• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori dan Konsep Pendidikan. doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori dan Konsep Pendidikan. doc"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI DAN KONSEP PENDIDIKAN

Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan

Dosen Dr. Hj. Ihsana El Khuluqo,M.Pd

Disusun Oleh :

1. Muzita Ani (1308036039)

2. Novie Purwaningsih (1308036041)

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCA SARJANA PROF.DR.HAMKA JAKARTA

(UHAMKA)

2014

(2)

Bismillahiirrohmanirrohim

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul “Teori dan Konsep

Pendidikan” tepat waktunya. Harapan kami semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan pada umumnya.

Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Ibu Dr. Hj. Ihsana El Khuluqo, M.Pd selaku dosen “Manajemen Keuangan Pendidikan” Magister Administrasi Pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana UHAMKA yang banyak membantu dalam tugas ini dan semoga ilmu yang kami dapatkan bisa terus berkembang.

Kami menyadari dalam pembuatan tugas ini, masih banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kami bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan membantu untuk dijadikan bahan referensi oleh peneliti berikutnya dengan masalah yang sama.

Jakarta, November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

(3)

III. BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 4

B. IDENTIFIKASI MASALAH ... 5

C. PEMBATASAN MASALAH ... 5

D. PERUMUSAN MASALAH ... 5

E. TUJUAN PENULISAN MAKALAH ... 5

IV. BAB II KAJIAN TEORI ... 6

A. HAKIKAT PENDIDIKAN ... 6

B. HAKIKAT TEORI ... 7

C. TEORI PENDIDIKAN ... 8

D. TEORI PENDIDIKAN DAN KONSEP PENDIDIKAN ... 17

V. BAB III PEMBAHASAN ... 21

VI. BAB IV PENUTUP ... 23

VII. DAFTAR PUSTAKA ... 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(4)

yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena dimanapun dan kapanpun didunia terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat dan bahkan individu menyebabkan perbedaan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut. Dengandemikian selain bersifat universal, pendidikan juga bersifat nasional. Sifat nasionalnya akan mewarnai

penyelenggaraan pendidikan bangsa tersebut.

Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar

melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio budaya. Oleh karena itu, setiap masyarakat pluralistic di zaman modern senantiasa menyiapkan warganya yang terpilih sebagai pendidik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing masyarakat yang bersangkutan. Beragam permasalahan dalam pendidikan dalam pendidikan apabila tidak dapat dihilangkan sama sekali, paling tidak hal itu perlu diperkecil, sehingga persoalan-persoalan yang muncul tidak menggangu tercapainya tujuan pendidikan umumnya, atau tujuan pembelajaran khususnya.

Menurut Sukardjo (2009:3) salah satu cara untuk dapat menghilangkan atau

memperkecil permasalahan yang timbul adalah dengan berpijak pada teori-teori pendidikan. Dengan demikian, penguasaan atas dasar-dasar pendidikan diharapkan menjadi cakrawala yang memberikan bekal bagi pelaku pendidikan dalam rangka memperkecil persoalan pendidikan dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya, dan pembelajaran pada khususnya

Menurut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di dalam pendidikan termuat usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sadar dan penuh perencanaan yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada peserta didik.

(5)

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Apa saja teori-teori yang dapat diterapkan dalam pendidikan ?

2. Bagaimana konsep pendidikan yang ada di masyarakat ? 3. Apa peranan pendidikan dalam kehidupan masyarakat ?

C. Pembatasan Masalah

Melihat masih begitu luasnya permasalahan yang diidentifikasi, maka pembahasan makalah ini dibatasi tentang teori dan konsep pendidikan yang dalam hal ini penerapannya dicontohkan pada sebuah sekolah.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari uraian di atas “Apa saja teori dan konsep pendidikan yang dapat diterapkan di sebuah sekolah ?”

E. Tujuan Penulisan Makalah Makalah ini bertujuan untuk :

1. Untuk memahami teori-teori dan konsep pendidikan yang ada

2. Untuk menambah wawasan mengenai konsep pendidikan yang merupakan aplikasi dari teori-teori pendidikan

3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Pendidikan.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Pendidikan

Definisi pendidikan telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Berikut definisi-definisi pendidikan yang penulis kumpulkan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1995:232) diyatakan bahwa pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi, pendidikan merupakan sebuah proses, yakni proses perubahan perilaku baik individu ataupun sekelompok orang, dengan tujuan untuk membuat individu-individu tersebut dewasa. Maksud dewasa di sini adalah bahwa individu-individu itu mencapai

(6)

Sejalan dengan definisi di atas, Sukmadinata (2004:1) juga mengemukan pendidikan sebagai upaya-upaya, yakni upaya mencerdaskan bangsa, menanamkan nilai-nilai moral dan agama, membina kepribadian, mengajarkan pengetahuan, melatih kecakapan, ketrampilan, memberikan bimbingan, arahan, tuntunan, teladan, dan lain-lain.

Pendidikan sebagai upaya juga dikemukakan oleh Soekidjo bahwa pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Sejalan dengan itu, Edgar Dalle juga menjelaskan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Demikian juga definisi pendidikan menurut M.J. Longeveled. menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha,

pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri

Pendidikan sebagai proses dikemukakan oleh H. Horn, bahwa pendidikan merupakan proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. Sama halnya dengan John Dewey, mengartikan pendidikan sebagai proses, yakni suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan

dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup Dari beberapa definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses berkesinambungan dengan berbagai upaya atau usaha tertentu, seperti memberikan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan, guna mencapai apa yang diharapkan.

B. Hakekat Teori

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling

berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dan bertujuan untuk menjelaskan fenomena

(7)

dan relationship (hubungan). Sebuah teori harus memiliki konsep-konsep dengan lingkup tertentu dan saling berhubungan

Pengertian teori juga dikemukakan oleh Kerlinger, yakni: a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena (teori adalah seperangkat konstruksi {konsep}, definisi, dan preposisi yang yang saling berhubungan yang menghadirkan suatu fenomena yang sistematis dengan memerincikan hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut). Dengan demikian, sebuah teori terdiri atas konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan, sehingga dapat menjelaskan dan

meramalkan suatu fenomena dengan memerinci terlebih dahulu hubungan antara konsep, definisi, dan preposisi tadi

Definisi teori Kerlinger di atas juga dikemukan oleh Soetriono dan Hanafie (2007:142-143) yang menyatakan bahwa teori bukanlah suatu spekulasi melainkan suatu konstruksi yang jelas yang dibangun atas jalinan fakta-fakta secara keseluruhan. Fakta mempunyai peranan dalam teori, yakni: (a) memulai teori; (b) menolak dan mereformasi teori yang telah ada; serta (c) mendefinisikan kembali atau memperjelas definisi-definisi yang ada. Dalam pengembangan ilmu, teori memiliki peranan sebagai berikut.

1. Teori sebagai orientasi, yakni memfokuskan cakupan fakta-fakta mana saja yang diperlukan.

2. Teori sebagai konseptual dan klasifikasi, yakni dapat memberikan petunjuk kejelasan hubungan antarkonsep atas dasar klasifikasi tertentu.

3. Teori sebagai generalisasi, yakni memberikan rangkuman terhadap generalisasi empirik dari berbagai proposisi.

4. Teori sebagai peramal fakta, yakni membuat prediksi-prediksi tentang adanya fakta dengan cara membuat ektrapolasi (ramalan) dari yang sudah diketahui kepada yang belum diketahui.

5. Teori menunjukkan adanya kesenjangan dalam pengetahuan kita, sehingga memberi kesempatan kepada kita untuk melengkapi, menjelaskan, dan mempertajamnya.

Mudyahardjo (2001:91) mengartikan sebuah teori dalam sosok teori yang terdiri dari bentuk dan isi. Dilihat dari bentuknya, teori merupakan sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan meramalkan (prediktif). Hal ini sejalan dengan definisi teori yang

(8)

sebagai asumsi (dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori)dan definisi (konotatif atau denotatif, yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori).

Dari definisi-definisi di atas, dapat penulis simpulakan bahwa teori adalah beberapa atau kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan berfungsi untuk menerangkan dan meramalkan suatu fenomena (gejala atau kejadian).

C. Teori Pendidikan

Menurut N.R. Campbell (dalam Sudjana, 1989:7), teori adalah perangkat proposisi (pernyataan ilmiah) yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan dan mengontrol fenomena yang dapat diamati. Kemudian Snelbecker (dalam Miarso, 2011:103) mengemukakan bahwa teori adalah segala aspek ilmuan tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, teori adalah pernyataan ilmiah yang berfungsi sebagai alat untuk menjelaskan, membedakan, meramalkan, melukiskan dan menata sejumlah fenomena melalui pengamatan yang terintegrasi secara sintaksis.

Kemudian menurut Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai sebagai: (1) asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori, dan (2) definisi, konotatif atau denotative atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.

Kemudian selanjutnya Mudyahardjo (2010:91) sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan.

Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan dijabarkan lebih luas lagi sehingga menambah referensi mengenai teori-teori pendidikan.

a. Behaviorisme

(9)

Aliran Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu, aliran itu, aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respons. Dalam aliran behavior, faktor lain yang penting adalah reinforcement (penguatan), yaitu penguatan yang dapat memperkuat respons. Tokoh aliran Behaviorisme antara lain (1) Pavlov; (2) Watson; (3) Skinner; (4) Hull; (5) Guthrie; (6) Thorndike.

1) Ivan Petrovich Pavlov

Ivan Petrovic Pavlov atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov, adalah seorang lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu kedokteran di Militery Medical Academy, St. Petersburg. Untuk menjelaskan pemahaman konsepnya, penjelasan sederhana konsepnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengkondisian Pavlov atau klasikal yang membentuk gerak refleks dimulai dengan stimulus yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned stimulus) dan respons yang belum menjadi kebiasaan (unconditioned response). Itulah menurut Pavlov sebagai gerak refeks.

Kemudian, Pavlov menjelaskan bahwa pada bagian berikutnya seseorang yang telah memiliki gerak refleks itu menggabungkannya dengan stimulus netral dengan cara

mempresentasikannya bersama stimulus yang belum menjadi kebiasaan. Setelah melakukan sejumlah pengulangan, stimulus netral dengan sendirinya akan mendapat respons. Pada titik ini stimulus netral dinamakan kembali menjadi stimulus yang sudah menjadi kebiasaan (conditioned stimulus) dan respons itu disebut respons yang sudah menjadi kebiasaan (conditioned respons).

2) Burrhus Frederic Skinner

Menurut Sukardjo (2009:37) Asas Operant Conditioning B.F Skinner dimuai dalam tahun 1930-an, yakni pada waktu keluarnya teori-teori Stimulus-Respons (S-R). Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan refleks bersyarat yang menyebutkan “stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Terkait dengan

penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku, menurut Skinner merupakan hal yang tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan

lingkungannya. Bukankah banyak tingkah laku yang menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespons.

(10)

berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respons yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.

Dengan dasar pemahamannya tentang belajar, tingkah laku, serta hubungannya yang erat dengan lingkungan, Skinner menyampaikan asumsi-asumsinya yang membentuk landasan untuk operant conditioning. Berdasarkan pemahaman kedua pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

3) John Broadus Watson

Di dalam karangannya Pschology the behaviorist View it terbitan 1913, Watson mempelajari tingkah laku manusia. Menurut pandangan Watson, Behaviorisme harus menerapkan teknik-teknik penyelidikan binatang, yaitu conditioning untuk mempelajari manusia. Oleh karena itu, ia mendefinisikan kembali konsep mental (yang menurut dia sebetulnya tidak perlu) sebagai subvokal, dan perasaan diartikan sebagai reaksi kelenjar.

Watson (dalam Sukardjo, 2009:40) menyatakan bahwa kepribadian orang itu berkembang melalui conditioning berbagai refleks. Ia berpendirian bahwa manusia waktu lahir hanya memiliki tiga respons emosi, yaitu takut, marah dan sayang. Menurut Watson, kehidupan emosi yang kompleks dari manusia dewasa itu merupakan hasil dari conditioning tiga respons dasar tersebut pada berbagai keadaan.Kemudian Menurut Watson (dalam Uno, 2009:7) stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Watson mengabaikan perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.

4) Clark Leonard Hull

Hull (dalam Sukardjo (2009:42), berpendirian bahwa tingkah laku itu berfungsi menjaga agar organisasi tetap bertahan hidup. Hull menyatakan bahwa kebutuhan

(11)

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.

5) Edwin Ray Guthrie

Suatu tantangan baru terhadap teori-teori yang ada pada masa itu diajukan oleh teori kontiguiti, yaitu gabungan dari stimulus-stimulus yang disertai oleh suatu gerakan pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.

Guthrie membedakan gerakan dengan tindakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:44) Gerakan ialah pengurutan urat, sedangkan tindakan adalah gabungan dari gerakan-gerakan. Menurut Guthrie (dalam Sukardjo, 2009:45) tingkah laku bukan faktor yang penting, karena belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus dan tidak ada respons lain yang dapat terjadi.

Guhtrie mendapati pentingnya hukuman dalam mengubah tingkah laku. Mengoasiasi stimulus-respons secara tepat itu merupakan inti dari saran Guhtrie kepada para guru. Guthrie (dalam Uno, 2006:9) menjelaskan bahwa suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mengubah kebiasaan seseorang. Berdasarkan hal tersebut dalam mengelolan kelas, guru diperingatkan agar tidak memberikan tugas atau perintah yang mungkin akan diabaikan anak.

6) Edward Lee Thorndike

Landasan teori Thorndike mula-mula diletakkan dalam eksperimen yang

dilakukannya dengan binatang. Penelitinnya dirancang untuk menentukan apakah binatang itu memecahkan masalah dengan jalan berpikir ataukah melalui suatu proses yang begitu mendasar sifatnya.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa apabila terkurung binatang itu sering melakukan bermacam-macam kelakuan, seperti menggaruk-garuk, mengigit, mencakar, dan menggosok-gosokkan badannya ke sisi-sisi kotak. Cepat atau lambat binatang itu akan tersandung palang dan lepaslah ia ke tempat makanan. Kalau pengurungan itu berkali-kali, maka tingkah laku yang tidak ada hubunganna dengan lepas dari kurungan berkurang. Tentu saja waktu yang diperlukan untuk lepas menjadi lebih pendek.

(12)

Thorndike (dalam Uno, 2006:7) proses interaksi antara stimulus antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Berdasarkan hal tersebut, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati) atau yang nonkonkret (tidak dapat diamati). Sukardjo (2009:47) menyatakan terkait dengan belajar, Thorndike menyampaikan tiga hukum belajar yang utama dan itu diturunkan dari hasil penelitiannya. Ketiga hukum tersebut adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

Menurut Sukardjo (2009:48) yang terpenting bagi pendidikan ialah penelitian Thorndike mengenai pengaruh jenis kegiatan belajar tertentu pada belajar berikutnya. Pertama, serangkaian studi yang dilakukan oleh Thorndike dan Woodwoorth (1901) menemukan bahwa berlatih dalam tugas tertentu memudahkan belajar di waktu kemudian hana untuk tugas yang serupa, tidak untuk tugas yang tidak serupa. Hubungan ini dikenal sebagai alih latihan, transfer of training.

Kedua, Thorndike (1924) menyelidiki konsep disiplin mental yang popular yang mula-mula diuraikan oleh Plato. Menurut paham penganjur disiplin mental, mempelajari kurikulum tertentu, terutama matematika dan bahasa-bahasa klasik dapat meningkatkan fungsi intelek. Thorndike menguji konsep itu dengan cara membandingkan hasil belajar siswa-siswa sekolah menengah. Setelah mengikuti pelajaran dalam kurikulum klasik dan kurikulum vokasional ia menemukan bahwa ada perbedaan yang berarti dari keduanya. Dalam tahun-tahun berikutnya, penelitian Thorndike ini disebut sebagai pembawa pengaruh yang penting dalam mengalihkan pandangan pada perancang kurikulum konsep disiplin mental dan mengarahkan pelaksanaan penyusunan kurikulum ke tujuan, keguruan masyarakat.

b. Kognitivisme

Menurut Sukardjo (2009:50) Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori

pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah yang disebut dengan filosofi Rasionalism. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi dalam lingkungan.

Kemudian Sukardjo (2009:50) Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir. Menurut Uno (2006:10) teori ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang

(13)

aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Tokoh aliran kognitivisme adalah Piaget, Bruner, dan Ausebel.

1) Jean Piaget

Sukardjo (2009:51) menyatakan bahwa Jean Piaget pernah mengatakan bahwa sejak usia balita seorang telah memiliki kemampuan tertentu untuk menghadapi objek-objek yang ada disekitarnya. Kemampuan ini memang sangat sederhana, yakni dalam bentuk

kemampuan sensor-motorik, namun dengan kemampuan inilah balita tidak akan

mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi kemampuan-kemampuan yang lebih maju dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini yang disebut Piaget sebagai Skema.

Menurut Piaget (dalam Uno (2006:10) proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Kemudian Piaget juga menyatakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membagina menjadi empat tahap yaitu tahap sensori-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasinal (2/3 sampat 7/8 tahun), tahap operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun) dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih).

Berdasarkan tiga tahapan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa seorang guru hendaknya memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya ini, serta memberikan materi belajar dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.

2) Jerome Bruner

Menurut Bruner (dalam Sukardjo, 2009:53) derajat perkembangan kognitif itu ada tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan secara visual. Dan tahap ketiga yang paling maju adalah refresentasi simbolik, yaitu digunakan kata-kata dan lambang-lambang lain untuk melukiskan pengalaman.

(14)

c. Konstruktivisime

Menurut Von Glasersfeld (dalam Sukardjo, 2009:54) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20 dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok

konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistomolog dari italia (Suparno dalam Sukardjo, 2009:54).

Pada tahun 1710, Vico mengungkapkan filsafatnya denggan berkata,

Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Terkait dengan hal itu, dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membangun sesuatu itu. Menurut Vico, pengetahuan tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku.

Sukardjo (2009:55) menyatakan bahwa kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Kemudian Sukardjo melanjutkan bahwa konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetauan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamanna sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.

d. Teori Belajar Humanistik

Menurut Sukardjo (2009:56) Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut Uno (2006:14) proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses dalam belajar dalam bentuknya yang paling ideal yaitu memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri). Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si

pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

(15)

kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk menajdi lebih baik, dan juga belajar. Secara singkat Sukardjo (2009:57) menyimpulkan bahwa pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Dalam teori humanistik, belajar dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya, dan dirinya sendiri. Terdapat beberapa tokoh teori belajar Humanistik yaitu sebagai berikut.

1) Arthur W. Combs

Combs (dalam Sukardjo, 2009:58) menyatakan bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal makna yang diharapkan siswa tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Dalam hal ini yang penting ialah bagaimana pembawa persepsi siswa untuk memperoleh makna belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.

2) Abraham Maslow

Menurut Sukardjo (2009:58) Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal (a) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (b) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya.

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat memenuhi kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar akan berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.

(16)

Salah satu ciri utama pendekatan humanistik adalah bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetisi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.

3) Carl Rogers

Rogers (dalam Sukardjo, 2009: 61) membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikansi). Sukardjo 2009:61) menyatakan bahwa menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Dalam bukunya Freedom to Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting di antaranya ialah:

a) Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami

b) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya.

c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirina sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.

d) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.

e) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai acara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.

f) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

g) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.

h) Belajar secara inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya.

i) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri.

j) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar.

(17)

Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok

(Mudyahardjo, 2001:91-92). Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan. Konsep ini ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pendidikan dan ada yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Sedang, asumsi pokok pendidikan meliputi:

a) pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;

b) pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik atau norma-norma yang baik, dam

c) pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada

pencapaian individu yang diharapkan.

Klasifikasi Teori Pendidikan

Mudyahardjo (2001:100-110) mengklafikasikan teori pendidikan menjadi teori umum pendidikan dan teori khusus pendidikan. Berikut penjelasan kedua teori tersebut.

1) Teori Umum Pendidikan

a) Teori Umum Pendidikan Preskriptif

Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana sebaiknya peristiwa-peristiwa pendidikan

diselenggarakan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan. b) Teori Umum Pendidikan Deskriptif

Adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

a. Pendidikan luar negeri atau pendidikan internasional b. Pendidikan perbandingan atau pendidikan komparatif c. Pendidikan historis atau sejarah pendidikan

2) Teori Khusus Pendidikan

a) Teori Khusus Pendidikan Preskriptif

adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan menjelaskan bagaimana seharusnya sesuatu kegiatan pendidikan dilakukan. Teori yang termasuk kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan.

(18)

adalah seperangkat konsep-konsep tentang sesuatu aspek pendidikan yang bertujuan

menjelaskan bagaimana peristiwa-peistiwa pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi di masyarakat. Teori yang termasuk kelompok ini adalah ilmu-ilmu pendidikan, antara lain: 1) Pedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan meliputi komponen pendidikan, yakni: tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode pendidikan, isi pendidikan, lingkungan pendidikan, dan sarana prasarana pendidikan

2) Orthopedagogik: studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan remaja yang berkebutuhan khusus, yakni menyandang kelainan fisik, mental, dan atau perilaku.

3) Psikologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek individu dalam pendidikan. 4) Sosiologi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek sosial dalam pendidikan.

5) Ilmu Pendidikan Demografis/Kependudukan: studi ilmiah tentang aspek demografis dalam pendidikan atau hubungan penduduk manusia dengan lingkungan.

6) Andragogi: studi ilmiah tentang membantu orang dewasa dalam belajar.

7) Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek budaya dalam pendidikan.

8) Ekonomika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek ekonomi dalam pendidikan 9) Politika Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek politik atau kebijaksanaan dalam pendidikan.

10) Ilmu Administrasi Pendidikan: studi ilmiah tentang aspek cara mengatur penyelenggaraan pendidikan.

2. Konsep Pendidikan

Mudyahardjo (2001:3-16) membagi definisi pendidikan menjadi 3, yaitu definisi luas, sempit, dan luas terbatas. Hal tersebut dapat dijelaskan sabagai berikut.

1. Definisi Luas

Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang

berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan seumur hidup selama ada pengaruh lingkungan; (b) lingkungan

pendidikan dapat diciptakan maupun ada dengan sendirinya; (c) kegiatan dapat berbentuk tak sengaja ataupun yang terprogram; (d) tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar, tapi terkandung dalam tiap pengalaman belajar, tidak terbatas, dan sama dengan tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis romantik dan kaum pragmatik.

(19)

Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa

pendidikan terbatas; (b) lingkungan pendidikan diciptakan khusus; (c) isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum, kegiatan pendidikan berorientasi kepada guru, dan kegiatan terjadwal; (d) tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar, terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu, bertujuan untuk mempersiapkan hidup; (e) didukung oleh kaum behavioris.

3. Definisi Luas Terbatas

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Karakteristik konsep ini, yaitu: (a) masa pendidikan berlangsung seumur hidup yang

kegiatannya tidak berlangsung sembarang, tapi pada saat tertentu; (b) berlangsung dalam sebagian lingkungan hidup {lingkungan hidup kultural}; (c) berbentuk pendidikan formal, informal, dan nonformal; (d) tujuan pendidikan adalah sebagian dari tujuan hidup yang bersifat menunjang terhadap pencapaian tujuan hidup; (e) didukung oleh kaum humanis realistik dan realisme kritis.

Menurut Miarso (2004:9-10), ada beberapa konsepsi dasar pendidikan, yakni: 1. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik yang berakibat terjadinya perubahan pada diri pribadinya.

2. Pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup.

3. Pendidikan dapat berlangsung kapan dan dimana saja, yaitu pada saat dan tempat yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak didik.

4. Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri dan dapat berlangsung secara efektif dengan dilakukannya pengawasan dan penilikan berkala.

5. Pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang homogen, kelompok yang heterogen, maupun perseorangan.

(20)

BAB III

PEMBAHASAN

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan biasa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bias (mengajar) bayi mereka sebelum di lahirkan. Banyak orang lain, pengalaman, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti dari pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah menggangu pendidikan saya”. Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering sekali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu ;

Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasioanal, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.

(21)

Di sekolah tempat penulis bertugas yaitu SMK Bina Bangsa Ciledug merupakan kelompok Bisnis dan Manajemen yang terdiri dari program studi Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Pemasaran ditambah dengan program studi Multimedia yang termasuk kelompok Teknik dan Informasi Komputer mencoba menerapkan Konsep pendidikan sebagaimana beberapa para ahli telah kemukakan.

Pada tahun ajaran 2013 / 2014 SMK Bina Bangsa menjadi salah satu sekolah yang ditunjuk untuk melaksanakan Kurikulum 2013.

SMK Bina Bangsa memiliki visi dan misi pendidikan sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas organisasi dan manajemen sekolah dalam menumbuhkan semangat keunggulan kompetitif.

2. Meningkatkan kualitas KBM dalam mencapai kompetensi siswa berstandar nasional/international.

3. Meningkatkan kualitas kompetensi guru dan pegawai dalam mewujudkan standar pelayanan minimal.

4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dalam mendukung penguasaan IPTEK.

5. Meningkatkan kualitas SDM dan kualitas pembinaan siswa dalam mewujudkan IMTAQ dan sikap kemandirian

6. Meningkatkan kemitraan dengan DU/DI sesuai prinsip DEMAND DRIVEN. 7. Meningkatkan kualitas pengelolaan unit produksi dalam menunjang kualitas SDM. 8. Memberdayakan lingkungan pengelolaan sekolah dalam mewujudkan wawasan

WIYATA MANDALA.

(22)

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat teori pendidikan yaitu teori behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisime, dan humanistik. Sedangkan untuk konsep pendidikan yang penulis simpulkan berdasarkan dari beberapa pendapat yaitu Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara terencana melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah untuk mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimiliki seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk digunakan dalam memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Teori pendidikan dapat dilihat dari 3 segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok. Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu,

(23)

2. Konsep pendidikan meliputi pendidikan adalah kehidupan, pendidikan adalah sekolah, dan pendidikan sekolah dan luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar

Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Miarso, Yusufhadi. Kuliah umum Dasar-dasar Teknologi Pendidikan program studi Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sriwijaya semester satu pada 2 September 2013.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filasafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi.

(24)

Sukmadiata, N.S. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kusuma Karya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Dengan menunjuk definisi pendidikan sebagai pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar mendewasakan peserta didik dan

Menurut Sanjaya ada beberapa hal yang perlu kita cermati dari Undang-Undang diatas, Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti

Pendidikan secara nasional di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran , agar peserta didik secara

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis, sistematis, intensional dan kreatif dimana peserta didik mengembangkan potensi diri, kecerdasan, pengendalian diri dan

Pendidikan secara hakiki adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangakan potensi dalam diri peserta