• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Sektor Industri

N/A
N/A
Satrio Pris

Academic year: 2025

Membagikan "Evaluasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Sektor Industri"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI SEKTOR INDUSTRI

MAKALAH MATA KULIAH MANAJEMEN REKAYASA

LINGKUNGAN

Nama Kelompok : Moch Iqbal Prayoga 221010300034 Satrio Pristama 221010300341 Satrio Herlambang 211010300231 Shina Mesrinejsd 221010300159 Tegar Chanafiah 221010300141

Dosen Pengampu : Sa’ adah Meilufti S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

(2)

KATA PENGANTAR

Rasa puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas Hikmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan baik dan tepat waktu dengan judul “EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI SEKTOR INDUSTRI”. Berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak, Makalah dapat diselesaikan serta izin untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Sa’adah Meilufti S.T., M.T. selaku dosen pengampu makalah.

2. Bapak Nur Rohmat, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin.

3. Teman – teman dekat yang telah mendukung, membantu dan semangat secara materil dan moril selama masa perkuliahan penulis, serta senantiasa menemani pada masa senang dan sulit.

4. Saudara – saudara seperjuangan Angkatan 2022 S1 Teknik Mesin yang telah membantu penulis dalam hal apapun selama jenjang perkuliahan.

Sebagai penutup, penulis berharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini, serta berharap makalah ini dapat menjadi rekomendasi dan bermanfaat bagi berbagai pihak.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

BAB I PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang... 4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan...5

1.4 Manfaat...6

BAB II PEMBAHASAN...7

2.1 Definisi Limbah B3...7

2.2 Mengevaluasi pengelolaan limbah B3 di sektor industri...8

2.3 Bagaimana pengemasan dan Penyimpanan limbah B3 dengan benar.9 2.4 Seperti apa pemanfaatan limbah B3 di sektor industri ...12

BAB III KESIMPULAN...17

3.1 Kesimpulan...17

3.2 Saran... 19

DAFTAR PUSTAKA...20

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Evaluasi Kegiatan Pengemasan Limbah B3 PT.X...11 Tabel 1.2 Evaluasi Kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 PT. X...13

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi katalisator utama dalam perubahan sosial, ekonomi, dan industri di seluruh dunia. Inovasi di bidang sains dan teknologi mendorong efisiensi dalam produksi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa, sehingga meningkatkan taraf hidup manusia secara umum. Dalam konteks ini, sumber daya alam dimanfaatkan secara intensif, baik dalam bentuk eksplorasi langsung maupun melalui penciptaan bahan-bahan sintetik untuk menunjang kebutuhan industri dan konsumen. Namun, di balik semua kemajuan tersebut, terdapat konsekuensi serius yang harus dihadapi, yaitu meningkatnya pencemaran lingkungan akibat limbah dari proses produksi industri.

Salah satu jenis limbah yang menjadi perhatian serius adalah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah B3 merupakan sisa dari kegiatan usaha atau proses produksi yang memiliki karakteristik beracun, reaktif, korosif, mudah terbakar, atau dapat menimbulkan infeksi. Karakteristik ini menjadikan limbah B3 sangat berisiko terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta berpotensi mencemari air, tanah, dan udara jika tidak dikelola dengan baik. Seiring dengan meningkatnya industrialisasi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, timbulan limbah B3 juga meningkat secara signifikan. Hal ini menimbulkan urgensi tersendiri dalam pengelolaannya.

Perkembangan industri di Indonesia selama beberapa dekade terakhir membawa dampak positif dalam aspek ekonomi nasional, seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan daerah. Akan tetapi, dampak negatif dari industrialisasi terhadap lingkungan juga tidak dapat diabaikan. Limbah B3 yang dihasilkan dari berbagai sektor—seperti industri kimia, farmasi, tekstil, makanan dan minuman, hingga pertambangan—mengandung zat-zat yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang. Dampak ini tidak hanya dirasakan pada wilayah industri itu sendiri, tetapi juga dapat menjangkau ekosistem regional hingga global melalui pergerakan air, udara, dan rantai makanan.

Menurut I Made Wahyu Widyarsana (2020), peningkatan industrialisasi di Indonesia yang tidak disertai dengan pengelolaan limbah B3 yang baik berpotensi besar merusak ekosistem dan mengancam keberlangsungan lingkungan hidup. Pemerintah menyadari hal ini dan mengeluarkan berbagai kebijakan dan regulasi untuk mengendalikan dampak lingkungan dari kegiatan industri. Salah satu regulasi utama yang menjadi pijakan dalam pengelolaan limbah B3 adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur prinsip-prinsip dasar pencegahan pencemaran dan

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berikut ini rumusan masalah 1. Definisi limbah B3?

2. Mengevaluasi pengelolaan limbah B3 di sektor industri?

3. Bagaimana pengemasan dan Penyimpanan limbah B3 dengan benar?

4. Seperti apa pemanfaatan limbah B3 di sektor industri?

1.3 Tujuan

Berikut ini tujuan penulisan

1. Menjelaskan definisi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

2. Mengevaluasi pengelolaan limbah B3 di sektor industri, termasuk aspek identifikasi, penyimpanan, pemrosesan, hingga pelaporan, guna menilai tingkat kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.

3. Menjelaskan tata cara pengemasan dan penyimpanan limbah B3 yang benar dan aman, agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan serta sesuai standar teknis yang berlaku.

4. Menguraikan bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 di sektor industri, baik sebagai bahan baku alternatif, energi, maupun produk samping yang memiliki nilai ekonomi dan ramah lingkungan

(7)

1.4 Manfaat

1. Definisi Limbah B3

Menambah pemahaman tentang jenis dan bahaya limbah B3.

2. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 di Industri

Menilai kepatuhan industri terhadap pengelolaan limbah sesuai regulasi.

3. Pengemasan dan Penyimpanan yang Benar

Mencegah pencemaran dan menjaga keselamatan lingkungan serta pekerja.

4. Pemanfaatan Limbah B3 di Industri

Mengurangi limbah, menambah nilai ekonomi, dan mendukung efisiensi sumber daya.

(8)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Limbah B3

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dalam PP No. 18/1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa limbah yang setelah melalui pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut tergolong limbah B3 (Yulinah Trihadiningrum, 2016):

1. Mudah meledak.

2. Mudah terbakar.

3. Reaktif.

4. Beracun.

5. Menyebabkan infeksi.

6. Korosif.

Pada tahun 2014 pemerintahan Indonesia mengundangkan PP No. 101 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang menyebutkan definisi bahan berbahaya dan beracun sebagai : zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan ingkungan hidup, Kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain (pasal 1 ayat 1) (Yulinah Trihadiningrum, 2016).

(9)

2.2 Mengevaluasi pengelolaan limbah B3 di sektor industri?

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Bina Lingkungan Hidup DKI terdapat beberapa industri penghasil limbah B3, diantaranya (Ricky Fendra, 2018):

1. Industri Tekstil dan Kulit

Limbah B3 utama industri tekstil berasal dari zat warna, termasuk senyawa Cr (seperti Na2Cr2O7 dan Na2Cr3o7) serta Naftol berbahaya, H2O2

reaktif, dan HClO toksik. Industri kulit menghasilkan limbah B3 dari berbagai tahap (washing hingga degreasing, lalu tanning hingga polishing) yang menggunakan pewarna mengandung Cr dan H2SO4, menjadikan industri ini penghasil limbah B3.

2. Pabrik Kertas dan Percetakan

Limbah padat berbahaya pabrik kertas berasal dari recovery kimia yang perlu stabilisasi, permesinan, blow down boiler, dan pematangan kertas yang menghasilkan residu beracun menjadi konsentrat lumpur beracun setelah diolah. Limbah berbahaya percetakan berasal dari pencucian rol film, pembersihan mesin, dan pemrosesan film, menghasilkan konsentrat lumpur 1-4% dari limbah cair olahan. Industri persuratkabaran dengan tiras jutaan berpotensi sebagai penghasil limbah B3.

3. Industri Kimia Besar

Kelompok industri penghasil limbah B3 meliputi pabrik resin, pengawet kayu, cat, tinta, gas, pupuk, pestisida, pigmen, dan sabun. Limbah cair olahan pabrik resin menghasilkan lumpur beracun 3-5%. Pembuatan cat menghasilkan lumpur cat beracun (air dan pelarut). Industri tinta menghasilkan limbah terbesar dari pembersihan bejana produksi (cair dan lumpur pekat). Limbah beracun industri pestisida bergantung pada proses pembuatan atau formulasi.

4. Industri Farmasi

Industri farmasi terbagi dua: pembuat bahan dasar obat (lebih berbahaya, terutama antibiotik) dan formulasi/pengepakan (umumnya tidak terlalu berbahaya di Indonesia). Limbah farmasi umumnya berasal dari pencucian alat, produk tidak terjual, dan kadaluarsa

(10)

2.3 Bagaimana pengemasan dan Penyimpanan limbah B3 dengan benar?

Limbah secara umum adalah sisa atau buangan dari berbagai kegiatan dan proses produksi (skala kecil, industri, pertambangan) yang berwujud gas, debu, cair, atau padat. Salah satu jenisnya adalah Limbah B3. Peningkatan aktivitas manusia berbanding lurus dengan peningkatan produksi limbah, sehingga diperlukan regulasi hukum yang mengikat terkait limbah dan pengelolaannya.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur segala aspek mengenai limbah, termasuk larangan, izin, dan sanksi hukum (Hendra Pratama, 2020).

Menurut permenkes RI No. 52 tahun 2018 tentanng keselamatan dan kesehatan kerja di fasilitas pelayanan Kesehatan bahwa pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3 secara aman dan sehat wajib dilakukan oleh fasyankes sesuai dengan standar dan peraturan yang ada. Pengelolaan bahan dan limbah B3 dalam aspek K3 fasyankes harus memastikan pelaksanaan pengelolaan bahan dan limbah B3 taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan tidak hanya pekerja namun pasien, keluarga pasien dan lingkungan fasyankes (Suhariono, ST., MM., MKL 2019).

Limbah B3 mulai menjadi perhatian dunia dan ditangani dengan serius ketika adanya beberapa kasus pencemaran maupun pelepasan bahan kimia berbahaya kelingkungan. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merusak lingkungan namun juga terhadap kelangsungan hidup manusia. Kasus tersebut membuka mata dunia bahwa limbah B3 berbeda dengan limbah lainnya serta pengelolaan limbah perlu dilakukan sedari sumber hingga limbah dapat dibuang secara aman. Berikut contoh kasus limbah B3 (I Made Wahyu Widyarsana, 2020):

 Kasus Stringfellow acid pits

Stringfellow acid pits adalah lokasi tempat pembuangan limbah B3

(11)

kontaminan, netralisasi on – site, dan penutupan landfill (Yulinah Trihadiningrum, 2016).

 Kasus PT. Holcim Indonesia, Tbk Narogong Plant

PT Holcim Indonesia, Tbk Narogong Plant adalah perusahaan di bidang industri semen yang menghasilkan limbah B3 padat dan cair dalam proses produksinya. Pengelolaan limbah B3 di perusahaan ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah No 101 tahun 2014.

Pengelolaan limbah B3 meliputi identifikasi, inventarisasi, pengemasan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan, dan pemanfaatan. PT Holcim Indonesia, Tbk memanfaatkan sebagian besar limbah B3 yang dihasilkan dan dari pihak ketiga sebagai substitusi bahan bakar atau bahan baku produksi (Khurnia Tri Utami, 2018).

Adapun di PT. X upaya pengurangan limbah B3 yang telah dilakukan melalui penggunaan kembali katalis dan kemasan B3, sehingga mengurangi timbulan limbah tersebut. Upaya lain yang mungkin diterapkan adalah mengganti oli trafo PCBs dengan bahan yang lebih ramah lingkungan (Putri Nadia Berliana, 2024).

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021, penghasil dan/atau pengumpul limbah B3 wajib mengetahui karakteristik limbah B3 yang dihasilkan. Dengan demikian, perusahaan penghasil limbah harus memahami kemasan yang tepat untuk penyimpanannya. Evaluasi hasil observasi lapangan pada Perusahaan pengemasan B3 dapat dilihat pada Tabel berikut

(12)

No Parameter Persyaratan Menurut

Peraturan Terkait Realisasi Lapangan Keterangan 1

Kondisi kemasan.

Tidak bocor, tidak berkarat, tidak rusak.

Kemasan

tertutup rapat, tidak bocor, tidak berkarat, tidak

rusak.

Sesuai

2

Bahan Kemasan

Bahan logam atau plastic yang dapat mengemas limbah B3 sesuai karakteristik

limbah.

Bahan kemasan

sesuai dengan

karakteristik limbah. Sesuai

3. Penutup Kemasan

Penutup yang kuat untuk mencegah terjadi

tumpahan.

Kemasan ditutup dengan baik dan rapat

Sesuai

4. Jenis Kemasan

Drum, jumbo bag, tangki IBC, container, kemasan dan/atau wadah lainnya sesuai karakteristik limbah B3.

Menggunakan

drum, jumbo bag, dan wadah

lainnyasesuai

karakteristik limbah B3.

Sesuai

5.

Pengemasan menggunakan

kemasan bekas B3

Katagori dan/atau karakteristiknya sama atau saling cocok dengan limbah B3 sebelumnya. Untuk limbah B3 yang

Sesuai katagori dan karakteristiknya sama atau saling cocok

dengan limbah B3 sebelumnya.

Sesuai

(13)

Berliana, 2024

(14)

Berdasarkan Tabel 1.1, pengemasan limbah B3 di PT. X telah sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 (Putri Nadia Berliana, 2024).

Evaluasi pemberian simbol dan label limbah B3 di PT X, didasarkan pada Permen LHK No 14 Tahun 2013, menunjukkan hampir kesesuaian dengan peraturan. Namun, wadah kosong belum diberi label "KOSONG" sesuai ketentuan ukuran dan tulisan. PT X tidak menggunakan label ini, sehingga pemberian simbol dan label limbah B3 belum 100% sesuai peraturan.

Evaluasi penyimpanan limbah B3 di PT X, didasarkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021 dan Permen LHK P.12/MENLHK/SETJEN/KUM.3/5/2020, menunjukkan hasil yang hampir memenuhi ketentuan. Namun, penyimpanan limbah B3 di PT X belum dilengkapi dengan sumur pantau (Putri Nadia Berliana, 2 024).

2.4 Seperti apa pemanfaatan limbah B3 di sektor industri?

Evaluasi pemanfaatan limbah B3 (gipsum dan kapur) PT X mengacu pada PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup se rta Permen LHK Nomor P.18/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2020 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Putri Nadia Berliana, 2024).

Hasil evaluasi pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pemanfaatan limbah B3 di PT. X telah memenuhi sebagian besar persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Gipsum dan kapur yang dikategorikan sebagai limbah B3 digunakan kembali sebagai bahan baku dan bahan substitusi dalam proses produksi.

Komposisi penggunaannya telah disesuaikan agar tidak melebihi batasan yang diatur dan tetap aman bagi lingkungan.

(15)

No Parameter

Persyaratan Menurut Peraturan

Terkait

Realisasi Lapangan Keterangan

1. Sifat limbah B3

Sifat dan/Fungsi yang sama sebagai bahan baku dan/atau bahan

baku yang

disubtitusikan

Sifat dan/atau fungsinya sama sebagai bahan baku (gipsum dan kapur) dan bahan baku yang didistribusikan

(kapur)

Sesuai

2. Komposisi limbah B3

- Lebih kecil dari

100% dari

keseluruhan bahan

baku yang

digunakan (jika dimanfaatkan menjadi subtitusi bahan baku)

- 100% dari

keseluruhan bahan

baku yang

digunakan

(Jika dimanfaatkan menjadi bahan baku)

- Lebih kecil dari100% dari keseluruhan bahan

baku yang

digunakan (kapur5%)

- 100% dari

keseluruhan bahan

baku yang

digunakan (gipsum dan kapur)

Sesuai

3.

Spesifikasi produk hasil pemanfaata n

- Memenuhi

Standar Nasional Indonesia dan/atau standar lain yangsetara

- Memenuhi Standar Nasional Indonesia

dan/atau standar lain yang setara

Sesuai

(16)

No Parameter

Persyaratan Menurut Peraturan

Terkait

Realisasi Lapangan Keterangan

- Memenuhi baku mutulingkungan hidup

(SNI 02-0482- 1998, SNI 715:

2016, dan izin

edar Nomor

04.03.2013.026.)

4. Pemantaua n

- Melakukan pemeriksaan terhadap kemasan Limbah B3 - Melakukan

pengawasan pada saat menempatkan dan/atau

memindahkan Limbah B3 dari fasilitas

Penyimpanan

Limbah B3

kefasilitas Pemanfaatan Limbah B3 - Melakukan pencatatan

- Melakukan pemeriksaan terhadap kemasan Limbah B3 - Melakukan

pengawasan pada saat menempatkan dan/atau

memindahkan Limbah B3 dari fasilitas

Penyimpanan Limbah B3 ke Sesuai

fasilitas Pemanfaatan Limbah B3 - Melakukan

Sesuai

(17)

No Parameter

Persyaratan Menurut Peraturan

Terkait

Realisasi Lapangan Keterangan

- Melakukan pemantauan standar lingkungan hidup

- Melakukan pemantauan standar lingkungan hidup - Melakukan

pengawasan terhadap prosedur tata laksana kebersihan.

- Menyusun dan menyampaikan laporan

Pemanfaatan

Limbah B3

Melakukan uji terhadap produk hasil Pemanfaatan Limbah B3 secara berkala 3-4 jam sekali

5. Perizinan

Memiliki izin kegiatan

Pemanfaatan Limbah B3

Memiliki izin kegiatan

Pemanfaatan Limbah B3

Sesuai

6.

Sistem tanggap darurat

Memiliki

dokumen program kedaruratan

Memiliki

dokumen prosedur keadaan darurat

Sesuai

(18)

No Parameter

Persyaratan Menurut Peraturan

Terkait

Realisasi Lapangan Keterangan Pengelolaan

Limbah B3.

7.

Tenaga kerja kegiatan pemanfaata n Limbah B3

Memiliki tenaga

kerja yang

bersertifikat kompetensi dibidang Pengelolaan Limbah B3.

Memiliki tenaga

kerja yang

bersertifikat kompetensi di bidang

Pengelolaan Limbah B3.

Sesuai

Table 1.2 Evaluasi Kegiatan pemanfaatan Limbah B3 PT.X Sumber : Putri Nadia Berliana, 2024

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa Kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 di PT. X telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan ketentuan dan persyaratan pemanfaatan Limbah B3 (Putri Nadia Berliana, 2024).

PT X memiliki izin menyimpan dan mendaur ulang limbah B3 berupa gipsum dan kapur, namun belum memiliki izin untuk menangani limbah B3 secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan limbah B3 PT X dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga, yang diperbolehkan oleh Pasal 59 ayat 3 UUPPLH dan Pasal 355 ayat 1 PP Nomor 22 Tahun 2021 bagi penghasil yang tidak mampu mengolah sendiri.

Pihak ketiga ini disebut Pengolah Limbah B3, yang berdasarkan Permen LHK Nomor 6 Tahun 2021 adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah B3 dan telah memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan.

Keberadaan jasa pengolah limbah B3 berperan penting dalam pemulihan

(19)

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi isu yang sangat penting dalam dunia industri karena dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Limbah B3 merupakan sisa dari kegiatan usaha yang bersifat beracun, reaktif, korosif, mudah terbakar, dan/atau menimbulkan infeksi, sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara cermat, sesuai standar, dan dengan pengawasan ketat.

Makalah ini menunjukkan bahwa sektor industri—terutama industri tekstil, kulit, kertas, kimia, dan farmasi—merupakan penyumbang utama limbah B3 di Indonesia. Jenis limbah yang dihasilkan sangat beragam, mulai dari lumpur beracun hasil produksi, sisa bahan kimia, hingga limbah medis yang berpotensi menularkan penyakit.

Pengelolaan limbah B3 yang ideal meliputi beberapa tahapan penting: identifikasi, pengurangan, penyimpanan, pengemasan, pelabelan, pemanfaatan kembali (reuse), serta kerja sama dengan pengolah pihak ketiga jika perusahaan belum mampu menangani secara mandiri. Semua tahapan ini harus merujuk pada regulasi pemerintah, antara lain UU No. 32 Tahun 2009, PP No. 101 Tahun 2014, dan Permen LHK yang relevan.

Studi kasus pada PT. X menunjukkan bahwa perusahaan telah melaksanakan beberapa aspek pengelolaan limbah B3 dengan cukup baik. Mereka berhasil:

 Melakukan pengemasan dan pelabelan limbah sesuai standar, meskipun ada kekurangan pada penggunaan label untuk wadah kosong.

 Menyimpan limbah B3 dalam kemasan yang sesuai dan aman, walaupun belum dilengkapi sumur pantau sebagai bentuk mitigasi risiko lingkungan.

 Memanfaatkan kembali limbah seperti kapur dan gipsum untuk digunakan dalam proses produksi, sebagai bentuk upaya efisiensi sumber daya dan pengurangan limbah.

 Memiliki tenaga kerja bersertifikasi dan sistem tanggap darurat yang tertuang dalam dokumen prosedur darurat.

(20)

Namun demikian, perusahaan ini belum memiliki izin lengkap untuk pengolahan limbah B3 secara menyeluruh dan masih bergantung pada pihak ketiga dalam proses pengolahan akhir limbah. Ketergantungan ini sah secara hukum, namun tetap menunjukkan adanya keterbatasan fasilitas internal dalam pengelolaan limbah yang berkelanjutan.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 di sektor industri di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, baik dari sisi regulasi, kesadaran perusahaan, ketersediaan teknologi, hingga keterbatasan sumber daya manusia. Namun, makalah ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan limbah B3 yang baik dan sesuai standar tidak hanya memungkinkan industri tetap beroperasi dengan aman, tetapi juga dapat mengubah limbah menjadi sumber daya alternatif yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan.

(21)

3.2 Saran

Berdasarkan hasil evaluasi dan pembahasan yang telah diuraikan dalam makalah ini, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di sektor industri.

Pertama, diperlukan peningkatan kesadaran dan edukasi di kalangan pelaku industri mengenai pentingnya pengelolaan limbah B3 yang tepat. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan rutin, serta kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pihak swasta untuk menyebarkan informasi dan membangun budaya sadar lingkungan.

Selanjutnya, industri perlu memperkuat komitmennya terhadap kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pengelolaan limbah B3. Kepatuhan ini tidak hanya terbatas pada proses teknis pengemasan, pelabelan, dan penyimpanan, namun juga mencakup pelaporan dan pemanfaatan limbah secara bertanggung jawab dan transparan.

Untuk mendukung hal tersebut, perusahaan perlu memperbaiki dan melengkapi infrastruktur pengelolaan limbah yang sesuai standar, seperti menyediakan sumur pantau untuk memantau potensi pencemaran lingkungan, serta memperbaiki ketidaksesuaian teknis seperti pelabelan wadah limbah yang belum sepenuhnya memenuhi ketentuan.

Pemerintah juga disarankan untuk memperkuat sistem pengawasan, mempercepat proses perizinan, dan menegakkan sanksi hukum secara tegas terhadap pelanggaran pengelolaan limbah B3. Hal ini akan mendorong terciptanya kepatuhan dan tata kelola lingkungan yang lebih baik di sektor industri.

Selain itu, pengembangan dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan harus terus didorong agar limbah B3 tidak hanya menjadi beban lingkungan, tetapi juga dapat

dimanfaatkan kembali sebagai sumber daya alternatif yang memiliki nilai ekonomis.

Dalam hal ini, kerja sama dengan pihak ketiga pengolah limbah yang telah memiliki izin dan kompetensi menjadi sangat penting, terutama bagi perusahaan yang belum memiliki fasilitas pengolahan internal.

Terakhir, penting bagi setiap perusahaan untuk menyusun standar operasional prosedur (SOP) internal terkait pengelolaan limbah B3, serta secara berkala melakukan evaluasi dan perbaikan sistem agar sesuai dengan perkembangan regulasi dan teknologi

(22)

Pemerintah juga disarankan untuk memperkuat sistem pengawasan, mempercepat proses perizinan, dan menegakkan sanksi hukum secara tegas terhadap pelanggaran pengelolaan limbah B3. Hal ini akan mendorong terciptanya kepatuhan dan tata kelola lingkungan yang lebih baik di sektor industri.

Selain itu, pengembangan dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan harus terus didorong agar limbah B3 tidak hanya menjadi beban lingkungan, tetapi juga dapat

dimanfaatkan kembali sebagai sumber daya alternatif yang memiliki nilai ekonomis.

Dalam hal ini, kerja sama dengan pihak ketiga pengolah limbah yang telah memiliki izin dan kompetensi menjadi sangat penting, terutama bagi perusahaan yang belum memiliki fasilitas pengolahan internal.

Terakhir, penting bagi setiap perusahaan untuk menyusun standar operasional prosedur (SOP) internal terkait pengelolaan limbah B3, serta secara berkala melakukan evaluasi dan perbaikan sistem agar sesuai dengan perkembangan regulasi dan teknologi terbaru.

Dengan pelaksanaan saran-saran tersebut, diharapkan pengelolaan limbah B3 di sektor industri dapat berjalan lebih optimal, berkelanjutan, dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Hendra Pratama. (2020). Penerapan Wate Hierarchy : Pada Limbah B3 Abu Batubara PT. AMNT.

Khurnia Tri Utami. (2018). Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Studi Kasus PT. Holcim Indonesia, TBK Narogong.

Putri Nadia Berliana. (2024). KajianPengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) PT.

X, (View of Kajian Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) PT. X).

Ricky Fendra. (2018). Jenis Industri B3” JENIS INDUSTRI B3. Suhariono. 2019.

Teknis Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbahnya di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Cetakan Pertama. Ponorogo:

Uwais Inspirasi Indonesia. ISBN 978-623-227-351-1.

Trihadiningrum, Yulinah. (2016). Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Yogyakarta: Teknosain. ISBN 978-602-74479-8-1.

Widyarsana, I. M. W. (2020). Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Indonesia. Bandung: ITB Press. ISBN 978-623-7568-74-2.

(24)

Gambar

Table 1.2 Evaluasi Kegiatan pemanfaatan Limbah B3 PT.X Sumber : Putri Nadia Berliana, 2024

Referensi

Dokumen terkait

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) UNTUK MENGURANGI PAPARAN TERHADAP. TENAGA KERJA DAN LINGKUNGAN DI LABORATORIUM PT PERTAMINA (PERSERO) REFINERY

Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat

Pada penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai implementasi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di

Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, jika dalam kegiatan reduksi masih menghasilkan

Dalam tugas akhir ini dijabarkan mengenai penilaian pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di suatu perusahaan, sehingga nantinya dapat digunakan untuk

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta

Penerapan sanksi administrasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi terhadap pelanggaran pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) rumah sakit belum

Pengemasan Setelah Masuk TPS Jenis Limbah Karakteristik Kemasan Ukuran WWT Sludge Beracun Jumbo Bag 2 Ton Water Coolant Beracun Drum Baja 200 L Bahan Kimia Kadaluwarsa Korosif,