• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisis dan Efektivitas Sediaan Wound Dressing Nanosilver dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Karakteristik Fisis dan Efektivitas Sediaan Wound Dressing Nanosilver dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIS DAN EFEKTIVITAS SEDIAAN WOUND DRESSING NANOSILVER DENGAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN

TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi

Oleh

Ignasius Andika Nugrahanto NIM: 198114027

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(2)

i

KARAKTERISTIK FISIS DAN EFEKTIVITAS SEDIAAN WOUND DRESSING NANOSILVER DENGAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN

TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi

Oleh

Ignasius Andika Nugrahanto NIM: 198114027

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2022

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

KARAKTERISTIK FISIS DAN EFEKTIVITAS SEDIAAN WOUND DRESSING NANOSILVER DENGAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN

TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)

Skripsi diajukan oleh Ignasius Andika Nugrahanto

NIM: 198114027

telah disetujui oleh Pembimbing

Dr. apt. Rini Dwiastuti tanggal 7 Desember 2022

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

KARAKTERISTIK FISIS DAN EFEKTIVITAS SEDIAAN WOUND DRESSING NANOSILVER DENGAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN

TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)

Oleh:

Ignasius Andika Nugrahanto NIM: 198114027

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 5 Januari 2023

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Dr. apt. Dewi Setyaningsih

Panitia Penguji Tanda tangan

1. Dr. Jeffry Julianus, M. Si ………..

2. Dr. apt. Sri Hartati Yuliani ………..

3. Dr. apt. Rini Dwiastuti ………..

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis dan buat ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya tulis ilmiah. Apabila nanti di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 4 Desember 2022 Penulis,

Ignasius Andika Nugrahanto

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Ignasius Andika Nugrahanto Nomor Mahasiswa : 198114027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Karakteristik Fisis dan Efektivitas Sediaan Wound Dressing Nanosilver dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpang, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak keberatan jika nama, tanda tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin pencari (search engine), misalnya google.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 4 Desember 2022

Yang menyatakan

Ignasius Andika Nugrahanto

(7)

vi ABSTRAK

Nanosilver (AgNPs) adalah salah satu nanopartikel yang paling banyak diteliti dan dikembangkan saat ini. Nanosilver memiliki sifat antimikroba sehingga dapat digunakan sebagai pembalut luka maupun semprotan antiseptik. Nanosilver dapat disintesis dengan ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) karena daun teh hijau mengandung senyawa katekin yang berperan dalam proses reduksi ion Ag+ menjadi Ag nanopartikel. Proses sintesis nanosilver menggunakan metode sonikasi dan dilanjutkan proses purifikasi menggunakan sentrifugator. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisis yang baik dari sediaan nanosilver dan mengetahui efektivitasnya sebagai wound dressing.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan variabel bebas yaitu variasi durasi sonikasi dan variasi jumlah semprotan spray, serta variabel tergantung yaitu persen penutupan luka dan sifat fisis sediaan nanosilver spray. Data hasil uji sifat fisik dianalisis dengan metode analisis deskriptif, sedangkan persen penutupan luka dianalisis dengan metode Paired Sample T-Test dengan taraf kepercayaan 95% melalui program excel dan minitab 20.

Hasil yang didapatkan sediaan nanosilver spray memenuhi parameter kualitas sifat fisis nanosilver dengan nilai persen transmitan 97,33-97,92%, ukuran partikel 79,7-85,8 nm, kecuali pada parameter pH dengan nilai <4,5. Kemudian didapatkan nilai p-value <0,05 pada perlakuan nanosilver spray, sehingga nanosilver spray efektif sebagai wound dressing secara statistik. Adapun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan terkait uji stabilitas dan uji antibakteri.

Kata kunci: nanosilver, daun teh hijau, sintesis, wound dressing, penutupan luka

(8)

vii ABSTRACT

Nanosilver (AgNPs) is one of the most researched and developed nanoparticles today. Nanosilver has antimicrobial properties so it can be used as a wound dressing or as an antiseptic spray. Nanosilver can be synthesized by extracting green tea leaves (Camellia sinensis L.) because green tea leaves contain catechins which play a role in the reduction process of Ag+ ions into Ag nanoparticles. The nanosilver synthesis process uses the sonication method and is continued with the purification process using a centrifugator. This study aims to determine the good physical characteristics of the nanosilver preparation and determine its effectiveness as a wound dressing.

This research is a purely experimental study with independent variables, namely variations in the duration of sonication and variations in the number of sprays, and the dependent variables, namely the percentage of wound closure and the physical properties of the nanosilver spray preparation. Data from physical properties test results were analyzed using descriptive analysis method, while the percentage of wound closure was analyzed using the Paired Sample T-Test method with a 95% confidence level through the excel and minitab 20 program.

The results obtained with nanosilver spray met the quality parameters of nanosilver's physical properties with a transmittance percentage 97,33-97,92%, particle size 79,7-85,8 nm, except for the pH parameter with a value of <4.5. Then the p-value <0.05 was obtained in the nanosilver spray treatment, so that the nanosilver spray was statistically effective as a wound dressing. As for further research needs to be done related to the stability test and antibacterial test.

Keywords: nanosilver, green tea leaf, synthesis, wound dressing, wound closure

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II ... 5

A. Tanaman Teh Hijau (Camellia sinensis L.) ... 5

1. Taksonomi Tanaman Teh Hijau ... 5

2. Morfologi Tanaman Teh Hijau ... 5

3. Manfaat Tanaman Teh Hijau ... 6

4. Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau ... 6

B. Ekstraksi ... 7

C. Teknologi Nanopartikel ... 7

D. Nanosilver ... 8

1. Pengertian Nanosilver ... 8

2. Sintesis Nanosilver ... 9

3. Aplikasi Biologis Nanosilver ... 9

E. Wound Healing ... 10

F. Sediaan Spray ... 11

(10)

ix

G. Landasan Teori ... 11

H. Hipotesis... 12

BAB III ... 13

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 13

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel... 13

1. Variabel Utama ... 13

2. Variabel Pengacau... 13

3. Definisi Operasional ... 13

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 14

D. Tata Cara Penelitian ... 15

1. Ekstraksi Daun Teh Hijau ... 15

2. Pembuatan Larutan AgNO3 1 mM ... 15

3. Sintesis dan Purifikasi Nanosilver ... 16

4. Penentuan Panjang Gelombang ... 16

5. Uji Nilai Persen Transmitan (%T) ... 17

6. Uji Ukuran Partikel ... 17

7. Uji Organoleptis ... 17

8. Uji pH... 17

9. Uji Efektivitas Sediaan Nanosilver Spray Sebagai Wound Dressing ... 18

10. Pengumpulan Data dan Analisis Hasil ... 18

BAB IV ... 19

A. Ekstraksi Daun Teh Hijau ... 19

B. Proses Sintesis dan Purifikasi Nanosilver ... 19

C. Hasil Panjang Gelombang dan Persen Transmitan ... 24

D. Hasil Uji Ukuran Partikel ... 28

E. Hasil Uji Organoleptis ... 30

F. Hasil Uji pH ... 30

G. Pemilihan Perlakuan Sintesis Nanosilver ... 34

H. Proses Perlukaan dan Perlakuan Terhadap Hewan Uji ... 35

I. Hasil Uji Efektivitas Sediaan Nanosilver Spray Sebagai Wound Dressing ... 36

BAB V ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

(11)

x

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN ... 50 BIOGRAFI PENULIS ... 66

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Panjang Gelombang Sebelum dan Sesudah Purifikasi Nanosilver ... 24

Tabel II. Persen Transmitan Sebelum dan Sesudah Purifikasi Nanosilver ... 26

Tabel III. Nilai Ukuran Partikel, Indeks Polidispersitas, dan Zeta Potensial ... 28

Tabel IV. Hasil Uji pH Larutan Nanosilver ... 31

Tabel V. Persentase Penutupan Luka ... 40

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Teh Hijau ... 5

Gambar 2. Mekanisme Green Synthesis Nanosilver ... 20

Gambar 3. Tiga Fase Mekanisme Green Synthesis ... 21

Gambar 4. Larutan Sintesis Nanosilver ... 22

Gambar 5. Proses Purifikasi Nanosilver ... 23

Gambar 6. Pengotor Setelah Proses Purifikasi Nanosilver ... 23

Gambar 7. Kontrol Negatif; (a): Larutan AgNO3, (b): Infusa Teh Hijau ... 25

Gambar 8. Perbandingan Organoleptis Larutan Nanosilver dan Ekstrak ... 30

Gambar 9. Perbandingan Hasil Uji pH pada Larutan Dapar pH 4 ... 32

Gambar 10. Perbandingan Hasil Uji pH pada Larutan Dapar pH 7 ... 33

Gambar 11. Perbandingan Hasil Uji pH pada Larutan Sintesis Nanosilver... 33

Gambar 12. Proses Pembuatan Luka Biopsy pada Punggung Tikus ... 36

Gambar 13. Kondisi Luka Biopsy pada Punggung Tikus di Hari ke-4 ... 37

Gambar 14. Kondisi Luka Biopsy pada Punggung Tikus di Hari ke-10 ... 38

Gambar 15. Kondisi Luka Biopsy pada Punggung Tikus di Hari ke-14 ... 39

Gambar 16. Persentase Penutupan Luka ... 40

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat, Bahan, dan Instrumen Penelitian ... 50

Lampiran 2. Hasil Nanosilver Sebelum dan Sesudah Purifikasi ... 53

Lampiran 3. Panjang Gelombang dan Persen Transmitan Sebelum Purifikasi ... 54

Lampiran 4. Panjang Gelombang dan Persen Transmitan Sesudah Purifikasi ... 54

Lampiran 5. Grafik Panjang Gelombang Kontrol ... 55

Lampiran 6. Grafik Panjang Gelombang Sebelum Purifikasi ... 56

Lampiran 7. Grafik Panjang Gelombang Sesudah Purifikasi ... 57

Lampiran 8. Grafik Persen Transmitan Sebelum Purifikasi ... 58

Lampiran 9. Grafik Persen Transmitan Sesudah Purifikasi ... 59

Lampiran 10. Hasil Ukuran Partikel dan PI Larutan Sintesis Nanosilver ... 60

Lampiran 11. Hasil Zeta Potensial Larutan Sintesis Nanosilver ... 61

Lampiran 12. Ethical Clearance ... 62

Lampiran 13. Hasil Analisis Paired T-Test ... 63

Lampiran 14. Hasil ANOVA: Single Factor Test ... 64

Lampiran 15. Perhitungan Konsentrasi Nanosilver ... 65

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nanosilver merupakan salah satu contoh produk nanoteknologi yang paling sering diteliti dan dikembangkan saat ini. Dari penelitian yang sudah ada ukuran partikel dari nanopartikel adalah 1-1000 nm(Raliya dkk., 2016), sedangkan untuk nanosilver sendiri memiliki rentang ukuran partikel 1-100 nm (Helmlinger dkk., 2016). Nanosilver memiliki karakteristik panjang gelombang maksimum pada rentang 400-450 nm dan memiliki sensor optik yang unik yaitu Surface Plasmon Resonance (SPR) (Lavakumar dkk., 2015; Rajabiah, 2016). Nanosilver menarik untuk diteliti dan terus dikembangkan karena nanopartikel ini memiliki sifat antimikroba sehingga dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi seperti kain pembalut luka yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, semprotan antiseptik dan pelapis antimikroba untuk perangkat medis yang mensterilkan udara dan permukaan (Fabiani dkk., 2019).

Nanosilver dapat disintesis dengan metode fisika, kimia dan biologi.

Meskipun metode fisika dan kimia menghasilkan partikel yang murni, namun metode tersebut mahal dan tidak ramah lingkungan. Hal ini yang membuat beberapa peneliti menggunakan metode baru, yaitu biosintesis nanopartikel berbasis tumbuhan sebagai bioreduktor yang disebut dengan metode green synthesis. Penggunaan senyawa organik tumbuhan untuk sintesis nanopartikel merupakan metode yang ramah lingkungan, serta lebih sederhana (Rahim dkk., 2020). Terdapat banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai bioreduktor dalam proses biosintesis nanosilver salah satunya adalah teh hijau.

Daun teh hijau mengandung senyawa katekin turunan dari senyawa flavonoid yang memiliki gugus fungsi hidroksil (-OH) dan dapat berperan dalam proses reduksi ion Ag+ menjadi Ag nanopartikel. Sifat dari senyawa katekin ini mudah mengalami oksidasi yaitu pelepasan atau pendonor elektron untuk menghambat molekul antioksidan menjadi radikal bebas. Gugus fungsi hidroksil pada senyawa katekin dapat bekerja sebagai reduktor dengan mendonorkan

(16)

2

elektron ke ion Ag+ sehingga dihasilkan nanosilver. Berdasarkan sifat antioksidan dan mudahnya mengalami oksidasi, bioreduktor ini dapat mempermudah proses pembentukan nanosilver yang mengalami proses reduksi (Rahim dkk., 2020).

Proses sintesis nanosilver memerlukan proses pemanasan untuk mereaksikan prekursor logam AgNO3 dengan bioreduktor dari ekstrak bahan alam yang dipakai. Metode sonikasi menggunakan alat sonikator menjadi salah satu metode yang sering digunakan dan sudah terbukti berhasil untuk mensintesis nanosilver (Basule, 2021). Metode sonikasi dipilih karena selain metodenya lebih mudah dan jalur reaksinya lebih cepat, metode sonikasi juga memiliki kelebihan dapat memecah kristal berukuran besar menjadi kristal berukuran kecil hingga berskala nano. Pecahnya ukuran kristal menjadi nano ini dapat meningkatkan luas permukaan dan mengurangi terjadinya aglomerasi karena gelombang suara pada metode sonikasi dapat memisahkan penggumpalan partikel sehingga terdapat rongga pemisah antar partikel (Nuraeni, 2017).

Nanosilver yang sudah disintesis akan digunakan sebagai wound dressing pada luka biopsy tikus. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas nanosilver ekstrak daun teh hijau sebagai sediaan wound dressing. Pengaplikasian nanosilver sebagai wound dressing dapat dilakukan secara langsung pada luka dalam bentuk sediaan serbuk atau larutan (Krishnan dkk., 2020). Nanosilver yang dikenal juga dengan AgNPs dapat secara efektif mencegah infeksi luka dan meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang terluka. Pembalut luka yang dilapisi AgNPs memiliki aktivitas antibakteri yang cukup besar dan memperbaiki jaringan lebih cepat dan lebih efisien (Krishnan dkk., 2020).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah karakteristik fisis sediaan nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) untuk wound dressing memenuhi syarat fisis yang baik sebagai sediaan topikal?

2. Apakah nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) efektif digunakan sebagai wound dressing?

(17)

3

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian didasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu:

1. Penelitian oleh Rengga dkk (2017) melaporkan bahwa nanosilver berhasil disintesis menggunakan ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dengan metode pemanasan yang dilakukan menggunakan hotplate.

2. Penelitian oleh Khrisnan dkk (2020) melaporkan bahwa nanosilver aman dan efektif digunakan sebagai wound dressing serta dapat menjadi pengganti antibiotik yang menjanjikan.

3. Penelitian oleh Basule (2021) melaporkan bahwa nanosilver berhasil disintesis menggunakan ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dengan metode sonikasi dan sudah didapatkan area optimal untuk proses sintesisnya.

Berdasarkan penelurusan pustaka yang dilakukan, penelitian terkait

“Karakteristik Fisis dan Efektivitas Sediaan Wound Dressing Nanosilver dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)” belum pernah dilakukan sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik fisis sediaan nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang digunakan sebagai wound dressing memenuhi syarat fisis yang baik atau tidak sebagai sediaan topikal.

2. Mengetahui efektivitas nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) yang digunakan sebagai wound dressing.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu kefarmasian mengenai formulasi sediaan farmasi teknologi nanopartikel khususnya nanosilver dengan menggunakan bioreduktor bahan alam.

(18)

4 2. Manfaat Metodologis

Kontribusi terhadap pengembangan ilmu kefarmasian terkait karakteristik fisis dan efektivitas sediaan wound dressing nanosilver dengan bioreduktor bahan alam.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada akademisi maupun khalayak umum mengenai karakteristik fisis dan efektivitas sediaan wound dressing nanosilver dengan bioreduktor bahan alam.

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

Gambar 1. Tanaman Teh Hijau (Shiravastava RR dkk., 2018) 1. Taksonomi Tanaman Teh Hijau

Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridiplantae Infrakingdom : Streptophyta Superdivisio : Embryophyta Divisio : Tracheophyta Subdivisio : Spermatophytina Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniide Superordo : Asteranae Ordo : Ericales Familia : Theaceae Genus : Camellia L.

Spesies : Camellia sinensis (L.) Kuntze

(Vishnoi dkk., 2018) 2. Morfologi Tanaman Teh Hijau

Teh hijau atau Camellia sinensis L. adalah tumbuhan dari famili Theaceae dan genus Camellia, umumnya dikenal sebagai "Teh" atau "Cha”. Tanaman teh hijau merupakan tanaman perdu yang selalu hijau dengan jumlah cabang yang banyak. Tanaman teh hijau memiliki bunga kuning-putih dan daun panjang bergerigi. Bunganya aksila, soliter, atau hingga tiga dalam satu tandan dengan

(20)

6

diameter 2,5-3,5 cm dan memiliki enam hingga delapan kelopak. Kelopak luarnya sepaloid dan kelopak bagian dalam lonjong hingga lonjong lebar. Ada banyak benang sari dengan panjang 0,8-1,3 cm. Daun muda memiliki rambut putih pendek di bagian bawahnya dan cabang muda berwarna kuning keabu-abuan. Tunas terminal berwarna abu-abu keperakan dan ditutupi dengan lapisan rambut halus kecil. Tangkai daun memiliki panjang 4-7 mm, ditutupi dengan rambut lembut pendek; berbulu halus. Helaian daun berbentuk elips atau lonjong. Biji berwarna coklat, tidak terlalu membulat, dan diameter 1-1,4 cm. Tanaman ini dapat dibudidayakan di daerah dengan suhu 14-27°C, tanah dengan pH 4,5-7,3 dan kondisi lingkungan yang sangat lembab dengan curah hujan tahunan 70-310 cm (Shrivastava RR dkk., 2018).

3. Manfaat Tanaman Teh Hijau

Tanaman teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki banyak manfaat di bidang Kesehatan. Untuk kesehatan sistemik teh hijau memiliki manfaat sebagai agen antidiabetes, agen antiparkinson, agen antialzheimer, agen antiobesitas, menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke, agen antimikroba, agen antivirus, agen antitiroid, meningkatkan kepadatan tulang, agen antikanker, agen antikatarak, dan agen antiinflamasi. Selain kesehatan sistemik tanaman teh hijau (Camellia sinensis L.) mempunyai manfaat untuk kesehatan oral seperti agen antikariogenik yang menghambat pembentukan karies gigi, dan bahkan teh hijau secara signifikan dapat mengurangi bau mulut. Yang terakhir tanaman teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki manfaat untuk kesehatan topikal seperti pengobatan luka bakar dan inflamasi, menghentikan atau memperlambat pendarahan, meredakan gatal pada ruam dan gigitan serangga, membantu regenerasi kulit, penyembuhan luka, atau pengobatan kondisi epitel tertentu seperti sariawan; keratosis aktinik; psoriasis;

rosacea dan bahkan memiliki aktivitas antiketombe (Vishnoi dkk., 2018).

4. Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau

Selain berfungsi sebagai agen pengobatan, tanaman teh hijau dapat berperan sebagai bioreduktor dalam proses sintesis nanosilver. Sintesis nanosilver dapat dilakukan mengunakan ekstrak tumbuhan yang mengandung terpenoid, flavonoid, polifenol, saponin dan alkaloid (Fabiani dkk, 2019). Ekstrak daun teh hijau

(21)

7

(Camellia sinensis L.) mengandung senyawa aktif flavonoid dan polifenol sehingga dapat digunakan sebagai bioreduktor dalam proses sintesis nanosilver (Rahim dkk., 2020). Senyawa flavonoid terdiri dari 15 atom karbon, dimana senyawa ini memiliki dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh sebuah jembatan dengan tiga karbon, gugus hidroksil pada flavonoid cenderung meningkatkan hidrofilisitas atau solubilitas air. Senyawa flavonoid berpotensi sebagai bioreduktor karena memiliki kemampuan mendonasikan atom atau elektron hidrogen. Gugus hidroksil (-OH) dari flavonoid menjadi bioreduksi logam ion dengan mengubah Ag+ menjadi Ag nanopartikel (Ovais dkk, 2018; Rahim dkk, 2020). Berdasarkan penelitian Basule (2021) senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam daun teh hijau dapat digunakan sebagai bioreduktor dan berhasil untuk mensintesis nanosilver.

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan zat atau senyawa dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai, dimana ekstraksi banyak digunakan untuk penemuan obat tradisional. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi (Mukhriani, 2014).

Ekstraksi dibagi menjadi 2 metode yaitu metode konvensional dan metode modern, salah satu metode konvensional ekstraksi adalah maserasi dan infundasi.

Sedangkan untuk metode esktraksi modern diantaranya yaitu ekstraksi Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE) (Utami dkk, 2020). Pada penelitian ini akan menggunakan metode infundasi. Infundasi sendiri merupakan metode pengambilan sari dengan cara menyari simplisia dalam air pada suhu 90°C dalam waktu 15 menit. Infundasi merupakan metode yang umum digunakan untuk mengambil kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Keuntungan dari metode ini adalah alat yang digunakan sangat sederhana sehingga biaya operasional murah, tetapi memiliki kekurangan hasil ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang (Ansel, 2005).

C. Teknologi Nanopartikel

Teknologi nanopartikel atau sering disebut nanoteknologi merupakan salah satu teknologi paling modern di dunia yang memiliki fitur dan aplikasi unik

(22)

8

di segala bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Aali, 2021). Ukuran nanoteknologi atau nanopartikel adalah 1-1000 nm (Raliya dkk., 2016). Secara umum Nanoteknologi dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan (desain), pembuatan dan aplikasi struktur atau material yang berdimensi nanometer.

Nanoteknologi tidak hanya sebatas tentang cara menghasilkan material atau partikel yang berukuran nanometer, melainkan memiliki pengertian yang lebih luas termasuk cara memproduksi serta mengetahui kegunaan sifat baru yang muncul dari material nano yang telah dibuat (Ariyanta, 2014). Nanoteknologi memiliki cakupan aplikasi yang sangat luas di berbagai bidang seperti kesehatan, kosmetik, makanan, ilmu biomedis, industri kimia, mekanik, optik, industri penerbangan, dan masih banyak lagi (Iravani dkk., 2014).

D. Nanosilver 1. Pengertian Nanosilver

Nanosilver (AgNPs) atau nanopartikel perak adalah salah satu nanopartikel yang paling banyak diteliti dan dikembangkan saat ini (Rahim, 2020). Ukuran nanosilver ialah 1-100 nm (Helmlinger dkk., 2016). Nanosilver memiliki karakteristik panjang gelombang maksimum 400-450 nm dan memiliki sifat optis yang unik yaitu Surface Plasmon Resonance (SPR) (Lavakumar dkk., 2015;

Rajabiah, 2016). Dalam perkembangannya nanosilver banyak digunakan di berbagai bidang, seperti obat-obatan, makanan, perawatan kesehatan, dan keperluan industri, karena sifat fisik dan kimianya yang khusus, morfologi dan distribusi, ukuran, bentuk, dan luas permukaan yang tinggi. Nanosilver telah menunjukkan aplikasi yang lebih baik dalam perangkat optik, listrik, dan termal dengan konduktivitas listrik, panas yang tinggi, dan area luas aplikasi terkait kimia organik. Nanosilver juga digunakan dalam pelapis perangkat medis, sensor optik, kosmetik, berbagai produk industri farmasi, dan industri makanan. Selain itu penggunaan nanosilver dalam hal diagnostik, theranostics, dan drug delivery sebagai agen antimikroba, antiinflamasi, dan antikanker menjadikan nanosilver sangat banyak diteliti dan dikembangkan (Zahoor dkk., 2021).

(23)

9 2. Sintesis Nanosilver

Terdapat banyak metode untuk mensintesis nanosilver seperti metode fisika, kimia, biologi, dan juga metode fotokimia. Untuk metode fisika dapat dilakukan dengan penguapan-kondensasi, pelepasan percikan, teknik pemutusan termal, dan transformasi dalam mensintesis nanosilver (Zahoor dkk., 2021). Untuk metode kimia Pendekatan yang paling umum untuk sintesis nanosilver adalah dengan reduksi kimia oleh agen pereduksi organik dan anorganik. Zat pereduksi yang berbeda seperti natrium sitrat, askorbat, digunakan untuk reduksi ion perak (Ag+) dalam larutan berair atau tidak berair (Iravani dkk., 2014). Untuk metode fotokimia terdapat dua macam strategi yang digunakan yaitu foto-fisik (atas ke bawah) dan fotokimia (bawah ke atas). Teknik pertama menggunakan logam dalam bentuk logamnya, dan yang kedua menggunakan prekursor ioniknya. Teknik fotoreduksi langsung juga digunakan untuk sintesis nanopartikel berbagai jenis logam. Fotosensitisasi digunakan untuk menyiapkan nanosilver di mana reduksi ion logam terjadi dengan spesies tereksitasi yang dihasilkan secara fotokimia (Zahoor dkk., 2021). Yang terakhir adalah metode biologi khususnya biosintesis nanopartikel berbasis tumbuhan sebagai bioreduktor. Penggunaan senyawa organik tumbuhan untuk sintesis nanopartikel merupakan metode yang ramah lingkungan, serta lebih sederhana dibanding dengan ketiga metode lainnya. Metode biosintesis ini sering digunakan karena jenis tumbuhan yang mengandung senyawa reduktor cukup melimpah dan mudah didapatkan di wilayah Indonesia (Rahim dkk., 2020).

3. Aplikasi Biologis Nanosilver

Nanosilver memiliki banyak manfaat untuk bidang kesehatan tergantung dengan karakteristik fisikokimia dan sifat biologisnya. Nanosilver dapat membantu mengatasi resistensi bakteri terhadap antibiotik di era resistensi antibiotik ini dengan menggantikan antibiotik sebagai agen antibakteri alternatif. Nanosilver dapat menghancurkan permeabilitas membran sel bakteri dengan menghasilkan lubang dan celah, yang menyebabkan kematian sel bakteri. Nanosilver juga dilaporkan memiliki aktivitas antijamur yang signifikan terhadap beberapa spesies jamur, seperti C. albicans, C. tropicolis, C. glabrata, C. krusei, C. parapsilosis, dan T. mentagrophytes. Mekanisme aksinya yaitu dengan mengganggu pengaturan

(24)

10

selubung jamur, sehingga menyebabkan kerusakan pada sel jamur. Selain itu nanosilver juga memiliki aktivitas antivirus dalam menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup virus. Nanosilver menunjukkan aktivitas penghambatan yang sangat baik terhadap virus hepatitis B (HBV) dan human immunodeficiency virus (HIV), namun mekanisme antivirus dari nanosilver belum diketahui dengan pasti (Zahoor, 2021).

E. Wound Healing

Wound healing atau penyembuhan luka adalah mekanisme tubuh untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada bagian tubuh dengan pembentukan struktur fungsional baru. Proses ini bertujuan untuk mengembalikan dan mengoptimalkan perlindungan kulit dan fungsi penting lainnya. Regenerasi dan perbaikan merupakan dua proses penting dalam penyembuhan luka. Regenerasi membutuhkan penggantian jaringan yang rusak dengan jenis sel normal yang hilang, yang hanya mungkin terjadi pada jaringan dengan populasi sel yang aktif membelah seperti epitel, tulang, dan hati. Sebaliknya, perbaikan adalah reaksi stop- gap yang direncanakan untuk mengembalikan kontinuitas jaringan yang terluka dengan jaringan parut yang tidak berdiferensiasi. Luka yang berkembang menjadi komplikasi dapat mengganggu proses penyembuhan luka dan semakin memperburuk kondisi luka (Theoret, 2017).

Penyembuhan luka terjadi dalam tiga tahap utama: tahap inflamasi, tahap proliferasi, dan tahap maturasi atau remodeling. Tahap inflamasi terjadi segera setelah cedera dan mencapai puncaknya pada hari ketiga. Tahap proliferasi berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 dan ditandai dengan adanya fibroblas yang jumlahnya terus meningkat selama fase ini berlangsung. Fibroblas sendiri adalah faktor utama yang mengatur penyembuhan luka dan juga merupakan rangka atau struktur dasar produksi kolagen. Tahap maturasi merupakan tahap penyembuhan luka yang berlangsung lama (3-6 bulan bahkan sampai tahunan) (Theoret, 2017).

(25)

11

F. Sediaan Spray

Sediaan spray merupakan larutan dua atau lebih macam zat yang terdiri dari zat yang terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent) yang homogen dimasukkan dalam sebuah alat sprayer dan pemakaiannya dengan cara disemprot (Lestari dkk., 2021). Bentuk spray dipilih karena sifat spray yang dapat memberikan suatu kandungan yang konsentrat, tetapi pada saat yang bersamaan juga memiliki kemampuan cepat kering, mudah dicuci, dan lebih praktis penggunaannya (Salwa, 2020).

G. Landasan Teori

Proses perawatan luka secara umum di bagi menjadi 3 tahapan yaitu pencucian, pengkajian dan pemilihan balutan. Pada penelitian ini peneliti akan fokus pada tahap pemilihan balutan atau wound dressing. Tujuan dari wound dressing adalah menciptakan lingkungan yang kondusif dalam mendukung proses penyembuhan luka. Umumnya wound dressing menggunakan Rivanol®, larutan iodine povidone 10 % yang diencerkan dan lain sebagainya (Aminuddin dkk., 2020). Karena itu peneliti akan menggunakan sediaan nanosilver ekstrak daun teh hijau sebagai wound dressing dan akan dilihat efektivitasnya. Bentuk sediaan yang akan dibuat adalah bentuk spray. Bentuk spray dipilih karena sifat spray yang dapat memberikan suatu kandungan yang konsentrat, tetapi pada saat yang bersamaan juga memiliki kemampuan cepat kering, mudah dicuci, dan lebih praktis penggunaannya (Salwa, 2020).

Nanosilver (AgNPs) atau nanopartikel perak adalah salah satu nanopartikel yang paling banyak diteliti dan dikembangkan saat ini (Rahim, 2020). Ukuran nanosilver ialah 1-100 nm (Helmlinger dkk., 2016). Nanosilver memiliki banyak manfaat untuk bidang kesehatan tergantung dengan karakteristik fisikokimia dan sifat biologisnya (Zahoor, 2021). Salah satu manfaaatnya yaitu untuk wound dressing dimana nanosilver memiliki sifat biologis antimikroba yang dapat memberikan proteksi fisik pada luka dan mempercepat proses penyembuhannya (Krishnan, 2020).

(26)

12

Nanosilver dapat disintesis dengan metode fisika, kimia dan biologi.

Meskipun metode fisika dan kimia menghasilkan partikel yang murni, namun metode tersebut mahal dan tidak ramah lingkungan. Sehingga peneliti menggunakan metode biosintesis nanopartikel berbasis tumbuhan sebagai bioreduktor. Penggunaan senyawa organik tumbuhan untuk sintesis nanopartikel merupakan metode yang ramah lingkungan, serta lebih sederhana (Rahim dkk., 2020). Daun teh hijau mengandung senyawa katekin turunan dari senyawa flavonoid yang memiliki gugus hidroksil (-OH) dan dapat berperan dalam proses reduksi ion Ag+ menjadi Ag nanopartikel. Sifat dari senyawa katekin ini mudah mengalami oksidasi yaitu pelepasan atau pendonor elektron untuk menghambat molekul antioksidan menjadi radikal bebas. Berdasarkan sifat antioksidan dan mudahnya mengalami oksidasi, bioreduktor ini dapat mempermudah proses pembentukan nanosilver yang mengalami proses reduksi (Rahim dkk., 2020).

H. Hipotesis

1. Karakteristik fisis sediaan nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) memenuhi semua parameter syarat fisis.

2. Sediaan nanosilver ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) efektif digunakan sebagai wound dressing.

(27)

13 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang “Karakteristik Fisis dan Efektivitas Sediaan Wound Dressing Nanosilver Dengan Bioreduktor Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L.)” merupakan penelitian eksperimental murni dengan metode random sampling pada hewan uji.

B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Utama

a) Variabel Bebas: Variasi durasi sonikasi, variasi jumlah semprotan spray b) Variabel Tergantung: Sifat fisis sediaan wound dressing nanosilver

ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) (organoleptis, pH, ukuran partikel, persen transmitan), dan penutupan luka biopsy pada punggung hewan uji.

2. Variabel Pengacau

a) Variabel Pengacau Terkendali: Asal bahan, asal hewan uji, alat, suhu sonicator bath, kondisi penyimpanan, dan waktu penyimpanan sediaan spray.

b) Variabel Pengacau Tak Terkendali: Kualitas serbuk daun teh hijau, kualitas serbuk AgNO3, pH sediaan spray, kemampuan penyembuhan hewan uji.

3. Definisi Operasional

a) Tanaman teh hijau (Camellia sinensis L.) merupakan tanaman dikotil yang mengandung senyawa flavonoid yang dapat digunakan sebagai bioreduktor logam dalam proses sintesis nanosilver.

b) Bioreduktor merupakan senyawa dari bahan organik yang dapat mereduksi partikel hingga menjadi ukuran nano, yaitu senyawa flavonoid.

c) Ekstrak daun teh hijau merupakan ekstrak yang mengandung flavonoid dengan proses ekstraksi secara infundasi.

d) Green synthesis merupakan prosedur sintesis nanosilver secara biologi

(28)

14

yang secara langsung membantu meningkatkan keramahan lingkungan karena menggunakan bahan organik sebagai reduktor, yaitu ekstrak daun teh hijau.

e) Nanosilver merupakan salah satu nanopartikel yang memiliki struktur, ukuran serta sifat yang lebih efesien dan efektif dengan berukuran 1-100 nm.

f) Sonikasi adalah metode sintesis nanosilver dengan pemanfaatan energi suara yang dipakai untuk dapat mempercepat proses pembuatan partikel nano dengan adanya pemecahan intramolekuler menggunakan alat sonicator bath.

g) Hewan uji atau hewan percobaan merupakan hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratoris.

h) Sifat fisis sediaan nanosilver spray merupakan parameter untuk melihat kualitas sediaan nanosilver spray yang meliputi organoleptis (berwarna kuning kecokelatan hingga cenderung cokelat dan bening, tidak keruh, dan berbau khas logam perak), pH (4,5-7), ukuran partikel (1-100 nm), dan persen transmitan (di dalam rentang 90-100%).

C. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (PYREX), hotplate (Thermo), termometer, sonicator bath (Elmasonic), stopwatch, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1800 double beam), vortex, water purificator (Adrona), sentrifugator (OHAUS), pipette pump, timbangan analitik (OHAUS), statif dan klem, mikropipet, blue tip, centrifuge tube, particle size analyzer dynamic light scattering type (Horiba SZ-100®), botol spray, pH meter (OHAUS), gunting, spatula veet, pinset, kertas milimeter blok, spuit injeksi, biopsy punch 4 mm.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun teh hijau (Kepala Djenggot; kode produksi 09022211HC3), hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus L.) galur Wistar berusia 2 bulan dengan bobot 200-300 gram, kertas saring, perak nitrat pro analysis (AgNO3), air suling (aquadest), air yang disuling 2 kali

(29)

15

(aquabidest), aluminium foil, kertas pH universal indicator, Betadine® antiseptic solution, Veet krim®, ketamin HCl, kloroform, Hansaplast® spray antiseptik.

D. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi Daun Teh Hijau

Ekstraksi daun teh hijau dilakukan dengan menggunakan metode infundasi yang sudah dimodifikasi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fajar dkk (2018). Daun teh hijau kering komersial (Kepala Djenggot) didapatkan dari Lotte Mart, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta. Ekstraksi teh dilakukan dengan diambil aquabidest sebanyak 100 mL yang ditempatkan ke dalam gelas beaker 100 mL dan dipanaskan hingga mencapai suhu pemanasan 60°C sebelum dimasukkan daun teh hijau kering ke dalam gelas beaker dengan menggunakan hotplate. Suhu aquabidest diukur dengan thermometer yang digantung pada statif dan klem. Apabila suhu aquabidest sudah sesuai dengan suhu yang diinginkan untuk pemanasan, maka sebanyak 0,2 g teh hijau dimasukkan ke dalam gelas beaker yang sama. Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 60°C selama 20 menit. Setelah itu larutan teh disaring menggunakan corong berisi kertas saring ke dalam gelas beaker baru. Ekstrak teh hijau yang sudah disaring kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruangan lalu dilanjutkan dengan proses sintesis nanosilver (Rengga dkk., 2017).

2. Pembuatan Larutan AgNO3 1 mM

Perak nitrat padat atau AgNO3 ditimbang sebanyak 170 mg dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 mL dan dilarutkan dengan aquabidest secukupnya sambil terus diaduk dengan batang pengaduk. Perak nitrat yang sudah larut dimasukkan ke labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquabidest hingga tanda kalibrasi lalu digojog agar campuran homogen. Larutan perak nitrat 10 mM diencerkan dengan mengambil 20 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 200 mL lalu ditambahkan aquabidest hingga tanda batas kalibrasi untuk mendapatkan larutan perak nitrat 1 mM. Campuran digojok sampai tercampur sempurna (Rengga dkk., 2017).

(30)

16 3. Sintesis dan Purifikasi Nanosilver

Sintesis nanosilver dilakukan dengan perbandingan yang sudah dimodifikasi dari penelitian Masakke, Sulfikar, dan Rasyid (2015), yaitu larutan perak nitrat: ekstrak daun teh hijau (9:1). Perak nitrat 1 mM diambil sebanyak 27 mL dan dimasukkan ke dalam gelas beaker untuk dipanaskan terlebih dahulu dengan hotplate untuk menyesuaikan suhu di sonicator bath yang sudah diatur 80°C. Setelah suhu larutan perak nitrat sudah sesuai dengan suhu optimasi saat diukur menggunakan termometer, larutan dicampurkan ke dalam 3 mL ekstrak daun teh hijau yang telah disiapkan. Suhu dan durasi sonicator bath diatur sesuai dengan area optimum suhu dan durasi sonikasi yang sudah didapat dari penelitian Basule (2021) untuk memfasilitasi sintesis dengan merendam campuran ke dalam sonicator bath. Suhu yang digunakan adalah 80°C dan durasi yang digunakan masing-masing 13, 14, 15 menit (Basule, 2021). Pembentukan nanopartikel perak ditunjukkan oleh munculnya warna cokelat kekuningan pada larutan. Kontrol negatif untuk sintesis nanosilver ialah infusa teh hijau dan larutan perak nitrat dengan pemberian perlakuan suhu dan durasi sonikasi pada kedua faktor di level tertinggi. Hasil sintesis dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis (Nakhjavani, Nikkhah, Sarafraz, Shoja, dan Sarafras, 2017). Purifikasi nanosilver dilakukan dengan sentrifugasi pada 2000 rpm selama 10 menit dan supernatan hasil sentrifugasi dianalisis untuk penentuan panjang gelombang dan persen transmitan (Dewi dkk., 2019; Singh dkk., 2018).

4. Penentuan Panjang Gelombang

Nanosilver dianalisis melalui spektrofotometer UV-Visible double beam.

Aquabidest disiapkan sebagai blanko dan dimasukkan ke dalam kuvet pertama dan spektrofotometer yang sudah disiapkan (Jackson, Ochoo, Maingi, Swaleh, dan Njue, 2019). Setelah itu, larutan sintesis nanosilver dimasukkan ke kuvet lainnya dan diukur panjang gelombangnya dengan dilakukan scanning di panjang gelombang 400-800 nm. Apabila hasil terdapat nanosilver, maka akan ada puncak absorbansi pada panjang gelombang 400-450 nm (Lavakumar dkk., 2015).

(31)

17 5. Uji Nilai Persen Transmitan (%T)

Nilai persen transmitan dihitung dengan melarutkan 100 μL larutan nanosilver hasil sintesis ke dalam tabung reaksi berisi 5 mL aquabidest terlebih dahulu, kemudian divortex selama 1 menit. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimum yang didapat sebelumnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis double beam.

6. Uji Ukuran Partikel

Ukuran droplet diukur dengan menggunakan particle size analyzer (PSA) dengan tipe dynamic light scattering. Prinsip kerja PSA yaitu suatu penghamburan cahaya sinar laser pada partikel sampel yang dideteksi oleh detektor foton pada sudut tertentu secara cepat sehingga dapat menentukan ukuran partikel dalam suatu sampel atau sediaan. Nantinya 10 mL sampel diambil dan dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet yang telah diisi dengan sampel kemudian dimasukkan ke dalam sample holder dan dilakukan analisis oleh instrumen. Pengujian ukuran partikel dilakukan di LPOMK UII (Yuliani dkk., 2016).

7. Uji Organoleptis

Uji organoleptis merupakan penilaian mutu suatu produk dengan menggunakan panca indra manusia sebagai alat utama untuk menilai. Alat indra yang digunakan disini adalah indra penglihatan dan indra penciuman (Puspita dan Hendrasarie, 2020). Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan warna sediaan. Nanosilver spray memenuhi persyaratan jika berwarna kuning kecokelatan hingga cenderung cokelat dan bening, tidak keruh, tidak terdapat gelembung udara, dan berbau khas perak.

8. Uji pH

Uji pH dimaksudkan untuk mengetahui sifat keasaman dan kebasaan dari sediaan nanosilver spray yang dibuat agar dapat memberikan efek yang nyaman saat digunakan dan tidak menimbulkan iritasi kulit. Pengujian pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, elektroda dikalibrasi dengan menggunakan larutan standar dapar pH 4 dan 7. Proses kalibrasi selesai apabila nilai pH yang tertera pada layar telah sesuai dengan nilai pH standar dapar dan stabil. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam sediaan. Nilai pH sediaan akan

(32)

18

tertera pada layar. Pengukuran pH dilakukan pada suhu ruangan (Ermawati dkk., 2022).

9. Uji Efektivitas Sediaan Nanosilver Spray Sebagai Wound Dressing

Pada uji efektivitas sediaan nanosilver spray sebagai wound dressing digunakan hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar berusia 2 bulan dengan bobot 200-300 g. Pada penelitian ini hewan uji akan diberi perlakuan kontrol positif (Hansaplast® spray antiseptic satu kali semprot), kontrol negatif (larutan perak nitrat satu kali semprot), perlakuan 1 (infusa teh hijau satu kali semprot), perlakuan 2 (nanosilver spray satu kali semprot), perlakuan 3 (nanosilver spray dua kali semprot), perlakuan 4 (nanosilver spray tiga kali semprot) dan non perlakuan (tanpa perlakuan). Setiap 1 semprot nanosilver spray mengandung 0,032 mg nanosilver (0,032 mg/0,2 mL). Kemudian tikus putih yang sudah disiapkan dianastesi, kemudian dibuatkan luka biopsy pada punggung tikus putih menggunakan biopsy punch 4 mm. Luka biopsy yang sudah dibuat ini kemudian diberikan perlakuan sesuai kelompok masing-masing sebanyak 2 kali sehari. Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan mengamati efek penutupan luka pada luka biopsy punggung tikus putih. Luka pada punggung tikus putih difoto tiap 2 hari sekali kemudian pengukuran luas area perlukaan menggunakan program Macbiophotonic ImageJ.

10. Pengumpulan Data dan Analisis Hasil

Data hasil uji kualitas sediaan nanosilver spray yang meliputi pH, ukuran partikel, panjang gelombang, dan persen transmitan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Kemudian untuk uji efektivitas sediaan nanosilver spray sebagai wound dressing dianalisis menggunakan metode Paired Sample T-Test dengan taraf kepercayaan 95% dilanjutkan uji nilai probabilitas (p-value). Hasil p- value <0,05 maka menunjukkan adanya perbedaan signifikan efek penutupan luka.

(33)

19 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Daun Teh Hijau

Proses ekstraksi daun teh hijau dilakukan dengan metode infundansi menggunakan teh hijau kering yang dijual komersial dengan merk dagang Kepala Djenggot dengan kode produksi 09022211HC3. Pemilihan metode infundasi didasarkan pada keuntungan metode seperti alat yang digunakan sangat sederhana sehingga biaya operasional murah dan waktu yang diperlukan untuk proses ekstraksi cepat. Selain itu metode infundasi merupakan metode yang umum digunakan untuk mengambil kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Ansel, 2005). Penentuan pelarut pada metode infundasi menggunakan prinsip like dissolve like, sehingga pemilihan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran yang sama antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak yaitu senyawa flavonoid (Verdiana dkk., 2018). Pada penelitian ini dipilih pelarut aquabidest destilata yang sudah melalui proses demineralisasi dan memiliki pH netral. Aquabidest dipilih karena memiliki sifat polaritas yang sama dengan beberapa jenis flavonoid salah satunya senyawa katekin (Agustina dkk., 2021).

Infundasi pada penelitian ini mengacu pada penelitian Basule (2021) dengan menggunakan suhu pemanasan 60°C selama 20 menit pada hotplate, dimana pelarut aquabidest dipanaskan terlebih dahulu untuk mencapai suhu yang diinginkan yaitu 60°C sebelum stopwatch mulai dinyalakan. Ekstrak yang diperoleh merupakan konsentrasi teh hijau dalam infusa sebesar 0,2%, yaitu 0,2 g teh hijau kering dalam 100 mL pelarut. Hasil dari infundasi teh hijau adalah infusa yang berwarna cokelat bening.

B. Proses Sintesis dan Purifikasi Nanosilver

Sintesis nanosilver menggunakan metode green synthesis diawali dengan menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Berdasarkan penelitian Basule (2021), volume perak nitrat dan ekstrak teh hijau yang digunakan masing-masing yaitu 27 mL larutan perak nitrat dan 3 mL infusa teh. Sebelum kedua bahan dicampur, larutan perak nitrat dipanaskan terlebih dahulu pada hotplate hingga mencapai suhu 80°C, kemudian pencampuran kedua larutan dilakukan di dalam

(34)

20

sonicator bath dengan pengaturan suhu 80°C dan variasi durasi sonikasi masing- masing 13, 14, 15 menit sesuai dengan hasil area optimum dari penelitian Basule (2021).

Dalam proses sintesis nanosilver dengan metode green synthesis peran dari infusa daun teh hijau sangatlah penting. Infusa daun teh hijau mengandung senyawa flavonoid yang dalam penelitian ini berperan sebagai bioreduktor untuk membantu proses sintesis nanopartikel perak. Senyawa flavonoid pada infusa daun teh hijau memiliki gugus hidroksil (-OH) yang dapat melepaskan atom hidrogen reaktif dan mereduksi ion perak menjadi nanopartikel perak. Senyawa flavonoid ini nantinya bereaksi dengan Ag+ sebagai asam melalui gugus hidroksil paling reaktif yang melekat pada atom karbon cincin aromatik yang dapat mereduksi ion perak menjadi nanopartikel perak dan memberikan stabilitas terhadap aglomerasi. Mekanisme green synthesis dengan bantuan infusa daun teh hijau ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme Green Synthesis Nanosilver (Permana dkk., 2021) Secara garis besar mekanisme proses green synthesis nanopartikel logam dapat dirangkum menjadi tiga fase utama. 1) fase aktivasi (activation phase) dimana terjadi reduksi ion logam dan nukleasi atom logam tereduksi; 2) fase pertumbuhan (growth phase) dimana nanopartikel kecil yang berdekatan secara spontan bergabung menjadi partikel dengan ukuran yang lebih besar (pembentukan langsung nanopartikel melalui nukleasi dan pertumbuhan heterogen, dan reduksi ion logam lebih lanjut; proses yang disebut Ostwald ripening), yang disertai oleh peningkatan stabilitas termodinamika nanopartikel; 3) fase terminasi (termination

(35)

21

phase) proses terbentuknya bentuk akhir dari nanopartikel (Keat dkk., 2015;

Makarov dkk., 2014). Proses pembentukan nanopartikel ditunjukkan secara skematis pada Gambar 3.

Gambar 3. Tiga Fase Mekanisme Green Synthesis (Keat dkk., 2015) Pada penelitian ini sintesis nanosilver menggunakan bantuan sonicator bath untuk melakukan proses pemanasan sekaligus pencampuran bahan. Kondisi awal warna campuran larutan sebelum proses sonikasi adalah dominan abu-abu perak.

Setelah melalui proses sonikasi selama masing-masing 13 (P1), 14 (P2), dan 15 (P3) menit, warna campuran larutan berubah menjadi cokelat kekuningan yang dapat dilihat pada Gambar 4. Adanya perubahan warna pada campuran larutan mengindisikan terbentuknya nanopartikel perak atau nanosilver. Perubahan warna ini dapat terjadi karena nanopartikel logam memiliki elektron bebas, yang menghasilkan pita penyerapan resonansi plasmon permukaan (SPR), karena getaran timbal balik elektron nanopartikel logam dalam resonansi dengan gelombang cahaya. Munculnya puncak menunjukkan karakteristik resonansi plasmon permukaan nanopartikel perak (Anandalakshmi dkk., 2016). Teori ini didukung oleh beberapa penelitian lain seperti pada penelitian Ibrahim (2015);

Lavakumar dkk. (2015); Rautela dkk. (2019) yang menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada campuran larutan dikarenakan oleh peristiwa eksitasi resonansi plasmon permukaan (SPR) dan merupakan sifat optik yang unik untuk logam mulia.

Nanopartikel perak yang terbentuk dengan metode sonikasi ini menunjukkan adanya puncak pada rentang 400-450 nm yang merupakan salah satu

(36)

22

karakterisitik dari nanosilver (Lavakumar dkk., 2015). Hasil yang didapat ini juga mempertegas sekaligus memvalidasi hasil optimasi dari penelitian Basule (2021).

Pada penelitian Basule (2021) didapatkan nanopartikel perak dengan puncak pada rentang 424-443 nm. Metode sonikasi pada penelitian ini memiliki prinsip kerja mengubah sinyal listrik menjadi getaran fisik yang memiliki efek sangat kuat terhadap campuran larutan. Getaran fisik yang kuat inilah yang menyebabkan pecahnya partikel menjadi lebih kecil dan menyebabkan produk yang dihasilkan lebih transparan (Rusdiana dkk., 2018). Metode sonikasi akan membentuk nanosilver ukuran yang lebih kecil dengan meningkatkan monodispersi partikel seiring dengan peningkatan waktu yang diperlukan untuk reaksi memakai sonikator (Basule, 2021). Gelombang kejut yang dihasilkan oleh sonikator pada metode sonikasi ini terbukti dapat memisahkan penggumpalan partikel atau aglomerasi sehingga ukuran partikel dapat kecil hingga berada dalam skala nanometer (Delmifiana dan Astuti, 2013).

Gambar 4. Larutan Sintesis Nanosilver

Setelah sintesis nanosilver berhasil dibuat dan dilihat panjang gelombang serta persen transmitannya, maka dilanjutkan proses purifikasi nanosilver untuk memisahkan nanosilver dengan pengotornya yaitu agregat partikel nanosilver maupun partikel Ag+ yang belum berukuran nano. Purifikasi nanosilver dilakukan dengan sentrifugator yang diatur pada kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Proses sentrifugasi dilakukan dengan meletakkan centrifuge tube ke dalam sentrifugator dan diatur kecepatan serta waktu yang sudah ditentukan seperti terlihat pada Gambar 5. Setelah proses sentrifugasi berakhir maka akan muncul endapan

(37)

23

pengotor pada bagian bawah centrifuge tube yang menandakan terjadinya pemisahan antara pengotor dengan supernatan seperti terlihat pada pada Gambar 6.

Supernatan hasil sentrifugasi kemudian diambil untuk diukur panjang gelombang dan persen transmitannya. Hasil pengukuran panjang gelombang dan persen transmitan akan digunakan untuk analisis karakterisasi nanosilver.

Gambar 5. Proses Purifikasi Nanosilver

Gambar 6. Pengotor Setelah Proses Purifikasi Nanosilver

(38)

24

C. Hasil Panjang Gelombang dan Persen Transmitan

Karakterisasi nanosilver dilakukan dengan melihat hasil pengukuran panjang gelombang dan persen transmitan keadaan sebelum dan sesudah purifikasi dari larutan nanosilver. Panjang gelombang maksimum dari larutan nanosilver diukur menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis double beam. Pemilihan instrumen ini didasarkan pada larutan nanosilver yang dapat menghasilkan warna- warna yang berbeda sesuai dengan absorpsi cahaya dan pancaran dari daerah cahaya yang tampak, sehingga memberikan respon resonansi plasmon permukaan (SPR) yang digunakan untuk mengindikasikan keberadaan nanosilver (Basule, 2021). Karakteristik lain yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberadaan nanosilver adalah persen transmitan. Persen transmitan digunakan untuk mengukur kejernihan secara kuantitatif pada larutan sintesis nanosilver. Semakin kecil ukuran partikel yang terbentuk, maka semakin tinggi nilai persen transmitan yang terukur (Abdassah, 2017). Tiap perlakuan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dengan tujuan untuk memastikan data yang didapatkan bukan suatu kebetulan dan dapat dipercaya (Borman dan Elder, 2017). Dari hasil replikasi pengukuran panjang gelombang, didapatkan perubahan antara pengukuran sebelum dan sesudah purifikasi nanosilver yang dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Panjang Gelombang Sebelum dan Sesudah Purifikasi Nanosilver

Perlakuan

Sebelum Sesudah

Panjang Gelombang

(nm) CV (%) Panjang Gelombang

(nm) CV (%)

P1 427 ± 8,52* 1,99 432 ± 6* 1,39

P2 423 ± 3,06* 0,72 429 ± 2,47* 0,58

P3 425 ± 2,65* 0,62 432 ± 2,02* 0,47

(x̅ ± SD; 3 Replikasi); (* = P>0,05)

Panjang gelombang maksimum dari hasil sintesis nanosilver yang terbaca oleh instrumen spektrofotometer UV-Vis Double Beam sebelum dilakukan purifikasi memiliki rentang 423-427 nm. Hasil ini mengindikasikan bahwa larutan sintesis nanosilver yang telah dibuat memang benar adanya mengandung nanosilver karena secara teoritis panjang gelombang dari nanosilver adalah 400- 450 nm (Lavakumar dkk., 2015). Sementara untuk panjang gelombang maksimum

(39)

25

sesudah dilakukan purifikasi memiliki rentang 429-432 nm. Panjang gelombang maksimum dari larutan nanosilver cenderung mengalami kenaikan atau bertambah besar setelah dilakukan proses purifikasi. Hal ini menandakan sentrifugasi menyebabkan nanosilver yang ada semakin besar, karena besar panjang gelombang dan ukuran partikel berbanding lurus (Basule, 2021; Dewi dkk., 2019). Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Parera (2021) yang menyatakan bahwa proses sentrifugasi dapat menyebabkan terjadinya agregasi yang tidak diinginkan. Hal ini mungkin yang menyebabkan kenaikan panjang gelombang nanosilver yang mengindikasikan bahwa partikel yang terbentuk semakin besar. Walaupun setelah purifikasi ukuran partikel dari larutan sintesis nanosilver bertambah besar, panjang gelombang tiap perlakuan tetap masih masuk dalam rentang yang dipersyaratkan tidak ada yang dibawah 400 nm ataupun melebihi 450 nm. Maka dapat disimpulkan bahwa optimasi dari penelitian Basule (2021) dapat diterapkan kembali untuk penelitian yang akan datang karena dapat menghasilkan nanosilver. Untuk mempertegas hasil maka hasil pembacaan panjang gelombang maksimum sintesis nanosilver akan dibandingkan dengan kontrol negatif. Pada penelitian ini digunakan kontrol negatif yaitu larutan perak nitrat dan juga infusa daun teh hijau.

Hasil pembacaan panjang gelombang maksimum untuk larutan perak nitrat adalah 270 nm dan untuk infusa daun teh hijau adalah 257 nm. Spektra pembacaan panjang gelombang kontrol negatif dapat dilihat pada Lampiran 5. Kemudian untuk gambar kontrol negatif dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kontrol Negatif; (a): Larutan AgNO3, (b): Infusa Teh Hijau

(40)

26

Dalam penelitian ini juga didapatkan CV yang baik untuk hasil pembacaan panjang gelombang maksimum dari masing-masing perlakuan. Seluruh CV yang didapat berada dibawah <2%, hal ini menegaskan bahwa setiap perlakuan baik sebelum maupun sesudah tahap purifikasi memiliki presisi yang tinggi. Untuk perlakuan 1 (80°C, 13 menit) sebelum purifikasi nilai CV yang didapat cukup tinggi yaitu 1,99% dan hampir mencapai batas maksimum dari rentang penerimaan CV yang baik. Hal ini dapat terjadi karena dari tiga replikasi perlakuan 1 menghasilkan nilai panjang gelombang maksimum yang heterogen dan rentangnya cukup jauh sehingga nilai SD yang dihasilkan pun cukup besar yaitu 8,52. Hasil pembacaan panjang gelombang maksimum tiap replikasi dari larutan sintesis nanosilver perlakuan 1-3 sebelum dan sesudah purifiaksi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Karakterisasi nanosilver selanjutnya dilakukan dengan melihat persen transmitan, yaitu nilai dispersi jernih dengan menunjukkan hasil mendekati 100%

dapat diperkirakan ukuran partikel sudah mencapai skala nanometer (Huda dan Wahyuningih, 2016). Semakin tinggi nilai persen transmitan, maka ukuran partikel juga semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil ini akan membuat Brownian Motion atau Gerak Brown menjadi semakin cepat terjadi, sehingga peristiwa ini dapat mencegah terjadinya agregasi pada partikel nanopartikel (Abdassah, 2017). Adapun rentang penerimaan persen transmitan nanosilver berkisar 90-100% (Aprilya, Rahmadevi, dan Meirista, 2021). Dari hasil replikasi pengukuran persen transmitan pada penelitian ini, didapatkan perubahan antara pengukuran sebelum dan sesudah purifikasi nanosilver yang dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Persen Transmitan Sebelum dan Sesudah Purifikasi Nanosilver

Perlakuan

Sebelum Sesudah

%Transmitan (%) CV (%) %Transmitan (%) CV (%)

P1 95,94 ± 3,82* 3,98 97,33 ± 2,36* 2,43

P2 96,69 ± 2,73* 2,83 97,92 ± 1,71* 1,75

P3 96,1 ± 0,92* 0,96 97,71 ± 1,96* 2

(x̅ ± SD; 3 Replikasi); (* = P>0,05)

Persen transmitan dari hasil sintesis nanosilver yang terbaca oleh instrumen spektrofotometer UV-Vis Double Beam sebelum dilakukan purifikasi memiliki

(41)

27

rentang 95,94-96,69%. Hasil yang didapat ini mempertegas bahwa larutan sintesis nanosilver yang dibuat sudah menghasilkan partikel dengan ukuran nanometer.

Kemudian untuk persen transmitan yang terukur setelah dilakukan purifikasi berada pada rentang 97,33-97,92%. Nilai persen transmitan dari larutan nanosilver cenderung mengalami kenaikan atau bertambah besar setelah dilakukan proses purifikasi. Hal ini mendukung teori dari Singh dkk. (2016) yang menyatakan bahwa selain dapat menghilangkan pengotor, proses sentrifugasi tersebut juga dapat membantu menghilangkan partikel yang berukuran besar (Singh dkk, 2016). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Basule (2021) dimana nilai persen transmitan nanosilver perlakuan F1, Fa, dan FB mengalami kenaikan atau bertambah besar.

Hasil sentrifugasi adalah supernatan dan endapan atau sedimen dari partikel pengotor maupun partikel ukuran besar. Sehingga setelah dilakukan pemisahan antara supernatan dan sedimen, hanya supernatan yang diambil dan yang tersisa merupakan nanosilver tanpa adanya material pengotor. Hal inilah yang mengakibatkan nilai persen transmitan mengalami kenaikan karena larutan sintesis nanosilver yang dibaca pada spektrofotometer UV-Vis Double Beam telah bersih dari material pengotor.

Dari data persen transmitan untuk ketiga perlakuan terdapat beberapa hasil nilai CV yang kurang baik karena nilainya lebih dari >2%. Syarat nilai CV yang baik adalah <2% jika lebih besar dari 2% maka data yang didapat kurang presisi.

Pada perlakuan 1 (80°C, 13 menit) nilai persen transmitan sebelum dan sesudah purifikasi semuanya tidak memenuhi kriteria presisi yang baik. Kemudian untuk perlakuan 2 (80°C, 14 menit) nilai persen transmitan sebelum purifikasi tidak memenuhi kriteria presisi yang baik namun setelah dilakukan purifikasi nilai persen transmitan yang dihasilkan memenuhi kriteria presisi yang baik. Terakhir untuk perlakuan 3 (80°C, 15 menit) nilai persen transmitan sebelum dan sesudah purifikasi semuanya memenuhi kriteria presisi yang baik. Hasil yang beragam ini dikarenakan nilai persen transmitan tiap replikasi dari perlakuan 1-3 tidaklah sama atau heterogen dan memiliki rentang nilai yang cukup lebar. Nilai persen transmitan paling kecil didapatkan pada perlakuan 1 untuk tiap replikasi. Hal ini dikarenakan suhu reaksi dapat mempengaruhi laju pembentukan, bentuk, ukuran dan distribusi

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhaasilan karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 masih berada di bawah 85%. Oleh karena itu

Latar Belakang: Hipertensi Intradialitik merupakan suatu penyulit yang sering terjadi pada proses hemodialisa dengan prevalensi terbesar 40% (IRR, 2014). Hipertensi

Dalam penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengimplementasikan algoritma k-nearest neighbor classifier dan naïve bayes classifier untuk menghasilkan klasifikasi beasiswa

: bahwa dalanr rangka pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2006 tentang Biaya Penyelenggaraan lbadah Haii5. Tahun 1427 H/2006 M perlu menetapkan

objek wisata yang dipilih oleh wisatawan ( Travellers Choice ) 3. Posisi Pantai Teleng Ria masih berada di bawah pantai lain sepeti Pantai Klayar, Pantai Watu Karung, Pantai

Kajian ini untuk meneliti keseluruhan falsafah Pembelajaran Berasaskan Masalah (PBM) sebagai salah satu alternatif pengajaran dan pembelajaran (P&amp;P) bagi para pelajar sarjana

pada dua wilayah dengan adanya migrasi predator pada wilayah I menuju wilayah II yang pada kedua wilayah terjadi pemanenan pada kedua objek pengamatan, analisis

Pengujian ini dilakukan dengan faktor skala benda uji 2/3 kali prototype bangunan beton bertulang 7 lantai, rangka dua bentang yang mewakili lantai ke tiga, empat dan