• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENGAWASAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN KELURAHAN MABAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PENGAWASAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN KELURAHAN MABAR"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENGAWASAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN KELURAHAN

MABAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh:

REZA EKA JULIANSYAH 150903051

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Kegiatan Pembangunan industri di berbagai daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat disatu pihak akan menghasilkan keuntungan bagi kesejahteraan rakyat dan dilain pihak akan menghasilkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.

Namun kenyataannya, pelanggaran dalam hal pengelolaan limbah oleh industri masih terjadi dan dirasakan dampaknya khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar. Oleh Karena itu diperlukan pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memerlukan pengawasan tidak terkecuali oleh Pemerintah Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana impelementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan implementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, dengan meninjau semua data yang dikumpulkan dan didukung oleh hasil wawancara menggunakan teori yang dikemukakan oleh Joko Widodo (2018:94) yaitu dengan menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan kontrol, berapa besarnya anggaran, peralatan apa yang diperlukan, dan bagaimana jadwal pelaksanaan kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, implementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar masih belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah sumber daya manusia (SDM) dalam melakukan pengawasan, kurangnya intensitas pengawasan, kurangnya pelaksanaan sosialisasi dan tata cara pengaduan pencemaran lingkungan kepada masyarakat, dan kurangnya kesadaran pelaku usaha dalam mentaati peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Adapun mekanisme pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) oleh PT. Kawasan Industri Medan sudah cukup baik, dikarenakan pada tahap pemusnahan akhir limbah B3 yang dikelola, tidak langsung dibuang ke lingkungan, namun terlebih dahulu diolah, disimpan dan dimusnahkan, bekerjasama dengan pihak ke-3 (Pemusnah) yang sudah mendapatkan izin dari KLHK pusat.

Kata Kunci: Pengawasan, Dinas Lingkungan Hidup, Limbah B3

(6)

ABSTRACT

Hazardous and Toxic Waste (B3) is a substance, energy, and / or other components which due to its nature, concentration and / or amount, either directly or indirectly, can pollute and / or damage the environment, and / or endanger the environment. life, health, and the survival of humans and other living things.

Industrial development activities in various regions aim to improve the welfare of the people, on the one hand it will generate benefits for the welfare of the people and on the other hand will have a negative impact on society and the environment. But in reality, violations in terms of waste management by industry still occur and the impact is felt, especially the people who live around the Medan Industrial Area, Mabar Village. Therefore, management is required in accordance with statutory regulations and requires supervision, including by the Regional Government. This study aims to describe how the implementation of supervision by the Environmental Service in the management of hazardous and toxic waste (B3) in the Medan Industrial Area, Mabar Village.

This study uses a descriptive method with a qualitative approach. Data collection techniques were carried out by means of interviews, observation and documentation related to the implementation of supervision by the Environmental Service in the management of hazardous and toxic waste (B3) in the Medan Industrial Area, Mabar Village. The data obtained were then analyzed qualitatively, by reviewing all data collected and supported by the results of interviews using the theory proposed by Joko Widodo (2018: 94), namely by determining who did, how the SOP to control, how much is the budget, what equipment as needed, and how to schedule the implementation of controls.

The results of this study indicate that the implementation of supervision by the Environmental Service in the management of hazardous and toxic waste (B3) in the Medan Industrial Area, Mabar Village is still not running optimally. This is due to the limited number of human resources (HR) in conducting supervision, lack of intensity of supervision, lack of implementation of socialization and procedures for complaints of environmental pollution to the public, and lack of awareness of business actors in complying with laws and regulations on the environment. The mechanism for managing hazardous and toxic waste (B3) by PT. The Medan Industrial Estate is quite good, because at the final disposal stage the B3 waste that is managed is not immediately disposed of into the environment, but first it is processed, stored and destroyed, in collaboration with a third party (Destroyer) who has received permission from the central Ministry of Environment and Forestry.

Keywords: Supervision, Environmental Service, Hazardous Waste

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Implementasi Pengawasan Dinas Lingkugan Hidup Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kawasan Industri Medan Keluruhan Mabar”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun segi bahasa serta penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Banyak masukan, motivasi dan do’a yang diberikan kepada penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, beserta seluruh staf yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam rangka penyusunan skripsi ini;

(8)

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Dra. Asima Yanti S Siahaan, MA, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., MSP selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan, serta memberikan motivasi kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Seluruh Dosen FISIP USU Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang telah banyak memberikan pengetahuan dan petunjuk selama penulis mengikuti pendidikan sehingga memberikan wawasan yang luas dalam menyelesaikan skripsi ini;

6. Seluruh pegawai pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Terima kasih kepada Kak Dian dan Bang Suhendri yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses penyusunan administrasi dari awal perkuliahan hingga saat ini;

7. Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta dan tersayang Edward Raomansyah S.H dan Rita Wirdanis S.E yang senantiasa sabar, tulus dan penuh kasih sayang membesarkan, membimbing, mendoakan, mendukung secara moril dan materil penulis hingga saat ini serta selalu menemani penulis dalam senang maupun duka. Semoga kasih sayang dan pengorbanan yang kalian berikan kepada penulis dapat menghasilkan harapan yang kalian impikan;

(9)

8. Adik-adik ku tersayang Saldi Huda Apriliansyah dan Ulfa Natasya Dilla yang telah sayang dan memberikan semangat kepada penulis;

9. Seluruh pegawai Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, Bapak Pahmi Harahap, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan, Bapak Helbert Gultom, SH, MAP selaku Kepala Bidang Penegakan Hukum, Bapak Catur M Sarjono, SH, M.Kn selaku Bidang Penegakan Hukum, Bapak Diyan Andhostora Nst, S.ST dan Tekad Pramoko, ST selaku Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) dan Bapak Arie Ferdian Lubis, S.Si yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi dengan meluangkan waktu untuk bersedia diwawancarai dan memberikan data-data penulis butuhkan dalam menyusun skripsi ini;

10. Bapak Hotma P. Tambunan selaku Kepala Bidang Infrastruktur Bidang Pengelolaan Lmbah B3 PT. KIM dan bapak Riza Huri. P selaku Kepala Laboratorium Pengelolaan Limbah B3 PT. KIM yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi dengan meluangkan waktu untuk bersedia diwawancarai dan memberikan data-data penulis butuhkan dalam menyusun skripsi ini;

11. Bapak Farandhy siregar selaku Kepala Kelurahan Mabar yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi dengan meluangkan waktu untuk bersedia diwawancarai dan memberikan data-data penulis butuhkan dalam menyusun skripsi ini;

(10)

12. Bapak H. Syafi I selaku Kepala Lingkungan IV Kelurahan Mabar yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi dengan meluangkan waktu untuk bersedia diwawancarai dan memberikan data-data penulis butuhkan dalam menyusun skripsi ini;

13. Ibu Novi, Bapak Andi, Ibu Siti selaku masyarakat bermukim sekitar Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar yang sudah bersedia diwawancarai oleh penulis;

14. Teman-teman Squad B.A.C.O.D Miftahul Fauzan Arif S.AP, Ade Agung Pawiro S., Suratman S., Putri Melati Siahaan S.AP, Yuni Theresia Zalukhu yang sudah menemani penulis di perkuliahan baik suka dan duka. Semoga kedepannya kita akan sukses dalam kehidupan masing-masing Amin;

15. Teman-teman Jexcen Simamora, Restu Pratama, Taufik, Fatih Abdillah yang telah menemani dan memberikan semangat kepada penulis dalam proses mengerjakan skripsi;

16. Teman-teman nongkrong di IM Parfum M.Iqbal, Arif Azizi, Adit, Maher yang sudah menemani dan menghibur penulis disaat kejenuhan dalam proses mengerjakan skripsi ini;

17. Seluruh teman-teman Ilmu Adminitrasi Publik Stambuk 2015 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga cita-cita dan harapan kita semua dapat terkabul;

18. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap selesainya skripsi ini.

(11)

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 15 Juni 2020 Yang membuat pernyataan

Reza Eka Juliansyah 150903051

(12)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Kebijakan Publik ... 14

2.2 Konsep Implementasi Kebijakan ... 16

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan ... 18

a. Model George C. Edward III ... 18

b. Model Merilee S. Grindle ... 20

2.2.2 Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Publik ... 21

2.3 Konsep Pengawsan ... 23

2.3.1 Pengertian Pengawasan ... 23

(13)

2.3.2 Tujuan Pengawasan ... 25

2.3.3 Fungsi Pengawasan ... 26

2.3.4 Manfaat Pengawasan ... 26

2.3.5 Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan ... 27

2.3.6 Prinsip-Prinsip Pengawasan ... 28

2.3.7 Teknik-Teknik Pengawasan ... 29

2.4 Tinjauan Umum Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)... 30

2.4.1 Pengertian Limbah ... 30

2.4.2 Jenis-Jenis Limbah ... 31

2.4.3 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ... 34

2.4.4 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ... 35

2.4.5 Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ... 40

2.5 Hipotesis Kerja ... 42

2.6 Defenisi Konsep ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Bentuk Penelitan ... 45

3.2 Lokasi Penelitian ... 46

3.3 Informan Penelitian ... 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisis Data ... 50

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 52

(14)

3.6.1Triangulasi ... 52

BAB IV PEMBAHASAN ... 53

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 53

4.1.1 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan ... 53

4.1.2 Gambaran Umum PT. Kawasan Industri Medan ... 56

4.2 Implementasi Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar ... 58

4.2.1 Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijaksanaan ... 61

4.2.2 Standar Operasional Pengawasan ... 66

4.2.3 Sumber Daya Keuangan dan Peralatan ... 100

4.2.4 Jadwal Kontrol Pelaksanaan ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

5.1 Kesimpulan ... 107

5.2 Saran-Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 48 Tabel 4.1 Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan ... 54 Tabel 4.2 Daftar Nama-Nama Perusahaan di PT. KIM 1 dan KIM 2 ... 64 Tabel 4.3 Pelaksanaan Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup ... 67 Tabel 4.4 Tahapan Dalam Pelaksanaan Pengawasan Lingkungan Hidup ... 72

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan ... 53 Gambar 4.2 PT. Kawasan Industri Medan ... 56 Gambar 4.3 Wawancara dengan Pak Dian dan Pak Catur Pejabat

Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) dan

Bidang Penegakan Hukum ... 68 Gambar 4.4 Standar Operasional Prosedur Alur Pengelolaan Limbah

B3, Standar Operasional Prosedur Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah B3, Penanganan Kondisi Darurat di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Sistem Tanggap Darurat………

Gambar 4.5 Wawancara dengan Informan Bapak Hotma P.Tambunan

Kepala Infrastruktur Bidang Limbah B3 KIM …………. 85 Gambar 4.6 Wawancara dengan Bapak Riza Huri Kepala

Laboratorium Pengelolaan Limbah B3 KIM... 86 Gambar 4.7

Gambar 4.8

Surat Pengaduan Masyarakat Kelurahan Mabar…………..

Wawancara dengan Pak Tekad Pejabat Pengawas

Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) ...

91 103 Gambar 4.9 Surat Penugasan Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan 104 84

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environtment Day diperingati setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini mengingatkan akan bumi yang keberadaannya harus dijaga agar setiap makhluk yang hidup di dalamnya dapat hidup sejahtera.

Menurut sejarahnya, Hari Lingkungan Hidup Sedunia pertama kali dicetuskan dalam Konferensi Stockholm oleh Jepang dan Senegal tahun 1972. Peringatan ini didasarkan pada keadaan lingkungan hidup manusia yang saat itu sangat memprihatinkan serta dilanda bencana. Kondisi saat itu, berbagai persoalan lingkungan menimbulkan keresahan bersama. Di sejumlah wilayah di Eropa dilanda kabut asap, sementara di Jepang mewabah penyakit Minamata (kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa). Sementara, pada 1960-an, pembangunan dan pembakaran hutan terjadi di mana-mana, limbah industri tidak dikelola dengan baik, dan berbagai persoalan lainnya yang membawa dampak terhadap lingkungan. Adapun, delegasi Indonesia dalam Konferensi Stockholm dipimpin oleh Emil Salim, yang menjabat sebagai Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara dengan anggota delegasi dari berbagai departemen.

(18)

Dari pertemuan itu menghasilkan rekomendasi bahwa, faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan penduduk yang pesat, berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan, sekaligus tantangan yang dicoba untuk diatasi yaitu dengan pembangunan dan industrialisasi. Namun industrialisasi disamping mempercepat persedian segala kebutuhan hidup manusia, ternyata memberi dampak negatif terhadap manusia akibat terjadinya pencemaran lingkungan.

Salah satu kegiatan manusia yang berhubungan dengan lingkungan adalah pembangunan industri. Sektor industri merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya negara berkembang, oleh karena itu, sektor-sektor industri kini mulai banyak didirikan di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Sebab, sektor industri merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian nasional dengan sumbangannya mencapai lebih dari 20%. Berdasarkan jumlah persentase tersebut, Indonesia masuk dalam jajaran lima besar negara-negara dunia yang kontribusi industrinya cukup tinggi.

(https://republika.co.id/berita/ozzdkv440/indonesia-masuk-kategori-negara industri, diakses pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 22.40 WIB).

Pesatnya pertumbuhan industri dapat meningkatkan volume limbah, baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas. Semakin berkembangnya industri di berbagai daerah maka, permasalahan lingkungan hidup juga menjadi perhatian yang sangat besar dan harus mendapat perhatian yang lebih, baik dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Bab 10 Pasal 68 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

(19)

dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup dan menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan.

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di luar Pulau Jawa. Berbatasan dengan Selat Malaka menjadikan Medan kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Sektor industri adalah salah satu yang paling besar di kota Medan.

Sebagai kota industri perdagangan dan jasa terkemuka di Indonesia, Kota Medan telah menyiapkan berbagai fasilitas penunjang bagi kegiatan industri, termasuk menyediakan sebuah kawasan yang modern dan terkelola secara profesional.

Kawasan industri ini disebut Kawasan Industri Medan (KIM).

Kawasan Industri Medan (KIM) adalah sebuah kawasan industri yang terletak di Kelurahan Mabar, Medan Deli, Medan, Indonesia dan sebagian di Desa Saentis, Percut Sei Tuan, Deli Serdang. PT. Kawasan Industri Medan (PT.

KIM) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bidang usaha jasa pengelolaan kawasan industri. Kawasan ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988, dengan komposisi sahamnya terdiri dari Pemerintah Republik Indonesia (pusat) sebesar 60%, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebesar 30%, dan Pemerintah Kota Medan sebesar 10%.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Industri_Medan diakses pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 22.40 WIB).

(20)

Sejak didirikannya kawasan ini, seiring dengan tingginya minat investor untuk menanamkan investasinya di wilayah Provinsi Sumatera Utara, maka PT. Kawasan Industri Medan terus melakukan pengembangan lahan. Sampai saat ini, PT. Kawasan Industri Medan telah memiliki luas areal 780 Ha dan akan terus dikembangkan dengan usaha sendiri maupun bekerjasama dengan pihak-pihak swasta yang berpengalaman dan profesional dalam pembangunan kawasan industri. Kawasan Industri Medan dibagi ke dalam dua areal, yakni Areal Kawasan Industri Medan Tahap I dengan luas area ± 200 Ha, yang terletak di sebelah barat jalan tol Belmera, dan Areal Kawasan Industri Medan Tahap II dengan luas area ± 325 Ha, yang terletak di sebelah timur jalan tol Belmera.

(Laporan Tahunan PT. Kawasan Industri Medan Tahun 2018 diakses pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 22.40 WIB).

Dalam menjalankan operasional manajemennya, KIM berpedoman kepada aturan baku yang berlaku di Indonesia terhadap sebuah kawasan industri.

Kawasan industri Medan (KIM) juga mengacu kepada aturan yang telah berlaku, termasuk dalam pengendalian dampak lingkungannya. Selain itu, beroperasinya industri yang ada di KIM pastilah membawa dampak bagi masyarakat khusunya bagi masyarakat disekitarnya baik dampak negatif maupun positif. Perkembangan industri pada saat ini tidak hanya dilihat dari faktor ekonomis saja, tetapi harus dilihat juga dari aspek sosial dan lingkungan. Proses produksi akan menimbulkan sisa dari penggunaan bahan baku, sisa fasilitas dan sisa-sisa produksi lainnya.

Sisa dari hasil produksi ini yang biasa disebut dengan limbah dan harus dikelola dengan baik untuk menghindari kegagalan yang terjadi pada faktor sosial dan lingkungan.

(21)

Segala kegiatan pasti akan menghasilkan suatu buangan berupa limbah, dan angka pertambahan jumlah limbah pasti akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pencemaran air, udara, tanah dan pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan persoalan serius yang harus dihadapi oleh kita semua, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri tersebut.

Beberapa hal yang dapat menimbulkan permasalahan lingkungan hidup akibat pengelolaan limbah, misalnya lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman penduduk, buruknya kualitas AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), tidak adanya tempat penyimpanan sementara limbah B3 yang dimiliki perusahaan/industri, dan kurangnya kesadaran pelaku usaha terhadap lingkungan.

Diantara limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tersebut yaitu berupa limbah bahan berbahaya dan beracun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Limbah B3. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mendefinisikan bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Pelaksanaan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) oleh beberapa industri di Kawasan Industri Medan ternyata masih dijumpai hal-hal yang belum atau bahkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, sehingga dikhawatirkan dapat mengakibatkan pencemaran/

kerusakan lingkungan kepada masyarakat yang tinggal sekitar kawasan industri

(22)

tersebut. Salah satu persoalan mengenai Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) telah disampaikan oleh anggota DPRD Kota Medan (Iswanda Ramli) dalam sosialisasi Peraturan Daerah Kota Medan (PERDA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3), pada tanggal 3 Maret 2019 di Jl. Pintu Air IV, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, ia (Iswanda Ramli) menyatakan bahwa pemerintah kota Medan dinilai masih lemah melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan usaha dan atau kegiatan di Kota Medan khususnya dalam menyikapi limbah B3. Seharusnya pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup bersikap tegas dan konsisten dalam menyikapi persoalan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan peraturan yang ada. setiap perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah B3 wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah limbah. Dikarenakan dampak dari pencemaran limbah B3 sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat.

(http://www.medanbisnisdaily.com/news/online/read/2019/03/08/68373/pengawas an_pengelolaan_limbah_b3_di_medan_masih_lemah/ diakses pada tanggal 04 Maret 2020, pukul 22.40 WIB).

Isu limbah B3 ini telah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah Indonesia, karena akibat dari limbah B3 ini akan menyebabkan kerugian bagi banyak pihak. Idealnya sebuah perusahaan jangan hanya mempertimbangkan aspek keuntungan sebesar-besarnya dalam menjalankan aktifitasnya, melainkan harus memperhatikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang berada disekitar kawasan industri tersebut. Untuk menghindari terjadinya pencemaran yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan

(23)

suatu sistem yang baik untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah industri terutama limbah B3 nya .

Salah satu komponen penting agar pelaksanaan pembangunan sesuai dengan dasar-dasar kebijaksanaan dan berwawasan lingkungan adalah dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan landasan dalam pelaksanaan operasional di lapangan. Dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan tersebut, akan dapat memberikan petunjuk operasional dan dapat menghindari terjadinya konflik kepentingan yang berseberangan.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai wewenang dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pengawasan, menteri, gubernur, bupati/walikota menetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang merupakan pejabat fungsional. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah, yang selanjutnya disingkat PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002 tentang Tata Cara Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Di Provinsi/Kabupaten/Kota, definisi yang dimaksud dengan pengawasan lingkungan hidup itu sendiri adalah kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak

(24)

langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pada penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai implementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar.

Kelurahan Mabar sendiri merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kota Medan, dan berdekatan langsung dengan Kawasan Industri dan paling berdampak, baik dampak positif maupun negatif akibat dari kegiatan industri-industri tersebut.

Adapun dampak negatif yang dirasakan masyarakat yaitu pencemaran/kerusakan lingkungan dari sisa-sisa buangan limbah industri.

Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dan masyarakat mempunyai peranan yang cukup penting. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 70 ayat 1 menjelaskan bahwa, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat harus berperan dalam hal ini, karena tidak mustahil terdapat suatu pelanggaran yang tidak diketahui oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, bahkan merugikan masyarakat itu sendiri. Masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk melaporkan kepada instansi terkait perihal masalah tersebut. Namun, keterlibatan masayarakat dalam pelaksanaan pengawasan langsung ke perusahaan khususnya tempat pengelolaan limbah B3, tidak dilibatkan oleh Dinas Lingkungan Hidup

(25)

Kota Medan.

Salah satu strategi operasional penanganan permasalahan lingkungan hidup yang semakin kompleks serta untuk meningkatkan efektivitas dan efisensi penanganan pengaduan kasus lingkungan hidup yang diadukan masyarakat maka, dibentuklah Pos Pengaduan Lingkungan Hidup yang bersekretariat di Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan. Setelah menerima laporan dari masyarakat maka segera ditidaklanjuti oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan dengan membentuk Tim Verifikasi. Adapun tugas Tim Verifikasi adalah sebagai berikut:

1) Menerima Pengaduan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan hidup;

2) Mempelajari data dan informasi pengaduan lingkungan hidup; 3) Melakukan verifikasi pengaduan lingkungan hidup; 4) Membuat laporan verifikasi pengaduan lingkungan hidup dan rekomendasi penanganan kasus; 5) Mengkoordinasikan penanganan kasus dengan pihak terkait; 6) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Walikota Medan.

Jadi pada dasarnya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan pemerintah harus melakukan pengawasan. Baik pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dapat berbentuk inspeksi langsung, yaitu dengan observasi di tempat, yang berarti juga penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan. Karena makin kompleksnya tugas seorang manajer, pengawasan langsung tidak selalu dapat dijalankan dan sebagai gantinya sering dilakukan dengan pengawasan tidak langsung. Sedangkan pengawasan tidak langsung ini adalah pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh setiap perusahaan penghasil limbah. Laporan ini dapat berbentuk laporan lisan dan laporan tertulis, dan harus dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup.

(26)

Implementasi pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup masih dikatakan belum maksimal dan menyeluruh, dikarenakan masih ditemukannya pencemaran/kerusakan lingkungan di kota Medan, khususnya di Kelurahan Mabar. Berdasarkan hasil observasi lapangan, peneliti menemukan beberapa permasalahan terkait implementasi kebijakan pengawasan Dinas Lingkungan Hidup terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar.

Pertama, Masih kurangnya intensitas pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan melakukan pengawasan langsung secara rutin 1 kali dalam setahun di Kawasan Industri Medan dan seluruh pelaku usaha penghasil limbah B3 di Kota Medan.

Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah perusahaan atau kegiatan usaha yang harus diawasi dan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki. Namun pengawasan tidak langsung yaitu berupa laporan pengelolaan limbah B3 setiap pelaku industri setiap per/triwulan wajib dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Diyan Andhostora Nasution, S.ST selaku pihak dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan mengatakan pengawasan akan lebih sering dilakukan jika perusahaan tersebut melakukan pencemaran lingkungan atau adanya laporan pengaduan dari masyarakat sekitar. (Wawancara dengan bapak Diyan Andhostora Nasution, S.ST selaku pihak dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan pada tanggal 10-02-2020)

Kedua, Kurangnya kesadaran pelaku usaha dalam mentaati peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, khususnya dalam pengelolaan limbah.

Di Kelurahan Mabar sendir masih terdapat kasus pencemaran yang terjadi.

(27)

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Farandhy Siregar (Lurah Mabar) mengenai persoalan pengelolaan limbah, ia menyatakan bahwa, di Kelurahan Mabar sendiri pada bulan Agustus 2019 telah menerima surat pengaduan dari masyarakat terkait kasus pencemaran yang terjadi akibat industri, yaitu pabrik PT.

Anugerah Prima. Pabrik PT. Anugerah Prima memproduksi limbah bulu ayam, untuk diolah lagi menjadi pupuk/pelet. Warga disektar pabrik khususnya Lingkungan IV, Kelurahan Mabar tersebut protes karena sudah kerap mencium bau bangkai yang dihasilkan dari limbah pabrik tersebut setiap harinya.

(Wawancara dengan bapak Farandhy Siregar selaku Kepala Lurah Mabar pada tanggal 20 November 2019)

Ketiga, Sosialisasi tentang lingkungan hidup, pengelolaan limbah dan tata cara pengaduan masyarakat yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup rutin dilaksanakan setiap tahunnya, namun sosialisasi tersebut masih belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat khususnya di Kawasan Industri Kelurahan Mabar.

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Siti selaku masyarakat Kelurahan Mabar mereka tidak tahu mengenai sosialisasi yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan tersebut, Padahal masyarakat yang tinggal disekitaran kawasan Industri adalah masyarakat yang berpotensi terkena dampak langsung adanya pencemaran limbah tersebut. (Wawancara dengan ibu Siti selaku masyarakat Kelurahan Mabar pada tanggal 10-03-2020)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang

“Implementasi Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar”.

(28)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaiamana Implementasi Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) Di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran atau tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Implementasi Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar dilihat dari:

1. Siapa Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan?

2. Bagaiamana Standar Operasional Prosedur Untuk Melakukan Kontrol?

3. Berapa Besar Anggaran Dan Peralatan Yang Diperlukan?

4. Bagaiamana Jadwal Pelaksanaan Kontrol?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah.

2. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara akademik dan menjadi referensi tambahan dalam kajian

(29)

keilmuan khususnya dalam bidang Administrasi Publik.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami dan solusi terhadap persoalan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah saat ini.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Maka untuk menunjang penelitian praktik kerja lapangan ini memerlukan beberapa teori yang dapat dipakai agar lebih relevan sebagai panduan penelitian dan penyelarasannya dengan apa yang terjadi di lapangan.

2.1 Kebijakan Publik

Dalam menjalankan suatu pemerintahan, sering ditemukan beragam permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang memandang masyarakat sebagai pelaku utama sehingga pemerintah akan berusaha mensejahterakan masyarakatnya. Oleh karena itu pemerintah sebagai pengelola negara juga bertugas mengontrol ketertiban dan menjamin kehidupan sosial. Adapun solusi yang diberikan pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah publik yaitu dengan mengeluarkan sebuah kebijakan publik. Disinilah kebijakan publik memiliki peran aktif yang tidak lain adalah untuk memecahkan masalah-masalah publik agar dapat diselesaikan dengan baik.

Wahyudi, dkk (dalam Setyawan, 2017:18) mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan produk hukum yang berupa aturan-aturan mengenai pernyataan, himbauan atau ajakan yang dilakukan pemerintah terhadap warganya.

Kebijakan ini nantinya memberikan dampak bagi warganya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(31)

Menurut James E. Anderson (dalam Subarsono, 2005:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan , dan sebagainya. Menurut Friendrich (dalam Wahab, 2016:9) ia menyatakan bahwa:

“kebijakan publik itu ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang disusulkan oleh seseorang, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.’’

Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa kebijakan publik merupakan produk pemerintah berupa peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekelompok orang maupun masyarakat untuk di patuhi dan dilaksanakan sesuai dengan hukum dan nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan.

Menurut Denhardt & Denhardt tentang New Public Service menegaskan bahwa, pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat dan memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat. (Denhardt & Gray, 1998).

Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan realitas dalam

(32)

mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif, transparan, dan akuntabel..

Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan tersebut :

1. Tangable; yang menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan,personil, dan komunikasi.

2. Reability; adalah kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang dijanjikan dengan tepat.

3. Responsiveness; kemauan untuk membantu para provider untuk bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

4. Competence; tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

5. Courtessy; sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6. Credibility; sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.

7. Security; jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari bahaya dan resiko.

8. Acces; terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9. Communication; kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10. Understanding the customer; melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

2.2 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan proses dari kebijakan publik (public policy process) sekaligus studi yang sangat crucial.

Bersifat crusial karena, bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkan dan direncankan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebiajkan tidak akan bisa diwujudkan. Demikian pula sebaliknya, bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan imlementasi kebijakan, kalau tidak dirumuskan dengan baik maka tujuan kebijakan juga tidak akan bisa diwujudkan.

Dengan demikian, kalau menghendaki tujuan kebijakan dapat dicapai dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan

(33)

direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuat kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat di implementasikan.

Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2004:65) menyatakan bahwa:

”Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Jika sebuah kebijakan diambil secara tepat maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses implementasinya tidak tepat. Bahkan jika sebuah kebijakan yang cemerlang sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya (Tangkilisin, 2003:1).

Implementasi kebijakan dipahami juga sebagai suatu proses, output, dan outcome. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena di dalamnya terjadi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Implementasi sebagai output melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Akhirnya implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai outcomes. Kajian implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Pengkajian mengenai tahap implementasi kebijakan merupakan bagian penting dalam proses kebijakan. Dari proses pengimplementasian kebijakan ini akan menuntut sebuah konsekuensi- kosenkuensi pengimplementasiannya yang tidak tepat, sehingga akan menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pembuat keputusan.

(34)

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah suatu proses mengubah gagasan menjadi tindakan oleh para aktor kebijakan melalui prosedur yang telah ditentukan sebelumnya demi mencapai hasil berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah suatu kebijakan itu efektif dan efisien dalam pencapain tujuan, dapat dilakukan dengan analisis implementasi melalui model- model implementasi kebijakan.

Model implementasi kebijakan publik merupakan deskripsi sederhana mengenai aspek-aspek penting yang dipilih dan disusun sebagai upaya meniru, menjelaskan, mencoba dan menguji hipotesis implementasi kebijakan public untuk tujuan tertentu (Setyawan, 2017:114). Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Beberapa variabel dan faktor yang terlibat dalam keberhasilan implementasi dapat dipahami melalui beberapa model-model implementasi, antara lain:

A. Model George C. Edwards III

Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

Dalam mengkaji implementasi kebijakan publik, Edward III mengajukan dua pertanyaan, yakni:

1. What is the precondition for successful policy implementation?

(Apa prasyarat untuk keberhasilan implementasi kebijakan?)

2. What are the primary obstacles to successful policy implementation?

(Apa kendala utama untuk keberhasilan implementasi kebijakan?)

Dalam menjawab pertanyaan tersebut Edward menegaskan bahwa kebijakan tidak akan berhasil tanpa implementasi yang efektif dari pembuat

(35)

kebijakan, agar implementasi berjalan efektif ada empat hal yang harus diperhatikan. Dalam pandangan Edward III (dalam Indiahono, 2009:31), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni :

1. Komunikasi

Berkenaan dengan bagaimana kebijakan publik dikomunikasikan pada organisasi atau publik, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan respon dari para pihak yang terlibat, dan struktur organisasi pelaksana kebijakan.Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah- perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah- perintah tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif (Winarno, 2002:125).

2. Sumberdaya

Berkenaan dengan ketersediaan sumberdaya, khususnya sumberdaya manusia dan finansial. Sumberdaya manusia mengenai kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk melaksanakan kebijakan secara efektif.

Kemudian sumberdaya finansial adalah kecukupan modal investasi atas keberlangsungan sebuah program/kebijakan. Tanpa adanya sumberdaya sebuah kebijakan hanya akan menjadi tulisan dalam dokumen.

3. Disposisi

Disposisi berbicara mengenaiwatak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Disposisi dapat berupa respon positif maupun respon negatif, bila implementor kebijakan mempunyai disposisi positif maka kebijakan dapat berjalan lancar dan efektif begitu juga sebaliknya bila disposisi negatif maka kebijakan tidak akan berjalan sesuai arah yang diinginkan. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam pedomanprogram. Pengalaman korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan cerminan konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan kebijakan.Kemudian sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran.

(36)

4. Struktur Birokrasi

Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi. Standard operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.

Setiap variabel yang dikemukakan di atas, saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya untuk menciptakan implementasi kebijakan yang efektif, sehingga keempat variabel saling bersinergi dalam mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Model Edward menjelaskan keterkaitan antara komunikasi yang baik oleh struktur birokrasi yang sistematis, didukung oleh potensi sumberdaya yang mumpuni, dilaksanakan oleh implementor yang komitmen dan jujur akan menghasilkan implementasi kebijakan yang efektif dan tepat sasaran. Model Edward ini menekankan tantangan bagaimana suatu kebijakan tidak terjadi fragmentasi yang membuat implementasi menjadi tidak efektif. Model Edward masih termasuk sederhana karena hanya melibatkan empat variabel, berbeda dengan model lain yang lebih kompleks melibatkan banyak variabel.

B. Model Merilee S. Grindle (1980)

Ide pokok model Grindle lebih menegaskan kepada kaitan antara tujuan kebijakan dengan hasil-hasil kegiatan implementasi kebijakan. Setelah kebijakan ditransformasikan, kemudian kebijakan diimplementasikan hingga keberhasilannya ditentukan oleh implementability dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2008:445). Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2005:93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

(37)

implementation).

Adapun isi kebijakan (content of policy) mencakup variabel kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima, perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, ketepatan letak sebuah program, aktor pelaksana program, dan sumberdaya yang terlibat.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan (context of implementation) mencakup kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat; karakteristik institusi penguasa; dan tingkat kepatuhan dan responsivitas.

2.2.2 Kontrol Pelaksanaan Kebijakan Publik

Kegiatan pemantauan (monitoring) dan pengawasan merupakan bentuk aktivitas dari kontrol yang tujuannya untuk mengendalikan pelaksanaan suatu kegiatan, agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Kontrol diartikan sebagai proses usaha untuk melihat, dan menemukan apakah suatu kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan. Dengan demikian kegiatan kontrol bukan merupakan kegiatan yang berusaha untuk mencari kesalahan yang telah diperbuat oleh seseorang, namun ditujukan untuk menemukan secara dini kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan sehingga dapat segera dilakukan perbaikan dan pelurusan kembali agar akibat buruk yang ditimbulkan dari kesalahan atau penyimpangan tadi tidak berkelanjutan.

Menurut Joko Widodo startegi melakukan kontrol (monitoring dan pengawasan) kegiatannya sama dengan strategi implementasi, yaitu menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan kontrol, berapa besar anggaran, peralatan yang diperlukan dan bagaimana jadwal pelaksanaan

(38)

pengawasan.

1. Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan

Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrol ekternal dan kontrol internal. Pelaku kontrol internal (internal kontrol) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian

dan badan pengawasan daerah. Pelaku kontrol ekstrenal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat.

2. Standar Operasional Pemantauan

SOP kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncanakan.

b. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program atau sistem secara keseluruhan.

c. Pengukuran dapat diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.

d. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana kearah mendekati kinerja.

3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan

Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai.

Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan komplesitas pelaksanaan suatu kebijakan.

Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja negara

(39)

(APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan swadaya masyarakat.

4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol

Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Joko Widodo (2018:94). Hal tersebut dikarenakan, dapat membantu dan memudahkan peneliti dalam proses menyelesaikan penelitian ini.

Selain itu teori ini dapat menjelaskan secara kompherensif mengenai implementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kawasan Industri Medan Kelurahan Mabar ditinjau dari Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan, Standar Operasional Pemantauan, Sumber Daya Keuangan dan Peralatan, Jadwal Pelaksanaan Kontrol.

2.3 Konsep Pengawasan

2.3.1 Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan, untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifikan penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang

(40)

diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Siagian dalam bukunya fungsi-fungsi manajerial (2007:125) mengatakan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengertian pengawasan menurut Handoko (2003:359) yaitu sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.

Sedangkan pengawasan menurut Kadarman (2001:159) pengawasan adalah:

“Suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan, untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefesien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.

Melihat uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan tindakan-tindakan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar supaya segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.

Menurut G.R Terry dalam buku Principles of Management mengemukakan bahwa:

“Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standar.

Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya pengawasan adalah suatu pemantauan atau tindakan yang bertujuan agar, kegiatan tersebut sesuai rencana dengan standar yang sudah ditetapkan dan

(41)

segera mengambil tindakan-tindakan jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran.

2.3.2 Tujuan Pengawasan

Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan kegiatan bisa berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Semua aktivitas organisasi harus diawasi dengan pengawasan yang baik, efektif dan efisien yang harus dilakukan secara sistematis. Pengawasan yang sistematis akan memberikan hasil yang optimal.

Menurut Manulang (2004:173) tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang.

Definisi Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sangat diperlukan disetiap organisasi. Karena pengawasan disini dimaksudkan sebagai suatu hal yang dipakai untuk memperbaiki kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya, atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

(42)

2.3.3 Fungsi Pengawasan

Menurut Ernie dan Saefullah (2005:12) fungsi pengawasan ialah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang ditetapkan.

2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.

3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan tentang fungsi pengawasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan pengawasan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan dan pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan, mengambil tindakan koreksi sedini mungkin jika terjadi penyimpangan serta bisa memberikan solusi untuk berbagai masalah untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di perusahaan.

2.3.4 Manfaat Pengawasan

Menurut Siagian (2012:261) Manfaat pengawasan adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya bahan informasi bagi manajemen tentang situasi nyata dalam mana organisasi berada.

2. Dikenalinya faktor-faktor pendukung terjadinya operasionalisasi rencana dengan efisien dan efektif.

3. Pemahaman tentang berbagai faktor yang menimbulkan kesulitan dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan operasional.

4. Langkah-langkah apa yang segera dapat diambil untuk menghargai kinerja yang memuaskan.

5. Tindakan preventif apa yang segera dapat dilakukan agara deviasi dari standar tidak terus berlanjut.

Berdasarkan penjelasan Siagian di atas, maka manfaat pengawasan adalah untuk mengetahui apa saja yang menjadi kelemahan dan kelebihan dari kegiatan operasional tersebut serta pengambilan tindakan preventif agar kegiatan operasional tidak terhambat.

(43)

2.3.5 Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan

Menurut Handoko (2003:362) proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah), tahap-tahapnya adalah:

1. Penetapan standar pelaksanaan, tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar.

2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.

3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan, ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu: a) pengamatan (observasi), b) laporan- laporan baik lisan dan tertulis, c) metode-metode otomatis, d) inspeksi pengujian).

4. Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan, tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.

5. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan, bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil dalam berbagai bentuk.

Sedangkan Menurut (Siagian, 2007:128) Pengawasan akan berjalan dengan lancar apabila proses dasar pengawasan diketahui dan ditaati. Yang dimaksud dengan proses dasar itu meliputi:

1. Penentuan standar hasil kerja.

Standar hasil pekerjaan merupakan hal yang amat penting ditentukan karena terhadap standar itulah hasil pekerjaan dihadapkan dan diuji.

Tanpa standar yang ditetapkan secara rasional dan objektif, manajer dan para pelaksana tidak akan mempunyai kriteria terhadap mana hasil yang dicapai memenuhi tuntutan rencana atau tidak.

2. Pengukuran hasil pekerjaan.

Pengukuran prestasi kerja perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa karena pengawasan ditujukan kepada seluruh kegiatan yang sedang berlangsung, sering tidak mudah melakukan pengukuran hasil prestasi kerja para anggota organisasi secara tuntas dan final. Akan tetapi meskipun demikian melalui pengawasan harus dapat dilakukan pengukuran atas prestasi kerja, meskipun sementara sifatnya. Pengukuran sementara demikian, menjadi sangat penting karena ia akan memberi petunjuk tentang ada tidaknya gejala-gejala penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.

(44)

3. Koreksi terhadap penyimpangan

Meskipun bersifat sementara, tindakan korektif terhadap gejala-gejala penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan harus bisa diambil.

Berdasarkan penjelasan proses pengawasan yang dikemukakan oleh Handoko dan Siagian bahwasannya, terdapat langkah-langkah di dalam proses pengawasan agar pengawasan yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang maksimal dan rencana yang sudah dibuat tepat sasaran.

2.3.6 Prinsip-Prinsip Pengawasan

Menurut Silalahi dalam Handayaningrat dalam buku Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen (2008:33) Prinsip-prinsip dalam pengawasan antara lain:

1. Pengawasan harus berlangsung terus-menerus bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan

2. Pengawasan harus menemukan, menilai dan menganalisis data tentang pelaksanaan pekerja secara objektif

3. Pengawasan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan tetapi juga mencari atau menemukan kelemahan dalam melaksanakan pekerjaan 4. Pengawasan harus memberi bimbingan dan mengarahkan untuk

mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan

5. Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus menciptakan efisiensi (hasil guna)

6. Pengawasan harus fleksibel

7. Pengawasan harus berorintasi pada rencana dan tujuan yang telah ditetapkan (plan and objective oriented)

8. Pengawasan dilakukan terutama pada tempat-tempat strategis atau kegiatan- kegiatan yang sangat menentukan atau control by exeption 9. Pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan tindakan

perbaikan (corrective action).

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan dengan adanya prinsip pengawasan maka pengawasan akan lebih berorientasi, berdayaguna dan berkesinambungan, karena pada dasarnya prinsip yang baik merupakan kunci keberhasilan tercapainya tujuan pengawasan.

(45)

2.3.7 Teknik-Teknik Pengawasan

Menurut Hasibuan (2008:245) Teknik pengawasan atau pengendalian yaitu ada dua (2) cara:

1. Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan sendiri oleh secara langsung oleh seorang manajer.Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mnegetahui apakah dikerjakan benar dan hasilnya-hasilnya sesuai dengan yang dikehendaki.

Kebaikanya :

a. Jika ada kesalahan dapat diketahui sedini mungkin, sehingga perbaikannya dilakuukan dengan cara cepat.

b. Akan terjadi kontak langsung antara bawahan dan atasan,sehingga akan mempererat hubungan antara atasan dan bawahannya.

c. Akan memberikan kepuasan tersendiri bagi bawahan karena merasa diperhatikan oleh atasannya.

d. Akan tertampung sumbangan pikiran dari bawahan yang mungkin bisa berguna bagi kebijaksanaan selanjutnya.

e. Akan dapat menghindari timbulnya kesan laporan.

Keburukannya:

a. Waktu seorang manajer banyak tersita, sehingga waktu untuk pekerjaan lainnya berkurang.

b. Mengurangi inisatif bawahan, karena mereka merasa bahwa atasannya selalu mengawasinya.

c. Ongkos semakin besar karena adanya biaya pengeluaran dan lain- lainnya.

2. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui laporan yang diberikan oleh bawahan.

Kebaikannya:

a. Waktu manajer untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya semakin banyak, misalnya perencanaan kebijaksanaan dan lain-lain.

b. Biaya pengawasan relatif kecil.

c. Memberikan kesempatan inisiatif bawahan berkembang dalam melaksanakan pekerjaan.

(46)

Keburukannya:

a. Laporan kadang-kadang kurang objektif,karena ada kecenderungan untuk melaporkan yang baik-baik saja.

b. Jika ada kesalahan-kesalahan terlambat mengetahuinya, sehingga perbaikannya pun terlambat.

c. Kurang menciptakan hubungan-hubungan antara atasan dan bawahan.

Pengawasan berdasarkan kekecualian adalah pengendalian yang

dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan.

Berdasarkan teknik pengawasan yang dikemukakan oleh Hasibuan diatas dapat kita simpulkan bahwa, dalam melakukan pengawasan manajer bisa mendatangi langsung pekerjaan atau kegiatan yang sedang dilakukan oleh bawahannya agar bisa mengetahui sejauh mana pekerjaan yang sudah dilakukan, serta bisa juga melakukan pengawasan melalui laporan yang diberikan oleh bawahannya sehingga tidak perlu mendatangi langsung ke lokasi pekerjannya.

2.4 Tinjauan Umum Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2.4.1 Pengertian Limbah

Limbah merupakan buangan atau material sisa, yang dianggap tidak mempunyai nilai yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri atau juga domestik (rumah tangga). Pengertian limbah menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah benda yang tidak bernilai dan tidak berharga. Serta bisa juga diartikan sebagai sisa proses produksi. Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) mengartikan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan.

Limbah berbeda dengan sampah, sampah cenderung dianggap sebagai sisa hasil buangan yang banyak dijumpai pada kegiatan rumah tangga. Sedangkan limbah

Gambar

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian
Tabel 4.1 Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan
Tabel 4.2 Daftar Nama-nama Perusahaan Di PT.KIM 1 dan KIM 2
Tabel 4.3 Pelaksanaan Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup
+5

Referensi

Dokumen terkait

Limbah B3 adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang dapat membahayakan lingkungan serta makhluk hidup.. Pengertian Limbah B3 Pengertian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Tahun 2010,

Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan pengelolaan limbah, limbah bahan berbahaya dan beracun, pencemaran lingkungan, tentang lingkungan hidup,

Dalam pengawasan pengelolaan limbah B3, pengawas tidak hanya cukup melihat data manifes limbah B3 dari pihak penghasil limbah saja tetapi juga harus mencocokan keakuratan

Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Rumah Sakit yang dilakukan di RSUD Dr.Soetomo Surabaya sudah sesuai dengan persyaratan yang tercantum

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta

ii ABSTRAK PENGELOLAAN LIMBAH B3 BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh ALIVA TUKARRUZZAMAN Penelitian iniberawal dari sampah masker yang di temukan

Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia sangat krusial karena dampaknya pada kesehatan