• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Pasien dan Evaluasi Pra Bedah pada <em>Small Insicion Lenticular Extraction (SMILE)</em>

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Seleksi Pasien dan Evaluasi Pra Bedah pada <em>Small Insicion Lenticular Extraction (SMILE)</em>"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Sari Kepustakaan : Seleksi Pasien dan Evaluasi Pra Bedah pada Small Insicion Lenticular Extraction (SMILE)

Penyaji : Putri Pamulani

Pembimbing : dr. Andrew M.H. Knoch, Sp.M(K), M.Kes

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

dr. Andrew M.H. Knoch, Sp.M(K), M.Kes

Kamis, 16 Maret 2023 Pukul 07.30

(2)

I. Pendahuluan

Bedah refraktif merupakan salah satu bidang ilmu oftalmologi yang mengalami perkembangan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Istilah bedah refraktif merujuk kepada prosedur bedah yang dapat mengoreksi atau meminimalisir kelainan refraksi.

Tujuan dari tindakan bedah refraktif adalah mengurangi ketergantungan seseorang terhadap kacamata maupun lensa kontak untuk aktivitas sehari-hari. Dewasa ini, jenis teknik dan teknologi pada tindakan bedah refraktif semakin canggih dan beragam. 1–3

Prosedur bedah refraktif dapat dikategorikan menjadi bedah refraktif kornea, sklera, dan intraokular. Jenis bedah refraktif kornea atau keratorefraktif meliputi insisional, ablasi laser, refractive lenticule extraction atau ekstraksi lentikul refraktif, inlay dan onlay kornea, corneal collagen shrinkage, dan crosslinking kornea. Kategori skeral meliputi tindakan yang melibatkan implan sklera atau eksisi laser pada siliari anterior sklera.

Prosedur intraokular mencakup implantasi phakic intraocular lens (PIOL) dan bedah katarak, refractive lens exchange (RLE) dengan implantasi lensa intraokular.3–5

Small incision lenticule extraction (SMILE) merupakan salah satu metode refractive lenticule extraction (ReLEx) menggunakan laser femtosecond untuk membuat lentikul kornea yang kemudian diekstraksi melalui insisi yang berukuran relatif kecil. Metode refractive lenticule extraction menggeser paradigma di bidang refraktif konvensional yang berbasis flap dan ablasi kornea, menjadi ekstraksi lentikul tanpa flap dengan cara membentuk sebuah kantung melalui insisi berukuran 2 hingga 4 mm di bagian tepi.

Pelaksanaan suatu tindakan SMILE memerlukan persiapan yang komperehensif. Salah satu aspek penting dalam persiapan tindakan SMILE yang perlu diperhatikan adalah pemilihan kandidat yang tepat melalui penilaian sistematis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan pra bedah yang lengkap merupakan faktor penting yang menentukan dan menunjang keberhasilan suatu tindakan bedah refraktif.3,6,7 Sari kepustakaan ini bertujuan untuk membahas seleksi dan evaluasi pasien sebelum dilakukan tindakan SMILE.

1

(3)

II. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea merupakan jaringan avaskular yang menempati sekitar satu per enam permukaan bola mata. Kornea terdiri dari lima lapisan penyusun yaitu epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotelium. Ukuran diameter kornea berkisar antara 11-12 mm secara horizontal dan 10-11 mm secara vertikal dengan ketebalan 500 – 600 µm pada bagian sentralnya dan berangsur-angsur meningkat ketebalannya di bagian perifer. Kornea memiliki indeks refraksi sebear 1.376 dengan rata-rata radius kurvatura sebesar 7.8 mm dan kekuatan refraksi sebesar 43.25 dioptri.

Fungsi utama kornea yaitu melindungi struktur intraokular dan menjadi media refraksi utama mata.3,8,9

Pemenuhan nutrisi pada kornea bergantung pada difusi glukosa dari akuos humor dan difusi oksigen melalui lapisan air mata. Bagian perifer kornea memiliki suplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea juga memiliki inervasi yang padat dengan tingkat sensitivitas seratus kali lipat dibandingkan konjungtiva. Lapisan epitel kornea mengalami regenerasi secara berkelanjutan. Epitel kornea berproliferasi dari perifer di sekitar limbus lalu bermigrasi secara sentripetal ke bagian sentral dan naik ke permukaan menggantikan sel-sel epitel yang mengalami peluruhan.8,10,11

Salah satu mekanisme fisiologis yang dimiliki oleh kornea adalah proses corneal wound healing. Perlukaan pada kornea akan direspon oleh tubuh dengan mekanisme penyembuhan yang kompleks. Corneal wound healing merupakan sebuah proses dinamis yang terdiri dari empat fase, yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi sel, dan remodeling. Proses penyembuhan luka pada kornea diinisiasi oleh apoptosis keratosit di area perlukaan lalu diikuti dengan transformasi keratosit di sekitar luka menjadi fibroblas dan miofibroblas yang berproliferasi. Sel epitel melepaskan pro-inflammatory cytokines yang akan membersihkan debris apoptosis dan nekrosis. Luka pada stroma akan mengalami remodeling yang dipicu oleh berbagai kolagenolitik metaloproteinase yang dilepaskan oleh sel epitel, fibroblas, miofibroblas, dan sel inflamatori.

Penyembuhan pasca tindakan bedah refraktif sangat berkaitan dengan fisiologi kornea terutama corneal wound healing. 10,12,13

(4)

Tindakan bedah keratorefraktif akan mengubah kekuatan dioptri kornea dengan cara mengubah kurvaturanya. Perubahan kekuatan refraksi sebesar 2.00 dioptri merupakan hasil dari perubahan ketebalan kornea kurang dari 30 μm. Kurvatura kornea akan dibentuk menjadi lebih datar pada kasus miopia dan lebih cembung pada hipermetropia.

Bedah keratorefraktif dapat dilaksanakan dengan berbagai macam teknik seperti insisional, penambahan atau pengurangan jaringan, penambahan materi alloplastic, dan ablasi laser. 1–3

III. Small Manual Incision Lenticule Extraction (SMILE) 2.1 Perkembangan dan Prinsip Metode SMILE

Metode ekstraksi lentikul refraktif dikemukakan pertama kali pada tahun 1996 oleh para investigator yang menjelaskan kegunaan laser picosecond untuk membentuk lentikul intrastromal untuk kemudian diekstraksi secara manual setelah pengangkatan flap. Prosedur tersebut merupakan pelopor dari ekstraksi lentikul refraktif modern yang kemudian disebut dengan ReLEx. Prosedur lain bernama femtosecond lenticule extraction (FLEx) lalu diperkenalkan pada tahun 2007, yaitu metode diseksi intrastromal untuk membentuk lentikul sekaligus pembentukan flap kornea. Perkembangan bedah keratorefraktif senantiasa mengalami evolusi hingga saat ini. Small incision lenticule extraction merupakan teknik bedah keratorefraktif mutakhir dengan konsep flapless dan minimal invasif. Perbedaan SMILE dengan metode sebelumnya, yaitu pada ekstraksi lentikul yang dilakukan melalui insisi berukuran relatif kecil alih-alih flap seperti pada teknik generasi sebelumnya.4,6,14

Metode SMILE merupakan tindakan bedah keratorafraktif yang menggunakan laser dengan panjang gelombang 1043 nm yang beroperasi pada frekuensi 500kHz dengan durasi pulsasi 220 – 580 fs. Metode SMILE menerima Conformité Européenne marking pada tahun 2009 dan mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Administration Amerika Serikat tahun 2016. Dewasa ini, SMILE menjadi lebih popular di kalangan masyarakat. Berbagai publikasi ilmiah menyatakan bahwa tindakan SMILE dinilai aman, efektif, dan dapat diprediksi dalam mengatasi myopia dan astigmatisme ringan.

Ivarsen, et al, pada tahun 2014 melakukan sebuah penelitian kohort yang melibatkan 922

(5)

peserta (1574 mata) untuk mengevaluasi keamanan serta komplikasi dari tindakan SMILE. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa tindakan SMILE memiliki profil keamanan yang baik dan memberikan kepuasan yang tinggi kepada pasien. 2,8,15

Small incision lenticule extraction dinilai sebanding dengan LASIK dalam hal keamanan, efikasi, dan predictability. Kelebihan dari metode SMILE antara lain menghasilkan stabilitas permukaan okular dan kekuatan biomekanika kornea yang lebih baik dibandingkan dengan LASIK. Intensitas manipulasi kornea pada SMILE lebih sedikit dan pembentukan flap tidak diperlukan sehingga gejala mata kering dan spherical aberration pasca tindakan pun lebih rendah. Tindakan SMILE hanya menggunakan laser femtosecond dan tidak menggunakan laser excimer. Ablasi kornea juga tidak dilakukan pada prosedur SMILE sehingga menghasilkan peradangan pasca operasi yang minimal.

Adapun kekurangan dari SMILE antara lain keterbatasan jangkauan terapi jika dibandingkan dengan LASIK. Metode SMILE saat ini dapat dilakukan untuk mengatasi miopia dan astigmatisme ringan, tetapi belum dapat digunakan untuk tatalaksana hipermetropia. Pemulihan penglihatan pasca tindakan pada teknik ini juga memerlukan waktu yang lebih lama. Kekurangan lain pada prosedur SMILE antara lain, waktu pengerjaan yang lebih panjang, tidak adanya kompensasi siklotorsi otomatis, dan tidak dapat dilakukannya terapi dengan wavefront-guided atau topography-guided. 2,7,8

2.2 Seleksi Pasien dan Evaluasi Pra Bedah

Evaluasi pra bedah merupakan komponen terpenting dalam meraih keberhasilan tindakan bedah refraktif termasuk SMILE. Melalui evaluasi pra bedah yang lengkap, operator dapat menentukan apakah seorang pasien merupakan kandidat yang tepat untuk suatu tindakan bedah refraktif, atau sebaliknya. Tujuan penting dari evaluasi pra bedah yaitu mengindentifikasi pasien-pasien yang tidak disarankan untuk menjalani prosedur bedah refraktif. Secara umum, evaluasi pra bedah pada tindakan SMILE memiliki kesamaan dengan tindakan bedah keratorefraktif lainnya.1,3,14

Proses seleksi pasien dan evaluasi pra bedah dimulai dari interaksi awal antara tenaga kesehatan dan pasien. Perawat, dokter, maupun refraksionis optisien terlibat

(6)

dalam proses persiapan tindakan SMILE. Proses evaluasi dilakukan secara sistematis mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.3,14,16

Tabel 1 Aspek Penting dalam Evaluasi Pra Bedah Refraktif Ekspektasi pasien dan motivasi

1. Asesmen mengenai ekspektasi khusus pasien

2. Diskusi mengenai visus dasar untuk penglihatan jauh dan dekat Riwayat pasien

1. Riwayat sosial, meliputi kebutuhan visus dasar untuk profesi dan hobi

2. Riwayat medis, termasuk pengobatan sistemik dan dan penyakit seperti diabetes melitus dan penyakit rematologis

3. Riwayat okular, termasuk riwayat penggunaan lensa kontak Pemeriksaan oftalmologis

1. Visus dasar untuk penglihatan jauh dan dekat, dominasi okular 2. Manifest refraction

3. Demonstrasi monovision, jika diperlukan 4. Evaluasi eksternal

5. Evaluasi pupil 6. Motilitas okular

7. Pengukuran tekanan intraokular 8. Pemeriksaan slit-lamp

9. Corneal topography/ tomography 10. Wavefront analysis, jika diperlukan 11. Pakimetri

12. Refraksi sikloplegik (refining sphere, not cylinder) 13. Pemeriksaan fundus

Informed consent

1. Diskusi dengan pasien mengenai hasil pemeriksaan

2. Diskusi alternatif tindakan bedah maupun medis serta risikonya 3. Menjawab pertanyaan pasien

4. Memastikan pasien telah membaca dokumen informed consent sebelum dilakukan dilasi dan diberikan sedasi, idealnya sehari sebelum tindakan dan menandatanganinya sebelum tindakan bedah

Anamnesis terhadap pasien meliputi keluhan saat pasien datang, ekspektasi, riwayat penyakit mata dan sistemik, serta kondisi sosial. Saat melakukan anamnesis, operator perlu menggali lebih dalam tentang ekspektasi pasien yang berkaitan dengan aspek refraktif ataupun emosional yang dapat dialami pasien seperti misalnya rasa percaya diri yang meningkat. Operator perlu menjelaskan kepada pasien bahwa corrected distance visual acuity (CDVA) pasca bedah tidak selalu mengalami peningkatan. Informasi lain yang perlu disampaikan kepada pasien, yaitu bahwa tindakan operasi bedah refraktif

(7)

tidak akan menghentikan perjalanan penyakit mata lainnya seperti katarak, glaukoma, dan retinal detachment. Apabila pasien memiliki ekspektasi yang tidak realistis maka dokter perlu menjelaskan bahwa bedah refraktif tidak akan memberikan jaminan bahwa penglihatan akan kembali mencapai 6/6. Pasien dengan ekpektasi yang tidak realistis dianjurkan untuk dieksklusi. 3,6,16

Riwayat penyakit sistemik pasien seperti diabetes melitus dan imunodefisiensi termasuk dalam kontraindikasi relative bedah refraktif. Pasien juga harus dipastikan tidak memiliki penyakit ektasia kornea maupun kemungkinan ektasia kornea pasca operasi. Konsumsi obat-obatan seperti isotretinoin, amiodarone, and sumatriptan dapat berakibat pada penyembuhan luka kornea yang lebih lama. Kondisi hamil dan menyusui merupakan kontraindikasi tindakan bedah refraktif. Operator juga perlu menggali riwayat sosial pasien seperti pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Salah satu kandidat yang tepat untuk SMILE adalah pasien yang melakukan olahraga kontak seperti tinju dan sepak bola. Beberapa pasien juga menghendaki tindakan bedah refraktif untuk alasan akademis seperti persyaratan memasuki sekolah militer ataupun kedinasan. Riwayat penyakit okular dan pengobatannya perlu dipastikan kepada pasien seperti mata kering, lagoftalmos, blefaritis, abrasi kornea, glaukoma, retinal tear atau detachments, strabismus, dan infeksi virus herpes simpleks.1,14,16

Pemeriksaan oftalmologis yang komperehensif dilakukan setelah anamnesis, tentunya didahului dengan pemeriksaan fisik secara umum dan pengukuran tanda vital.

Pemeriksaan refraktif pasien merupakan elemen yang sangat penting sebagai acuan dalam penentuan tindakan bedah refraktif. Tajam penglihatan jauh dan dekat perlu diukur dengan presisi, dilanjutkan dengan best corrected visual acuity (BCVA), ukuran kacamata pasien, kemudian dilanjutkan dengan manifest refraction. Pemeriksaan refraksi sikloplegik dapat dilakukan untuk mengetahui adanya hiperopia laten. Mata dengan kelainan refraksi lebih dari 5.00 D perlu dilakukan pengukuran vertex distance.

Pemeriksaan segmen anterior dilakukan sebelum penetesan obat tetes mata dilator.

Perhatian khusus dilakukan saat pemeriksaan pupil, yaitu pengukuran ukuran pupil saat terkena cahaya terang dan redup, dilanjutkan dengan pemeriksaan afferent pupillary defect. Pemeriksaan selanjutnya yaitu gerak bola mata untuk melihat adanya tropia atau

(8)

foria dilanjutkan dengan tes konfrontasi sebagai pemeriksaan dasar mata. Tekanan intraokular diperiksa setelah manifest refraction untuk mengetahui adanya glaukoma.1–

3

Tabel 2 Indikasi SMILE Indikasi SMILE

Kelainan refraktif SE -0.5 D hingga -0.12 D, dan astigmatisme hingga -5.0 D

Usia > 18 tahun

Ukuran pupil mesopik < 7mm

Residual stromal bed < 250 μm Central corneal thickness > 475 μm

Stabilitas refraksi >1 tahun

Keratometri Nilai yang diharapkan pasca tindakan >35 D dan <47 D

Pemeriksaan dengan slitlamp ditujukan untuk melihat kondisi-kondisi spesifik segmen anterior seperti sikatrik kornea, konjungtivokalasis, pterigium, dan kemosis.

Kornea diperiksa lebih lanjut untuk penilaian tear break up time dan punctate epithelia erosion, serta epithelial basement membrane dystrophy (EBMD). Kondisi tersebut meningkatkan risiko komplikasi flap bila dilakukan tindakan LASIK. Pemeriksaan posterior kemudian dilakukan untuk memastikan apakah segmen posterior dalam batas normal atau terdapat kelainan.1–3

Indikasi dilakukan SMILE yaitu miopia dengan atau tanpa astigmatisme dengan ukuran spherical equivalent (SE) -0.5 D hingga -12.00 D dan astigmatisme hingga -5.00.

Usia yang diperbolehkan untuk menjalani tindakan SMILE yaitu setidaknya 18 tahun dengan hasil refraksi manifes selama 1 tahun terakhir menunjukkan hasil yang stabil.

Kontraindikasi dilakukannya SMILE terdiri dari kontraindikasi absolut dan relatif.

Kontraindikasi absolut meliputi penipisan kornea, kehamilan dan menyusui, katarak dengan CDVA kurang dari 1.0, glaukoma atau uveitis tidak terkontrol, mata kering derajat berat, blefaritis derajat berat, alergi okular derajat berat, sikatrik kornea, dan inflamasi atau infeksi aktif.3,14,16

Pemeriksaan penunjang pada penilaian pra bedah meliputi corneal topography, pakimetri, wavefront analysis. Corneal topography dilakukan untuk menilai kurvatura kornea. Pakimetri dilakukan untuk menilai ketebalan kornea, sedangkan wavefront

(9)

analysis merupakan teknik yang dapat memberikan hasil pengukuran refraksi yang objektif. 1,3,14

Tabel 3 Kontraindikasi SMILE

Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relatif

Ektasia kornea Usia kurang dari 18 tahun

Kehamilan dan menyusui Diabetes mellitus

Katarak dengan CDVA < 1.0 Gangguan autoimun

Uveitis atau glaukoma tidak terkontrol Riwayat penyakit herpes okular Mata kering derajat berat Alergi okular derajat ringan/sedang Blefaritis derajat berat Kornea yang iregular

Alergi okular derajat berat Astigmatisme kornea iregular Sikatrik kornea yang berpotensi menghalangi

penetrasi laser ke lapisan dalam kornea Last eye

Inflamasi atau peradangan mata yang aktif Distrofi epithelial basement membrane

2.3 Teknik Operasi

Teknik bedah SMILE dilakukan dalam anestesi topikal menggunakan mesin VisuMax Femtosecond Laser System (Carl Zeiss Meditech AG). Pertama, tahapan docking dilakukan setelah pasien dibaringkan di meja operasi. Bagian mesin yang bernama patient interface (PI) didekatkan ke mata yang akan dioperasi hingga bersentuhan dan meniskus lapisan air mata terbentuk. Pasien diminta melihat ke arah sinar fikasasi dan sentrasi akan terbentuk. Selanjutnya, suction diaktivasi untuk memfiksasi posisi bola mata. Apabila kekuatan suction dirasa sudah adekuat, pasien diberikan instruksi untuk tidak menggerakkan bola mata meskipun sinar hijau bergeser.

Konfirmasi fiksasi dapat dilakukan oleh operator menggunakan sinar inframerah ketika laser ditembakkan.3,17,18

Langkah berikutnya setelah suction didisiapkan dan pasien sudah terfiksasi, yaitu penghantaran laser sejumlah empat tahapan. Penghantaran laser pertama akan membentuk lower interface dari lentikul intrastromal dengan pola spiral ke dalam (out- to-in). Penghantaran laser kedua akan membentuk potongan pada tepi lower interface sebesar 360º. Penghantaran laser ketiga akan membentuk upper interface yang disebut juga dengan cap dengan bentuk spiral ke luar (in-to-out). Penghantaran laser keempat bertujuan membentuk insisi berukuran 2-4 mm di arah temporal atau superotemporal

(10)

yang akan menghubungkan cap interface ke permukaan kornea. Durasi total suction sekitar 25 hingga 35 detik tergantung pada mode yang digunakan.14,17,18

Gambar 2.3 Bagan pemotongan lentikul pada tindakan SMILE 1) Potongan lentikul (under side)

2) Potongan lentikul (side cut)

3) Cap (concurrently upper side of lenticule) 4) Cap opening incision

Dikuti dari: Ganesh, dkk. 2018

Tahapan selanjutnya adalah ekstraksi lentikul yang telah terbentuk. Pembebasan lentikul terlebih dahulu dilakukan dengan cara membuka insisi lalu dilanjutkan dengan separasi.

Upper interface didiseksi dengan blunt director dan dilanjutkan dengan diseksi lower interface. Selama proses separasi, mata dapat distabilisasi dengan forsep fiksasi untuk mengontrol pergerakan bola mata. Ekstraksi lentikul dilakukan menggunakan sepasang mikro forsep atau lenticule separating dissector lalu dikeluarkan melalui insisi yang telah dibuat. Lentikul yang telah dipisahkan kemudian disimpan untuk keperluan terapi pada kondisi-kondisi yang membutuhkan lentikul seperti perforasi kornea, ektasia kornea, keratoconus, presbyopia, dan hiperopia. Beberapa operator melakukan pencucian kantung

(11)

menggunakan cairan salin. Meskipun demikian, beberapa operator lain tidak melakukan langkah ini dengan pertimbangan paparan infeksi.2,14,17

2.4 Manajemen Pasca Bedah

Pasien dapat diantarkan ke ruangan yang lebih tenang setelah tindakan bedah SMILE selesai dan diinstruksikan untuk menutup mata untuk sementara waktu. Pasien dapat menunggu hingga 15 menit atau lebih sesuai kehendak pasien, hingga diperbolehkan pulang.

Selama 3-4 jam setelah tindakan, pasien dianjurkan untuk tetap dalam kondisi menutup mata sebanyak mungkin. Obat-obatan yang perlu diberikan kepada pasien terdiri dari tetes mata antibiotik, anti inflamasi atau tetes mata steroid dengan dosis tapering off, dan air mata buatan. Pasien diinstruksikan untuk kontrol keesokan harinya.3,19,20

Pemeriksaan pasca operasi hari pertama wajib dilakukan dan meliputi tajam penglihan jauh, intermediate, dan dekat. Spherical equivalent diharapkan sedikit overcorrected dikarenakan adanya edema dan berlangsungnya proses epithelial remodelling selama 3 bulan pertama. Keluhan subjektif seperti mata pedih, berair, silau, serta mengganjal dapat ditemukan dan wajar terjadi. Temuan pada pemeriksaan slitlamp dapat berupa edema kornea, cap nanofolds atau microfolds, insisi yang sudah tertutup dan membaik, keratitis superfisial pungtata, defek epitel, diffuse lamellar keratitis (DLK), serta kekeruhan dan debris pada interface. Saat kontrol hari pertama pasca operasi, operator perlu mengidentifikasi adanya komplikasi.7,14,20

Pasien kemudian diberikan edukasi untuk melakukan kontrol berikutnya pada 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 1 tahun pasca operasi. Pemeriksaan yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan oftalmologi rutin. Edema kornea pada satu bulan pasca operasi masih dapat ditemukan, dan pemulihannya lebih lama dibandingkan edema kornea pada LASIK. Saat kontrol 3 bulan pasca operasi, edema kornea diharapkan sudah berkurang.6,14,20

Sebuah studi oleh Ganesh, et al, pada tahun tahun 2014 membandingkan pemulihan penglihatan pasca SMILE. Studi ini menunjukkan bahwa pada awal pasca operasi, kelompok LASIK menunjukkan perbaikan tajam penglihatan yang lebih baik dibandingkan kelompok SMILE. Meskipun demikian, pada bulan keenam tajam penglihatan dari kedua kelompok tersebut ditemukan sama. Spherical aberration ditemukan lebih rendah pada kelompok

(12)

SMILE. Studi oleh Han et al, meneliti tentang refractive outcome, wavefront aberrations, dan kualitas hidup pasca SMILE untuk miopia derajat sedang-berat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa SMILE memberikan hasil yang predictable, stabil, dan tidak ada perubahan signifikan pada SE selama pemeriksaan pada bulan ke 1, 3, dan 6 pasca operasi, bahkan pada tahun 1, 2, dan 4 pasca operasi.3,16,17

2.5 Komplikasi

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa insidensi komplikasi pada tindakan SMILE cukup rendah. Komplikasi yang terjadi dan disebutkan dalam literatur berkaitan dengan learning curve awal pada operator pemula karena tindakan SMILE memiliki tantangan teknis tersendiri. Ivarsen, et al, mengemukakan dalam penelitiannya yang melibatkan 1574 mata bahwa komplikasi intraoperatif SMILE yang ditemukan antara lain suction loss (0.8%), abrasi kornea (6%), robekan pada small incision (1.8%), kesulitan pada ekstraksi lentikul (1.9%), dan perforasi cap (0.22%). Meskipun demikian, komplikasi intraoperatif tersebut tidak mempengaruhi tajam penglihatan pasien pada jadwal kontrol berikutnya. Komplikasi pasca operatif yang ditemukan meliputi kekeruhan (8%), peradangan interface sekunder akibat abrasi sentral (0.3%), dan infiltrate interface minimal (0.3%) yang mempengaruhi CDVA pada satu kasus saat kontrol 3 bulan.3,16,17

IV. Simpulan

Bedah refraktif merupakan bidang oftalmologi yang terus berkembang. Teknik mutakhir dari bedah keratorefraktif saat ini ini yaitu metode SMILE, sebuah prosedur bedah yang menggunakan laser femtosecond dan mengusung konsep flapless serta minimal invasif.

Kecanggihan alat yang tersedia harus diiringi dengan persiapan pra bedah yang komperehensif dan seleksi pasien yang tepat. Identifikasi pasien yang masuk dalam kriteria kandidat SMILE maupun yang perlu dieksklusi merupakan komponen penting dalam persiapan pra bedah yang dapat menunjang keberhasilan tindakan.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kim T, Alió del Barrio JL, Wilkins M, Cochener B, Ang M. Refractive surgery. Lancet. 2019 May;393(10185):2085–98.

2. Ang M, Gatinel D, Reinstein DZ, Mertens E, Alió del Barrio JL, Alió JL. Refractive surgery beyond 2020. Eye. 2021 Feb 24;35(2):362–82.

3. Waring IV GO, Garg, Sumit (Sam) Garg Gupta PK, Lee BS, Reeves, W. S, Rocha KM, Taravella MJ. Refractive Surgery. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology;

2023. hal. 1–132.

4. Wilson SE. Biology of keratorefractive surgery- PRK, PTK, LASIK, SMILE, inlays and other refractive procedures. Exp Eye Res. 2020 Sep;198:108136.

5. Lee J. Refraction and Glasses Examination. Dalam: Primary Eye Examination. Busan:

Springer Singapore; 2019. hal. 13–82.

6. Reinstein DZ, Archer TJ, Gobbe M. Small incision lenticule extraction (SMILE) history, fundamentals of a new refractive surgery technique and clinical outcomes. Eye Vis.

2014;1(1):1–12.

7. Wolniewińska M, Czarnota-Nowakowska B, Wolniewińska J, Wierzbowska J, Kocięcki J.

SMILE – characteristics of the procedure and the patients’ quality of life. OphthaTherapy Ther Ophthalmol. 2021 Jun 30;8(2):133–41.

8. Brar VS, Law SK, Lindsey JL, Mackey DA, Schultze RL, Silverstein E, et al. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco:

American Academy of Ophthalmology; 2022. hal. 68–70.

9. Ting DSJ, Srinivasan S, Danjoux JP. Epithelial ingrowth following laser in situ keratomileusis (LASIK): Prevalence, risk factors, management and visual outcomes. BMJ Open Ophthalmol.

2018 Mar 1;3(1).

10. Mobaraki M, Abbasi R, Vandchali SO, Ghaffari M, Moztarzadeh F, Mozafari M. Corneal repair and regeneration: Current concepts and future directions. Front Bioeng Biotechnol.

2019;7(JUN):1–20.

11. Feder RS, Berdy GJ, Iuorno JD, Marcovich AL, Mian SI, Reilly CD, et al. External Disease and Cornea. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2022.

12. Kamil S, Mohan RR. Corneal stromal wound healing: Major regulators and therapeutic targets.

Ocul Surf. 2021;19(July 2020):290–306.

(14)

13. Chaurasia S, Lim R, Lakshminarayanan R, Mohan R. Nanomedicine Approaches for Corneal Diseases. J Funct Biomater. 2015;6(2):277–98.

14. Titiyal JS, Kaur M, Shaikh F, Gagrani M, Brar AS, Rathi A. Small incision lenticule extraction (SMILE) techniques: Patient selection and perspectives. Clin Ophthalmol. 2018;12:1685–99.

15. Ivarsen A, Asp S, Hjortdal J. Safety and Complications of More Than 1500 Small-Incision Lenticule Extraction Procedures. Ophthalmology. 2014 Apr;121(4):822–8.

16. Shah R. History and results; indications and contraindications of SMILE, compared with LASIK. Asia-Pacific J Ophthalmol. 2019;8(5):371–6.

17. Ganesh S, Brar S, Arra R. Refractive lenticule extraction small incision lenticule extraction: A new refractive surgery paradigm. Indian J Ophthalmol. 2018;66(1):10.

18. Hu X, Wei R, Liu C, Wang Y, Yang D, Sun L, et al. Recent advances in small incision lenticule extraction (SMILE)-derived refractive lenticule preservation and clinical reuse. Eng Regen. 2023 Jun;4(2):103–21.

19. Vatsa S. A to Z of ReLEx SMILE: All you need to know. Delhi J Ophthalmol. 2021 Jul 1;32(1).

20. Reinstein DZ, Carp GI, Archer TJ. The Surgeon’s Guide to SMILE. Thorofare: Slack Incorporated; 2018. hal 1–415.

Referensi

Dokumen terkait

1) Sebagian besar sumber tsunami berada pada zona-zona tektonik aktif seperti zona subduksi, tumbukan, pensesaran, dimana 83% tsunami terjadi pada daerah

 berhasil sehingga sehingga klien klien dapat dapat beradaptasi beradaptasi di di masyarakat masyarakat tanpa tanpa gejala-gejala gejala-gejala gangguan jiwa, tanyakan

Dari ketiga nilai Ib yang digunakan akhirnya diketahui bahwa transistor berada dalam kondisi aktif saat arus basis bernilai sekitar 200 µA, kondisi cut-of saar nilai Ib 25µA,

Ada baiknya jika anak perempuan maupun laki-laki diberi pilihan berbagai jenis mainan (Agung, 2011). Kasus pola asuh orang tua yang bias gender terhadap anak

Menurut Welbury (2005) seecara singkat proses terjadinya karies adalah: (1)Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme dalam plak pada permukaan gigi;

al ini akan mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot'otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot

Hal itu disebabkan oleh sosok Musa sebagai suami yang tidak dapat memberikan kelimpahan materi untuk istrinya dan menjadi penyebab penilaian buruk orang lain terhadap keluarga

Untuk mencapai hal ini maka penelitian akan difokuskan untuk mendapatkan isolasi cair nabati seperti minyak sawit, minyak jarak, minyak kelapa dan sejenisnya yang akan