PENGUKURAN TINGKAT KINERJA SUPPLIER PASIR
DENGAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS
(AHP) PADA PABRIK GENTENG COR DAN PAVING
DI PT. CAHAYA PURNAMA NUSANTARA
SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh :
UMMATUL ARIYAH 0532010116
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir (TA) dengan judul “PENGUKURAN KINERJA SUPPLIER
PASIR PADA PABRIK GENTENG COR DAN PAVING DI PT. CAHAYA PURNAMA
NUSANTARA SIDOARJO” yang merupakan kurikulum yang harus ditempuh oleh
mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas
Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Atas terselesainya pelaksanaan dan penyusunanTugas Akhir ini, maka penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
ALLAH SWT atas limpahan cinta dan kasih sayangnya, dan segala kebaikan yang ada di
dunia dan akhirat-Nya.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bpk. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ir. MT Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
5.
Ir. Joumil Aidil, SZS, MT selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih atas kemudahan dan bimbingan yang bapak berikan kepada saya.
6.
Ibu Ir. Endang PW, MMT selaku Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih banyak atas kesabaran dan kasih sayangnya serta bimbingan yang ibu
berikan kepada saya.
7.
Bapak Bramantyo, selaku Pembimbing Lapangan di PT. Cahaya Purnama Nusantara
Sidoarjo.
8.
Segenap staf dan karyawan PT. Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo.yang telah
membantu pelaksanaan kerja skripsi ini.
9.
Ayah dan Ibu, serta keluargaku yang tak pernah berhenti memberi kasih sayang,
dukungan dan semangat kepadaku.
11.
Teman seperjuanganku Ririen “Sahabat Sejatiku” yang selalu membantuku disaat
kesulitan, terimakasih banyak atas bantuannya, selalu mengingatkanku disaat aku malas.
(Aku mungkin ga’ bisa balas, tapi kebaikanmu akan selalu terkenang dihatiku sampai
nanti).
12.
Teman-teman TI paralel C 2005, yg belum selesai.. ayo semangat!
13.
Teman Parcel teman seperjuangan “ Sek& Teguh (kimey) makasih banyak ya atas
bantuannya, kebaikanmu ga’ kana q lupakan. Juga Sabta “kuntul”, Murtafi “gembrot”,
bogel, andi, tuwek.. semangat & kompak selalu yow.
14.
Buat sahabatku ( Ve “Q-chul”, Titin “yuk” dan Ike “nobita”) thanks atas dukungannya
dan bantuannya , u are the best.
Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dan kesalahan mohon dimaklumi dan
penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
laporan ini. Akhir kata, semoga Laporan Tugas Akhir ini berguna bagi para pembaca.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
………. i
DAFTAR ISI
………... iii
DAFTAR TABEL
……… vii
DAFTAR GAMBAR
………... viii
DAFTAR LAMPIRAN
………. ix
ABSTRAKSI
………. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ………... 1
1.2.
Perumusan Masalah ………... 3
1.3.
Tujuan Penelitian ………... 3
1.4.
Manfaat Penelitian………... 4
1.5.
Batasan Masalah ...………... 4
1.6.
Asumsi-asumsi ….………... 4
1.7.
Sistematika Penulisan ………... 5
iii
2.1.1. Pemilihan Supplier ………..……… 8
2.1.2. Evaluasi dan Pemilihan Supplier ……….……….... 9
2.1.3. Supplier Partnership ……….. 11
2.1.4. Perbedaan Memilih dan Mengevaluasi Supplier .…… 17
2.1.5. Purchasing (Procurement) …...………... 17
2.1.6. Faktor-faktor yang Dipertimbangkan Dalam Memutuskan
Pembelian ………..………... 18
2.2. Model-model Evaluasi Supplier ……….. 20
2.2.1. Categorical Plant ………...……… 20
2.2.2. Weighted Point Plan ………...………... 23
2.2.3. Cost Ratio Plan ……….. 24
2.2.4. Mathematical Programing ………... 25
2.2.5. Vendor Performance Indicator ……….. 25
2.2.5.1. Konsep Metode Vendor Performance Indicator
(VPI ...………. 25
2.2.5.2. VPI Berkerangka QCDFR ………... 26
2.2.5.3. Vendor Performance Indicator Menurut Choy
and Hartley ……… 27
2.3. Analitycal Hierarchy Process AHP.……… 29
2.3.1. Langkah-langkah Dalam Metode AHP ...……….. 31
2.3.2. Pnyusunan Prioritas ………..………. 32
iv
2.4. Scoring System ………...………... 36
2.4.1. Tipe Score ………. 36
2.4.2. Traffic Light System ……… 37
2.5. Peneliti Terdahulu ………..……. 37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 41
3.2. Identifikasi Variabel dan Definisi OPerasional ...……… 41
3.2.1. Variabel Bebas ……… 41
3.2.2. Variabel Terikat ……….. 42
3.3. Langkah –Langkah Pemecahan Masalah ……… 42
3.4. Metode Pengumpulan Data ………. 55
3.4.1. Studi Pustaka ……… 55
3.4.2. Studi Lapangan ……… 55
3.5. Metode Analisis Data ………. 57
3.5.1. Perhitungan Data Realita ………. 57
3.5.2. Perhitungan Pembobotan AHP dan Inkonsistensi Ratio… 58
3.5.3. Perhitungan Skoring Sistem ……… 59
3.5.3.1. Perhitungan Skor Tiap Indicator VPI ………… 59
3.5.3.2. Perhitungan Skor Kriteria ……….. 59
3.5.3.3. Perhitungan Skor Tiap Supplier ……… 59
v
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1.
Penentuan Supplier Yang Di Ukur ……… 61
4.2.
Identifikasi Vendor Performance Indicator (VPI) ………… 61
4.3.
Pengumpulan Data ………. 62
4.3.1. Data
Purchasing Order
……… 63
4.3.2. Data
Receiving Order
……….. 63
4.3.3. Data Hasil Kuisioner Pembobotan AHP ………. 65
4.3.4. Data Target ……….. 65
4.4.
Pengolahan Data ………. 67
4.4.1. Perhitungan Pembobotan AHP ……… 68
4.4.2. Perhitungan Data Realita ……….. 70
4.4.3. Perhitungan Skoring System ……… 72
4.4.3.1 Perhitungan Skor Tiap Indikator VPI ……... .. 73
4.4.3.2 Perhitungan Skor Kriteria ………. .. 74
4.4.3.3 Perhitungan Skor Tiap
Supplier
……….. 75
4.5
Evaluasi Hasil Pengukuran Kinerja Berdasarkan
Traffic Light
System
……….. ……… 76
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan ……….. 87
5.2
Saran ……… 88
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Perbedaan Memilih dan Mengevaluasi Supplier ……… 17
Tabel 2.2
Foam Untuk Supplier Performance Evaluation Dengan Metode
Categorical Plant ………..………. 22
Tabel 2.3
Ilustrasi Evaluasi Supplier Dengan Model Pembobotan Faktor 23
Tabel 2.4
Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ……….…. 34
Tabel 2.5
Ratio Index ………. 36
Tabel 4.1
VPI
Supplier
Pasir PT. Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo 62
Tabel 4.2
Data
Purchasing Order dan Receiving Order
tiap
supplier
pasir selama tahun 2009 ………. 64
Tabel 4.3
Data Target Tiap
Supplier
Pasir tahun 2009 ………. 67
Tabel 4.4
Rekapitulasi Pembobotan dan Consistency Ratio AHP Expert
Choice ……… 68
Tabel 4.5
Data Realita Tiap Supplier Pasir Tahun 2009 ……… 72
Tabel 4.6
Skor VPI Untuk Ketiga
Supplier
Pasir ………. 74
Tabel 4.7
Penggolongan VPI berdasarkan criteria ………. 75
Tabel 4.8
Skor kriteria
supplie
r pasir ……… 75
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur Hirarki Vendor Evaluating ………... 30
Gambar 2.2
Matriks Perbandingan ………...……… 33
Gambar 3.1
Langkah-langkah Pemecahan Masalah ………. 44
Gambar 4.1
Struktur Hierarki Pengukuran Kinerja Supplier ……… 69
Gambar 4.2
Scoring System CV. Putro Utomo ………. 81
Gambar 4.3
Scoring System CV. Ridho ……… 82
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran B : Kuisioner Identifikasi VPI
Lampiran C : Spesifikasi VPI
Lampiran D : Kuisioner Pembobotan AHP
Lampiran E : Perhitungan Data Realita
Lampiran F : Perhitungan Manual Skor Untuk Spesifikasi VPI
Lampiran G : Perhitungan Skor Kriteria
Lampiran H : Perhitungan Manual Skor Supplier
Lampiran I : Output Expert Choice
x
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TA) dengan judul “PENGUKURAN
KINERJA SUPPLIER PASIR BERDASARKAN
QUALITY COST
DELIVERY FLEXIBILITY RESPONSIVENESS (QCDFR) DI PT. CAHAYA
PURNAMA NUSANTARA SIDOARJO” yang merupakan kurikulum yang
harus ditempuh oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesainya pelaksanaan dan penyusunanTugas Akhir ini, maka
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
ALLAH SWT atas limpahan cinta dan kasih sayangnya, dan segala
kebaikan yang ada di dunia dan akhirat-Nya.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bpk. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ir. MT Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran”
Jawa Timur.
5.
Ir. Joumil Aidil, SZS, MT selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan dan bimbingan yang bapak
berikan kepada saya.
xi
7.
Bapak Bramantyo, selaku Pembimbing Lapangan di PT. Cahaya Purnama
Nusantara Sidoarjo.
8.
Segenap staf dan karyawan PT. Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo.yang
telah membantu pelaksanaan kerja skripsi ini.
9.
Ayah dan Ibu, serta keluargaku yang tak pernah berhenti memberi kasih
sayang, dukungan dan semangat kepadaku.
10.
My Sweet Boy “Mas Agung” yang selalu mendukungku disaat suka dan
duka. U stay in my heart, thanks for everything………
11.
Teman seperjuanganku Ririn “Sahabat Sejatiku” yang selalu membantuku
disaat kesulitan, terimakasih banyak atas bantuannya, selalu
mengingatkanku disaat aku malas. (Aku mungkin ga’ bisa balas, tapi
kebaikanmu akan selalu terkenang dihatiku sampai nanti).
12.
Teman-teman TI paralel C 2005, maaf ga’ bisa sebutin satu-persatu.
Teruskan kekompakannya.
13.
Buat sahabatku ( Ve “Q-chul”, Titin “yuk” dan Ike “nobita”) thanks atas
dukungannya dan bantuannya , u are the best.
Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dan kesalahan mohon
dimaklumi dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga Laporan
Tugas Akhir ini berguna bagi para pembaca.
x
ABSTRAKSI
Pada era globalisasi yang sangat ketat ini kemenangan dalam persaingan
membutuhkan kemampuan untuk meningkatkan kinerja sehingga tiap perusahaan
untuk dapat melaksanakam strateginya dalam menghadapi kelancaran arus rantai
pasoknya dari mulai bahan bau proses produksi sampai produk ke tangan
konsumen.
PT. Cahaya Purnama Nusantara yang bergerak dibidang manufaktur
produksi Genteng cor dan Paving belum mempunyai suatu sistem pengukuran
kinerja
supplier
yang baku dan bersifat menyeluruh. Selama ini evaluasi kinerja
supplier
lebih dititik beratkan hanya pada sisi harga bahan baku saja. Hal itu
tentunya akan dapat mengakibatkan turunnya kualitas produk. Berdasarkan
kondisi ini maka perlu dirancang dan diukur suatu kinerja
supplier
yang sesuai
denga reqruitment perusahaan supaya kepuasan konsumen tetap terjaga.
Vendor Performance Indicator
(VPI) merupakan suatu sistem manajemen
pengukuran kinerja supplier yang dilakukan secara menyeluruh dan sesuai dengan
reqruitment perusahaan dapat menunjukkan performansi kinerja
supplier
.
Evaluasi supplier ini dipandang menggunakan lima kriteria yaitu :
Quality, Cost,
Delivery, Flexibility, Responsiveness
(QCDFR) tentang kemampuan
supplier
dalam memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Tiap VPI dan kriteria yang
ada dalam eveluasi
supplier
dibobotkan dengan menggunakan metode AHP,
melalui perangkat lunak
Expert Choice Versi 9.0
Setelah performansi
supplier
diukur dengan menggunakan
scoring system
maka selanjutnya akan dilakukan analisa dengan menggunakan
traffic light
system
sehungga dapat diketehui apakah achievement dari suatu indicator sudah tercapai
atau belum dan memerlukan perbaikan atau tidak.
Skor kinerja tiga
supplier
pasir CV. Cahaya Purnama Nusantara adalah
sebesar 87% untuk CV. Putro Utomo , sebesar 88% untuk CV. Ridho dan CV.
Putra Piala Mas. Ketiga supplier tersebut berada pada indikator hijau, artinya
kinerja telah melebihi target dari perusahaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran kinerja supplier menjadi salah satu faktor yang penting karena
merupakan salah satu strategi perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lain
dalam hal kepuasan service level perusahaan tersebut dalam memenuhi
permintaan konsumen. Evaluasi supplier dilakukan sesuai dengan karakteristik
dari masing-masing item yang akan di supplay karena baik atau tidaknya material
management tersebut sangat tergantung dari supplier, apabila supplier kurang
responsive dalam memenuhi permintaan maka akibat yang ditimbulkan adalah
kurangnya bahan baku atau persediaan dan juga apabila lead time atau batas
waktu dari supplier panjang akan menyebabkan inventory cost yang tinggi karena
material termasuk komponen yang tidak murah. Hal lain yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemilihan supplier selain cost juga consistensinya (quality and
delivery, reliabilitas, relationship, flexibilitas dan juga service levelnya).
PT. Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo yang bergerak dibidang
manufaktur Paving stone dan Genteng cor dalam berbagai ukuran serta model
yang beraneka ragam dan nantinya akan dipasarkan lebih lanjut sesuai order atau
pesanan. Bahan utamanya yaitu pasir, semen, abu batu, batu koral dan fly ash.
PT. Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo merupakan satu group dengan
PT. Surya Baja Sentral Anugerah Waru – Sidoarjo yang memproduksi mesin
Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo adalah jadwal pengiriman bahan baku pasir
yang sering terlambat sehingga mengakibatkan kurangnya stock bahan baku yang
ada dan proses produksi terlambat. Terlebih lagi adanya problem yang selalu saja
ada muncul dari supplier, seperti kualitas yang tidak sesuai spesifikasi. Keadaan
inilah yang mengarah pada pentingnya melakukan pengukuran kinerja supplier
secara periodik.
Vendor Performance Indicator adalah suatu metode evaluasi dengan
menentukan terlebih dahulu indikator-indikator performansi kinerja supplier. Pada
umumnya untuk menjamin kestabilan produksi dari kekurangan bahan baku
biasanya perusahaan memiliki lebih dari satu supplier untuk setiap item barang,
oleh karena itu Vendor Performance Indicator dipergunakan untuk mengevaluasi
kinerja tiap-tiap supplier yang ada.
Karena itu perlu dilakukan dengan Vendor Performance Indicator (VPI)
merupakan suatu sistem manajemen pengukuran kinerja supplier yang dilakukan
secara komprehensif dan sesuai reqruitment perusahaan dan dapat menunjukkan
performansi kinerja dari supplier. Pengukuran kinerja supplier ini menggunakan 5
kriteria yaitu : Quality, Cost, Delivery, Flexibility dan Responsiveness (QCDFR)
dalam memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Setiap VPI dan kriteria yang
ada dalam pengukuran kinerja supplier dibobotkan dengan menggunakan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP), melalui perangkat lunak Expert Choice
versi 9.0.
Dengan menggunakan metode ini diharapkan perusahaan mampu
mengevaluasi supplier dan memutuskan apakah supplier tersebut masih layak
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang kondisi perusahaan maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Berapa tingkat kinerja supplier pasir berdasarkan Quality, Cost,
Delivery, Flexibility dan Responsiveness di PT. Cahaya Purnama Nusantara
Sidoarjo?”
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Supplier yang diamati adalah supplier yang telah bekerja sama dengan PT.
Cahaya Purnama Nusantara Sidoarjo lebih dari 12 bulan, sehingga dapat
diukur performansinya.
2. Data yang diambil yaitu data tahun 2009.
3. Jumlah supplier yang diteliti adalah 3 (tiga).
4. Jenis bahan baku yang diamati adalah pasir.
5. Aspek yang berupa performansi asset dan cost tidak diteliti.
1.4 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data realisasi (data receiving order dan data purchasing order) dan data target
diasumsikan sesuai dengan kondisi riil dari perusahaan serta tidak mengalami
perubahan yang drastis pada saat penelitian dilakukan.
1.5Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur skor kriteria Vendor Performance Indicator (VPI) pada
masing-masing supplier pasir.
2. Menentukan tingkat kinerja dari ketiga supplier pasir.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tugas akhir ini dapat dirasakan oleh
berbagai pihak yang bersangkutan, antara lain :
a. Bagi penulis :
1. Mendapatkan kerangka sistem evaluasi supplier dengan Vendor
Performance Indicator yang relevan dengan kondisi perusahaan.
2. menambah wawasan, pemahaman, dan pengetahuan tentang dunia industri
secara nyata, khususnya tentang kinerja supplier.
b. Bagi perusahaan
1. Mengetahui performansi supplier pasir yang terbaik sehingga dapat
membantu dalam pengambilan keputusan serta memberikan masukan
kepada supplier berdasarkan indikator kinerja yang kurang baik.
c. Bagi universitas
1. Mempunyai studi literature yang dapat menghubungkan antar dunia
industri dengan dunia perguruan tinggi.
2. Dapat menyediakan literature acuan yang berguna bagi mahasiswa yang
1.7Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini
adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, asumsi, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang landasan teori-teori yang digunakan
dalam pelaksanaan penelitian sebagai penunjang untuk mengolah
dan menganalisa data-data yang diperoleh secara langsung maupun
tidak langsung yaitu teori tentang supplier, teori pemilihan supplier
, teori purchasing, model-model evaluasi supplier, teori Vendor
Performance Indicator (VPI) serta teori Analitical Hierarchy
Process (AHP) dan langkah-langkah metode AHP.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang langkah-langkah dalam melakukan
penelitian, mulai dari lokasi pencarian data, metode pengambilan
data, identifikasi variabel, dan metode pengolahan data, yang
dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian selama
pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi kondisi kerja sama supplier dengan PT. Cahaya
identifikasi Vendor Performance Indicator (VPI) sampai dengan
finalisasi dan pembobotannya sehingga terbentuk hirarki sistem
evaluasi supplier. Selanjutnya pada bab ini juga berisikan scoring
system yang dilakukan terhadap ketiga supplier yang diamati serta
melakukan analisis traffic light untuk mengetahui apakah
achievment indicator kinerja supplier telah tercapai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini merupakan penutup tulisan yang berisi kesimpulan
dan saran mengenai analisa yang telah dilakukan sehingga dapat
memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan ataupun
perbaikan bagi pihak perusahaan maupun pihak supplier.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Supplier
Supplier dalam bahasa indonesia berarti pemasok yang mempunyai
pengertian suatu pihak atau badan yang memenuhi kebutuhan pihak atau badan
lain baik berupa barang atau jasa, berdasarkan kriteria dan spesifikasi yang telah
ditentukan sebelumnya. Supplier merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Abahan pertama ini
bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan,
suku cadang dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam
artinya yang murni, ini termasuk juga suppliers atau sub-suppliers. Jumlah
supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi supplier biasanya berjumlah banyak
sekali. (Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, 2002 : 6)
Dalam melakukan pemilihan supplier yang dipakai dalam memenuhi
kebutuhan bahan baku untuk produksi, perusahaan berusaha mengejar perbaikan
sehingga mampu mendorong perusahaannya menjadi juara dalam pemenuhan
kebutuhabn konsumen. Untuk menjadi juara memerlukan fokus, dedikasi,
kreativitas dan kerja keras. Untuk itu perusahaan melakukan satu hal yang paling
pokok yaitu menyangkut dan terfokus pada sumber pembelian barang keperluan
perusahaan dan logistik. Perusahaan berusaha mencari kerjasama dengan pemasok
2.1.1 Pemilihan Supplier
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan supplier
selain cost juga consistensy-nya (quality and delivery), reliabilitas, relationship,
flexibilitasnya dan juga service levelnya. Hal yang ditekankan dalam pemilihan
supplier adalah buyer-supplier relationship yaitu kemampuan keduanya untuk
bekerja sama (co-operative) dengan menyamakan visi dan misi keduanya,
sehingga hubungan tak hanya untuk short term saja. Rasa saling percaya
(goodwill trust) dalam suatu hubungan adalah hal yang paling penting karena
dengan rasa saling percaya kedua belah pihak dapat saling mengandalkan, dan
hubungan kerja sama yang baik dapat terbentuk, yang tentu saja hal tersebut dapat
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Saat memilih supplier ada beberapa point pertimbangan dimana biasanya
kualitas dari produk, service atau pelayanan dan ketepatan waktu pengiriman
adalah hal yang penting, meskipun ada beberapa faktor lain yang harus
dipertimbangkan. Faktor utama yang dipertimbangkan oleh suatu perusahaan
ketika memilih supplier adalah (William J Stevenson, 2000, production
operations management :701):
1. Harga : faktor ini biasanya merupakan faktor utama, apakah terdapat
penawaran diskon, meskipun hal itu kadangkala tidak menjadi hal yang paling
penting.
2. Kualitas : suatu perusahaan mungkin akan membelanjakan lebih besar
biayanya untuk mendapatkan kualitas barang yang baik.
3. Pelayanan : pelayanan yang khusus kadangkala dapat menjadi hal yang paling
petunjuk cara penggunaan, perbaikan peralatan dan pelayanan yang sejenis,
dapat menjadi kunci dalam pemilihan satu supplier daripada yang lain.
4. Lokasi : lokasi supplier dapat mempunyai pengaruh waktu pengiriman, biaya
transportasi, dan waktu respon saat ada order atau pesanan yang mendadak
atau pelayanan yang bersifat darurat. Pembelian ada daerah setempat/lokal
dapat menumbuhkan goodwill (pengaruh baik) dalam suatu hubungan serta
dapat membantu perekonomian daerah sekitar.
5. Kebijakan persediaan supplier : jika supplier dapat memelihara kebijakan
persediaannya dan menjaga spare parts yang dimilikinya, hal ini dapat
membantu dalam kasus kebutuhan bahan baku yang mendadak.
6. Fleksbilitas : niat yang baik dan kemampuan supplier dalam merespon
perubahan permintaan dan memenuhi perubahan desain pesanan dapat
menjadi faktor yang penting dalam pemilihan supplier.
2.1.2 Evaluasi dan Seleksi Supplier
Proses pembelian sangat kompleks karena banyak faktor yang harus
dipertimbangkan. Proses terdiri dari pembuat keputusan dan pengaruh keputusan
yang disatukan dalam DMU (desicion-making unit). Proses evaluasi dan seleksi
supplier ini meliputi 12 langkah yaitu (Miranda dan Amin Widjaja Tunggal, 2005
: 62) :
1. Identifikasi kebutuhan
2. Membuat spesifikasi
3. Mencari alternatif
4. Membangun koneksi
6. Mengevaluasi alternatif aksi pembelian
7. Anggaran yang tersedia
8. Mengevaluasi alternatif pembelian yang spesifik
9. Bernegosiasi dengan supplier
10.Membeli evaluasi pasca pembelian (postpurchase)
11.Menggunakan evaluasi pasca pembelian
12.Menyalurkan evaluasi pasca pembelian
Salah satu cara untuk mengukur dan mengevaluasi suplier (Miranda dan
Amin Widjaja Tunggal, 2005 : 64) :
Langkah 1
Manajer mengidentifikasi semua supplier potensial yang menjual item yang dibeli
perusahaan.
Langkah 2
Membuat daftar berisi atribut-atribut untuk dievaluasi tia atribut pada tiap supplier
(misalnya reliabilitas produk, harga, penyesuaian pesanan). Skala 1-5 digunakan
(1 = rating terburuk, 5 = rating terbaik) tetapi skala lain juga bisa digunakan.
Langkah 3
Manajemen memutuskan pentingnya tiap atribut bagi perusahaan, misalnya
reliabilitas produk penting bagi perusahaan, maka atribut ini diberi rating terbaik.
Bila arga tidak sepenting reliabilitas, maka rating yang lebih kecil diberikan pada
atribut harga yang tidak berguna bagi perusahaan diberi 0.
Langkah 4
Langkah selanjutnya adalah membuat ukuran gabungan tertimbang tiap atribut.
kepentingan atribut. Penambahan gabungan angka untuk tiap supplier
menunjukkan rating keseluruhan yang dapat dibandingkan dengan supplier
lainnya. Semakin dekat pula pertemuan supplier dengan kebutuhan dan spesifikasi
perusahaan.
Salah satu kelebihan pendekatan ini adalah memaksa manajemen untuk
merumuskan elemen penting dari keputusan purchasing dan mempertanyakan
metode, asumsi dan prosedur yang telah digunakan sebelumnya.
2.1.3 Supplier Partnership
Optimalisasi dalam pemenuhan pengadaan bahan baku memerlukan aliran
informasi yang lancar, transparan, dan akurat serta memerlukan kepercayaan antar
peserta pengadaan barang dan jasa. Hal ini hanya mungkin dilakukan melalui
proses yang panjang dan antar pihak yang makin saling mengenal. Dengan
demikian, satu-satunya cara adalah diantara mereka yang terkait terdapat
semacam partnering. Optimalisasi tidak mungkin dicapai apabila dilakukan oleh
supplier yang terus-menerus berbeda dan berganti, karena hal-hal yang diinginkan
tersebut tidak akan mungkin terwujud secara optimal. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa partnering adalah salah satu solusi yang terbaik dalam melakukan
optimalisasi kerja sama dengan para supplier. Perlu disampaikan juga bahwa ada
beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan
terus-menerus, yaitu (Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, 2002 : 121) :
1. Meyakini memiliki tujuan yang sama (Common Goal)
a. Tujuan dari semua perusahaan sebetulnya sama, yaitu dapat hidup dan
b. Untuk itu harus terus-menerus menghasilkan barang/jasa yang bermutu
dengan harga layak, sehingga laku terjual dipasaran dengan imbalan
keuntungan tertentu.
c. Pembeli dan penjual harus melihat dua hal tersebut sebagai tujuan yang
sama.
d. Kesalahan umum adalah banyak yang menganggap keuntungan (profit)
merupakan tujuan utama perusahaan. Perusahaan yang bisa survive dan
growth dengan sendirinya tentu akan menghasilkan perusahaan yang
hanya memperoleh keuntungan di tahun-tahun tertentu saja belum tentu
sanggup mempertahankan hidupnya untuk jangka panjang.
2. Saling menguntungkan (Mutual Benefit)
a. Kedua pihak harus sadar bahwa setiap pembicaraan atau negosiasi sesuatu
yang dapat meguntungkan kedua belah pihak (win-win) dan tidak boleh
hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak lain.
b. Kalau ini terjadi, maka hubungan tidak akan berlangsung lama dan
kemitraan akan gagal.
c. Saling menguntungkan adalah motivasi yang sangat kuat, bahkan mungkin
yang terkuat bagi kedua pihak untuk melekukan dan melanjutkan
kemitraan
d. Oleh karena itu, tidak ada satu pihak pun yang boleh merasa berada diatas
pihak yang lain dan dapat mendikte kehendaknya pada pihak lain. Semua
3. Saling Percaya
a. Untuk mencapai prinsip kedua tersebut diperlukan sikap saling percaya
dan terbuka.
b. Saling percaya disini termasuk dalam perhitungan biaya produksi dan
harga barang/jasa yang dihasilkan. Kedua belah pihak dapat saling
memberikan nasehat atau pendapat untuk melakukan effisiensi atau
penurunan tertentu.
c. Oleh karena itu, perundingan dalam full partnership sudah hampir sama
dengan perundingan antar bagian dalam suatu perusahaan.
d. Saling percaya tidak hanya pada kejujuran dan itikad baik masing-masing
untuk memenuhi perjanjian dan kesepakatan bersama, misalnya ketepatan
waktu pembayaran, waktu penyerahan, mutu barang dan sebagainya.
e. Kalau hubungan yang saling menguntungkan dapat disebut sebagai
motivasi utama dalam membangun kemitraan,maka saling mempercayai
merupakan bahan utama untuk membangun kemitraan yang berjangka
panjang. Sikap saling percaya tidak harus dibangun tahap demi tahap,
tetapi harus terbukti dan dapat bertahan dalam jangka panjang.
4. Bersikap terbuka (Transparant)
a. Untuk itu, dalam batas-batas tertentu yang cukup luas, data dari kedua
belah pihak dapat dilihat oleh pihak lain.
b. Tentu saja kedua belah pihak terikat secara legal dan moral untuk
merahasiakan data-data tertentu yang memang harus dirahasiakan.
c. Transparansi dapat meningkatkan sikap saling mempercayai, dan
5. Menjalin hubungan jangka panjang (Long term Relationship)
a. Dua pihak yang saling percaya, saling menguntungkan, dan mempunyai
kepentingan yang sama, cenderung akan bekerja sama dalam waktu yang
panjang, tidak hanya selama 5 atau 10 tahun, tetapi sering kali lebih dari
20 tahun.
b. Hubungan jangka panjang juga memungkinkan pihak rekanan supplier
untuk bersedia, berani, dan mampu melakukan investasi yang besar untuk
kepeluan R&D demi peningkatan mutu produknya.
c. Pada gilirannya ini juga akan menguntungkan supplier, dan ini tidak
mungkin dilakukan apabila hubungan hanya jangka pendek.
6. Terus-menerus melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang/jasa
a. Salah satu prinsip yang penting dalam kemitraan adalah kedua belah pihak
harus senantiasa meningkatkan mutu, effisiensi, biaya, dan harga
barang/jasa yang dimaksud.
b. Dengan demikian, perusahaan dapat bertahan dalam kompetisi global yang
makin lama makin ketat.
c. Ketahanan dalam berkompetisi membuat perusahaan dapat bertahan hidup,
dan berkembang, dan ini akan menguntungkan pihak yang lainnya juga.
d. Jadi, perbaikan terus-menerus dalam mutu dan harga barang merupakan
kepentingan kedua belah pihak.
Namun dalam menjalin supplier partnership ini tidaklah mudah, ada
Masih banyaknya anggapan bahwa supplier atau pihak lain adalah ”lawan”
atau bahkan ”musuh” dalam berbisnis dan bukan merupakan ”mitra”.
Masih banyaknya anggapan bahwa antara supplier atau pihak lain dan
perusahaan sendiri pada hakekatnya mempunyai tujuan yang berlainan,
bahkan saling bertentangan, sedangkan sebetulnya tujuan akhir mereka
sama, yaitu sama-sama perlu survive dan growth.
Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil ”win-lose” dan
kurang mengenal konsep ”win-win negotiation”.
Banyak yang masih terlibat pada hubungan ”Jangka pendek” kurang
melihat hubungan ”jangka pendek” yang saling menguntungkan.
Oleh karena itu konsep-konsep baru seperti ”win-win negotiation”,
”supplier partnership” , dan sebagainya perlu dikembangkan diantara para pelaku
kegiatan pengadaan barang dan dan didalam perusahaan sendiri untuk
menciptakan kepercayaan yang sangat diperlukan dalam mengoptimalkan
manajemen rantai pasok perusahaan.
Yang pada akhirnya supplier partnership atau kemitraan bisnis ini dapat
memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Menambah nilai produk
Partnership dengan perusahaan unggul dapat menambah nilai pada produk
yang dipasarkan sepertimempersingkat waktu distribusi atau produksi,
b. Memperbaiki akses pasar
Ini dapat dicapai dengan pemasangan iklan bersama, penggunaan jaringan
mitra kerja dan sebagainya.
c. Memperkuat operasi
Partnership dengan mitra yang sesuai dapat menggabungkan sumber daya
masing-masing, meningkatkan effisiensi, pemberdayaan fasilitas, dan
sebagainya.
d. Menambah kemampuan teknologi
Kemampuan dan pengalaman mitra serta H&D mitra bisa menjadi R&D
bersama hingga kemampuan teknologi sendiri dapat ditingkatkan.
e. Memperlancarkan pertumbuhan
Banyak kesamaan bertumbuh hanya terbuka bagi perusahaan besar dan
berpengalaman. Dengan kemitraan, sumber daya dapat digabungkan
sehingga mampu menghilangkan halangan untuk tumbuh.
f. Menambah ketrampilan organisasi
Kemitraan memberikan kesempatan yang luar biasa untuk belajar dari
sesama mitra usaha dan belajar bersama.
g. Membangun kekuatan finansial
Dengan kemitraan, keuntungan dapat bertambah dan banyak jenis biaya
dapat dipikul bersama sehingga menambah kemampuan keuangan
masing-masing maupun bersam-sama.
2.1.4 Perbedaan memilih dan mengevaluasi supplier
Perbedaan antara memilih dan mengevaluasi supplier dapat dijelaskan
[image:31.612.135.483.192.400.2]dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Perbedaan Memilih dan Mengevaluasi Supplier
Aspek Memilih Mengevaluasi
Tujuan Membandingkan beberapa
alternative untuk kemudian dipilih yang terbaik
Memonitor perkembangan kinerja supplier secara periodik setelah transaksi berjalan selama selang waktu tertentu Frekuensi Lebih jarang, sering kali hanya
sekali dalam jangka waktu yang lama
Periodik
Kriteria Multi criteria Multi criteria
Dilakukan oleh Tim lintas fungsi kadang kala membutuhkan intervensi top management
Tim lintas fungsi atau top management
Kegiatan Lebih intensif membutuhkan pengumpulan data-data eksternal
Lebih straight forward (secara langsung), buyer biasanya memiliki catatan kinerja
supplier
( Sumber : Dobler D. W, Burt D.N and Lee. L, 1990 ) 2.1.5 Purchasing (Procurement)
Istilah purchasing dan procurement sering tertukar, meskipun berbeda
pelaksanaannya. Purchasing pada umumnya berhubungan dengan pembelian
aktual material dan segala aktivitas yang berhubungan dengan proses pembelian.
Aktivitas procurement dikenal sebagai process-oriented dan strategi. (Miranda
dan Amin Widjaja Tunggal, 2005 : 60) :
Tujuan dari Purchasing :
1. Memberikan aliran material, persediaan dan pelayanan yang
berkesinambungan yang dibutuhkan untuk menjalankan organisasi.
2. Meminimalkan investasi persediaan dan kerugian.
4. Menemukan atau mengembangkan kemampuan supplier.
5. Menstandarisasi, dimana kemungkinan barnga dibeli.
6. Pembelian barang yang diperlukan dan pelayanan pada tingkat biaya total
terendah.
7. Mengembangkan posisi organisasi yang kompetitif.
8. Mencapai keharmonisan, hubungan kerja yang produktif dengan area
fungsional lainnya dalam organisasi.
9. Menyempurnakan sasaran pembelian pada kemungkinan tingkat biaya
administrasi yang terendah.
Kategori produk yang biasa dibeli oleh perusahaan ada 6 yaitu :
1. Komponen produk
2. Bahan baku
3. Peralatan pendukung
4. Peralatan proses
5. Bahan untuk mendukung operasi
6. Jasa / pelayanan
2.1.6 Faktor-faktor Yang Dipertimbangkan Dalam memutuskan Pembelian
Optimalisasi dalam dalam pengadaan bahan baku memerlukan aliran
informasi yang lancar, transparan, dan akurat serta memerlukan kepercayaan antar
peserta pengadaan barang dan jasa sesuai dengan karakteristik dari masing-masing
item yang akan di supplay karena baik atau tidaknya material management
tersebut sangat tergantung dari supplier. Apabila supplier kurang responsif dalam
permintaan maka akibat yang ditimbulkan adalah terjadi stockout dan juga apabila
karena material termasuk komponen yang tidak murah. Manajer purchasing dapat
mempertimbangkan beberapa atau semua faktor berikut ini ketika memutuskan
pembelian (Miranda Amin Widjaja Tunggal, 2005 : 63) :
Lead-time (tenggang waktu) Valiabilitas lead-time
Persentase pengiriman tepat waktu
Persentase ketersediaan stok
Penyesuaian dalam ordering / komunikasi
Kemampuan menjelajah
Downtime yang disebabkan kesalahan vendor, pengiriman sebagian atau
keterlambatan pengiriman
Daya tahan produk
Mudah dipelihara dan mudah dioperasikan
Kegagalan produk yang disebabkan oleh kesalahan tempat atau material
Penolakan kualitas Sfesifikasi teknik
Penawaran jas training / teknik Persaingan harga
Keyakinan dalam penjualan yang tepat
Pengalaman masa lampau bersama vendor
Keseluruhan reputasi vendor Syarat-syarat finansial
Tanggung jawab utama dari manajemen material adalah memilih sumber
yang paling konsisten dalam memenuhi sfesifikasi standart kualitas. Sehingga
hendaknya diadakan program pengawasan mutu untuk berjaga-jaga terhadap
merosotnya mutu material.
Sebagian besar usaha manajemen material itu menyangkut perundingan
harga dan dan penurunan biaya. Pembelian dilakukan dengan harga yang terbaik,
harga terbaik bukan selalu harga termurah dipasar tetapi harus dilihat dari mutu
yang konsisten dan supplay yang kontinu.
Pemeliharaan supplay yan kontinu merupakan suatu aspek esensial dari
manajemen material, untuk menghindari persediaan yang tak menentu, maka
perlulah diadakan perjanjian tetap dan pemenuhan syarat-syarat finansial sehingga
keteraturan prosedur distribusi fisik dapat dipertahankan kontinuitas dalam
penyelenggaraan pesanan langganan.
2.2Model – model Evaluasi Supplier
Kebanyakan dari model-model yang ada mengkombinasikan subjektive
judgements dan kalkulasi (quantitative approaches). Berikut ini beberapa contoh
model dalam mengevaluasi supplier yaitu :
2.2.1 Categorical Plant
Pendekatan yang pertama di evaluasi performansi supplier merupakan
pendekatan kualitatif yang disebut model kategori atau model faktor. Model ini
merupakan rangkaian prosedur yang mudah, tidak membutuhkan pelatihan
tertentu, tidak membutuhkan pengumpulan data yang banyak dan analisis yang
dari perusahaan (buyer). Pada model ini penilaian bersifat subjektive dan aspek
yang dinilai dikategorikan menjadi beberapa tingkatan yaitu preferred, neutral,
dan unsatisfactory. Contoh : sebuah perusahaan menggunakan kategori berikut
untuk menilai kinerja supplier.
E- Excellent
A- Acceptable
H- High
M- Medium
L- Low
M- Marginal
U- Uacceptable
Dengan hanya menggunakan kategori- kategori diatas, kita telah dapat
melakukan penilaian kinerja supplier namun tentunya hal tersebut tidak cukup
akurat dan terbukti efektif dalam mengevaluasi supplier karena penilaian sangat
subjektive dan perspektif masing-masing penilaian sangat berbeda-beda.
Perusahaan membuat daftar supplier dan produknya, kemudian membuat
daftar untuk tiap supplier terhadap faktor-faktor tertentu dari laporan kualitas
performansi dan pelayanan teknis. Penilaian diberikan dalam sistim tiga nilai yaitu
baik, kurang atau cukup.
Evaluasi dilakukan oleh masing-masing departemen yang terkait dengan
pembelian sesuai dengan faktor performansi yang relevan. Performansi akhir
untuk jangka waktu pendek, misalnya tiap bulan sehingga dapat diketahui
kecenderungan dari tiap supplier untuk dianalisa mengenai performansi jangka
panjangnya. Metode kategori merupakan prosedur mencatat, melaporkan, teknik
analisa secara sederhana dengan mengumpulkan dan evaluasi data yang mudah
dengan biaya yang murah. Keahlian dan penilaian perusahaan (buyer) sangat
penting, namun hal ini dapat mengakibatkan ketidak konsistenan penilaian
[image:36.612.129.514.307.654.2]performansi karena adanya subjektifitas dan evaluasi.
Tabel 2.2 Foam untuk supplier performance evaluation
dengan metode categorical plant Supplier --- Date --- Summary Evluation by Department
Preterred Neutral Unsatisfactory
Purchasing Receiving Engineering Quality - Purchasing
Delivers on schedule Delivers at quoted prices Prices are competitive
Drompt and accurate with routime doc - Receiving
Delivers perrouting instructions Has adequate delivery service Has good packaging
- Accounting Invoice correcting
Issues credit memos puntually Doest ask for special financial consd - Engineering
Past record on reliability of products Has techinical a bility for difficult work
- Quality
Quality of material
Furnishes certification, affidativits
2.2.2 Weighted Point Plan
Setiap faktor dalam model ini akan diberi nilai dengan bobot yang
berbeda-beda untuk masing-masing faktor sesuai dengan kepentingan perusahaan
dalam memberikan penilaian misalnya saja pada faktor Quality 50 %, Service 25
%, Price 25 %. Setelah itu langkah selanjutnya ialah mengukur aktual
performance dari masing-masing supplier untuk masing-masing faktor. Untuk
mendapatkan overall rating untuk supplier tersebut, setiap bobot faktor akan
dikalikan dengan nilai aktual performance.
Dengan menggunakan model ini penggukuran akan lebih bersifat
kuantutatif dengan untuk dapat membandingkan performance dari dua atau lebih
supplier perlu lebih memperhatikan faktor, bobot dan pengukuran secara
konsisten untuk semua supplier. Faktor subjektivitas dalam faktor ini sudah
berkurang dikarenakan adanya bobot dan formula yang digunakan dalam
penggukuran performansi dari supplier tersebut. Model ini juga lebih fleksibel
sehingga faktor-faktor yang lain yang ingin dikaitkan dalam penggukuran dapat
disesuaikan dengan kasus yang dihadapi perusahaan. Dan juga model ini juga
dapat digunakan conjuction dengan model categorical plan jika perusahaan ingin
memasukkan faktor lain yang dianggap penting namun bersifat subjektifitas dalam
[image:37.612.125.513.611.678.2]evaluasi supplier.
Tabel 2.3 Ilustrasi Evaluasi Supplier dengan model pembobotan faktor
Faktor Bobot Penilaian Performansi aktual
Kualitas 50 100 % - % rejects 5 % rejects Pelayanan 25 100 % - 7 % tiap failure 3 failures Harga 25
aaktual H
aterendah H
arg arg
* 100 %
$ 100
Evaluasi performansi
50 * (1.00- 0,5) = 47,50
25 * (1.00- (0,7 * 3)) = 19,75
25 * 100 $
90 $
= 22,50
--- +
89,75 keseluruhan
2.2.3 Cost Ratio Plan
Metode ini mengevaluasi biaya dari masing-masing faktor sebagai
prosentase dari total pembelian untuk supplier. Metode ini mengevaluasi
performansi supplier dengan menggunakan standart cost. Dengan menggunakan
metode ini pembeli harus dapat mengidentifikasi biaya tambahan yang muncul
selama berlangsungnya kerjasama dengan supplier. Biaya tersebut terpisah dari
element performansi supplier yaitu kualitas, service dan harga. Untuk setiap biaya
tersebut akan dikonversikan kedalam bentuk rasio biaya yang menggambarkan
penambahan biaya berupa prosentase total biaya pembelian dari supplier. Ketiga
rasio biaya tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan rasio biaya keseluruhan dari
supplier dan selanjutnya ditambahkan dengan harga dari supplier, kemudian
dibandingkan dengan nilai rasio biaya dari supplier lain.
Metode ini dalam pengaplikasiannya sangat kompleks sehingga
dibutuhkan suatu desain yang khusus, perusahaan yang besar dan sistim akutansi
yang terkomputerisasi dengan baik untuk mendapatkan data biaya yang tepat.
2.2.4 Mathematical Programing
Pendekatan secara matematis juga bisa dilakukan untuk mengevaluasi
supplier. Menurut Talluri dan Narasiman (2003), metode lain yang digunakan
dalam mengevaluasi supplier adalah pendekatan max-min, dengan menggunakan
mathematic programing. Dengan menggunakan data-data historis yang ada, yang
meliputi data-data tertentu, kemudian sesuai dengan metode yang dilakukan, maka
evaluasi supplier pun dapat dilakukan.
Contoh dari mathematical programing ini adalah linier programing yang
ditulis oleh Pan (1988). Analitycal Hierarchy Proses yang ditulis oleh Barbarosglu
dan Yazgac (1997). Penyelesaian model mathematical programing ini dapat
dilakukan dengan bantuan software LINDO.
2.2.5 Vendor Performance Indicator
2.2.5.1Konsep Metode Vendor Performance Indicator (VPI)
Vendor Performance Indicator adalah suatu metode evaluasi dengan
menetukan terlebih dahulu indicator-indikator performansi kinerja supplier. Untuk
menjamin kestabilan produksi dari kekurangan bahan baku biasanya terdapat lebih
dari satu supplier untuk setiap item barang. Selanjutnya untuk menjamin
kestabilan kedatangan material agar sesuai standart kualitas, evaluasi supplier
harus dilakukan secara periodik, supplier akan dipilih berdasarkan seberapa baik
supplier dapat memenuhi variasi spesifikasi pemesanan yang tidak hanya
tergantung pada harga, tetapi total biaya pengadaan material tersebut.
Karena produksi berawal dari pembelian, dan program pembelian tidak
efektif akan dapat membantu perusahaan dalam penerapan produksi just in time
(JIT) yang baik.
Tiap perusahaan mempunyai spesifikasi persyaratan yang berbeda-beda
dalam mengevaluasi supplier yang dimilikinya, antara lain dengan metode sebagai
berikut :
2.2.5.2 VPI berkerangka QCDFR
YP. Fun dan JS. Hung (1997) menyatakan dalam jurnal yang berjudul “A
New Measure for Supplier Performance Evaluation”, bahwa salah satu kerangka
Vendor Performance Indicator (VPI) adalah Quality, Cost, Delivery, Flexibility,
Responsiveness (QCDFR). Dimana :
Q : Quality
Mengenai kemampuan supplier pemenuhan kualitas yang sesuai standard
yang telah ditetapkan
C : Cost
Berhubungan dengan tingkat harga bahan baku yang ditawarkan oleh
supplier
D : Delivery
Berhubungan kemampuan pemenuhan kuantitas dan waktu pengiriman
F : Flexibility
Berhubungan dengan kemampuan pemenuhan permintaan jika ada
perubahan jumlah dan waktu pengiriman
R : Responsiveness
Berhubungan dengan kemampuan supplier dalam merespon problem dalam
2.2.5.3 Vendor Performance Indicator Menurut Choy and Hartley
Choy and Hartley (1996) menyatakan bahwa criteria dalam melakukan
evaluasi supplier antara lain :
1. Finance
1.1 Financial conditions
1.2 Probability of supplier
1.3 Financial records disclosure
1.4 Performance awards
2. Consistency
2.1 Conformance quality
2.2 Consistent delivery
2.3 Quality philosophy
2.4 Prompt response
3. Relationship
3.1 Long term relationship
3.2 Relationship closeness
3.3 Communication openness
3.4 Reputation of integrity
4. Flexibility
4.1 Product volume changes
4.2 Short set up time
4.3 Short delivery lead time
5. Technological Capability
5.1 Design capability
5.2 Technical capability
6. Service
6.1 After sales support
6.2 Sales competence
7. Reliability
7.1 Incremental improvement
7.2 Product reliability
8. Price
8.1 Low initial price
Untuk kriteria pertama terdiri dari empat faktor, dua dari empat factor
tersebut berhubungan langsung dengan keadaan ekonomi supplier, factor ketiga
mengenai sikap terbuka kepada orang lain mengenai keadaan ekonominya dan
yang keempat mengenai penghargaan-penghargaan yang pernah diterima oleh
supplier. Dari penghargaan yang pernah diterimanya mungkin akan menjadi alas
an kuat bagi perusahaan untuk memilihnya dari pada supplier lainnya.
Pada kriteria kedua yaitu consistency berisi mengenai hal sehari-hari yang
biasa mereka lakukan dalam pekerjaannya, yaitu konsistensi supplier untuk
memenuhi delivery deadlines dan kesiapan supplier dalam merespon permintaan.
Kriteria ketiga (Relationship) terdiri dari empat faktor, faktor pertama
pengalaman masa lalu, sedangkan ketiga aspek yang lain berhubungan dengan
kepercayaan dan cooperation dalam hubungan buyer-supplier.
Ketiga faktor pertama dalam kriteria keempat yaitu flexibility lebih
ditekankan pada tingkat fleksibilitas supplier dan faktor yang keempat adalah
mengenai kemauan dan kemampuan supplier untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi.
Pada kriteria kelima (Technological capability) menyangkut masalah
pemgetahuan supplier mengenai produk dan penggunaan teknologi dalam proses
produksinya.
Sedangkan untuk kriteria keenam (Service) menyangkut masalah
pelayanan mengenai produk atau jasa yang dijual. Pada kriteria ketujuh yaitu
reliability ditentukan dari peningkatan atau penilaian performansi supplier dan
kriteria yang terakhir mengenai harga. Penggunaan kriteria yang tepat hanya jika
sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga tidak ada kriteria yang jelek ataupun
baik tetapi sesuai atau tidak sesuai.
2.3 Analitical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty (1993) dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang kompleks
dengan aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini
disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pengambilan
keputusan serta ketidakpastian tersediaanya data statistik yang akurat atau
bahkan tidak sama sekali. Ada kalanya timbul permasalahan pada saat masalah
variasinya rumit sehingga data tidak mungkin dapat dicatat secara numerik hanya
secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi, pengalaman,
dan intuisi
Salah satu keuntungan utama AHP yang membedakan dengan model
pengambilan keputusan lainnya dalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia sebagian didasari
logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur diluar logika seperti perasaan,
pengalaman dan intuisi.
Penentuan bobot dalam metode ini didasarkan atas perbandingan
berpasangan masing-masing kreteria dan pemilihan alternatif-alternatif pada
[image:44.612.146.492.380.502.2]masing-masing kriteria.
Gambar 2.1 Struktur Hirarki Vendor Evaluating
Misalnya saja dalam penentuan bobot masing-masing kreteria (Quality,
Price, Delivery) dihitung berdasarkan hasil perbandingan berpasangan yang
dilakukan oleh bagian pembelian kemudian bobot masing-masing kriteria
diperoleh. Berbandingan berpasangan dilakukan untuk memberikan penilaian
terhadap masing-masing vendor pada tahap kriteria.
Penilaian dilakukan dengan mengajukan pertanyaan misalnya : untuk
aspek kualitas, seberapa baguskah supplier 1 bila dibandingkan dengan Vendor
Cost Delivery
Quality
1. Mutu barang
2. Spesifikasi barang sesuai standart perusahaan
1. Harga bahan baku 2. Periode pembayaran
tagihan
1. Ketepatan jumlah barang yang dikirim 2. Ketepatan waktu
supplier 2 ? dan penilaian dilakukan dengan menggunakan skala yang sama
seperti yang dilakukan pada penentuan bobot.
Nilai agregat tiap supplier dihitung dengan menjumlah hasil perkalian
antara bobot dan nilai untuk masing-masing kriteria, supplier yang memiliki
nilai paling besar adalah yang paling baik diantara ketiganya.
Kelebihan AHP (Suryadi dan Ramdhani 1998 : 131) dibandingkan
dengan yang lain karena adanya :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari criteria yang dipilih
sampai kepada sub-sub criteria yang paling dalam.
2. Memeperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria yang paling dalam.
3. Memperhitungkan ketahanan output analisis sensivitas pengambilan
keputusan.
4. Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah
data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Selain itu, AHP
mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objectif
dan multi criteria yang didasarkan pada perbandingan prefensi dari setiap
elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan
komprehensif.
2.3.1 Langkah-langkah dalam metode AHP
Menurut Suryadi dan Ramdhani, 1998 langkah-langkah yang ditempuh
dalam AHP adalah sebagai berikut :
2. Pembuatan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum sampai
dengan sub tujuan, meliputi kriteria adan kemungkinan alternatif paling baik.
3. Pembuatan matrik perbandingan berpasangan dengan melakukan penilaian
tingkat keputusan satu elemen terhadap elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sebanyak nx
2 1 n
dimana n
merupakan jumlah elemen yang dibandingkan.
5. Perhitungan nilai eigen dan pengujian konsistensi. Jika tidak konsisten maka
pengambilan data harus diulangi kembali.
6. Mengulangi langkah 3,4,5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Perhitungan nilai vektor eigen untuk setiap matrik berpasangan.
8. Memerikasa konsistensi dari hirarki. Jika ternyata nilainya lebih dari 0,1 maka
(10%) maka penilaian dan data tersebut harus diperbaiki.
2.3.2 Penyusunan prioritas
Merupakan berbandingan berpasangan yang digunakan untuk
mempertimbangkan faktor-faktor keputusan atau alternatif-alternatif dengan
memperhitungkan hubungan antara faktor dan sub faktor itu sendiri. Proses
perbandingan tersebut pada intinya adalah pengisian matriks perbandingan.
Matrik perbandingan yang dihasilkan adalah matriks yang tidak mengandung nilai
A1 A2 …… Am
[image:47.612.174.306.79.176.2]A1 a11 a12 ……. a1m A2 a21 a22 …… a2m An an1 an2 …… anm
Gambar 2.2 Matrik Perbandingan Berpasangan
Matriks An m merupakan matrik resiprokal. Dan diasumsikan terdapat n
element. Yaitu w1, w2, …..wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai
perbandingan secara berpasangan antara (w1,w2) dapat dipresentasikan seperti pada
matrik tersebut.
Wj Wi
= a (i,j) = 1,2,….n
Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matrik A dengan unsur- unsurnya
adalah a, dengan i,j = 1,2,…n
Unsur-unsur matrik tersebut diperoleh dengan membandingkan satu
elemen operasi terhadap element operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama.
Misalnya unsur ai,j adalah perbandingan kepentingan element operasi AI terhadap
element operasi aI sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur aij adalah sama
dengan1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks
perbandingan sama dengan nilai 1. Nilai unsur a12 adalah perbandingan
kepentingan element operasi A1 terhadap elemet A2. Besarnya nilai a12 adalah1/ a12
Yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan element operasi A2
terhadap element A1. Untuk mengisi matrik perbandingan berpasangan itu kita
diatas lainnya, berkenaan dengan sifat tersebut, table dibawah ini memuat skala
[image:48.612.126.512.158.448.2]banding berpasangan.
Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas kepentingan
Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besarnya terhadap tujuan. 3 Elemen yang satu lebih penting
dibandingkan elemen lain
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lain.
5 Elemen yang satu lebih penting dibanding elemen lain
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lain.
7 Satu elemen jelas lebih mutlak dibanding elemen lain
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlibat dalam praktek. 9 Satu elemen mutlak penting dari
pada elemen lain
Bukti elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin terkuat.
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi
Kebalikan Jika untuk aktiva I mendapatkan satu angka dibanding aktiva j, maka j mempunyai nilai kebalikan dibandingkan dengan nilai I
(Saaty.T.L.1993)
2.3.3 Perhitungan konsistensi Setiap Matriks Perbandingan
Pengecekan konsistensi dilakukan untuk melihat apakah perbandingan
berpasangan yang sudah dibuat masih berada didalam batas kontrol penerimaan
atau tidak. Nilai konsistensi < 0.1 maka dapat dikatakan bahwa data konsisten.
Jika ternyata tidak maka perlu dilaksanakan kajian ulang untuk menyelidiki
apakah konsistensi tersebut dapat diaplikasikan.
Langkah-langkah uji konsistensi yaitu :
Menghitung mak = penjumlahan darihasil perkalian bobot setiap kreteria
dengan nilai total setiap kolom.
Menghitung konsistensi index (Cl), Cl = ( maks – n ) / ( n-1 ) dan n
merupakan jumlah kreteria yang dibandingkan.
Menghitung konsistensi Ratio (CR), CR = (Cl) / RI dan RI adalah random
index yang merupakan tetapan.
Kenyataannya preferensi seseorang sering mengalami ketidak konsistenan.
Hal tersebut menyebabkan hubungan pada matrik berpasangan menyimpang dari
keadaan yang sebenarnya. Sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna.
Penyimpangan tersebut dapat diilustrasukan dengan apabila dalam suatu
matrik A terdapat penyimpangan kecil pada elemen aij, maka hal tersebut akan
menentukan nilai max.
Penyimpangan tersebut dinyatakan dengan consistency Index (CI) yang
diformulasikan sebagai berikut :
CI = n
n 1)
max(
Dimana : max = eigen value max
N = ukuran matrik
Untuk mengetahui konsistensi penilaian yang dilaksanakan oleh pihak
manajemen, maka perlu dilaksanakan perhitungan consistency ratio (CR)
formulasi yang digunakan sebagai berikut :
CR =
RI CI
Dimana : CI = consistency Index
Sedangkan nilai ratio index untuk matrik yang pengukuran 1-10 dapat dilihat
[image:50.612.127.515.150.211.2]sebagai berikut :
Tabel 2.5 Ratio Index
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matrik sebenarnya tidak ada
yang baku, hanya menunjukkan beberapa eksperimen dan pengalaman konsistensi
sebesar 10 % kebawah ialah tingkat inkonsistensi yang masih dapat diterima.
2.4 Scoring System
Scoring system dilakukan untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap
target yng telah ditetapkan untuk setiap indicator kinerja
2.4.1 Tipe Score
Sebelum dilakukan pengukuran maka dilakukan terlebih dahulu penentuan
jenis skor terlebih dahulu. Ada pun 3 macam skor yang dikenakan pada Vendor
Performance Indicator (VPI) adalah sebagai berikut :
1. Lower is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukurun dimana semakin rendah
nilainya (mendekati 0) maka kualitasnya akan lebih baik.
2. Large is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin besar nilainya
3. Nominal is Better
Pada karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu,
dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.
2.4.2 Traffic Light System
Traffic light system berhubungan erat dengan scoring system. Traffic light
system berfungsi sebagai tanda apakah score dari suatu indicator kinerja
memerlukan suatu perbaikan atau tidak. Indicator dari traffic light system ini
dipresentasikan dengan beberapa warna sebagai berikut :
Warna Hijau : Achievment dari suatu indicator kerja sudah tercapai.
Warna Kuning : Achievment dari suatu indicator kerja belum tercapai,
meskipun nilainya sudah mendekati target. Jadi pihak manajemen harus
berhati-hati dengan adanya berbagai kemungkinan.
Warna Merah : Achievment dari suatu indicator kerja benar-benar dibawah
target yang telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera.
2.5 Peneliti Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa peneliti terdahulu mengenai pengukuran kinerja
dengan Vendor Performance Indicator :
Vidya Kartika Sari (2009)
“Evaluasi kinerja supplier kayu kelapa dengan Vendor Performance Indicator
berdasarkan kriteria quality, cost, delivery, flexibility and responsibility (QCDFR)
di PT. Budi Cahaya Surabaya”.
Dewasa ini semakin dirasakan adanya persaingan yang ketat diantara
memenangkan atau paling tidak mempertahankan posisinya agar dapat terus aktif
dalam menjalankan usahanya. Terutama hubungan dengan supplier yang menjadi
pendukung utama dalam menjalankan kegiatan produksi untuk menghasilkan
produk yang nantinya akan disalurkan ke konsumen.
PT. Budi Cahaya Surabaya sebagai perusahaan semi manufaktur, dimana
produk yang dihasilkan adalah kayu, adapun salah satu jenis kayu yang paling
banyak dipesan dan disupplay adalah jenis kayu kelapa Sulawesi. PT. Budi
Cahaya memiliki lebih dari satu supplier untuk setiap item yang dibeli. Hal ini
agar perusahaan dapat menjaga ketersediaan item demi kelancaran jalannya proses
produksi. Karena selama ini pemilihan supplier lebih dititik beratkan pada sisi
harga bahan (cost), sedangkan quality, delivery, flexibility dan responsibility
bersifat subyektif, sehingga harga paling rendah itu menjadi kekuatan perusahaan
untuk memilih supplier.
Vendor Performance Indicator (VPI) merupakan suatu sistem manajemen
pengukuran kinerja supplier yang dilakukan secara menyeluruh dan sesuai dengan
requitment perusahaan dapat menunjukkan performansi kinerja supplier. Evaluasi
supplier ini dipandang menggunakan lima kreteria yaitu : Quality, Cost, Delivery,
Flexibility, Responsiveness (QCDFR) tentang kemampuan supplier dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Tiap VPI dan kriteria yang ada
dalam eveluasi supplier dibobotkan dengan menggunakan metode AHP, melalui
perangkat lunak Expert Choice Versi 9.0
Setelah performance supplier diukur dengan menggunakan scoring system
system sehungga dapat diketehui apakah achievement dari suatu indicator sudah
tercapai atau belum dan memerlukan perbaikan atau tidak.
Setelah performance supplier diukur dengan menggunakan scoring system
maka selanjutnya akan dilakukan analisa dengan menggunakan traffic light
system sehungga dapat diketehui apakah achievement dari suatu indicator sudah
tercapai atau belum dan memerlukan perbaikan atau tidak.
Hasil skor performansi kinerja ketiga supplier kayu kelapa selama tahun
2008 adalah sebesar 83% untuk PT. Meranti, untuk PT. Wahid Jaya sebesar 85%,
dan sebesar 79% untuk PT. Jati Mulia. Berdasarkan Traffic Light System ketiga
supplier kayu kelapa PT. Budi Cahaya Surabaya berada pada indikator kinerja
warna kuning.
Rio Jefri Syahrizal (2008)
“Pengukuran kinerja supplier bibit minyak wangi (Eau Compound) dengan
pendekatan Vendor Performance Indicator di PT. Romos Inti Cosmetic
Indusries”.
Pada era globalisasi yang sangat ketat ini kemenangan dalam persaingan
membutuhkan kemampuan untuk meningkatkan kinerja sehingga tiap perusahaan
untuk dapat melaksanakam strateginya dalam menghadapi kelancaran arus rantai
pasoknya dari mulai bahan baku proses produksi sampai produk ke tangan
konsumen.
PT. Romos Inti Cosmetic yang bergerak dibidang manufaktur produksi
minyak wangi. Sering terjadi peristiwa seperti supplier kurang responsive dalam
kekurangan stok (stockout) dan juga lead time (batas waktu) dari supplier yang
panjang sehingga menyebabkan proses produksi tidak dapat berjalan dengan baik
dan tidak tercapainya target produksi sering terjadi. Hal inilah yang mengarah
pada pentingnya perusahaan melekukan evaluasi supplier secara periodik.
Vendor Performance Indicator (VPI) merupakan suatu sistem manajemen
pengukuran kinerja supplier yang dilakukan secara menyeluruh dan sesuai dengan
requitment perusahaan dapat menunjukkan performansi kinerja supplier. Evaluasi
supplier ini dipandang menggunakan lima kreteria yaitu : Quality, Cost, Delivery,
Flexibility, Responsiveness (QCDFR) tentang kemampuan supplier dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Tiap VPI dan kriteria yang ada
dalam eveluasi supplier dibobotkan dengan menggunakan metode AHP, melalui
perangkat lunak Expert Choice Versi 9.0
Setelah performance supplier diukur dengan menggunakan scoring system
maka selanjutnya akan dilakukan analisa dengan menggunakan traffic light
system sehungga dapat diketehui apakah achievement dari suatu indicator sudah
tercapai atau belum dan memerlukan perbaikan atau tidak.
Skor performansi dari ketiga supplier bibit minyak wangi (Eau
Compound) sebesar 86