A. Latar Belakang
Hukum perang, hukum sengketa bersenjata, atau disebut juga hukum
humaniter internasional memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban
manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Adalah suatu kenyataan
yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia
hanya mengenal 250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri
kemudian membawa keinsyafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas
itu sangat merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang
mengadakan pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang
mengatur perang antara bangsa-bangsa.1
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga mengatakan bahwa tidaklah
mengherankan apabila perkembangan hukum internasional modern sebagai suatu
sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan tulisan-tulisan mengenai
hukum perang. Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional dapat
ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia.
Perkembangan modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19.
Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang
berdasarkan pengalaman-pengalaman pahit atas peperangan modern.
1
Hukum humaniter sebenarnya tidak terlepas dari tujuan yang hendak
dicapai oleh hukum humaniter tersebut, yaitu : Memberikan perlindungan
terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu
(unnecessary suffering); Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental
bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh
harus dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang;
Dan mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas.
Pada dasarnya, tujuan dari Hukum Humaniter adalah untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang menderita atau yang menjadi korban dari
perang, baik mereka yang secara nyata dan aktif dalam pertikaian (kombat),
maupun mereka yang tidak turut serta dalam pertikaian (penduduk sipil).2
Konferensi internasional mengenai hak asasi manusia yang
diselenggarakan oleh PBB di Teheran pada tahun 1968 secara resmi menjalin
hubungan antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Humaniter
Internasional. Dalam Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai
“penghormatan HAM pada waktu pertikaian bersenjata”, meminta agar
konvensi-konvensi tentang pertikaian bersenjata diterapkan secara lebih sempurna dan
supaya disepakati perjanjian baru mengenai hal ini. Resolusi ini mendorong PBB
untuk menangani pula Hukum Humaniter Internasional.3
2
Prof. KGPH. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 3
3
Dalam halnya perlindungan Hak Asasi Manusia dan kaitannya dengan
Hukum Humaniter Internasional yang mengarah pada konvensi-konvensi tentang
pertikaian bersenjata agar diterapkan secara lebih sempurna dan supaya disepakati
perjanjian baru mengenai hal ini, maka dalam perkembangannya lahirlah Statuta
Roma 1998 yang menjadi dasar hukum berdirinya Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal Court) dengan kewenangan dan yurisdiksi
dalam mengadili kejahatan-kejahatan berupa pelanggaran Hak Asasi Manusia
Berat (Grave Breaches) dan menjadi lembaga pengadilan yang permanen.
Kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat
(Grave Breaches) yang berada dalam yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court) berdasarkan Statuta Roma 1998 yang
menyebutkan kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional
secara keseluruhan meliputi : Kejahatan Genosida (The Crime of Genocide);
Kejahatan Kemanusiaan (Crimes Against Humanity); Kejahatan Perang (War
Crime); dan Kejahatan Agresi (The Crime of Agression).
Dari keempat kejahatan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan Hak
Asasi Manusia baik bagi sipil ataupun orang militer. Kejahatan Kemanusiaan
salah satunya menjadi perhatian bagi masyarakat internasional agar mendapatkan
upaya pencegahan dan perlindungan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk
hidup damai, aman, dan terhindar dari rasa ketakutan. Kejahatan kemanusiaan
merupakan tindakan yang dilakukan dengan penyerangan dan terorganisasi secara
langsung terhadap manusia (masyarakat) sipil yang mengakibatkan banyak
Statuta Roma 1998 sendiri menjabarkan bentuk-bentuk kejahatan terhadap
kemanusiaan pada Pasal 7 Ayat (1) yakni salah satu atau lebih dari beberapa
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai bagian dari serangan yang
sistematis dan meluas yang langsung ditujukan terhadap penduduk sipil, seperti a)
pembunuhan; b) pemusnahan; c) perbudakan d) deportasi atau pemindahan
penduduk secara paksa; e) pengurungan atau pencabutan kemerdekaan fisik secara
sewenang-wenang dan melanggar aturan-aturan dasar Hukum Internasional; f)
penyiksaan; g) pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
kehamilan secara paksa, sterilisasi secara paksa atau berbagai bentu kekerasan
seksual lainnya; h) penindasan terhadap suatu kelompok yang dinekanl atau
terhadap suatu kelompok politik, ras, bangsa, etnis, kebudayaan, agama,
gender/jenis kelamin, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3) atau
kelompok-kelompok lainnya, yang secara universal tidak diperbolehkan dalam hukum
internasional, sehubungan dengan perbuatan yang diatur dalam ayat ini atau
tindak pidana dalam yurisdiksi mahkamah; i) penghilangan orang secara paksa; j)
tindak pidana rasial (apartheid); k) perbuatan tidak manusiawi lainnya yang
serupa yang dengan sengaja mengakibatkan penderitaan yang berat, luka serius
terhadap tubuh, mental atau kesehatan fisik seseorang.4
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai kejahatan terhadap
kemanusiaan yang terjadi di Republik Afrika Tengah yang dapat dikategorikan
sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Kejahatan terhadap kemanusiaan ini
bermula dari konflik politik antara Pemerintah Republik Afrika Tengah dan
4
pemberontak bernama Seleka yang menuduh Presiden Francois Bozize gagal
mematuhi perjanjian damai tahun 2007.
Setelah Presiden Francois Bozize digulingkan kemudian digantikan oleh
Presiden yang baru bernama Michel Djotodia yang merupakan pemimpin dari
pemberontak Seleka dan merupakan Presiden Muslim pertama Republik Afrika
Tengah, muncullah milisi Anti-Balaka yang mendukung pemerintah Republik
Afrika Tengah pada masa Presiden Francois Bozize yang terdiri dari Animis dan
Kristen. Dari sinilah berbagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan
milisi Anti-Balaka yang pada awalnya merupakan konflik politik menjadi konflik
sektarian dan pembersihan etnis dalam skala besar semakin menjadi-jadi.
Kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut antara lain pembunuhan
ekstra-yudisial, pemerkosaan terencana beradasarkan agama, deportasi penduduk secara
paksa, pemaksaan pindah agama dibawah todongan senjata, pelarangan ibadah,
pelarangan penggunan pakaian agama, penyiksaan, mutilasi, penculikan,
penangkapan serta penahanan tanpa proses hukum dan lain sebagainya.5
Ribuan orang meninggal dan jutaan orang meninggalkan rumah mereka
demi menyelamatkan diri dari konflik bersenjata yang terjadi antara milisi Seleka
dan milisi Anti-Balaka. Ban Ki-Moon selaku Sekjen PBB menyebutkan peristiwa
yang terjadi di Republik Afrika Tengah merupakan krisis dalam proporsi yang
sangat besar. Ia mengatakan dibutuhkan tindakan segera dan terpadu, jika tidak,
5
kekerasan sektarian akan meningkat dan perpecahan umat Kristen-Muslim akan
semakin mengakar dalam.
Duta besar Republik Afrika tengah untuk PBB mengatakan kepada dewan
HAM bahwa penyebab utama krisis itu adalah tidak berfungsinya pemerintahan
dan meluasnya kemiskinan di Republik Afrika Tengah. Ia mengatakan masyarakat
internasional harus segera membantu memulihkan hukum dan ketertiban serta
pembangunan di negaranya.
Berdasarkan uraian diatas maka dirasa penting untuk mengkaji mengenai
kejahatan kemanusiaan terhadap penduduk sipil di Republik Afrika Tengah
karena hal tersebut merupakan bencana Hak Asasi Manusia Internasional dan
pembahasan ini diharapkan memunculkan kesadaran akan krisis kemanusiaan
yang terjadi di Republik Afrika Tengah.
B. Permasalahan
Berdasarkan judul dan latar belakang diatas, adapun permasalahan dalam
peneltian ini adalah :
1. Bagaimanakah kejahatan terhadap kemanusiaan dapat digolongkan sebagai
bentuk pelanggaran HAM Berat menurut Hukum Internasional ?
2. Bagaimanakah status dan kedudukan penduduk sipil pada konflik
bersenjata menurut Hukum Internasional ?
3. Bagaimanakah kejahatan kemanusiaan sebagai pelanggaran HAM berat di
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas. Penulisan skripsi ini juga bertujuan
untuk :
1. Untuk mengetahui kejahatan kemanusiaan, tergolong pelanggaran HAM
Berat menurut Hukum Internasional.
2. Untuk mengetahui status dan kedudukan penduduk sipil pada konflik
bersenjata menurut Hukum Internasional.
3. Untuk mengetahui kejahatan kemanusiaan sebagai pelanggaran HAM Berat
di Republik Afrika Tengah ditinjau dari Hukum Internasional.
2. Manfaat Penulisan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
positif, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis antara lain :
A.Manfaat Teoritis, sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep
ilmiah yang dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan Hukum
Internasional mengenai Kejahatan terhadap Kemanusiaan di Republik
Afrika Tengah. Dan juga memberi masukan dan manfaat dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan dan dimana dalam penulisan skripsi ini
B.Manfaat Praktis yakni memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada
para pihak dalam kaitannya dengan penegakan Kejahatan terhadap
Kemanusiaan yang terjadi di Republik Afrika Tengah.
D. Tinjauan Pustaka
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu pemberian dari tuhan Yang
Maha Esa. Hak tersebut melekat (inherent) di diri setiap manusia.6 Hak asasi
manusia atau HAM mempunyai beberapa ciri-ciri khusus jika dibandingkan
dengan hak-hak yang lainnya. Berikut ciri khusus hak asasi manusia : Tidak dapat
dicabut, HAM tidak dapat dihilangkan atau diserahkan; Tidak dapat dibagi, semua
orang berhak untuk mendapatkan semua hak, baik itu hak sipil, politik, hak
ekonomi, sosial, dan budaya; Hakiki, HAM merupakan hak asasi semua manusia
yang sudah pada saat manusia itu lahir; Universal, HAM berlaku bagi semua
orang tanpa memandang status, suku, jenis kelamin, atau perbedaan yang lainnya.
Persamaan merupakan salah satu dari berbagai ide hak asasi manusia yang
mendasar.
Hak asasi manusia sudah sepatutnya dihormati dan dilindungi oleh setiap
manusia di dunia ini. Hak asasi manusia yang melekat dan merupakan hak dasar
manusia tak sepatutnya dilanggar. Begitupun pentingnya hak asasi manusia ini,
6
masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap manusia di dunia
ini sejak lama. Oleh karenanya banyak pengaturan-pengaturan yang mengatur
terkait hak asasi manusia ini, berbagai macam bentuk hak dasar yang ada dan
melekat di dalam diri manusia sesuai perannya telah diatur kedalam aturan hukum
yang beragam.
Berbagai macam pengaturan dengan tujuan melindungi dan menghormati
hak asasi manusia, pengaturan-pengaturan terkait penelitian ini merupakan
pengaturan tentang kejahatan kemanusiaan yang dianggap sebagai pelanggaran
berat terhadap hak asasi manusia oleh masyarakat internasional.
Pengaturan-pengaturan tersebut secara garis besar antara lain : Konvensi Den Haag
1899/1907; Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya; Statuta Roma
1998.
Pengaturan-pengaturan tersebut merupakan sumber hukum bagi hukum
humaniter internasional. Pada dasarnya hukum humaniter internasional sendiri
diciptakan melindungi, menghormati serta memelihara hak asasi itu sendiri,
khususnya dalam penelitian ini penduduk sipil.
Pengaruh hak asasi manusia terhadap hukum humaniter sendiri tercermin
dalam Protokol Tambahan Konvensi Jenewa tahun 1977. Banyak ketentuan yang
langsung diilhami Pakta PBB mengenai hak sipil dan politis, misalnya Pasal 75
Protokol I dan Pasal 6 Protokol II. Keterkaitannya anatara hak asasi manusia dan
hubungan yang erat satu sama lainnya. Keduanya menunjukkan tujuan yang tidak
jauh berbeda dan penerapannya yang sejajar satu sama lain.
E. Metode Penulisan
Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian,
sebagai suatu upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Untuk
mendapatkan data yang relevan dengan tujuan penulisannya maka penulis
berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan dan memperoleh
bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini.
1. Jenis Penelitian
Untuk melengkapi penelitian ini agar terarah dan bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dipergunakan metode penelitian
hukum normatif (legal research). Yaitu jenis metode yang mengacu pada
berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat di
berbagai sumber serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan
kejahatan terhadap kemanusiaan, perlindungan warga sipil, pengaturan
internasional mengenai mengenai hukum perang dan konflik bersenjata dalam
2. Teknik Pengumpulan Data
Secara umum, ada dua teknik pengumpulan data yaitu :
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Adalah teknik pengumpulan data melalui buku-buku baik karangan dalam
negeri maupun karangan luar negeri, karangan ilmiah, media massa, majalah,
serta jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang diperoleh dari situs internet yang
berhubungan dengan judul skripsi ini.
b. Studi Lapangan (Field Research)
Adalah teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan
lain-lain. Pada penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data melalui metode
studi kepustakaan (library research).
3. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data-data
sekunder yang terdiri atas :
a. Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan
utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa konvensi-konvensi
internasional seperti Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil saat
terjadinya konflik bersenjata, Statuta Roma 1988, Jurnal ICRC, Protokol
Tambahan tahun 1977 dan sumber-sumber hukum internasional lainnya yang
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan hukum yang menunjang, yang memberi penjelasan tentang
bahan hukum primer seperti buku-buku yang membahas tentang konflik
bersenjata, buku-buku yang membahas tentang kejahatan terhadap kemanusiaan,
buku-buku yang membahas tentang perlindungan warga sipil, buku-buku yang
membahas tentang Hak Asasi Manusia, jurnal-jurnal, surat kabar dan media
digital internet .
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
4. Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber, selanjutnya dilakukan
pengolahan data dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode
deduktif serta induktif.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini yang berjudul: "KEJAHATAN KEMANUSIAAN
SEBAGAI PELANGGARAN HAM BERAT TERHADAP PENDUDUK SIPIL
DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH DITINJAU DARI HUKUM
INTERNASIONAL" merupakan tulisan yang masih baru yang berasal dari hasil
membahas tentang hal ini. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya
pengesahan pihak administrasi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang menyatakan tidak ada judul dan tulisan yang sama dengan
judul skripsi ini. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat
yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan
mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang lazim dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Dengan demikian penulis dapat
mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini, baik secara ilmiah ataupun secara
akademik.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan suatu
karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan
adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab per bab yang
saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
BAB I : Berisi pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya
terurai mengenai latar belakang judul skripsi, permasalahan, tujuan
serta manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, keaslian
penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II : Pada bab ini akan dibahas pengertian kejahatan kemanusiaan,
jenis-jenis kejahatan kemanusiaan serta hukum internasional terkait yang
BAB III : Pada bab ini akan dibahas pengertian penduduk sipil; status dan
kependudukan penduduk sipil menurut Konvensi Den Haag 1907,
Konvensi Jenewa 1949 & Protokol Tambahan; dan perlindungan
terhadap penduduk sipil menurut Hukum Humaniter Internasional.
BAB IV : Pada bab ini akan dibahas sejarah dan faktor penyebab terjadinya
kejahatan kemanusiaan terhadap penduduk sipil di Republik Afrika
Tengah, kejahatan kemanusiaan di Republik Afrika Tengah ditinjau
dari Hukum Internasional, dan upaya organisasi Internasional dalam
penyelesaian konflik bersenjata dan kejahatan kemanusiaan di
Republik Afrika Tengah.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan
penulis dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta
saran-saran penulis atas bagaimana sebaiknya langkah-langkah yang