawah rerata dikurang setengah simpangan baku yakni
( <
12
), jika skor siswa kurang dari 82. Dan sisanya termasuk siswaCamper.
Dari data skor siswa pada Lampiran 11 jika dibuat dalam diagram boxplot dengan bantuan perangkat minitab diperoleh distribusi data seperti pada Gambar 3.1.