commit to user
CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT (HRA) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL
DAN INDIRECT TENSILE STRENGTH
The Effect Of Water Existence In The Hot Rolled Asphalt (HRA) Mixture Compaction Against Marshall Characteristic And Indirect Tensile Strength
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
NUGROHO WAHYU JATI I 0108020
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
viiiDAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka... 4
2.2. Dasar Teori.. ... 7
2.2.1. Teori dan Mekanisme Adhesi antara Bitumen dan Agregat... 7
2.2.2. Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ... 10
2.2.3. Spesifikasi Campuran Penyusun Hot Rolled Asphalt (HRA) ... 11
2.2.4. Kadar Aspal Optimum Rencana (Percent of Bitumen) ... 12
2.2.5. Material Penyusun Hot Rolled Asphalt (HRA) ... 13
2.2.5.1. Agregat... ... 13
commit to user
ixHalaman
2.2.5.2. Aspal ... 14
2.2.5.3. Filler ... 15
2.2.6. Karakteristik Campuran... 16
2.2.7. Pengujian Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ... 20
2.2.7.1. Uji Marshall ... 21
2.2.7.2. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) ... 21
2. 3.8. Analisis Data Hasil Penelitian... ... 23
2.2.8.1. Analisis Regresi ……….. ... 23
2.2.8.2. Analisis Korelasi ……….. ... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum ... 26
3.2. Pra Penelitian ... 26
3.3. Teknik Pengumpulan Data. ……… ... 27
3.3.1. Data Primer ... .27
3.3.2. Data Sekunder ... .27
3.4. Diagram Alir Penelitian. ... 28
3.5. Bahan Penelitian ... 29
3.6. Peralatan Penelitian... 29
3.6.1. Satu Set Alat Uji Marshall... 29
3.6.2. Alat Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength) ... 30
3.6.3. Alat Penunjang ... 30
3.7. Pemeriksaan Bahan ... 31
3.7.1. Pemeriksaan Agregat ... 31
3.7.2. Pemeriksaan Aspal ... 31
3.8. Pembuatan Benda Uji ... 35
3.8.1. Tahapan Pra penelitian ... 35
3.8.2. Pembuatan Benda Uji Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum ... 35
3.8.3. Pembuatan Benda Uji Pada Kadar Aspal Optimum Dengan Perlakuan Penambahan Air ... 37
3.9. Pengujian ... ... 38
3.9.1. Uji Volumetrik ... 38
3.9.2. Uji Marshall ... 38
commit to user
xHalaman
3.9.3. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) ... 39
3.10. Tahapan Analisis Data ... 40
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan Penelitian…... 41
4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat ... 41
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Filler ... 43
4.1.3. Hasil Pemeriksaan Aspal Keras ... 43
4.1.4. Data Perencanaan Gradasi ... 44
4.1.5. Data Kadar Aspal Optimum Rencana (Pb) ... 45
4.2. Penentuan Kadar Aspal Optimum... ... 45
4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar Aspal Optimum ... 49
4.4. Penambahan Air Pada Campuran ... 50
4.5. Hasil Uji Volumetrik ... 51
4.6. Hasil Pengujian Marshall Benda Uji Dengan Perlakuan Penambahan Air 54 4.7. Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength) ... 59
4.7.1. Hasil Perhitungan Regangan ... 61
4.7.2. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas ... 62
4.8. Pembahasan... ... 64
4.8.1. Perhitungan Analisis Regresi... 64
4.8.2. Perhitungan Analisis Korelasi ... 65
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... ….. ... 68
5.2. Saran... ….. ... 69
DAFTAR PUSTAKA... ….. ... 70 LAMPIRAN………. ……...
commit to user
vA B S T R A K
Nugroho Wahyu Jati, 2012. Pengaruh Keberadaan Air Pada Pemadatan Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) Ditinjau Dari Karakteristik Marshall Dan Indirect Tensile Strength. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam proses pelaksanaan konstruksi jalan di lapangan, besar kemungkinan terjadi hujan saat proses tengah berlangsung yang mengakibatkan campuran aspal tersiram air. Adakalanya karena hujan yang terjadi hanya dalam intensitas kecil (gerimis), pelaksanaan konstruksi tetap dilaksanakan, demikian juga bila terjadi malpraktek di lapangan. Kondisi inilah yang selanjutnya dalam penelitian di laboratorium diidentifikasikan untuk menambahkan air pada campuran aspal saat proses pemadatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan air pada pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari karakteristik Marshall dan Indirect Tensile Strength (ITS) serta persentase keberadaan air yang masih diperbolehkan.
Penelitian ini bersifat eksperimental di laboratorium dengan metode yang mengacu pada SNI 03-1737-1989, serta pembuatan campuran berdasarkan gradasi British Standard (BS 594 1985). Kadar Aspal Optimum (KAO) dicari secara normal (tanpa tersiram air) dan selanjutnya digunakan untuk kondisi tersiram air.
Untuk perlakuannya, yaitu pada saat campuran dimasukkan ke dalam mould dan mencapai suhu pemadatan, dilakukan penyiraman menggunakan alat suntik skala 10 ml pada permukaan campuran dengan kadar air bervariasi 0% ; 0,5% ; 1% ; 1,5% ; 2% dari berat campuran, selanjutnya dilakukan pengujian Marshall dan ITS. Setelah diperoleh data hasil pengujian, analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi dan analisis korelasi untuk mengetahui pola hubungan antara variabel terkait.
Hasil analisis regresi menunjukkan Karakteristik Marshall : stabilitas, densitas, dan Marshall Quotient (MQ) mengalami penurunan, sedangkan untuk flow dan porositas mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kadar air, dari hasil analisis korelasi juga menunjukkan korelasi yang kuat. Hasil analisis regresi untuk ITS menunjukkan nilai ITS mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kadar air, demikian pula untuk hasil analisis korelasi menunjukkan korelasi yang kuat. Dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi (khususnya pada Karakteristik Marshall stabilitas) diperoleh persentase keberadaan air yang masih diperbolehkan adalah sebesar 2,19 %.
kata kunci : HRA, Kadar Air, Karakteristik Marshall, ITS
commit to user
viA B S T R A C T
Nugroho Wahyu Jati, 2012. The Effect Of Water Existence in The Hot Rolled Asphalt (HRA) Mixture Compaction Against Marshall Characteristic And Indirect Tensile Strength. Minithesis, Civil Engineering Department, Engineering Faculty of Sebelas Maret University.
In the process of pavement construction at site, there is a big possibility of raining in the middle of process that can cause the asphalt mixture getting splashed by water. Sometimes when the rain falls in little intensity (mizzle), the construction process is still continue, thus if there is malpractice happen at site. Based on that condition, furthermore in the laboratory research was identified by adding water to the asphalt mixture at compaction process. The purpose of this research was to determine the effect of water existence in the Hot Rolled Asphalt (HRA) mixture compaction against marshall characteristic, Indirect Tensile Strength, and also the percentage of water existence that is still permitted.
This research is experimental laboratory based on SNI 03-1737-1989 for the method and British Standard (BS 594 1985) for the mixture. The optimum bitumen content (OBC) is determined normally (without adding water), then it is used for adding water condition. The treatment is, while the mixture reached compaction temperature inside mould, water is added into it surface using 10 ml scale injection by 0% ; 0,5% ; 1% ; 1,5% ; 2% of mixture weight, furthermore Marshall and ITS test are treated. The data analysis is using regression and correlation analysis to find out correlation between related variable.
The regression analysis result shows that Marshall Characteristic : stability, density, and Marshall Quotient (MQ) decreases along with water increase. Flow and porosity increases along with water increase. The correlation analysis result shows strong correlation between related variables. The regression analysis result for ITS shows the ITS value decreases along with water increase. The correlation analysis result also shows strong correlation between related variables. By using equation that obtained from the regression analysis (especially Marshall Characteristic Stability), the permitted water existence is 2,19%.
Key word : HRA, Water Content, Marshall Characteristic, ITS
commit to user
1BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fungsi utama dari bitumen adalah memberikan daya adhesi antara bitumen dan agregat, sehingga agregat dapat saling melekat. Jika adhesi mengalami penurunan, maka ketahanan material akan sangat berkurang dan terjadi disbonding mechanism. Adhesi dari bitumen dapat bertahan jika tidak ada pengaruh air baik pada saat konstruksi (coating) maupun in service (stripping) karena agregat sebagian besar bersifat Hydrophilic (suka air) atau Oleophobic (benci minyak).
Konstruksi perkerasan jalan akan mengalami masa kerusakan setelah mengalami masa pelayanan tertentu. Umumnya, kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, namun para ahli konstruksi jalan bersepakat bahwa musuh utama perkerasan jalan khususnya perkerasan jalan lentur, adalah air. Air dapat memberi pengaruh dan dampak dalam berbagai kondisi, seperti air yang terkepung atau terjebak dalam konstruksi, air permukaan (hujan, genangan yang berasal dari sistem drainase jalan yang tidak baik, kelembaban udara yang tinggi), serta air intrusi dari lapis bawah tanah (subgrade).
Penelitian ini menggunakan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) tipe C yang tersusun dari agregat, bahan pengisi (filler), dan bahan pengikat aspal keras.
Komposisi desain untuk HRA untuk lapis permukaan itu sendiri terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu fine (tipe F), coarse (tipe C) dan richer (tipe R). Tipe F dan tipe C disarankan untuk perkerasan yang melayani lalu lintas berat. Perbedaan antara tipe F dan tipe C terletak pada gradasinya, yaitu kadar agregat halus dan bahan pengisi HRA tipe F lebih banyak dari HRA tipe C.
Penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan yang tinggi, besar kemungkinan terjadi hujan pada saat proses pelaksanaan konstruksi jalan, demikian juga dengan adanya malpraktek yang
commit to user
terjadi di lapangan. Berdasarkan pemikiran diatas, maka perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh keberadaan air pada pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA).
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari karakteristik Marshall.
2. Bagaimanakah pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Test).
3. Berapa persenkah keberadaan air yang masih diperbolehkan pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA).
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari rumusan masalah yang ditetapkan, maka perlu adanya pembatasan terhadap masalah yang ditinjau. Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perkerasan yang diteliti adalah perkerasan lentur Hot Rolled Asphalt (HRA).
2. Aspal yang akan digunakan adalah aspal penetrasi 60/70.
3. Agregat yang digunakan adalah produksi PT. Pancadarma.
4. Persyaratan gradasi agregat yang digunakan adalah British Standard Gradation.
5. Rancangan HRA tipe C dengan kadar aspal antara -1%,-0,5%, Pb, +0,5%,+1%
terhadap % berat total campuran, interval = 0,5%
6. Keberadaan air direncanakan dengan kadar 0% ; 1% ; 3% ; 5% ; 7% dari berat campuran (ditentukan kembali setelah pra penelitian).
commit to user
7. Tinjauan karakteristik campuran terbatas pada pengamatan terhadap karakteristik Marshall dan nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength).
8. Perubahan dan sifat kimia dari bahan tidak ditinjau.
9. Pengujian ini bersifat eksperimental di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari karakteristik Marshall.
2. Mengetahui pengaruh keberadaan air pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength).
3. Mengetahui prosentase keberadaan air yang masih diperbolehkan pada saat pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA).
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan adanya kajian ini, dapat memberikan pemahaman dan menambah wawasan mengenai pengaruh keberadaan air pada pemadatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) ditinjau dari karakteristik Marshall dan nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength).
commit to user 4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh keberadaan air dalam campuran aspal dan dapat dijadikan acuan atau literatur untuk penyusunan skripsi / penelitian ini, di antaranya adalah :
(M. Zainul Arifin, dkk. 2011). Dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kandungan Air Hujan Terhadap Nilai Karakteristik Marshall Dan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON)”
Metode dan desain dalam penelitian ini disesuaikan dengan spesifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Ada dua perlakuan yaitu pembuatan campuran aspal dalam kondisi tanpa tersiram air hujan dan kondisi dengan tersiram air hujan. Kondisi tanpa tersiram air dilakukan untuk mencari Kadar Aspal Optimum (KAO). Pada kondisi tersiram air, kadar aspal yang digunakan berdasarkan KAO. Untuk perlakuannya setelah campuran mencapai suhu pencampuran, kemudian campuran dimasukkan ke dalam mold lalu dilakukan penyiraman menggunakan alat suntik skala 0,1 ml pada permukaan campuran dengan jumlah air hujan masing-masing sebanyak 1ml, 2ml, 3ml, 4ml dan 5ml. Setelah mencapai suhu pemadatan kemudian dipadatkan.
Secara keseluruhan nilai karakteristik Marshall mengalami penurunan seiring
bertambahnya kandungan air hujan. Rata-rata nilai VIM pada 0 ml kandungan air
sebesar 3,7787% menurun mencapai nilai 3,1995% pada kandungan air 5 ml. Rata-
rata VMA pada 0 ml kandungan air sebesar 16,9590% menurun mencapai nilai
16,4592% pada kandungan air 5 ml. Rata-rata nilai stabilitas pada 0 ml kandungan air
sebesar 941,3337kg menurun mencapai nilai 772,3397kg pada kandungan air 5 ml.
commit to user
Rata-rata nilai flow pada 0 ml kandungan air sebesar 2,25mm menurun mencapai nilai 2,1mm pada kandungan air 5 ml.
(Sutarno, 2007). Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Perendaman Air Dan Air Garam Terhadap Keawetan Campuran Asphaltic Concrete – Wearing Course (AC – WC) Multigrade”.
Asphaltic Concrete Wearing Course (AC-WC) Multigrade, merupakan salah satu
implementasi perkembangan teknologi hot mix di Indonesia. Sesuai fungsinya
sebagai lapis penutup, jenis hot mix ini dinilai cocok untuk digunakan pada jalan raya
dengan lalu lintas berat dan padat/cenderung macet, serta diutamakan untuk
digunakan pada daerah tropis. AC-WC Multigrade di Indonesia saat ini masih dalam
taraf uji coba di laboratorium dan uji gelar dilapangan sehingga variasi data
karakteristiknya sangat terbatas. Uji laboratorium AC-WC Multigrade satu-satunya
dan untuk pertama kali dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Prasarana Transportasi Departemen Kimpraswil. Pada penelitian ini dicoba untuk
mengetahui pengaruh perendaman air dan air garam terhadap keawetan campuran
AC-WC Multigrade. hal ini di lakukan karena jenis perkerasan AC-WC Multigrade
oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa Timur akan dipakai untuk
Jalan Jalur Pantura . Seperti diketahui bahwa jalur Pantura terutama daerah Tuban,
Bojonegoro, Lamongan dan Iain-lain adalah rawan terhadap pengaruh banjir pada
saat musim hujan, terutama luapan Bengawan Solo dan juga terhadap pasang dari air
laut Jawa. Untuk itu penelitian terhadap pengaruh perendaman air garam terhadap
keawetan AC-WC Multigrade perlu dilakukan sebagai aplikasi adanya luapan air
sungai ataupun air laut. Pengujian yang dilakukan pada jenis perkerasan AC-WC
Multigrade ini adalah dengan Marshall Test, Indirect Tensile Strength Test, dan
Wheel Tracking Test, untuk contoh sample yang direndam dan tanpa perendaman air
dan air garam. Perendaman dilakukan untuk waktu 1,2,3, dan 4 hari baik didalam air
maupun air garam sebagai antisipasi adanya genangan air sungai dan air laut selama 1
sampai dengan 4 hari pada jalur pantura. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
commit to user
pengujian setelah perendaman terjadi penurunan, semakin lama waktu perendaman, sifat-sifat fisik seperti : Stabilitas Marshall dan Stabilitas Dinamis semakin menurun, Kelelahan Marshall dan Laju Deformasi semakin meningkat secara konstan, hingga pada masa perendaman 4 hari penurunan dan kenaikan dari parameter-parameter fisik, sisa stabilitas menurun hingga 74% dan flow meningkat hingga 127%, yang pada akhirnya akan menurunkan umur pelayanan jalan yang setara dengan penurunan sifat fisiknya.
(Agung Hari Prabowo, 2003). Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Rendaman Air Laut Pasang (Rob) Terhadap Lataston (HRS-WC) Berdasarkan Uji Marshall Dan Uji Durabilitas Modifikasi”
Analisis dari benda uji, baik dari jumlah agregat dan aspal, digunakan gradasi campuran HRS-WC dengan spesifikasi terakhir. Tahap pertama dilakukan uji Marshall untuk mencari Kadar Aspal Optimum. Tahap kedua adalah mencari nilai karakteristik Marshall pada kondisi standar (2 x 75 tumbukan), dan nilai densitas refusal (2 x 400 tumbukan) yang bertujuan untuk mencari VIM, VMA, VFA, densitas, stabilitas, flow, MQ, dan IRS standar imersi. Modifikas imersi tes digunakan untuk mencari nilai awal indeks durabilitas (r,R) dan nilai kedua indeks durabilitas (S
a
, S
A
). Empat jenis sampel air diambil dari laboratorium, air rob dari
LIK Semarang, Jalan Ronggowarsito, dan Jalan Mpu Tantular yang digunakan untuk
tes imersi. Keempat sampel air tersebut diperiksa warna, bau, pH, kadar klor, kadar
sulfat, tingkat keasaman dan alkalinitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
keasaman yang tinggi pada air rob dapat menurunkan durasi dari perkerasan jalan
HRS-WC. Perkerasan jalan HRS-WC hanya dapat bertahan selama 72 jam dalam
rendaman air rob.
commit to user
(Bambang I. Siswosoebrotho, dkk. 2007). Dalam penelitian yang berjudul
“Development of a Cyclic Water Vapour Test For Durability Assessment of Bituminous Mixtures For Pavement Material”
Penelitian tentang perkiraan nilai durabilitas umumnya telah banyak dilakukan untuk menambah wawasan tentang ketahanan campuran aspal terhadap air. Jurnal ini mengemukakan penggunaan peralatan baru untuk menyelidiki pengaruh uap air pada nilai durabilitas. Metode yang diusulkan melibatkan sampel pokok dalam siklus penguapan – kondensasi pada suhu 60
0C. Penilaian dari metode ini didasarkan pada indeks nilai Marshall stabilitas dan indeks nilai durabilitas. Hasilnya menunjukkan indeks nilai Marshall stabilitas setelah tes penguapan mengikuti pola durabilitas yang menyerupai tes imersi. Adapun demikian, perbedaan nilai stabilitas di antara nilai maksimum dan minimum lebih signifikan untuk tes penguapan-kondensasi dibandingkan dengan tes imersi. Hal ini mengindikasikan prosedur yang diusulkan cukup kuat dan peralatan tes penguapan – kondensasi dapat digunakan untuk penentuan nilai durabilitas dari campuran aspal.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Teori dan Mekanisme Adhesi antara Bitumen dengan Agregat
Fakta bahwa adhesi yang baik antara bitumen dengan agregat adalah kunci dari
performa campuran aspal, sama tuanya dengan jalan macadam pertama berlapis
bitumen yang dibuat di akhir tahun 1800an. Literatur menunjukkan bahwa perhatian
tentang adhesi bitumen dengan agregat telah mendorong penelitian tentang hal ini
sejak tahun 1920. Fokus utama yang mendorong penelitian lebih lanjut dalam
beberapa dekade mendatang adalah mengenai kegagalan adhesi yang disebabkan
masuknya air ke dalam campuran aspal. (bisa disebut moisture damage atau simply
stripping).
commit to user
Banyak penerapan praktis dari adhesi yang didasarkan pada kontrol gaya secara sederhana di antara permukaan (Pocius, 1997). Teori-teori yang dapat digunakan sebagai referensi tentang adhesi antara bitumen dengan agregat, antara lain :
a. Theory of (weak) boundary layers
Teori ini juga dikenal sebagai teori batas lapisan lemah dan keadaan gagalnya ikatan adhesi di dalam adhesi atau substrat dalam kaitan adanya daerah antar fase yang lemah daya kohesinya. Pocius (1997) melaporkan bahwa peneliti adhesi telah menggunakan teori ini untuk kembali pada posisi dimana dijumpai keadaan ikatan adhesi yang tidak dapat dijelaskan oleh pendekatan rasional yang lain. Orang-orang yang pertama kali mendukung teori ini mengusulkan bahwa daya kohesi dari batas lapisan lemah dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi tingkat adhesi.
b. Mechanical Theory
Teori Mekanikal menjelaskan bahwa intuisi utama fenomena adhesi secara tradisional melibatkan cengkeraman mekanik oleh adhesi ke dalam rongga , pori , dan kekasaran dari permukaan solid pada skala makroskopik. (Allan, 1992; Schultz and Nardin, 1994). Peningkatan adhesi melalui efek mekanikal dijelaskan Pocius (1997) menurut hal-hal berikut ini :
- Physical Lock and Key - Redistribusion of stresses - Increased Surface Area
c. Electrostatic theory
Permukaan solid dapat digolongkan sebagai elektropositif atau elektronegatif. Ini dapat dihubungkan pada kumpulan atom yang mempunyai karakter elektronegatif dan sebagai akibat dari formasi molekular dua kutub yang sebelumnya telah dibahas.
Derjaguin (1955) mengemukakan bahwa esensi dari semua fenomena adhesi dapat
dijelaskan dengan teori elektrostatik.
commit to user d. Chemical bonding theory
Diskusi selanjutnya tentang gaya pokok adhesi memperkenalkan konsep ikatan fisik dan kimia. Walaupun proses serapan kimia dan serapan fisis sering dikategorikan berdasarkan beberapa segi. Hal ini tidak dapat dibedakan seperti yang terlihat (Kolasinski, 2002; Butt et al., 2003).
e. Thermodynamic theory.
Teori Termodinamik didasarkan pada konsep bahwa adhesi akan melekat pada
substrat karena adanya gaya intermolekular pada interface yang tersedia, karena
telah terjadi kontak yang sangat dekat. Pentingnya gaya pokok ini secara umum
berhubungan dengan kuantitas besarnya termodinamik, seperti permukaan yang bebas
energi dari material yang berhubungan dengan ikatan adhesi. Orientasi dari kutub
molekul bitumen sebagai bagian dari proses untuk meminimalkan energi bebas antar
muka telah diketahui dan dibicarakan di ulasan sebelumnya pada sistem stripping
bitumen-agregat (Rice, 1958; Hicks, 1991; Kiggundu and Robberts, 1988; Little and
Jones, 2003). Dalam rangka menghargai bahan yang disajikan pada bagian ini,
konsep dasar termodinamik telah dibahas.
commit to user
2.2.2. Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA)Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan salah satu jenis konstruksi perkerasan lentur yang menggunakan gradasi agregat senjang (gap gradation), dengan kadar agregat kasar antara 40% sampai 70% serta kadar aspal antara 7,0% sampai 10,0% (BS 594 1985).
Kekuatan utama dari campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) berasal dari kekakuan pasir / filler / binder mortar. Faktor terbesar yang mempengaruhi performa dari campuran adalah pada bahan pengikat, umumnya aspal penetrasi 50, BS 3690. Filler berfungsi untuk mengentalkan / mengeraskan aspal yang akan mengikat agregat bersamaan. Sebagian kecil filler terkandung dalam agregat halus maupun agregat kasar pada campuran, namun umummnya ditambahkan. Semen dapat digunakan sebagai filler demikian juga abu batu kapur, dengan syarat 75% harus lolos saringan no. 200 (DMRB Volume 7 Sections 5 Part 2 – Bituminous Surfacing Materials And Techniques).
Hot rolled asphalt (HRA) merupakan gap-graded material yang terdiri dari campuran padat dari mineral filler, pasir (fine aggregate) dan bitumen dimana didalamnya agregat kasar ditambahkan. Tahan terhadap fatigue (kelelahan) namun peka terhadap deformasi (penurunan). Precoated chipping ditebarkan pada permukaan untuk menghasilkan skid resitance (Nicholis,J.C,E& FN SPON.1998).
Salah satu karakteristik yang terpenting dari HRA adalah gradasi agregatnya yang
senjang, agregat tersebut memiliki kandungan agregat ukuran menengah, misal
ukuran 2.36 mm s/d 10 mm dengan jumlah yang sangat sedikit tetapi juga terdiri dari
sejumlah pasir, filler berupa mineral yang sangat halus dan aspal yang biasa disebut
dengan mortar, serta agregat kasar biasanya berupa agregat dengan ukuran mencapai
14mm. Meskipun pencampuran agregat kasar dapat meningkatkan kekakuan
commit to user
campuran, namun peran utama dalam campuran ke dalam mortar adalah supaya pembuatan campuran lebih ekonimis (Shell Bitumen, 1990).
2.2.3. Spesifikasi Campuran Penyusun Hot Rolled Asphalt (HRA)
Berdasarkan BS 594 (1992), pada campuran lapis permukaan (wearing course) diberikan dua alternatif metode pencampuran yaitu pertama berdasarkan resep yang termuat dalam BS 594 (1992) tersebut dan kedua menggunakan prosedur desain untuk kemudian ditentukan kadar aspal optimum dari campuran tersebut.
Jenis yang bisa digunakan sebagai lapis perkerasan, BS 594 dibagi menjadi 2 yaitu tipe F dan tipe C.Tipe F (fine) menggunakan pasir halus sebagai agregat halusnya, hal tersebut sesuai dengan sifat yang merupakan gradasi senjang tradisional lapis permukaan. Sedangkan tipe C (coarse) mempunyai karakteristik yang menggunakan gradasi kasar yang berhubungan dengan penggunaan batu pecah atau agregat halus yang berasal dari material olahan, tetapi pasir alam masih bisa digunakan sebagian ataupun dalam total keseluruhan.
Berdasarkan BS 594 (1992) persyaratan untuk agregat halus yaitu sebagai berikut : a. Tipe F (fine)
Agregat halus sebaiknya mengandung tidak lebih dari 5% dari material yang tertinggal pada saringan 2,36 mm dan material yang lolos saringan 0,075 mm tidak melebihi 9% dari berta keseluruhan berat agregat halus.
b. Tipe C (coarse)
Untuk campuran tipe C, agregat halus sebaiknya mengandung tidak lebih dari
10% dari material yang tertinggal pada saringan 2,36 mm dan material yang
lolos dari saringan 0,075 mm tidak melebihi 19% dari berat keseluruhan dari
agregat halus.
commit to user
Gambar 2.1. Batasan Gradasi Agregat Untuk Campuran HRA Tipe C
2.2.4. Kadar Aspal Optimum Rencana (Percent of Bitumen)
Kadar aspal optimum rencana digunakan untuk menentukan kadar awal aspal perencanaan di laboratorium. Penelitian atau percobaan yang dilakukan di laboratorium digunakan untuk memperoleh kadar aspal yang dipakai dalam perencanaan perkerasan lentur di lapangan. Kadar aspal rencana setiap perencanaan berbeda – beda, dikarenakan variasi ukuran butiran ( gradasi ) agregat pada setiap rencana berbeda – beda.
Berdasarkan Pedoman Teknik No.028 / T / BM / 1999, kadar aspal optimum rencana ( Pb ) diperoleh persamaan sebagai berikut ini :
P = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%filler) + K………(Rumus 2.1)
commit to user Dengan :
P : Kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran CA : Persen agregat tertahan saringan no.8 (2,36 mm)
FA : Persen agregat lolos saringan no.8 dan tertahan saringan no.200 ( 0,075 mm) Filler : Persen agregat minimal 75% lolos saringan no.200
K : Konstanta (0,5 – 1 untuk laston; 2 – 3 untuk lataston; 1 – 2,5 untuk campuran lain)
2.2.5. Material Penyusun Hot Rolled Asphalt (HRA)
Sebenarnya material penyusun campuran aspal panas (hot mix) adalah agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya agregat dan aspal bisa menjadi bermacam-macam tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju pada suatu perkerasan.
2.2.5.1. Agregat
Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. (Silvia Sukirman, 2003).
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga. 1998).
Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N. Atkins, PE. 1997).
Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam penggambaran agregat menurut Harold
N. Atkins, (1997) adalah sebagai berikut :
commit to user
1). Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75µm (no.200 sieve test).
2). Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat berukuran lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test).
3). Pit run : agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami.
4). Crushed gravel : pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces).
5). Crushed rock : agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material tersebut.
6). Screenings : kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat.
7). Concrete sand : pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan debu dan kotoran.
8). Fines : endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil dari 75µm (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing yang tidak diperlukan dalam agregat.
2.2.5.2. Aspal
Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa
organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh dan
pecahan batu batuan. Setelah berjuta- juta tahun material organis dan lumpur
terakumulasi dalam lapisan- lapisan setelah ratusan meter, beban dari beban teratas
menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang
lama kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah dengan senyawa dasar
hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah tersebut, namun
commit to user
aspal ditemukan juga sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral (Stephen Brown, 1990).
Sedangkan material aspal tersebut berwarna coklat tua hingga hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam dengan penyulingan minyak (Krebs, RD & Walker, RD.,1971).
2.2.5.3. Filler
Menurut fungsinya, filler dapat meningkatkan nilai viskositas dari suatu campuran agregat dengan bitumen dan juga dapat mengurangi kepekaan terhadap temperatur.
Menurut SNI 03-4723-2002, bahan pengisi atau filler adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0,075 mm).
Bahan yang sering digunakan sebagai filler umumnya adalah abu batu, abu batu, kapur, abu terbang, portland cement, kapur padam atau bahan-bahan mineral non plastis lainnya.(Bina marga, 1985).
Tabel 2.1. Kriteria Pemeriksaan Bahan Pengisi (Filler)
commit to user
Untuk menjadi suatu filler, suatu bahan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut ini :
1. Tidak ada zat organik
2. Merupakan yang bersifat non plastis
3. Memiliki derajat keasaman netral atau basa 4. Susunan gradasi harus serapat mungkin.
5. Harus kering dan terbebas dari gumpalan –gumpalan.
6. Mengandung bahan yang lolos saringan no.100 dan 75 % lolos saringan no. 200.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum 1992
Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan volumenya.(M.D.Okta Saputra,2010)
2.2.6. Karakteristik Campuran
Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu lapisan yang kuat menahan beban, aman dan dapat dilalui kendaraan dengan nyaman.
Karakteristik perkerasan antara lain : a. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi permanen), alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar agregat, penguncian butir partikel (interlock) dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Sehingga stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
1) Agregat dengan gradasi yang rapat.
2) Agregat dengan permukaan kasar.
3) Agregat berbentuk kubikal.
commit to user 4) Aspal dengan penetrasi rendah.
5) Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Angka-angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan alat uji Marshall.
Angka stabilitas ini masih harus dikoreksi lagi dengan kalibrasi alat dan ketebalan benda uji. Nilai stabilitas yang dipakai dihitung dengan rumus 2.1.
S = q × k × H × 0,454 ...………...………..…………...(Rumus 2.1) Dimana :
S = Stabilitas (kg)
q = Pembacaan stabilitas alat (lb) k = Faktor kalibrasi alat
H = Koreksi tebal benda uji
0,454 = Konversi satuan dari (lb) ke (kg)
b. Flow (kelelahan plastis)
Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur, dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow mengindikasikan campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran akan semakin elastis.
Sedangkan apabila nilai flow rendah, maka campuran sangat potensial terhadap retak. Angka flow diperoleh dari hasil pembacaan arloji flow yang menyatakan deformasi benda uji. Hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan disebut Marshall Quotient.
Nilai Marshall Quotient dihitung dengan Rumus 2.2.
MQ = ………...………(Rumus 2.2)
commit to user Dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S = Stabilitas (kg)
f = Nilai flow (mm)
c. Durability (daya tahan)
Durability yaitu kemampuan lapis perkerasan untuk mencegah keausan atau kerusakan selama umur rencananya . Kerusakan dapat terjadi karena pengaruh lalu lintas serta pengaruh buruk dari lingkungan dan iklim (cuaca, air, dan temperatur).
Faktor yang mempengaruhi durabilitas adalah :
- Film aspal atau selimut aspal, lapis aspal yang berdurabilitas tinggi dapat dihasilkan oleh film aspal yang tinggi, tetapi memungkinkan terjadi bleeding yang bertambah tinggi.
- Void In Mix (VIM) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran sehingga mencegah terjadinya oksidasi yang membuat aspal menjadi rapuh.
- Void in Material (VMA) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.
d. Skid Resistance (tahanan geser/kekesatan)
Skid resistance adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda selip atau tergelincir pada waktu permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi hujan kekesatan pada lapis permukaan akan berkurang. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dan ban kendaraan. Untuk mendapatkan ketahanan geser yang tinggi dapat dilakukan dengan cara :
1) Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
commit to user 2) Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
3) Penggunaan agregat yang cukup.
4) Penggunaan agregat berbentuk kubikal.
e. Fleksibilitas
Fleksibilitas pada lapis perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
f. Porositas
Porositas adalah prosentase pori atau rongga udara yang terdapat dalam suatu campuran. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan specific gravity campuran.
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran.
Densitas diperoleh dari rumus sebagai berikut :
) ( Ws Ww D Wdry
……… (Rumus 2.3)
Dimana :
D = Densitas/berat isi
Wdry = Berat kering/berat di udara (gr)
Ws = Berat SSD (gr)
Ww = Berat di dalam air (gr)
Specific Gravity Campuran adalah perbandingan persen berat tiap komponen pada campuran dan specific gravity tiap komponen. Besarnya Specific Gravity Campuran penting untuk menentukan besarnya porositas. Untuk menghitung berat jenis campuran (Specific Gravity Campuran) digunakan
rumus berikut :
SGmix
= % % % %...(Rumus 2.4)
commit to user Dimana :
SGmix = Specific Gravity Campuran (gr/cm³)
%W = % berat tiap komponen pada campuran SG = Specific Gravity tiap komponen (gr/cm³)
(ca = course aggregate, fa = fine aggregate, f = filler, b = bitumen) Dari nilai densitas dan specific gravity campuran dapat dihitung besarnya porositas dengan rumus 2.5.
P = ( 1− ) x 100% …..………...(Rumus 2.5) Dimana :
P = Porositas benda uji (%)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3) SGmix = Spesific gravity campuran (gr/cm3)
Tabel 2.2. Kriteria Stabilitas Campuran HRA untuk Desain Laboratorium
Traffic (in commercial vehicles per laneper day)
Stability of complete mix (kN)
Less than 1500 1500 to 6000 Over 6000
3 to 81) 4 to 8 6 to 10
1)It may be necessary to restrict the upper limit where difficulties in the compaction of materials might occur. Type R enriched mixes conforming to table 6 are intended for use with this traffic category.
NOTE 1. For stability up to 8.0 kN the maximum flow value should be 5 mm. For stabilities in excess of 8.0 kN a maximum flow of 7 mm is permissible.
NOTE 2. The stability values referred to should be obtained on laboratory mixes.
NOTE 3. The stability and flow values are those pertaining to the target binder content
Sumber : BS 594 1992 Part 1
commit to user
2.2.7. Pengujian Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA)
Untuk penelitian ini dilakukan dua macam pegujian yang meliputi pengujian nilai Marshall, pengujian kuat tarik tidak langsung. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan mengenai pengujian-pengujian tersebut.
2.2.7.1. Uji Marshall
Uji Marshall dilakukan untuk memperoleh stabilitas, flow, dan Marshall Quotient.
Selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum.
Gambar. 2.2. Alat Uji Marshall
2.2.7.2. Uji Indirect Tensile Strength (ITS)
Kuat tarik ialah kemampuan untuk menahan gaya luar yang cenderung menarik
elemen benda uji secara bersamaan. Indirect Tensile Strength (ITS) adalah sebuah
pengujian gaya tarik tidak langsung yang bertujuan mengetahui karakter tensile dari
campuran perkerasan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian Indirect Tensile
Strength (ITS) pada campuran HRA. Sifat uji ini adalah untuk memperkirakan
commit to user
potensi retakan pada campuran aspal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar. 2.3. Alat Uji ITS
Tampak Atas Tampak Samping
Gambar. 2.4. Diagram skematik pembebanan ITS
h
commit to user Dari Gambar di atas didapatkan rumus sebagai berikut : ITS =
. .
…..………...(Rumus 2.6) Dimana :
ITS : Nilai kuat tarik secara tidak langsung ( kg/m2 ) Pi : Nilai beban (kg)
h : Tinggi benda uji ( m ) d : Diameter benda uji ( m )
2.2.8. Analisis Data Hasil Penelitian
2.2.8.1. Analisis Regresi
Banyak analisis statistik bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua atau lebih variabel. Bila hubungan demikian dapat dinyatakan dalam bentuk rumus matematik, maka kita akan dapat menggunakannya untuk keperluan peramalan.
Seberapa jauh peramalan tersebut dapat dipercaya bergantung pada keeratan hubungan antara variabel-variabel dalam rumus tersebut (Walpole, 1995).
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola relasi atau hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya dengan tingkat kesalahan yang kecil.
Hubungan yang didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel - variabel. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu :
1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel lain.
2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh
variabel bebas.
commit to user
Dengan analisis regresi kita dapat memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan data variabel bebas. Hubungan linear adalah hubungan jika satu variabel mengalami kenaikan atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan membuat kenaikan juga pada variabel terikat.
Selanjutnya jika variabel bebas mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas, maka variabel terikat akan mengalami penurunan (Sudjana, 1996).
Persamaan garis regresi mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear.
Dalam persamaan itu dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa jenis persamaan regresi seperti berikut :
1. Persamaan linear
y = a + b x ……… (2.12) 2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua) y = a + bx + cx2 ………... (2.13) 3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga) y = a + bx + cx2 + dx3 ……….(2.14)
Keterangan :
y = Nilai variabel terikat x = Nilai variabel bebas a, b, c, d = koefisien
2.2.8.2. Analisis Korelasi
Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan
dua variabel atau lebih secara kuantitatif, untuk menggambarkan derajat keeratan
linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur seberapa tepat garis
regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua pengukuran korelasi, yaitu
commit to user
coefficient of determination (koefisien determinasi) dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).
Batasan nilai koefisien determinasi (r
2) digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa besar proporsi atau prosentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan prosentase variasi nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi (r
2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian.
Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika perubahan pada satu variabel akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas.
Indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut :
a. 0 ≤ r ≤ 0,2 ... korelasi lemah sekali b. 0,2 ≤ r ≤ 0,4 ……… korelasi lemah c. 0,4 ≤ r ≤ 0,7 ………. korelasi cukup kuat d. 0,7 ≤ r ≤ 0,9………. korelasi kuat e. 0,9 ≤ r ≤ 1……… korelasi sangat kuat
Pada penelitian ini, analisis regresi dan analisis korelasi digunakan untuk mengetahui
pola relasi atau hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya. Variabel
terikat adalah nilai karakteristik Marshall dan nilai Indirect Tensile Strength (ITS),
sedangkan variabel bebas adalah kadar air.
commit to user
26BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Umum
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembuatan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) berdasarkan British Standard (BS. 594 1985), dan untuk standar-standar pengujian yang digunakan sebagian menggunakan standar yang dikeluarkan oleh The Asphalt Institute (1997) Superpave Series No.1 (SP-1) serta sebagian besar mengadopsi dari metode- metode yang disahkan atau distandarkan oleh Bina Marga yang berupa SK SNI.
Di dalam penelitian ini pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri atas pengujian aspal dan pengujian terhadap campuran (uji Marshall dan uji ITS). Dari pengujian Marshall tersebut didapatkan hasil-hasil yang berupa komponen- komponen Marshall, yaitu densitas, porositas, stabilitas, flow, dan kemudian dapat dihitung Marshall Quotient-nya. Dari pengujian ITS didapat nilai kuat tarik tidak langsung.
3.2. Pra Penelitian
Pra penelitian dilakukan untuk menentukan range kadar air yang akan digunakan pada campuran dengan kadar aspal optimum.
commit to user 3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium.
Untuk beberapa hal pada pengujian bahan, digunakan data sekunder yang dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang sama. Jenis data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu data primer dan sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian/ pengujian secara langsung.
Data primer yang dipakai dalam penelitian ini yaitu : 1. Pemeriksaan berat dan tebal benda uji
2. Pemeriksaan Marshall Properties
3. Pemeriksaan kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength).
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari penelitian lain) untuk bahan / jenis yang sama. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :
1. Data pemeriksaan agregat 2. Data pemeriksaan aspal
3. Data penelitian Pengaruh Kandungan Air Hujan Terhadap Nilai Karakteristik Marshall Dan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Campuran Lapisan Aspal Beton (LASTON) (M. Zainul Arifin, dkk. 2011)
commit to user 3.4. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Mulai
Mencari Referensi Terkait
Persiapan Alat dan Bahan
Apakah Syarat Bahan Dasar Memenuhi?
Ya
Tidak Pengujian Agregat
Pembuatan benda uji dengan gradasi British Standard
Penentuan Kadar Aspal Optimum Marshall Test
Stabilitas, Flow, Marshall Quotient
Pengujian Benda Uji
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (ITS)
Selesai Pengujian Benda Uji
Uji Marshall
Pembuatan benda uji dengan kadar aspal optimum dan variasi kadar air
Analisis dan Pembahasan
commit to user 3.5. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70 dengan sifat-sifat telah diteliti di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.
b. Agregat
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadarma, Surakarta.
c. Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dari PT. Pancadarma,Surakarta.
d. Air
Air yang digunakan adalah air biasa pada suhu ruangan.
3.6. Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan yang berasal dari Laboratorium Perkerasan Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peralatan yang digunakan meliputi :
3.6.1. Satu Set Alat Uji Marshall
Peralatan yang dipakai untuk pengujian Marshall yaitu : 1. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (Breaking Head)
2. Cincin penguji kapasitas 2500 kg (5000 lbs) dengan ketelitian 12,5 kg (25lbs), dilengkapi dengan arloji tekan dengan ketelitian 0,025 cm (0,0001”)
3. Arloji penunjuk kelelahan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,001”) dan perlengkapannya.
commit to user
4. Cetakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm, tinggi 7,5 cm (3 inc) lengkap dengan alat pelat atas dan leher sambung.
5. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200˚C.
6. Bak perendam (waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20˚C.
3.6.2. Alat Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength)
Alat yang digunakkan adalah sama dengan alat uji Marshall. Hanya ada beberapa modifikasi pada cincin penguji.
3.6.3. Alat Penunjang
Alat yang digunakan untuk persiapan, terdiri dari : 1. Cetakan benda uji (mould)
2. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 lbs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm (18 inc)
3. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan sejenisnya), berukuran kira-kira 20x20x45cm (12”x12”x1”) dan diikatkan pada lantai beton dengan empat bagian siku.
4. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg dengan ketelitian 1gr.
5. Pengukur suhu berkapasitas 250˚C 6. Dongkrak untuk melepas benda uji 7. Jangka sorong
8. Alat lain seperti panci, kompor, sedok, spatula, dan sarung tangan.
commit to user 3.7. Pemeriksaan Bahan
3.7.1. Pemeriksaan Agregat
Pemeriksaan agregat meliputi abrasi agregat, analisa saringan agregat, berat jenis agregat kasar dan berat jenis agregat halus.
3.7.2. Pemeriksaan Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70.
Pemeriksaan aspal meliputi:
a. Pemeriksaan penetrasi aspal sesuai SNI 06-2456-1991, yaitu :
1) Meletakkan benda uji dalam tempat air bak perendam pada suhu 25o C selama 1 - 1,5 jam.
2) Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum yang telah dibersihkan dengan toluena dan mengeringkan dengan lap bersih.
3) Meletakkan pemberat 50 gr di atas jarum untuk memperoleh beban sebesar (100 ± 0,1) gr.
4) Memindahkan benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
5) Menyetel alat agar skala menunjukkan pada angka nol, kemudian menurunkan jarum perlahan-lahan hingga menyentuh pada permukaan benda uji.
6) Menekan pemegang jarum bersamaan dengan menjalankan stop watch selama (5 ± 0,1) detik.
7) Membaca angka penetrasi dari benda uji dan menyiapkan percobaan pada sampel yang sama tetapi pada tempat penetrasi yang berbeda.
8) Melakukan percobaan sebanyak 5 kali pada tiap sampel uji dengan ketentuan tiap titik pemeriksaaan, tempat satu sama lain berjarak 1 cm dari tepi.
commit to user
b. Pemeriksaan titik lembek aspal sesuai SNI 06-2434-1991, yaitu :
1) Memeriksa dan mengatur jarak antara permukaan plat dasar dengan dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm.
2) Mengisi bejana dengan air suling baru dengan temperatur (5±1) o C, sehingga tinggi permukaan air berkisar 101,6 mm sampai 108 mm.
3) Memasang dan mengatur kedua benda uji di atas dudukan dan meletakkanpengarah bola di atasnya, memasukkan seluruh peralatan ke dalam bejana gelas.
4) Meletakkan bola-bola baja di atas dan di tengah permukaan masing- masing benda uji menggunakan penjepit dan memasang kembali pengarah bola.
5) Meletakkan termometer di antara kedua benda uji.
6) Memanaskan bejana sehingga temperatur naik 5o C /menit, Untuk 3 menit pertama beda kecepatan tidak boleh lebih dari 0,5 o C sampai bola baja jatuh di atas permukaan plat.
7) Mencatat temperatur saat bola jatuh menyentuh plat dasar.
c. Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal sesuai SNI 06-2433-1991, yaitu : 1) Meletakkan cawan di atas plat pemanas dan mengatur sumber pemanas
sehingga terletak di bawah titik tengah cawan.
2) Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan.
3) Menempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm di atas dasar cawan dan terletak pada suatu garis yang menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros tengah penguji.
Kemudian mengatur termometer sehingga termometer terletak pada jarak
¼ diameter cawan dari tepi.
4) Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji.
5) Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanasan sehingga kenaikan suhu menjadi (15 ± 1)oC per menit.
6) Mengatur kecepatan pemanasan 5oC – 6oC permenit pada pemanasan selanjutnya.
commit to user
7) Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut menjadi 3,2 – 4,8 mm.
8) Memutar nyala penguji pada as sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2oC.
9) Melanjutkan pekerjaan 6 dan 8 sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan mencatatnya.
10) Melanjutkan langkah sampai terlihat nyala api yang agak lama sekurangkurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji. Membaca suhu pada termometer dan mencatatnya.
d. Pemeriksaan daktilitas aspal sesuai SNI 06-2432-1991, yaitu :
1) Air dalam bak perendam diberi garam (NaCl) agar berat jenis larutan air dan garam tadi sama dengan berat jenis bitumen sehingga benda uji tersebut melayang.
2) Mendiamkan benda uji pada suhu 25oC pada bak perendam selama 30 menit, kemudian melepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi-sisi cetakannya.
3) Memasang benda uji pada alat uji dan menarik benda uji secara teratur dengan kecepatan 5 cm per menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan.
4) Membaca jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus (dalam cm).
5) Selama percobaan berlangsung suhu air pada bak perendam harus tetap dijaga sebesar (25 ± 0,5)oC.
commit to user
e. Pemeriksaan berat jenis aspal sesuai SNI 06-2441-1991, yaitu :
1) Mengisi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer yang tidak terendam 40 mm.
2) Merendam dan menjepit bejana tersebut dengan bak peredam sampai terendam sekurang – kurangnya 100 mm. Mengatur suhu ruang tetap 25°C 3) Membersihkan, mengeringkan, dan menimbang piknometer dengan
ketelitian 0,1 mg (A).
4) Mengangkat bejana dari bak perendam.
5) Mengisi piknometer dengan air suling kemudian menutup piknometer tanpa
ditekan.
6) Meletakkan piknometer ke dalam bak perendam dan mendiamkannya selama sekurang-kurangnya 30 menit.
7) Mengangkat piknometer dan mengeringkannya dengan lap lalu menimbang piknometer dengan ketelitin 0,1 mg (B).
8) Menuangkan benda uji ke dalam piknometer yang telah kering hinggaterisi
¾ bagian.
9) Mendinginkan piknometer dengan mendiamkannya dalam bakperendaman dalam waktu ± 30 menit. Setelah itu mengangkat, mengeringkan dan menimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 0,1 mg (C).
10) Mengisi piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan menutupnya tanpa menekan. Lalu mendiamkan agar gelembunggelembung udaranya keluar.
11) Mengangkat bejana dari bak perendam dan meletakkan piknometer di dalam nya dan kemudian menekan tutupnya rapat-rapat.
12) Memasukkan dan mendiamkan bejana ke dalam bak perendam selama ± 30 menit. Setelah itu mengangkat, mengeringkan dan menimbang piknometer dengan ketelitian 0,1 mg (D).
13) Menghitung berat jenis.
commit to user
f. Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat sesuai SNI 03-2439-1991, yaitu 1) Memasukkan campuran batuan dengan bitumen dalam toples,
menutupnya, dan mendiamkannya selama 30 menit.
2) Mengisi toples dengan aquades sampai benda uji terendam seluruhnya.
3) Mendiamkan toples pada suhu ruang selama 2 jam.
4) Mengamati dan memperkirakan luas permukaan agregat yang masih dilekati bitumen secara visual.
3.8. Pembuatan Benda Uji
Pada penelitian ini, pembuatan benda uji melalui 3 tahap, yaitu : pra penelitian, pembuatan benda uji untuk mencari Kadar Aspal Optimum, pembuatan benda uji pada Kadar Aspal Optimum dengan perlakuan penambahan air.
3.8.1. Tahapan Pra Penelitian
Pra penelitian dilakukan untuk menentukan range kadar air yang akan digunakan.
Penambahan air dilakukan dengan cara menyiramkan air pada saat campuran berada di dalam mould saat mencapai suhu pemadatan ±1300 C. Pertama kali akan dicoba ditambahkan air dengan kadar 7% (kadar terbanyak yang direncanakan) dari berat campuran, kemudian dilakukan pengujian Marshall untuk mengetahui apakah nilai stabilitasnya masih memenuhi nilai stabilitas yang disyaratkan British Standard (Tabel 2.1.). Apabila hasilnya langsung dibawah minimum yang disyaratkan, maka akan diturunkan range kadar airnya secara bertahap.
3.8.2. Pembuatan Benda Uji Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum
Penelitian ini menggunakan jenis gradasi dari British Standard (BS 594 1985).
Untuk mencari Kadar Aspal Optimum dilakukan uji Marshall. Adapun jumlah benda uji yang dibuat adalah sebagai berikut :
commit to user
Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji untuk Menentukan Kadar Aspal Optimum
Kadar Aspal x% x% x% x% x%
Jumlah Benda Uji 3 3 3 3 3
Tahapan pembuatan benda uji untuk Marshall test a. Tahap I
Tahap persiapan dimana kita mempersiapkan bahan dan alat yang akan digunakan.
b. Tahap II
Tahap pemeriksaan bahan :
Pemeriksaan aspal, meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, daktilitas, berat jenis, dan kelekatan aspal pada agregat.
Pemeriksaan agregat dan filler.
c. Tahap III
Tahap Perencanaan Rancang Campuran (Job Mix Design):
1) Perhitungan jumlah agregat yang digunakan pada tiap campuran.
2) Perhitungan kadar aspal yang digunakan pada tiap campuran.
d. Tahap IV
Tahap pencairan aspal :
Pencairan aspal keras dilakukan secara manual dengan pemanasan.
e. Tahap V
Tahap pembuatan benda uji :
1) Mencampur agregat dan bitumen sesuai dengan hasil job mix design.
2) Mengaduk campuran sampai rata dengan adanya pemanasan. Lalu campuran ini dimasukkan ke dalam mould yang telah disiapkan dan dilapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas.
3) Campuran kemudian dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali pada kedua isinya.
4) Memberi penomoran pada masing-masing benda uji.
5) Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang, barulah dikeluarkan dari mould dengan bantuan dongkrak.
commit to user
3.8.3. Pembuatan Benda Uji Pada Kadar Aspal Optimum Dengan Perlakuan Penambahan Air
Untuk pengujian Marshall dan ITS, dibuat benda uji kembali pada kadar aspal optimum dengan perlakuan penambahan air yang ditentukan melalui pra penelitian sebelumnya. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1). Mencampur agregat dan bitumen sesuai hasil job mix design dengan kadar aspal optimum.
2) Mengaduk campuran sampai rata dengan adanya pemanasan. Lalu campuran ini dimasukkan ke dalam mould yang telah disiapkan dan dilapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas.
3) Campuran yang berada di dalam mould kemudian diberi air dengan cara dituangkan, sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.
4) Campuran kemudian dipadatkan dengan alat pemadat sebanyak 75 kali pada kedua isinya.
5) Memberi penomoran pada masing-masing benda uji.
6) Selanjutnya benda uji didiamkan pada suhu ruang, barulah dikeluarkan dari mould dengan bantuan dongkrak.
Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji untuk Marshall dan ITS Jumlah Benda Uji
Kadar Air x% x% x% x% x%
Marshall 3 3 3 3 3
ITS 3 3 3 3 3
commit to user 3.9. Pengujian
Tahapan pengujian benda uji meliputi Uji Volumetrik, Uji Marshall, dan Uji Indirect Tensile Strength (ITS).
3.9.1. Uji Volumetrik
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui porositas dari masing-masing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :
a. Tahap I
Benda uji yang telah diberi kode diukur diameter dan ketinggiannya pada empat sisi yang berbeda-beda dengan menggunakan jangka sorong. Setelah diukur ketinggiannya, benda uji tersebut ditimbang dalam keadaan kering, SSD, dan dalam air.
b. Tahap II
Dari hasil pengukuran berat, kemudian dihitung densitas dengan menggunakan Rumus 2.3.
a. Tahap III
Pada tahap ketiga ini dihitung berat jenis (Specific Gravity) dari masing- masing benda uji dengan menggunakan Rumus 2.4.
b. Tahap IV
Dari hasil densitas dan SGmix dihitung besar porositas dengan menggunakan rumus porositas yaitu Rumus 2.5.
3.9.2. Uji Marshall
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
a. Memasukkan benda uji ke dalam waterbath pada suhu 60°C selama kurang lebih 30 menit.
b. Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaanya dilapisi dengan oli agar benda uji mudah dilepas.