78
78
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KARTU INDONESIA PINTAR DALAM UPAYA PEMERATAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (SD) INPRES RAAKFAU
KECAMATAN KOBALIMA KABUPATEN MALAKA
Yovita D. Lau1, Aplonia Pala2, Fidelis Atanus3,Agustinus Longa Tiza4
e-mail: [email protected]: [email protected]: [email protected]
1,2,3,4Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Timor
ABSTRAK
Permasalahan utama dalam peneliatan ini adalah berkaitan dengan implementasi kebijakan pemanfaatan kartu Pintar sebagai langkah strategis dalam upaya pemerataan pendidikan Sekolah Dasar Inpres Raakfau. Tujuan yang ingin dicapai dalam Penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar dalam upaya pemerataan pendidikan Sekolah Dasar Inpres Raakfau. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak Implementor dalam hal ini Satuan pendidikan SD Inpres Raakfau melakukan sosialisasi tentang mekanisme penerimaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada para siswa maupun orang tua/wali siswa sebelum penetapan nama-nama penerima bantuan tersebut; para guru dan operator di SD Inpres Raakfau sudah memenuhi syarat dan mampu melaksanakan program bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP), sedangkan sumber daya anggaran yang masih sangat terbatas, yakni kuota KIP untuk SD Inpres Raakfau hanya sebanyak 50 siswa sedangkan jumlah siswa keseluruhan 125 siswa; disposisi tugas dalam implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau berjalan dengan baik yakni adanya komitmen dan tanggung jawab dari para aktor atau implementor guna pemerataan pendidikan di SD Inpres Raakfau baik dari awal sampai pada tahap pencairan. Para implementor Kartu Indonesia Pintar (KIP) di satuan pendidikan SD Inpres Raakfau sudah memahami peran dan fungsinya masing-masing.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kartu KIP, Pemerataan Pendidikan
▸ Baca selengkapnya: bagaimana sikap awal melakukan gerakan kop kip
(2)79
79
ABSTRACT
The main problem in this research is related to the implementation of the policy on the use of Smart cards as a strategic step in an effort to equalize education in the Raakfau Inpres Elementary School.
The aim of this research is to determine the implementation of the Smart Indonesia Card policy in an effort to equalize education in the Raakfau Inpres Elementary School. The method used in this research is qualitative method.
The results showed that the Implementor, in this case the SD Inpres Raakfau education unit, carried out socialization about the mechanism for accepting the Smart Indonesia Card (KIP) to students and parents/guardians of students before determining the names of the recipients of the assistance; the teachers and operators at SD Inpres Raakfau have met the requirements and are able to implement the Smart Indonesia Card (KIP) assistance program, while budgetary resources are still very limited, namely the KIP quota for SD Inpres Raakfau is only 50 students while the total number of students is 125 students; the disposition of tasks in the implementation of the Smart Indonesia Card (KIP) policy at SD Inpres Raakfau went well, namely the commitment and responsibility of the actors or implementers for equal distribution of education in SD Inpres Raakfau from the beginning to the disbursement stage. The implementers of the Smart Indonesia Card (KIP) in the Raakfau SD Inpres education unit already understand their respective roles and functions.
Keywords: Policy Implementation, KIP Card, Education Equity
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan aspek penting yang dianggap sangat menentukan tingkat kemampuan seseorang. Dalam menghadapi kehidupan melalui pendidikan yang mencukupi, sehingga kita dapat hidup layak seperti yang diharapkan. Kehidupan kita lebih baik dari sekarang jika penyelenggara pendidikan yang dimaksud untuk memberi kecerahan dan sekaligus perubahan pola hidup kepada peserta didik. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu yang dijadikan prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan, sangat penting karena perannya signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara, dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup, bangsa Indonesia. Sebagai yang dituangkan dalam UUD 1945 pemerintah wajib bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejhateraan umum.
Berdasarkan Tim Nasional dalam Penangulangan Kemiskinan (TNP2K) bahwa melalui KIP pembayaran tunai kepada seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun). Dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sebelumnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Program Indonesia Pintar itu bantuan berupa uang tunai dari pemerintah yang diberikan oleh peserta didik yang orang tuanya kurang mampu membiayai pendidikannya. Kriteria Penerima KIP yaitu: (1) Memiliki Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), (2) Anak usia sekolah 6 hingga 21 Tahun, (3) Berasal dari keluarga tidak mampu; (4) Masih Aktif sekolah; dan (5) Memiliki Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Bersadarkan hasil pengamatan, siswa yang menerima bantuan Kartu Indonesia Pintar yang sekurang-kurangnya sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Yang harus memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan sesuai dengan keadaan dan kondisi keluarga siswa. Syarat kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) tersebut harus
2 ditentukan dari kepemilikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), KartuPerlindungan Sosial (KPS) /Program Keluarga Sejahtera (PKH).
Sehingga yang di lihat bahwa pengguna data pokok pendidikan dan basis data terpadu cukup efektif sebagai pertimbangan dalam menentukan sasaran penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Menurut data Sekolah Dasar Inpres Raakfau sebagai salah satu sekolah yang menerima bantuan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP). pada tahun 2016 /2017 dari 125 siswa terdapat 50 siswa yang menerima bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang masig-masing penerima bantuan sebesar RP.
450.000,00 per tahun, dan ada pula yang menerima RP. 225.000,00 per semester.
Siswa yang mendapat bantuan Kartu Indonesia Pintar berdasarkan dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Perlindungan Sosial. Dana tersebut digunakan untuk membeli perlengkapan dan kebutuhan sekolah seperti buku, tas dan sepatu.
Dapat diketahui bahwa terdapat siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu yang tidak terdaftar sebagai penerima KIP.
Sedangkan ada siswa yang tergolong mampu, terdaftar sebagai penerima KIP.
Pada hal yang di lihat bahwa pemerintah keluarkan program Kartu Indonesia Pintar untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Sehingga bisa membiayai hidup dalam melangsungkan pendidikan dasar.
Sulitnya pengawasan dari pihak sekolah terhadap mekanisme penyaluran dana yang langsung ditransfer kepada rekening siswa masing-masing. Pada saat penerimaan dana KIP orang tua siswa tidak dapat mengelolanya dengan baik. Sehingga dana KIP tidak tepat sasaran karena digunakan untuk keperluan pribadi bukan sebagai keperluan pendidikan.
Menurut hasil pengamatan, implementasi kebijakan dalam upaya pemerataan pendidikan pada tahun 2015/2016 di SD Inpres Raakfau diseleksi dari siswa yang memiliki kartu perlindungan
sosial (KPS), yang lebih diprioritaskan untuk menerima bantuan Kartu Indonesia Pintar.
Yang dilihat bahwa masih banyak siswa yang memiliki KPS, tetapi tidak terdaftar sebagai penerima bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP), karena pada saat mengirimkan data ke dinas pendidikan dilihat dari keluarga sehingga yang memilki KPS tidak terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar.
Pemerintah masih kurang selektif dalam pemberian Kartu Indonesia Pintar terhadap siswa sehingga siswa yang berasal dari keluarga mampu tetapi masih terdaftar sebagai penerima KIP. Sedangkan yang berasal dari keluarga kurang mampu tidak terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) sehingga masih terdapat siswa yang putus sekolah karena tidak dapat membiayai pendidikan.
Mayoritas masyarakat yang terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar di Sekolah Dasar Inpres Raakfau, masyarakat yang tergolong dalam kalangan keluarga mampu yang dapat membiayai pendidikan, tetapi terdaftar dalam penerima KIP. Karena di lihat dari pihak kekeluargaan. Sedangkan masih ada masyarakat yang berasal dari kalangan kurang mampu tidak terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar. Sehingga dari pihak sekolah mengusulkan nama-nama yang belum terdaftar dalam penerima bantuan Kartu Indonesia Pintar untuk terdaftar sebagai penerima KIP. Sehingga dapat membantu biayai dalam pemerataan pendidikan di tingkat sekolah dasar (SD). Sehingga bisa membantu siswa yang kurang mampu dapat membeli buku, seragam, tas dan uang transportasi ke sekolah, uang iuran dan uang les.
TINJUAN PUSTAKA Pengertian Implementasi
Implementasi dalam Webster’s Dictionary (Arif Rohman, 2009:134), menyatakan bahwa” implementasi diartikan sebagai to provide the means for carrying
3 out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak /akibat terhadap sesuatu)” dari pengertian diatas bahwa suatu implementasi kebijakan merupakan suatu metode/cara dengan menggunakan alat dan sarana untuk menghasilkan suatu dampak/hasil dari keputusan kebijakan.
Adapun implementasi menurut Daniel A. Mazmania dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Abdul Wahad (2008:65) mengatakan bahwa implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan berupa fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kagiatan- kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebijakan negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak /akibat nyata.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan terdiri dari sasaran kebijakan, aktivitas, kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu metode dengan manggunakan alat dan saran untuk menghasilkan dampak dari keputusan kebijakan. keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur dari atau dilihat dari proses pencapaian tujuan dari hasil akhirnya.
1) Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang paling penting. Implementasi kebijakan ini sejak awal dilibatkan sebuah proses nasional dan emosional yang teramat kompleks. Studi implementasi akan memasuki ranah permasalahan konflik, keputusan keputusan yang pelik dan isu mengenai siapa yang memperoleh apa, berapa banyak dari suatu kebijakan.
Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksud untuk membuat program berjalan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan
kebijakan. Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan orientasi program, kebijakan keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata.
Model-Model Implementasi
1. Menurut George C. Edwards III (1990) Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mengajukan sebuah pertanyaan, yakni: prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? dan hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal?
Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan penting ini membicarakan empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor atau variabel tersebut adalah komonikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan, atau tingkah laku-tingkah laku dan struktur birokrasi.
Yang dikemukakan oleh George C. Edwards III (1980).
a. Komunikasi (communication) b. Sumber daya (resources) c. Disposisi (Dispositions)
d. Struktur birokrasi (Bureaucratic strcture) 2. Konsep Kebijakan Pendidikan
Pengertian Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan atau langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan suatu tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat Menurut Tilaar & Nugroho (2008: 140).
Menurut Arif Rhoman (2014:108), kebijakan pendidikan adalah bagian dari negara atau kebijakan publik pada umumnya kebijakan pendidikan merupakan kebijakan
4 publik yang mengatur regulasi yang berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik dalam bidang pendidikan perumusan visi dan misi pendidikan serta efisien biaya untuk mencapai tujuan pendidikan.
1) Pendidikan
Menurut Siswoyo (2011:17) pendidikan merupakan sebagai peranan yang penting dalam drama kehidupan dan kemajuan umat manusia. Pendidikan suatu yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa dan kehendaknya), sosialnya dan moralitasnya. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya denga sesama dunia, serta dalam hubungan dengan Tuhan.
Tujuan pendidikan menurut Sastrawijaya (1991) dalam Abdullah Idi (2013:61) adalah mencakup kesiapan jabatan, keterampilan memecahkan masalah, penggunaan waktu senggang dan sebagainya.
Karena setiap siswa mempunyai harapan yang berbeda.
Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan pendidikan merupakan kegiatan yang menumbuhkan pengalaman- pengalaman sehingga anak-anak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dalam pembangunan kehidupannya dan dapat mencapai kebahagiaan.
2) Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar
Kartu Indonesia Pintar merupakan bantuan dari pemerintah untuk siswa kurang mampu/miskin, dengan harapan mengurangi anak putus sekolah pada buku pedoman pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar telah dijelaskan meliputi pengertian, landasan hukum, tujuan sasaran, besaran dan sumber
dana, pemanfaatan dana, mekanisme penetapan dan penyaluran KIP, mekanisme pengambilan KIP, tugas dan tanggung jawab sekolah.
Program Indonesia Pintar melalui KIP menurut tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K) adalah pemberian bantuan tunai dari keluarga pemegang Kartu Keluarga sejahtera (KKS) atau yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program Indonesia pintar melalui KIP merupakan penyempurnaan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sebelumnya.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 program Indonesia pintar yang selanjutnya disebut PIP adalah bantuan berupa uang tunai dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang orang tuanya tidak dan/atau kurang mampu membiayai pendidikannya, sebagai kelanjutan dan perluasan sasaran dari program bantuan siswa miskin (BSM).
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Pengertian Pemerataan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti (1) meliputi seluruh bagian, (2) Tersebar ke segala penjuru, (3) Sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbuatan melakukan pemerataan. Dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan untuk melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang siapapun.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality, equality atau persamaan mengandung arti kesempatan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
5 Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama, diantara kelompok dalam masyarakat.
Pendidikan yang merata berarti semua penduduk, usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan sementara itu pendidikan sudah mulai merata (Rifai, 2011:136).
Mengutip pernyataan Coleman dalam bukunya equality of Education opportunity, secara konsepsional pemerataan adalah pemerataan aktif dan pemerataan pasif.
Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan untuk memperoleh kesempatan mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaaan dalam memberi kesempatan kepada murid-murid yang terdaftar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya.
3) Dasar Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, olahraga dan seni sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
4) Pengertian Sistem Pendidikan Nasional Sistem pendidikan nasional merupakan satu keseluruhan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional itu sendiri merupakan pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan agar dapat berperan aktif dan positif dalam
hidupnya pada masa sekarang ataupun yang akan datang.
Pada pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan agar pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. ketentuan ini terkait dengan cita- cita mencerdaskan bangsa serta meningkatkan kesejahteraan umum, dan dapat di perolehnya pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan tetapi manusia indonesia yang diharapkan lahir dan mampu mendorong tegak serta jayanya NKRI belum berhasil diwujudkan bahkan pada saat ini muncul disentegrasi bangsa.
METODE PENELITIAN
Untuk memahami dan mengetahui implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar dengan berbagai aspek yang didalamnya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, artinya bahwa penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan serta gejala sosial yang terjadi di peserta didik.
Penelitian deskriptif kualitatif yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Teknik Analia Data Kualitatif:
Model Interkatif. Miles dan Huberman (2007:16-20 penerjemah: Rohidi), mengemukakan bahwa analisis interkaif terdiri dari beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan verifikasi.
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar dalam Ppaya Pemerataan Pendidikan Sekolah Dasar Inpres Raakfau, meliputi beberapa variabel berikut;
Komunikasi
Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dalam proses implementasi kebijakan publik, faktor komunikasi menjadi salah satu faktor yang sangat fundamental untuk mencapai suatu misi yang telah direncanakan. Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Program Kartu Indnesia Pintar, faktor komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting.
Jika implementasi ingin berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka harus adanya komunikasi yang efektif.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini pihak sekolah selaku implementor perlu menyampaikan informasi atau sosialisasi yang akurat kepada para orang tua siswa mengenai kriteria penerima Program Kartu Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa demi mendukung kelancaran Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau maka pihak Implementor dalam hal ini para guru melakukan sosialisasi mekanisme penerimaan KIP dengan sasaran penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau. Hal ini sesuai dengan petunjuk teknis atau pedoman program Kartu Indonesia Pintar yaitu pihak implementor harus melakukan sosialisasi kepada sasaran penerima program mengenai syarat- syarat/mekanisme penerimaan bantuan dana Kartu Indonesia Pintar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Suparman (2020) bahwa faktor komunikasi dalam berbagai hal adalah mutlak diperlukan terutama dalam suatu proses kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Begitu pun halnya
dalam implementasi kebijakan Program Indonesia Pintar, komunikasi mempunyai peranan yang sangat urgent. Jika pelaksanaan implementasi kebijakan ingin berjalan dengan efektif, maka harus dilaksanakan pula komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif di sini maksudnya adalah komunikasi yang akurat dan mudah dipahami oleh pihak komunikan/penerima manfaat.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau telah berjalan sesuai dengan pedoman Kartu Indonesia Pintar (KIP) yaitu pihak Implementor dalam hal ini Satuan pendidikan SD Inpres Raakfau melakukan sosialisasi mekanisme penerimaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada para siswa maupun orang tua / wali siswa sebelum penetapan nama-nama penerima bantuan tersebut.
Hal ini sejalan dengan pendapat George C. Edwards III dalam Suparman (2020) bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi berkenaan langsung bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan /atau publik, ketersedian sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.
Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuatan kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors), komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsisten informasi (consistency).
Sumber Daya
Untuk mencapai keberhasilan implementasi dari suatu program maka akan sangat tergantung kepada kemampuan untuk
7 memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
Setiap tahap dari implementasi menuntut adanya sumber daya yang memadai, terutama sumber daya manusia yang merupakan sumber daya paling penting.
Karena pada dasarnya manusia merupakan subjek dan objek dari sebuah kebijakan itu sendiri. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mempermudah perjalanan suatu program ke arah keberhasilannya.
Selain sumber daya manusia ada juga sumber daya lain yang menjadi pendukung ialah sumber daya finansial atau anggaran, sarana dan prasarana serta informasi atau kewenangan.
Demi mendukung upaya pemerataan pendidikan maka sumber daya dana menjadi faktor sumber daya merupakan salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program.
Terkait dengan penelitian ini, maka faktor sumber daya financial atau anggaran menjadi salah satu faktor utama dalam upaya pemerataan pendidikan dan ketepatan sasaran penerima Program kartu Indonesia Pintar (KIP).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpukan bahwa implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau belum tepat sasaran, yang dimana rata-rata mendapatkan bantuan bantuan Kartu Indonesia (KIP) berasal dari keluarga mampu sedangkan masih terdapat beberapa anak dari keluarga tidak mampu tidak mendapatkan bantuan dana KIP tersebut.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lusiana (2017) mengatakan bahwa Dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumber daya baik sumber daya manusia, material, dan metoda. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau belum sepenuhnya tepat sasaran, hal ini disebabkan karena masih kurangnya sumber daya anggaran atau jumlah kuota untuk SD Inpres Raakfau masih sangat terbatas sehingga implementasi kebijakan KIP belum maksimal.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lubis 2007:9) melihat kebijakan itu sebagai
“sarana” untuk mencapai “tujuan”.
Kebijakan itu tertuang dalam “program”
yang diarahkan kepada pencapaian “tujuan”,
“nilai”, dan “praktek” (a projected program of goals, value, and practices). Menurut Dunn (dalam Pasolong 2013:39) kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain- lain.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa belum adanya pemerataan dalam implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya sumber daya anggaran yang diperuntukan bagi siswa-siswa di SD Inpres Raakfau.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hinggis (dalam Pasolong 2013:57) mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategi.
Sedangkan menurut Van Meter & Van Horn (dalam Nawawi 2009:131) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu atau pejabat-pejabat atau kelompok- kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
8 Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sumber daya implementor kebijakan Kartu Indonesia Pintar di SD Inpres Raakfau terdiri dari dua yaitu sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya anggaran. Secara SDM para guru dan operator di SD Inpres Raakfau sudah memenuhi syarat dan mampu melaksanakan program bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP), sedangkan sumber daya anggaran yang masih sangat terbatas, yakni kuota untuk KIP untuk SD Inpres Raakfau hanya untuk 50 siswa sedangkan jumlah siswa keseluruhan 150 siswa, namun tidak adanya upaya pemerataan sehingga semua siswa sama-sama merasakan bantuan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau.
Hal ini sejalan dengan pendapat Suparman (2020) Faktor Sumber Daya khususnya Sumber Daya Manusia dalam hal pelaksanaan Implementasi Kebijakan tentang Program Indonesia Pintar juga memiliki peranan yang sangat penting. Tanpa sumber daya manusia yang memadai maka proses mekanisme dari pelaksanaan implementasi kebijakan Program Indonesia Pintar akan sangat terhambat. Namun Sumber Daya Manusia saja tidak cukup karena selain itu diperlukan pula Sumber Daya Dana dan Sumber Daya Sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan implementasi kebijakan.
Lebih lanjut George C. Edwards III (1980) bahwa sumber daya berkenaan langsung dengan ketersedian sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif.
Disposisi
Keberhasilan implementasi sebuah kebijakan tidak hanya ditentukan oleh seberapa jauh para aktor kebijakan (implementors) melainkan sebuah hal yang harus dilakukan serta mampu dalam
menjalankannya, tapi juga ditentukan oleh kemauan para aktor yang menjalankan kebijakan harus memiliki disposisi yang kuat dalam pengimplemntasian kebijakan yang sedang maupun akan diimplementasikan.
Faktor disposisi pada implementasi kebijakan Program Kartu Indonesia Pintar sangat erat kaitannya dengan komitmen para pelaku atau pelaksana implementasi kebijakan tersebut. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan faktor penting terhadap implementasi kebijakan. Bila implementasi harus dijalankan dengan efektif, maka pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melakukannya, tetapi juga mereka harus memiliki kehendak untuk melaksanakan sebuah kebijakan.
Terkait dengan penelitian ini sikap pelaksana merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau yaitu komitmen dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas dari para aktor implementor melakukan upaya pemerataan bantuan beasiswa kepada seluruh siswa di SD Inpres Raakfau.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa komitmen dan tanggungjawab dari para aktor atau implementor dalam proses implementasi kebijakan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau dijunjung tinggi yakni sejak tahap awal sampai pada tahap pencairan dilaksanakan dengan baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lusiana (2018) bahwa Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan sifat demokratis. Implementor baik harus memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan pembuat kebijakan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa disposisi tugas dalam implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau berjalan dengan baik
9 yakni adanya komitmen dan tanggung jawab dari para aktor atau implementor guna pemerataan pendidikan di SD Inpres Raakfau baik dari awal sampai pada tahap pencairan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Suparman (2020) Faktor disposisi pada implementasi kebijakan Program Indonesia Pintar sangat erat kaitannya dengan komitmen para pelaku atau pelaksana implementasi kebijakan tersebut. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan faktor penting terhadap implementasi kebijakan.
Bila implementasi harus dijalankan dengan efektif, maka pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melakukannya, tetapi juga mereka harus memiliki kehendak untuk melaksanakan sebuah kebijakan.
Lebih lanjut George C. Edwards III (1980) bahwa disposisi berkenaan langsung dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan tersebut.
Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanaan kebijakan. Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya, kejujuran dan komitmen yang tinggi kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Struktur Birokrasi
Secara umum birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan.
Bentuk organisasi dipilih sebagai suatu kesepakatan kolektif untuk memecahkan berbagi masalah sosial. Struktur organisasi-
organisasi pelaksana mempunyai pengaruh penting pada implementasi kebijakan dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Berkaitan dengan penelitian ini, dalam implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau melibatkan berbagai birokrasi atau lembaga dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu para aktor di masing-masing unit atau brokrasi dituntut untuk memahami peran dan fungsinya sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SOP).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya tugas satuan pendidikan dalam hal ini SD Inpres Raakfau adalah menindaklanjuti surat edaran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Malaka yaitu membentuk tim pelaksana untuk melakukan sosialisasi mekanisme penerimaan bantuan Kartu Indonesia (KIP), melakukan pendataan terhadap sasaran penerima bantuan, melakukan penginputan data-data oleh operator ke Aplikasi Dapodik dan melakukan koordinasi dengan birokrasi/lembaga terkait untuk proses penyaluran dananya, hal ini karena dalam implementasi sebuah kebijakan selalu melibatkan berbagai intansi /lembaga /birokrasi yang berkaitan dengan program yang bersangkutan dengan peran fungsinya masing-masing.
Hal ini sejalan dengan pendapat Lusiana (2018) bahwa Organisasi menyediakan peta sederhana untuk menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai posisi-posisi itu dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang ditetapkan. Karakteristik agen pelaksana merupakan variabel dalam implementasi kebijakan yang tidak kalah pentingnya.
Dalam implementasi kebijakan harus diidentifikasi dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi agar mencapai keberhasilan yang maksimal.
10 Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa para implementor Kartu Indonesia Pintar (KIP) di satuan pendidikan SD Inpres Raakfau sudah memahami peran dan fungsinya masing-masing dalam melaksanakan program KIP di satuan pendidikan yang mereka mengabdi yaitu SD Inpres Raakfau, yang dimana semua tugas mereka laksanakan dengan baik sejaka awal sosialisasi, pendataan, pemutakhiran data atau penginputan maupun koordinasi dengan birokrasi/lemabaga terkait mengenai implementasi kebijakan kartu Indonesia Pintar (KIP) guna penyaluran dana tersebut.
Hal ini sejalan dengan pendapat Edwards III (1980) bahwa struktur birokrasi berkenaan langsung dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggaraan implementasi kebijakan publik. Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Lebih lanjut Rifai (2011:136) Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality, equality atau persamaan mengandung arti kesempatan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama, diantara kelompok dalam masyarakat.
Pendidikan yang merata berarti semua penduduk, usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan sementara itu pendidikan sudah mulai merata.
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dalam Upaya Pemerataan Pendidikan di SD Inpres Raakfau
1) Faktor Pendukung
Keberhasilan dalam implementasi sebuah program merupakan tujuan yang yang diharapkan dalam program tersebut, namun harus didukung dengan kerjasama antara implementor dan sasaran penerima manfaat, sumber daya baik sumber daya manusia, anggaran dan sarana, disposisi
yaitu komitmen dan tanggungjawab dari para implementor dan struktur birokrasi yakni pemahamann para implementor terhadap peran/tugas dan fungsinya masing-masing.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendukung keberhasilan program KIP di SD Inpres Raakfau antara lain adanya komunikasi yang baik antara implementor dan sasaran penerima manfaat maupun sesame tim pelaksana, bantuan Kartu Indonesia Pintar dapat membantu para siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, adanya komitmen dan tanggungjawab penuh dari para implementor/tim pelaksana, dan pemahaman tim implementor terhadap peran/tugas dan fungsinya masing-masing.
Hal ini sejalan dengan pendapat Rifai (2011:136) Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality, equality atau persamaan mengandung arti kesempatan untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama, diantara kelompok dalam masyarakat. Pendidikan yang merata berarti semua penduduk, usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan sementara itu pendidikan sudah mulai merata.
2) Faktor Penghambat
Faktor penghambat merupakan salah satu faktor yang sering menggangu keberhasilan implementasi sebuah kebijakan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masih minim alokasi anggaran menjadi hambatan dalam upaya pemerataan pendidikan di SD Inpres Raakfau karena masih banyak siswa dari keluarga tidak mampu terpaksa tidak mendapatkan bantuan dana KIP karena keterbatasan anggaran, banyaknya birokrasi/lembaga yang terlibat dalam penyaluran bantuan dapat menyebabkan keterlambatan pencairan karena perbedaan Standar Prosesdural Operasional (SOP) antara pihak sekolah dan
11 pihak Bank BRI, terpaksa pihak sekolah harus melengkapi berbagai berkas yang dibutuhkan oleh pihak bank, dan penyaluran dana KIP langsung ke rekening sasaran penerima manfaat dapat mempersulit pengawasan pihak sekolah dalam pengawasan pengelolaan keuangan karena ada orang tua siswa yang menggunakan dana bantuan KIP sesuai dengan ketentuan pemerintah dalam ini untuk mendukung aktivis siswa dalam pendidikan namun digunakan untuk keperluan lain.
Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Rifai (2011:136) Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality, equality atau persamaan mengandung arti kesempatan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama, diantara kelompok dalam masyarakat.
Pendidikan yang merata berarti semua penduduk, usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan sementara itu pendidikan sudah mulai merata.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menegnai implementasi kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dalam upaya pemerataan pendidikan di SD Inpres Raakfau, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1) Masih minimnya sosialisasi mengenai upaya pemerataan pendidikan di SD Inpres Raakfau, hal ini terbukti dengan tidak adanya kebijakan dari implementor memberikan sumbangan sukarela kepada siswa yang tidak mampu namun tidak termasuk dalam penerima bantuan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP).
2) Masih minimnya sumber daya anggaran, hal ini berdampak pada tidak adanya pemerataan pendidikan bagi siswa-siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
3) Adanya komitmen dan tanggung jawab yang baik dari implementor dalam
melaksanakan kebijakan kartu Indonesia pintar di SD Inpres Raakfau.
4) Semua tim pelaksana / implementor Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SD Inpres Raakfau memahami peran fungsi masing- masing.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pelaksanaan penelitian di Sekolah Dasar Inpres Raakfau banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, perkenankan peneliti menyampaikan terima kepada; Komisi Pembimbing dan penguji; Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Dekan Fisipol- Unimor, Kepala Sekolah dan para guru Sekolah Dasar Inpres Raakfau yang dengan cara masing-masing telah memberikan data dan informasi yang valid dalam penyelesaian dan kelancaran proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA .
H.A.R Tilaar & Riant Nugroho. (2008).
Kebijakan Pendidikan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Lubis, Solly. 2007. Kebijakan Publik.
Mandar Maju: Bandung.
Mazmania, Daniel H., dan Paul A. Sabatier.
1983. Implementation and public policy, Harper Collins: Nem York
Miles, dan Huberman.1 992 (Sugiyono, 2012:246).. Analisis data kualitatif:
Buku sumber tentang metode-metode baru.Universitas Indonesia:Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2007.
Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Muhammad Saroni. (2013). Pendidikan untuk miskin membuka keran keadilan dalam kesempatan berpendidikan: Ar- Ruzz Media. Yogyakarta.
12 Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy:
Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek. PMN: Surabaya. Pasolong, Nugroho, Riant (2003). Kebijakan Publik
Formulasi Implementasi dan Evaluasi.
PT. Elek Media Komputido: Jakarta.
Rifai,M.(2011). Politik pendidikan Nasi onal. Ar Ruzz Media.Yogyakarta.
Solichin Abdul Wahab. (2004). Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi kebijakan negara. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Sugioyono (2007). Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kualitatif,dan R&D. Alfabeta. Bandung.
JURNAL
Lidia Lusiana. 2017. Implementasi Program Indonesia Pintar (PIP) di Desa Sukomulyo Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara (Studi Kasus di SDN 011 dan SDN 013).
Program S1 Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. eJournal Administrasi Negara, Volume 6, Nomor1,2018:6991-7005
Suparman, E. 2020. Implementasi Kebijakan Tentang Program Indonesia Pintar Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Salopa Di Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya.
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi YPPT Priatim Tasikmalaya. Jurnal Syntax Transformastion, Vol 1, No 2 April 2020
Hhtp://9wiki.net/pengertian- pendidikan/aksek 20-01 2021.
http://masudaheducation.blogspot.com/2013/
06/sistem-pendidikan-nasional-
sisdiknas.html (Diakses pada hari rabu, 10 februri pukul 14:00)
SUMBER LAIN:
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015