• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG - Hubungan Terapi Manitol 20 % Dengan Fungsi Ginjal Pada Penderita Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG - Hubungan Terapi Manitol 20 % Dengan Fungsi Ginjal Pada Penderita Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di RS, dan dilakukan survei mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan, mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2011).

Stroke perdarahan intraserebral terjadi sekitar 10 – 15% dari semua stroke pada populasi Barat dan didefinisikan sebagai onset non-traumatik, dengan sakit kepala tiba-tiba yang parah, tingkat kesadaran yang berubah, atau defisit neurologis fokal yang berhubungan dengan lokasi perdarahan dalam parenkim otak pada neuroimaging atau otopsi yang bukan karena trauma atau konversi hemoragik dari infark serebral (Flaherty dkk, 2010).

(2)

perdarahan intraserebral juga lebih buruk, dengan 75% penderita mengalami cacat atau meninggal dalam 1 tahun. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama pada populasi Jepang, dan dua kali lebih umum terjadi di Asia dibandingkan dengan kelompok etnis lainnya. Insiden perdarahan intraserebral juga meningkat pada usia lanjut (Brouwers dkk, 2012).

Adanya kerusakan atau lesi efek massa di otak dapat menyebabkan edema dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Penanganan peningkatan TIK merupakan hal yang penting dan selalu menjadi permasalahan utama di fasilitas rawat neuro intensif. Penanganannya bervariasi mulai dari intervensi medis dan pembedahan. Manitol telah menjadi salah satu pilihan utama dalam penanganan peningkatan TIK yang cepat. Namun, manitol mempunyai beberapa efek yang tidak diharapkan, antara lain gagal ginjal dan hipovolemia. Manitol juga dapat mengeksaserbasi edema otak apabila diberikan terlalu lama (Mortazavi dkk, 2012).

Dziedzic dkk (2003) meneliti 51 penderita stroke hemoragik yang diterapi dengan manitol menurut pedoman American Heart Association.

(3)

konsentrasi ureum tersebut dapat meningkatkan osmolalitas serum dan akhirnya mempengaruhi fungsi ginjal.

Gagal ginjal akut (GGA) yang disebabkan oleh penggunaan manitol jarang dilaporkan. Perez dkk pada tahun 2002 melaporkan empat kasus penderita laki-laki antara usia 20 dan 42 tahun, yang mengalami gagal ginjal akut (3 anuria, 1 nonoliguria) setelah menerima manitol 1,172 ± 439 g (rata-rata ± SD) selama jangka waktu 58 ± 28 jam. Tingkat infus manitol adalah 0,25 ± 0,02 g / kg / jam. Terjadinya gagal ginjal akut terdeteksi 48 ± 22 jam setelah pemberian infus manitol. Dari hasil evaluasi sitologi urin pada 2 dari 3 kasus dijumpai kehadiran vakuola yang mengandung sel-sel tubulus ginjal. Semua penderita mengalami hiponatremia (120 ± 11 mEq / L), dan hiperosmolalitas (osmolar gap 70 ± 11 mOsm / kg air). Tidak ada faktor lain dapat menunjukkan sebagai penyebab gagal ginjal akut. Dalam 3 kasus anuria dimana hemodialisis dilakukan, pemulihan diuresis segera diamati. Fungsi ginjal pada dua penderita pulih pada hari kelima dan keenam, dan 2 meninggal karena hipertensi intrakranial. Dalam laporan ini, gagal ginjal akut yang disebabkan manitol (manitol-induced ARF) terjadi pada dosis berkisar dari 0,25 mg / kg / jam.

Rabetoy dkk (1993) melaporkan seorang perempuan 31 tahun yang menggunakan warfarin jangka panjang untuk menangani fibrilasi atrial mengalami kejang umum tonik klonik. Dari hasil scan kepala tampak adanya edema serebral dan ditangani dengan steroid dan hiperventilasi.

(4)

edema serebral yang semakin progresif dengan midline shift. Dalam 28 jam, manitol 550 g diinfuskan dan menyebabkan terjadinya GGA.

Suzuki dkk pada tahun 1993 melaporkan 2 penderita mengalami GGA dengan oliguria setelah infus manitol diberikan sebagai penanganan untuk hipertensi intrakranial. Kedua penderita mengalami mual dan muntah dan menjadi semakin lesu dengan edema tubuh secara umum. Gagal jantung kongestif juga terjadi. Data laboratorium menunjukkan hiponatremia berat dan hiperosmolalitas.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Du dkk tahun 1996, dilaporkan 14 kasus GGA yang diinduksi manitol. Dosis manitol yang digunakan bervariasi. Dalam semua kasus, serum Na+ dan HCO3- menurun, serta K+ dan blood urea nitrogen (BUN) meningkat secara signifikan. Osmolalitas serum diukur dalam 5 kasus dan dijumpai osmolal gap sangat meningkat hingga 77,4 mOsm / kg. Peningkatan osmolal gap mungkin berperan penting pada GGA dengan cara menyebabkan vasokonstriksi ginjal. Pemantauan osmolalitas serum atau osmolal gap dapat membantu mencegah keracunan manitol. Penurunan serum Na+

Penelitian yang dilakukan Halma tahun 1996 pada seorang pria 75 tahun yang mengalami edema serebral yang diterapi dengan manitol, anuria terjadi setelah 2 hari terapi. Fungsi ginjal kembali normal setelah

(5)

hemodialisis dilakukan. Dosis tinggi manitol dapat menyebabkan GGA, terutama pada penderita yang menderita gangguan ginjal sebelumnya.

Nakhoul dkk pada tahun 1995 melaporkan seorang penderita dengan GGA oliguria reversibel. Manitol 25% intravena diberikan untuk menangani edema intrakranial, selama pemberian inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) untuk hipertensi arterial. Tingkat kreatinin serum meningkat menjadi 5,6 mg / dL dari nilai sebelumnya 1,2 mg / dL. Osmolalitas serum diukur dan meningkat hingga 310 mOsm / kg dari pengukuran awal 280 mOsm / kg. Nakhoul dkk berpendapat bahwa infus manitol mungkin menyebabkan pembengkakan sel tubulus dengan obstruksi luminal.

Dua kasus GGA terkait dengan manitol dilaporkan oleh Lin dkk tahun 1995. Kasus pertama adalah laki-laki 16 tahun dengan leukemia promyelocytic acute. Penderita mengalami kompresi ventrikel kiri dengan penurunan kesadaran (koma) pada saat masuk RS. Manitol 30 g infus intravena setiap 6 jam digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial. Setelah dosis manitol ditingkatkan hingga 120 g setiap 4 jam, output urin mengalami penurunan dari 4000 mL / hari menjadi 100 mL / hari setelah 1 hari kemudian. Kreatinin serum juga meningkat dari 1 mg / dL menjadi 4 mg / dL, dan BUN meningkat dari 15 mg / dL menjadi 50 mg / dL. Osmolar

(6)

seorang pria, 89 tahun. Manitol 15 g infus intravena setiap 6 jam diberikan karena penurunan kesadaran. Dosis ditingkatkan menjadi 60 g setiap 4 sampai 6 jam karena infark otak ditemukan pada hari keempat. 4 hari kemudian output urine menurun dari 3500 – 4500 mL / hari menjadi 400 mL / hari. Dosis total manitol 1005 g diberikan (870 g dalam 4 hari terakhir). Kreatinin serum meningkat dari 1,1 mg / dL menjadi 2,7 mg / dL, dan BUN meningkat dari 20 hingga 35 mg / dL. Osmolar gap adalah 85 mOsm / L. Penderita menerima dialisis peritoneal dan dosis manitol dikurangi menjadi 15 g setiap 4 jam.

(7)

berhubungan dengan vasokonstriksi ginjal yang dihasilkan oleh konsentrasi tinggi dari manitol. Hal ini dapat dihindari dengan memantau osmolal gap, dibandingkan osmolalitas serum saja, bila menggunakan infus manitol untuk pengobatan hipertensi intrakranial.

Upadhyay dkk (2010) mendeskripsikan bahwa selama manitol digunakan secara intensif, maka osmolaritas serum di bawah 320 mOsm/L direkomendasikan karena komplikasi dari nekrosis tubular akut dan gagal ginjal. Komplikasi tersebut terjadi sebagai akibat dari dehidrasi dan hipovolemia. Karena efek diuretik dan risiko hipovolemia, manitol memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya nekrosis tubular akut dibandingkan dengan salin hipertonik.

Meskipun beberapa studi mendapatkan bahwa penggunaan manitol 20% dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal, akan tetapi hubungan dan pengaruh manitol 20% terhadap fungsi ginjal belum secara jelas diketahui.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah dirumuskan di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :

(8)

I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan manitol 20% dengan fungsi ginjal pada penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan manitol 20% dengan fungsi ginjal pada penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui kadar kreatinin serum penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK selama pemberian Manitol 20%. 3. Untuk mengetahui kadar ureum serum penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK selama pemberian Manitol 20%. 4. Untuk mengetahui osmolalitas serum penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK selama pemberian Manitol 20%. 5. Untuk mengetahui output urin penderita stroke perdarahan

intraserebral dengan peningkatan TIK selama pemberian Manitol 20%. 6. Untuk mengetahui kadar elektrolit serum penderita stroke perdarahan

(9)

7. Untuk mengetahui hubungan antara kreatinin serum dengan osmolalitas serum pada penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK di RSUP H. Adam Malik Medan.

8. Hubungan antara volume perdarahan dengan fungsi ginjal pada penderita stroke perdarahan intraserebral yang mendapatkan terapi manitol 20% di RSUP H. Adam Malik Medan.

9. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK di RSUP H. Adam Malik Medan.

I.4. HIPOTESIS

Ada hubungan antara penggunaan manitol 20% dengan fungsi ginjal pada penderita stroke perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK.

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian

(10)

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Dengan mengetahui adanya hubungan antara penggunaan manitol 20% dengan fungsi ginjal pada penderita stroke, perdarahan intraserebral dengan peningkatan TIK maka diharapkan dapat menambah keilmuan kepada para dokter dalam penanganan stroke, khususnya stroke perdarahan intraserebral.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Mengetahui hubungan antara stres hiperglikemi dengan peningkatan mortalitas pada penderita stroke perdarahan di RSU dr.Saiful Anwar Malang periode 1

Simpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara mean arterial pressure dengan peristiwa kematian pada stroke perdarahan intraserebral di RS Dr..

Kesimpulan : Modified Graeb Score pada penderita stroke perdarahan yang mendapatkan tatalaksana konservatif maupun operatif memiliki hubungan yang signifikan dengan

yang jarang dijumpai, dilaporkan sebesar 0,31% dari seluruh kasus stroke.. dan sebesar 3,3% dari kasus perdarahan

Terdapat hubungan antara tekanan darah saat masuk rumah sakit sakit pada pasien stroke hemoragik dengan volume perdarahan intraserebral berdasarkan hasil CT Scan kepala di

Penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara mean arterial pressure dengan kejadian mortalitas pada pasien stroke perdarahan intraserebral di RSUD Mardi Waluyo

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian stroke akibat perdarahan intraserebral berdasarkan jenis kelamin, usia, faktor risiko, gejala klinik awal,

Simpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa didapatkan hubungan yang signifikan antara nilai APTT dengan volume hematoma pada stroke perdarahan intraserebral dan