• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Benda dan Hak Kebendaan.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Benda dan Hak Kebendaan.docx"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I HUKUM BENDA (ZAKENRECHT)

A. Pengertian Benda

Pengertian benda (zaak) secara yuridis adalah segala

sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat menjadi obyek hak milik (Pasal 499 BW). Ketentuan tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa segala yang dapat dimiliki manusia itulah benda, dengan demikian yang tidak dapat dimiliki misalnya laut, bulan, bintang, dan lain-lain bukanlah benda. Di dalam hukum perdata, benda lazimnya disebut sebagai objek hak (zaak) berhadapan dengan subjek hak, yaitu badan pribadi (persoon). Pengertian benda ialah pertama-tama tidak hanya tertuju pada barang yang berwujud yang dapat ditangkap panca indera tetapi juga pada barang yang tidak berwujud.

(2)

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa zaak (benda) dalam sistem hukum perdata (KUHPerdata/BW) mempunyai dua arti :

1. Barang yang berwujud

2. Barang daripada harta kekayaan. Termasuk dalam hal ini ialah barang berwujud dan beberapa hak tertentu sebagai barang tidak berwujud.

Di luar KUHPerdata/BW (Buku II KUHPerdata/BW) zaak

dipakai dalam arti yang lain lagi, yaitu:

1. Kepentingan (belang). Pasal 1354 KUHPerdata/BW mengatur mengenai pengurusan kepentingan orang lain (zaakwarneming). Zaakwarneming ada jika orang sukarela tanpa mendapat pesanan untuk itu, menyelenggarakan zaak orang lain dengan atau tanpa diketahui orang tersebut, dan lain sebagainya.

2. Perbuatan Hukum (Rechtshandeling). Pasal 1792 KUHPerdata/BW mengatur mengenai pemberian kuasa (lastgeving). Pemberian kuasa adalah perjanjian dengan mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain, dan orang tersebut menerimanya untuk melakukan suatu

zaak (perbuatan hukum) bagi pemberi kuasa.

(3)

perhutangan yang tergantung atas suatu kejadian yang akan datang dan tidak pasti, atau dari suatu zaak

(kenyataan hukum) yang sudah terjadi, tapi belum diketahui para pihak.1

B. Pembedaan Macam-Macam Benda

Menurut sistem Hukum Perdata Barat sebagaimana diatur dalam BW, benda dapat dibedakan atas:

1. Benda tidak bergerak (lihat Pasal 506, 507, dan 508 BW). Ada 3 golongan benda tidak bergerak, yaitu:

a. Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, yang dibagi lagi menjadi 3 macam:

1) Tanah.

2) Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang masih belum dipetik dan sebagainya.

3) Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah itu yaitu karena tertanam dan terpaku.

b. Benda yang menurut tujuan pemakaiannya supaya bersatu dengan benda tidak bergerak, seperti:

1 F.X. Suhardana (et.al.), Hukum Perdata I Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: PT Prenhallindo,

(4)

1) Pada pabrik: segala mesin, ketel-ketel, dan alat-alat lain yang dimaksudkan supaya terus-menerus berada di situ untuk digunakan dalam menjalankan pabrik.

2) Pada suatu perkebunan: segala sesuatu yang digunakan sebagai pupuk bagi tanah, ikan dalam kolam, dan lainnya.

3) Pada rumah kediaman: segala kaca, tulisan-tulisan, dan lain-lain serta alat-alat untuk menggantungkan barang-barang itu.

4) Barang-barang reruntuhan dari suatu bangunan apabila dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan itu.

c. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda tidak bergerak, seperti:

1) Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak bergerak.

2) Kapal-kapal yang berukuran 20 m3 ke atas (dalam hukum perniagaan).

2. Benda bergerak (lihat Pasal 509, 510, dan 511 BW). Ada 2 golongan benda bergerak, yaitu:

(5)

tempat ke tempat lain. Misalnya, sepeda, kursi, meja, buku, pena, dan lainnya.

b. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak ialah segala hak atas benda-benda bergerak. Misalnya, hak memetik hasil dan hak memakai; hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang; hak menuntut di muka hakim supaya uang tunai / benda-benda bergerak diserahkan kepada penggugat; saham-saham dari perseroan dagang; dan surat-surat berharga lainnya.

Perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak tersebutpenting artinya, karena adanya ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan benda tersebut, misalnya:

a. Mengenai hak bezit. Misalnya Pasal 1977 ayat (1) BW menentukan, barangsiapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut. b. Mengenai pembebanan (bezwaring). Pembebanan

(6)

c. Mengenai penyerahan (levering). Pasal 612 BW menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapa dilakukan dengan penyerahan secara nyata, sedangkan penyerahan benda tidak bergerak menurut Pasal 616 BW harus dilakukan dengan balik nama.

d. Mengenai daluwarsa (verjaring). Terhadap benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedangkan benda-benda tidak bergerak mengenal verjaring.

e. Mengenai penyitaan (beslag). Revindicatoir beslag yaitu penyitaan untuk mendapatkan kembali bendanya sendiri hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda bergerak. Kemudian, executoir beslag yaitu penyitaan untuk melaksanakan keputusan Pengadilan harus dilakukan terlebih dahulu terhadap benda bergerak. Apabila tidak mencukupi untuk membayar hutang tergugat kepada penggugat, baru executoir beslag dilakukan terhadap benda tidak bergerak.

3. Benda yang musnah.

(7)

dalam pemakaiannya akan musnah, kegunaan/manfaat benda ini terletak pada kemusnahannya. Misalnya, makanan dan minuman, kalau dimakan dan diminum baru memberi manfaat bagi kesehatan.

4. Benda yang tetap ada.

Ialah benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu menjadi musnah, tetapi memberi manfaat bagi pemakai. Seperti, cangkir, piring, mangkuk, mobil, sepeda motor, dan lainnya. Pembedaan benda yang musnah dan benda tetap ada penting, baik dalam hukum perjanjian maupun hukum benda. Dalam hukum perjanjian misalnya perjanjian pinjam pakai yang dilakukan terhadap benda yang tetap ada. Sedangkan perjanjian pinjam mengganti dilakukan terhadap benda yang dapat musnah. Dalam hukum benda, misalnya hak memetik hasil benda dilakukan terhadap benda yang dapat musnah. Sedangkan, hak memakai dilakukan terhadap benda yang tetap ada. 5. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat

diganti. Perbedaan antara benda tersebut misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang. Menurut Pasal 1694 BW pengembalian benda oleh yang dititipi harus

(8)

hanya mengenai benda yang tidak akan musnah. Jika benda yang dititipkan berupa uang, menurut Pasal 714 BW, jumlah uang yang harus dikembalikan harus dalam mata uang yang sama seperti yang dititipkan, baik mata uang itu telah naik/turun nilainya. Lain halnya jika uang tersebut dipinjam-menggantikan, yang meminjam hanya wajib mengembalikannya sejumlah uang saja, sekalipun dengan mata uang berbeda daripada waktu perjanjian diadakan. 6. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi. Benda

yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat benda itu. Misalnya, beras, gula pasir, dan lainnya. Benda yang tidak dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnya/lenyapnya hakikat benda itu. Misalnya, kuda, sapi, uang, dan lainnya. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi maka prestasi dapat dilakukan sebagian demi sebagian. Jika perikatan yang objeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasi harus dilakukan secara utuh. 7. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak

(9)

perjanjian. Benda yang tidak diperdagangkan adalah benda-beda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian di lapangan harta kekayaan; biasanya benda yang digunakan untuk kepentingan umum. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemindahtangankan karena jual beli atau karena pewarisan. Benda dalam perdagangkan dapat diperjualbelikan dengan bebas, dapat diwariskan kepada ahli waris. Benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan kepada ahli waris.

(10)

tidak begitu berpengaruh/berbahaya bagi ketertiban umum dan tidak begitu berpengaruh bagi pemiliknya untuk membayar pajak.2

C. Tentang Hak Kebendaan 1. Hak Perdata

Hak Perdata adalah hak seseorang yang diberikan hukum perdata. Hak perdata tersebut ada yang bersifat absolut dan yang bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Hak yang bersifat relatif memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap pihak lain dalam hubungan hukum. Hak perdata yang bersifat absolut meliputi:

a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPdt.

b. Hak kepribadian (persoonlijkrecht), terdiri dari:

1) Hak atas diri sendiri, misalnya hak atas nama, hak atas kehormatan, hak untuk memiliki, hak untuk kawian.

2) Hak atas diri orang lain, misalnya hak dalam hubungan hukum keluarga antara suami isteri,

2 H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: PT. Alumni, 2006,

(11)

antara orang tua dan anak, antara wali dan anak.

Semua hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPdt. 2. Hak Kebendaan

Hak yang melekat atas suatu benda disebut hak atas benda. Hak atas benda lazimnya disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan ialah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Ciri-ciri hak kebendaan adalah:

a. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapa pun juga. Misalnya hak milik dan hak cipta.

b. Mengikuti benda, di atas mana hak itu melekat. Misalnya hak sewa, hak memungut hasil, mengikuti bendanya dalam tangan siapa pun benda itu berada. c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi,

misalnya di atas sebuah rumah melekat hak hipotik, kemudian melekat pula hak hipotik berikutnya, maka kedudukan hipotik pertama lebih tinggi daripada hipotik kedua.

(12)

prioritas penyelesaian tanpa memperhatikan pengaruh pailit itu.

e. Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapa pun yang mengganggu benda itu.

f. Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapa pun.

D. Asas-Asas Hak Kebendaan

1. Asas Hukum Pemaksa (dwingendrecht), berarti bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur dalam undang-undang.

2. Asas Dapat Dipindahtangankan, semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan hak mendiami.

3. Asas Individualitas, objek hak kebendaan selalu benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual yang merupakan kesatuan.

4. Asas Totalitas, hak kebendaan selalu terletak di atas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan.

(13)

6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi kekuasaan yang sejenis dengan kekuasaan atas hak milik. Misalnya, sebuah rumah dibebani hak hipotik, kemudian dibebani lagi dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik diprioritaskan daripada hak memungut hasil.

7. Asas percampuran, apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu lenyap. Misalnya, hak memungut hasil lenyap apabila pemegang hak tersebut menjadi pemilik pekarangan itu, misalnya karena jual beli, pewarisan, hibah.

8. Asas publisitas, hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum, misalnya hak milik dan hak guna usaha. Sedangkan hak kebendaan atas benda bergerak tidak perlu diumumkan dan didaftarkan, misalnya hak milik atas pakaian sehari-hari dan hak gadai. Kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang, misalnya hak milik atas kendaraan bermotor.

9. Asas mengenai sifat perjanjian, untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan dengan perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. 3

3 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993,

(14)

E. Pembedaan Hak Kebendaan

1. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam Buku II BW dengan berlakunya UUPA (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960) dinyatakan tidak berlaku lagi. Hak kebendaan atas tanah yang diatur dalam Buku II BW yang tidak berlaku lagi adalah:

a. Hak bezit atas tanah b. Hak eigendom atas tanah

c. Hak servitut (pembebanan pekarangan)

d. Hak opstal (hak untuk memiliki bangunan/tanaman di atas tanah orang lain)

e. Hak erfpacht (hak untuk menarik penghasilan dari tanah milik orang lain dengan membayar sejumlah uang/penghasilan tiap tahun)

f. Hak bunga tanah dan hasil sepersepuluh g. Hak pakai mengenai tanah.

Hak atas tanah sebagai penggantinya yang berlaku sekarang sebagaimana diatur dalam UUPA dan peraturan pelaksana lainnya adalah:

a. Hak milik

(15)

d. Hak pakai

e. Hak sewa untuk bangunan

f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan h. Hak guna ruang angkasa

i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht) sekarang setelah adanya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah:

a. Pand (gadai) b. Hypotheek c. Jaminan Fidusia d. Hak Tanggungan.4

(16)

BAB II

HAK KEBENDAAN

A. Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Kenikmatan

Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam BW, dengan berlakunya UUPA (Undang-undang No. 5 Tahun 1960) tanggal 24 September 1960, dinyatakan tidak berlaku lagi.5

1. Bezit

Bezit adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda, baik sendiri maupun perantara orang lain, seolah-olah benda itu milknya sendiri. Orang yang menguasai benda itu disebut bezitter. Unsur adanya bezit ada 2 yaitu:

a. Unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus)

b. Unsur kemauan orang yang menguasai benda tersebut untuk memilikinya (animus).

Bezit mempunyai 2 macam fungsi, yaitu:

a. Fungsi polisionil bezit, maksudnya bezit mendapat perlindungan hukum tanpa memandang siapa sebenarnya pemilik benda itu. Fungsi polisionil ini ada pada setiap bezit.

(17)

b. Fungsi Zakenrechtelijk, maksudnya setelah bezit berjalan beberapa waktu tanpa adanya protes, bezit itu berubah menjadi eigendom, yaitu dengan cara melalui lembaga

verjaring. Fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.

Cara memperoleh bezit ada 2 macam, yaitu:

a. Dengan bantuan orang lain yang membezit terlebih dahulu. Yaitu dengan jalan Traditio (penyerahan bendanya) dari

bezitter yang lama kepada bezitter yang baru. Jalan ini bersifat derivatief.

b. Dengan tanpa bantuan orang lain yang membezit lebih dahulu, yaitu dengan Occupatio (pengambilan bendanya). Pengambilan bendanya bisa terhadap benda yang tidak ada pemiliknya (res nullis), misalnya: ikan di sungai, binatang-binatang buruan di hutan, buah-buah di hutan dsb. Memperoleh bezit dengan jalan occupatio ini dikatakan juga memperoleh bezit yang bersifat originair (asli).6

Pasal 539 BW menentukan bahwa orang yang sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang di bawah umur dan perempuan yang telah kawin dapat memperolehnya. Ini disebabkan karena pada orang sakit ingatan dianggap tidak mungkin adanya unsur kemauan untuk memiliki (animus).

(18)

Perolehan bezit dengan perantaraan orang lain mungkin, asal saja menurut hukum orang itu mempunyai hak untuk mewakili dan ia dengan secara nyata menguasai benda yang diperoleh itu, misalnya orang tersebut seorang juru kuasa atau seorang wali.

Selanjutnya, perolehan bezit mungkin pula karena warisan menurut pasal 541 BW, yang menentukan bahwa segala sesuatu yang merupakan bezit seorang yang telah meninggal, berpindah sejak hari meninggalnya kepada ahli warisnya, dengan segala sifat dan cacatnya. Maksudnya jujur atau tidaknya bezitter yang telah meninggal itu.7

Bezitter yang beritikad baik (te goeder trouw) adalah bezitter

yang memperoleh benda yang dikuasainya dengan salah satu cara memperoleh hak milik, dimana ia tidak mengetahui cacat yang terkandung didalamnya (Pasal 531 BW). Sedangkan bezitter yang beritikad tidak baik (te kwader trouw) adalah bezitter yang mengetahui bahwa benda yang dikuasainya itu bukan miliknya (Pasal 532 ayat 1 BW). Misalnya, bezitter tahu benda yang dikuasai adalah berasal dari curian.

Undang-undang memberikan perlindungan yang berbeda terhadap bezitter yang beritikad baik (yang jujur) dengan bezitter

yang beritikad tidak baik (yang tidak jujur). Perbedaan perlindungan yang diberikan terhadap bezitter yang beritikad baik dan bezitter

yang beritikad tidak baik ini berkaitan dengan fungsi Zakenrechtelijk

(19)

bezit dalam 3 hal: (1) kemungkinan menjadi eigenaar, (2) hak memetik hasil benda, (3) hak mendapat penggantian kerugian berupa ongkos yang dikeluarkan untuk benda yang bersangkutan.

Bezitter yang beritikad baik memperoleh 3 hak tersebut. Sedangkan bezitter yang beitikad tidak baik hanya memperoleh hak yang ke dua saja.

Khusus mengenai bezit terhadap benda bergerak, berlaku asas yang tercantum pada pasal 1977 ayat (1) buku IV BW tidak di atur dalam buku II BW. karena ketentuan ini mengandung ketentuan tentang Verjaring yaitu Extinctive verjaring (verjaring yang membebaskan dari suatu perutangan). Extinctive verjaring

diatur BW dengan tenggang waktu nol tahun. Jadi barang siapa yang menguasai benda bergerak seketika bebas dari tuntutan pemilik (Eigenaar).

(20)

pelelangan umum, pemilik barang harus mengembalikan harga barang yang dibayar pemegang barang (pasal 582 BW).

Bezit akan berakhir karena hal-hal yang disebutkan dalam pasal 543 s.d. 547 BW yaitu8:

a. Karena bendanya diserahkan sendiri oleh bezitter kepada orang lain.

b. Karena bendanya diambil orang lain dari kekuasaan Bezitter

dan kemudian selama satu tahun tidak ada gangguan apapun juga.

c. Karena bendanya telah dibuang (dihilangkan) oleh bezitter. d. Karena bendanya tidak diketahui lagi dimana adanya. e. Karena bendanya musnah.

2. Hak Milik (Hak Eigendom)

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda dengan sepenuhnya dan sebebas-bebasnya asal tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain. Hak milik adalah hak yang paling sempurna, pemilik bisa menjual, menyewakan menggadaikan, menukarkan. Jadi orang yang yang mempunyai hak milik atas suatu benda tidak boleh sewenang-wanang dengan benda itu, ada batasan penggunaan hak milik itu.

(21)

Hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain. b. Kualitasnya merupakan hak yang selengkap-lengkapnya. c. Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak

kebendaan yang lain.

d. Mengandung inti (benih) dari hak kebendaan yang lain.

Setiap orang yang memiliki hak milik atas suatu benda, berhak meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun yang menguasainya (hak revindicatoir) berdasarkan hak milik itu (pasal 574 BW). Mengenai cara memperolehnya dalam BW diatur pada pasal 584 adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan (toegening atau Occupatio).

Pengambilan yaitu cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya (res nullius), seperti binatang-binatang buruan di hutan, ikan-ikan di sungai, di laut dan di danau, buah-buahan di hutan belantara serta hasil-hasil hutan lainnya dsb.

b. Penarikan oleh benda lain (natrekking atau accessio).

(22)

ternak berkembang biak, anak-anak binatang ternak ini menjadi hak milik dari pemilik binatang ternak yang berkembang biak itu. c. Lewat waktu/ daluwarsa (Verjaring).

Lewat waktu/daluwarsa yaitu cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hak tidak ada alas hak. Lewat waktu ini diatur dalam Pasal 610 BW dan pasal-pasal Buku IV BW tentang pembuktian dan daluwarsa. Lewat waktu (verjaring) ada dua macam yaitu acquisitieve verjaring dan extinctieve verjaring. Acquisitieve verjaring adalah cara untuk memperoleh hak-hak kebendaan seperti hak milik. Sedangkan extinctieve verjaring

adalah cara untuk dibebaskan dari suatu perutangan. d. Pewarisan (erfopvolging)

Pewarisan yaitu cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris atas boedel warisan yang ditinggalkan pewaris. Yang dimaksudkan ahli waris disini bisa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament).

e. Penyerahan (levering atau overdracht)

Penyerahan yaitu cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu.

(23)

memperoleh hak milik masih ada cara lain yang belum dijelaskan, yaitu:

a. Pembentukan benda (zaakvorming); yaitu dengan cara membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda baru. Misalnya kayu diukir menjadi patung; pasir, batu dan semen dilepa menjadi bangunan; benang ditenun menjadi kain dsb. Orang yang menjadikan atau membentuk bendanya sendiri menjadi benda yang baru itu adalah pemilik benda yang baru tersebut (Pasal 606 BW).

b. Penarikan buahnya (vruchttrekking); yaitu dengan menjadikan

bezitter te goeder trouw suatu benda benda dapat menjadi pemilik (eigenaar) dari buah/ hasil benda yang dibezitnya (Pasal 575 BW).

c. Persatuan atau percampuran benda (vereniging) yaitu memperoleh hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan orang lain. (Pasal 607-609 BW)

d. Pencabutan hak (ontegening); namun untuk ini harus berdasarkan Undang-undang, dan harus untuk kepentingan umum serta dengan ganti kerugian yang layak bagi pemiliknya. e. Perampasan (verbeurdverklaring); hal ini disebutkan dalam

(24)

f. Pembubaran suatu badan hukum; yang mana anggota badan hukum yang masih ada memperoleh bagian dari badan hukum tersebut (pasal 1665 BW).

Cara memperoleh hak milik dari segi sifatnya dapat dibedakan atas 2 macam:

a. Secara originair (asli) yaitu memperoleh hak milik bukan berasal dari orang lain yang lebih dahulu memiliki, misalnya dengan pendakuan, penarikan oleh benda lain, dan verjaring.

b. Secara derivatief yaitu memperoleh hak milik berasal dari orang lain yang dahulu memiliki atas suatu benda. Mereka yang memperoleh hak milik secara derivatief dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

1) Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang umum yakni para ahli waris, suami dan istri karena adanya persatuan harta kekayaan dalam perkawinan mereka, anggota-anggota badan hukum yang dibubarkan, dan negara terhadap harta benda yang terlantar.

2) Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang khusus yakni pembeli setelah adanya levering dalam perjanjian jual-beli, cessionaris, legataris, dll.

(25)

aturan-aturan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan. Hak milik bersama dapat dibedakan atas 2 macam yaitu hak milik bersama yang bebas dan hak milik bersama yang terikat.

Di dalam hak milik bersama yang bebas, orang-orang yang mempunyai hak milik bersama itu tidak ada hubungan lain selain daripada mereka bersama menjadi pemilik. Misalnya A, B, dan C bersama-sama membeli sebuah buku. Sedangkan di dalam hak milik bersama yang terikat, adanya orang-orang yang bersama-sama menjadi pemilik atas suatu benda itu adalah akibat daripada hubungan satu sama lain yang telah ada sebelumnya. Misalnya hak milik bersama suami istri terhadap harta perkawinan, hak milik bersama para pemegang saham terhadap harta perseroan, dll.9 Adapun sebab-sebab yang mengakibatkan hilangnya (hapusnya) hak milik:

a. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan dengan salah satu cara untuk memperoleh hak milik seperti di atas.

b. Karena musnahnya benda yang dimiliki.

c. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya.

3. Hak Memungut Hasil (Vructhgebruik)

Hak memungut hasil adalah hak untuk menarik (memungut)

(26)

hasil dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri, dengan berkewajiban untuk menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan seperti semula.

Definisi memungut hasil yang termuat dalam pasal 756 dipandang kurang lengkap oleh para ahli, sebab hak memungut hasil tidak hanya memberikan hak untuk menarik hasilnya saja tetapi juga untuk memakai benda itu dan juga dalam pasal itu tidak termuat definisi ciri yang terpenting dalam Vruchtgebruik akan hapus dengan meninggalnya orang yang mempunyai hak itu.

Kewajiban hak memungut hasil yang diatur dalam pasal 782 s.d. 806 BW yang isinya mencatatkan, mengadakan jaminan berupa asuransi atau yang lain dan mengadakan perbaikan, menanggung biaya untuk memelihara benda itu dengan sebaik-baiknya serta mengembalikan semua bendanya dalam keadaan semula dan menggantinya apabila ditemui kerugian atau kerusakan. Hapusnya hak memungut hasil diatur dalam pasal 507 BW yaitu10:

a. Karena meninggalnya pemegang hak tersebut. b. Karena habisnya waktu.

c. Karena pemegang hak berubah menjadi pemilik hak.

d. Karena pemegang hak melepaskan hak memungut hasil tu.

e. Karena verjaring dimana pemegang hak tidak mempergunakannya selama 30 tahun.

(27)

f. Karena musnah bendanya.

4. Hak Pakai dan Hak Mendiami

Dalam BW hak pakai dan mendiami ini diatur pada buku II title XI dari pasal 818 s.d. 829. Hak pakai sebenarnya sama dengan hak mendiami, hanya apabila hak ini mengenai rumah kediaman dinamakan hak mendiami. Menurut pasal 821 hak pakai hanya diperuntukkan buat diri si pemakai dan anggota keluarganya saja. Kemudian tidak diperbolehkan untuk disewakan atau diserahkan kepada orang lain (pasal 823). Dan menurut pasal 819 kewajiban hak pakai dan hak mendiami sama dengan kewajiban-kewajiban pemegang hak memungut hasil.11

B. Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Jaminan 1. Hak Gadai (Pandrecht)

Gadai atau yang disebut juga dengan Pand, merupakan salah satu kebendaan yang termasuk suatu lembaga jaminan yang di atur dalam buku ke II KUHPerdata. Menurut pasal 1150 KUHPerdata gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkannya kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kepuasan kepada si berpiutang

(28)

itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahulukan dari pada orang lain. Orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk menyelamatkannya setelah barang itu di gadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu barang bergerak kepunyaan orang lain, hak mana semata-mata diperjanjikan menyerahkan benit atas benda bergerak bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu barang dari pendapatan penjualan benda itu lebih dahulu darin penagih-penagih lainnya.12 Menurut pendapat R. Wiyono Prodjodikoro yaitu:

Gadai adalah suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang suatu benda bergerak yang padanya diserahkan oleh si berutang

atau oleh seorang lain atau namanya untuk menjamin

pembayaran hutang dan yang memberikan hak kepada si

berutang untuk dibayar lebih dahulu dari berpiutang lainnya, yang

diambil dari uang pendapatan penjualan barang itu”.13

Sedangkan menurut R. Subekti, gadai adalah sebagai berikut :

“Perjanjian yang menyebabkan bahwa tanahnya di serahkan

untuk menerima tunai ke sejumlah uang, dengan permufakatan

bahwa si penyerah akan berhak mengembalikan tanah itu ke

dirinya sendiri dengan jalan membayar sejumlah uang yang sama

12 Ibid., hlm. 65.

(29)

maka perjanjian (transactie) dinamakan gadai tanah (Ground

Verpanding).”14

Gadai adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi, dimana sebagian pembayaran tidak membebaskan sebagian benda yang digadaikan diatur dalam pasai 1160 KUHPerdata. Maksudnya hak gadai sebagai jaminan kebendaan haruslah dibayar atau dilunasi secara keseluruhan. Sedangkan yang menjadi ciri-ciri gadai yang diatur menurut KUHPerdata adalah:

a. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.

b. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai.

c. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang bersifat Accesoir

yaitu adanya hak dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit.

d. Tujuan adanya benda jaminan, adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar.

e. Pelunasan tersebut di dahulukan dari kreditur-kreditur lainnya. f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang jaminan di lunasi

terlebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.

(30)

Barang yang dapat dijadikan jaminan adalah :

a. Perhiasan yang, terdiri dari emas, perak, permata dan lain-lain yang tidak terbatas baik bentuk maupun jumlah beratnya.

b. Barang yang digolongkan tekstil seperti batik/kain, sarung tenun, permadani dan lain lain.

c. Jam-jam seperti jam tangan, jam kantong, jam lonceng dan lain-lain.

d. Barang elektronik seperti TV, Komputer (Laptop), Radio, Tape Recorder, Handphone, dan lain sebagainya.

e. Barang bermotor seperti sepeda motor dan mobil dengan catatan untuk sepeda motor yang usianya 5 tahun terakhir kecuali merek Honda biasanya yang pembuatannya tahun 1998.

Misalnya, untuk jenis sepeda motor merek astrea yang di gadaikan tahun 2006 dapat diterima sepeda motor tersebut dan pembuatannya tahun 2000. Syarat lainnya untuk barang bermotor itu harus menyediakan surat-surat berupa STNK, BPKB, dan lain-lain. Barang lain, alat rumah tangga seperti mesin jahit, mesin cuci, blender dan lain-Iain.

Sifat-sifat gadai adalah:

(31)

ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”. Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan. Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Benda gadai memang harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil penggantian dari benda tersebut guna membayar piutangnya.

(32)

bersama-sama dengan piutang yang dijamin dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri melainkan accesoir terhadap perjanjian pokoknya.

c. Hak gadai tidak dapat bagi. Karena tidak dapat dibagi-bagi, maka dengan dibayarnya sebagian hutang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap membebani benda gadai secara keseluruhan. Dalam Pasal 1160 KUH Perdata disebutkan bahwa :

“Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau

debitur meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli

waris.“

Ketentuan ini tidak merupakan ketentuan hukum memaksa, sehingga para pihak dapat menentukan sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat tidak dapat dibagi-bagi dalam gadai ini dapat disimpangi apabila telah diperjanjikan lebih dahulu oleh para pihak.

(33)

yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh.

e. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya. Menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa: “Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali jika undang-undang menentukan sebaliknya“. Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang kuat. Di samping itu kreditor pemegang gadai adalah termasuk kreditor separatis. Selaku separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan si debitor. Apabila si debitor wanprestasi, pemegang gadai dapat dengan mudah menjual benda gadai tanpa memerlukan perantaraan hakim, asalkan penjualan benda gadai dilakukan di muka umum dengan lelang dan menurut kebiasaan setempat dan harus memberitahukan secara tertulis lebih dahulu akan maksud-maksud yang akan dilakukan oleh pemegang gadai apabila tidak ditebus (Pasal 1155 ayat (2) KUH Perdata). Jadi di sini acara penyitaan lewat juru sita dengan ketentuan-ketentuan menurut Hukum Acara Perdata tidak berlaku bagi gadai.15

15 Hadi Muttaqin. “Pengertian dan Sifat-Sifat

(34)

Mengenai cara berakhirnya atau hapusnya suatu gadai menurut KUH Perdata adalah sebagai berikut:

a. Hak gadai hapus apabila hutang telah dibayar oleh si berutang. b. Hak gadai hapus apabila barang yang di gadaikan keluar dari

kekuasaan si penerima gadai.

c. Apabila sudah dilepaskan oleh penerima gadai melunasi atas dasar atau kemauan sendiri dari penerima gadai maka penerima gadai mengembalikan barang yang digadai pada pemberi gadai.

d. Karena persetujuan gadai bersifat accessoir yang jika perjanjian pokok berakhir maka dengan sendirinya gadaipun berakhir.

e. Bila barang yang digadaikan musnah atau terbakar diluar kehendak atau kemampuan pemegang gadai. Dimana penerima dan pemberi gadai sama-sama mengalami.

f. Barang gadai menjadi milik dari si pemegang gadai atas kesepakatan atau persetujuan dari si pemberi gadai (pengalihan hak milik atas kesepakatan).

(35)

Didalam perjanjian gadai objek-objek gadai menurut hukum perdata tersebut selalu mengikuti dari perjanjian gadai. Objek tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan hak kebendaan yang selalu mengikat dalam suatu perjanjian gadai. Hak kebendaan tersebut di dalam hukum perdata mengandung ciri-ciri sebagai berikut :

a. Benda yang dijadikan sebagai benda jaminan senantiasa dibebani hak tanggungan. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.

b. Si berpiutang yang memegang gadai menuntut haknya untuk menerima pelunasan pembayaran hutang dengan satu pembuktian pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut "Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi

pembuktian persetujuan pokok".

c. Objeknya adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.

d. Hak gadai merupakan hak yang dilakukan atas pembayaran dari pada orang-orang berpiutang lainnya.

e. Benda yang dijadikan objek gadai merupakan benda yang tidak dalam sengketa dan bermasalah.

(36)

g. Semua barang bergerak dapat diterima sebagai jaminan sesuai dengan kriteria-kriteria pihak Perum Pegadaian.16

2. Jaminan Fidusia

Fidusia adalah surat perjanjian accesor antara debitor dan

kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor. Jaminan fidusia menurut UU No. 42 tahun 1999 pasal 1angka (1) : Pengalihan suatu atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya diahlikan dan penguasaan tetap ada pada pemilik benda. (2). Pasal 1 angka 2 UUJF : Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan atas perlunasan uatang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemberi fidusia terhadap kreditur lainnya.

Perbedaan fidusia dengan jaminan fidusia adalah fidusia merupakan proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jamian fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Objek jaminan fidusia adalah benda segala sesuatu yang dapat memiliki dan dialihkan yang terdaftar maupun tidak terdaftar yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. Hapusnya jaminan fidusia:

(37)

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitur.

c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

3. Hak Tanggungan

Istilah Hak Tanggungan ada karena Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah pada tanggal 9 April 1996. Pasal 1 angka 1 UUHT menyebutkan pengertian dari Hak Tanggungan, yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditor lertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, hak atas tanah berupa Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

(38)

tertentu yang dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut dilakukan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.17

Ciri-ciri Hak Tanggungan adalah:

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1). Apabila debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual tanah yang dibebani Hak 17 Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:

(39)

Tanggungan tersebut melalui pelelangan umum dengan hak mendahului dan kreditor yang lain.

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi apabila debitor cidera janji (wanprestasi).

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 kreditur diberikan kemudahan dan kepastian dalam pelaksanaan eksekusi. Hal ini diatur dalam Pasal 6. Apabila debitor cidera janji (wanpreslasi), maka kreditor tidak perlu menempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya besar. Kreditur pemegang Hak Tanggungan dapat menggunakan haknya untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum.18

(40)

a. Hak Tanggungan bersifat memberikan Hak Preference (droit de prefence) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dari pada kreditur lainnya.

b. Hak tanggungan mengikuti tempat benda berada (droit de suite). Ini merupakan salah satu kekuatan lain hak tanggungan. Jadi walaupun tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan tersebut dialihkan kepada pihak atau orang lain (dalam hal ini misalnya dijual), Hak Tanggungan tersebut tetap melekat pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan dalam praktiknya sering juga disebut dengan istilah dilakukan “Roya” oleh pemegang hak tanggungan.

c. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya. Hak tanggungan yang melekat pada suatu jaminan berupa tanah dan bangunan, tidak dapat ditetapkan hanya melekat disebagian bidang tanah atau rumah tersebut. Namun dapat pula diperjanjikan bahwa Hak Tanggungan yang membebani beberapa bidang tanah, dapat dihapuskan secara sebagian-sebagian, sesuai dengan proporsi pelunasan fasilitas pembiayaan yang dilakukan oleh debitur. d. Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang

(41)

ditandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut belum ditetapkan jumlah ataupun bentuknya.

e. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial.

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekusi tanpa melalui putusan pengadilan melalui penjualan di muka umum. Namun demikian, hal yang menarik dalam praktiknya adalah pada saat pemilik jaminan melakukan penawaran atas upaya kreditur untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan, kreditur masih tetap membutuhkan bantuan pengadilan untuk mengeksekusi jaminan yang sudah dibebani Hak Tanggungan. f. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas.

(42)

Subjek Hak Tanggungan adalah:

a. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan.19 Berdasarkan Pasal 8 tersebut, maka Pemberi Hak Tanggungan di sini adalah pihak yang berutang atau debitor. Namun, subyek hukum lain dapat pula dimungkinkan untuk menjamin pelunasan utang debitor dengan syarat Pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan tersebut harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan, karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat didaftarkannya hak tanggungan, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku tanah hak tanggungan.20 Dengan demikian, pemberi hak tanggungan tidak harus orang yang berutang atau debitor, akan tetapi bisa subyek hukum lain

19Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 8 Ayat (1) dan

Ayat (2).

(43)

yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungannya. Misalnya pemegang hak atas tanah yang dijadikan jaminan, pemilik bangunan, tanaman dan/hasil karya yang ikut dibebani hak tanggungan.

b. Pemegang Hak Tanggungan, adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.21 Di sini dapat berupa lembaga keuangan berupa bank, lembaga keuangan bukan bank, badan hukum lainnya atau perseorangan. Oleh karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam penguasaan pemberi hak tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c Undang-undang Hak Tanggungan. Maka pemegang hak tanggungan dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat juga oleh warga negara asing atau badan hukum asing. Obyek hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan hak tanggungan. Untuk dapat dibebani hak jaminan atas

(44)

tanah, maka obyek hak tanggungan harus memenuhi empat (4) syarat, yaitu:22

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang. Maksudnya adalah jika debitor cidera janji maka obyek hak tanggungan itu dapat dijual dengan cara lelang.

b. Mempanyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitor cidera janji, maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual. Sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasikan untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.

c. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan pendaftaran tanah yang berlaku, karena harus dipenuhi "syarat publisitas". Maksudnya adalah adanya kewajiban untuk mendaftarkan obyek hak tanggungan dalam daftar umum, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau preferen yang diberikan kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya. d. Memerlukan penunjukkan khusus oleh undang-undang.

e. Dalam Pasal 4 undang-undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah: 22 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

(45)

1. Hak Milik (Pasal 25 UUPA)

2. Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA) 3. Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA)

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara (Pasal 4 ayat (D), yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Maksud dari hak pakai atas tanah Negara di atas adalah Hak Pakai yang diberikan oleh Negara kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata dengan jangka waktu terbatas, untuk keperluan pribadi atau usaha. Sedangkan Hak Pakai yang diberikan kepada Instansi-instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-badan Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing yang peruntukkannya tertentu dan telah didaftar bukan merupakan hak pakai yang dapat dibebani dengan hak tanggungan karena sifatnya tidak dapat dipindahtangankan. Selain itu, Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik tanah juga bukan merupakan obyek hak tanggungan;

(46)

Tahap pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan hak tanggungan. Menurut Pasal 10 Ayat (1) Undang undang Hak Tanggungan, janji tersebut wajib dituangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian utang piutang. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu:

1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Menurut Pasal 10 Ayat (2) Undang-undang Hak tanggungan, pemberian hak tanggungan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

(47)

warkah lain yang diperlukan. Warkah yang dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek hak tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertifikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan mengenai obyek hak tanggungan. PPAT wajib melaksanakan hal tersebut karena jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT.23 Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan. Hal ini berarti sertifikat hak tanggungan merupakan bukti adanya hak tanggungan. Oleh karena itu maka sertifikat hak tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatannya dalam buku tanah hak tanggungan.

23 Sutardja Sudrajat, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya,

(48)

Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG YAHA ESA" dengan demikian sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui tata cara dan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata Indonesia. Apabila diperjanjikan lain, maka sertitikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan untuk sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan.

Untuk melindungi kepentingan kreditor, maka dapat saja sertifikat hak tanggungan tetap berada di tangan kreditor. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 14 Ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan kecuali jika diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

4. Hypotheek

(49)

mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu. Pandrecht dan hypotheek adalah hak yang serupa. Perbedaan di antara dua itu hanya disebabkan karena pandrecht dapat diberikan melulu atas benda-benda yang bergerak, sedangkan hypotheek hanya atas benda-benda yang tak bergerak. Perbedaan antara pand dan hypotheek secara ringkas, yaitu:

a. Pandrecht harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan, hypotheek tidak.

b. Pandrecht hapus, jika barang yang dijadikan tanggungan berpindah ke tangan orang lain, tetapi hypotheek tetap terletak sebagai beban di atas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan pada orang lain.

c. Lebih dari satu pandrecht atas satu barang meskipun tidak dilarang oleh undang-undang, di dalam praktek hamper tak pernah terjadi, tetapi beberapa hypotheek yang bersama-sama dibebankan di atas satu rumah adalah suatu keadaan yang biasa.

(50)

dinamakan pegawai penyimpan hypotheek (hypotheekbewaarder). Untuk pendaftaran tersebut diatas, yang dilakukan atas permintaan orang yang menghutangkan, harus diserahkan suatu kutipan akta hypotheek yang harus memuat nama orang yang menghutangkan, nama orang yang berhutang, jumlah hutang, penunjukan benda yang dijadikan tanggungan menurut keterangan kadaster dan selanjutnya hak-hak apa yang khusus telah diperjanjikan.

Dalam hal ini orang yang memberi tanggungan, lazim dinamakan pemberi hypotheek. Pihak yang menerimanya dinamakan pengambil atau pemegang hypotheek. Jika ada beberapa orang pemegang hypotheek, mereka itu diberikan nomor urut menurut tanggal pendaftaran masing-masing hypotheek. Sebagaimana telah diterangkan, suatu hypotheek yang tidak didaftarkan tidak mempunyai kekuatan apapun. Nomor urut para pemegang hypotheek juga lazim dinamakan tingkatan (rang) dan menunjukkan kedudukan masing-masing apabila diadakan pembagian pendapatan lelangan benda yang dipertanggungkan.

Hak-hak menurut undang-undang boleh diperjanjikan (bedingen) dalam suatu perjanjian hypotheek, ialah:

(51)

kewajibannya. Perjanjian ini dinamakan “beding van eigenmachtigeverkoop” dan menurut undang-undang hanyalah dapat diperjanjikan oleh pemegang hypotheek pertama.

b. Pembatasan hak pemilik persil untuk menyewakan persilnya, misalnya ia tidak boleh menyewakannya untuk waktu lebih dari lima tahun. Perjanjian khusus ini lazim dinamakan “huurbeding” dan menurut pasal 1185 B.W., ia mempunyai kekuatan sebagai suatu hak kebendaan, artinya berlaku juga terhadap orang pihak ketiga. Kiranya tidak usah diterangkan, bahwa suatu persil yang terikat oleh suatu perjanjian sewa-menyewa untuk waktu yang lama, bila dijual akan sangat merosot harganya, dan untuk mencegah kemerosotan harga persil inilah diadakan “huurbeding” tersebut. c. Teranglah, bahwa si pemilik persil tetap berhak menjual persilnya

(52)

hypotheek pertama dan hanya ditujukan pada penjualan dengan suka rela, artinya bukan penjualan eksekutorial.

d. Seorang pemegang hypotheek berhak untuk minta diperjanjikan bahwa jika terjadi kebakaran sedangkan rumah yang menjadi tanggungan itu telah diasuransikan, ia akan menerima uang asuransi yang dibayarkan kepada pemilik rumah. Perjanjian semacam ini, yang dinamakan “assurantie-beding”, selain diatur di dalam B.W. juga diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (W.v.K).

(53)

Mengenai penjualan yang dilakukan oleh pemegang hypotheek pertama ini, Hoge Raad menganut apa yang dinamakan “last givings theorie”. Menurut ajaran itu pemegang hypotheek yang menjual persil itu bertindak sebagai juru kuasa si pemilik persil. Tetapi suatu akibat dari teori tersebut yang agak ganjil, ialah bukannya si pemegang hypotheek yang berhak menerima pembayaran hasil penjualan yang dilakukan oleh pemegang hypotheek itu tetapi justru si pemilik persil. Lebih sesuai dengan keadaan yang nyata, pemegang hypotheek yang menjual persil itu menjalankan haknya sendiri. Dan memang di dalam praktek juga sudah lazim diakui, bahwa seorang pemegang hypotheek berhak untuk memindahkan hak milik atas persil yang dijualnya itu kepada si pembeli persil atas dasar proses verbal lelang, kekuasaan mana dianggap telah diperoleh dari haknya untuk melakukan eksekusi.

(54)

tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka keadaan yang sesungguhnya inilah yang diakui oleh Hakim. Roya (pencoretan) biasanya dilakukan dengan sukarela atas persetujuan pemegang hypotheek, tetapi jika pemegang hypotheek ini tidak suka memberikan persetujuannya, roya dapat juga diperintahkan oleh Hakim. Juga setelah suatu eksekusi yang dilakukan melewati Hakim selesai dengan diadakannya pembayaran pendapatan lelang, maka Hakim akan memerintahkan supaya dilakukan roya.

Subyek hipotik adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik (hypotheek geyer) dan penerima hipotik (hypotheek nemer). Pihak yang dapat memberi hipotik atau yang berhak menghipotikkan kapal haruslah pihak yang berhak memindah tangankan kapal itu (Pasal 1168 B W), orang perorangan atau badan hukum pemilik kapal yang bersangkutan. Orang dilarang menghipotikkan kapal yang bukan miliknya atau belum dimilikinya. Namun, orang boleh menghipotikkan kapal miliknya untuk menjamin pembayaan utang orang lain.

(55)

perbankan, perjanjian kredit selalu dibuat tertulis bahkan dalam bentuk baku.

Atas sebuah kapal dapat dibebani beberapa hipotik. Bilamana hal ini terjadi, untuk menentukan tingkatan hipotik pertama, hipotik kedua dan seterusnya didasarkan atas tanggal pendaftarannya. Jika hipotik-hipotik tersebut didaftarkan pada hari/tanggal yang sama, hipotik itu mempunyai tingkat yang sama (Pasal 315 WvK).24

5. Privilege

Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-undang. Hak privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Mengenai hak privilege dapat diliihat dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu hal yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

(56)

mempunyai kedudukan yang didahulukan. Hak privilege ini bersifat accesoir dan tidak dapat berdiri sendiri.

Lebih lanjut J. Satrio mengatakan bahwa para pihak tidak dapat memperjanjikan suatu privilege, artinya memperjanjikan bahwa tagihan yang timbul dari perjanjian yang mereka tutup mengandung privilege, semua privilege adanya ditentukan secara limitatif oleh undang-undang dan bahkan orang tidak diperkenankan untuk memperluasnya dengan jalan penafsiran terhadap perikatan-perikatan (tagihan-tagihan), yang tidak secara tegas di dalam undang-undang, dinyatakan sebagai hak tagihan yang diistimewakan.

Menurut J. Satrio (ibid, hal. 29-30) privilege harus dituntut, harus dimajukan, artinya kalau pemilik tagihan yang diistimewakan tinggal diam saja, maka tagihannya dianggap sebagai tagihan biasa (konkuren). Pemilik tagihan tersebut harus menuntut agar ia dimasukkan dalam daftar tingkatan menurut tingkat yang diberikan kepadanya menurut undang-undang dan dengan demikian mendapat pelunasan menurut urutan tingkatnya dalam daftar.

(57)

untuk mengambil pelunasan, ia tidak mempunyai hak yang mengikuti bendanya kalau benda itu ada di tangan pihak ketiga (droit de suite). Kelebihannya hanya bahwa atas hasil penjualan benda tertentu/semua benda milik debitur, ia didahulukan di dalam mengambil pelunasannya. Mengenai apa saja yang termasuk ke dalam hak privilege ini dapat dilihat dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata.25

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2000.

F.X. Suhardana (et.al.), Hukum Perdata I Buku Panduan Mahasiswa,

Jakarta: PT Prenhallindo, 2001.

Hadi Muttaqin. “Pengertian dan Sifat-Sifat

Gadai”. < http://pustakabakul.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-sifat-sifat-gadai.html>. [24/10/2015].

25Letezia Tobing.”Hak Privilege dan Hak Retensi”.

(58)

H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata,

Bandung: PT. Alumni, 2006.

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: PT. Alumni, 1992.

Letezia Tobing.”Hak Privilege dan Hak Retensi”.

<http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51584b636a944/hak-privilege-dan-hak-retensi?. [24/10/2015].

Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1986.

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 2008. R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia, Jakarta: PT Intermassa, 2000.

R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Hak Atas Benda, Jakarta: Pembimbing Massa, 1993.

Sutardja Sudrajat, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya, Bandung: Mandar Maju, 1997.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 8 Ayat (1) dan Ayat (2).

Referensi

Dokumen terkait

Ketercapaian siswa yang memenuhi ketiga indikator berkemampuan visual, berkemampuan persamaan atau ekspresi matematis dan berkemampuan kata-kata atau teks tertulis hanya

Mikrokontroler berfungsi sebagai pemroses jumlah tetesan dan ditampilkan pada seven segment, mengatur posisi motor yang menggerakkan klem infus dan mendeteksi tinggi cairan

kemampuan yang berbeda, serta kekuatan dan kelemahan yang berbeda pula, oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran pembinaan dan program latihan mental sesua

Bagian dari putik yang paling atas, terletak pada bagian ujung tangkai kepala putik. Bakal buah berdasarkan jumlah ruangan didalamnya dibedakan

13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan I nfrastruktur;. •

Untuk kasus Indonesia, tampaknya penempatan calon perempuan dalam daftar calon harus diatur secara lebih detil agar tidak menimbulkan beragam penafsiran dari partai politik yang

Manajer perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan informasi dari para kreditor sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengatur tingkat konservatisma agar

Bukan hanya itu saja hal yang dapat diatasi dalam berwirausaha namun dengan dibekali dengan berbagai pengetahuan yang sudah dimiliki baik itu