• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kredit macet (non performing loan) terhadap penyaluran kredit studi kasus di 10 kantor cabang CU BIMA Sintang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kredit macet (non performing loan) terhadap penyaluran kredit studi kasus di 10 kantor cabang CU BIMA Sintang."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KREDIT MACET (NON PERFORMING LOAN) TERHADAP PENYALURAN KREDIT

Studi Kasus di 10 Kantor Cabang CU BIMA Sintang

A B I D I N NIM : 112114067 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh antara kredit macet

(Non Performing Loan) terhadap penyaluran kredit. Latar belakang penelitian ini adalah

diduga kredit macet pada periode sebelumnya mempengaruh kebijakan penyaluran kredit

pada periode berikutnya. Penyaluran kredit adalah pemberian sejumlah pinjaman kepada

anggota. Aktivitas kredit merupakan aktivitas utama didalam kegiatan credit union.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada 10 kantor cabang CU. BIMA Sintang.

Populasi dan sampel adalah 10 kantor cabang CU BIMA Sintang. Data diperoleh dengan

observasi dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linier

sederhana.

Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh positif antara kredit macet (Non

Performing Loan) dengan penyaluran kredit.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF NON PERFORMING LOAN ON LENDING A Case Study at 10 Branch Offices Of CU BIMA Sintang

A B I D I N NIM : 112114067 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

The purpose of this study was to find out the influence of non-performing

loan to lending. The background of this study was that the non-performing loan

in the previous period would influence the lending’s policy in the next period. The

lending is the distribution of loan to the members. The credit activity is the major

activity in the credit union’s operation.

This study was a case study at the 10 branch offices of CU. BIMA Sintang.

The data was obtained by observation and documentation. The data analysis

technique was the simple linear regression.

The results showed that non-performing loan had an effect to lending.

More precisely non-performing loan had a positive and significant effect to

lending.

(3)

PENGARUH KREDIT MACET (NON PERFORMING LOAN)

TERHADAP PENYALURAN KREDIT

Studi Kasus di 10 Kantor Cabang CU. BIMA Sintang

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh : A B I D I N NIM: 112114067

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

PENGARUH KREDIT MACET (NON PERFORMING LOAN)

TERHADAP PENYALURAN KREDIT

Studi Kasus di 10 Kantor Cabang CU BIMA Sintang

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh : A B I D I N NIM: 112114067

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

PERSEMBAHAN

“Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga,

Basengat Ka Jubata”

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan

doa.

Dosen-dosen utamanya dosen Program Studi Akuntansi yang

senantiasa memberikan ilmu kepada penulis.

Semua teman seperjuangan di Prodi Akuntansi, yang selalu

memberikan dukuangan kepada penulis.

Kamu yang di fakultas seberang sana

(8)
(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dah rahmat-Nya penulis akhirnya menyelesaikan penulisan skipsi ini. Penulisan

skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada

Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih Kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata

Dharma yang telah memeberikan kesempatan kepada penulis untuk

menimba ilmu dengan segala dukungan yang memadai.

2. Ilsa Haruti Suryandari, S.I.P.,M.Sc.,Akt., selaku Pembimbing yang telah

membimbing penulis dari awal penyusunan proposal penelitian hingga

penulis menyelesaikan penulisan skripsi.

3. Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah membagikan ilmu kepada

penulis dalam bidang statistika.

4. Drs. Yakop, S.Mn., selaku General Manager KOPDIT CU BIMA Sintang

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian.

5. Langgi, A.md., selaku Regional Manager KOPDIT CU BIMA Sintang yang

telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.

6. Orang tua tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan.

7. Keluarga yang ada di kalimantan yang selalu memberikan motivasi, nasihat,

dan doa untuk kelancaran penyusunan skripsi yang penulis susun.

8. Adik-adiku Emiliana Lamur, Novita Fransisca, dan Antida Yesi Carlina

yang selalu memberikan dukungan dan canda tawa kepada penulis.

9. Sahabatku Reza Yunanto, S.E., Andrean Indra Jaya, S.E., Nicodemus Patria

Atmaja, S.E., Agung Budi Susila, S.E., Jantra Handoko, S.E., Brammatia

Mahardhica, S.Kom., Gabril Elman Bigson, Andrianus Pupung Bayu, Petrus

(11)

S.E., Albertus Nugruho Danu, S.E., Salvador Dally, S.E., Yoakim

Fernandus, S.E., Nosya Aninditya, S.E., Agustina Prima K., S.E., Matius

Ferdy Saputra, Ignatius Anugrah Pratama Worung, Sara, Fero, Ola, Novina

Febi, Vincentius, Othniel Dian P., S.E., dan semua teman-teman yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-satu yang telah memberikan dukungan kepada

penulis.

10. Semua teman-teman satu angkatan Akuntansi 2011 yang telah bersedia

berbagi pengalaman dalam proses penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman dari Himaks periode 2013 yang telah memberikan semangat

kepada penulis.

12. Teman satu kos Yohanes Delvin, Felisianus Dwito, Yoshua Galang C., yang

telah memberikan dukungan saat penulis menempuh ujian pendadaran.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi mendapat penyempurnaan. Akhir

kata, besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca utamanya bagi

yang memiliki ketertarikan di bidang Credit Union.

Yogyakarta,30 November 2015

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

1. Karena kesalahan lembaga keuangan ... 21

2. Karena kesalahan nasabah ... 22

3. Manajemen Perkreditan Pada Credit Union ... 29

(13)

5. Sejarah Credit Union di Indonesia ... 47

6. Sejarah Credit Union di Kalimantan dan Berdirinya Badan Koordinasi Credit Union (BKCU) Kalimantan ... 49

F. Pengembangan Hipotesis... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

G.Definisi Operasional Variabel ... 65

H.Indikator Pengukuran Variabel... 66

I. Model Analisa ... 66

J. Teknik Pengumpulan Data ... 67

K.Teknik Analisa Data ... 68

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 72

A.Sejarah Singkat Organisasi ... 72

1. Sejarah Umum ... 72

2. Visi ... 74

3. Misi ... 74

4. Nilai-nilai Yang Dianut ... 75

B. Struktur Organisasi Kopdit CU BIMA Sintang... 75

C.Produk Utama Kopdit CU BIMA Sintang... 76

D.Jajaran Penggagas, Pendiri, Susunan Pengurus, dan Pengawas ... 76

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 78

A.Analisis Data ... 78

1. Uji Normalitas ... 78

2. Persamaan Regresi ... 81

3. Koefisien Determinasi ... 82

4. Pengujian Statistik Model Regresi Sederhana ... 82

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tebel 1. Saldo pinjaman dan dana cadangan Credit Union secara

secara nasional : data Inkopdit ... 6

Tabel 2. Data penyaluran kredit dan kredit macet CU.BIMA Sintang Periode 2011-2014 ... 7

Tabel 3. Penggolongan kredit menurut prospek usaha... 20

Tabel 4. Penggolongan kredit menurut kinerja ... 20

Tabel 5. Penggolongan kualitas kredit menurut kemampuan membayar ... 21

Tabel 6. Perbendaan CU dan Bank ... 25

Tabel 7. Perbedaan Cu, Bank, dan LKM ... 27

Tabel 8. Recovery Rate ... 30

Tabel 9. Area Wawancara Kredit ... 36

Tabel 10. Koefisien determinasi ... 71

Tabel 11. Tabel perubahan aset dan anggota CU BIMA ... 74

Tabel 12. Uji normalitas sebelum transformasi data ... 79

Tabel 13. Uji normalitas sesudah transformasi data... 80

Tabel 14. Hasil uji koefisien regresi ... 81

Tabel 15. Hasil uji koefisien determinasi ... 82

Tabel 16. Hasil uji nilai signifikan ... 82

(16)
(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur organisasi CU BIMA Sintang ... 75

Gambar 2. Hasil scatterplot uji normalitas data sebelum transformasi . 79

Gambar 3. Hasil scatterplot uji normalitas data setelah

(18)

PENGARUH KREDIT MACET (NON PERFORMING LOAN) TERHADAP PENYALURAN KREDIT

Studi Kasus di 10 Kantor Cabang CU BIMA Sintang

A B I D I N NIM : 112114067 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh antara kredit macet

(Non Performing Loan) terhadap penyaluran kredit. Latar belakang penelitian ini adalah

diduga kredit macet pada periode sebelumnya mempengaruh kebijakan penyaluran kredit

pada periode berikutnya. Penyaluran kredit adalah pemberian sejumlah pinjaman kepada

anggota. Aktivitas kredit merupakan aktivitas utama didalam kegiatan credit union.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus pada 10 kantor cabang CU. BIMA Sintang.

Populasi dan sampel adalah 10 kantor cabang CU BIMA Sintang. Data diperoleh dengan

observasi dan dokumentasi. Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linier

sederhana.

Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh positif antara kredit macet (Non

Performing Loan) dengan penyaluran kredit.

(19)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF NON PERFORMING LOAN ON LENDING A Case Study at 10 Branch Offices Of CU BIMA Sintang

A B I D I N NIM : 112114067 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

The purpose of this study was to find out the influence of non-performing

loan to lending. The background of this study was that the non-performing loan

in the previous period would influence the lending’s policy in the next period. The

lending is the distribution of loan to the members. The credit activity is the major

activity in the credit union’s operation.

This study was a case study at the 10 branch offices of CU. BIMA Sintang.

The data was obtained by observation and documentation. The data analysis

technique was the simple linear regression.

The results showed that non-performing loan had an effect to lending.

More precisely non-performing loan had a positive and significant effect to

lending.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kalimantan Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang sedang

tumbuh berkembang setelah beberapa tahun terakhir sempat tidak berkembang

akibat sering mengalami konflik horizontal. Kalimantan Barat merupakan

Provinsi yang terbelakang dalam hal pertumbuhan ekonomi bila di bandingkan

dengan empat Provinsi lainnya di Kalimantan. Ekonomi Kalimantan Barat

ditopang oleh beberapa sektor utama yakni perkebunan (kepala sawit dan karet),

perdagangan, dan hasil hutan. Sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat

berprofesi sebagai petani dan pekebun (karet dan sawit) dengan berpenghasilan

yang tidak terlalu besar. Masyarakat Kalimantan Barat berada pada kelas ekonomi

menengah kebawah.

Hal serupa juga terjadi disalah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat

yakni kabupaten Sintang. Masyarakat di kabupaten ini juga rata-rata berada pada

ekonomi menengah kebawah dengan berprofesi sebagai petani dan pekebun.

Jumlah masyarakat kelas ini cukup banyak bahkan mendominasi dari jumlah

penduduk kabupaten Sintang. Dengan berprofesi sebagai petani dan pekebun

masyarakat kelas ini sangat sulit untuk meningkatkan ekonominya menuju kearah

(21)

juga bahwa sebagian besar masyarakat di kabupaten Sintang yang berprofesi

sebagai petani bukanlah petani produktif untuk dijual melainkan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sendiri sehingga tidak meningkatkan ekonomi keluarga. Hal

serupa juga terjadi pada masyarakat yang menekuni perkebunan baik karet

maupun sawit. Harga komodi karet yang tidak menentu membuat terkadang harga

jual karet tidak sesuai dengan harga barang yang ada saat ini. Sementara

masyarakat yang memiliki kebun sawit juga bukan semata-mata perkebunan

tersebut dimiliki masyarakat perseorangan. Mereka berbagi dengan perusahaan

pemegang hak guna lahan sehingga penghasilannya pun tidak seberapa.

Disisi lain masyarakat tersebut sangat menginginkan perbaikan taraf hidup

mereka menuju ke arah yang lebih baik agar dapat memenuhi tuntutan hidup saat

ini. Kendala utama yang sering dihadapi oleh masyarakat kelas ini adalah

kekurangan tambahan modal untuk mendongkrat ekonomi mereka. Sementara

untuk mengajukan tambahan modal kepada lembaga keuangan terkadang sulit

ditempuh oleh masyarakat kelas ini karena beberapa persoalan, diantaranya tidak

memiliki penghasilan yang tetap, penghasilan dibawah minimum, tidak memiliki

keterampilan yang memadai, pendidikan dibawah rata-rata, dan tidak memiliki

agunan yang sesuai dengan persyaratan yang diminta. Padahal seperti yang telah

dipaparkan diatas bahwa sebetulnya masyarakat kelas ini (menengah kebawah)

dari segi jumlahnya sangatlah banyak.

Peluang ini kemudian dibaca dengan jeli oleh Koperasi Kredit (Credit

(22)

strategi untuk menarik minat masyarakat menjadi anggota mereka. Ada berbagai

macam strategi yang dikembangkan CU sehingga akhirnya mereka berhasil

memberdayakan masyarakat kelas menengah kebawah menuju perbaikan taraf

ekonomi ke arah yang lebih baik. Diantara strategi-strategi tersebut adalah

pelayanan kepada masyarakat yang dirasa tidak mempersulit masyarakat (simple),

mengembangkan tempat pelayanan hingga ke desa-desa atau dengan istilah lain

menggunakan sistem jemput bola, serta strategi bunga simpanan yang tinggi.

Beberapa strategi tersebut berhasil memikat masyarakat untuk memilih Credit

Union sebagai mitra keuangannya. Misalnya dari segi pelayanan yang profesional

namun dengan sistem yang simple, masyarakat merasa tidak dipersulit ketika

mengajukan menjadi anggota dan saat mengajukan kredit bila dibandingkan

dengan persyaratan yang sulit jika mengajukan kredit kepada lembaga perbankan.

Tempat pelayanan yang dikembangkan sampai ketingkat desa juga menjadi faktor

yang mendorong masyarakat tertarik memilih CU. Karena mereka tidak harus

selalu pergi ke kecamatan atau ibu kota kabupaten untuk membayar angsuran atau

menabung. Tidak seperti perbankan yang rata-rata berkantor terdekat berada di

kecamatan bahkan ada yang paling terdekat adalah ibu kota kabupaten.

Peluang ini dibaca dengan cermat oleh Credit Union karena memang

sebagian besar masyarakat ekonomi menengah kebawah berada di desa-desa

hingga kecamatan. Sistem jemput bola yang dikembangkan oleh Credit Union

juga merupakan bagian dari pelayanan Credit Union yang sedikit mengungguli

(23)

rumah-rumah anggota untuk pelayanan pembayaran angsuran, menabung, pencairan

dana pinjaman, konsultasi dan informasi lainnya dalam rangka mengedukasi baik

masyarakat maupun anggota yang masih memerlukan informasi.

Faktor yang dirasa paling dominan dikembangkan oleh Credit Union

sebagai salah satu strategi unggulan untuk mengajak masyarakat menjadi

anggotanya adalah strategi bunga tabungan yang tinggi. Strategi ini cukup

mumpuni dalam memikat masyarakat utamanya kelas menengah kebawah untuk

memilih CU sebagai mitra keuangannya. Bunga simpanan yang tinggi membuat

masyarakat tertarik karena bila dibandingkan dengan bunga simpanan pada

perbankan relatif lebih kecil. Strategi ini berhasil karena adanya dorongan dari

masyarakat agar uang yang mereka simpan di Credit Union bisa meningkat

signifikan dalam waktu tertentu. Sementara jika mereka menabung diperbankan

bunga simpanannya relatif kecil bahkan jika menabung dalam jumlah yang kecil

pula, bunga bulanan dari tabungan tersebut hanya dihabiskan untuk membayar

biaya administrasi perbankan. Sementara masyarakat kelas ini sudah bisa

dipastikan menabung dalam jumlah yang relatif kecil karena pengaruh mata

pencahariannya. Sehingga mereka merasa menabung di perbankan tidak

memberikan manfaat langsung dalam waktu dekat.

Namun sisi lain dari Credit Union menghadapi persoalan yang sebetulnya

sangat lumrah dihadapi oleh lembaga keuangan lainnya yaitu kredit macet atau

yang biasa disebut dengan istilah Non Performing Loan (NPL). NPL adalah suatu

(24)

membayar kewajibannya kepada Credit Union. Hal ini tentu berdampak pada

likuiditas Credit Union itu sendiri. Sangat memungkinkan Credit Union

mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan hariannya karena dana yang

telah dipinjamkan kepada anggota tidak kembali sesuai jadwal yang telah

ditentukan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Credit Union menghimpun dana dari

anggotanya untuk selanjutnya disalurkan kembali melalui pinjaman kepada

anggota dengan harapan Credit Union memperoleh keuntungan bunga. Namun

jika terjadi NPL maka ada sejumlah uang anggota yang tidak dapat diberdayakan

karena tidak kembali kepada lembaga dan mengakibatkan Credit Union

mengalami suatu keadaan dimana jumlah uang yang berada dikas Credit Union

mengalami pengurangan jumlah sehingga berpengaruh pula pada aktivitas

penyaluran kredit/pinjaman kepada anggota. Jumlah NPL yang banyak tentu

mengakibatkan Credit Union mengurangi penyaluran kredit pada periode

berikutnya. Aktivitas ini tentu membuat Credit Union kehilangan sebagian

pendapatannya yang mana pendapatan terbesar Credit Union berasal dari aktivitas

simpan pinjam. Sebagai gambaran mengenai perkembangan aktivitas perkreditan

di Credit Union secara nasional selama 5 tahun berikut penulis paparkan tabel

(25)

Tabel 1.1

Saldo Pinjaman dan Dana Cadangan Credit Union secara Nasional Periode 2010-2014

Sumber : Data Inkopdit Indonesia diolah oleh penulis

Berdasarkan tabel di atas kita dapat melihat bahwa selama 5 tahun terakhir

terhitung dari tahun 2010 jumlah penyaluran kredit terus mengalami peningkatan.

Sementara itu terlihat pula bahwa dana cadangan juga terus mengalami

peningkatan. Data tersebut memang tidak secara eksplisit menyebutkan jumlah

kredit macet, tetapi dari dana cadangan yang terus mengalami peningkatan kita

dapat menginterpretasi bahwa kredit macet juga terus mengalami peningkatan.

Sebab perlu kita ketahui bahwa dana cadangan di sediakan salah satunya adalah

untuk meng-cover kredit macet yang ada.

Sementara pada Credit Union yang penulis teliti yakni CU.BIMA Sintang

hal serupa juga terjadi. Berikut adalah tabel dana penyaluran kredit dan kredit

macet selama 4 tahun (2011-2014) :

Tahun Jumlah Pinjaman (Rp) Dana Cadangan (Rp) Ket

2010 7.247.962.146.827 400.501.740.567 Naik

2011 9.701.758.278.010 501.488.891.624 Naik

2012 11.178.016.791.957 591.850.874.196 Naik

2013 14.746.703.617.467 881.253.453.925 Naik

(26)

Tabel 1.2

Data Penyaluran Kredit dan Kredit Macet CU. BIMA Sintang Periode 2011 – 2014

Sumber : Data Perkreditan CU.BIMA Sintang

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa angka penyaluran kredit per tahun

yang di salurkan oleh CU.BIMA Sintang selalu mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Tetapi jika kita melihat angka kredit macet yang ada pada CU.BIMA

Sintang setiap tahunnya juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada

tahun 2013 misalnya, kredit macet mengalami kenaikan hampir mencapai 50%

dari tahun sebelumnya.

Aktivitas pinjam-meminjam memang sangat diharapkan dalam dunia Credit

Union, namun perlu diingat bahwa hal itu akan saling menguntungkan jika

aktivitas tersebut berada dalam kategori kredit lancar. Artinya aktivitas kredit

(pinjaman dari anggota) tidak mengalami kendala dalam memenuhi kewajibannya

untuk mengangsur pinjamannya. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan

angsuran dari anggota menjadi terkendala (macet) diantaranya faktor ekonomi

keluarga, lingkungan kerja, dan tentunya suku bunga kredit itu sendiri yang

membuat pokok angsuran menjadi bertambah besar. Aktivitas simpan-pinjaman

Turun Naik % Turun Naik %

2011 180.506.904.356 27.608.374.012 15.29

(27)

menjadi menarik untuk dibahas karena menjadi salah satu faktor besar yang

membuat aktivitas Credit Union tumbuh dan berkembang karena sumbangsihnya

yang besar bagi pemasukan bagi Credit Union, namun terjadinya NPL dapat

memberikan dampak yang tidak sehat pada Credit Union. Kredit macet yang

tinggi dapat menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menyalurkan kredit

pada periode berikutnya karena berbagai macam pertimbangan diantaranya

berkurangnya dana kas dan memperketat manajemen penyaluran kredit.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah kredit macet/Non

Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada Credit

Union ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kredit

macet/Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap penyaluran kredit pada

(28)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Credit Union

a. Dapat melakukan manajemen kredit dengan baik sehingga bisa

mengantisipasi terjadinya kredit tidak lancar.

b. Dapat melakukan manajemen suku bunga pinjaman yang tepat.

2. Bagi Masyarakat

a. Dapat memilih kredit yang sesuai dengan kemampuan ekonominya.

b. Dapat merencanakan keuangan keluarga sedini mungkin.

c. Dapat memahami peran Credit Union lebih jauh.

E. Batasan Masalah

Pada kesempatan ini penulis hanya meneliti faktor Kredit Macet/Non

Performing Loan (NPL) saja terhadap penyaluran kredit pada Credit Union

dengan melihat laporan keuangan Credit Union Bina Masyarakat Sintang tahun

2011-2014.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

(29)

BAB II : Kajian Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang mendukung penelitian yang

penulis lakukan, sejarah Credit Union di Kalimantan, dan

pengembangan hipotesis.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian,

subjek penelitian, objek penelitian, variabel penelitian,

populasi dan sampel, definisi operasional variabel, indikator

pengukuran variabel, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data.

BAB IV : Gambaran Objek Penelitian

Bab ini berisi sejarah organisasi, visi-misi, dan struktur

kepengurusan.

BAB V : Analisis dan Pembahasan

Bab ini berisi analisis terhadap data yang penulis peroleh dan

pembahasan.

BAB VI : Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian, keterbatasan

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kredit

1. Pengertian Kredit Secara Umum

Merujuk pada UU No.7 tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No.10

tahun 1998 tentang perbankkan pasal 1 angka 11 dinyatakan bahwa kredit

adalah :

”penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah

bunga”

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang

Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Pasal 1 angka 5, adalah :

“penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk :

a. Gerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dibayar lunas pada akhir hari.

(31)

Sementara Khasmir (2005 : 92) menyatakan kredit adalah :

“Kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing fihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila si debitur ingkar janji

terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.”

Suatu kredit yang disalurkan mengandung unsur-unsur sebagai berikut

(Khasmir :2005;94) :

a. Kepercayaan

Suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan

bank berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali

dimasa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana

sebelumnya telah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah

baik secara interen maupun dari eksteren. Penyelidikan dan penelitian

tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon

kredit.

b. Kesepakatan

Kesepatan dituangkan dalam suatu perjanjian dimana

(32)

c. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu

tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang

telah disepakati. Jangka waktu tersebut dapat berupa jangka pendek,

menengah atau panjang.

d. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan

suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakian

panjang suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya.

Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh

nasabah lalai, maupun oleh resiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi

bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur

kesengajaan lainnya.

e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa

tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk

(33)

2. Tujuan Kredit

Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain Khasmir

(2005:96):

a. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil

tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai

balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

b. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantuk usaha nasabah yang memerlukan

dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana

tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembalikan dan dan

memperluas usahanya.

c. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh perbankan,

maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya

(34)

3. Fungsi Kredit

Secara garis besar, fungsi kredit adalah sebagai berikut Khasmir (2005 :

97) :

a. Untuk meningkatkan daya guna uang

Menjelaskan bahwa jika uang hanya disimpan saja maka tidak akan

menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikan kredit tersebut

menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima

kredit.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalm hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu

wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang

dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh

tambahan uang dari daerah lainnya.

c. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur

untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau

bermanfaat.

d. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambang atau memperlancar arus barang dari suatu

wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari

suatu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula

(35)

e. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi

karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah

barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit

membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri

sehingga meningkatkan devisa negara.

f. Untuk meningkatkan kegairahan usaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan usaha,

apa lagi bagi si nasabah yang memandang modalnya sangat terbatas.

g. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama

dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk

membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja

sehingga dapat pula mengurangi pengangguran.

h. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling

membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberian kredit.

Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang

(36)

B. Kredit Macet (Non Performing Loan)

Menurut Dahlan Siamat (2001:174) kredit macet adalah :

“Kredit bermasalah atau sering disebut Non Performing Loan (NPL) dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Rasio ini menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Artinya, semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar dikarenakan kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet”

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak

sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti

yang telah diperjanjikannya. Kredit bermasalah menurut ketentuan Bank

Indonesia merupakan kredit yang digolongkan ke dalam kolektibilitas Kurang

Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). (SE BI Nomor 12/11/DPNP

tanggal 31 Maret 2010).

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.8/30/DPBPR/2006 yang

dimaksud Non Performing Loan (NPL) adalah perbandingan antara kredit yang

diberikan (kualitas KL, D dan M) dengan jumlah kredit yang diberikan. Kategori

kualitas kredit terdiri dari : kategori lancar, kategori kurang lancar, kategori

diragukan, dan kategori macet. NPL yang tinggi mengakibatkan tidak bekerjanya

fungsi intermediasi bank secara optimal karena menurunkan perputaran dana

(37)

Pendapat lainnya dikemukan oleh Wirjiyo (2004) :

“Non Performing Loan (NPL) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur jumlah kredit bermasalah, apakah termasuk kredit yang diragukan, kurang lancar, atau macet terhadap total kredit yang disalurkan oleh bank. Dengan semakin tingginya rasio dari NPL mencerminkan bahwa semakin banyaknya jumlah kredit macet yang terdapat pada perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan yang akhirnya dapat menurunkan jumlah pendapatan yang mampu diterima oleh perusahaan, baik penerimaan atas pengembalian pinjaman maupun penerimaan bunga atas pinjaman. Perusahaan dengan tingkat kredit macet yang bermasalah dapat menghambat perputaran uang di dalam perusahaan, sehingga perusahaan akan kesulitan untuk menyalurkan kembali dananya kepada pihak lain di samping dapat meningkatkan risiko bagi perbankan sendiri”

Rivai Veithzal (2007 : 476) memaparkan beberapa pendapatnya mengenai

kredit macet, antaranya :

1. Kredit yang dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang

diinginkan oleh pihak bank.

2. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko dikemudian hari.

3. Mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik

dalam bentuk pembayaran kembali pokok dan/atau pembayaran bunga, dan

denda.

4. Kredit dimana pembayaran kembali dalam bahaya, terutama apabila

sumbers-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk

membayar kembali kredit sehingga belum mencapai/memenuhi target yang

(38)

Sementara itu menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 20/Per/M.KUMKM/XI/2008

Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit

Simpan Pinjam Koperasi menggolongkan pinjaman macet jika memenuhi

beberapa kreteria berikut :

1. Tidak memenuhi kriteria kurang lancar atau diragukan.

2. Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 12 bulan sejak

digolongkan diragukan belum ada pelunasan.

3. Pinjaman tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan

Negeri atau telah diajukan penggantiannya kepada perusahaan asuransi.

Apabila kita merujuk pada pertimbangan kuantitatif dan judgement serta

surat Edaran Bank Indonesia No.7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 kepada

semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di

Indonesia perihal kualitas aktiva bank umum, maka kualitas kredit digolongkan

menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet

(39)

Tabel 2.1

Penggolongan Kualitas Kredit Menurut Prospek Usaha

Komponen Lancar

Dalam perhatian

khusus

Kurang

lancar Diragukan Macet

Potensi

Penggolongan Kualitas Kredit Menurut Kinerja

Komponen Lancar Dalam

(40)

Tabel 2.3

Penggolongan Kualitas Kredit Kemampuan Membayar

Komponen Lancar

Dalam perhatian

khusus

Kurang

lancar Diragukan Macet

Ketepatan

menyebabkan terjadinya kredit macet :

1. Karena kesalahan lembaga keuangan

a. Kurang pengecekan terhadap latar belakang nasabah calon penerima kredit.

b. Kurang tajam dalam menganalisis mengenai maksud dan tujuan

(41)

c. Kurang pemahaman tentang kebutuhan sebenarnya dari calon nasabah dan

manfaat kredit yang diberikan.

d. Kurang mahir dalam menganalisa laporan keuangan nasabah.

e. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat.

f. Terlalu agresif.

g. Pemberian kelonggaran terlalu banyak.

h. Kurang pengalaman dari pejabat kredit

i. Pejabat kredit mudah dipengaruhi, diintimidasi atau dipaksa oleh calon

nasabah.

j. Kurang berfungsinya credit recoverry officer

k. Keyakinan yang berlebihna.

l. Kurang mengadakan review, meminta laporan dan menganalisa laporan

keuangan serta informasi-informasi kredit lainnya.

m. Kurang mengadakan kunjungan lapangan.

n. Kurang mengadakan kontak dengan nasabah.

o. Pemberian kredit terlalu banyak tanpa disadari.

p. Campur tangan berlebihan dari pemilik.

q. Pengikatan jaminan kurang sempurna.

r. Sikap memudahkan dari pejabat bank.

2. Karena Kesalahan Nasabah

a. Nasabah tidak kompeten.

(42)

c. Nasabah kurang memberikan waktu untuk usahanya.

d. Nasabah tdak jujur.

e. Nasabah serakah.

3. Faktor Eksternal

a. Kondisi perekonomian

b. Perubahan-perubahan peraturan

c. Bencana alam

D. Penyaluran Kredit

Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 penyaluran kredit adalah :

“Penyaluran kredit adalah penyediaan uang atau sejumlah tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya pada jangka waktu tertentu”

Sementara menurut Rivai Veitzhal (2007) penyaluran kredit adalah:

“penyerahan barang, jasa atau uang dari pihak kreditu (pemberi pinjaman) kepada pihak lain (nasabah/peminjam) atas dasar kepercayaan dengan janji membayar dari pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjam pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak”

Adapun tujuan penyaluran kredit adalah sebagai berikut :

1. Mencari keuntungan

Hasil dari penyaluran kredit diterima dalam bentuk bunga sebagai imbalan

atas pemberian kredit kepada peminjam. Keuntungan bunga seperti inilah

(43)

2. Membantu usaha nasabah

Kredit yang disalurkan diharapkan dapat membantu perkembangan usaha

nasabah baik dari segi permodalan maupun untuk keperluan investasi.

3. Membantu pemerintah

Kredit yang disalurkan diharapkan dapat menumbuhkan kegiatan ekonomi

lewat berbagai sektor. Semakin tumbuhnya berbagai sektor ekonomi lewat

penyaluran kredit secara tidak langsung telah membantu pemerintah dalah

menumbuhkan perekonomian suatu negara.

Adapun unsur-unsur penyaluran kredit adalah sebagai berikut :

1. Kepercayaan

Adanya keyakinan dari pihak bank terhadap prestasi yang diberikan akan

dilunasi pada jangka waktu yang telah disepakati.

2. Jangka waktu

Adanya jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama sebelum

penyaluran kredit terjadi yang mengatur jangka waktu tertentu peminjam

harus memenuhi kewajibannya.

3. Prestasi

Adanya objek berupa prestasi dan kontraprestasi antara pihak pemberi dan

(44)

4. Risiko

Jangka waktu tertentu dari penyaluran kredit membuat penyaluran kredit

mengandung risiko tertentu. Risiko tersebut dapat diantisipasi dengan

agunan/jaminan kredit.

E. Credit Union

1. Pengertian Credit Union

Menurut (WOCCU 2003; Emmon 1997) dalam Kusumajati (2012:45).

“Credit Union adalah lembaga keuangan berbentuk koperasi-dimiliki, dikelola dan dikontrol oleh anggotanya, yang menyediakan jasa-jasa keuangan sebagaimana diselenggarakan oleh lembaga perbankan seperti tabungan dan rekening giro, pinjaman untuk berbagai tujuan, asuransi, dan jasa pengiriman uang”

Referensi lain adalah Munaldus dan kawan-kawan (2012:3) yang

menyatakan bahwa Credit Union adalah :

“Credit union berasal dari dua kata, yaitu credit dan union. Credit dalam bahasa Latin adalah Credere artinya saling percaya. Sedangkan union (unio) berarti kumpulan. Jadi, Credit Union artinya kumpulan orang-orang yang saling percaya. Di Indonesia Credit Union diterjemahkan sebagai koperasi kredit.”

Munaldus dan kawan-kawan juga menerangkan perbedaan antara

Credit Union dan bank (2012:xIii) :

Tabel 2.4

Perbedaan CU dan Bank

Credit Union Bank

(45)

Keuntungan kembali ke anggota Keuntungan kembali kepada investor Peduli akan masa depan keuangan

anggota

Mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi investor Tabungan yang dimobilisasi dari

anggota kemudian diinvestasikan kembali kepada anggota

Tabungan yang dimobilisasi dari masyarakat kemudian diinvestasikan ke perusahaan besar dan pasar keuangan

*CU = Credit Union

Sementara itu menurut WOCCU (Word Council of Credit Union), di

kutip dalam buku Munaldus dan kawan-kawan (2012:28) perbedaan antara

CU, bank, dan LKM adalah sebagai berikut :

Tabel 2.5 Perbedaan CU, Bank, dan LKM

Keterangan Credit Union Bank Komersil LKM

(46)

Credit Union menawarkan harga yang bersaing. Tata Kelola Para anggota Credit

(47)

Berdasarkan pengertian diatas dapat terlihat bahwa Credit Union lahir

dari orang-orang atau sekelompok orang yang mencapai kata sepakat

(anggota) untuk menghimpun dana bersama untuk selanjutnya dipinjamkan

kepada anggotanya untuk meningkatkan kesejahteraan. Terlihat juga bahwa

dalam Credit Union tidak dikenal istilah nasabah sebab semua anggota adalah

pemilih dari Credit Union sehingga mempunyai hak dan kedudukan yang

sama. Faktor lain yang memperjelaskan perbedaan Credit Union dengan

lembaga perbankan lain adalah pemanfaatan keuntungan dari Credit Union,

bahwa keuntungan yang diperoleh oleh Credit Union dikembalikan kepada

anggotanya. Tetapi pada lembaga keuangan lain keuntungan diberikan kepada

para investor.

2. Prinsip utama Credit Union

Munaldus dan kawan-kawan dalam buku “Kiat Mengelola Credit

Union” (2014:4) menyampaikan bahwa prinsip (asas) utama Credit Union

adalah sebagai berikut :

a. Asas swadaya

Artinya tabungan hanya berasal dari anggota

b. Asas setia kawan (Solidaritas)

(48)

c. Asas pendidikan

Artinya adalah pembangunan watak (karakter) adalah adalah yang utama.

Hanya mereka yang berwatak baik yang boleh menjadi anggota dan

mendapatkan pinjaman. Untuk membangun watak perlu pendidikan terus

menerus.

Berkaitan dengan asas keswadayaan, Credit Union secara konsisten

selalu menyelenggarakan program pendidikan bagi anggotanya, termasuk

pendidikan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan keluarga dan

fasilitas usaha rumah tangga. Berkaitan dengan prinsip solidaritas, Credit

Union menyelenggarakan penggalangan dana untuk pembiayaan pendidikan

anggota dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya, dana perlindungan pinjaman

dan pinjaman, dana untuk perlindungan kesejahteraan anggota dalam bentuk

santunan kematian dan asuransi kesehatan anggota (Black&Dugger 1981:530)

dalam Kusumajati (2012:52).

3. Manajemen Perkreditan Pada Credit Union

Penyaluran kredit merupakan salah satu pekerjaan yang sangat penting

di Credit Union. Para anggota diajak menyimpan, kemudian dana tersebut

dikelola, dan selanjutnya disalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada para

anggotanya. Sesuai ketentuan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit

berkisar antara 70-80% dari total aset. (Munaldus dan kawan-kawan

(49)

Pemberian kredit kepada anggota mengandung risiko yaitu

kemungkinan penerima kredit tidak mampu melunasi kredit tepat pada

waktunya atau bahkan gagal sama sekali. (Munaldus dan kawan-kawan

2014:186).

Kalau pihak Credit Union lengah dalam menangan dan memantau

setelah kredit dicairkan, membangun hubungan baik dengan peminjam, serta

tidak melakukan pendampingan kepada para peminjam maka kemungkinan

mutu kolektabilitas kredit turun akan terjadi. Menurut penelitian yang

dilakukan di Australia (Challis, 2013) dalam Munaldus dan kawan-kawan

(2014:186), recovery rate atas kredit lalai dapat dipaparkan sebagai berikut :

Tabel 2.6 Recovery Rate

LEWAT JATUH TEMPO RECOVERY RATE

30 hari 95%

60 hari 89%

90 hari 80%

120 hari 70%

240 hari 50%

360 hari 10%

Sampai hari ini angka kredit lalai disebagian besar Credit Union masih

besar. Hal tersebut menunjukan perlunya suatu pengendalian terhadap

manajemen perkreditan di Credit Union. Beberapa prinsip dapat diterapkan

dalam rangka menjamin mutu perkreditan. Merujuk pada Munaldus dan

(50)

Lending in Credit Union” atau Prinsip Penyaluran Kredit yang

Bertanggungjawab di Credit Union. Adapun prinsip tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Berpihak kepada anggota

Credit Union menawarkan jasa bantuan kredit demi kepentingan anggota.

Credit Union akan membimbing anggota dan akan menjadi mitra keuangan

mereka untuk mewujudkan tujuan kehidupan mereka. Credit Union

bermaksud membuat hal ini sebagai suatu hal yang transparan dan dapat

diakses dengan mudah dan berusaha memfasilitasi pengaturan yang dapat

diterima bersama anggota. Hal ini dapat mencakup membantu para anggota

menemukan solusi jika mereka menunggak atau tidak mampu membayar

kembali pinjaman sesuai perjanjian yang telah disepakati.

b. Pemberian kredit yang adil

Kepada para peminjam, Credit Union wajib memberikan informasi yang

akurat, lengkap, transparan, dan seimbang tentang biaya pinjaman,

termasuk jasa pelayanan atau komisi seperti yang disyaratkan dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk di dalamnya

adalah besarnya persentase jasa tahunan dan komisi, Credit Union wajib:

1) Memperbolahkan para peminjam melakukan penarikan pada periode

(51)

2) Tidak akan menawarkan berbagai produk kepada anggota yang tidak

bisa membayar pinjaman atau mungkin akan menyebabkan anggota

mengalami kesulitan keuangan yang parah.

3) Memberikan respons tertulis kepada pemohon pinjaman tentang alasan

penolakan permohonan pinjamannya. Staf kredit atau pengurus

dilarang menerima pemberian ilegal dalam bentuk apapun dari

permohonan pinjaman sebagai imbalan pelayanan kredit.

4) Tidak ada beban fee atau pinalti untuk pembayaran pinjaman yang

lebih awal dari perjanjian.

5) Memberikan pinjaman hanya kepada anggota yang terbukti mampu

dan mau mengembalikan pinjaman. Untuk itu, Credit Union wajib

mengikuti kriteria proses pinjaman yang ketat, rinci dan

bertanggungjawab, termasuk menggunakan scoring kredit, pengecekan

pada pemberi referensi dan verifikasi yang dipercaya untuk membuat

penilaian kemampuan seseorang calon peminjam mengembalikan

pinjaman.

c. Suku bunga dan jasa pelayanan

Credit Union wajib membantu para anggota agar selalu mendapatkan

informasi yang akurat dan terpercaya, menyediakan informasi yang mereka

perlukan dan menjaga rahasia semua informasi yang terkait dengan

(52)

jasa pelayanan, dan biaya lainnya harus disampaikan secara jelas dan

tertulis agar anggota paham.

d. Promosi yang jujur dan tanpa tipu daya

1) Credit Union wajib memasarkan produk dan layanan Credit Union

secara bertanggungjawab.

2) Credit Union wajib bertindak penuh integritas, mengikuti

praktik-praktik penjualan yang beretika dan ketentuan hukum yang berlaku

serta memberikan informasi sehingga dapat membantu mereka dalam

membuat keputusan tentang produk dan layanan Credit Union.

3) Credit Union tidak akan mempromosikan pinjaman yang memiliki

suku bunga awal yang rendah, namun kemudian tanpa sepengetahuan

anggota peminjam melakukan perubahan suku bunga sewaktu-waktu.

e. Praktik-praktik penagihan yang bermatabat

Cara-cara yang tidak dibenarkan dalam praktik penagihan Credit Union:

1) Menggunakan kekerasan atau mengancam atau menggunakan

cara-cara jahat lainnya, merusak reputasi, fisik atau harta dari orang lain.

2) Menggunakan bahasa cabul atau bahasa yang menyakitkan lainnya.

f. Pendidikan membangun kebiasaan berhemat dan menggunakan dana

pinjaman secara bijaksana

Sesuai dengan prinsip-prinsip Credit Union Internasional, Credit Union

wajib menyediakan informasi dan alat kepada anggota bagaimana

(53)

Bagian dari peran Credit Union sebagai pemberi pinjaman yang

bertanggung jawab adalah untuk mendidik para anggota agar memastikan

mereka dapat membuat keputusan keuangan yang tepat dan menghindari

mengorbankan stabilitas keuangan anggota. Credit Union perlu melakukan

tindakan-tindakan sebagai berikut :

1) Menawarkan seminar keuangan, dengan topik-topik seperti

perencanaan hidup.

2) Menyediakan alat-alat yang berguna seperti kalkulator untuk

mempromosikan melek finansial.

3) Menyediakan informasi di website.

Manajemen perkreditan sangatlah penting dalam kegiatan Credit Union

mengingat kredit merupakan aktivitas utama dari Credit Union. Dalam

proses perkreditan setidak-tidak ada dua hal penting yang harus menjadi

perhatian Credit Union agar kredit berjalan sesuai rencana. Adapun dua

faktor tersebut adalah (Munaldus dan kawan-kawan 2014:213) :

1) Wawancara Kredit

Program pemberian pinjaman akan berhasil apabila wawancara

pinjaman dilakukan dengan benar menurut format yang ada di dalam

surat permohonan pinjaman. Hasil wawancara dapat menggali berbagai

informasi kemampuan mengembalikan, karakter, dan ketersediaan

(54)

Wawancara hendaknya dilakukan oleh staf kredit, manajer, atau komite

kredit yang bergantung pada besarnya permohonan pinjaman yang

diajukan dan juga bergantung pada ukuran Credit Union. Wawancara

wajib dilakukan kepada pemohon pinjaman dan juga para peminjam.

Semakin besar permohonan yang diajukan semakin besar pula

risikonya, sehingga mewajibkan untuk melakukan wawancara yang

mendalam. Berikut adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan

dalam wawancara kredit :

a). Mendapatkan semua informasi yang diminta dalam format surat

permohonan pinjaman.

b). Melaksanakan bimbingan kredit tentang bagaimana menggunakan

uang yang dipinjam dari Credit Union secara bijaksana.

c). Credit Union adalah milik anggota, para penunggak akan

mengganggu stabilitas Credit Union untuk berkembang.

d). Menentukan kelayakan si peminjam.

e). Membangun hubungan pribadi agar calon peminjam memahami

bahwa Credit Union adalah milik bersama.

f). Menjual produk dan pelayanan Credit Union serta mendidik

anggota tentang filosofi Credit Union.

Hal yang tidak kalah penting bagi staf kredit atau petugas yang

melakukan wawancara kredit adalah kemampuan untuk fokus menggali

(55)

melakukan wawancara kredit dapat dengan melihat tabel area

pertanyaan untuk wawancara kredit :

Tabel 2.7

Penjamin Investasi Kondisi politik

2) Analisi Kredit 5 C

a).Penyelidikan Lapangan

Semua permohonan kredit harus melalui suatu penyelidikan terlebih

dahulu untuk menentukan apakah informasi oleh pemohon kredit

dapat dipercaya. Laporan lengkap penyelidikan lapangan harus

disampaikan di dalam suatu map tersendiri. Staf kredit memperoleh

informasi dari surat permohonan pinjaman yang sudah diisi, yang

(56)

a).1. Nama pemohon pinjaman dan para penjaminnya

a).2. Jumlah pinjaman yang diajukan dan berapa sisa pinjamannya

(kalau ada)

a).3. Tempat bekerja

a).4. Besarnya pendapatan yang bersangkutan per bulan

a).5. Tujuan/uraian penggunaan pinjaman

a).6. Total pengeluaran

a).7. Pendapatan bersih

b). Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan

b).1. Capacity to Pay (Kemampuan untuk mengembalikan)

Merujuk pada kemampuan yang bersangkutan untuk

mengembalikan pinjaman sesuai besarnya angsuran dan bunga

pinjaman serta jangka waktu yang sudah ditetapkan. Informasi

ini didapatkan dengan menghitung pendapatan perorangan

bersih dari pemohon pinjaman. Aturan dasarnya adalah : jangka

waktu pengembalian pinjaman harus sesuai dengan arus kas

yang bersangkutan, baik secara bulanan, mingguan, maupun

tahunan. Dalam menentukan kemampuan seseorang pemohon

pinjaman untuk mengembalikan pinjamannya, inilah

pertimbangan yang harus diambil :

b).1.1. Besarnya angsuran dan bunga pinjaman yang harus

(57)

b).1.2. Besarnya pinjaman yang layak diajukan, setelah melihat

besarnya utang yang masih ada di koperasi/Credit

Union lain atau utang di tempat lain, dengan

menggunakan perhitungan rasio utang.

b).1.3. Nilai aset berwujud dan taksirannya termasuk simpanan

saham dan setara saham.

b).1.4. Jumlah simpanan lainnya di Credit Union.

b).1.5. Catatan pembayaran kredit di Credit Union, atau

lembaga keuangan lainnya.

b).2. Character (watak)

Merujuk pada integritas seseorang, kredibilitas, dapat

dipercaya, bentuknya berupa kejujuran, tepat janji, dan reputasi

di masyarakat. Watak menunjukkan kestabilan pemohon

pinjaman tentang investasinya yang ditunjukan dengan :

b).2.1 Catatan pembayaran pinjaman di Credit Union yang

baik.

b).2.2 Catatan pembayaran di tempat lain juga baik.

b).2.3 Reputasi di masyarakat atau di organisasi yang baik.

b).2.4 Kebiasaan menabung yang baik.

b).3 Colleteral (Barang jaminan)

Merujuk pada aset-aset pribadi atau aset-aset yang bergerak,

(58)

nama pemohon pinjaman yang ditawarkan sebagai barang

jaminan.

b).4. Capital (Modal)

Merujuk pada jumlah tabungan atau kontribusi yang di buat

oleh pemohon pinjaman di Credit Union dan lembaga

keuangan lainnya.

b).5 Credit Condition

Merujuk pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi

keadaan sosial-ekonomi peminjam. Faktor-faktor tersebut

adalah:

b).5.1 Legalitas kegiatan usaha yang diusulkan untuk didanai

dari pinjaman.

b).5.2 Dampak lingkungan dari kegiatan usaha tersebut.

b).5.3 Ketetapan bisnis terkait dengan kondisi cuaca.

b).5.4 Pengaruh kondisi politik terhadap usaha yang di danai

dari Credit Union.

4. Kinerja Kredit yang Sehat

a. Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah

Republik Indonesia

Merujuk pada peraturan Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil, dan

(59)

Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpanan dan Unit Simpan

Pinjam Koperasi, berikut disajikan praktik penilaian kesehatan Credit

Union berdasarkan peraturan tersebut untuk kategori perkreditan :

1) Rasio volume pinjaman pada anggota terhadap total volume pinjaman

diberikan (bobot:10), diperoleh dari perbandingan antara jumlah

pinjaman yang dicairkan ke anggota dalam satu tahun berjalan

berbanding total pinjaman :

Sasaran Rasio: >75%

2) Rasio pinjaman bermasalah terhadap pinjaman diberikan

Menghitung berapa persen kredit lalai berbanding total pinjaman

beredar :

Rumus : Risiko Pinjaman Bermasalah (RPM) terdiri atas :

a). Pinjaman kurang lancar X 50%

b). Pinjaman diragukan X 75%

c). Pinjaman macet X 100%

Rumus :

Rasio Pinjaman bermasalah

(60)

Penjelasan :

c).1 Pinjaman kurang lancar, yaitu menunggak pinjaman pokok

+ bunga selama 1-6 bulan.

c).2 Pinjaman diragukan, yaitu tidak memenuhi kurang lancar

atau pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunan bernilai

75% dari pinjaman pokok + bunga. Pinjaman tidak dapat

diselamatkan tetapi agunan bernilai sekurang-kurangnya

100% dari pinjaman pokok + bunga.

c).3 Pinjaman macet, yaitu tidak memenuhi kurang lancar dan

ragu-ragu atau lebih dari 12 bulan atau diselesaikan melalui

pengadilan negeri atau dalam proses klaim asuransi.

3) Dana cadangan resiko

Dana cadangan tersebut digunakan untuk menutupi risiko apabila

terjadi pinjaman macet atau tidak tertagih.

Rumus :

Kualitas aktiva Produktif

Sasaran Rasio: >90-100%

b. Menurut Analisis PEARLS

PEARLS merupakan singkatan dari : Protection, Effective financial structure,

(61)

merupakan alat pemandung bagi Credit Union untuk mengelola keuangannya

(Munaldus dan kawan-kawan 2014:166) :

1) P = Protection (Perlindungan)

Perlindungan diukur dengan : (1) Membandingkan antara total penyisihan

dana cadangan untuk menutup kerugian atas piutang lalai; dan (2)

Membandingkan antara total penyisihan terhadap total kerugian investasi

bebas. Penyisihan dana ini biasa disebut dana cadangan risiko yang

dialokasikan secara tahunan dan provisi kredit lalai yang dialokasikan

setiap bulan.

Perlindungan terhadap kerugian atas piutang dianggap ideal jika Credit

Union mampu menyisihkan dana cadangan risiko dan provisi kredit lalai

sama dengan besarnya total piutang lalai diatas 12 bulan ditambah dengan

tersedianya dana cadangan risiko dan provisi kredit lalai yang mampu

menutup 35% dari total piutang lalai 1-12 bulan.

2) E = Effective financial Structure (Struktur Keuangan yang Efektif)

Faktor ini mengukur aset, liabilitas (utang) dan modal.

a). Aset

a).1 95% aset produktif terdiri dari piutang (pinjaman beredar),

yaitu berkisar antara rentang 70-80% dari total aset, dan

investasi likuid yang berkisar antara rentang 10-20% dari total

aset.

(62)

Jika portofolio pinjaman dibawah 70% dari total aset, maka

investasi likuid akan tinggi. Kondisi ini tidak diharapkan,

karena pendapatan dari investasi likuid tidak sebesar

pendapatan dari investasi pada portofolio pinjaman.

Sebaliknya, jika portofolio pinjaman diatas 80%, maka Credit

Union dalam keadaan tidak likuid karena kekurangan dana

untuk keperluan penarikan simpanan, pencairan kredit, atau

keperluan lainnya.

b). Liabilitas (utang)

Rasio yang ideal adalah berkisar antara 70-80% dari total aset. Hal

ini mengindikasikan bahwa Credit Union mampu mengembangkan

program-program secara efektif.

c). Modal

c).1 Modal saham (simpanan pokok + simpanan wajib) yang di

anggap ideal apabila berada pada 10-20% dari total aset.

c).2 Modal lembaga (dana cadangan umum, dana cadangan risiko,

donasi, SHU tak terbagi, dan SHU tahun berjalan yang

dialokasikan untuk dana cadangan) yang dianggap ideal apabila

(63)

3) A = Assets Quality (Kualitas Aset)

Aset-aset yang tidak produktif adalah aset-aset yang tidak meningkatkan

pendapatan. Apabila rasionya diatas 5% dari total aset, maka dampak

negatifnya akan sangat dirasakan.

4) R = Rates of Return and Costs (Tingkat pendapatan dan biaya)

Ditujukan untuk membantu pihak manajemen menghitung hasil investasi

dan menilai biaya-biaya operasional. Terdapat 4 area utama investasi,

yaitu:

a). Portofolio pinjaman

Total pendapatan dari bunga pinjaman, pendapatan dari denda, dan

pendapatan dari jasa pelayanan dibagi dengan total piutang (pinjaman

beredar).

b). Investasi likuid

Semua pendapatan dari bunga tabungan di bank dan cadangan

likuiditas yang disimpan di Pusat Koperasi Kredit dibagi dengan total

dana yang diinvestasikan di tempat tersebut.

c). Investasi keuangan

Dana likuid yang tersedia di investasikan dalam investasi keuangan

yang menghasilkan pendapatan lebih tinggi selain di bank.

d). Investasi non-keuangan lainnya

Beberapa Credit Union juga menginvestasikan dana likuidnya pada

(64)

e). Biaya intermediasi keuangan

Meliputi biaya untuk membayar balas jasa simpanan saham dan

non-saham, simpanan unggulan dan bungan pinjaman dari Puskopdit.

f). Biaya administrasi

Target ideal yang direkomendasikan sistem ini adalah menjaga biaya

administrasi sebesar 5% dari rata-rata aset.

g). Biaya provisi pinjaman lalai/macet

Pengeluaran provisi harus dipisah dari biaya administrasi secara

keseluruhan agar mendapat gambaran yang jelas tentang titik lemah

administrasi Credit Union.

5) L = Liquidity (Likuiditas)

Menjaga cadangan likiuditas yang cukup merupakan modal utama dalam

manajemen keuangan yang sehat. Dalam analisis PEARLS terdapat dua

perspektif yang dianalisis :

a). Total cadangan likuiditas

Indikator ini mengukur persentase simpanan non-saham yang

diinvetasikan sebagai aset likuid baik di bank maupun di Puskopdit.

Target yang ideal adalah minimum 15% setelah membayar semua

kewajiban jangka pendek.

(65)

Dana likuid yang menganggur sebagainya dijaga sekecil mungkin

karena bisa saja biaya membeli dana tersebut sangat mahal sementara

pendapatannya tidak sebanding dengan biaya membelinya.

6) S = Signs of Grwo (Tanda-tanda pertumbuhan)

a). Total aset

Idelanya semua Credit Union mencapai pertumbuhan yang positif

nyata (misalnya, pertumbuhan bersih setelah mengurangkan dengan

tingkat inflasi) setiap tahun.

b). Pinjaman

Sebaiknya untuk tetap menjaga pertumbuhan total pinjaman

sebanding dengan pertumbuhan total aset sehingga tingkat

keuntungan yang diperoleh dapat terjaga.

c). Simpanan non-saham

Pertumbuhan total aset berpengaruh pada pertumbuhan simpanan.

Program pemasaran produk simpanan yang handal akan

meningkatkan jumlah simpanan anggota.

d). Simpanan saham

Salah satu alat untuk mengetahui mampu tidaknya Credit Union

menerapkan sistem baru dalam mempromosikan simpanan selain

(66)

e). Modal lembaga

Jika perolehan pendapatan rendah, maka Credit Union menghadapi

masalah besar dalam meningkatkan modal lembaga. Sehat dan

tidaknya Credit Union dapat diamati dari pertumbuhan modal

lembaga yang lebih tinggi dari pertumbuhan total aset.

5. Sejarah Credit Unin di Indonesia

Sejarah Credit Union di Indonesia dimulai sejak tahun 1970. Ide awal

berasal dari dua staf WOCCU (Word Council of Credit Union) yang berkantor

di Wisconsin, USA, yaitu A.A. Bailey dan Agustine R. Kang ketika

berkunjung ke indonesia pada tahun 1967, dan diterima oleh suatu lembaga

swadaya di Indonesia yaitu MAWI (Majelis Wali Gereja Indonesia) seksi

sosial ekonomi.

Beberapa rohaniawan katolik yang ditugaskan untuk pengembangan

sosial ekonomi dan khususnya untuk pengembangan Credit Union

menugaskan Romo Rev. Karl Albrecht, SJ yang dikenal nama Indonesia

Romo Albrecht Karim Arbie SJ, sebagai pendiri Credit Union di Indonesia.

Setelah Romo Albrecht Karim Arbie SJ, muncul nama-nama penggerak

Credit Union lainnya, seperti Robby Tulus, AG. Lunandi, M. Woeryadi, P.M.

Sitanggang, Ibnoe Soedjono, H. Woeryanto, dan lain-lain.

Saat itu tahun 1970, Romo Albrecth Karim Arbie SJ, bersama

Gambar

Tabel 18 Tabel presentase kredit macet dan penyaluran kredit ..........
Gambar 1. Struktur organisasi CU BIMA Sintang ................................
Tabel 1.1 Saldo Pinjaman dan Dana Cadangan
Tabel 1.2 Data Penyaluran Kredit dan Kredit Macet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab lain atas terjadinya Non Performing Loan (NPL) pada jenis Kredit Bebas Agunan adalah adanya itikad kurang baik dari pihak debitur untuk tidak membayar angsuran

Non Performing Loan (NPL) untuk menunjukkan kemampuan bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan bank, sehingga apabila semakin tinggi rasio ini maka

Teori yang menyatakan pengaruh antara Non Performing Loan (NPL) dan profitabilitas (ROA) menurut As Mahmoeddin (2010:20) adalah “Jika terjadi kredit bermasalah

Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun simultan Non Performing Loan (NPL) dan Biaya Operasional

Berdasarkan data dalam Tabel 3 (Lampiran 2) menunjukkan bahwa NPL macet semuanya di atas ketentuan Bank Indonesia. sedangkan untuk khusus kredit kurang lancar tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi penyaluran kredit perbankan yaitu: Non Performing Loan (NPL), Loan to

Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi Non performing Loan (NPL) maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar, dan

Kredit Bermasalah (NPL/Net Performing Loan) adalah salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPL yang tinggi adalah indikator gagalnya bank dalam mengelola