• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 Kajian Pemikirian Erving Goffman Terhadap Interaksi Antarpemeluk Agama di Desa Muara Langon Sesuai Unsur-Unsur Interaksi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab 4 Kajian Pemikirian Erving Goffman Terhadap Interaksi Antarpemeluk Agama di Desa Muara Langon Sesuai Unsur-Unsur Interaksi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 4

Kajian Pemikirian Erving Goffman Terhadap Interaksi Antarpemeluk Agama di Desa Muara Langon Sesuai Unsur-Unsur Interaksi

4.1. Pendahuluan

Setelah menguraikan pemikiran Goffman pada bab II dan mendekripsikan interaksi

antarpemeluk beragama yang ada di desa Muara Langon pada bab III maka dalam bab IV ini

akan dikaji teori Goffman untuk melihat interaksi antar pemeluk beragama yang terjadi di desa

Muara Langon. Dengan kajian tersebut diharapkan memperoleh dapat diperoleh jawaban yang

dapat menjelaskan interaksi yang terjadi di Desa Muara Langon sekaligus menjawab pertanyaan

penelitian dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis membagi bagian ini dalam empat bagian.

4.2 Interaksi Wajah

Menurut data komposisi warga desa Muara Langon yang dipaparkan dalam bab III

menunjukkan keragaman latar belakang warganya. Sebagaimana dikatakan oleh Mead bahwa

keberadaan individu tidak dapat dilepaskan dan sangat ditentukan oleh masyarakatnya dimana ia

hadir. Tradisi yang berlaku dalam masyarakat dan ajaran agama yang dianut merupakan hal-hal

penting yang membentuk individu warga desa Muara Langon. Ketika individu dilahirkan dan

mulai berinteraksi dengan keluarga inti sampai kepada masyarakat yang lebih luas maka interaksi

yang terjadi merupakan proses individu bersosialisasi. Partisipasinya dalam kegiatan bersih lahan

dan Nugal atau pelaksanaan sebuah pesta perkawinan merupakan bagian dari ia menerima tradisi

yang berlaku di masyarakatnya. Begitu pula dengan kegiatan-kegiatan keagamaan Islam, Kristen

maupun Kaharingan merupakan proses dimana menurut Goffman garis itu membentuk dirinya.

Tindakan individu sangat ditentukan oleh tradisi dan ajaran agama yang dianutnya, ini

(2)

terlibat dalam kerja gotong royong bersih lahan dan nugal atau menghadiri rapat desa.

Keterlibatannya itu karena dipengaruhi tradisi yang membentuk dirinya tetapi itu merupakan

responnya dalam interaksinya dengan orang lain.

Dalam berinteraksi warga desa berupaya menjaga konsistensi penampilan dirinya dengan

citra dirinya oleh Goffman diberi istilah Facework atau yang penulis terjemahkan sebagai upaya

konsistensi. Meskipun terkadang melaksanakan perkawinan membutuhkan biaya yang sangat

besar mulai dari persiapan hingga pelaksanaan acara perkawinan itu sendiri dan penutup kegiatan

hingga terkadang harus berhutang tetapi karena itu merupakan tradisi yang mereka miliki maka

hal tersebut tetap dilaksanakan oleh individu dan keluarga yang hidup di desa ini. Apabila dalam

perkawinan tersebut tidak mereka laksanakan seperti yang sudah menjadi tradisi mereka maka

perkawinan tersebut akan menjadi bahan perbincangan di desa. Orang biasanya memberikan

penilaian negatif mengenai pelaksanaan pesta tersebut. Jadi beban dana yang besar tidak menjadi

alasan bagi mereka untuk menjaga muka agar tidak dipermalukan.

4.3 Ritual Interaksi Antarapemeluk Kristen dan Islam

Berdasarkan data yang ada, pemeluk Islam merupakan keyakinan yang paling banyak

dianut oleh warga desa Muara Langon. Pemeluk Islam berjumlah lebih dari 50% penduduk desa

Muara Langon. Penduduk terbanyak kedua adalah Kristen. Kedua agama ini juga yang memiliki

ajaran-ajaran yang ketat terhadap pemeluknya. Maka pada bagian ini penulis akan membahas

interaksi yang terjadi diantara kedua pemeluk agama ini.

Sebagaimana Goffman katakan bahwa pertemuan merupakan unit sosiologi terkecil, maka

penulis melakukan pengamatan mengenai interaksi kedua penganut agama ini melalui

pertemuan-pertemuan yang berlangsung di desa ini.pertemuan-pertemuan-pertemuan-pertemuan terfokus antar pemeluk agama

(3)

pertemuan-pertemuan tersebut penulis bagi dalam dua bagian besar yaitu pertemuan dalam

rangka acara keagamaan dan pertemuan dalam kegiatan sosial masyarakat.

Dalam kegiatan keagamaan yang diuraikan dalam bagian ini, interaksi yang terjadi sangat

minim, bahkan sangat kurang. Jika mengacu kepada elemen-elemen ritual interaksi dari Goffman

interaksi yang terjadi justru proses penghindaran. Proses penghindaran ini terjadi ketika warga

Islam yang diundang dalam acara syukur panen ternyata tidak hadir dengan alasan lupa dan

kesibukkan lainnya. Alasan ini disampaikan setelah ditanyakan kepada yang bersangkutan. Pada

kunjungan ke rumah beliau untuk wawancara.

Kepala desa adalah seorang Islam. Ia hadir dalam acara syukur panen tersebut. Dalam

wawancara ketika ditanyakan kehadirannya dalam acara syukur panen mulai dari ibadah sampai

selesai lebih disebabkan oleh karena tanggung jawabanya sebagai seorang pemimpin dari desa

yang harus bersikap adil terhadap seluruh warga desanya. Goffman menyatakan ini sebagai peran

ritual seseorang. Interaksi terjadi oleh karena individu merasa bahwa ini adalah bagian dari

tanggung jawabnya terhadap warganya. Dalam wawancara juga diungkapkannya bahwa sebelum

ia datang ke acara syukur panen, terlebih dahulu ia telah mengkonsultasikannya dengan pemuka

agamanya, sehingga kehadirannya tersebut diketahui oleh pemuka agamanya.

Sikap ini berbeda ketika pertemuan tersebut dilakukan dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan. Dari tiga kegiatan yang diuraikan dalam bab III dapat dikemukan bahwa dalam

kegiatan-kegiatan ini interaksi yang terjadi terjalin dengan baik. Pemeluk agama Islam dan

Kristen bisa bekerja sama saling mendukung dan menopang ketika membahas mengenai evaluasi

kegiatan pelaksanaan program kerja di desa. Mereka mengkritisi pemerintah desa yang tidak

melaksanakan pekerjaan mereka dengan baik. Mereka juga saling mendukung ketika

(4)

bahwa elemen interaksi yang diakatakan Goffman yaitu bekerja sama untuk mengupayakan

konsistensi sebagai pemuka agama yang diundang hadir dalam rapat desa berjalan dengan baik.

Percakapan terjadi dalam rapat mengindikasikan kerja sama mereka.

Kegiatan bersih lahan dan Nugal juga mengindikasikan interaksi antar pemeluk beragama.

Bersih lahan dan Nugal merupakan kegiatan rutin tahunan dari warga desa. Proses bersih lahan

dan nugal sebagaimana tradisi warga desa dilakukan secara gotong royong. Bekerja gotong

royong ini tidak melihat latar belakang agama dan atau latar belakang suku. Ketika undangan

dikirimkan oleh sang pemilik lahan maka yang menerima undangan tersebut, baik pemeluk

Kristen dan Islam biasanya akan hadir untuk bekerja bersama membersihkan lahan dan nugal.

Undangan merupakan kewajiban dari warga desa yang menerima undangan dan menjadi hak dari

si pemilik lahan. Hal ini akan berubah ketika warga desa yang datang bekerja dalam kegiatan

sebelumnya, berperan sebagai pemilik lahan, maka si pemilik lahan yang dalam kebiatan

sebelumnya memiliki kewajiban untuk bekerja di lahan yang menjadi milik warga desa yang

sudah membantunya mengerjakan lahannya. Peristiwa ini menegaskan teori Goffman mengenai

elemen peran ritual seseorang.

Apabila ternyata ada warga desa yang tidak memenuhi tanggung jawabnya, maka baik

warga desa yang beragama Islam atau Kristen perlu meminta maaf kepada yang berhak menerima

kerja. Artinya kalau pemilik lahan orang Islam dan yang punya tanggung jawab kerja beragama

Kristen maka ia harus meminta maaf. Meminta maaf menurut Goffman adalah proses korektif.

Meminta maaf adalah salah satu upayanya menjaga konsistensi. Jika tidak meminta maaf maka ia

merusak citra dirinya dihadapan orang lain. citra diri yang rusak menimbulkan ketidakpercayaan

(5)

Dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, citra diri individu sebagai pemeluk agama Islam

dan Kristen tidak terlalu terancam sehingga tidak terlalu membutuhkan upaya konsistensi. Tetapi

citra diri terancam dari dari sisi sosial kemasyarakatan maka perlu upaya konsistensi. Individu

harus berupaya menunjukkan kepada masyarakat bahwa dirinya melaksanakan tradisi yang ada

atau kata lain mengikuti norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Diri seseorang patut

dihargai oleh karena diri adalah sesuatu yang sakral.1 Tindakan sekecil apapun patut untuk

dihargai dan dihormati.

Kegiatan sosial masyarakatan dilaksanakan berdasarkan tradiri yang ada. Setiap orang

melakukan yang sudah diatur dalam masyarakat siapapun dia tanpa terkecuali. Tradisi-tradisi

menjamin kebelangsungan kehidupan didalam masyarakat. Dalam adat perkawinan yang

dilaksanakan baik oleh orang Kristen, Islam maupun Kaharingan diatur sesuai tradisi yang ada.

Pertemuan persiapan perkawinan dipimpin oleh pemuka adat atau pemuka masyarakat yang

diminta oleh keluarga. Mereka memimpin rapat bukan keluarga. Mereka mengatur warga desa

baik Islam, Kristen maupun Kaharingan untuk melakukan kerja mempersiapkan acara tersebut.

Bagian akhir ketika mengakhiri acara perkawinan demikian pula terjadi para pemuka adat atau

masyarakat ini mengatur penyelesai masalah jika terdapat masalah dalam penyelenggaraan

acara-acara tersebut. Pengaturan tersebut membuat pelaksanaan acara-acara dapat berjalan dengan tertib dan

teratur. Diupayakan juga agar tidak terjadi ketersinggungan diantara keluarga yang melaksanakan

perkawinan tersebut.

Interaksi antarpemeluk Kristen dan Islam dalam kegiatan keagamaan sangat minim. Bila

mengkaji interaksi yang terjadi antar pemeluk Kristen dan Islam berdasarkan elemen-elemen

ritual interaksi yang dikemukan oleh Goffman maka hanya terdapat dua elemen yang dapat

1 DR. Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial,

(6)

ditemukan. Menurut penulis memang agak sulit terjadi interaksi antarpemeluk beragama ini

karena agama khususnya Kristen dan Islam memiliki aturan dan tatanannya masing-masing.

Terkadang penganut agama itu sendiri menghayati agama hanya sebagai formalisme, ritualisme

dan legalisme.2 Ajaran agama seharusnya dipergunakan sebagai dasar untuk membangun

interaksi yang lebih baik dalam masyarakat.

Warga desa Muara Langon berpegang pada tradisi yang mereka miliki dan ajaran agama

yang mereka pegang selama ini dalam membangun interaksi diantara mereka. Tradisi menjadi

salah satu yang mengikat mereka dalam kehidupan bersama sekalipun ada perbedaan-perbedaan

suku yang cukup menyolok yang nampak dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Ajaran

agama menjadi salah satu hal yang begitu dalam memberi nilai dalam diri individu.

Memperhatikan tingkat pendidikan yang rendah yang rendah di desa Muara Langon tentu

mempengaruhi pola berpikir mereka dalam menerima informasi-informasi, nilai-nilai dan

norma-norma. Kemampuan untuk dapat merespon nilai-nilai, informasi-informasi dan norma-norma

yang berlaku, hanya berdasarkan tradisi dan ajaran agamanya saja oleh karena keterbatasan

intelektualitasnya. Oleh karena itu ajaran agama menjadi sangat efektif dalam membentuk

sikap-sikap individu didalam masyarakat. Hal ini dalam kegiatan-kegiatan masyarakat ketika memasak

makanan untuk suatu acara tertentu, bahwa mereka harus memotong daging ayam sesuai dengan

ketentuan ajaran agama Islam. Ketika pelaksanaan perkawinan di rumah orang Kristen mereka

juga harus hadir ikut memasak sehingga mereka yakin bahwa apa yang dimasak itu tidak

mengandung sesuatu yang tidak halal. Sebaliknya ketika mereka tidak hadir untuk memasak

mereka enggan untuk hadir dalam acara-acara tersebut. Penganut agama Kristen harus melibatkan

pemeluk muslim dalam kegiatan memasak mereka jika berharap mereka juga hadir dalam acara

2 Andre Ata Ujan, Ph.D, Drs Benyamin Molan, Drs St Nugroho M.Hum, Drs Hendar Putranto,

(7)

yang mereka laksanakan. Kehadiran pemeluk Islam dalam proses masak memasak tidak sekedar

gotong royong tetapi juga bentuk upaya mempertahankan konsistensi citra diri mereka sebagai

seorang Muslim yang taat dan patuh pada ajaran agamanya.

Dalam acara keagamaan Kristen, ketika penganut agama Kristen tidak melibatkan mereka

untuk memasak maka mereka tidak hadir dalam acara tersebut. Goffman menggolongkan

tindakan tidak hadir ini adalah tindakan penghindaran. Menghindar dari sesuatu yang akan

mengancam diri mereka sebagai seorang pemeluk Muslim, seperti makanan dan berkunjung ke

gereja. Ketika pemeluk Islam tidak hadir tidak terjadi kontak langsung dengan pemeluk Kristen

dengan begitu tidak ada tindakan-tindakan yang saling mengecewakan diantara kedua pemeluk

agama ini.

Penganut agama Kristen dalam interaksinya dengan pemeluk Islam juga tidak pernah

teribat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan mereka. Namun beberapa waktu belakangan ini

dengan kehadiran pendeta di dalam jemaat, mulai diadakan upaya-upaya membangun hubungan

dengan pemeluk Islam seperti dengan mangadakan kunjungan pada hari raya Idul Fitri ke

rumah-rumah pemeluk Islam yang bertentangga atau satu RT dengan gereja. Datang berkunjung ke

rumah pemeluk Islam untuk memberi ucapan selamat hari raya dan menjalin dan mengeratkan

hubungan yang sudah terjalin selama ini. Goffman melihat saling berkunjungan dan

mengucapkan salam adalah tindakan yang membangun hubungan yang baik tidak saja pada

pertemuan-pertemuan sebelumnya tetapi terus berlanjut. Goffman menyebutkan hal ini dalam

salah satu elemen interaksinya. Sejauh ini, tindakan tersebut mendapat respon yang positif

(8)

4.4 Ritual Interaksi Antarpemeluk Kristen dan Kaharingan

Pemeluk Kristen dan Kaharingan yang ada di desa Muara Langon kebanyakan adalah orang

Dayak Deah. Orang Dayak yang datang dari Kalimantan Selatan yaitu daerah Upau. Keterikatan

dalam satu suku ini membuat ikatan tetap kuat sekalipun sudah berbeda kepercayaan.3 Dalam

wawancara dengan tokoh adat Dayak di Muara Langon, beliau menyampaikan bahwa agama itu

lebih kepada soal keyakinan kepada Tuhan tetapi dalam hal adat istiadat dan tradisi sebagai orang

Dayak mereka tetap satu. Itu artinya interaksi sosial mereka didasari pada sebuah motivasi yaitu

kesamaan suku.4

Kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial masyarakat Dayak pasti diatur oleh tokoh adat

Dayak. Pada kegiatan keagamaan Kaharingan, apabila ketua adat Dayak orang Kristen mama ia

akan memimpin persiapan kegiatan tersebut. Ia hadir dalam perannya sebagai ketua adat dan

bukan sebagai penganut agama Kaharingan. Dalam hal ini ia mengatur hal-hal teknis pelaksanaan

kegiatan tersebut dan tidak berurusan dengan kepercayaan Kaharingan. Begitu pula yang terlibat

dalam memasak atau pemain musik dalam upacara tersebut, mereka hadir dalam kapasitas

mereka masing-masing dengan tujuan membantu agar berjalan dengan lancar kegiatan yang

mereka laksanakan.

Ajaran agama Kristen dan Kaharingan tidak membatasi ruang gerak individu untuk

mengekspresikan diri mereka.5 Oleh karena tidak terdapat dalam ajaran agama Kristen atau

Kaharingan yang membuat penganutnya tidak dapat berinteraksi dengan baik. Hal ini membuat

penganut agama Kriten dan Kaharingan dalam hadir dan membantu sesamanya suku Dayak tanpa

ada halangan apapun.

3 Ujan, Multikulturalisme, 116

(9)

Bekerja yang mereka lakukan lebih kepada mengupayakan konsistensi diri mereka sesuai

dengan citra diri mereka sebagai seorang suku Dayak.6 Sebagai orang Dayak dalam kehidupan

mereka berlaku adat istiadat yang melekat yang tidak mungkin mereka lepasakan. Adat Istiadat

dan tradisi memaksa mereka melakukan hal-hal yang diajarkan dan sudah mereka terima sejak

mereka lahir.7

Percakapan dalam membangun kesepakatan dalam rangka pengaturan untuk pelaksanaan

adat istiadat terjadi dalam sebuah pertemuan adat yang dinamakan Basurah Adat. Sebuah upacara

perkawinan paling sedikit ada tiga kali basurah adat Ketua adat memandu jalannya percakapan.8

Perbincangandalam pertemuan ini merupakan tawar menawar antara pihak perempuan dan

laki-laki.

Sebuah acara perkawinan tidak pernah terjadi antar pemeluk agama yang berbeda.

Pasangan yang berbeda agama sebelum dilaksanakan acara perkawinan menurut agama tertentu

akan diminta untuk menentukan pilihan menikah dengan agama atau kepercayaan apa. Pada

umumnya masing-masing pihak telah sepakat untuk menyatukan kedua mempelai dalam agama

yang dipercayai. Dalam percakapan yang berlangsung, kedua keluarga bersepakat untuk

mengikuti keyakinan pihak perempuan.

Perkawinan yang dilakukan pemeluk agama di desa Muara Langon, bukan sekedar

meresmikan sebuah hubungan laki-laki dan perempuan. Peristiwa perkawinan juga menjadi

kesempatan keluarga-keluarga yang menikahkan anaknya untuk menunjukkan upaya terbaiknya

dalam menunjukkan konsistesinya terhadap adat istiadat ataupun tradisi yang dipegangnya.

6 Erving Goffman, Ritual Interaction,

(10)

Pemeluk Kristen dan Kaharingan juga berinteraksi dalam kegiatan bersih lahan dan nugal.

Tidak jauh berbeda dengan interaksi yang terjadi pada pemeluk Islam dan Kristen, dalam

kegiatan bersih lahan dan nugal terjalin kerja sama yang baik. Tradisi yang berlaku juga sudah

sangat jelas sehingga interaksi dibangun berdasarkan tradisi yang ada.

4.5 Rangkuman

Interaksi antar pemeluk beragama dalam kegiatan keagamaan untuk Islam dan Kristen

dapat dikatakan sangat minim. Keterbatasan interaksi lebih disebabkan ajaran agama yang

mengikat pemeluknya untuk dapat membangun interaksi yang intens. Tidak sama dengan pada

kegiatan sosial kemasyarakatan, interaksi itu dapat berjalan dengan baik. Hampir semua

elemen-elemen yang digunakan oleh Goffman untuk menunjukkan interaksi itu dapat terlihat. Dalam

pertemuan sosial kemasyarakatan terdapat tradisi-tradisi yang mengatur interaksi dalam

masyarakat. Tradisi-tradisi yang mengikat membuat individu terikat dan memiliki peran serta

tanggung jawab didalamnya.

Dalam pertemuan sosial kemasyarakatan dapat menyatukan pemeluk beragama dalam

sebuah interaksi. Tradisi dipakai sebagai aturan interaksi bersama bagi semua kalangan tanpa

terkecuali. Dengan tradisi dan aturan yang ada interaksi pemeluk beragama dapat diarahkan untuk

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Dismenorhe dengan Tingkat Kecemasan Terhadap Kejadian Dismenorhe Pada Siswi Kelas XI di SMU I Semanu Gunungkidul Tahun 2009 seperti yang

Lebih lanjut, hubungan antara lama Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSIA ’Aisyiyah Muntilan bulan Januari- Desember 2010 dalam

 Even without robust fiscal cost projections, Developing Asia will need to generate substantial fiscal space to finance social protection... FINANCING OPTIONS AND ISSUES

Sehingga terjadi pengeluaran ASI pertama pada ibu pasca bersalin dalam kurun waktu <72 jam dan ada 3 orang ibu yang mengalami persalinan normal yang

Pemberdayaan ekonomi rakyat mutlak memerlukan koreksi fondamental dalam dialektik hubungan ekonomi yang ada sekarang di Indonesia dalam rangka

Perbedaan antara studi sosiologi ekonomi dan ilmu ekonomi ada pada pendekatan yang digunakan.Pendekatan yang digunakan dalam saosiologi ekonomi adalah

Dikatakan demikian karena, (1) tujuan pemberdayaan adalah untuk memperbaiki mutu kehidupan dari masyarakat miskin yang menjadi sasarannya,(2) yang menjadi subyek dalam

Pada penelit ian ini perlakuan Probiot ik komersial dengan kandungan mikroba Saccharomyces serevisiae, Lact obacillus acidaphilus, Bacillus subt ilis, Aspergilus