JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 1 PERAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL SISWA PADA MATERI
DIMENSI TIGA
Rizky Pratama1, Mafrucha2, Winda Nur Hasanah3 123FMIPA, Universitas Negeri Jakarta
rizkypratama545@yahoo.com, mafrucha45@yahoo.com, w.nurhasanah@ymail.com
Abstrak
Kemampuan spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Dimensi tiga adalah salah satu materi matematika yang berisi tentang kedudukan titik, garis, dan bidang pada bangun ruang, menggambar dan menghitung jarak titik ke garis, titik ke bidang, garis ke bidang, antara dua bidang, menggambar dan menghitung sudut antara garis dan bidang, dan antara dua bidang. Memecahkan soal dimensi tiga, seseorang harus memiliki kemampuan spasial karena dalam materi dimensi tiga hanya digambarkan dalam bentuk dimensi dua. Visualisasi dimensi tiga ke dalam bentuk dimensi dua inilah yang membutuhkan imajinasi dan abstraksi peserta didik, sehingga menyebabkan rendahnya pencapaian siswa dalam dimensi tiga. Karena sifat objek matematika yang bersifat abstrak, maka salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat digunakan adalah pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) karena siswa akan terlibat langsung dalam menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah nyata, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui peran pendekatan PMR terhadap kemampuan spasial siswa pada materi dimensi tiga. Pengkajian melalui pengkajian data mengenai pengaruh pendekatan terhadap kemampuan spasial siswa pada materi dimensi tiga dan menganalisis/mengkajinya. Hasil ini adalah peran pendekatan PMR terhadap kemam-puan spasial siswa pada materi dimensi tiga.
Kata kunci: pendekatan pembelajaran matematika realistik, kemampuan spasial, dimensi tiga.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Matematika bukanlah hal yang
tidak lazim dalam kehidupan sehari-hari.
Kita secara sadar maupun tidak sadar
menggunakan matematika dalam
ber-bagai kegiatan. Salah satu contoh yang
paling mudah adalah dalam kegiatan
perdagangan.
Pada perkembangannya,
mate-matika secara umum dibagi menjadi
aritmatika, aljabar, geometri, dan
analisis. Geometri merupakan bagian
dari matematika yang mempelajari
tentang pola-pola visual yakni mengenai
titik, garis, bidang, dan benda-benda
ruang serta sifat-sifatnya,
ukuran-ukurannya dan hubungan dengan yang
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 2 Untuk mempelajari geometri
dibutuhkan kemampuan menangkap
du-nia ruang secara tepat, serta dapat
menghubungkan matematika dengan
dunia fisik atau dunia nyata,
puan ini disebut juga dengan
kemam-puan spasial.
Materi dimensi tiga merupakan
bagian dari geometri. Materi dimensi
tiga sebenarnya bukanlah materi yang
baru bagi siswa. Karena pada materi
dimensi tiga dibutuhkan pengetahuan
mengenai titik, garis, bidang, jarak, dan
bangun ruang. Dimana materi-materi ini
sudah diajarkan sejak siswa masih
berada di jenjang sekolah dasar. Namun
ternyata, kemampuan siswa untuk
me-mecahkan soal dimensi tiga masih
lemah. Hal ini dibuktikan oleh
pen-capaian siswa dalam menyelesaikan soal
dimensi tiga yang masih rendah.
Dalam pemecahan soal dimensi
tiga membutuhkan kemampuan untuk
memvisualisasikan hal-hal yang
di-ketahui dalam soal dalam bentuk
dimensi dua, yang artinya hal-hal yang
diketahui tidak dapat diwujudkan dalam
bentuk yang sesungguhnya sehingga
hanya divisualisasikan ke dalam bentuk
dimensi dua. Dan setelah
memvi-sualisasikan bentuk barulah siswa
di-tuntut untuk mengoperasikan
bilangan-bilangan tersebut ke dalam rumus.
Diindikasikan bahwa siswa
mengalami kesulitan untuk
memvi-sualisasikan bentuk tiga dimensi ke
dalam bentuk dua dimensi. Dapat
di-katakan bahwa siswa kurang
me-mahami sifat-sifat keruangan. Se-hingga
untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan
sebuah tindakan kelas dalam rangka
usaha meninggkatkan kemam-puan
sis-wa pada materi dimensi tiga.
Pembelajaran Metematika
Rea-listik (PMR) merupakan pemanfaatan
realitas dan lingkungan yang dipahami
siswa untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika.
PMR bertolak dari
masalah-masalah yang kontekstual, siswa sebagai
pihak yang berperan aktif dalam
kegiatan pmbelajaran, sedangkan guru
berperan sebagai fasilitator. Siswa bebas
mengeluarkan ide, dan bebas
mengo-munikasikan ide-idenya satu sama lain.
Guru membantu mereka
memban-dingkan ide-ide itu dan membimbing
mereka untuk mengambil keputusan
tentang ide mana yang lebih baik bagi
mereka (Hartadji Nursyafi’i & Ma’nar,
2001).
PMR digunakan karena
pende-katan ini adalah suatu pendepende-katan
pembelajaran yang mengarahkan siswa
pada pembelajaran secara bermakna,
sesuai dengan kemampuan berpikir
sis-wa serta berkaitan dengan kehidupan
siswa sehari-hari. Keterkaitan dengan
kehidupan sehari-hari ini akan
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 3 Matematika bukan hanya ilmu simbolik
belaka tetapi dapat diman-faatkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk membantu
dan memper-mudah pekerjaan manusia
dalam menyelesaikan permasalahan
hi-dupnya. Pemberian pembelajaran
Mate-matika yang bermakna kepada siswa dan
tidak memisahkan belajar Matematika
dengan pengalaman siswa sehari-hari,
siswa akan dapat meng-aplikasikan
Matematika dalam ke-hidupan
sehari-hari dan tidak cepat lupa.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah
“Bagaimanakah peran PMRI terhadap
kemampuan spasial siswa dalam
penyelesaian soal dimensi tiga?”
2. Kegunaan Penulisan
Dengan mengetahui peran PMR
ini diharapkan dapat meningkatkan
pembelajaran geometri khususnya pada
materi dimensi tiga dengan
mem-perhatikan aspek kemampuan spasial
siswa.
menjadi empat cabang, yaitu geometri
bidang (dimensi dua), geometri ruang
(dimensi tiga), geometri dimensi-n, dan
geometri bola. Geometri yang dibahas
di jenjang SMA yaitu geometri ruang
(Travers, 1999).
Geometri ruang (dimensi tiga)
menempati posisi khusus dalam
ku-rikulum matematika menengah, karena
banyaknya konsep-konsep yang termuat
didalamnya (Abdussakir, 2009).
Dalam Kurikulum 2013 revisi
2016 untuk Sekolah Menengah Atas
(SMA) XII, yang termuat pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 24 Tahun 2016,
kompetensi dasar pada pembelajaran
dimensi tiga adalah sebagai berikut
a. Mendeskripsikan jarak dalam
ruang (antar titik, titik ke garis,
dan titik ke bidang)
a. Menentukan jarak dalam ruang
(antar titik, titik ke garis, dan
titik ke bidang)
Tujuan pembelajaran dimensi
tiga (geometri) adalah untuk
men-gembangkan kemampuan berpikir logis,
mengembangkan intuisi keru-angan,
menanamkan pengetahuan untuk
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 4
membaca serta menginterpretasikan
argumen-argumen matematik. (Budiarto,
2000)
2. Kemampuan spasial
Spasial merupakan sesuatu yang
berkenaan dengan ruang atau tempat.
Sedangkan kemampuan spasial adalah
kemampuan seseorang untuk
menang-kap ruang dengan segala implikasinya.
Kecerdasan ini bermanfaat untuk
me-nempatkan diri dalam berbagai
per-gaulan sosial, pemetaan ruang, gambar,
teknik, dimensi dan sebagainya yang
berkaitan dengan ruang nyata maupun
ruang abstrak.
Secra garis besar terdapat tiga
komponen utama dalam kemampuan
spasial (Turğut dan Yilmaz, 2012) yaitu
Rotasi Spasial (Spatial Rotation),
Visu-alisasi Spasial (Spatial Visualization),
dan Persepsi Spasial (Spatial
Per-ception). Persepsi spasial adalah jenis
kemampuan spasial yang menuntut
subjek menentukan hubungan spasial
sehubungan dengan informasi yang telah
diketahui. Rotasi spasial adalah
ke-mampuan yang menuntut siswa untuk
memutar gambar dua dimensi atau tiga
dimensi secara berulang dan akurat, dan
Visualisasi spasial adalah kemampuan
menuntut subjek untuk melakukan
mani-pulasi informasi secara spasial.
Pemahaman gambar dua
di-mensi sebagai perwakilan dari bangun
tiga dimensi merupakan bagian dari
kemampuan visual spasial. Visual
spasial terdiri dari penggabungan mental
dari pandangan yang berbeda, contohnya
pandangan tegak lurus sampai ke
pandangan keseluruhan.
Siswa dengan kemampuan ini
akan memudahkan siswa dalam
me-nangani berbagai pekerjaan dalam
mate-matika seperti dimensi tiga.
3. Pengaruh kemampuan spasial
pada materi dimensi tiga
Pengaruh merupakan daya yang
ada atau timbul dari sesuatu (orang atau
benda) yang ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang.
Sedangkan kemampuan spasial adalah
kemampuan seseorang untuk
menang-kap ruang dengan segala implikasinya.
Dimensi tiga adalah salah satu
materi matematika yang berisi tentang
kedudukan titik, garis, dan bidang pada
bangun ruang, menggambar dan
menghitung jarak titik ke garis dan titik
ke bidang, menggambar dan menghitung
jarak garis ke bidang, menggambar dan
menghitung jarak antara dua bidang,
menggambar dan menghitung sudut
antara garis dan bidang, dan
meng-gambar dan menghitung sudut antara
dua bidang.
Untuk memecahkan soal-soal
dalam dimensi tiga, seseorang harus
memiliki kemampuan spasial. Karena
dalam materi dimensi tiga banyak
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 5 diwujudkan dalam bentuk atau bangun
yang sesungguhnya, sehingga hanya
divisualisasikan atau digambarkan
da-lam bentuk dimensi dua. Visualisasi
dimensi tiga ke dalam bentuk dimensi
dua inilah yang membutuhkan imajinasi
dan abstraksi peserta didik,
Untuk dapat mengetahui
bagai-mana letak hubungan antara titik, garis,
dan bidang dalam gambar tersebut
peserta didik harus mempunyai
puan spasial yang cukup. Jadi
kemam-puan spasial mempunyai pengaruh
dalam pembelajaran dimensi tiga.
Apa-bila kemampuan spasial siswa rendah
maka siswa akan mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal dimensi tiga,
begitupun sebaliknya jika kemampuan
spasial siswa tinggi, maka siswa akan
dengan mudah menyelesaikan soal
di-mensi tiga.
4. Pendekatan Pendidikan
Mate-matika Realistik (PMR)
Istilah pendekatan merujuk pada
terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum. Pendekatan
me-rupakan jalan atau arah yang ditempuh
oleh guru atau siswa dalam mencapai
tujuan pendidikan. Pendekatan dapat
diartikan sebagai “titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses
pem-belajaran”. Pendekatan sangat me -nentukan dalam dunia pendidikan dan
pengajaran. Pendekatan mempunyai
pengaruh besar terhadap hasil belajar
yang diharapkan. Mengingat kedudukan
mata pelajaran matematika yang
de-mikian penting dalam rencana pe-lajaran
diberbagai jenjang pendidikan. Oleh
karena itulah sebelum melak-sanakan
pengajaran, guru sebaiknya perlu
me-mikirkan terlebih dahulu pendekatan apa
yang tepat yang akan diberikan kepada
siswa dalam proses pembelajaran.
Rambu-rambu pada latar belakang
lampiran dokumen standar isi pada
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006
menyatakan bahwa “Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi”.
Salah satu pendekatan yang saat
ini mulai dikembangkan di Indonesia
untuk meningkatkan mutu pendidikan
dalam pembelajaran matematika adalah
pendekatan matematika realistik.
Kata ‘realistis’ diambil dari
bahasa Belanda dari kata zich realiseren
yang berarti membayangkan. Istilah
‘realistis’ lebih menekankan bahwa
siswa harus berusaha dapat
mem-bayangkan situasi masalah yang
di-berikan, dan titik tekannya bukan pada
keaslian masalah. Namun demikian,
bukan berarti bahwa keterhubungan
dengan situasi kehidupan nyata tidak
penting, akan tetapi yang menjadi
penekanan bahwa konteks tidak harus
dibatasi pada situasi dunia nyata, dunia
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 6 formal matematika dapat menjadi sangat
cocok untuk konteks masalah, sepanjang
hal itu adalah riil dalam pikiran siswa
Pendekatan pendidikan
mate-matika realistik (PMR) didasarkan pada
konsep Frudenthal yang berpendapat
bahwa matematika merupakan aktivitas
manusia dan matematika harus terkait
dengan dunia realitas. (Aljupri, 2005 ).
Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal
mengembangkan suatu pendekatan
teori-tis terhadap pembelajaran mate-matika
yang dikenal dengan PMR. PMR
menggabungkan pandangan tentang apa
itu matematika, bagaimana siswa belajar
matematika dan bagaimana matematika
harus diajarkan. Freudenthal
berke-yakinan bahwa siswa tidak boleh
dipandang sebagai passive receivers of
ready-made mathematics (penerima
pasif matematika yang sudah jadi).
Menurutnya pendidian harus
meng-arahkan siswa kepada penggunaan
berbagai situasi dan kesempatan untuk
menemukan kembali matematika dengan
cara mereka sendiri (Sutarto Hadi,
2005). Aktivitas manusia yang dimaksud
meliputi mencari masalah,
meng-organisasikan materi yang relevan,
membuat model matematika,
penye-lesaian masalah, mengorga-nisasikan
ide-ide baru dan pemahaman baru yang
sesuai dengan konteks. Sedangkan
matematika harus terkait dengan realitas
berarti matematika harus relevan dengan
situasi kehidupan sehari-hari atau dekat
dengan dunia siswa.
Dalam PMR, dunia nyata dapat
dimanfaatkan sebagai titik awal
pe-ngembangan ide dan konsep
mate-matika. Blum dan Niss menyatakan :
“real word is the world outside mathematics, such as subject matter
other than mathematics, or our daily life
and environment”. Artinya, “Dunia
nyata adalah segala sesuatu di luar
matematika seperti pada pelajaran lain
selain matematika, atau kehidupan
sehari-hari dan lingkungan sekitar kita
(Fadjar Shadiq, 2010 ). Suatu masalah
realistik tidak harus selalu berupa
masalah yang ada di dunia nyata dan
bisa ditemukan dalam kehidupan siswa.
Suatu masalah disebut “realistik” jika
masalah tersebut dapat dibayangkan atau
nyata dalam pikiran siswa. Suatu cerita
rekaan, permainan bahkan bentuk formal
matematika bisa digunkan sebagai
ma-salah realistik (Wijaya, Ariyadi, 2012).
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kajian
literatur sehingga metode yang
di-gunakan yaitu menganalisis dan sintesis
teori-teori berdasarkan kajian pustaka.
Sehingga dapat memberikan informasi
yang dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan sesuai dengan
tujuan penelitian. Penelitian yang
relevan dalam jurnal ini berhubungan
Mate-JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 7 matika Realistik ( PMR ) dan
pe-ngaruhnya terhadap kemampuan spasial
siswa pada materi dimensi tiga
C. PEMBAHASAN
Secara garis besar ruang lingkup
materi matematika geometri pada
ting-kat SD, yaitu mengenalkan bangun
da-tar dan bangun ruang, sifat-sifat bangun
datar dan bangun ruang, bagaimana
menentukan keliling dan luas bangun
datar, menentukan volume bangun
ruang, menentukan jarak sederhana,
menentukan keliling dan luas gabungan
bangun datar sederhana dan volume
gabungan bangun ruang sederhana,
menghitung sudut, dll.
Sedangkan pada tingkat SMP,
yaitu mendeskripsikan hubungan garis
dengan garis, garis dengan sudut, sudut
dengan sudut, serta menentukan
uku-rannya, membahasa mengenai bangun
ruang dan bangun datar yang dibahas
secara lebih mendalam, menggunakan
Teorema Pythagoras dalam pemecahan
masalah, memahami kesebangunan
ban-gun datar dan pengban-gunaannya dalam
pemecahan masalah, dll.
Dan pada tingkat SMA, siswa
mempelajari mengenai bagaimana
menentukan kedudukan titik, garis, dan
bidang dalam ruang dimensi tiga,
menentukan jarak dari titik ke garis dan
dari titik ke bidang dalam ruang dimensi
tiga, menentukan besar sudut antara
garis dan bidang dan antara dua bidang
dalam ruang dimensi tiga.
Materi geometri pada tingkat
SMA sebenarnya sudah dipelajari pada
tingkat SD dan SMP, yaitu mengenai
titik, garis dan bidang. Namun pada
tingkat SMA yang membedakan adalah
siswa mempelajari mengenai titik, garis,
dan bidang pada dimensi tiga.
Namun seringkali siswa kesulitan
merasa kesulitan. Kesulitan siswa ini
disebabkan oleh pembelajaran dimensi
tiga yang membutuhkan banyak
ima-jinasi. Penbelajaran konvensional atau
pembelajaran yang berpusat pada guru
kurang mendukung siswa untuk bisa
melihat visualisasi bangun dimensi tiga.
Untuk itu, perlu suatu cara lain yang
berpusat pada siswa yang membuat
siswa senang belajar matematika dan
mendorong siswa dengan menggunakan
media pembelajaran dan strategi yang
tepat dan tidak membosankan agar lebih
aktif dalam kegiatan belajar.
Pembelajaran Matematika
Re-alistik (PMR) telah diteliti dan
dikembangkan di Belanda dan telah
berhasil meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa. Pendidikan
mate-matika realistik pada dasarnya adalah
pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang
nyata atau konkret dan dapat diamati
secara langsung sesuai dengan
ling-kungan tempat siswa berada (Soedjadi,
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 8
(2001), Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran matematika
yang berorientasi pada pematematisasian
pengalaman sehari-hari (mathematize
everyday experience) dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari
(everydaying mathematics).
Pembelajaran yang berorientasi
pada PMR dapat dicirikan oleh : (a)
pemberian perhatian yang besar pada
“reinvention”, yakni siswa diharapkan
membangun konsep dan struktur
matematika bermula dari intuisi mereka
masing-masing; (b) pengenalan konsep
dan abstraksi melalui hal-hal yang
konkret atau dari sekitar siswa; (c)
selama pematematikaan, siswa
meng-kontruksi gagasannya sendiri, tidak
perlu sama antar siswa yang satu dengan
lainnya, bahkan tidak perlu sama dengan
gagasan gurunya; (d) hasil pemikiran
siswa dikonfrontir dengan hasil
pemi-kiran siswa lainnya (Treffers dan
Panhuizen dalam Yuwono, 2001).
Dengan pengenalan konsep dan
abstraksi melalui hal-hal yang konkret
atau dari sekitar siswa akhirnya
kebenaran dapat dirujukkan kepada
kenyataan yang ada atau realitas,
sehingga dalam keadaan ini dapat
dikatakan bahwa “hakim tertinggi ilmu pengetahuan alam adalah realitas” (Soedjadi, 2000).
Menurut Gravemeijer (dalam
Zulkardi, 2002) Pendidikan Matematika
Realistik mempunyai lima karakteristik,
yaitu: (1) Menggunakan masalah
kon-tekstual (masalah konkon-tekstual sebagai
aplikasi dan sebagai titik tolak darimana
matematika yang diinginkan dapat
muncul). (2) Menggunakan model atau
jembatan dengan instrumen vertikal
(perhatian diarahkan pada
pengem-bangan model, skema dan simbolisasi
dari pada hanya menstransfer rumus atau
matematika formal secara langsung). (3)
Menggunakan kontribusi murid
(kon-tribusi yang besar pada proses belajar
mengajar diharapkan dari konstruksi
murid). (4) Interaktivitas (negosiasi
se-cara eksplisit, intervensi, kooperasi dan
evaluasi sesama murid dan guru sebagai
fasilitator). (5) Terintegrasi dengan topik
pembelajaran lainnya.
Berikut merupakan contoh
pem-belajaran menggunakan PMR pada
materi dimensi tiga dengan kompetensi
dasar kedudukan titik, garis, dan bidang.
Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
No. Komponen RPP RPP Desain Realisasi
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 9
Dasar yang akan dicapai
Urutan pemahaman konsep
telah sesuai
Menyusun indikator
berda-sarkan kehidupan
sehari-hari
siswa dapat menunjukan komponen
bidang, posisi alas, rusuk dll.
2. Tujuan Tujuan pembelajaran
di-lengkapi dengan membaca,
mengamati, mendata,
me-rangkai, memodifikasi,
mendemonstrasikan dan
memvisualisasikan
Ilustrasi gambar bagi siswa
diperbanyak
Menyusun benda-benda
di-mensi tiga dalam
ke-hidupan sehari-hari
Mengetahui manfaat mempelajari
materi geometri pada pokok bahasan
kedudukan titik, garis, dan bidang
dalam kehidupan sehari-hari dengan
masalah nyata yang real
Lingkungan sekitar yang terdapat
benda-benda berbentuk dimensi tiga
seperti meja, kursi, karpet, dan
kardus
3. Materi
Pembelajaran
Menjabarkan materi pokok
dimensi tiga
hubungan yang terjadi
antara bidang, rusuk, ujung
/pojok meja/kotak kardus
Contoh :
Diberikan gambar sebuah meja.
Untuk membuktikan dua pasang
rusuk sejajar dan dua garis saling
berpotongan.
Contoh :
Diberikan gambar sebuah kardus .
Untuk membuktikan dua bidang
sejajar dan dua bidang saling
Memberikan motivasi
belajar pada siswa
Memulai pembelajaran dengan
mengajukan masalah (soal) yang real
bagi siswa sesuai dengan
pe-ngalaman dan tingkat
pe-ngetahuannya.
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 10 melalui nilai matematis,
soft skill dan
ke-bergunaan matematika
Memberikan
kesem-patan pada siswa
me-nanyakan hal-hal yang
sulit dimengerti pada
materi sebelumnya
2. Kegiatan inti
Guru memberikan
pen-jelasan umum tentang
geometri ruang.
Ke-mudian guru membagi
kelas menjadi beberapa
kelompok denngan
ang-gota kelompok secara
beragam.
Langkah-langkah yang
terkait dengan
men-gembangkan
pembelajaran mengikuti
ketiga prinsip PMR.
dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran tersebut.
Mengembangkan model-model
sim-bolik terhadap permasalahan yang
diajukan sehingga pem-belajaran
berlangsung secara interaktif.
Contoh :
Diberikan sebuah gambar burung
yang hinggap pada kabel listrik yang
sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Misalkan kabel listrik
adalah suatu garis dan burung adalah
titik.
Pengembangan Lembar Kerja Siswa
No. Komponen
LKS
LKS Desain Realisasi
1. Struktur LKS
dan konstruksi
LKS
penggunaan bahasa,
susunan kalimat yang
jelas, tingkat
ke-sukaran dan kejelasan
dalam arti dapat
dimengerti oleh
sis-wa, dan menyediakan
ruang yang cukup
untuk memberi
ke- Menggunakan bahasa yang sesuai dengan
tingkat ke-dewasaan dan struktur kalimat
yang jelas serta memiliki taat urutan yang
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik.
Dalam ruang kelas terdapat peta yang
menunjukan titik dalam sebuah gambar
dengan kedudukan titik tidak memiliki
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 11 luasan pada siswa,
dan lebih banyak
ilustrasi daripada
ka-ta-kata.
2. Tampilan dan
langkah-langkah
menyusun LKS
Tampilan LKS lebih
sistematis dari sisi
warna serta gambar
untuk menarik minat
siswa dalam belajar.
Terdapat analisa
kuri-kulum dan peta LKS
untuk meng-analisis
sumber be-lajar dan
komponen penunjang
dengan tujuan
pem-belajaran yang akan
dicapai.
Langkah-langkah
Penyusunan LKS
ter-kait dengan ke-giatan
dalam PMR
Terdapat kombinasi gambar dan tulisan.
Gambar ilustrasi menyampaikan isi secara
efektif untuk membantu siswa berpikir
kritis.
Langkah-langkah Pembelajaran
menya-jikan masalah yang real bagi siswa
terhadap permasalahan yang diajukan.
Contoh :
Sinar keluar dari mercusuar menunjukan
sinar dalam bi-dang geometri merupakan
bagian dari garis dengan objek terdiri atas
himpunan titik tak berhingga dan tak
terbatas.
Contoh Kegiatan Belajar :
I. Menemukan kembali secara
seimbang
Jika diberikan gambar kursi.
Tariklah sebuah garis yang sejajar pada
bidang kursi tersebut. Apa yang dapat
anda simpulkan ?
a. Dua rusuk a dan b dikatakan
sejajar, jika kedua garis itu
terletak pada sebuah bidang dan
tidak mempunyai satupun titik
persekutuan.
b. Dua buah garis dikatakan
berpotongan, jika kedua garis itu
terletak pada sebuah bidang dan
mempunyai sebuah titik
per-sekutuan. Dalam geometri
bi-dang, titik persekutuan itu
di-sebut titik potong antara kedua
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 12 Jika diberikan gambar karpet.
Tariklah sebuah garis yang sejajar pada
bidang karpet tersebut. Apa yang dapat
anda simpulkan ?
a. Dua rusuk c dan d dikatakan
sejajar, jika kedua garis itu
terletak pada sebuah bidang dan
tidak mempunyai satupun titik
persekutuan.
b. Dua buah garis dikatakan
berpotongan, jika kedua garis itu
terletak pada sebuah bidang dan
mempunyai sebuah titik
per-sekutuan. Dalam geometri
bi-dang, titik persekutuan itu
di-sebut titik potong antara kedua
garis.
II. Didactical Phenomenology atau
Fenomena Didaktik
Pada gambar di bawah ini,
terlihat salah satu kabel merupakan
contoh dari garis. Garis mempunyai
panjang yang tak terbatas. Garis adalah
konsep abstrak yang bentuknya lurus,
memanjang ke dua arah, tidak terbatas
dan tidak memiliki tebal. Dua buah garis
adalah sejajar, berpotongan atau
ber-silangan. Dua garis disebut ber-potongan
jika memiliki titik sekutu. Dua garis
disebut sejajar jika berada pada satu
bidang dan tidak mempunyai titik
sekutu. Dua garis disebut bersilangan
jika tidak berada pada satu bidang dan
tidak memiliki titik sekutu.
Bidang mempunyai panjang
yang tak terbatas. Bidang adalah
permukaan rata, meluas ke segala arah
dengan tidak terbatas dan tidak memiliki
tebal. Dua buah bidang adalah sejajar
atau berpotongan. Dua buah bidang
disebut berpotongan jika memiliki garis
sekutu atau garis potong. Dua buah
bidang disebut sejajar jika tidak
memiliki garis sekutu.
Perhatikan dua gambar di
bawah. Terdapat jembatan
penye-brangan dan terdapat seorang siswi
sedang menyebrang jalan raya. Apa
perbedaan dari gambar tersebut.
Jika dimisalkan jembatan
penyebrangan adalah suau garis atau
bidang dan siswi adalah suatu titik.
Karena siswi tersebut tidak berjalan di
jembatan penyebrangan maka siswi
dikatakan tidak terletak pada jembatan
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 13 terletak pada garis, jika suatu titik dilalui
garis maka dikatakan titik terletak pada
garis tersebut. Dan jika suatu titik tidak
dilalui garis maka dikatakan titik
tersebut berada di luar garis. Jika suatu
titik dilewati bidang, maka dikatakan
titik itu terletak pada bidang. Dan jika
titik tidak dilewati suatu bidang, maka
titik itu berada di luar bidang.
III. Self-developed Models atau
model dibangun sendiri oleh
siswa
Bila kita lihat sekilas, rel
tersebut nampak sebuah garis lurus yang
antara bagian besi yang satu dengan besi
lainnya saling sejajar. Bagaimana
sebenarnya posisi sejajar itu? Lalu
apakah ada posisi yang lain pada suatu
garis?
Berdasarkan gambaran tersebut,
selanjutnya apabila dua buah rel kereta
api kita anggap sebagai dua buah garis,
maka dapat kita gambarkan seperti
gambar di bawah ini
Garis m dan garis n di atas, jika
diperpanjang sampai tak berhingga
maka kedua garis tidak akan pernah
berpotongan. Keadaan seperti ini
dikatakan kedua garis sejajar. Dua garis
sejajar dinotasikan “//” . Dua garis atau lebih dikatakan sejajar apabila
garis-garis tersebut terletak pada satu bidang
datar dan tidak akan pernah bertemu
atau berpotongan jika garis tersebut
diperpanjang sampai tak berhingga.
Mengapa kita bisa berjalan
diantar dua dinding itu?
Hal ini disebabkan kedua
dinding itu sejajar, dan tidak mungkin
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 14
Jika garis p sejajar garis k dan
garis q sejajar dengan garis h,
garis p dan q berpotongan
terletak pada dinding α, garis h
dan garis k berpotongan terletak
pada bidang , maka bidang α dan bidang sejajar.
Jika bidang α sejajar dengan bidang dan dipotong oleh bidang , maka garis potong (α, ) sejajar garis potong ( , ). Bidang α sejajar bidang . Bidang memotong bidang α
dan bidang . Jadi (α, ) sejajar
( , ).
D. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan
pem-bahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut: Peran
pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik dapat meningkatkan
ke-mampuan spasial siswa dalam
menye-lesaikan soal pada materi dimensi tiga
dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional yang hanya berpusat
ke-pada guru. Kemampuan spasial
memegang peranan penting dalam
penyelesaian masalah dimensi tiga.
Kemampuan spasial memiliki hubungan
positif terhadap kemampuan matematika
siswa. Semakin baik kemampuan spasial
siswa maka semakin baik dalam
menyelesaikan masalah dimensi tiga.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. (2009). Pembelajaran
Geo-metri (http://abdussakir, word
press.com/2009/01/25/pembelajara
n-geometri-dan-teori-van-hiele/).
Diakses pada tanggal 2 November
2016.
Budiarto. (2009). Pembelajaran
Geometri dan Teori Van Hiele.
(http://abdussakir.Wordpress.com/2
009/01/25/pembelajaran-geometri-dan-teori-van-hiele/). Diakses pada tanggal 5 Oktober 2016.
Candraningrum, E.S. (2010). Kajian
Kesulitan Siswa dalam
Mem-pelajari Geometri Dimensi Tiga
Kelas X MAN I Yogyakarta.
Skripsi pada FMIPA Pendidikan
Matematika Universitas Negeri
Yogyakarta: diterbitkan.
Freudenthal H. (1973). Mathematics as
an Educational Task. Dordrecht:
Reidel Publishing.
Hanik, Luftia. (β014). “Peningkatan
Hasil Belajar Matematika Dimensi
Tiga dengan Metode Visualisasi”.
Jurnal STIE Semarang,
6 (2),
101-117.
Hartadji Nursyafi’i dan Ma’nar. .
Laporan Pengembangan dan Ujicoba
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA 15 Teaching and Learning Mata Pelajaran
Matematika Pokok Bahasan
Aritmetika Sosial. Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat
Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Jakarta.
Nursamsi, Haris. (2015). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran dengan
Pendekatan Matematika Realistik
pada Materi Geometri. Tesis pada
Program Pasca Sarjana Magister
Pendidikan Matematika Universitas
Terbuka Jakarta : diterbitkan.
Oktaviana, Rizky. (β016). “ Peran
Kemampuan Spasial Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah
Mate-matika yang Berkaitan dengan
Geometri”. Makalah pada
Konferensi Nasional Penelitian
Matematika dan Pembelajarannya
(KNPMP I) Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Republik Indonesia. (2016). Peraturan
Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional No. 24
Tahun 2016 tentang Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar pada
Pelajaran Kurikulum 2013.
Ke-mentrian Pendidikan dan
Ke-budayaan RI. Jakarta.
Suharta, (2001). Pembelajaran Pecahan
Dalam Matematika Realistik.
Makalah Disajikan Pada Seminar
Nasional “Realistic Mathematics
Education (RME). Surabaya:
Jurusan Matematika FMIPA
UNESA. 24 Februari 2001.
Soedjadi, (2001). Pemanfaatan Realitas
dan Lingkungan Dalam
Pem-belajaran Matematika. Makalah
Disajikan Pada Seminar Nasional
“RealisticMathematics Education
(RME). Surabaya: Jurusan
Matematika FMIPA UNESA. 24
Februari 2001.
Turğut, Melih & Süha Yılmaz. (β01β).
Relationships Among Preservice
Primary Mathematics Teachers’
Gender, Academic Success and
Spatial Ability. International
Journal of Instruction. Vol.5, No.2
e-ISSN: 13081470 . www.e-iji.net
Yuwono, I, (2001). RME (Realistic
Mathematics Education) dan Hasil
Studi Awal Implementasinya di
SLTP. Makalah disajikan dalam
seminar Nasional Realistic
Mathe-matics Education Univ Negeri
Surabaya di Jurusan Matematika
FMIPA UNESA, Surabaya 24 Feb
2001.
Zulkardi, (2002). Pendidikan Realistik
Matematika Indonesia,
Per-kembangan Dan Permasalahan.
Da-lam jurnal matamatika ataiu
pem-belajarannya. Tahun VIII. Edisi
khusus, Juli 2002. Proseding
Konfrensi Nasional Matematika XI