• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Kanker Payudara Di Instalasi Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Kota Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Kanker Payudara Di Instalasi Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Kota Medan Chapter III V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif ini dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor beresiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif di mana peneliti akan mengkaji informasi dan mengumpulkan data yang telah ada sebelumnya lalu data tersebut ditelaah (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2016-September 2016. 3.2.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(2)

3.3.2 Sampel

Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:

a. Rekam medis pasien dengan diagnosis utama kanker payudara yang disertai komplikasi ataupun tanpa komplikasi penyakit lainnya yang dirawat inap di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Pasien kanker payudara yang mendapatkan obat kanker dan selain obat kanker.

c. Pasien kanker payudara yang tidak mendapatkan obat kanker. d. Kategori semua jenis kelamin.

e. Kategori semua usia.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi:

a. Data pasien pulang atas permintaan sendiri. b. Data pasien yang disertai penyakit kanker lainnya.

c. Data pasien yang tidak lengkap (tidak memenuhi informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.4 Rancangan Penelitian

(3)

Adapun data rekam medis yang dikelompokan dalam penelitian ini adalah: a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan inklusi.

b. Mengelompokkan identitas, pengobatan yang diberikan dan data klinis. c. Mengidentifikasi DRPs berdasarkan studi literatur.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif, data kuantitatif diuraikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan data kualitatif diuraikan dalam bentuk uraian.

3.6 Diagram Alur Penelitian

Gambaran pelaksanaan penelitian adalah seperti Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian

Memilih data rekam medis berdasarkan

kriteria inklusi

Analisis Data

Analisis DRPs, meliputi: a. Obat tanpa indikasi b. Obat tidak efektif c. Perlu tambahan obat d. Dosis terlalu rendah e. Dosis terlalu tinggi f. Adverse drug reaction

(Cipolle, et al., 2004) Rekam Medis

Identifikasi DRPs

(4)

3.7 Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Menghubungi Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

c. Mengumpulkan data berupa rekam medis dan status yang tersedia di RSUP H. Adam Malik Medan.

d. Menganalisis data dan informasi yang sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian.

3.8 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan variabel bebas yaitu obat-obat yang tercatat dalam rekam medis pasien, serta menggunakan variabel terikat yaitu: obat tanpa indikasi, obat tidak efektif, perlu tambahan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, dan adverse drug reaction. Namun, dalam penelitian yang dilakukan hanya menggunakan 6 kategori DRPs karena dalam penelitian ini menggunakan pendekatan retrospektif sehingga kepatuhan pasien tidak dapat diidentifikasi. Adapun penjelasan kategori DRPs yang digunakan yaitu:

a. Obat tanpa indikasi adalah pasien tidak memiki indikasi medis untuk terapi obat yang digunakan.

(5)

c. Obat tidak efektif adalah obat yang digunakan tidak efektif untuk menimbulkan respon yang diinginkan.

d. Dosis terlalu rendah adalah pasien mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut terlalu rendah.

e. Dosis terlalu tinggi adalah pasien mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut terlalu tinggi sehingga dapat meningkatkan resiko reaksi obat merugikan.

(6)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Demografi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Cara Pulang

Berdasarkan rekam medis di RSUP H. Adam Malik periode Juni 2016-September 2016 diperoleh seluruh data penderita kanker payudara di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik sebanyak 62 pasien. Rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 40 orang (64,51%) yang pulang dengan cara berobat jalan.

4.2 Demografi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Usia

Berdasarkan rekam medis penderita kanker payudara di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan periode Juni 2016-September 2016 diperoleh gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah Pasien (n=40) %

26-35 5 12,5

36-45 13 32,5

46-55 15 37,5

56-65 5 12,5

>65 2 5

(7)

kanker payudara terjadi pada wanita usia di atas 40 tahun, sedangkan 6% pada usia kurang dari 40 tahun (American Cancer Society, 2017).

4.3 Demografi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik periode Juni 2016-September 2016 diperoleh seluruh data penderita kanker payudara di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik adalah berjenis kelamin perempuan. Penyakit kanker payudara sering terjadi pada perempuan daripada pria sekitar 100 kalinya (American Cancer Society, 2017).

4.4 Demografi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Stadium Kanker

Berdasarkan rekam medis penderita kanker payudara di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan periode Juni 2016-September 2016 diperoleh gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan stadium kanker seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Stadium Kanker Stadium Kanker Jumlah Pasien (n=40) %

IIB 1 2,5

IIIB 7 17,5

IIIC 1 2,5

IV 24 60

Ca mamae 7 17,5

(8)

sedikitnya 20.000 kasus baru per tahun dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% sudah di tahap akhir (Indrasto, et al., 2008).

4.5 Kejadian DRPs

Menurut Cipolle, Drug Related Problems (DRPs) atau sering diistilahkan dengan Drug Therapy Problems adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami pasien dalam proses terapi. Adapun penyebab untuk masing-masing kategori DRPs antara lain obat tanpa indikasi, perlu tambahan obat, obat tidak efektif, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, adverse drug reaction dan kepatuhan pasien (Cipolle, et al., 2004).

Berdasarkan identifikasi terhadap regimen dosis yang diberikan kepada pasien kanker payudara di ruang rawat inap rindu B RSUP H. Adam Malik Medan periode Juni 2016-September 2016, terdapat 31 pasien (77,5%) yang mengalami DRPs (+) dan 9 pasien (22,5%) tidak mengalami DRPs (-) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Persentase Kejadian DRPs

(9)

dosis terlalu tinggi 15 (14,71%); dan adverse drug reaction sebanyak 30 kasus (29,41%). Gambaran umum kejadian DRPs secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kategori DRPs

No Kategori DRPs Jumlah

4.6.1 Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah pasien tidak memiliki indikasi klinis pada saat itu untuk mendapat terapi saat itu. Obat tanpa indikasi biasanya disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang digunakan, banyak produk obat yang digunakan untuk kondisi tertentu yang hanya memerlukan terapi obat tunggal, kondisi medis lebih tepat diobati tanpa terapi obat, terapi obat yang digunakan untuk mencegah adverse drug reaction yang berhubungan dengan terapi lainnya (Cipolle, et al., 2004).

Tabel 4.4 Analisis DRPs Obat Tanpa Indikasi

Penyebab Jenis Obat Jumlah

Kasus

%

Tidak ada indikasi medis yang valid untuk terapi obat yang digunakan

(10)

Tabel 4.4 (Lanjutan)

Penyebab Jenis Obat Jumlah

Kasus

% Kondisi yang hanya memerlukan

terapi tunggal

Antibiotika 3 2,94

Ketorolac dan Tramadol

1 0,98

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan terdapat 7 kasus (6,86%) pasien dengan obat tanpa indikasi pada penggunaan antibiotika. Berdasarkan hasil laboratorium hematologi pasien, menunjukkan nilai-nilai yang normal dan tidak adanya tanda-tanda infeksi, sehingga tidak diperlukan penggunaan antibiotika kuratif. Dalam kasus ini, pasien juga tidak dijadwalkan menjalani tindakan operasi, sehingga tidak diperlukan penggunaan antibiotika profilaksis. Antibiotika profilaksis diberikan untuk tujuan profilaksis operasi kemudian melihat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya morbiditas pasca operasi (Komite Farmasi dan Terapi RSUP H. Adam Malik, 2014).

(11)

Berdasarkan Tabel 4.4 terdapat 1 kasus (0,98%) pasien mendapatkan pengobatan anti nyeri kombinasi. Pasien mendapatkan ketorolac dan tramadol bersamaan. Penggunaan anti nyeri pada pasien kanker dengan tingkatan nyeri yang sedang, kombinasi ketorolac dan tramadol tidak direkomendasikan dan tidak memberikan manfaat untuk meningkatkan efektifitas anti nyeri. Sebaiknya untuk kasus nyeri yang sedang diberikan ketorolac tunggal ataupun tramadol tunggal. Bila perlu diberikan kombinasi untuk meningkatkan efektifitas anti nyeri pada tingkatan sedang, lebik baik ketorolac dikombinasikan dengan parasetamol. Ketorolac dan parasetamol bermanfaat dalam pelaksanaan nyeri sedang dan berat. Seabagai opioid tambahan, parasetamol dan ketorolac menunjukkan manfaat untuk meningkatkan efek anti nyeri dan mengurangi penggunaan opioid (National Cancer Institute, 2017).

4.6.2 Obat Tidak Efektif

Obat tidak efektif adalah produk obat yang digunakan tidak efektif untuk menimbulkan respon yang diinginkan. Beberapa hal yang sering menyebabkan obat tidak efektif terdiri atas obat yang digunakan bukan obat yang paling efektif untuk kondisi masalah medis yang dialami, kondisi medis yang sukar disembuhkan dengan produk obat, bentuk sediaan obat tidak tepat, dan produk obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami (Cipolle, et al., 2004).

(12)

uji kultur bakteri. Ditemukan pemberian terapi antibiotika empiris pada pasien yang mengalami infeksi selama lebih dari 72 jam. Lama pemberian antibiotika empiris adalah 48-72 jam, selanjutnya harus dievaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Hal ini diperlukan untuk menentukan jenis bakteri yang menyebabkan infeksi dan pemilihan antibiotika yang tepat (Kemenkes RI, 2011).

Pengguaan antibiotika untuk tujuan kuratif adalah penggunaan antibiotika yang diberikan ketika terjadi infeksi. Terjadinya infeksi ditandai dengan peningkatan jumlah leuko sit di atas nilai normal. Penggunaan antibiotika empiris didasarkan oleh pengalaman dengan unit khusus, dengan harapan penanganan awal akan memperbaiki hasil. Dalam pengertian lain, penggunaan antibiotika empiris diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya, tujuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Contoh antibiotika empiris yang paling sering digunakan dalam terapi kanker payudara adalah golongan sefalosporin generasi ketiga dan aminoglikosida (Kemenkes RI, 2011).

4.6.3 Perlu Tambahan Obat

(13)

memerlukan farmakoterapi lanjutan untuk memperoleh sinergisme atau efek tambahan (Cipolle, et al., 2004).

Tabel 4.5 Analisis DRPs Kategori Perlu Tambahan Obat

Penyebab Kondisi Pasien Jumlah

Kasus

Berdasarkan Tabel 4.5 ditemukan 10 kasus (9,80%) pasien menunjukkan hasil laboratorium didapatkan nilai albumin rendah dibawah normal, kondisi ini perlu dipertimbangkan untuk pemberian terapi albumin. Albumin berfungsi sebagai pembawa obat-obatan termasuk obat kanker. Penurunan albumin akan mengakibatkan obat tidak dapat memberikan efek farmakologis yang optimal. Untuk meningkatkan kadar albumin sebaiknya diberikan terapi secara farmakologis (terapi penggantian albumin) dan non farmakologis (substansi yang mengandung albumin seperti putih telur, disebut albuminoid) (Dinkes Pakpak Bharat, 2016).

(14)

Berdasarkan Tabel 4.5 terdapat 12 kasus (11,76%) pasien berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan nilai hemoglobin dan sel darah merah di bawah normal yang menunjukkan pasien mengalami anemia, sebaiknya pasien diberikan terapi antianemia untuk meningkatkan kondisi umum pasien. Anemia pada pasien kanker merupakan anemia sekunder, yaitu anemia yang disebabkan oleh penyakit kronis. Gejala klinis anemia dapat berupa pucat, lemah, dan keluhan anemia lainnya (gejala lain sesuai penyakit pasien). Terapi anemia sekunder sesuai dengan penyakit utama pasien, apabila diperlukan pasien diberikan tranfusi darah (Komite Medik RSUP H. Adam Malik, Medan).

Efek samping kemoterapi yang paling banyak adalah anemia. Beberapa obat kemoterapi bisa mengganggu kinerja sumsum tulang belakang sebagai tempat produksi sel darah. Dengan demikian, jumlah sel darah merah dalam tubuh akan berkurang atau menurun. Turunnya pasokan dan jumlah sel darah merah dapat mengakibatkan darah mudah terserang infeksi, perdarahan dan anemia (Silberstein

et al., 2008).

Berdasarkan Tabel 4.5 terdapat 1 kasus pasien (0,98%) mengalami diabetes mellitus tipe II yang tidak mendapatkan terapi untuk menurunkan nilai glukosa darah. Sebaiknya pasien dengan diabetes mellitus tipe II diberikan terapi penurun glukosa darah oral (golongan sulfonilurea, biguanid dan acarbose), terapi ini diberikan bagi pasien yang glukosa darahnya tidak terkontrol dengan diet dan latihan jasmani (Komite Medik RSUP H. Adam Malik, Medan).

4.6.4 Dosis Terlalu Rendah

(15)

dosis yang diberikan terlalu rendah untuk menimbulkan respon yang diinginkan, interval dosis yang tidak sesuai, interaksi obat menurunkan zat aktif yang tersedia dan durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan efek farmakologis (Cipolle, et al., 2004).

Berdasarkan dari hasil penelitian, ditemuka n 9 (8,82%) kasus durasi obat terlalu singkat untuk menimbulkan respon yang diinginkan pada pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi antibiotika. Pasien mendapatkan terapi antibiotika kurang dari 3 hari. Sebaiknya, terapi antibiotika diberikan minimal 3 hari sebagai terapi empiris, kemudian dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya untuk menentukan jenis bakteri yang menyebabkan infeksi dan pemilihan antibiotika yang tepat (Kemenkes RI, 2011).

4.6.5 Dosis Terlalu Tinggi

Dosis yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi sehingga menimbulkan respon yang tidak diinginkan. Beberapa hal yang sering menyebabkan kejadian DRPs kategori dosis terlalu tinggi adalah dosis yang diberikan terlalu tinggi, frekuensi obat yang terlalu singkat, durasi obat terlalu lama, interaksi obat terjadi karena hasil reaksi toksik obat dan dosis obat yang diberikan terlalu cepat (Cipolle, et al., 2004).

Berdasarkan dari hasil penelitian, ditemukan dosis terlalu tinggi sebanyak 15 kasus (16,30%) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis DRPs Kategori Dosis Terlalu Tinggi

Penyebab Obat Jumlah

Kasus

%

Dosis yang diberikan terlalu tinggi

(16)

Tabel 4.6 (Lanjutan)

Penyebab Obat Jumlah

Kasus

%

Sefadroksil 1 0,98

Durasi obat terlalu lama Ketorolac 11 10,78

Antibiotika 2 1,96

Berdasarkan Tabel 4.6, ditemukan 11 kasus (10,78%) pemakaian dosis terlalu tinggi pada ketorolac yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang (>5 hari). Pemakaian ketorolac digunakan ≤5 hari karena pemakaian lebih dari 5 hari dikhawatirkan terjadi efek samping pada gastrointestinal (Mitra, et al., 2012).

Berdasarkan Tabel 4.6, penggunaan metoklopramid dosis terlalu tinggi ditemukan 1 kasus (0,98%) pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik stadium 5. Pasien diberikan metoklopramid dengan dosis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien. Hasil laboratorium menunjukkan nilai CrCl pasien <40 mL/menit, yaitu 10,08 mL/menit. Pasien yang memiliki nilai CrCl <40 mL/menit, dosis harus dikurangi 50% dari dosis lazim (Medscape, 2016). Metoklopramid merupakan antiemetik kuat yang efektif menangani kemoterapi atau radioterapi pada pengobatan kanker (Tjay dan Rahardja, 2007). Pemberian metoklopramid dalam dosis lebih memungkinkan terjadinya diare pada pasien (Skeel, 2007).

(17)

direkomendasikan 1 gram/36 jam (Medscape, 2016). Penggunaan antibiotika dosis terlalu tinggi berhubungan dengan durasi obat terlalu lama ditemukan sebanyak 2 kasus (1,96%) (Medscape, 2016). Pasien mendapatkan terapi antibiotika golongan sefalosporin (seftriakson dan sefoperazon) selama 16 dan 30 hari. Pemberian antibiotika golongan sefalosporin maksimal diberikan tidak lebih dari 14 hari (PIONI, 2008).

4.6.6 Adverse Drug Reaction

Adverse drug reaction terjadi adalah kejadian DRPs terkait dengan produk obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan dan tidak berhubungan dengan dosis, ada produk obat yang lebih aman terkait dengan faktor resiko, interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan, pengaturan dosis yang diberikan atau diganti dengan sangat cepat, produk obat yang menyebabkan reaksi alergi, dan produk obat yang dikontraindikasi terhadap faktor resiko (Cipolle, et al., 2004).

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi obat farmakokinetik yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Dengan demikian, interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya (Pionas, 2015). Tabel 4.7 Analisis DRPs Kategori Adverse Drug Reaction

Obat Jenis Interaksi Tingkat Keparahan

Farmakokinetik Ringan 5 4,90

Injeksi ketorolac-Injeksi furosemide

(18)

Tabel 4.7 (Lanjutan)

Obat Jenis Interaksi Tingkat Keparahan

Jumlah Kasus

(%) Injeksi dexametason-Injeksi

furosemide

Farmakodinamik Sedang 1 0,98 Injeksi

metilprednisolon-Injeksi furosemide

Farmakodinamik Sedang 1 0,98 Injeksi Na

diklofenak-Injeksi ketorolac

Farmakodinamik Berat 1 0,98

Injeksi ranitidin-Injeksi ketorolac

Farmakokinetik Ringan 21 20,59

(19)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah kejadian DRPs pada pasien kanker payudara di ruang rawat inap Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan periode Juni 2016-September 2016 terdapat 31 pasien (77,50%) mengalami DRPs. Kejadian DRPs pada terapi pasien kanker payudara adalah

adverse drug reaction (29,41%); perlu tambahan obat (25,49%); dosis terlalu tinggi (14,71%); obat tanpa indikasi (10,78%); obat tidak efektif (10,78%) dan dosis terlalu rendah (8,82%).

5.2Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, disarankan:

a. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti DRPs kategori kepatuhan pasien.

Gambar

Gambar 4.1 Persentase Kejadian DRPs
Tabel 4.4 (Lanjutan)
Tabel 4.5 Analisis DRPs Kategori Perlu Tambahan Obat
Tabel 4.6 (Lanjutan)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Spencer dan Brown (2006) menopause adalah fase alami dalam kehidupan setiap wanita yang menandai berakhirnya masa subur, dimana kadar estrogen dan progesteron

Untuk mencapai level 3 ( defined process) , mengacu pada standarisasi COBIT maka setiap organisasi harus memiliki mekanisme dan prosedur yang jelas mengenai tata

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta

Setak dan Yang et.al memberikan beberapa metode untuk pemilihan supplier, diantaranya AHP ( Analytical Hierarchy Process ), ANP ( Analytic Network Process ),

Berdasarkan kodisi tersebut, kajian mengenai perubahan kerapatan vegetasi dan persepsi masyarakat pantai terhadap alih fungsi mangrove menjadi kawasan wisata dengan

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program

Tabel 3 menunjukkan dua komponen volume ion dalam Kristal alkil halide utama : volume sampai dengan n-1 kulit ,Vn.Volume meningkat dengan periode dan anion

Pemenuhan kebutuhan sistem informasi bagi semua jenis organisasi menyebabkan perkembangan sistem informasi begitu pesat. Penerapan Teknologi Informasi pada proses