• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL TAI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SDN GUGUS MANGUNSARI WANADADI BANJARNEGARA -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL TAI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SDN GUGUS MANGUNSARI WANADADI BANJARNEGARA -"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i

SISWA KELAS V SDN GUGUS MANGUNSARI

WANADADI BANJARNEGARA

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Yuanita Nur Afrida 1401412021

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii Penandatangan dibawah ini:

nama :Yuanita Nur Afrida NIM : 1401412021

jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

judul skripsi : Keefektifan Model TAI terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Gugus Mangunsari Wanadadi Banjarnegara

(3)

iii

Skripsi atas nama Yuanita Nur Afrida NIM: 1401412021, dengan judul “Keefektifan Model TAI Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Gugus Mangunsari Wanadadi Banjarnegara” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:

hari : Jumat

tanggal : 19 Agustus 2016

Semarang, 19 Agustus 2016

Mengetahui, Pembimbing I

Dra. Wahyuningsih, M.Pd. NIP 195212101977032001

Pembimbing II

Drs. Mujiyono, M.Pd. NIP 195306061981031003

Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES

(4)

iv

Skripsi atas nama Yuanita Nur Afrida. NIM 1401412021 dengan judul “Keefektifan Model TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Gugus Mangunsari Wanadadi Banjarnegara”, telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, pada:

hari : Selasa

tanggal : 30 Agustus 2016

Panitia Ujian Skripsi, Ketua

(5)

v

MOTO

1. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu (Umar Bin Khattab).

2. Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga (HR. Muslim).

PERSEMBAHAN

(6)

vi

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Keefektifan Model Team Assisted Individualization Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Gugus Mangunsari Kecamatan Wanadadi Banjarnegara” dengan baik. Terdapat banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fatkhur Rohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan belajar kepada peneliti.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memperlancar jalannya penelitian.

4. Dra. Wahyuningsih, M.Pd., Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Drs. Mujiyono, M.Pd., Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Nursiwi Nugraheni, S.Si. M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan arahannya sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Kepada Sekolah SDN Gugus Mangunsari yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SD tersebut.

(7)

vii

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak mendapat balasan dari Allah SWT. Peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Agustus 2016

(8)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.1 Manfaat Teoritis... 11

1.2 Manfaat Praktis ... 11

1.5 Definisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1 Kajian Teori ... 15

2.1.1 Pembelajaran ... 15

2.1.2 Matematika ... 17

2.1.3 Pembelajaran Matematika ... 19

2.1.4.1 Materi Pembelajaran ... 21

2.1.4 Hasil Belajar ... 34

2.1.5 Pembelajaran Efektif ... 35

(9)

ix

2.1.8.1 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ... 42

2.1.8.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ... 43

2.1.8.3 Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) ... 44

2.1.8.4 Unsur-Unsur dalam TAI ... 44

2.1.8.5 Kelebihan dan Kekurangan Model TAI ... 46

2.1.8.6 Sintaks Model Pembelajaran TAI ... 47

2.1.8 Problem Based Learning (PBL) ... 48

2.1.9.1 Karakteristik Model Pembelajaran PBL... 50

2.1.9.2 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL ... 51

2.1.9.3 Sintaks Model PBL ... 52

2.1.9 Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran ... 53

2.1.10.1 Teori Belajar Gestalt ... 53

2.1.10.2 Teori Belajar Piaget ... 54

2.1.10.3 Teori Belajar Vygotsky ... 55

2.2 Kajian Empiris ... 56

2.3 Kerangka Berfikir ... 59

2.4 Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 63

3.1.1 Jenis Eksperimen ... 63

3.1.2 Desain Eksperimen ... 63

3.2 Prosedur Penelitian ... 63

3.3 Subjek Penelitian, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 65

3.3.1 Subjek Penelitian ... 65

3.3.2 Lokasi ... 65

3.3.3 Waktu Penelitian ... 65

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 65

3.4.1 Populasi ... 65

(10)

x

3.6.1 Teknik Dokumentasi ... 67

3.6.2 Teknik Tes ... 68

3.7 Uji Coba Instrumen, Validitas, dan Reliabilitas ... 68

3.7.1 Uji Coba Instrumen ... 68

3.7.2 Uji Validitas ... 69

3.7.2.1 Pengujian Validitas Konstruk ... 69

3.7.2.2 Pengujian Validitas Isi... 69

3.7.2.3 Pengujian Validitas Butir Soal ... 70

3.7.3 Uji Reliabilitas ... 71

3.7.4 Uji Daya Pembeda ... 71

3.7.5 Analisis Taraf Kesukaran ... 72

3.8 Analisis Data ... 73

3.8.1 Analisis Data Awal ... 73

3.8.1.1 Uji Normalitas... 74

3.8.1.2 Uji Homogenitas ... 75

3.8.2 Analisis Data Akhir ... 75

3.8.2.1 Uji Normalitas... 76

3.8.2.2 Uji Homogenitas ... 76

3.8.2.3 Pengujian Hipotesis ... 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 84

4.1 Hasil Penelitian ... 84

4.1.1 Analisis Data Awal ... 88

4.1.1.1 Data UAS ... 88

4.1.1.1.1 Uji Normalitas ... 88

4.1.1.1.2 Uji Homogenitas ... 90

4.1.1.2 Data Tes Awal ... 92

4.1.1.2.1 Uji Normalitas ... 93

4.1.1.2.2 Uji Homogenitas ... 95

(11)

xi

4.1.2.1.2 Uji Homogenitas ... 99

4.1.2.2 Uji Hipotesis ... 99

4.1.2.2.1 Uji Hipotesis 1 (Uji Ketuntasan Belajar) ... 100

4.1.2.2.2 Uji Hipotesis 2 (Uji Ketuntasan Belajar) ... 101

4.1.2.2.3 Uji Hipotesis 3 (Uji Keefektifan Pembelajaran)... 102

4.2 Pembahasan ... 110

4.2.1 Pemaknaan Temuan ... 111

4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 117

4.2.2.1 Implikasi Teoritis ... 117

4.2.2.2 Implikasi Praktis ... 118

4.2.2.3 Implikasi Paedagogis... 119

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 121

5.1 Simpulan... 121

5.2 Saran... 122

5.2.1 Bagi Siswa ... 122

5.2.2 Bagi Guru ... 123

5.2.3 Bagi Sekolah ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(12)

xii

2.1 SK dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas V ... 20

3.1 Validitas Soal Pilihan Ganda ... 70

3.2 Daya Beda Soal Pilihan Ganda ... 72

3.3 Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Ganda ... 73

3.4 Kriteria Indeks Gain ... 83

3.5 Kriteria Nilai N Gain... 83

4.1 Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 86

4.2 Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 87

4.3 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 89

4.4 Deskripsi Hasil Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 93

4.5 Hasil Pengujian Normalitas Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol.. 94

4.6 Deskripsi Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol... 97

4.7 Hasil Pengujian Normalitas Tes Akhir ... 98

4.8 Uji Ketuntasan Klasikal Kelas Eksperimen ... 101

4.9 Uji Ketuntasan Klasikal Kelas Kontrol ... 102

4.10 Hasil Perhitungan Uji F Data Tes Akhir ... 103

4.11 Data Perhitungan Uji t Data Tes Akhir ... 104

4.12 Interpretasi Indeks N Gain ... 105

4.13Interpretasi Indeks Gain ... 106

4.14Data Gain dan N Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 106

4.15Hasil Perhitungan Uji F Data Gain ... 108

4.16Hasil Perhitungan Uji F Data N Gain ... 108

4.17Data Perhitungan Uji t Data Gain ... 109

(13)

xiii

4.1 Rata-Rata Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 92 4.2 Perbandingan Nilai Lhitung dan Ltabel dari Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen

dan Kontrol ... 94 4.3 Rata-Rata Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 96 4.4 Perbandingan Nilai Lhitung dan Ltabel dari Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen

(14)

xiv

Lampiran 1Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 130

Lampiran 2 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Tes Awal dan Tes Akhir ... 133

Lampiran 3Analisis Uji Coba Instrumen ... 135

Lampiran 4Rekapitulasi Hasil Analisis Soal Uji Coba ... 155

Lampiran 5Data Awal Nilai UAS Matematika Semester 1 Kelas V SDN Gugus Mangunsari ... 156

Lampiran 6Uji Normalitas Data Awal SDN Gugus Mangunsari ... 160

Lampiran 7Uji Homogenitas Data Awal SDN Gugus Mangunsari ... 167

Lampiran 8Data Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 170

Lampiran 9Data Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 171

Lampiran 10Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen ... 172

Lampiran 11Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 173

Lampiran 12Uji Homogenitas Data Nilai Tes Awal ... 174

Lampiran 13Data Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 175

Lampiran 14Data Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 176

Lampiran 15Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir Kelas Eksperimen ... 177

Lampiran 16Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir Kelas Kontrol ... 178

Lampiran 17Uji Homogenitas Data Nilai Tes Akhir ... 179

Lampiran 18Uji Hipotesis Ketuntasan Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 180

Lampiran 19Uji Hipotesis Ketuntasan Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 181

Lampiran 20Uji Hipotesis Keefektifan Pembelajaran ... 182

Lampiran 21Silabus Pembelajaran ... 193

Lampiran 22RPP Kelas Eksperimen ... 200

Lampiran 23RPP Kelas Kontrol ... 221

Lampiran 24Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 242

Lampiran 25Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 243

Lampiran 26Surat Izin Penelitian SDN 1 Medayu ... 244

(15)

xv

Lampiran 30Surat Keterangan Penelitian SDN 2 Medayu ... 248

Lampiran 31Surat Keterangan Penelitian SDN 3 Kandangwangi ... 249

Lampiran 32Tabel r Product Moment ... 250

Lampiran 33Daftar Normal Standar z ... 251

Lampiran 34Daftar Nilai Kritis L Uji Lilliefors ... 252

Lampiran 35Daftar Distribusi Chi Kuadrat... 253

Lampiran 36Daftar Nilai-Nilai Untuk Distribusi F ... 254

(16)

xvi

Kecamatan Wanadadi Banjarnegara. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I Dra. Wahyuningsih, M.Pd., II Drs. Mujiyono, M.Pd.

Matematika merupakan ilmu yang perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Pada kondisi di lapangan, matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami siswa sehingga hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika cenderung rendah. Hal ini terjadi pada sebagian besar kelas V di SDN Gugus Mangunsari yang cenderung menggunakan model PBL namum hasil belajar siswa pada kelas tersebut masih rendah. Berdasarkan hal tersebut peneliti berinisiatif untuk mengujikan model pembelajaran TAI yang dibandingkan dengan model PBL. Harapannya, peneliti dapat mengetahui apakah dengan kedua model tersebut hasil belajar siswa dapat mencapai ketuntasan klasikal dan dapat diketahui perbandingan keefektifan kedua model tersebut pada pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun datar.

Desain penelitian yang digunakan adalah Eksperimen Quasi dengan bentuk desain eksperimen Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Gugus Mangunsari Banjarnegara tahun pelajaran 2015/2016. Teknik sampling yang digunakan yaitu Cluster Random Sampling. Berdasarkan teknik tersebut diperoleh SDN 1 Medayu sebagai kelas eksperimen dan SDN 2 Medayu sebagai kelas kontrol serta SDN 3 Kandangwangi sebagai kelas uji coba. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan dokumentasi. Teknik analisis data awal yang digunakan yaitu uji normalitas dan homogenitas. Sedangkan untuk analisis data akhir, teknik analisis yang digunakan adalah uji proporsi satu pihak kanan dan uji t tes.

Berdasarkan hasil uji ketuntasan klasikal model TAI pada kelas eksperimen dengan menggunakan uji proporsi satu pihak kanan diperoleh zhitung sebesar 2 dan ztabel sebesar 1.64 (zhitung > ztabel) maka Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Sedangkan hasil uji ketuntasan belajar klasikal model PBL pada kelas kontrol diperoleh zhitung sebesar 2.16 dan ztabel sebesar 1.64 (zhitung > ztabel) maka Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Dengan kata lain hasil belajar siswa dengan menggunakan model TAI (kelas eksperimen) dan PBL (kelas kontrol) mampu mencapai ketuntasan klasikal. Sementara pada hasil uji hipotesis perbandingan keefektifan model TAI dan PBL dengan menggunakan uji t tes data tes akhir diperoleh thitung sebesar 6.094.Sedangkan ttabel sebesar 1.711 (thitung> ttabel) maka Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa model TAI lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun datar daripada model PBL.

(17)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan dan kewajiban bagi setiap manusia. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan yang tercantum dalam Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

(18)

pembelajaran inovatif yang membantu siswa agar dapat menigkatkan hasil belajarnya.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Mata pelajaran Matematika diberikan dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemapuan untuk: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pembelajaran matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006: 147-148)

(19)

matematika yang lebih baik. Menurut Snelbeker perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar merupakan hasil belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari belajar. Selanjutnya oleh Bloom hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Rusmono, 2012:8). Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan belajar yang berhubungan dengan memanggil kembali pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan. Ranah afektif meliputi tujuan-tujuan belajar yang menjelaskan perubahan sikap, minat, nilai-nilai, dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik meliputi perubahan perilaku yang menunjukkan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manupilatif fisik tertentu.

(20)

merupakan poin penting yang menunjukkan bahwa guru telah berhasil melakukan pembelajaran di kelas tersebut.

Menurut teori yang disampaikan oleh Zulkardri (dalam Hendriana, 2014: 8) paradigma pendidikan matematika saat ini harus lebih menekankan pada peserta didik yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri dengan cara penerapan berbagai model pembelajaran yang inovatif dan berpusat pada siswa. Melalui penerapan model pembelajaran yang inovatif tersebut diharapkan dikelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi dalam kelompok, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain.

(21)

siswa hanya akan menerima materi yang disampaikan guru berupa rumus-rumus yang cenderung hanya dihafalkan saja (Depdiknas, 2007:12).

Permasalahan pada hasil belajar matematika juga terdapat pada siswa kelas V SDN Gugus Mangunsari. SDN Gugus Mangunsari meliputi 7 SDN yaitu SDN 1 Kandangwangi, SDN 2 Kandangwangi, SDN 3 Kandangwangi, SDN Gumingsir, SDN 1 Medayu, SDN 2 Medayu, dan SDN 3 Medayu. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada 7 SDN tersebut diketahui bahwa pada SDN 1 Kndangwangi, SDN 3 Kandangwangi, dan SDN 3 Medayu perolehan hasil belajar siswa sudah baik. Hal ini terlihat dari presentase ketuntasan hasil belajar siswa pada ketiga SD tersebut secara berturut-turut yaitu masing-masing mencapai presentase 78%, 100%, dan 100% terhadap Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan dari masing-masing sekolah. Lain halnya dengan ketiga SD tersebut, empat SD lainnya yaitu SDN 2 Kandangwangi, SDN 1 Medayu, SDN 2 Medayu, dan SDN Gumingsir masih memperoleh presentase ketuntasan belajar yang rendah. Hal ini terlihat dari data bahwa pada SDN 2 Kandangwangi presentase ketuntasan belajar siswa yaitu 0%, pada SDN 1 Medayu presentase ketuntasan belajar siswa hanya 33%, SDN 2 Medayu memperoleh presentase ketuntasan belajar 28%, dan SDN Gumingsir 35% dari KKM yang telah ditentukan pada masing-masing sekolah. Dari uraian data tersebut maka secara garis besar perolehan hasil belajar siswa pada SDN yang tergabung dalam gugus Mangunsari masih kurang.

(22)

langkah-langkah yang sesuai dengan sintaks pada model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru

memberikan soal kepada siswa baik secara individu maupun kelompok. Kemudian dari soal tersebut siswa dipersilahkan untuk mencari sendiri penyelesaiannya. Langkah selanjutnya guru memberikan penguatan untuk memantapkan pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Siswa tidak diminta untuk memaparkan hasil kerja mereka. Sehingga tidak terjadi diskusi kelompok yang memungkinkan siswa untuk saling bertukar pendapat guna memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa hanya berkutat dengan pendapatnya sendiri serta penjelasan guru. Sehingga pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model PBL menjadi kurang maksimal. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan soal evaluasi untuk dikerjakan siswa secara individu. Dikarenakan pembelajaran yang kurang maksimal tersebut, maka siswa masih merasa kesulitan ketika dihadapkan pada soal evaluasi. Hal tersebut menyebabkan perolehan hasil belajar siswa kurang pada mata pelajaran matematika.

(23)

menemukan atau membangun pengetahuannya sendiri agar menunjang keberhasilan belajar siswa. Dengan pembelajaran yang demikian, para siswa diharapkan akan menjadi tertarik dan tertantang untuk berusaha memahami matematika lebih dalam.(Hendriana, 2014: 9-10).

Menurut Duch (dalam Shoimin, 2014: 130) Problem Based Learning (PBL) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik agar dapat belajar berfikir kritis dan meningkatkan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Selanjutnya disebutkan oleh Panen (dalam Rusmono, 2012:74) bahwa dengan strategi pembelajaran PBL, siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Sehingga dalam PBL siswa ditutut agar lebih aktif dan dapat mengidentifikasi serta menyelesaikan masalahnya sendiri untuk selanjutnya diberikan penguatan oleh guru.

(24)

kondisi yang demikian jika guru mengajar secara klasikal maka akan terdapat beberapa siswa yang akan tertinggal dari temannya. Sehingga pembelajaran dengan model TAI dianggap sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang sangat beragam.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan model TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi kurang efektif. Dengan membuat siswa-siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa tim secara rutin, saling membantu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju maka guru dapat membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada kelompok kecil siswa yang homogen dan berasal dari tim-tim yang heterogen. Sehingga dengan diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan model TAI, siswa dapat memperoleh pemahaman mengenai materi dengan baik secara individual yang nantinya akan membawa pengaruh baik dalam pembelajaran kelompoknya.

(25)

siswa yang menggunakan model PBL mencapai 73,32. Hasil ini lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah yang hanya mencapai nilai 65,14. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model PBL lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah.

Tidak hanya model PBL yang telah mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran TAI juga telah membuktikan bahwa penerapannya mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa penelitian yang menunjukkan keberhasilan penggunaan model TAI diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto, dkk. (2014: 67) pada siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Purwodadi tahun pelajaran 2013/2014. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa model pembelajaran TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran TAI, model pembelajaran TAI dan TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Data yang menunjukkan hasil tersebut yaitu bahwa rerata marginal kecerdasan logika matematika siswa dengan menggunakan model TGT mencapai 69.96 sedangkan rerata marginal kecerdasan logika matematika siswa dengan model TAI mencapai 71.70. Keduanya lebih baik daripada model pembelajaran langsung yang hanya mencapai rerata marginal 62.18.

(26)

matematika di berbagai sekolah dasar yang telah menjadi subjek penelitian. Namun belum diketahui model mana yang lebih efektif antara PBL dan TAI terhadap hasil belajar matematika. Sehingga mendorong peneliti untuk mengkaji sebuah penelitian yang ditujukan untuk mengetahui keefektifan kedua model tersebut melalui penelitian eksperimen dengan judul Keefektifan Model TAI terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Gugus Mangunsari Wanadadi Banjarnegara.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Apakah hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran TAI dapat mencapai KKM?

1.2.2 Apakah hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat mencapai KKM?

1.2.3 Apakah model TAI lebih efektif jika dibandingkan dengan model PBL terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SDN Gugus Mangunsari?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui apakah hasil belajar siswa dengan menggunakan model TAI dapat mencapai KKM.

1.3.2 Mengetahui apakah hasil belajar siswa dengan menggunakan model PBL dapat mencapai KKM

1.3.3 Untuk mengetahui keefektifan model TAI jika dibandingkan dengan model PBL terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Mangunsari.

(27)

1.4.1 Manfaat Teoretis

Model TAI dan PBL efektif untuk diterapkan pada pembelajaran matematika sehingga dapat dijadikan sebagai teori pendukung maupun sebagai sumber referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Selain itu dapat menambah pengetahuan bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi siswa

a. Meningkatkan minat siswa pada pembelajaran matematika

b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika

c. Melatih kerja sama siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan

d. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika 1.4.2.2 Bagi guru

a. Sebagai sarana untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah berlangsung.

b. Untuk mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran. c. Membuat guru untuk lebih kreatif dalam menyiapkan pembelajaran. 1.4.2.3 Bagi sekolah

(28)

b. Menumbuhkan kerjasama antar guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

1.4.2.4 Bagi peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman langsung tentang perbandingan penggunaan model TAI dan PBL terhadap hasil belajar siswa serta keefektifan masing-masing model terhadap hasil belajar matematika.

1.5

Definisi Operasional

1.5.1 Keefektifan

Keefektifan dalam penelitian ini adalah tercapainya keberhasilan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model TAI. Pada penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil belajar yang diperoleh siswa dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. KKM individual yang telah ditetapkan yaitu 70 sedangkan untuk ketuntasan klasikal ditetapkan 75% dari jumlah keseluruhan siswa dapat mencapai KKM.

1.5.2 Model Team Assisted Individualization (TAI)

Menurut Suyitno (dalam Shoimin, 2014: 200) TAI termasuk dalam pembelajaran kooperatif yang mengadaptasi dari pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan maupun penapaian prestasi siswa. Model pembelajaran TAI merupakan model pembelajaran kooperatif dengan pembentukan kelompok yang heterogen dan menonjolkan kegiatan tutor sebaya dalam kelompok.

(29)

Model pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang menekankan pada pemberian masalah pada masing-masing siswa atau kelompok yang mengaharuskan siswa dan kelompok untuk mencari sendiri solusi pemecahannya. PBL menurut Arends (2008:41) merupakan model dengan menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Dalam pembelajaran PBL, siswa saling bekerja sama dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan serta diskusi bersama untuk menyelesaikan permasalahan dan mengembangkan keterampilan sosial. 1.5.4 Hasil Belajar

(30)

14

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran

Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas yaitu belajar dan mengajar. Belajar merupakan suatu usaha bagi seorang individu untuk mengetahui hal baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pengertian belajar menurut Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013:10) merupakan suatu serangkaian proses kognitif seseorang individu yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi pengetahuan baru bagi individu tersebut. Belajar merupakan proses memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Proses pemerolehan pengatahuan dan keterampilan dalam belajar terjadi melalui instruksi atau arahan dari pendidik atau guru.

(31)

Penjelasan belajar menurut Winkle sejalan dengan pengertian belajar secara psikologis. Menurut Slameto (2013:2) pengertian belajar secara psikologis yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut nyata dan terjadi pada setiap aspek tingkah laku.

Belajar merujuk pada aktivitas siswa untuk memperoleh pengetahuan baru, sedangkan mengajar merujuk pada aktivitas guru dalam memberikan instruksi bagi siswa dalam proses pemerolehan pengetahuannya (Susanto, 2014:18). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru atau pendidik dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan maupun pembentukan sikap dan karakter peserta didik.

Menurut Degeng (dalam Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 42) bahwa pembelajaran merupakan upaya untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Sehingga dalam hal ini siswa melakukan upaya yang mampu meningkatkan atau menambah wawasan dan pengetahuannya melalui berbagai metode dan strategi pemerolehan pengatahuan.

(32)

hal ini memberikan instruksi atau arahan yang dapat menuntun peserta didik untuk mendapatkan pengetahuannya.

2.1.2 Matematika

Salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepasa siswa sekolah dasar adalah mata pelajaran matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu lain dan berperan penting dalam memajukan daya pikir manusia (BSNP, 2006:147). Sejalan dengan pengertian tersebut, Johnson dan Rising (dalam Suherman dkk, 2003:17) menyebutkan bahwa matematika merupakan pola berfikir dan pola pengorganisasian dalam pembuktian yang logis, matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Beberapa definisi mengenai matematika disebutkan oleh Anitah (dalam Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:47) yaitu:

a) Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi. b) Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak

c) Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan hubungannya.

d) Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis.

(33)

f) Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsure yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema.

g) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi kedalam tiga bidang yaitu, aljabar, analisis, dan geometri.

Definisi lain matematika disebutkan oleh Ismail dkk (dalam Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:48) bahwa matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berfikir, kumpulan sistem, struktur dan alat. Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada anak sejak usia sekolah dasar. Hal ini perlu dilakukan untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan berfikir kritis, logis, kreatif, dan sistematis.

Berdasarkan BSNP (2006:148) ruang lingkup mata pelajaran matematika meliputi tiga aspek yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data. Ketiga aspek tersebut diberikan kepada siswa mulai dari usia sekolah dasar. Materi diberikan secara bertahap mulai dari urutan mteri yang paling mudah menyesuaikan dengan tahapan perkembangan anak.

(34)

juga berkenaan dengan struktur dan pola hubungan yang diatur menurut aturan yang logis.

2.1.3 Pembelajaran Matematika

Mata pelajaran matematika diberikan oleh guru kepada siswa melalui kegiatan pembelajaan matematika. Sehingga pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi bahan matematika yang dipelajari (Muhsetyo, 2008:1.26). Menurut oleh Susanto (2014:186) bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

(35)

Berdasarkan BSNP (2006:148) ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI mencakup tiga hal yaitu; 1) bilangan; 2) geometri dan pengukuran; 3) pengolahan data. Muatan materi yang diberikan pada tingkatan kelas berbeda namun pada dasarnya masih termasuk dalam ketiga aspek tersebut. Ketiga materi pokok tersebut dijabarkan melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dipelajari dalam tiap tingkatan kelas. Pada hakikatnya pembelajaran matematika dilakukan untuk mencapai SK dan KD tersebut bukan untuk menghabiskan mata pelajaran. Berikut materi pelajaran matematika kelas V semester 2 yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006.

Tabel 2.1

SK dan KD Mapel Matematika Kelas V Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

5. Menggunakan

pecahan dalam pemecahan masalah

5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya

5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan

5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan

(36)

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Geometri dan

Pengukuran

6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana

6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri

6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

2.1.4.1 Materi Pembelajaran

Pada penelitian ini peneliti mengambil KD 6.1. Berikut penjelasan materinya.

2.1.4.1.1 Persegi Panjang

Menurut Yulianawati (2015:32) persegi panjang adalah salah satu jenis bangun datar yang memiliki sisi berhadapan yang sama panjang dan sudut-sudutnya siku-siku.

Sifat-sifat persegi panjang adalah sebagai berikut.

(37)

b. Besar masing-masing sudut sama yaitu 900. c. Mempunyai 4 titik sudut.

d. Mempunyai dua sisi diagonal yang sama panjang dan membagi dua sama panjang.

2.1.4.1.2 Persegi

Persegi adalah segi empat yang memiliki sisi sama panjang (Handoko, 2006:149).

Sifat-sifat bangun persegi adalah sebagai berikut.

a. Memiliki empat sisi yang sama panjang AB=BC=CD=AD. b. Sisi-sisi yang berhadapan merupakan sisi yang sejajar c. Memiliki empat sudut yang sama besar yaitu 900

d. Memiliki dua diagonal yang sama panjang dan saling berpotongan tegak lurus.

e. Memiliki 4 titik sudut 2.1.4.1.3 Segitiga

(38)

Jenis-jenis segitiga adalah sebagai berikut.

a. Berdasarkan panjang sisinya, segitiga dibedakan menjadi tiga jenis. 1) Segitiga sama kaki

Berbeda dengan segitiga sama sisi, segitiga sama kaki yaitu segitiga yang mempunyai kaki dengan panjang yang sama. Sedangkan alas segitiga mempunyai panjang yang berbeda.

Sifat segitiga sama kaki:

- mempunyai dua sisi sama panjang yaitu PR=QR - mempunyai dua sudut yang sama besar yaitu ‘P, ‘Q 2) Segitiga sama sisi

Segitiga sama sisi adalah segitiga yang memiliki tiga sisi sama panjang. Segitiga sama sisi termasuk dalam segitiga sama kaki. Hal ini dikarenakan segitiga sama sisi juga memiliki dua sisi kaki yang sama panjang.

Sifat Segitiga sama sisi:

(39)

- ketiga sudutnya sama besar yaitu ‘A, ‘B, ‘C 3) Segitiga sembarang

Segitiga sembarang merupakan segitiga yang tidak mempunyai aturan dalam menentukan panjang sisi maupun besar sudutnya.

Sifat segitiga sembarang:

- ketiga sisinya tidak sama panjang AB≠BC≠CA. - ketiga sudutnya tidak sama besar ‘A≠‘B≠‘C.

Berdasarkan besar sudutnya, segitiga dikelompokkan menjadi tiga jenis. 1) Segitiga siku-siku

Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu sudut yang memiliki besar 900.

(40)

Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya membentuk sudut lancip, yaitu sudut yang memiliki besar kurang dari 900.

3) Segitiga tumpul

Segitiga tumpul adalah segitiga dengan salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul dengan besar lebih dari 90o.

2.1.4.1.4 Trapesium

Menurut Handoko (2006: 156) trapesium adalah bangun datar segi empat yang memiliki sepasang sisi sejajar. Kedua sisi yang sejajar tersebut dinamakan sisi alas dan sisi atas. Terdapat tiga macam trapesium yaitu.

a. Trapesium sama sisi

Sifat-sifat yang dimiliki bangun trapesium sama kaki adalah sebagai berikut. 1) Memiliki panjang kaki yang sama yaitu AD=BC

2) Memiliki dua pasang sudut yang sama yaitu ‘A = ‘B dan ‘C = ‘D 3) Memiliki sepasang sisi yang sejajar yaitu AB//CD

(41)

b. Trapesium siku-siku

Sifat-sifat pada bangun trapesium siku-siku adalah sebagai berikut. 1) Memiliki sepasang sisi sejajar yaitu AB//CD

2) Memiliki dua sudut siku-siku yaitu ‘A dan ‘D 3) ‘B + ‘C = 1800

c. Trapesium sembarang

Sifat-sifat yang terdapat pada bangun trapesium sembarang adalah sebagai berikut.

1) Memiliki sepasang sisi sejajar yaitu AB//CD 2) ‘A + ‘D = ‘B + ‘C = 1800

2.1.4.1.5 Jajar Genjang

(42)

Sifat-sifat pada bangun jajar genjang adalah sebagai berikut. a. Memiliki 2 pasang sisi yang berhadapan dan sejajar

b. Memiliki dua pasang sisi sejajar yaitu AD//BC dan CD//AB

c. Sisi yang sejajar memiliki panjang yang sama yaitu AD=BC dan AB=CD d. Sudut yang berhadapan memiliki besar yang sama yaitu ‘A=‘C dan ‘B =

‘D

e. Kedua diagonalnya berpotongan di tengah-tengah

2.1.4.1.6 Belah Ketupat

Belah ketupat merupakan bangun datar segi empat yang memiliki empat sisi sama panjang (Yulianawati 2015:33).

Sifat-sifat dalam bangun belah ketupat yaitu,

a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar (AB=DC, AD=CB, AB//DC, AD//CB)

b. Memiliki dua pasang sudut yang besarnya sama yaitu ‘A = ‘C dan ‘B = ‘D

(43)

d. Kedua diagonalnya membagi sudut menjadi dua bagian sama besar. 2.1.4.1.7 Layang-Layang

Layang-layang merupakan bangun datar segiempat yang kedua diagonalnya saling berpotongan tegak lurus. Salah satu diagonalnya memotong diagonal lainmenjadi dua bagian sama panjang.Layang-layang terbentuk dari dua segitiga sama kaki dengan panjang alas yang sama dan berhimpit.

Sifat-sifat yang dimiliki bangun layang-layang adalah sebagai berikut. a. Memiliki dua pasang sisi yang sama panjang yaitu AB=BC dan AD=CD b. Memiliki diagonal yang tegak lurus yaitu ACABD

c. Memiliki sepasang sudut yang sama besar yaitu ‘A = ‘C

d. Diagonal BD membagi ‘B dan ‘D menjadi dua bagian sama besar 2.1.4.1.8 Lingkaran

(44)

Sifat-sifat bangun lingkaran adalah sebagai berikut: a. Mempunyai titik pusat yaitu O.

b. Mempunyai garis tengah (diameter) PQ.

c. Mempunyai jari-jari lingkaran OQ yang merupakan jarak dari titik pusat lingkaran ke tepi lingkaran.

d. Setiap garis yang ditarik dari pusat menuju tepi lingkaran merupakan jari-jari (OP=OR=OQ)

e. Panjang diameter adalah dua kali panjang jari-jari (PQ = 2 X OP) f. POR dinamakan juring.

g. Daerah yang diarsir dinamakan tembereng.

Berdasarkan pengertian dari masing-masing bangun datar tersebut maka dapat disimpulkan:

a. Persegi panjang merupakan jajar genjang yang memiliki sudut siku-siku. b. Belah ketupat merupakan jajar genjang yang memiliki sisi sama panjang. c. Persegi merupakan jajar genjang yang memiliki sisi sama panjang dan

empat sudut siku-siku.

(45)

f. Belah ketupat merupakan layang-layang yang keempat sisinya sama panjang.

g. Persegi merupakan layang-layang yang keempat sisinya sama panjang sam keempat sudutnya siku-siku

2.1.4.1.9 Menghitung Besar Suatu Sudut Pada Bangun Trapesium

Perhatikan bangun trapesium berikut!

KLMN merupakan trapesium sama kaki.

Jika besar‘K =500 dan ‘N=1300, maka berapa besar ‘L, dan ‘M!

2.1.4.1.10 Menghitung Besar Suatu Sudut Pada Bangun Datar Jajar Genjang

Perhatikan jajar genjang berikut! INGAT! 9 ‘L+‘M+‘N+‘K= 3600 9 ‘N= ‘M

9 ‘L=‘K

(46)

Jika diketahui‘A = 550, maka: Besar ‘B=….

Besar ‘C =…. Besar ‘D =….

2.1.4.1.11 Menghitung Besar Suatu Sudut Pada Bangun Datar Belah Ketupat INGAT!

9 ‘A+‘B+‘C+‘D = 3600 9 ‘A =‘C

9 ‘B =‘D 9 ‘A+‘B = 1800 9 ‘C =‘D = 1800

Mari kita selesaikan!

‘A =550, maka ‘B = ….

‘A+‘B = 1800 550+AB = 1800

‘B = 1800- 550

‘B = 1250

‘C=….

‘A =‘C = 550

(47)

Hitunglah besar ‘B, ‘C, ‘B !

Mari kita selesaikan!

‘A = 850, maka besar masing-masing sudut yaitu: ‘B =….

‘A +‘B = 1800 850+‘B = 1800

‘B = 1800- 850

‘B = 950

‘C = …. ‘C =‘D = 850

‘B = …. ‘B=‘D = 950

INGAT! 9 ‘A+‘B+‘C+‘D = 3600 9 ‘A =‘BCD

9 ‘B=‘D

(48)

2.1.4.1.12 Menghitung Besar Suatu Sudut Pada Bangun Datar Layang-Layang

Jika besar ‘A = 700, dan ‘B = 1400, maka besar ‘C dan ‘D adalah…. INGAT!

9 ‘A+‘B+‘C+‘D = 3600 9 ‘A =‘C

9 Diagonal vertikal membagi sudut menjadi 2 bagian sama besar

‘A = 700 ‘B = 1300

maka besar sudut lainnya yaitu: ‘C = ….

‘C =‘A = 700 ‘D = ….

‘A +‘B +‘C +‘D = 3600

(49)

2.1.4.1.13 Menghitung Besar Suatu Sudut Pada Bangun Datar Lingkaran

Besar sudut POQ adalah…

2.1.4 Hasil Belajar

Siswa yang telah melalui proses pembelajaran, akan dibuktikan keberhasilannya setelah guru melihat perolehan hasil belajar siswa. Jika hasil belajar siswa lebih baik dari standar yang telah ditentukan maka siswa tersebut dikatakan berhasil dalam mengikuti pembelajaran. Hasil belajar menurut Snelbeker (dalam Rusmono, 2012:8) adalah perubahan atau kemampuan baru

INGAT!

Besar sudut dalam lingkaran = 3600

Besar ‘QOR = 1350

‘POR adalah sudut siku-siku Besar ‘POR = 90

Maka ‘POQ = ….

(50)

yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah melalui proses pembelajaran, digunakan tes kemampuan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari siswa. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan belajar yang berhubungan dengan mengulas kembali pengetahuan-pengetahuan dan pengembangan intelektual dan keterampilan. Ranah afektif meliputi tujuan-tujuan belajar yang menjelaskan perubahan sikap, minat, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukkan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manipulatif fisik tertentu (Bloom dalam Rusmono, 2012:8).

(51)

2.1.5 Pembelajaran Efektif

Suatu pembelajaran dinyatakan berhasil jika pembelajaran tersebut dapat mencapai keefektifan kegiatan pembelajaran yang berpengaruh pada perolehan hasil belajar siswa. Pembelajaran dikatakan efektif menurut Uno (2011:173) apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan atau dengan kata lain hasil belajar siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pembelajaran yang efektif menurut Susanto (2014:53) merupakan tolok ukur keberhasilan guru dalam mengelola kelas. Pembelajaran dikatakan efektif apabila guru mampu membawa siswa untuk belajar secara aktif baik mental, fisik, maupun sosialnya. Pembelajaran yang efektif akan menghasilkan pembelajaran yang berkualitas.

Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan terfokus pada siswa (students centered) melalui penggunaan prosedur yang tepat (Miarso dalam Uno,

2011:173). Kualitas pembelajaran dilihat secara proses dan hasil belajar siswa. Dilihat dari segi proses, pembelajaran dikatakan berkualitas jika seluruh siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran baik. Sedangkan jika dilihat dari segi hasil, pembelajaran dikatakan berkualitas dan efektif jika terjadi perubahan tingkah laku yang positif dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga dengan menerapkan pembelajaran yang efektif akan berdampak positif pada pemerolehan hasil belajar siswa.

(52)

melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa berhasil dalam pembelajaran jika mampu mencapai tingkat pemahaman materi yang baik ditinjau dari ketercapaian hasil belajr siswa terhadap KKM. Sedangkan guru mencapai keberhasilan dalam pembelajaran jika mampu mengelola kelas dengan baik sehingga memberikan dampak yang positif terhadap perolehan hasil belajar siswa.

2.1.6.1 Indikator Pembelajaran yang Efektif

Pelaksanaan pembelajaran dikatakan berhasil jika pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif. Untuk mengukur keefektifan suatu kegiatan pembelajaran, digunakan indikator berikut:

a) Pengorganisasian materi yang baik meliputi perincian materi yang jelas, urutan penyampaian materi dari yang mudan ke yang sulit, dan berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

b) Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran mencakup penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh, kemampuan berbicara yang baik, dan kemampuan untuk mendengar. c) Penguasaan dan antusiasme terhadap materi pelajaran bagi guru. Hal ini

dikarenakan seorang guru harus mampu menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

(53)

e) Pemberian nilai yang adil kepada siswa sesuai dengan kemampuan, usaha, dan kejujuran siswa yang dapat diamati guru ketika pelaksanaan pembelajaran maupun pada saat proses pengambilan nilai.

f) Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran tercermin dengan adanya kesempatan waktu yang berbeda diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda.

g) Hasil belajar siswa yang baik menunjukkan keberhasilan siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (Uno (2011:174).

2.1.6 Model Pembelajaran

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru perlu menerapkan sebuah model pembelajaran yang akan membantu guru dalam menyapaikan materi di kelas sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa. Model menurut Mills (dalam Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:153) merupakan suatu bentuk representasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau kelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Pengertian model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan belajar, yang dirancang berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di depan kelas.

(54)

terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di dalam kelas.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model dan model pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran matematika yaitu kerangka kerja konseptual tentang pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah peserta didik belajar matematika dan pengajar mentransformasi pengetahuan matematika serta memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran matematika tidak lepas dari sistem pembelajaran yang mempunyai komponen tujuan dan pengalaman belajar. Pengorganisasian pengalaman belajar merupakan komponen pokok dari sistem kurikulum dan pengajaran instruksional. Tujuan memiliki berbagai tingkatan mulai dari tujuan nasional, institusional, kurikulum, instruksional umum, dan instruksional khusus (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:154).

(55)

Dari beberapa pengerian mengenai model pembelajaran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan rencana atau kerangka yang dipersiapkan guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kerangka tersebut nantinya akan menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sehingga yang dimaksud model pembelajaran matematika merupakan kerangka yang akan menjadi pedoman bagi guru dalam meaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif

(56)

Selain itu, Suprijono (2013: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau lebih diarahkan oleh guru. Selanjutnya menurut Shoimin (2014:45) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan terlatih untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab.

Menurut Hamzah dan Muhlisrarini (2014:160) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dalam tim kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda untuk meningkatkan pemahaman tentang suatu pokok bahasan dan mendorong masing-masing anggota tim untuk bertanggung jawab atas apa yang diajarkan guna membantu teman-temannya dalam belajar sehingga tercipta suatu atmosfer prestasi. Belajar dikatakan belum selesai apabila masih terdapat anggota kelompok yang belum menguasai materi.

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk dapat saling bertukar pengetahuan dan pengalaman. Kelompok dibentuk secara heterogen dengan memperhatikan kemampuan, gender, dan karakter sehingga dalam pembelajaran masing-masing siswa dapat memperoleh pengetahuan yang merata antara satu siswa dengan siswa lainnya.

(57)

miliki dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan belajar dan bukan merupakan suatu masalah. Hal ini karena kelas kooperatif bergerak dari sistem pengelompokkan berdasarkan kemampuan menuju pengelompokan yang lebih heterogen.

2.1.8.1 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2014:206) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran kooperatif, yang meliputi:

a) Pembelajaran secara tim

Tim dalam pembelajaran kooperatif merupakan wadah bagi siswa untuk belajar dan menemukan hal yang baru. Dalam kelompok tersebut siswa belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

b) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen kooperatif yang dimaksudkan adalah dengan menerapkan fungsi manajemen dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif yang meliputi: 1) fungsi perencanaan untuk merencanakan langkah-langkah maupun tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 2) fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar; 3) fungsi kontrol, bahwa dalam pembelajaran kooperatif, perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik secara tes maupun non tes.

(58)

Kerja sama merupakan pokok dalam pembelajaran koperatif untuk mendorong tercapainya tujuan pembelajaran.

d) Keterampilan bekerja sama

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk mau dan sanggup bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

2.1.8.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Lie: 31) unsur-unsur pembelajaran kooperatif meliputi:

a) Prinsip ketergantungan positif

Keberhasilan pembelajaran kooperatif bergantung pada usaha yang dilakukan masng individu dalam kelompok, sehingga masing-masing anggota kelompok memiliki peran dalam tercapainya keberhasilan kelompok.

b) Tanggung jawab perseorangan

Masing-masing anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif memiliki tanggung jawab dan tugas yang akan mendukung keberhasilan kelompok. c) Interaksi tatap muka

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertatap muka dan berdiskusi serta bertukar informasi yang berkaitan dengan pembelajaran.

(59)

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam pembelajaran.

e) Evaluasi proses kelompok

Adanya waktu untuk mengevaluasi kegiatan kelompok dan hasil kerja sama sehingga pada kegiatan selanjutnya dapat berjalan lebih efektif.

2.1.8.3 Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)

Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat digunanakn guru dalam mengajar. Salah satunya yaitu model TAI. Model pembelajaran TAImenurut Slavin (2015: 188) merupakan model pembelajaran dengan dasar pemikiran bahwa setiap siswa memasuki kelas untuk belajar matematika dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beragam. Dengan kemampuan yang beragam tersebut, memungkinkan beberapa siswa dengan kemampuan yang kurang akan mengalami kesulitan untuk menerima pelajaran. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan lebih akan lebih cepat menerima pelajaran. Dengan perbedaan tersebut maka dirancang sebuah model pembelajaran TAI yang akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang pada taraf pengajaran individual atau kelompok.

(60)

diharapkan dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreativitas, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

2.1.8.4 Unsur-Unsur dalam Team Assisted Individualization (TAI)

Unsur-unsur dalam model pembelajaran TAI menurut Slavin (2015:195) meliputi:

a) Teams

Dalam unsur ini, siswa dikelompokkan secara heterogen dengan anggota 4-5 orang.

b) Tes penempatan

Penempatan kelompok berdasarkan pada tes awal yang diberikan sebelum siswa memulai kegiatan pembelajaran.

c) Materi-materi kurikulum

Siswa belajar secara individual mengenai materi-materi yang mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pecahan, desimal, rasio, persen, statistik, dan aljabar.

d) Belajar kelompok

Siswa mendapat permasalahan dari guru untuk diselesaikan bersama dalam kelompok.

e) Skor tim dan rekognisi tim

(61)

Sangat Baik untuk perolehan nilai kedua, dan Tim Baik untuk perolehan nilai ketiga.

f) Tes fakta

Tes fakta dapat berupa posstest untuk melihat seberapa jauh pemahaman siswa setalah melalui proses pembelajaran.

g) Unit seluruh kelas

Guru memberikan pengajaran secara klasikal dan menghentikan program individual untuk memberikan penguatan materi yang telah dipelajari siswa. 2.1.8.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Team Assisted Individualization (TAI) Kelebihan model pembelajaran TAI menurut oleh Slavin (2015:190) adalah sebagai berikut:

a) Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.

b) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.

c) Operasional program tersebut dibuat dengan sederhana sehingga dapat dilakukan oleh siswa.

d) Memberikan motivasi kepada siswa untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat.

e) Siswa dapat saling melakukan pengecekan dengan teman satu sama lain. f) Dengan membuat siswa belajar bersama kelompok yang heterogen dengan

(62)

Selain itu dalam Shoimin (2014:203) disebutkan kekurangan model TAI, yaitu:

a) Siswa yang kurang kemungkinan menggantungkan diri pada siswa yang lebih pandai.

b) Terhambatnya cara berfikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang.

c) Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang akan bekerja hanyalah beberapa siswa yang pintar dan aktif saja.

2.1.8.6 Sintaks Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)

Tahapan pembelajaran dengan menggunakan model TAI adaah sebagai berikut:

a) Placement test

Pada tahap ini guru memberikan tes awal atau pre test untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Tes awal dapat diganti dengan mengamati nilai keseharian siswa.

b) Teams

Pada tahap ini siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang heterogen dengan anggota 4-5 orang.

c) Teaching group

Guru memberikan materi secara singkat sebelum memberikan tugas kelompok.

(63)

Dalam tahapan ini, guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompok.

e) Team study

Siswa bekerja bersama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru. Pada tahap ini guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa-siswa yang membutuhkan.

f) Fact test

Guru memberikan tes berdasarkan fakta yang telah diperoleh siswa untuk melihat keberhasilan siswa dalam memahami materi.

g) Team score and team recognition

Guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok serta memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

h) Whole class units

Guru menyajikan kembali materi di akhir bab sebagai penguatan atas materi yang telah dipelajari siswa (Shoimin, 2014: 201).

2.1.8 Problem Based Learning (PBL)

(64)

saling bekerja sama dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan serta diskusi bersama untuk menyelesaikan permasalahan dan mengembangkan keterampilan sosial. Langkah pertama dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model PBL adalah dengan memberikan pertanyaan atau masalah perangsang bagi siswa, selanjutnya siswa diharuskan untuk mencari dan menemukan solusi yang nyata untuk masalah tersebut. Ketika permasalahan telah menemukan solusi pemecahannya, maka masing-masing kelompok berkewajiban untuk memaparkan hasil diskusinya kepada kelompok lain. sehingga dalam hal ini, siswa merupakan pihak yang menjadi pusat dalam kegiatan pembelajaran.

(65)

Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL merupakan model yang didasarkan atas masalah. Siswa dalam pembelajaran PBL diberikan suatu permasalahan yang mengharuskan kelompoknya untuk mencari solusi pemecahan atas permasalahan yang telah diberikan dengan mencari referensi yang sesuai untuk solusi pemecahannya. 2.1.9.1 Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Para ahli pengembang PBL menyebutkan karakteristik khusus PBL yang dikutip oleh Arends (2008:42) yang meliputi:

a) Pertanyaan atau masalah perangsang

Sebelum memulai pembelajaran, siswa diberikan permasalahan yang merangsang siswa untuk mencari penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Permasalahan yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata.

b) Fokus interdisipliner

Berdasarkan permsalahan yang telah diberikan, siswa dituntut untuk menggali lebih banyak informasi yang relevan dengan solusi pemecahan masalah.

c) Investigasi autentik

(66)

melakukan eksperimen serta menarik kesimpulan berupa solusi permasalahan.

d) Produksi artefak dan exhibit

Setelah siswa menyelesaikan permasalahan selanjutnya siswa diharuskan membuat produk berupa laporan untuk kemudian dipaparkan kepada siswa lainnya.

e) Kolaborasi

Siswa bekerja sama dengan kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang etelah diberikan. Dengan kerja kelompok tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan diskusi bersama yang meningkatkan berbagai keterampilan sosial.

2.1.9.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning(PBL)

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model PBL menurut Shoimin (2014:132) adalah sebagai berikut:

a) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi yang nyata.

b) Siswa memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

c) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi diluar masalah tidak perlu dipelajari oleh siswa.

d) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

(67)

Selain kelebihan-kelebihan tersebut, model pembelajaran PBL memiliki kekurangan-kekurangan yaitu:

a) PBL tidak dapat dierapkan untuk semua materi pelajaran, PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang berkaitan dengan pemecahan masalah.

b) Keberagaman siswa yang tinggi dalam kelas akan menyulitkan dalam pembagian tugas (Shoimin, 2014:132).

2.1.9.3 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran dengan menggunakan model PBL dilaksanakan berdasarkan pada sintaks yang telah ditetapkan. Sintaks model PBL menurut Arends (2008:57) adalah sebagai berikut:

a) Tahap 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa. Pada tahap ini guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik yang penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

b) Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar. Dalam tahap ini guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

(68)

d) Tahap 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan produk yang tepat untuk disampaikan kepada orang lain.

e) Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pada tahap ini guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.1.10 Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran

2.1.10.1 Teori Belajar Gestalt

Teori belajar gestalt dikemukakan oleh tokoh-tokoh ahli seperti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Dalam teori ini disebutkan bahwa manusia bukanlah sekedam makhluk yang memeberikan respon terhadap stimulus yang mempengaruhinya saja. Lebih dari itu manusia sebagai makhluk yang utuh jasmani dan rohaninya maka akan melibatkan unsure subjektivitasnya dalam menanggapi stimulus yang diberikan. Sehingga respon yang muncul antara individu satu dengan individu lainnya akan berbeda.

Pada dasarnya setiap tingkah laku manusia didasarkan pada kognisi yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi yang akan terjadi jika tindakan tersebut diambil. Sehingga secara tidak langsung seorang individu akan memahami dengan jelas tindakan yang akan dilakukan. Hal ini merupakan dasar pemikiran pada teori gestalt yaitu bahwa proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang sedang dipelajari.

(69)

mendapat stimulus berupa permasalahan akan mencoba untuk mengamati dan memahami permasalahan tersebut sebelum menentukan langkah yang akan diambil untuk memecahkan masalah tersebut (Baharudin dan Wahyuni, 2012:88-89).

2.1.10.2 Teori Belajar Piaget

Selain teori belajar Gestalt, teori belajar lain yang mendukung model pembelajaran adalah teori belajar menurut Piaget. Teori Piaget(dalam Suherman dkk, 2003: 36) mengemukakan bahwa tahapan perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan usianya. Individu makin berkembang pemikiran kognitifnya jika seseorang makin bertambah usianya. Selain itu perkembangan kognitif individu juga dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Dikarenakan kehidupan sosial dan lingkungan masing-masing individu berbeda, maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai masing-masing individu akan berbeda pula.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengelompokkan perkembangan individu menjadi empat tahapan, yaitu:

a) Tahap sensori motor

Pada tahap ini anak memperoleh pengalaman melalui perbuatan fisik dan koordinasi alat indera. Tahapan ini dialami anak mulai dari lahir hingga usia 2 tahun.

b) Tahap pra operasi

(70)

berbeda makan ia akan mengatakan berbeda pula. Tahapan ini dialami anak pada usia 2 -7 tahun.

c) Tahap operasi konkrit

Tahap operasi konkrit merupakan tahapan yang dialami anak pada usia SD. Pada umumnya anak pada usia ini dapat memahami operasi logis melalui bantuan benda-benda konkrit. Sehingga dalam pengajaran pada usia SD diharapkan dapat menggunakan benda-benda konkrit untuk memaksimalkan pemahaman siswa.

d) Tahap operasi formal

Tahap operasi formal merupakan tahapan terakhir dalam tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu menalar tanpa menggunakan benda konkrit atau hal-hal yang kontekstual.

2.1.10.3 Teori Belajar Vygotsky

Teori Vygotsky menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Disebutkan oleh Vygotsky bahwa kegiatan pembelajaran akan terjadi jika anak menangani materi-materi yang belum dipelajari namun masih berada dalam jangkauannya dengan zone of proximal development, yaitu daerah perkembangan yang lebih tinggi daripada daerah perkembangannya saat ini. (Trianto, 2011:26)

(71)

Gagasan Vygostky tentang zona perkembangan proksimal ini menjadi dasar dalam meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak.

Aplikasi teori Vygotsky akan mendatangkan keuntungan berikut:

a) Anak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya melalui belajar dan berkembang.

b) Pembelajaran lebih dikaitkan sesuai dengan perkembangan potensialnya. c) Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk

mengembangkan kemampuan intermentalnya.

d) Anak diberikan kesempatan untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratifnya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugasnya.

e) Proses belajar tidak hanya bersifat transferal tetapi lebih kepada proses mengonstruksi pengetahuan secara bersama-sama.

2.2 Kajian Empiris

Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penerapan model TAI dan PBL pada pembelajaran matematika SD. Hasil penelitian tersebut antara lain.

(72)

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati danMahmudi (2014:102-115) pada siswa kelas IV SD Muhammadiyah Kleco Yogyakarta dengan tiga kelas paralel. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa: 1) Pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari aktivitas dan prstasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika; 2) pembelajaran kooperatif tipe TAI efektif ditinjau dari aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika; 3) Tidak terdapat perbedaan keefektifan antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe TAI ditinjau dari aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV sekolah dasar.

Penelitian yang dilakukan oleh Permana dkk. (2014) siswa kelas SD 1 Wongaya Gede sebagai kelas eksperimen dan SD 4 Wongaya Gede sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar daripada ttabel yaitu 3,121>2,02 sehingga diketahui bahwa antara siswa yang diajar dengan menggunakan model TAI dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model konvensional memiliki perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar. Hal ini ditunjukkan dengan skor hasil belajar siswa dengan menggunakan model TAI mencapai 22,000 sedangkan skor hasil belajar siswa dengan menggunakan metode konvensional yaitu 19,600.

Gambar

Tabel 2.1 SK dan KD Mapel Matematika Kelas V

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Uno (2011), pembelajaran yang aktif dalam artian aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai orang yang menciptakan susana belajar yang kondusif atau

Data D2 yang tidak masuk pada D3 Serdos Ge lombang 20150 2 ini akan dice k kem bali pada database di PDPT untuk penyusunan data D3 Ser dos selanjutnya.. PT dapat mengusulkan dosen

Latar belakang keluarga pasangan pernikahan dini menggunakan pola asuh permisif karena keluarga tersebut memiliki perekonomian rendah, memiliki pendidikan rendah,

terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di. Bursa

Dalam proses pengajaran yang lebih khusus, buku yang berjudul, “ Menulis dan Berpikir Kreatif : Cara Spiritualisme Kritis” ini mengiringi dengan spiritualisme kritis.. Kini

luas. 21 Metode PQ4R merupakan metode yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca dan dapat.. membantu proses belajar mengajar di kelas

Region Jawa-Bali memiliki proporsi balita paling tinggi yang terpajan semua faktor kondisi lingkungan rumah, walaupun analisis hubungan pada region ini menunjukan

yang akurat dalam praktek untuk menganalisis elemen beton bertulang hingga mencapai beban ultimit. Secara khusus, software VecTor2 sangat handal untuk analisis