• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVITALISASI DAN PEMANFAATAN BENTENG VREDEBURG DI YOGYAKARTA TAHUN 1976 - 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REVITALISASI DAN PEMANFAATAN BENTENG VREDEBURG DI YOGYAKARTA TAHUN 1976 - 2011"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

i

REVITALISASI DAN PEMANFAATAN BENTENG

VREDEBURG DI YOGYAKARTA TAHUN 1976 - 2011

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

SOMA HARJAD PRASETYA C0506050

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

iv Nama : Soma Harjad Prasetya

NIM : C0506050

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Revitalisasi Dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Di Yogyakarta Tahun 1976 - 2011 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juni 2012 Yang membuat pernyataan

Soma Harjad Prasetya

(5)

v

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(Ar-Ra’d: 6)

Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang

yang khusu’ (Q.S.AL. Baqarah: 45)

Banyak orang gagal dalam hidup karena mereka menyerah pada saat mereka hampir berhasil

(penulis)

(6)

vi

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :  Bapak dan Ibu tercinta  Adikku Mahana dan Lisa

 Yane Dila Keswara, penyemangatku

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke-Hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahan karunia-Nya kepada penulis, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Revitalisasi Dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Di Yogyakarta Tahun 1976 - 2011

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung, baik moral, material maupun spiritual, hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan selesai sesuai yang penulis harapkan, yaitu kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perizinan kepada penulis untuk penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi kemudahan kedapa penulis dalam menyelesaikan penelitian ini 3. Drs. Suharyana, M. Pd, selaku Pembimbing Skripsi, yang memberikan banyak

(8)

viii

memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Segenap dosen pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu dan wacana pengetahuan.

6. Segenap staf dan karyawan UPT Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta, Perpustakaan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan Perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

7. Dra. Hj. Sri Ediningsih, M.Hum, selaku Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis.

8. Dra. Amin Sukrilah, selaku Sub Kelompok Pengkajian Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan Bapak Suseno, yang telah bersedia membantu memberikan informasi dan data yang penulis perlukan.

9. Bapak Rosyid Ridho, Bapak Budi Sanyata, Ibu Suwarni, selaku pegawai Sub Kelompok Bimbingan Edukasi yang telah membantu dalam mencari data dan sumber yang diperlukan.

10.Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tidak penah putus kepada penulis.

11.Kedua adikku Mahana dan Lisa serta keluarga besarku, terima kasih atas kasih sayang kalian.

12.Yane Dila Keswara, penyemangatku yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan, semangat, perhatian, pengertian, cinta dan ide-ide baru kepada

(9)

ix

penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan maksimal. Terima kasih pula atas kesabaran mendengar semua keluh kesahku.

13.Teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2006 “Tanpa terkecuali” terima kasih atas “Semuanya” dan persahabatan indah yang kalian beri, serta terima kasih

pula untuk teman-teman Ilmu Sejarah angkatan 2004, 2005, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011.

14.Sahabat-sahabatku: Andi Pramono, Ebet Sabowo, Bayu Putranto, Septa Catur dan Pando Ardiansah yang masih setia dan mendukung saya.

15.Segenap pihak yang telah mendukung dan membantu terlaksananya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap akan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini menjadi lebih baik.

Akhirnya penulis berharap bahwa hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

(10)

x

BAB II. PERKEMBANGAN BENTENG VREDEBURG MASA KOLONIAL DAN MILITER ... 18

A. Deskripsi Kota Yogyakarta ...………... 18

1. Sejarah Kota Yogyakarta ... 18

2. Kondisi Geografis ... 23

B. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg ... 24

C. Masa Pemerintahan Kolonial ... 28

(11)

xi

BAB III. REVITALISASI BENTENG VREDEBURG... 49

A. Pengertian Revitalisasi ...………... 49

B. Kawasan dan Lingkungan Benteng Vredeburg ... 51

1. Kawasan ... 51

2. Lingkungan ... 59

C. Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg Yogyakarta ... 60

BAB IV. PEMANFAATAN BENTENG VREDEBURG SEBAGAI MUSEUM ... 74

A. Penataan dan Pengelolaan Benteng Vredeburg Periode 1976-1991 74 1. Kepemimpinan Ki Suratman ... 74

2. Kegiatan Kelembagaan ... 75

B. Perubahan Pengelolaan Benteng Vredeburg Periode 1992-2004 78 1. Kepemimpinan Drs. Budiharja ... 78

2. Kegiatan Kelembagaan ... 81

C. Perubahan Pengelolaan Benteng Vredeburg Periode 2004-2008 89 1. Kepemimpinan Drs. Wahyu Indrasana ... 89

2. Kegiatan Kelembagaan ... 91

D. Perubahan Pengelolaan Benteng Vredeburg Periode 2008-2011 95 1. Kepemimpinan Dra. Sri Ediningsih. M.Hum ... 95

2. Kegiatan Kelembagaan ... 96

(12)

xii

Halaman

Gambar 1: Foto Pemugaran Pintu Gerbang Utama ..……….. 62

Gambar 2: Foto Pemugaran Gedung Tengah Selatan……….. 63

Gambar 3: Foto Pemugaran Gedung Tengah Utara……….... 63

Gambar 4: Foto Benteng tidak terawat dan rusak ………..… 75

Gambar 5: Foto Kantor Benteng Vredeburg ……….. 100

Gambar 6: Foto Bangunan Eropa Atap Lancip ………..… 101

Gambar 7: Foto Bangunan Bekas Rumah Sakit ………..……..… 102

Gambar 8: Foto Ruang Pameran Diorama I ……...……….….. 103

Gambar 9: Foto Ruang Pameran Diorama II ………….…………..….… 104

Gambar 10: Foto Bangunan Barak Prajurit …….……….… 105

Gambar 11: Foto Ruang Pameran Diorama IV ………. 106

Gambar 12: Foto Gudang Senjata dan Gudang Miseu …………..……... 107

Gambar 13: Foto Ruang Pameran tempat untuk menyiapkan Koleksi-koleksi Museum ……….……… 111

Gambar 14: Foto Perpustakaan ………..……… 112

Gambar 15: Foto Ruang Studi Koleksi ...……. 113

Gambar 16: Foto Ruang Konservasi ……….….….... 114

Gambar 17: Foto Ruang Dokumentasi ………..………. 115

Gambar 18: Foto Taman ………..…… 116

(13)

xiii

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 : Bagan Organisasi Museum Benteng Yogyakarta ……..……… 81

(14)

xiv

APRI : Angkatan Perang Republik Indonesia BANPRES : Bantuan Presiden

BCB : Bangunan Cagar Budaya

BFO : Bijeenkomsht voor Federaal Overleg BNI : Bank Negara Indonesia

CV : Commanditaire Vennootschap DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah HANKAM : Pertahanan dan Keamanan

IVG : Informatie Voom Geheimen KMA : Koninkalijke Militaire Academie KMB : Konferensi Meja Bundar

P4 : Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa

PKI : Partai Komunis Indonesia PANGDAM : Panglima Daerah Militer POLRI : Kepolisian Republik Indonesia RI : Republik Indonesia

(15)

xv SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SDM : Sumber Daya Manusia

SPPD : Surat Perintah Perjalanan Dinas SPK : Surat Pengadaan Koleksi TK : Taman Kanak Kanak TKR : Tentara Keamanan Rakyat TNI : Tentara Nasional Indonesia

UNCI : United Nations Comission of Indonesia UPT : Unit Pelaksanaan Teknis

UU : Undang Undang

UUD : Undang Undang Dasar VIP : Very Important Person

VOC : Vereenigde Oostindische Compagnie YONIF : Batalyon Infanteri

(16)

xvi

Lampiran 1 : Berita Nasional Gambar Halaman Depan Museum

Benteng Vredeburg Yogyakarta 1 April 1990 ……… 130

Lampiran 2 : Berita Nasional Benteng Vredeburg Saksi Sejarah

Kemerdekaan 10 April 1990………... 131

Lampiran 3 : Kedaulatan Rakyat Kajian Historis Benteng Vredeburg

17 Juni 1990 ………..……… 132

Lampiran 4 : Kedaulatan Rakyat Benteng Vredeburg Kini telah Jadi

Museum Benteng Yogyakarta 5 Desember 1993……..……… 133

Lampiran 5 : Piagam Perjanjian Benteng VredeburgTahun 1980 …...……. 135 Lampiran 6 : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Tentang Pernyataan Benteng

Vredeburg Sebagai Cagar Budaya Nasional Tahun 1980…... 138

Lampiran 7 : Keputusan Pemimpin Proyek Pengembangan

Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1983…... 140 Lampiran 8 : Surat Keputusan Pemimpin Proyek Pengembangan

Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1983….... 142 Lampiran 9 : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1992……..……... 144

Lampiran 10 : Pengadaan Koleksi Museum Tahun 1993…..………... 150 Lampiran 11 : Surat Perintah Kerja Tahun 1993………..…….….………….. 152 Lampiran 12 : Berita Acara Serah Terima Barang Tahun 1993…..…………. 154 Lampiran 13 : Laporan pengadaan/Pembelian Benda-benda Koleksi

Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1996/1997 …..………... 155 Lampiran 14 : Surat Tugas Tahun 1996………..………. 158 Lampiran 15 : Laporan Pengadaan/Pembelian Benda-benda Koleksi

Museum Benteng Yogyakarta Tahun 1997/1998……… 160 Lampiran 16 : Foto-foto Bangunan Benteng Vredeburg Sebelum di

(17)

xvii

Lampiran 17 : Foto-foto Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg

Yogyakarta Tahun 1980…………..……….. 174 Lampiran 18 : Foto-foto Bangunan Benteng Vredeburg Tahun 2012 ….…... 176 Lampiran 19 : Denah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta …………... 188

(18)

xviii

Soma Harjad Prasetya. C0506050. 2012. Revitalisasi dan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta Tahun 1976-2011. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilatar belakangi permasalahan mengenai pengelolaan, proses revitalisasi dan perubahan pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta setelah direvitalisasi periode 1976-2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta (2) Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta (3) Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta setelah Revitalisasi. Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang mendiskripsikan dan menganalisis pengelolaan, perubahan pemanfaatan setelah di revitalisasi, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi heuristic, kritik sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi, dan historiografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, studi dokumen dan studi pustaka. Tehnik analisa adalah deskriptif kualitatif dengan memaparkan suatu fenomena dan menginterpretasikan data-data yang berhubungan dengan topik permasalahan, peristiwa yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penataan Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta mengalami pemugaran renovasi bangunan dan telah dilaksanakan revitalisasi selanjutnya ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang diberi wewenang untuk menggunakan, mengelola Benteng Vredeburg diwajibkan memelihara melestarikan dan menyelamatkan. Pergantian pengelola sesuai periode tahun 1796-2011 telah banyak mengalami perubahan mengenai program dan kegiatan kelembagaan. Perubahan nama menjadi Museum sejak tanggal 11 Maret 1987 mulai dibuka untuk umum. Status Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis sebagai Museum Negeri (Pemerintah) berbagi kegiatan dibiayai oleh dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta periode tahun 1976-2011 tidak mengalami perubahan fungsi bangunan meskipun dilakukan revitalisasi dan dimanfaatkan untuk umum.

(19)

xix

ABSTRACT

Soma Harjad Prasetya. C0506050. 2012. Revitalization and Utilization in Yogyakarta Vredeburg 1976-2011. Thesis: Department of History Faculty of Literature and Fine Arts University of Surakarta of March.

This background research on management issues, the process of revitalization and Vredeburg use change in Yogyakarta after the revitalized the period 1976-2011. This study aims to determine (1) History Management Vredeburg in Yogyakarta (2) The process of revitalization Vredeburg in Yogyakarta (3) Vredeburg Use Change in Yogyakarta after revitalization. The study is a historical study, which describe and analyze the management, utilization changes after the revitalization, the steps undertaken in this research include heuristic, source criticism both internally and externally, interpretation, and historiography. Data collection techniques used were interviews, document studies and literature study. Is a qualitative descriptive analysis technique by describing a phenomenon and interpret data related to the topic of problems, the events that occurred.

The results showed that the management arrangement in Yogyakarta Vredeburg undergoing refurbishment and renovation of buildings have been carried out subsequently designated as a revitalization of heritage objects based on the Decree of the Minister of Education and Culture is authorized to use, manage and Vredeburg enjoined to preserve and maintain the rescue. Appropriate management turnover period 1796-2011 has undergone many changes on the programs and institutional activities. Change its name to Museum of the date of March 11, 1987 was opened to the public. Status Vredeburg Yogyakarta Museum is a museum Technical Unit State (government) to share the activities financed by funds from the Revenue Expenditure.

Based on the above discussion it can be concluded that the Museum Vredeburg Yogyakarta year period 1976-2011 has not changed although the functions performed and used for general revitalization.

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesadaran sejarah niscaya bermula dari pemahaman tentang sejarah itu sendiri.Secara terbalik bisa dilukiskan kesadaran sejarah suatu bangsa, masyarakat hanya mungkin timbul oleh karena adanya sejarah atau peristiwa sejarah yang telah dialami oleh masyarakat dan bangsa bersangkutan.Kesadaran tentang sejarah pada sejarah masyarakat itu sendiri.1

Masa lampau adalah kehadiran masa kini dan masa kini adalah kerangka pematangan menuju masa depan. Serta masa depan adalah sesuatu yang belum, namun pasti akan terwujud. Atas dasar pemikiran ini, sejarah dapat dipahami sebagai masa lampau yang belum berakhir, belum selesai.Sepintas tampaknya pemikiran ini lebih menekankan pada dimensi kelampauan. Secara implisit yang lebih menyemangati kontinuitas tridimensional waktu, dengan perhatian yang besar pada masa depan. Oleh sebab itu, pemahaman sejarah, pendidikan sejarah yang hanya menitikberatkan pada statistik peristiwa masa lampau, sebenarnya hanya akan memasung kedewasaan kesadaran tentang sejarah.2Apabila fakta sejarah menjadi barometer utama membina kesadaran sejarah, secara tegas untuk meragukan

1

Asmar Teguh.,Pemeliharaa Dan Perlindungan Benda-Benda Sejarah dan Purbakala, (Jakarta: Palem Jaya, 1982), hlm.5

2

Ibid

(21)

2

intensitas kesadaran sejarah yang telah tersemaikanselama ini di dalam sanubari masing masing sebab hanya bila fakta sejarah yang menjadi ukuran dalam kesadaran sejarah, niscaya banyak di antara yang dikatagorikan tidak atau kurang memiliki kesadaran sejarah.3

Sejauh ini telah dibahas dan dipahami sedikit tentang kesadaran sejarah,meskipun tampaknya pemahaman di atas terkesan agak filsofis.Kesadaran sejarah perlu dibina khususnya di kalangan generasi muda. Pendeknya dibutuhkan untuk membuat masyarakat lebih arif dan bijaksana dalam masa yang belum pasti, paling tidak kesadaran sejarah akan mengantarkan untuk tidak akan berbuat salah untuk kesalahan yang sama dimasa yang akan datang.4

Rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg mulai lebih terlihat nyata setelah tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah diadakan penelitian maka usaha kearah pemugaran bangunan bekas Benteng Vredeburg pun segera dimulai.

Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan penandatanganan piagam perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pihak I dan Daud Jusuf (Mendikbud) sebagai pihak II tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg. Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan

3

Ibid.,hlm. 15

4

Ibid.,hlm. 19

(22)

bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.5

Sesuai dengan Piagam Perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam komplek benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum.Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum. Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg secara resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Prof. Dr. Fuad Hasan) Nomor 0475/O/1992 dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.6

Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi

5

Suharja.,Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2009), hlm.2.

6

Ibid., hlm. 3.

(23)

4

yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.7

Benteng ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi perjuangan melawan penjajah. Sebelum dikenal dengan nama Benteng Vredeburg seperti sekarang, benteng ini bernama Benteng Rustenburg. Menurut data dari pusat Data Arsitektur Indonesia tercatat ada kurang lebih 300an peninggalan benteng di Indonesia.Dari sejumlah itu hanya 5 persen yang kondisinya terawat, salah satu diantaranya adalah Benteng Vredeburg Yogyakarta.8

Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan pangeran Mangkubumi (Sri Sultan HB I) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin turut campur urusan dalam negeri Raja–Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda yang berperan penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting (Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa).9

7

Ibid.,hlm. 7

8

Buletin Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tahun 2009. Koleksi Benteng Vredeburg Yogyakarta

9

Ibid.

(24)

Langkah pertama yang diambil oleh Sri Sultan HB I adalah segera membangun kraton dengan membuka hutan beringin. Sri Sultan HB I mengumumkan bahwa wilayah kekuasaan diberi nama Ngayogyakarta Adiningrat (Ngayogyakarta Hadiningrat). Pemilihan nama ini dimaksudkan untuk menghormati tempat bersejarah yaitu Hutan Beringin yang pada jaman almarhum Sri Susuhan Amangkurat Jawi (Amangkurat IV) merupakan kota kecil yang indah.Di dalamnya terdapat istana pesanggrahan yang terkenal dengan Garjitowati.Kemudian pada jaman Sri Susuhan Paku Buwono II bertahta di Pesanggrahan itu diganti dengan Ngayogya. Nama Ngayogyakarta di tafsirkan dari kata “Ayuda” dan “Karta”. Kata “a” berarti tidak dan

“yuda” berarti perang.Jadi “Ayuda” mengandung pengertian tidak ada perang atau

damai.Sedangkan “Karta” berarti aman dan tentram. Jadi Ngayogyakarta dapat

diartikan sebagai “Kota yang aman dan tenteram”.10

Selain sebagai Panglima Perang yang tangguh Sri Sultan HB I adalah juga seorang ahli bangunan yang hebat. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755 dan pada hari Kamis Pahing 7 Oktober 1756 meski belum selesai secara sempurna Sultan dan keluarganya berkenan untuk menempatinya. Setelah Kraton mulai ditempati kemudian beridiri pula bangunan-bangunan pendukung lainnya, misalnya bangunan-bangunan kediaman Sultan dan kerabat dekatnya dinamakan Prabayeksa, selesai dibangun tahun 1756.Bangunan Sitihinggil dan Pagelaran yang selesai pada tahun 1757.Gapura penghubung Dana Pertapa dan Kemagangan selesai pada tahun 1761 dan 1762.Masjid Agung didirikan pada tahun

10

Ibid.,hlm. 3

(25)

6

1771.Benteng besar yang mengelilingi kraton selesai pada tahun 1777.Bangsal Kencana akhirnya selesai dibangun pada tahun 1792. Melihat kemajuan yang sangat pesat akan pembangunan kraton yang didirikan Sri Sultan HB I menimbulkan rasa kekhawatiran pada pihak Belanda sehingga diajukanlah usul untuk membangun sebuah benteng disekitar wilayah kraton. Dalih yang digunakan adalah agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya.Akan tetapi maksud sesungguhnya Belanda adalah untuk memudahkan melakukan kontrol perkembangan yang terjadi di kraton.Hal ini bisa dilihat dari letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya menghadap ke jalan utama menuju kraton merupakan indikasi utama bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade.Dapat dikatakan bahwa beridirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda.Besarnya kekuatan dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda termasuk Sri Sultan HB I, oleh karena itu usulan pembangunan benteng dikabulkan.11

Sejak dibangun pada 1760, Loji Gede atau Benteng Vredeburg menyimpan banyak refleksi sejarah bangsa ini.Salah satu situs paling dikenal di Yogyakarta ini menawarkan pengalaman wisata sejarah bagi pengunjungnya. Begitu memasuki pelataran benteng akan disambut bangunan bergaya arsitektur kolonial.

11

Ika Prambudi., Sejarah Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Departemen kebudayaan dan pariwisata,1998), hlm. 5.

(26)

Sebagai situs sejarah.Benteng Vredeburg memiliki koleksi sangat lengkap.Koleksi dibagi empat, yaitu bangunan, realm, foto, miniatur, replika, lukisan, serta minimum.Koleksi bangunan terdiri atas selokan, jembatan, tembok atau benteng, pintu gerbang, serta bangunan di bagian tengah."Pengelola Museum Benteng Vredeburg mengemban tugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberi bimbingan edukatif tentang sejarah bangsa, Selain sebagai situs sejarah.Vredeburg kini juga dimanfaatkan sebagai lokasi event berskala lokal, nasional, maupun internasional.Misalnya lokasi pergelaran Festival, Seni Yogyakarta setiap tahun.Otomatis ini menjadikan benteng sebagai salah satu ikon pengembangan kebudayaan di Yogyakarta.

Awalnya Vredeburg dinamai Rustenberg, artinya Benteng Peristirahatan.Setelah direhabilitasi seusai gempa 1876, namanya diganti menjadi Vredeburg.Bangunan kuno ini awalnya dipakai Belanda sebagai markas pasukan.Namun pada 1811-1816, dikuasai Inggris yang sempat menguasai Indonesia.Pada 1942, Vredeburg jatuh ke tangan Jepang yang memanfaatkannya sebagai gudang senjata dan mesiu, tahanan, politik, dan markas kempetai yang terkenal kejam.12

Pada saat gema proklamasi tercetus, Benteng Vredeburg turut menjadi salah satu aset asing yang dinasionalisasi tentara Indonesia.Namun, untuk benar-benar

12

Suharyanto Priyono Sukrilah.,Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: Depdikbud, 1992), hlm. 6.

(27)

8

menguasai benteng secara penuh, Indonesia harus berusaha lebih keras karena Belanda merebutnya kembali saat agresi militer.Akan tetapi, benteng kembali jatuh ke tangan Indonesia sebagai dampak Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Perjanjian Roem Royen.Sejak dikelola militer Indonesia, benteng dijadikan tempat tahanan terkait peristiwa gugurnya Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono.Namun, Ki Hajar Dewantara mengusulkan untuk mengubah Vredeburg sebagai ajang kebudayaan.13

Ide itu direalisasikan setelah mantan Presiden Soeharto menyetujui pemugaran benteng dan bersedia menjadi pembina utama Yayasan Budaya Nusantara dan sekaligus memberikan dana. Benteng Vredeburg selanjutnya menjadi pusat informasi dan pengembangan budaya nusantara.Benteng Vredeburg juga ditetapkan menjadi benda cagar budaya pada 1981. Menurut mantan Mendikbud Prof Dr Nugroho Notosusanto, pemugaran Benteng Vredeburg tidak dimaksudkan untuk melestarikan simbol keperkasaan dan kejayaan kolonial Belanda, melainkan untuk fungsi baru, yaitu sumber inspirasi perjuangan nasional bagi generasi mendatang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta? 2. Bagaimana Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta?

13

Ibid.

(28)

3. Bagaimana Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta setelah revitalisasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitan ini adalah:

1. Mengetahui Sejarah Pengelolaan Benteng Vredeburg di Yogyakarta. 2. Mengetahui Proses Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

3. Mengetahui Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg di Yogyakarta Setelah Revitalisasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis, maupun secara praktis dilapangan.Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan kepada pengelola Benteng Vredeburg di Yogyakarta.Secara praktis penelitian ini diharapkan agar pengunjung mendapatkan informasi yang akurat dan merasakan fasilitas baru yang disediakan oleh Benteng Vredeburg yang merupakan bagian dari promosi demi menjaga keberadaan Benteng Vredeburg itu sendiri.

(29)

10

E. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini menggunakan literature dan referensi yang relevan dan menunjang tema yang dikaji. Literatur tersebut akan dijadikan bahan acuan mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan. Literatur yang digunakan antara lain:

Ninuk A dalam artikel yang berjudul Renovasi Museum Benteng Vredeburg (1991). Artikel ini menjelaskan sejarah renovasi Museum Vredeburg, proses renovasi, fungsinya sebagai museum, proses renovasi bangunan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Renovasi bangunan Benteng Vredeburg tersebut sebagai upaya pelestarian bangunan museum yang termasuk bangunan cagar budaya (BCB) serta untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke museum itu.Dengan adanya renovasi sekarang banyak wisatawan local maupun mancanegara yang berdatangan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan mereka.

Untung dalam skripsi yang bejudul Studi Tentang Perencanan Pengembangan Benteng Vredeburg Sebagai Museum Di Daeah Istimewa Yogyakarta diterbitkan oleh Akademi Pariwisata Indonesia Yogyakarta (1991).Skripsi ini menjelaskan dengan pengembangan yang dilakukan tahap demi tahap dan juga pembangunan-pembangunan pemugaran bangunan yang ada di Benteng Vredenburg tersebut agar tidak merusak aturan-aturan atau cara-cara merenovasi bangunan-bangunan yang ada di Benteng Vredeburg tersebut sehingga bangunan cagar budaya Benteng Vredeburg tetap menjadi seperti aslinya dan tetap menjadi bangunan kuno dan setelah selesai nanti diharapkan akan dapat menambah khasanah kepariwisataan wisatawan local

(30)

maupun wisatawan mancanegara di Yogyakarta sebagai kota wisata dan kota perjuangan. Skripsi ini berguna untuk menjelaskan tentang pengembangan dan cara-cara pemugaran bangunan tidak merusak bangunan cagar budaya.

Suharyanto Priyono Sukrilah dalam bukunya yang berjudul Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta (1992), membahas mengenai renovasi Benteng Vredeburg hasilnya dapat disimpulkan, bentuk tetap sama yakni segiempat dan bangunan bekas Benteng Vredeburg dipugar dan dilestarikan. Dalam pemugaran pada bentuk luar masih tetap dipertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya dipugar dan disesuaikan dengan fungsinya yang baru sebagai ruang museum, begitu juga dengan adanya renovasi penambahan taman-taman di area Museum Benteng Vredeburg sehingga memperindah kajian bangunan dan daya tarik kepariwisataan Benteng Vredeburg Yogyakarta dan fungsinya menjadikan museum. Benteng Vredeburg juga memiliki koleksi lengkap meliputi koleksi bangunan, koleksi realita, koleksi foto termasuk miniatur dan replika serta koleksi lukisan.Selain itu terdapat pula empat ruang diorama sejarah perjuangan bangsa Indonesia.koleksi-koleksi baru serta dapat diperjelas adanya pemandu wisata yang jumlahnya makin ditingkatkan. Buku ini berguna sebagai acuan dalam menjelaskan dari hasil pemugaran bangunan-bangunan Benteng Vredeburg ini tetap dipertahankan dan fungsi baru dari bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat museum untuk menyimpan benda-benda koleksi.

Pramatang Kusumo dalam bukunya yang berjudul Menimba ilmu dari Museum (1990) membahas mengenai Permusiuman di Indonesia, pemanfaatan museum di indonesia. Dalam buku ini menjelaskan mengenai peninggalan sejarah

(31)

12

dan purbakala yang merupakan sebuah benda warisan budaya bangsa, bagaimana upaya penyelamatan warisan budaya serta pemugaran museum-museum agar tidak merusak bagunan cagar budaya yang mempunyai nilai sejarah yang ada.Buku ini berguna untuk mengetahui bagaimana perkembangan permusiuman di Indonesia salah satunya adalah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Buku yang berjudul Bunga Rumpai Permuseuman (1997) karangan Bambang Sumadio, yang menjelaskan mengenai strategi dasar kebijakan Direktorat Permuseuman serta orientasi kebudayaan dan program-program dalam permuseuman, serta bagaimana kemajuan museum untuk masa depan dan fungsi- fungsi museum sebagai komunikator antara benda-benda peninggalan yang dijadikan objek koleksi dengan para pengunjung dan sebagai sarana prasarana belajar utuk pelajar. Buku ini memberikan gambaran bagaimana cara-cara pelestarian koleksi yang ada di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dan juga Museum sebagai sarana prasarana belajar.

Buku karangan Amir Sutarga yang berjudul Persoalan Museum di Indonesia (1962) menjabarkan mengenai permasalahan-permasalahan yang berada dalam museum, tugas-tugas yang diemban oleh museum, serta tugas dari intansi yang mengelola sebuah museum, dan persoalan yang ada di museum pusat dan museum daerah. Buku ini untuk memberikan gambaran mengenai kendala-kendala yang terjadi di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

(32)

Buku karangan Widayati N yang berjudul Penyertaan Peran Serta Masyarakat Dalam Progam Revitalisasi (2000).Menerangkan bahwa pelaksanaan revitalisasi harus melalui beberapa tahapan masing-masing tahapan harus memberikan upaya untuk mengembalikan atau menghidupkan kawasan.

Buletin yang berjudul Museum Benteng vredeburg (2000) yang ditulis oleh Suharja menjelaskan beberapa informasi sejarah dan kebudayaan berusaha disosialisasikan melalui buletin Vredeburg kepada masyarakat sehingga terwujud pengembangan dan pemanfaatan museum yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk mengadakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.14 Metode historis ini terdiri dari 4 tahap yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu :

14

Louis Gottschalk.,Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 32.

(33)

14

1. Heuristik, merupakan suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber sejarah.

a. Wawancara

Metode wawancara merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.Cara ini berguna untuk mendapatkan sumber lisan dari orang yang mengetahui peristiwa itu.15 Dalam penelitian ini mewawancarai kepala Museum Benteng Vredeburg Sri Ediningsih, M.Hum dan Suseno, Sunyoto, Agus, Amin Sukrilah, Rudi Bambang untuk mengetahui sejarah Benteng Vredeburg, proses revitalisasi Benteng Vredeburg, perubahan pemanfaatan Benteng Vredeburg setelah revitalisasi.

b. Studi dokumen

Dalam studi ini karena fokus penelitian adalah peristiwa yang sudah lampau, maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber dokumen.Dokumen dibedakan menjadi dua macam yaitu dokumen dalam arti sempit dan dokumen dalam arti luas. Menurut Sartono Kartodirdjo, dokumen dalam arti sempit adalah kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, catatan harian, laporan dan lain-lain.16Penggunaan dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen dalam arti sempit. Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang

15

Koentjaraningrat.,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 162-196.

16

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 98.

(34)

sangat penting, sebab selain bahan dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah, bahan ini juga dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan, apa, kapan dan mengapa.17Studi tentang dokumen bertujuan untuk menguji dan memberi gambaran tentang teori sehingga memberi fakta dalam mendapat pengertian historis tentang fenomena yang unik.18 Dokumen berupa: Surat Kabar tentang Benteng Vredeburg, Piagam Perjanjian Benteng Vredeburg, Arsip Pernyataan Benteng vredeburg Sebagai Bangunan Cagar Budaya, Pengadaan Koleksi Museum Benteng Vredeburg, Arsip revitalisasi Benteng Vredeburg, foto-foto terkait revitalisasi dan sejarah manajemen Pengelola Museum Benteng Vredeburg.

c. Studi pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan literatur dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan data sekunder sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh melalui studi dokumen dalam sumber data penelitian. Sumber pustaka yang digunakan antara lain: buku, majalah, surat kabar, artikel, makalah, jurnal ilmiah dan sumber lain yang memberikan informasi tentang tema yang diteliti. Studi pustaka dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan Pusat UGM dan Perpustakaan UGM, Perpustakaan Benteng Vredeburg.

17

Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Suatu Alternatif, (Jakarta: PT. Gramedia, 1982), hlm. 97-122.

18

Sartono Kartodirdjo., “Metode Penggunaan Bahan Dokumen

“Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 47.

(35)

16

2. Kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keasliannya atau objektivitas, diperoleh melalui kritik ekstern dan intern.19 Kritik ekstern bertujuan untuk mencari otoritas atau keaslian data-data yang diperoleh. Kritik intern dilakukan untuk mencari kredibilitas suatu sumber dengan cara menyelidiki objek dan dokumen sejarah untuk membuktikan keaslian fakta sejarah.

3. Interpretasi adalah penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah dan bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh.20 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis. Deskripsi analisis artinya menggambarkan suatu fenomena beserta ciri-cirinya yang terdapat dalam fenomena tersebut berdasarkan fakta-fakta yang tersedia. Setelah itu dari sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, tahap selanjutnya adalah diadakan analitis, diinterpretasikan, dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah diseleksi dan diuji kebenarannya itu adalah fakta-fakta yang akan diuraikan dan dihubungkansehingga menjadi kesatuan yang harmonis, berupa kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.21

19

Dudung Abdurrahman., Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), hlm. 58.

20

Ibid., hlm. 64.

21

Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Indayu, 1978), hlm. 36.

(36)

4. Historiografi, yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah, menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.22

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun bab demi bab untuk memberikan gambaran yang terperinci dan jelas. Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan.Menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka dan Sistematika Penulisan. Bab II Perkembangan Benteng Vredeburg Yogyakarta Masa Kolonial dan Sebagai

Markas Militer.

Bab III Revitalisasi Benteng Vredeburg, Perubahan Benteng Vredeburg dalam masa Revitalisasi, Tahapan Revitalisasi.

Bab IV Perubahan Pemanfaatan Benteng Vredeburg Setelah Revitalisasi Tahun 1976 – 2011 Sebagai Museum.

Bab V Merupakan Penutup yang berisi kesimpulan dari empat bab sebelumnya untuk menjawab secara singkat permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini.

22

Hadari Nawawi., Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: UGM Press, 1995), hlm. 80.

(37)

18

BAB II

PERKEMBANGAN BENTENG VREDEBURG MASA KOLONIAL

DAN MILITER

A. Deskripsi Kota Yogyakarta

1. Sejarah Kota Yogyakarta

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti: Negara Mataram dibagi dua: Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

(38)

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.1

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat Pemerintahan Ngayogyakarta ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabat hutan tadi untuk didirikan Kraton.2

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.3

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan

1

Suharja., Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: departemen kebudayaan dan pariwisata, 2009), hlm: 8

2

Ibid.

3

Ibid., hlm 24.

(39)

20

Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmiannya terjadi Tanggal 7 Oktober 1756.4

Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu.5

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.6

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR

Darsiti Soeratman., Kehidupan Dunia Keraton Yogyakarta, (Yogyakarta: Tamansiswa, 1989), hlm. 36.

(40)

Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.7

Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.8 Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakarta. Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir. Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.9

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25

7

Ibid.

8

Suhardo Hatosprapto., Kota Yogyakarta dan Benteng Vredeburg, (Yogyakarta: LSPK, 1976), hlm. 10

9

Ibid.

(41)

22

orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.10

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.11

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah

10

Suharja., loc cit.

11

Darsiti Soeratman, Op cit., hlm. 38.

(42)

Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.12

Yogyakarta memiliki sejarah yang panjang dan terkait erat dengan masa perjuangan merebut dan mempertahankan RI dari penjajah Belanda dan Jepang. Dari sekian cerita perjuangan yang paling popular adalah serangan umum 1 Maret 1949. Perang yang dimenangkan oleh para pejuang kemerdekaan dan sempat mempertahankannya selama 6 jam, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia internasional tentang eksistensi Republik Indonesia dan para pejuang RI. Serangan tersebut dilakukan secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikut sertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman.13

2. Kondisi Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian tengah selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 7o3’ - 8o12’ Lintang Selatan dan 110o00’-110o50’

Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi

12

Ibid.

13

(43)

24

empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.

Satuan fisiografi Gunung api Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunung api aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.14

B. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg

Benteng vredeburg Yogyakarta semula bernama "Benteng Rustenburg" yang mempunyai arti "Benteng Peristirahatan" , dibangun oleh Belanda pada tahun 1760 di atas tanah Keraton. Berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1765 bangunan disempurnakan dan selanjutnya diganti namanya menjadi "Benteng Vredeburg" yang mempunyai arti Benteng Perdamaian.15

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya kesultanan Yogyakarta. Perjanjian Gianti yang ditandatangani pada tanggal 13 februari 1755

14

Djamal Marsudi., Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. (Yogyakarta: Kanisius, 1977), hlm. 8.

15

Sidharta Eko Budiharjo., Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Yogyakarta. (Yogyakarta: Gadjah mada university prees, 1989), hlm. 25.

(44)

yang berhasil membelah Kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta. Dibawah pimpinan Sri Sultan HB I, Kasultanan Yogyakarta berkembang pesat. Istana raja yang dibangun sejak 9 Oktober 1755 dan mulai ditempati tanggal 7 oktober 1756 dilengkapi dengan sarana pertahanan seperti parit dan benteng Keraton. Untuk mengimbanginya pihak Belanda meminta ijin dari sultan untuk membangun sebuah benteng bagi pasukan VOC di Yogyakarta. Proses pembangunan benteng berjalan secara lambat namun akhirnya pada tahun 1788 benteng kompeni di Yogyakarta dapat diselesaikan. Selanjutnya benteng diberi nama Rustenburg yang berarti Benteng Peristirahatan. Benteng dimanfaatkan secara sempurna oleh VOC sebagai benteng pertahanan. Tetapi karena hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang saling menyerang waktu itu nama benteng diganti menjadi Vredeburg yang berarti Benteng Perdamaian.16

Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dasyat sehingga banyak merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen, Tugu Pal Putih dan Benteng Rustenburg serta bangunan-bangunan yang lain. Bangunan-bangunan tersebut segera dibangun kembali. Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian bangunan yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti Benteng Perdamaian. Nama ini diambil sebagi manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu itu. Pada keempat sudutnya dibangun ruang penjagaan yang disebut seleka atau

16

Ibid.

(45)

26

bastion. Pintu gerbang benteng menghadap ke barat dengan dikelilingi oleh parit. Di dalamnya terdapat bangunan-bangunan rumah asrama prajurit, perwira, gudang, logistic, gudang miseu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Di Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit termasuk petugas medis dan para medis. Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta hal itu sangat dimungkinkan karena kantor residen yang berada bersebrangan dengan letak Benteng Vredeburg. Sejalan dengan perkembangan politik yang terjadi di Indonesia dari waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan Benteng Vredeburg. Secara kronologis perkembangan status tanah dan bangunan Benteng Vredeburg sejak awal dibangunnya sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda.17

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang

17

Widayati N., Penyertaan Peran Serta Masyarakat Dalam Progam Revitalisasi, (Yogyakarta: Gadjah mada university prees, 2000). hlm. 54.

(46)

dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.18

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualam menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:

1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.

2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945.

3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945.19

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan Daerah IstimewaYogyakarta sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang

18

Suhardo Hatosprapto., Kota Yogyakarta dan Benteng Vredeburg Yogyakarta, Pelestarian dan Pengembangan Benteng Vredeburg Yogyakarta, (Yogyakarta: LSPK, 1976), hlm. 20

19

Ibid.

(47)

28

Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualam.20

C. Masa Pemerintahan Kolonial

Yogyakarta pada masa pemerintahan kolonial, Pemerintahannya diatur berdasarkan kontrak politik, dan mempunyai kedudukan istimewa. Sesuai dengan sistem pemerintahan kerajaan yang berlaku di Yogjakarta, serta ikatan kebudayaan yang ada; menyebabkan raja (Sultan) secara langsung tidak menjalankan pemerintahnya sendiri, sedang untuk pelaksanaan pemerintahanya diserahkan kepada patih. Dengan demikian, semua kegiatan pemerintahan dalam kerajaan berpusat dan dijalankan oleh patih, namun sultan tidak kehilangan otoritas kekuasaanya dalam kerajaan. Sistem pemerintahan ini jelas kurang sesuai dengan prinsip demokrasi.21

Revolusi kemerdekaan Indonesia berusaha untuk mengerakan prinsip demokrasi dalam semua tatanan pemerintahan sehingga pemerintahan di Yogyakarta pun tidak lepas dari usaha demokratisasi itu. Analisis yang paling umum menunjukan

20

S.Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 23.

21Tri Yuniyanto. 1988. “

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 1950-1957 Otonomi dan Demokratis Pemerintahan Yogyakarta”. Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.

(48)

bahwa dalam masyarakat yang mengalami revolusi, mesti terdapat aspek kesinambungan dan ketidaksinambungan dalam jenis kelembagaanya. Bahwa dimensi ketidaksinambungan itu misalnya pertama, terdapat pada elite penguasa, serta prestige di berbagai bidang kelembagaan. Kedua, terdapat perubahan dalam penataan berbagai bidang kelembagaan baik itu perubahan keorganisasian dalam lingkup unit-unit utama, misalnya dalam bidang politik terjadi pergantian rezim; maupun perubahan makna bidang kelembagaan.22

Yogyakarta berdiri dua Kekuasaan Pemerintahan, yaitu Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualam. Baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualam Pemerintahanya diatur menurut garis hukumnya sendiri, namun kedudukanya sangat ditentukan oleh kontrak politik.23 Dengan demikian kedua pemerintahan tersebut tidak lepas dari campur tangan pemerintah Belanda, sebab kontrak politik tersebut dibuat berdasarkan persetujuan antara penguasa Kasultanan maupun Pakualam dengan pemerintah kolonial Belanda.24

Kekuasaan penuh atas kerajaan berada di tangan raja. Sultan memegang otoritas kekuasaan atas daerah dan rakyatnya berdasarkan kontak politik. Sultan mempunyai kedudukan sentral baik pada bidang sosial maupun kultural, sehingga

22

Ibid.

23

Soedomo Bandjaransari, Sejarah Pemerintah Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Djawatan Penerangan Kota Pradja, 1952). hlm. 5.

24

Ibid,. hlm. 3

(49)

30

wajar jika pemerintah kerajaannya diatur secara terpusat dengan sifat yang otokratis.25

Struktur pemerintahan kerajaan di Yogyakarta dibagi dua secara terpisah, yaitu pemerintahan keraton disebut parentah jero dan pemerintahan luar keraton disebut parentah jaba.26 Ada perbedaan yang tegas antara keduanya. Parentah jero tugasnya adalah mengurus upacara dan ritus kraton, melayani kepentingan pribadi sultan dan keluarganya, serta bertindak sebagai penghubung antara sultan dengan pemerintahan luar. Pemerintahan keraton ini dikepalai oleh para pangeran kerabat raja. Parentah jaba, tugas utamanya adalah dalam bidang pemerintahan pada umumnya, dibawah kekuasaan patih sultan.27

Patih merupakan pelaksana kegiatan pemerintahan pada umumnya, dalam arti bahwa pelaksanaan kegiatan pemerintahan kerajaan menjadi tanggung jawab patih. Dibawah patih terdapat delapan bupati nayaka beserta pejabat-pejabat birokrasi lain dibawahnya sebagai pelaksana pemerintahan di daerah, mereka mempertanggung jawabkan pelaksanaan pemerintahan kepada patih.28

Struktur berokrasi tersebut, walaupun resminya besifat hirarkhis, sesungguhnya terjadi kelompok-kelompok hubungan hamba tuan yang berlapis-lapis. Setiap pejabat mngumpulkan setiap kelompok orang yang bergantung kepadanya,

25

Darmosugito., Sedjarah Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Panitia Peringatan, 1956), hlm. 8.

26

Selo Soemarjan,. Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1986), hlm. 34.

27

Ibid.

28

Ibid,. hlm 26.

(50)

mengikuti model raja. Nasib para kawula itu berhungan erat dengan sukses tidaknya gusti mereka. Birokrasi yang paternalistik demikian, menurut kesetiaan dan kepatuhan tanpa syarat dari rakyat kepada penguasa. Hubungan yang wajar antara rakyat dan penguasa, anatara pemerintah dan yang diperintah tidak diterima karena keterpaksaan, melainkan sebagai sesuatu yang telah ditakdirkan.

Patih dan bupati dengan demikian, mempunyai kedudukan yang menentukan dalam kegiatan politik dan pemerintahan kerajaanya, baik di pusat maupun di daerah . Kedudukan ini sebagai alasan kuat bagi pemerintah kolonial Belanda untuk mencampuri politik dan pemerintahan kerajaan, melalui jalur birokrasi tersebut akibat langsung dari campur tangan itu, diantaranya adalah menempatkan kedudukan patih yang serba sulit dalam kegiatan pemerintah kerajaan.29

Kedudukan patih yang dilemmatis dapat membahayakan kelangsungan perintahan kerajaan, sebab tergantung pada dua pemerintahan yang berbeda, yaitu pemerintahan Kasultanan dan pemerintah kolonial Belanda. Fungsi ganda disatu pihak harus tetap menjaga loyalitasnya kepada kasultanan, dipihak lain juga harus loyal kepada Pemerintah Kolonial Belanda.30

Benteng Vredeburg merupakan peninggalan Kolonial Belanda meski dalam bentuk yang sangat sederhana seiring dengan perkembangan waktu benteng tetap terus berdiri dan difungsikan. Sejak berdirinya VOC praktek monopoli dagang dan aktifitas kolonial mulai terjadi di nusantara. Hal ini menyebabkan gejolak di berbagai

29

Darmosugito,. Op Cit., hlm. 20.

30

Ibid,. hlm, 37.

(51)

32

daerah karena praktek monopoli VOC sering mengakibatkan selisih paham antara VOC dan pengusaha lokal.

Masa itulah menjadi titik awal dari masa penjajahan di Indonesia oleh Belanda. Pemaksaan kehendak terjadi dimana-mana. Perjanjian-perjanjian dengan penguasa lokal bermunculan dengan berbuntut pada penguasaan wilayah dan monopoli kegiatan dagang oleh VOC. Politik pecah belah dan adu domba selalu menjadi andalan VOC dalam mengintervensi Pemerintahan lokal. Memanfaatkan konfliks intern menjadi kebiasaan VOC dalam meraih keuntungan demikianlah yang terjadi sehingga wilayah kerja yang harus diampu dan jumlah pegawai VOC semakin besar. Hal ini menjadikan beban keuangan persekutuan dagang tersebut semakin berat ditambah lagi banyaknya pejabat VOC yang melakukan koropsi untuk kepentingan sendiri keadaan tersebut berlangsung berlarut-larut.31

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Eropa rakyat Belanda menginginkan keamanan negerinya langsung dibawah lindungan perancis. Maka Belanda diubah dari bentuk Republik mejadi Kerajaan dengan pengangkatan Luis Napoleon sebagai Raja Belanda sehingga memberikan dampak perkembangan politik belanda yang telah menanamkan benih-benih imperialisme mulai tergantikan oleh pendatang baru yaitu pasukan Inggris yang kemudian memerintah di nusantara.32

Untuk kedua kalinya Belanda menjadi tuan di negeri jajahan nusantara hal ini terjadi karena ditandatanganinya Kongres Wina yang menyatakan bahwa Negara

31

Djamal Masudi., Yogyakarta Bentang Proklamasi, (Jakarta: Barahmus DIY Perwakilan Jakarta, 1985), hlm 17.

32

Ibid.

(52)

mana saja yang terlibat dalam perang Napoleon harus mengembalikan kondisinya, karena itulah maka Inggris mengembalikan nusantara kepada Belanda selanjutnya nusantara berada di bawah jajahan Belanda yang ke dua kalinya.

Hingga menyusul datangnya pasukan pendudukan Jepang di Indonesia diawali dengan penyerahan pasukan Belanda terhadap Jepang Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang yaitu fungsi system pemerintahan militer segera dijalankan yaitu praktek kerja paksa untuk pembuatan instalasi militer terjadi dimana-mana sehingga rakyat banyak menjadi korban.33

Peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa politik pada kurun waktu tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan Militer dan didominasi oleh Militer. Terkait dengan hal tersebut maka keberadaan benteng vredeburg di Yogyakarta yang telah ada dan berfungsi utama sebagai Aktifitas Militer yang memiliki banyak peran baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, Jepang sehingga dengan demikian benteng vredeburg menjadi saksi sejarah.

Benteng Vredeburg dikenal nama loji di Yogyakarta yang semuanya adalah bangunan peninggalan masa kolonial. Loji-loji tersebut antara lain loji gede atau loji besar yaitu Benteng Vredeburg. Loji cilik (loji kecil) yaitu komplek perumahan Belanda yang terletak di sebelah timur Benteng Vredeburg, loji kebon adalah Gedung Agung, dan loji setan.34

33

Buletin Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta tahun 2009. Koleksi Benteng Vredeburg Yogyakarta

34

Ibid.

(53)

34

Mengenai sejarah perkembangan loji gedhe (loji besar) yaitu Benteng Vredeburg, tidak dapat dilepaskan dari sejarah berdirinya Kasultanan Yogyakarta. Karena pada hakekatnya berdirinya Loji tersebut adalah sebagai dampak perkembangan Kasultanan Yogyakarta.

Bagi VOC pertumbuhan kerajaan Surakarta setelah perjanjian Giyanti bukan hal yang perlu dikawatirkan karena sudah sepenuhnya berada dibawah kekuasaan VOC. Namun berbeda dengan kasultanan Yogyakarta yang berada di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi yang selamanya menentang dan melawan VOC. Kepadanya perlu diadakan pendekatan insentif dan pengawasan. Untuk tugas ini VOC menunjuk petugas khusus yang berperan sebagai koopman (jabatan hirarki VOC yang mengurusi perdagangan) dan opperhofd (komando VOC sebagai wakil VOC yang ditempatkan di dalam istana kasultanan).35

Untuk tugas ini VOC menunjuk Kapten Cornelis Donkel.untuk kepentingan-kepentingan politik VOC perlu diangkat seorang residen dengan konsekuensi harus dibuatkan pula kantor residen (gedung kepresidenan). Hal ini untuk mengimbangi kewibawaan kasultanan. Namun sebelum gedung karesidenan itu berdiri terlebih dulu dibangun sebuah benteng. Oleh karena itu maka mulailah dibangun sebuah benteng VOC di Yogyakarta.36

35

Tashadi., Sejarah Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, (Yogyakarta: Depdikbud, 1994), hlm. 3

36

Ibid.

Gambar

Gambar 1. Pemugaran Pintu Gerbang Utama
Gambar 2. Pemugaran Gedung Tengah Selatan
Gambar 4.
Gambar 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) mengetahui bagaimana Museum Benteng Vredeburg dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA khususnya kelas XI dan XII. Penelitian ini dilakukan pada tahun

Perbedaan Konsep Media Relations oleh Praktisi Public Relations dengan Wartawan (Kasus Monumen Jogja Kembali dan Benteng Vredeburg dengan.. Wartawan Media Cetak

Berdasarkan Gambar 4.9 didapatkan hasil untuk museum benteng vredeburg pada variabel penampilan dari petugas bagus, dapat dilihat bahwa responden lebih banyak

Kontribusi Kemitraan, Skala Usaha dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Perkembangan Usaha Kerajinan Perak Kotagede Yogyakarta. Hasil pengujian hipoteisi keempat

Penelitian yang lain yang berkaitan dengan Persepsi wisatawan terhadap efektivitas strategi promosi di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta yaitu “Persepsi Wisatawan

Globalisasi membawa perkembangan dunia yang semakin cepat didukukung dengan kemampuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang semakin maju.Namun

Staf perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta, perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial, perpustakaan Kolese Ignatius, perpustakaan Museum Benteng Vredeburg, perpustakaan

Pada masa pemerintahan Belanda benteng Vredeburg ditempati oleh 500 orang prajurit, tenaga medis, dan juga para residen karena sering digunakan sebagai tempat berlindung