1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Ismail Hussein (1994) kata Melayu merupakan istilah yang
meluas dan agak kabur. Istilah ini maknanya mencakup suku bangsa serumpun di
Nusantara yang pada zaman dahulu dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai
bahasa dan suku bangsa dalam konteks perdagangan dan perniagaan. Masyarakat
Melayu adalah orang-orang yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan
turut terlibat dalam aktivitas perdagangan dan pertukaran barang dagang dan
kesenian dari berbagai wilayah dunia. Demikian pula kesenian Melayu, mengikuti
perkembangan budaya yang seperti itu.
Kesenian tidak pernah berdiri sendiri dan lepas dari kondisi sosiobudaya
masyarakat pendukungnya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang penting,
kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri
(Sitanggang, 2007:1). Kebudayaan dan musik tradisional Melayu mencakup
wilayah-wilayah: Tamiang, pantai timur Sumatera Utara, Riau, Jambi, Lampung,
Sumatera selatan, Bangka dan Belitung, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Musik ini biasanya dimainkan oleh orang-orang dari suku bangsa Melayu yang
tidak jarang pula diiringi dengan tarian khas Melayu setempat. Misalnya tari
persembahan dalam perhelatan pesta adat penyambutan tetamu kehormatan dan
2
Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan kesenian, menciptakan,
memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkannya
untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru (Kayam, 1981:38-39).
Manusia-manusia dalam suatu kebudayaan, bekerja dalam bidang-bidang seperti ekonomi,
bahasa, agama, teknologi, sosial, pendidikan, dan kesenian.
Dalam bidang kesenian musik , manusia-manusia di dalamnya terdiri dari
para manejer, seniman, pencipta atau pengkreasi seni seperti komposer, arranger,
dan lain-lainnya. Adapun tokoh musik yang cukup terkenal secara nasional atau
internasional, yang berasal dari Sumatera Utara antara lain: Guru Sauti, Tilhang
Gultom, Jaga Depari, Lily Suheiri, Nahum Situmorang, dan lain-lainnya. Mereka
menyumbangkan karya dan pikirannya untuk bidang kesenian dan menjadi
bahagian dari pembangunan dan enkulturasi budaya masyarakatnya. Dengan
demikian, sejarah hidup tokoh-tokoh kesenian ini perlu ditulis untuk menjadi
bahan perenungan, transmisi nilai-nilai, dan bahan-bahan dasar untuk mencipta
bagi generasi-generasi selanjutnya (Sitanggang, 2007:3).
Dalam sebuah proses pembelajaran adalah penting mengambil nilai
pembelajaran dari pengalaman hidup seseorang baik yang positif maupun negatif.
Melalui pembelajaran yang dipetik dari seseorang ini, semua oranag dapat
meneladani aspek-aspek yang membuat tokoh yang diteladaninya itu sukses.
Tokoh itu bisa saja birokrat, teknokrat, pejuang, pengelola bisnis, ekonom, tokoh
agama, budayawan, seniman, guru, petani, nelayan, bahkan sampai seorang
pemulung sampah, penyapu jalanan kota, pengelola topeng monyet, dan
3
Demikian pula dari seorang pemusik, kita bisa dapat belajar banyak
mengenai ia merespon alam dan memungsikan bakat yang diberikan Tuhan
kepadanya. Mengenai musik ini, di dalam etnomusikologi juga menjadi sebuah
kajian dan wacana yang tidak ada habis-habisnya selagi musik dan pemusiknya itu
masih ada dan fungsional di tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Bahkan
seorang pemusik ternama yang telah meninggal dunia pun akan tetap
meninggalkan karya-karyanya, kepada manusia yang masih hidup. Segala
aktivitas bermusik, karya komposisi musik, rekaman permainan musik itu menjadi
bahan pembelajaran bagi semua orang, terutama yang perduli kepada budaya
musik dan apa yang telah dilakukan untuk kelompok masyarakat pendukungnya.
Oleh karena itu diperlukan dokumentasi, baik berupa rekaman, kajian terhadap
karya, pengembangan karya, sampai juga penulisan biografinya, dan lain-lain.
Adakalanya pemusik yang kreatif itu menggunakan dan mengembangkan
musik tradisinya, seperti gondang sabangunan Batak Toba, gendang lima
sendalanen Karo, gordang sambilan Mandailing, musik inai Melayu, dan lainnya.
Tetapi tidak jarang pula, para pemusik itu mengadopsi genre-genre musik dunia,
seperti jazz misalnya, kemudian diolah menurut citarasa estetika dirinya, yang
tentu saja dilatarbelakangi oleh pengalaman bermusik dan budaya di mana ia
hidup. Ada pula yang mengadopsi alat-alat musik yang berasal dari luar
kebudayaannya kemudian disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Misalnya
diubah bentuk, ukuran, sistem tangga nada, warna bunyi, sesuai dengan
kepentingan estetikanya. Misalnya dalam budaya musik Melayu, alat musik
gambus, diolah dari alat musik „ud dengan bentuk yang lebih kecil, dan jumlah
4
gaya Melayu. Gambus Melayu ini disebut pula dengan gambus belalang, karena
merupakan mimesis dari bentuk belalang, menurut persepsi pemusik tradisi
Melayu.
Tidak jarang pula, para pemusik mengadopsi alat-alat musik dari luar, dan
kemudian menggunakannya untuk berbagai genre musik tradisinya. Ini fenomena
yang lazim dalam konteks budaya global. Misalnya biola di Eropa awalnya
diadopsi dari rebec yang ada di Turki. Alat musik rebec pun secara hostoris
berasal dari rabab yang ada di Timur Tengah. Kemudian orang-orang Melayu
menggunakannya dalam ensambel dondang sayang di Melaka, serta joget dan
ronggeng. Rebab sendiri digunakan dalam ensambel musik makyong. Jadi baik
biola maupun rebab terdapat di dalam kebudayaan musik Melayu. Selanjutnya
alat-alat musik yang diadopsi dari luar kebudayaannya itu, lama-lama karena
diterima masyarakat menjadi alat musik tradisi kelompok mereka. Yang menarik
adalah proses kreativitas melodi atau ritmenya yang tidak lagi sama, bahkan bisa
saja berbeda dengan tempat awal di mana alat musik itu berada. Misalnya alat
musik KN 2000 yang diproduksi di Jepang, materi musik yang dihasilkan adalah
dirancang untuk mengekspresikan musik dalam kebudayaan Barat secara umum.
Namun di tangan para pemprogram dan pemusik Karo misalnya, alat ini menjadi
sarana bunyi sebagaimana yang terjadi dalam gendang lima sendalanen.
Demikian pula dengan alat musik saksofon yang diambil oleh para seniman musik
di Sumatera Utara, seperti pada ensambel musik tiup dalam kebudayaan Batak
Toba, musik gereja di Gereja Kristen Protestan Simalungun, juga ensambel musik
Melayu untuk mengiringi genre-genre musik Melayu seperti ronggeng, zapin, pak
5
Ini pula yang terjadi di kalangan pemusik saksofon untuk pertunjukan
musik-musik Melayu, termasuk yang ternama adalah Burhanuddin Usman.
Karakter khususnya adalah pada garapan melodinya yang khas, yang mengacu
kepada konsep dan struktur musik Melayu, di mana ia hidup sebagai warga
Melayu Sumatera Utara. Berdasarkan kreativitasnya dalam memainkan saksofon
dalam gaya musik Melayu, maka itu menjadi identitas dirinya dan sekaligus
perannya dalam bidang seni musik di Sumatera Utara.
Selain perannya di bidang estetika dalam komposisi musik Melayu, maka
peran beliau lainnya adalah peran sosial. Ia terlibat secara aktif sebagai pemusik,
pengelola pertunjukan musik dan tari Melayu, dan yang tak kalah penting adalah
perannya dalam membina pemusik Melayu di kalangan generasi muda. Begitu
juga dengan berbagai perannya dalam pendidikan pertunjukan musik.
Burhannudin Usman (usianya pada tahun 2014 ini 70 tahun). Burhannudin
Usman merupakan seorang pemusik yang sudah paham dengan perkembangan
musik Melayu. Berangkat memahami dunia musik Melayu pada usia 12 tahun
Burhanuddian Usman hingga pada saat ini masih turut andil dalam
mengembangkan musik Melayu. Burhanuddin Usman adalah salah seorang
seniman Melayu yang handal dalam memainkan alat musik saksofon, yang
awalnya ia mulai dari bermain alat musik seruling (klasifikasi side blown flute).
Kemudian selaras dengan perkembangan zaman, ia bermain alat musik clarinet,
dan alat musik saksofon.
Menurut penjelasan beliau (wawancara Januari 2014) pertama kali
berkesenian secara kelompok, Burhanuddin Usman bergabung dengan Grup
6
pada tahun 1955. Pada masa itu, Burhanudin Usman dalam kelompok seni ini,
bermain alat musik seruling. Lokasi latihan atau markas tempat grup ini, berada di
Kampung Besar, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan.
Setelah ikut bergabung dengan grup ini selama beberapa bulan,
Burhanuddin Usman sudah mulai diikutkan main atau tampil bila ada hajatan
(pesta) di sekitar lokasi tempat grup ini. Kemudian penampilan perdana
Burhanuddin Usman di luar Kecamatan Medan Labuhan pada tahun 1958 pada
acara peresmian Al-Wathan di Gedung Nasional.
Seiring perjalanannya sebagai pemain seruling, Burhanuddin Usman juga
menyempatkan diri untuk belajar alat musik tiup lainnya, yaitu clarinet dan
saksofon. Burhanudin Usman belajar clarinet dan saksofon dengan Azrain
Sulaiman ,seorang pemain saksofon Uril (Urusan Moril) Kodam (Komando
Daerah Angkatan Militer) I Bukit Barisan. Setelah cukup menguasai permainan
alat musik saksofon ini, Burhannudin Usman sudah mulai memadukan saksofon
pada setiap pertunjukan Orkes Melayu. Pertunjukan Orkes Melayu alat-alatnya
terdiri dari gendang ronggeng, akordion (harmonium), biola, dan seruling.
Pada tahun 1959 Burhanuddin Usman diajak untuk bermain musik dalam
bentuk Orkes Melayu di Labuhan Batu. Kota-kota tempat mereka bermain adalah
Kotapinang (kini ibukota Kabupaten Labuhan Batu Selatan/Labusel);
Rantauprapat (ibukota Kabupaten Labuhan Batu induk), dan Aek kanopan (kini
ibukota Kabupaten Labuhan Batu Utara/Labura). Pertunjukan musik itu
merupakan pengalaman pertamanya tampil di luar kota Medan selama 3 bulan di
sini Burhanuddin Usman selalu memadukan seruling dan saksofon pada setiap
7
Pada tahun 1960, Burhanuddin Usman kembali ke Medan. Saat itu, untuk
mengelola karirnya sebagai pemusik, ia bergabung dengan grup musik aliran
padang pasir, yaitu Al-Wathan Tanah Air. Grup ini menurut keterangan beliau,
adalah kepunyaan dari harian Waspada yang bertempat di Gedung Nasional
Medan. Namun, Burhanuddin Usman juga dalam organisasinya tidak hanya pada
grup ini saja, melainkan Burhanuddin Usman juga ikut bergabung pada grup
musik-musik lainnya, antara lain adalah:
1. Melayu Ria Grup, yang pemimpinnya Kepala PP dan K (Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan) Provinsi Sumatera Utara.
2. Sukma Murni Grup, yang dipimpin oleh Muhammad Ilyas, dan salah satu
penyanyinya yang terkenal dalam kebudayaan musik Melayu adalah Nur
Ainun.
3. Budi Pekerti Grup, pemimpinnya Pak Saleh.
4. Rangken Deli Grup, pemimpinnya Rusdi pencipta lagu Kenanganku.
Masih banyak lagi grup yang pernah kerjasama dengan Burhanuddin
Usman.
Pada tahun 1966 permainan pertamanya yang secara utuh dengan saksofon
ia lakukan dengan grup Melayu Ria pada acara halal bi halal di kantor PP dan K
Medan, dan lagu yang pertama yang ia bawakan adalah berjudul Mali Ila Ahadin.
Setelah penampilan itu, sekitar dekade tahun 1990-an Burhanuddin Usman
bermain saksofon pada acara penyambutan Lansia (Lanjut Usia) Sumatera Utara
di rumah dinas Gubernur Sumatera Utara saat itu, Tengku Rizal Nurdin. Menurut
pengakuan beliau, penampilan itu merupakan penampilan yang berkesan,
8
pada waktu itu. Setelah diawali dari tahun 1966 hingga sekarang, Burhanuddin
Usman sekarang sudah banyak bermain dibanyak tempat dan sekarang namanya
juga sudah menjadi perhatian orang banyak khususnya bagi pemusik-pemusik
Melayu.
Melalui latar belakang kehidupan Burhanuddin Usman sebagai pemusik
saksofon untuk lagu-lagu Melayu seperti terurai di atas, maka sangatlah relevan
untuk dikaji perannya, baik itu peran estetika (garapan melodi menurut budaya
musik Melayu), peran kebudayaan (berupa akulturasi kreatif), dan peran sosial
(peran membina hubungan baik dengan para pemusik, seniman, dan semua orang)
melalui pendekatan etnomusikologi. Ilmu ini adalah bidang yang penulis pelajari
selama empat tahun terakhir ini, dengan ilmu-ilmu yang penulis peroleh dari para
dosen, baik itu dosen teori atau juga praktik di Departemen Etnomusikologi,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Untuk mengkaji hal tersebut menurut disiplin etnomusikologi, perlu di sini
penulis uraikan secara sekilas apa itu etnomusikologi, serta apa kaitannya dengan
tajuk skripsi ini, yaitu peran pemusik dalam kebudayaan. Berbagai definisi
tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar
etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari
Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi
etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi,
1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan
9
beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai
Elizabeth Hesler tahun 1976.1
Dari 42 (empat puluh dua) definisi tentang etnomusikologi dapat
diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu
musikologi dan antropologi, pendekatannya cenderung multidisiplin dan
interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial
sekaligus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya
mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya
mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik
menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian,
masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus
berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.
1
R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) ―Beberapa Definisi tentang ‗Musikologi Komparatif‘ dan
‗Etnomusikologi‘: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,‖ (b) ―Meninjau Kembali
Disiplin Etnomusikologi,‖ (c) ―Metode dan Teknik Penelitian dalam
Etnomusikologi.‖ Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk
―Etnomusikologi.‖ Selanjutnya George List menulis artikel ―Etnomusikologi:
Definisi dalam Disiplinnya.‖ Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel
10
Menurut Alan P. Merriam (1964) salah satu ruang lingkup kajian di dalam
etnomusikologi adalah pemusik, dengan tumpuan utamanya perilaku sosil, verbal,
dan fisik. Menurutnya salah satu tipe perilaku pemusik dalam proses
menghasilkan musik, adalah penting melihat diri pemusik itu serbagai anggota
masyarakat.
Dengan melihat latar belakang di atas, penulis ingin melihat apa saja
peranan Burhanuddin Usman terhadap musik Melayu dengan mengangkat judul
skripsi Peranan Burhanuddin Usman sebagai Pemusik Saksofon dalam Budaya
musik Melayu.
1. 2 Pokok Permasalahan
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mantle Hood dan Willi Apel
(1969:298) tentang etnomusikologi, yaitu ilmu yang menggunakan suatu metode
yang mempelajari musik apa pun, tidak hanya dari segi musiknya, tetapi juga
melihat hubungan dengan konteks budaya, juga hubungannya dengan masyarakat.
Oleh karena itu, yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah :
1. Bagaimana peranan Burhanuddin Usman sebagai pemusik saksofon
dalam Budaya musik Melayu. Dalam konteks ini peranan yang dimaksud
mencakup pembahasan Biografi Burhanuddin Usman sebagai pemusik
saksofon serta melihat apa-apa saja yang dibuat ataupun dilakukan
11
Untuk mengkaji pokok permasalahan di atas maka penulis akan membuat
beberapa alasan untuk melakukan penelitian, konsep penelitian,
pendapat-pendapat dasar yang tentunya dilandaskan pada beberapa teori dasar yang menjadi
landasan penulisan untuk melakukan penelitian.
1. 3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui dengan cara mendeskripsikan biografi seorang pemusik
Melayu yang dianggap penting oleh masyarakat Melayu Sumatera Utara, yaitu
Burhanuddin Usman.
2. Untuk mengetahui dengan cara mengkaji peran Burhanuddin Usman sebagai
pemusik Saksofon terhadap musik Melayu.
3. Secara akademis, adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana seni
di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
4. Menambah pengetahuan tentang alat musik saksofon yang berkembang dalam
kebuyaan musik etnik, dalam hal ini etnik Melayu.
1. 3. 2. Manfaat
1. Menambah literatur tentang biodata pemusik Melayu yang di dalam kajian
12
2. Dapat mengetahui peran Burhanuddin Usman sebagai pemusik Saksofon
musik Melayu.
3. Dapat sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk peneliti berikutnya.
4. Sebagai proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti
perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
5. Merupakan syarat menyelesaikan program studi S-1 di Departemen
Etnomusikologi.
1.4Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari
peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991). Dengan
demikian konsep ini bersifat abstrak namun berasal dari kenyataan-kenyataan sosial,
budaya, eksakta, dan lain-lainnya.
Peranan adalah bagian yang dimainkan atau tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dalam suatu peristiwa. Burhanuddin Usman atau biasa juga dikatakan
Pemusik (wawancara pada 6 april 2014 datuk Ahmad Fauzi). Pemusik ialah
seseorang yang mampu dan memahami sebuah musik dan sudah mendapat sebuah
pengakuan dari masyarakat pendukung. Dalam konteks ini pemusik tersebut
penekananya terhadap biografi.
Lebih jauh lagi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,
2003:145), disebutkan bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang ditulis
oleh orang lain. Sedangkan dalam wikipedia Indonesia, yang dimaksud biografi
13
konteks ini, peranan Burhanuddin Usman untuk membuat sebuah tulisan biografi
Burhanuddin Usman sebagai pemusik saksofon guna melihat peranannya dalam
musik Melayu.
Pemusik adalah katagori tokoh-tokoh dalam musik dan pemusik juga
merupakan orang-orang yang dapat memainkan alat musik dan telah diakui oleh
masyarakat pendukung. Sedangkan saksofon adalah alat musik yang tergolong
dalam single reed aerophone (alat musik tiup yang materi penggetar bunyinya
terdapat satu buah reed). Saksofon diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814
(wikipedia). Saksofon termaksud salah satu jenis alat musik yang merupakan
pengembangan dari alat musik clarinet (single reed aerophone). Dalam konteks
ini pemusik saksofon dapat diartikan orang-orang yang dapat memainkan alat
musik saksofon.
Selanjutnya, konsep budaya menurut seorang ahli Antropologi, E.B.
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, yaitu bahwa kebudayaan atau budaya
adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan
lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Musik telah menjadi ciri dari kehidupan masyarakat dan kehadirannya semakin
penting terutama sebagai hiburan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Merriam
(1964) bahwa salah satu fungsi musik adalah fungsi hiburan. Musik itu sendiri
memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun genrenya dalam
kebudayaan.
Musik Melayu adalah aliran musik tradisional yang ada dan berkembang
14
sekitarnya. Musik ini biasanya dinyanyikan oleh orang-orang dari suku bangsa
Melayu yang tidak jarang diiringi pula dengan tarian khas Melayu setempat
misalnya tari persembahan dalam perhelatan atau pesta adat penyambutan tetamu
kehormatan dan dalam kegiatan keagamaan (wikipedia Indonesia). Dalam konteks
ini budaya musik Melayu difokuskan pada musik Melayu yang berkembang di
Kota Medan.
1.4.2. Teori
Untuk mengkaji biografi (riwayat hidup) pemusik saksofon melayu, yaitu
Burhanuddin Usman, digunakan teori biografi. Perlu dijelaskan bahwa teori
biografi dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sastra
misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-4)
dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk
mendeskripsikan hidup pengarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga
dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek
yaitu:
1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir,
meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan
anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan nonformal dari tingkat dasar
sampai perguruan tertinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan
tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun
pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepengarangannya,
dan (d) kesastraannya yang menjelaskan apa yang mempengaruhi pengarang itu
15
2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang
berupa buku, maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan
yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang
mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.
3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan
sumbernya dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang
tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak
adanya orang yang menanggapi.
Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas
juga dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang
diteliti yang mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah
objeknya menjadi pemusik.
Dalam ilmu sejarah pula, biografi secara sederhana dapat dikatakan
sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa
baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya
adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan
seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi,
tentunya, informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail
dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup
seseorang. Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari
tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan
mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita
16
biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat
atau masa tertentu.
Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tidak
jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis secara
kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar
tema-tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan
pencapaian"). Walaupun demikian, beberapa hal yang lain berfokus pada
topik-topik atau pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping
koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain,
buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih
seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai
kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu;
(d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana
dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan.
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan partimbangan
misalnya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa
yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin
akan sering peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa
yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian
apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu
17
resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau
lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.
Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari
perpustakaan atau internet untuk membantu anda menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas. Tujuannya adalah supaya cerita peneliti lebih menarik.
Dalam tulisan ini, biografi yang penulis maksud adalah kisah riwayat
hidup Burhanuddin Usman sebagai pemusik Melayu Sumatera Utara. Adapun
bentuknya bukan berupa biografi singkat tetapi adalah biografi panjang. Adapun
sejak awal penulis ingin mengemukakan secara rinci dan selengkap-lengkapnya
tentang kisah kehidupan Burhanuddin Usman, tentu saja ditulis dalam gaya
bercerita yang baik seperti yang dikemukan dalam teori biografi di atas.
Seperti dikemukakan sebelumnya, melalui biogafi ini, akan ditemukan
hubungan, keterangan arti dari tindakan Burhanuddin Usman, serta
rahasia-rahasia (misteri) yang melingkupi hidupnya selama ini, serta tindakan dan
perilaku hidupnya sebagai seniman Melayu. Biografi yang penulis kaji ini
termasuk kepada biografi yang menceritakan kehidupan orang yang terkenal,
yaitu Burhanuddin Usman yang populer di kalangan seniman, budayawan, dan
rakyat awam Melayu di Sumatera Utara. Demikian kira-kira teori biografi yang
penulis pergunakan untuk menganalisis kehidupan Burhanuddin Usman sebagai
seniman Melayu Sumatera Utara.
Selanjutnya untuk mengkaji peranan atau peran (role) Burhanuddin
Usman di dalam budaya musik Melayu, khususnya di Sumatera Utara, penulis
menggunakan teori peran dan perilaku pemusik yang ditawarkan oleh Merriam
18
mengkaji peranan pemusik itu melalui tiga aspek perilaku, yaitu (1) prilaku fisik,
(2) prilaku verbal, dan (3) prilaku sosial. Lebih jauh secara eksplisit Merriam
menyatakannya sebagai berikut.
Physical behavior refers the fact that in order for sound to be produced, people must flex their fingers and use their lips and diaphragm if the sound is to be produced on a music instrument; or they must manipulate the vocal cords and the diaphragm if the sound is to be vocal. Techniques of playing music instruments have been rather widely discussed in the ethnomusicological literature, and but two or three examples will suffice here. Among the Bashi people of the Eastern Congo (Leopoldville), the mulizi is a notched, end-blown flute played primarily by cattle herders (1964:103). …
Menurut Merriam prilaku fisik merujuk kepada fakta bagaimana pemusik
dan alat musiknya menghasilkan suara atau bunyi, setiap pemusik memetikkan
jari-jarinya dan menggunakan bibir dan diafragmanya dalam rangka menghasilkan
bunyi dari suaranya. Teknik memainkan alat-alat musik tidak begitu luas
didiskusikan di dalam bahan-bahan bacaan etnomusikologi, hanya ada dua atau
tiga yang dicontohkan oleh Merriam.
The second kind of behavior which exists in respect to music is verbal behavior, to wheter extent it may be used, about music sound. This, too, of course, is a reflection of underlying concepts of music, but in this case applied spesifically to what people say about music structure and the criteria which surround it.
Perhaps the most obvious verbal criteria are those which are applied to judgments of the performance of music: these are the standards of excellence in performance. Such standards of excellence must be present, for without them, as has been noted in another context, no such thing as a Scapiro, this point becomes obvious: ―By style is meant the constant form—and sometimes the constant elements, qualities, and expression—in the art of an individual or a
group‖ (1953:287). Further, style has continuity, as expressed by Haag
19
here, then, is not wheter criteria of excellence exixst, but rather wheter and how they are verbalized (Merriam, 1964:114-115).
Lebih jauh lagi, prilaku verbal dalam kajian etnomusikologi, dijelaskan oleh
Merriam bahwa beranjak dari bunyi musik, maka manusia pendukung kebudayaan
musik itu akan mengatakan tentang struktur musik dan kriteria musik tersebut.
Mungkin yang paling sering menjadi bahan kajian mengenai prilaku verbal ini
adalah pertunjukan musik: apa saja standar-standar kehebatan dalam pertunjukan
musik. Seperti yang dikemukakan oleh Scapiro bahwa gaya musik itu berarti
bentuk konstan—dana kadang-kadang unsur-unsur konstan, kualitas, dan ekspresi
musik—yang dilakukan baik dalam seni musik yang dibawakan secara individu
maupun kelompok.
A third type of behavior in the music process is that or the musician who, no less than any other individual, is also a member of society. As a musician, he plays a spesific role and many hold a combination of both. In nearly every case, however, musicians behave socially in certain well-defined ways, because they are musicians, and their behavior is shaped both by the their own self-image and by the expectations and stereotypes of the musicianly role as seen by society at large.
The initial problem is assessing the social behavior of the musician is whether he is or not a specialist. The prevaling view seems to be that musicians in noliteratr societies are not specialists; this has been explicitly stated be Nettl, who writes.
The typical primitive group has no specialization or profesionalization; its division of labor depends almost exclusively on sex and occasionally on age; and only rarely are certain individuals proficient in any technique to a distinative degree. All women do the same things each day, possess approximately the same skills, have the
same interests; and the men‘s activities are equally common to all.
20
Africa‖ from this general statement, but his position as stated seems to be accepted by many ethnomusicologists. There are, however, two major objections to this view. The first is that it is not clear what is meant by ―specialization‖ in this context, and the second is that the information available to us about musicians around the world simply does not seems to bear out the contentions.
Viewed in broadest prespective, the amount of labor which must be performed in any given society can either be performed by all members of the community indiscriminately or it can be divided, with specific kinds of tasks assigened to spesifig groups of individuals. There seem to be no societies in which labor differentiation is absent. The most commondivision of labor is made upon sex and age lines for
women‘s work differs from men‘s and the work of the young differs
from that of the old. Labor may also be divided along lines of caste or guild, membership is associations of other kinds, hereditary, position, affiliations with a particular sicoal group, and so forth, Herskovits assigns the term ―division of labor‖ to those situations in which‘… we speak of the splitting up of the total amount of effort needed to keep the economy of a given society operationg at its customary rate of
efficiency ― (1952 : 124-25)
In this situation, each of the sub-groups whose members perform a particular calling, and the kind of the labor each performs in achieving this can be deoted as its ‗specialization‖ (p.125). thus the societiest individual exist whose skill at making music is recognized in some way as being superior to that of other individuals so that they are called upon, or simply take their ―fightful‖ place, in musical situations. It is doubtful that there exists any goup in which absolute equality of music performance among all members is either a fact or a supposition.
Selanjutnya tentang perilaku sosial pemusik, dalam konteks perannya dalam
masyarakat dijelaskan oleh Merriam seperi uraian di atas. Bahwa tipe ketiga
perilaku musik adalah perilaku sosial. Dalam kajian ini, maka yang utama untuk
dikaji adalah bagaimana pemusik itu sebagaimana juga orang-orang lain berperan
di laman masyarakatnya. Sebagai seorang pemusik ia memainkan peranan dan
21
sosialnya. Mereka ini bisa saja dipandang sebagai pemusik yang tidak profesional
atau juga pemusik yang profesional. Kedudukannya bisa saja dipandang tinggi
atau juga dipandang rendah oleh masyarakatnya. Namun bagaimana pun, setiap
pemusik memiliki peran sosial dalam konteks masyarakatnya ini. Selain itu
dalam memandang peran sosial pemusik ini adalah apakah ia seorang pemusik
yang khusus (spesial) atau tidak. Selain itu, bagaimana orang memandangnya atau
juga pendapat-pendapat orang lain yang bisa (stereotipe) kepadanya. Ini dapat
dilihat dari berbagai contoh di dalam masyarakat primitif yang tidak memiliki
pemusik spesialis. Begitu juga bagaimana peran gender di dalamnya.
Dengan kedua teori inilah, yaitu teori biografi dan teori prilaku fisik, verbal,
dan sosial pemusik yang penulis gunakan dalam mengkaji pemusik saksofon
(saksofonis) dalam budaya Melayu, yaitu Burhanuddin Usman. Melalui teori
biografi akan dideskripsikan riwayat hidup dan terutama kepemusikannya, yang
diurai menurut dimensi waktu dan ruang yang dilaluinya. Berikutnya untuk
mengkaji peranan Burhanuddin Usman digunakan teori prilaku fisik, verbal, dan
sosial. Dengan menerapkan teori ini, maka diharapkan akan dapat menjawab
pokok permasalah yang telah dibuat.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud
atau tujuan, (KBBI edisi ke-2 tahun 1996 : hal 652). Pendapat ini juga didukung
oleh pendapat dari Gorys Keraf, (1984:310) yang juga mengkatakan bahwa
metodologi adalah kerangka teoretis yang dipergunakan penulis untuk
22
Dalam penelitian ini metode yang penulis lakukan dengan cara mencari
tahu dan mewawancarai informan pangkal dan juga informan kunci. Penulis juga
melakukan metode penelitian kuliatatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Sejalan
dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung kepada pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya ( Kirk dan Miler dalam Moleong, 1989:3). Melalui pendekatan
metode ini penulis memusatkan atau memfokuskan objek yang akan diteliti
menjadi tulisan ilmiah.
Menurut Curt Sachs (1962:16) bahwa dalam penelitian etnomusikologi
ada dua hal yang harus dilakukan yaitu kerja lapangan dan kerja laboratorium.
Penelitian lapangan mencakup observasi langsung, wawancara, dan merekam
musik yang akan diteliti, sedangkan kerja laboratorium adalah untuk membahas
dan menganalisis data yang didapatkan setelah penelitian di lapangan. Dengan
demikian penulis membagi kedua metode tersebut dalam dua kelompok yaitu
sebagai berikut.
1.5.1 Pemilihan Informan Kunci
Pertama sekali penulis bertanya kepada Bapak Drs. Tahan Perjuangan
Manurung salah seorang dosen di Departemen Etnomusikologi mengenai objek
23
Tahan Perjuangan Manurung mengemukakan 3 orang pemusik saksofon gaya
Melayu di Kota Medan yaitu Burhanuddin Usman, Tengku Bustami, dan Fu‘ad.
Selanjutnya penulis meneruskan pencarian informasi dengan bertanya
kepada Bapak Datuk Ahmad Fauzi yang juga salah satu dosen di Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, mengenai
sedikit gambaran tentang Burhanuddin Usman, ia menyebutkan bahwa
Burhanuddin Usman adalah pemain satu group musik dengan ayahandanya Datuk
Rahman yang seorang pemain biola yang andal di masanya. Datuk Ahmad Fauzi
menyebutkan bahwa Burhanuddin Usman merupakan pemusik Melayu yang
sudah cukup diakui dikalangan pemusik Melayu dan layak untuk diangkat dan
dijadikan sebagai contoh seorang pemusik saksofon Melayu guna untuk
melengkapi bahan penelitian dalam bidang kajian Etnomusikologi. Kemudian
penulis juga melakukan pengamatan lapangan mengenai Burhanuddin Usman,
penulis mendapatkan bahwa untuk melengkapi sebuah tulisan skripsi ini,
Burhanuddin Usman sangat layak dijadikan informan kunci dengan peranannya
yang banyak dijadikan sebagai bahan pembelajaran pemusik saksofon Melayu
lainnya. Dengan demikian penulis telah menunjukan Burhanuddin Usman sebagai
informan kunci dan sebagai sumber penelitian.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam penelitian ini untuk mendapat data yang sangat dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan yang ada dalam pokok permasalahan, maka penulis
24 1.5.2.1 Metode Observasi
Berdasarkan pendapat dari Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul
Penelitian Kualitatif, (2007:115), observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu
utamanya selain panca indra lainnya seperti, telinga, hidung, kulit, dan mulut.
Kerena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatan melalui hasil kerja dari panca indra mata serta yang lainnya. Metode
observasi adalah pengumpulan data yang dingunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Dalam metode observasi ini
penulis melakukan observasi langsung ke lapangan. Yaitu langsung bertempat di
lokasi di mana Burhanuddin Usman tinggal di Jalan Kampung Besar, nomor 8 di
Kecamatan Medan Labuhan, serta di lokasi di mana Burhanuddin Usman
melakukan kegiatan bermusiknya pada berbagai tempat.
1.5.2.2 Wawancara
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara jenis
wawancara riwayat secara lisan (Meolong, 2000:137). Wawancara ini merupakan
mewawancarai langusng bertatap muka peneliti dengan sang impormant kunci
secara mengalir tanpa adanya draf pertanyaan yang tersusun.
Wawancara tidak terkesan kaku melainkan terkesan santai seperti
pembicaraan sehari-hari biar pun pertayaan tersebut belum dibuat hanya sebatas
bertanya saja mengenai kehidupannya dalam seniman Melayu. Dalam rangka
mewawancarai Burhanuddin Usman penulis menggunakan metode wawancara
25
menggembangkannya menurut arah dan jawaban-jawaban yang diberikan oleh
informan kunci yaitu Burhanuddin Usman. Dalam rangka menggali aspek
biografinya, penulis juga mewawancarai orang-orang yang terdekat dengan beliau
yaitu anak-anaknya.
1.5.2.3 Metode Merekam
Dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa instrumen pendukung
antara lain kamera digital merk Nikon D600. Kamera digunakan untuk merekam
proses wawancara dan saat masa observasi atau penelitian lapangan serta
pengambilan gambar pada saat beliau meraih prestasi dan karya-karya lainnya.
Tidak lupa juga meneliti membawa catatan untuk mencatat hal-hal yang penting
mengenai Burhanuddin Usman khususnya riwayat hidupnya sebagai seniman
Melayu. Data audio kemudian ditranskripsi dalam bentuk tulisan yang disimpan
di flash disk. Kemudian bahan-bahan yang diperlukan disunting dan dimasukkan
sesuai dengan keperluan penelitian ini. Selanjutnya bahan-bahan yang berbentuk
gambar penulis simpan dalam bentuk format visual dan ditransfer ke dalam
bentuk jpg, untuk memudahkan mengedit dan menyisipkan gambar ini.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Seluruh hasil wawancara dan rekaman teknik permainan saksofon dalam
melakukan metode musik Melayu seperti: cengkok, gerenek, dan patah lagu. yang
penulis dapatkan dari penelitian kelapangan, akan diolah kedalam laboratorium.
Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah transkripsi dan analisis dari lagu
lagu yang dimainkan. Dan hasil karya lagu yang diciptakanya, serta menyusun
26
Untuk selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan
data ini, penulis dibimbing oleh dosen pembimbing yaitu bapak Fadlin dan bapak
Muhammad Takari. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka penulis
akan kembali ke lokasi penelitian dan menemui narasumber untuk melengkapi
materi pembahasan melalui saran-saran dari dosen pembimbing penulis. Untuk
data yang di rekam, penulis mendengarkannya berulang-ulang dan kemudian
disesuaikan dengan pertanyaan yang sudah dibuat dan dituliskan kedalam tulisan
yan baru. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dari data tersebut sudah sesuai
dan benar, maka penulis akan melampirkan data tersebut kedalam setiap bab 1-5
pembahasan pada tulisan ini. Demikianlah seterusnya yang penulis lakukan