• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengamatan Utama 5.1.1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Air Biskuit Perlakuan Nilai Rata-rata

(% bk) Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 2,51 b

B (Tepung Kedelai 15%) 2,58 b

C (Tepung Kedelai 17,5%) 2,61 a

D (Tepung Kedelai 20%) 2,76 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Tabel 9 menunjukkan bahwa penambahan D (20%) dan C (17,5%) tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan penambahan B (15%) dan A (12,5%). Penambahan D (20%) memiliki kadar air biskuit tertinggi dengan tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (17,5%) tetapi berbeda nyata serta lebih tinggi kadar airnya dibandingkan perlakuan lainnya, walaupun adonan dipanggang dengan waktu dan suhu yang sama. Semakin tinggi penambahan tepung kedelai, maka kadar air biskuit semakin tinggi, karena jumlah total padatan kering yang ada pada biskuit semakin besar. Total padatan pada biskuit merupakan jumlah padatan yang ada pada tiap bahan baku yang ditambahkan pada

(2)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

formulasi biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai, yaitu berupa karbohidrat, protein, lemak, dan padatan tanpa lemak lainnya (Arbuckle, 1986).

Moedjijarto Pratomo (1979) dikutip Ferawati (2008), menjelaskan bahwa pengeringan mula-mula terjadi pada air permukaan, setelah air di permukaan berkurang maka terjadi pengaliran air dari dalam bahan ke bagian permukaan, karena proses keseimbangan kadar air di dalam bahan itu sendiri. Penyerapan air oleh pati yang terkandung dalam tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar, dan tepung kedelai pada proses pemanggangan dapat menyebabkan pengembangan granula pati. Adanya panas menyebabkan protein terdenaturasi serta ikatan-ikatan hidrogen dalam granula pati mulai putus sehingga mengakibatkan granula pati sedikit mengembang (Winarno, 1997). Pengembangan granula pati ini disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul amilosa dan amilopektin (Muchtadi dkk., 1988). Amilopektin memiliki percabangan dalam struktur molekulnya sehingga lebih kuat mengurung molekul air. Semakin rendah rasio amilopektin maka daya ikat airnya menjadi rendah.

Penghitungan kadar air bahan pangan ini penting sekali dalam menentukan stabilitas dan daya awet dari bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan akan

memengaruhi penampakan, tekstur serta citarasa dari biskuit (Buckle, dkk., 1987).

Secara keseluruhan besarnya kandungan air pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Industri Indonesia yaitu kurang dari 5%.

(3)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

5.1.2. Kadar Abu

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Abu Biskuit Perlakuan Nilai Rata-rata

(% bk) Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 2,96 b

B (Tepung Kedelai 15%) 2,97 b

C (Tepung Kedelai 17,5%) 2,99 a

D (Tepung Kedelai 20%) 3,01 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Tabel 10 menunjukkan bahwa penambahan D (20%) dan C (17,5%) tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan penambahan B (15%) dan A (12,5%). Penambahan D (20%) memiliki kadar abu biskuit tertinggi dengan tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (17,5%) tetapi berbeda nyata serta lebih tinggi kadar abunya dibandingkan perlakuan lainnya. Semakin tinggi penambahan tepung kedelai, maka kadar abu biskuit semakin tinggi, karena jumlah total padatan kering yang ada pada biskuit semakin besar. Kandungan kadar abu yang tinggi dalam biskuit tepung campuran bonggol pisang batu, ubi jalar, dan kedelai merupakan suatu nilai tambah karena dapat meningkatkan kandungan mineral biskuit, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), sodium (Na), potasium (K), magnesium (Mg), dan belerang (S). Semakin tinggi kandungan tepung kedelai di dalam biskuit, kadar abunya semakin tinggi.

(4)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Sebagian besar bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air serta 4% terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dalam suatu bahan pangan termasuk dalam kelompok senyawa organik yang akan terbakar menjadi abu pada saat proses pembakaran (Winarno, 1997). Kadar abu biskuit yang dihasilkan dari berbagai jumlah penambahan tepung kedelai tidak sesuai dengan SNI 01-2973-1992, yaitu lebih tinggi dari 1,50%. Tingginya kadar abu dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral pada bahan-bahan untuk membuat biskuit antara lain tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar, tepung kedelai, telur, susu full cream, garam, tepung gula, bahan pengembang, maupun minyak nabati.

5.1.3. Kadar Lemak

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Lemak Biskuit Perlakuan Nilai Rata-rata

(% bk) Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 41,90 a

B (Tepung Kedelai 15%) 42,04 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 42,10 a

D (Tepung Kedelai 20%) 42,28 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Tabel 11 menunjukkan semakin tinggi jumlah penambahan tepung kedelai, maka semakin tinggi pula kadar lemak pada biskuit yang dihasilkan, tetapi tidak

(5)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

terdapat perbedaan pengaruh yang nyata antar perlakuan terhadap jumlah kadar lemak biskuit menurut uji statistika. Perbedaan jumlah kadar lemak disebabkan range jumlah penambahan tepung kedelai antar perlakuan tidak terlalu besar sehingga jumlah kadar lemak tidak berbeda nyata, walaupun tepung kedelai memiliki kadar lemak sebesar 18,10% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1992). Kadar lemak pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai yang tinggi berasal dari penambahan minyak nabati, kuning telur, dan susu full cream pada adonan.

Kadar lemak pada biskuit ini sangat berhubungan dengan kualitas biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai yang dihasilkan dan daya tahan simpan biskuit. Lemak yang berikatan kompleks dengan amilosa dapat menghambat gelatinisasi pati karena sebagian besar lemak akan diabsorpsi oleh permukaan granula pati sehingga membentuk lapisan lemak (fatty layer) yang sifatnya hidrofobik disekeliling granula pati. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Fatty layer dapat menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati akan berkurang akibat semakin sedikitnya jumlah gugus hidroksil pati (amilosa) yang bebas sehingga granula pati tidak mendapat cukup air untuk membengkak (Collison, 1968; Osmon, 1972 dikutip Nathasatija, 1981).

Lemak yang ditambahkan dalam formula akan menangkap udara agar bergabung dengan komponen lain dalam adonan. Penambahan lemak mempengaruhi keempukkan biskuit pada saat dilakukan proses pemanggangan dan juga sebagai pencegahan pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan kering (Desroiser, 1988). Lemak akan mencair, ketika adonan dipanggang dan melepaskan

(6)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

gelembung udara yang dihasilkan oleh bahan pengembang. Lemak yang mencair berkumpul di sekeliling dinding sel dari struktur yang terkoagulasi sehingga memberikan tekstur yang lembut dan berminyak (Sultan, 1983). Kadar lemak pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai adalah sekitar 41,90% - 42,28%, sehingga masih memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk produk biskuit, yaitu 9,50%.

5.1.4. Kadar Protein

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Protein Biskuit Perlakuan Nilai Rata-rata

(% bk) Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 10,65 b

B (Tepung Kedelai 15%) 11,14 b

C (Tepung Kedelai 17,5%) 11,33 a

D (Tepung Kedelai 20%) 11,90 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Tabel 12 menunjukkan bahwa penambahan D (20%) dan C (17,5%) tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan penambahan B (15%) dan A (12,5%). Penambahan D (20%) memiliki kadar protein biskuit tertinggi dengan tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (17,5%) tetapi berbeda nyata serta lebih tinggi kadar proteinnya dibandingkan perlakuan lainnya.

(7)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Semakin tinggi penambahan tepung kedelai, maka kadar protein biskuit semakin tinggi, karena kadar protein tepung kedelai varietas Anjasmoro adalah sekitar 41,80% − 42,10% (% bk).

Proses pembuatan biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai melibatkan energi panas yang dihasilkan oleh proses pengovenan. Adanya suhu yang tinggi mengakibatkan ikatan intramolekul pada protein pecah sehingga protein terdenaturasi. Denaturasi mengakibatkan kerusakan ikatan-ikatan yang yang membentuk konfigurasi molekul protein (Winarno, 1997), sehingga protein biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai yang dihasilkan memiliki kadar protein berkisar antara 10,65% - 11,90%. Menurut SNI 01-2973-1992 kandungan protein minimal yang diperbolehkan pada biskuit adalah 9,0%. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tepung kedelai pada tepung campuran bonggol pisang dan ubi jalar dalam pembuatan biskuit telah memenuhi standar SNI.

5.1.5. Kadar Karbohidrat

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 13.

(8)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Tabel 13. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Karbohidrat Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata

(% bk) Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 42,35 a

B (Tepung Kedelai 15%) 41,64 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 41,01 b

D (Tepung Kedelai 20%) 40,22 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Tabel 13 menunjukkan bahwa penambahan A (12,5%) dan B (15%) tidak memberikan pengaruh yang nyata, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan penambahan C (17,5%) dan D (20%). Penambahan A (12,5%) memiliki kadar karbohidrat biskuit tertinggi dengan tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (15%) tetapi berbeda nyata serta lebih tinggi kadar karbohidratnya dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan jumlah kadar karbohidrat seiring dengan penambahan tepung kedelai disebabkan karena perhitungan kadar karbohidrat yang dilakukan pada penelitian ini tidak dilakukan secara analisis melainkan dengan cara perhitungan kasar yaitu metode carbohydrate by difference.

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat yang berguna bagi pencernaan, serta mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, warna, dan tekstur biskuit. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan pangan nabati, baik berupa gula sederhana maupun karbohidrat dengan molekul yang tinggi. Kandungan karbohidrat dalam biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan

(9)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

kedelai cukup tinggi yaitu berkisar antara 40,22% - 42,35%. Kadar karbohidrat biskuit semua perlakuan lebih rendah dibandingkan kadar karbohidrat yang ditetapkan SNI, yaitu sebesar 70%, disebabkan kadar air, abu, lemak, dan protein biskuit semua perlakuan lebih besar dibandingkan dengan syarat yang ditetapkan oleh SNI.

5.1.6. Sifat Organoleptik 1. Kesukaan Terhadap Warna

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan terhadap warna biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Nilai Kesukaan Warna Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 3,14 a

B (Tepung Kedelai 15%) 3,89 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 4,08 a

D (Tepung Kedelai 20%) 4,22 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap warna biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai berkisar antara 3,14 sampai 4,22 yang menunjukkan warna yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai mendekati biasa hingga agak suka. Tabel 14 memperlihatkan bahwa perlakuan D (20%) nyata lebih

(10)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

disukai dibandingkan dengan perlakuan A (12,5%), B (15%), dan C (17,5%). Panelis masih sulit membedakan warna dari biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai sehingga hasilnya tidak berbeda nyata satu sama lain.

Menurut Soekarto (1985), warna bahan makanan mempunyai peranan yang sangat penting. Warna biskuit dipengaruhi oleh proses pemanggangan, reaksi yang terjadi karena reaksi pencoklatan (browning). Menurut McWilliams (2008), reaksi Maillard adalah reaksi antara asam amino dari protein dengan gula pereduksi yang pada produk baking reaksinya dipercepat dengan peningkatan suhu. Meskipun warna paling cepat dan mudah memberikan kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi serta sulit untuk pengukurannya. Ketertarikan terhadap warna merupakan penilaian yang pertama untuk menentukan daya terima terhadap produk makanan. Penglihatan merupakan penilaian secara subjektif dalam menentukan nilai dari komoditi.

Berdasarkan pengamatan deskriptif, panelis menyukai warna coklat pada biskuit dari perlakuan A (12,5%), B (15%), C (17,5%), sampai D (20%). Semakin banyak penambahan tepung kedelai, semakin lebih terang warna coklat pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai. Warna biskuit yang semakin bewarna coklat muda disebabkan karena penambahan tepung kedelai lebih banyak yang memiliki warna dasar putih kekuningan dapat mempengaruhi warna biskuit menjadi lebih muda.

(11)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

2. Kesukaan Terhadap Aroma

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan terhadap aroma biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Nilai Kesukaan Aroma Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 3,39 a

B (Tepung Kedelai 15%) 3,17 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 3,06 a

D (Tepung Kedelai 20%) 3,06 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap aroma biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai berkisar antara 3,39 sampai 3,06 yang menunjukkan aroma yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai panelis adalah biasa. Tabel 15 memperlihatkan bahwa perlakuan A (12,5%) nyata lebih disukai dibandingkan dengan perlakuan B (15%), C (17,5%), dan D (20%). Panelis masih sulit membedakan aroma dari biskuit tepung campuran sehingga hasilnya tidak berbeda nyata satu sama lain.

Bau-bauan atau aroma dihasilkan dari interaksi antara zat-zat bau dengan sel epithelium olfaktori. Aroma ini biasanya dihasilkan dari konsentrasi yang sangat rendah. Zat-zat bau agar dapat menghasilkan bau atau aroma harus mengalami proses penguapan, pelarutan dalam air, dan pelarutan dalam lemak (Soekarto, 1985). Tepung

(12)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

bonggol pisang memiliki aroma bonggol pisang yang kuat, namun setelah dicampurkan dengan tepung ubi jalar dan tepung kedelai aromanya berkurang. Berdasarkan pengamatan deskriptif, panelis dapat mencium perbedaan aroma antar perlakuan dimana perlakuan A (12,5%) mempunyai aroma bonggol yang paling tajam dan aroma langu yang paling rendah, sedangkan pada perlakuan D (20%) aroma bonggol semakin berkurang karena tertutup oleh aroma langu yang berasal dari kedelai. Tepung kedelai menyumbangkan bau langu pada biskuit akibat dari sisa aktivitas enzim lipoksigenase yang terkandung dalam kacang kedelai sehingga terbentuk bau dan rasa menyimpang (Koswara, 2002). Aroma langu yang terdapat pada tepung kedelai tidak dapat hilang dengan pencampuran maupun proses pemanggangan.

Aroma dari produk biskuit ini dipengaruhi oleh bahan yang digunakan, yaitu tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar, tepung kedelai, kuning telur, putih telur, gula tepung, minyak nabati, dan susu full cream. Penambahan gula dalam jumlah yang sama untuk setiap perlakuan memberikan aroma karamelisasi pada proses pemanggangan, sedangkan penggunaan susu full cream memberikan flavor yang spesifik (U.S. Wheat Associates, 1983). Menurut Fellows (2000), reaksi Maillard memproduksi aroma berbeda yang berasal dari kombinasi gula pereduksi dengan gugus amina primer.

(13)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

3. Kesukaan Terhadap Rasa

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Nilai Kesukaan Rasa Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 3,56 a

B (Tepung Kedelai 15%) 4,00 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 3,39 b

D (Tepung Kedelai 20%) 2,72 c

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap rasa biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai berkisar antara 2,27 sampai 4,00 yang menunjukkan rasa yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai panelis adalah biasa sampai agak suka. Tabel 16 memperlihatkan bahwa rasa biskuit perlakuan B (15%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (12,5%), akan tetapi jelas berbeda nyata dengan perlakuan C (17,5%) dan D (20%). Panelis dapat membedakan rasa dari biskuit tepung campuran sehingga hasilnya berbeda nyata satu sama lain dan tidak begitu menyukai rasa dengan penambahan kedelai yang semakin banyak.

Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik, namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut (Soekarto, 1985). Timbulnya perbedaan rasa yang nyata akibat terbentuknya senyawa flavor pada biskuit dapat

(14)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

terbentuk karena setiap perlakuan diberikan penambahan tepung kedelai dengan rasio yang berbeda. Berdasarkan pengamatan deskriptif, panelis kurang menyukai after taste yang terasa saat mencicipi biskuit tepung campuran bonggol pisang batu, ubi jalar, dan kedelai. Semakin banyak penambahan tepung kedelai menyebabkan after taste dari biskuit berkurang dan membuat rasa biskuit semakin gurih.

Tepung bonggol pisang memiliki rasa sepat yang diakibatkan adanya senyawa tanin, sedangkan tepung ubi jalar memiliki rasa manis akibat kandungan gula sebanyak 5,51% per 100 gram bahan. Asam glutamat pada tepung kedelai merupakan sebagai salah satu asam amino penyusun protein memberikan rasa yang lezat pada produk pangan (Winarno, 1997). Menurut U.S. Dairy Export Council (2006), laktosa pada susu bubuk full cream memiliki kemanisan 15% - 30% dari kadar rasa manis sukrosa dan memiliki kemampuan yang kuat sebagai penambah rasa serta menghasilkan rasa gurih dengan flavor yang khas. Susu full cream dapat mengurangi rasa sepat dari tepung bonggol pisang. Lemak akan memberikan rasa lezat dan meningkatkan nilai gizi (Desrosier, 1988). Menurut Soekarto (1985), gula tepung merupakan zat non ionik yang memberikan rasa manis. Rasa asin yang biasa digunakan untuk produk biskuit berasal garam dapur yang terdiri dari zat-zat ionik

yaitu anionik Cl- dan kationik Na+ (Soekarto, 1985). Penambahan bahan-bahan

tersebut ditujukan untuk mengurangi rasa sepat yang ditimbulkan dari senyawa tanin dari tepung bonggol pisang yang tidak hilang sepenuhnya pada saat proses perendaman dan pencucian berkali-berkali pada saat pembuatan tepung. Rasa khas

(15)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

produk baking pada biskuit muncul akibat proses karamelisasi saat proses pemanggangan.

4. Kesukaan Terhadap Kerenyahan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Nilai Kesukaan Kerenyahan Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 3,42 b

B (Tepung Kedelai 15%) 3,86 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 3,44 a

D (Tepung Kedelai 20%) 3,25 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai berkisar antara 3,25 sampai 3,86 yang menunjukkan kerenyahan yang dihasilkan dari setiap perlakuan dinilai panelis biasa sampai agak suka produk biskuit ini. Tabel 17 memperlihatkan bahwa perlakuan B (15%) tidak berbeda nyata kerenyahannya dibandingkan dengan perlakuan C (17,5%), namun tingkat kerenyahan biskuit berbeda nyata dengan perlakuan A (12,5%) dan D (20%). Panelis dapat membedakan tingkat kerenyahan dari biskuit tepung campuran sehingga hasilnya tidak berbeda nyata satu sama lain.

(16)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Berdasarkan pengamatan deskriptif, semua perlakuan biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai dinilai renyah. Pengamatan terhadap tingkat kesukaan kerenyahan biskuit dilakukan dengan menggigit biskuit. Kerenyahan biskuit merupakan faktor mutu yang sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dalam adonan, baik lemak dari kuning telur maupun dari minyak nabati. Selain itu, tekstur makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya (Fellows, 2000). Lipoprotein pada kuning telur memiliki kontribusi terhadap struktur makanan, terutama terhadap kualitas struktural cake dan produk bakery sejenisnya setelah dibakar atau dipanggang (Almatsier, 2005).

5. Kesukaan Terhadap Kenampakan Keseluruhan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8), diketahui perbedaan jumlah penambahan tepung kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan terhadap kenampakan keseluruhan biskuit yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai pada Tepung Campuran Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Nilai Kenampakan Keseluruhan Biskuit

Perlakuan Nilai Rata-rata Hasil Uji

A (Tepung Kedelai 12,5%) 3,72 a

B (Tepung Kedelai 15%) 4,03 a

C (Tepung Kedelai 17,5%) 3,67 a

D (Tepung Kedelai 20%) 3,94 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Duncan taraf 5%

(17)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap kenampakan keseluruhan biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai berkisar antara 3,67 sampai 4,03 yang menunjukkan panelis agak menyukai kenampakan keseluruhan biskuit. Tabel 18 memperlihatkan bahwa perlakuan B (15%) nyata lebih disukai dibandingkan dengan perlakuan A (12,5%), C (17,5%), dan D (20%). Semua perlakuan mempunyai bentuk dan ukuran yang hampir sama sehingga keseluruhan kenampakan biskuit juga tidak jauh berbeda. Kenampakan keseluruhan merupakan gabungan sifat organoleptik yang di ukur menggunakan indera penglihatan meliputi warna, kilap, ukuran, bentuk dan kelainan atau cacat pada produk yang diamati (Soekarto, 1985). Secara keseluruhan menurut uji deskripsi, kenampakan keseluruhan biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai adalah agak baik.

5.2. Pengamatan Penunjang 5.2.1. Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 10), kadar serat kasar biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai perlakuan B (perlakuan terbaik) adalah 8,89%. Kadar serat kasar disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar pada tepung bonggol pisang batu sebesar 52,92% (Prameswari, 2008) dan serat kasar dari tepung ubi jalar kuning sebesar 3,31% (Anwar dkk., 1993). Jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa adalah 20 g/hari – 30 g/hari atau 10 g – 15 g per 1000 kkal (Devi, 2010), sehingga dengan mengkonsumsi 3 keping biskuit ini telah mampu memenuhi kebutuhan serat per hari.

(18)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Pengertian serat kasar sedikit berbeda dengan serat pangan (dietary fiber). Serat pangan meliputi senyawa selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, dan gum. Menurut Scala (1975) dalam Winarno (1997), kira-kira hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Fungsi dietary fiber berhubungan dengan sifat serat makanan untuk dapat meningkatkan asam empedu sehingga mengeluarkan lebih banyak sterol dan lemak bersama feses. Dietary fiber khususnya dari serealia sangat efektif dalam menanggulangi gejala penyakit diverticulitis dan mengurangi kolesterol dalam darah (Winarno, 1997).

5.2.2. Kontribusi biskuit terhadap AKG

Hasil perhitungan kontribusi biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai terhadap AKG (protein, lemak, dan karbohidrat) dilakukan pada perlakuan terbaik, yaitu biskuit perlakuan B. Hasil perhitungan nilai AKG protein, lemak, dan karbohidrat biskuit dapat dilihat pada Tabel 19 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 19. Nilai AKG Protein, Lemak, dan Karbohidrat Biskuit Tepung Campuran Bonggol Pisang, Ubi Jalar, dan Kedelai

Parameter % AKG per 12 gram bahan

% AKG per 100 gram bahan

Protein 2,59% 21,51%

Lemak 11,94% 99,43%

(19)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

Tabel 19 menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 1 keping biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai dapat memenuhi 2,59% protein, 1,74% karbohidrat, dan 11,94% lemak untuk mencukupi asupan gizi setiap harinya. Jika mengkonsumsi 100 gram biskuit tepung campuran ini dapat mencukupi 21,51% protein, 14,51% karbohidrat, dan 99,43% lemak untuk melengkapi asupan gizi setiap hari. Biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai memiliki kadar lemak yang tinggi, sehingga dapat dijadikan makanan sumber energi untuk beraktivitas sehari-hari. Energi yang dihasilkan dari lemak biasanya 2,5 kali lebih besar dari pada energi yang dihasilkan oleh karbohidrat maupun protein walaupun dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2005).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) yang dianjurkan adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bahan dari diet normal rata-rata orang sehat. AKG setiap manusia bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, umur, tinggi badan, keadaan fisiologis (hamil atau menyusui), aktivitas, metabolisme tubuh dan sebagainya (Hardinsyah dan D. Briawan, 1994).

5.2.3. Perhitungan Nilai Kalori

Berdasarkan hasil perhitungan nilai kalori biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai (Lampiran 12) lebih besar dibandingkan dengan yang

(20)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

disyaratkan oleh SNI 01-2973-1992, yaitu 400 kkal. Nilai kalori biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai memiliki nilai kalori yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kalori biskuit yang terbuat dari 100% tepung terigu. Nilai kalori biskuit yang terbuat dari tepung terigu sebanyak 458 kkal, sedangkan nilai kalori biskuit yang terbuat dari 55 gram tepung bonggol pisang batu dan 45 gram tepung ubi jalar adalah 488,00 kkal (Jasmin, 2010).

Kalorimetri adalah pengukuran jumlah panas yang dikeluarkan dan dinyatakan dalam unit panas atau kilokalori (kkal). Nilai kalori biskuit diperoleh dari perhitungan menggunakan faktor Atwater dari nilai kalori yang didapatkan pada analisis proksimat, seperti komposisi karbohidrat, lemak, dan protein (Almatsier, 2005). Nilai kalori biskuit berbanding lurus dengan semakin besarnya kandungan protein, lemak dan karbohidrat. Rata-rata berat 1 keping biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai adalah 12 gram, sehingga dapat menghasilkan nilai kalori sebesar 70,77 kkal. Berdasarkan lampiran 12, dari 100 gram biskuit atau setara dengan mengonsumsi 9 keping biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai dapat menghasilkan nilai kalori sebesar 589,44 kkal.

5.2.4. Analisis Mikrobiologi

Berdasarkan hasil pengujian (Lampiran 13), total bakteri yang terdapat pada

biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai adalah 1,0 x 106

koloni per gram. Jumlah ini sudah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Badan

(21)

[2] [3] [1]

HAK CIPT

A DILINDUNGI UND

ANG

-UND

ANG

T

idak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis

T

idak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

pengujian total bakteri, dilakukan juga pengujian jumlah total kapang (Lampiran 14) pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah koloni kapang pada biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai perlakuan B yaitu 2 koloni per gram. Jumlah ini masih

di bawah syarat maksimum jumlah cemaran kapang yang disyaratkan oleh Badan

Standardisasi Nasional (1992) sehingga biskuit tepung campuran bonggol pisang, ubi jalar, dan kedelai memenuhi syarat cemaran kapang pada SNI.

Analisa TPC (Total Plate Count) merupakan analisa kuantitatif, yaitu menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Teknik isolasi atau pemisahan dilakukan dengan cara melakukan pengenceran berseri, kemudian dilanjutkan dengan membiakkan pada media menggunakan metode cawan tuang (pour plate). Plate count atau viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme yang hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dengan lingkungan yang sesuai.

Gambar

Tabel  10.  Pengaruh  Penambahan  Tepung  Kedelai  pada  Tepung  Campuran  Bonggol Pisang Batu dan Ubi Jalar Terhadap Kadar Abu Biskuit  Perlakuan  Nilai Rata-rata
Tabel  11  menunjukkan  semakin  tinggi  jumlah  penambahan  tepung  kedelai,  maka  semakin  tinggi  pula  kadar  lemak  pada  biskuit  yang  dihasilkan,  tetapi  tidak
Tabel  13.  Pengaruh  Penambahan  Tepung  Kedelai  pada  Tepung  Campuran  Bonggol  Pisang  Batu  dan  Ubi  Jalar  Terhadap  Kadar  Karbohidrat  Biskuit
Tabel  15.  Pengaruh  Penambahan  Tepung  Kedelai  pada  Tepung  Campuran  Bonggol  Pisang  Batu  dan  Ubi  Jalar  Terhadap  Nilai  Kesukaan  Aroma Biskuit
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data: UPF-PVRP. Data tidak dipublikasikan. Laporan Kegiatan Survei Pengamatan Vektor dan Aspek Pemberantasan oleh petugas UPF-PVRP Jawa Tengah Tahun

Namun, bagaimana halnya, jika undang-undang belum mengakomodasi bentuk alat bukti elektronik padahal dalam penerapannya, hubungan keperdataan seperti transaksi jual beli

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

Bidang Usaha Alamat Tahun Bergabung Permasalahan K1 K2 K3 K4 K5 Rumah Makan Jasa Perhotelan Industri Plastik Advertising Garmen Karanganyar Solo Grogol, Sukoharjo

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT, berkat rahmat dan bimbingannya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Hubungan Model Sikat Gigi dan Rasa Pasta

IT Service Management (ITSM) / Manajemen layanan teknologi informasi adalah metode pengelolaan sistem teknologi informasi yang berusaha untuk menyelaraskan IT dengan kebutuhan

Hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan siswa dan siswi kelas 2 tentang seks bebas di SMA Negeri 8 Makassar diperoleh sampel sebanyak 85 responden yang