• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN EMPAT VARIETAS UNGGUL KEDELAI DALAM POLA SL-PTT PADA LAHAN KERING MASAM SITIUNG, SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN EMPAT VARIETAS UNGGUL KEDELAI DALAM POLA SL-PTT PADA LAHAN KERING MASAM SITIUNG, SUMATERA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN EMPAT VARIETAS UNGGUL KEDELAI DALAM

POLA SL-PTT PADA LAHAN KERING MASAM SITIUNG,

SUMATERA BARAT

Winardi

Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

Jl. Raya Padang-Solok KM 40 Sukarami, Kabupaten Solok 27365; PO Box 34 Padang Telp. 0755-31564; Faximile: 0755-31138; e-mail: sumbar_bptp@yahoo.com

ABSTRAK

Peningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kedelai dapat diupayakan melalui program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dengan menerapkan teknologi secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keragaman beberapa varietas kedelai pada lahan kering masam Sitiung, Sumatera Barat. Percobaan dilakukan pada lahan petani dan Kebun Perco-baan Balai Penyuluhan Pertanian (KB-BPP) Kecamatan Sitiung dari bulan Januari–April 2010. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat ulangan. Sebagai perlakuan adalah empat varietas kedelai (Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Kaba). Sebagai ulangan adalah lokasi atau demonstrasi plot SL-PTT (ulangan I, demonstrasi plot yang dikelola Kelompok Wanita Tani/KWT Dewi Ratih; II oleh KWT Handayani; III oleh BPP Sitiung; IV oleh KWT Pujakarisma). Luas setiap petak percobaan 175 m2. Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan,

komponen hasil dan hasil kedelai. Semua varietas yang diuji memberikan hasil yang sesuai dengan deskripsinya. Antar varietas terjadi perbedaan yang nyata untuk jumlah polong, jumlah polong bernas, dan bobot 100 biji. Namun keempat varietas memberikan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lain, Anjasmoro 2,14 t/ha, Argomulyo 1,92 t/ha, Burangrang 2,03 t/ha dan Kaba 1,99 t/ha.

Kata kunci: kedelai; SL-PTT kedelai; lahan kering masam; Sumatera Barat

ABSTRACT

Testing four new high yielding varieties of soybean in soybean ICM-FS pattern on acidic dryland soils of Sitiung, West Sumatra. To increase the productivity and income of soybean farmers can be reached among the program of Integrated Crop Management Field School (ICM-FS) by applying technology optimally. This study aims to examine the diversity of several new high yielding varieties of soybean on acidic dryland soils of Sitiung, Dharmasraya District, West Sumatra Province. Experiments conducted on farmers' fields and experimental field of Agricultural Extension Center (AEC) of Sitiung District from January 2010 until April 2010. Experiments using a Completely Randomized Design consisting of four varieties of soybean (Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Kaba). Replications 4 times which is a replication is the location or demonstration plots of ICM-FS (Replication I, demonstration plots managed by Women Farmers Group/WFG Dewi Ratih; II by WFG Handayani; III by AEC of Sitiung; IV by WFG Pujakarisma). ICM technology is applied equally on each replication. Area each experimental units are 175 m2. Observations were made on the growth components, yield components and yield. All tested soybean varieties that deliver growth and results in accordance with its variety description. There is a significantly difference between varieties for number of pods, number of filled pods, and weight of 100-seeds. But these four varieties provide results that are not significantly different from each other, Anjasmoro (2.14 t/ha), Argomulyo (1.92 t/ha), Burangrang (2.03 t/ha) and Kaba (1.99 t/ha).

(2)

PENDAHULUAN

Lahan kering masam potensial untuk pengembangan kedelai di Indonesia dengan sebaran 1,7 hektar (Anonymous 2008). Namun pengembangan kedelai pada lahan terse-but menghadapi berbagai kendala antara lain tanah kurang subur dan kendala lain seperti kurang tersedianya varietas yang sesuai, gangguan gulma, dan serangan hama dan penya-kit tanaman (Agus 1999, Purnomo et al. 1999).

Peningkatan produksi dan pendapatan petani kedelai dapat diupayakan melalui pen-dekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Dalam implementasinya di lapangan, PTT kedelai terdiri dari komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Kom-ponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua areal pertanaman kedelai, antara lain penggunaan varietas unggul baru. Sedangkan komponen teknologi pilihan disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya penggunaan amelioran pada lahan kering masam. Untuk mempercepat pengembangan PTT kedelai, petani dihimpun dalam gerakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) (Badan Litbang Pertanian 2009).

Pengkajian ini bertujuan untuk menguji keragaman beberapa varietas unggul kedelai dalam pola SL-PTT pada lahan kering masam Sitiung, Sumatera Barat.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilakukan pada bulan September 2010 sampai Januari 2011 pada jenis tanah Podzolik Merah Kuning (Ultisols). Lokasi penelitian termasuk sentra produksi kedelai di Sumatra Barat.

Pengujian dalam bentuk demplot dilaksanakan pada lahan KWT Handayani, KWT Pujakarisma, KWT Dewi Ratih, dan KP-BPP Sitiung, Kabupaten Dharmasraya. Luas petak demplot 700 m persegi. Dalam petakan tersebut ditanam empat varietas unggul kedelai se-bagai perlakuan, yaitu Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo dan Kaba. Karakteristik agro-nomis varietas unggul kedelai yang digunakan tercantum pada Tabel 1.

Percobaan menggunakan empat ulangan dimana yang menjadi ulangan adalah lokasi/ pengelolaan demplot SL-PTT kedelai. Ulangan I adalah demplot SL-PTT yang dikelola oleh Kelompok Wanita Tani /KWT Dewi Ratih, ulangan II dikelola oleh KWT Handayani, ulangan III dikelola oleh BPP Sitiung, dan Ulangan IV dikelola oleh KWT Pujakarisma.

Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna, tanah dibajak dan digaru dengan traktor atau menggunakan pacul. Petak dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh saluran. Saluran pembatas petak termasuk saluran keliling dibuat minimal lebar 50 cm dan dalam 30 cm. Saluran tersebut selain berfungsi sebagai pembatas petak juga untuk menga-lirkan kelebihan air.

Kedelai ditanam dengan cara tugal menggunakan jarak tanam 40 cm antar baris, 10– 15 cm dalam barisan, 2–3 biji benih per lubang dengan populasi 350.000–500.000 tana-man/ha. Insektisida Curater dibenamkan dalam lubang tanam untuk menghindari hama seperti semut dan lalat bibit.

Pupuk dan kapur diberikan sesuai dengan rekomendasi pengkajian yang dilakukan di

Kebun Percobaan Sitiung di Gunung Medan pada tahun 2009, yaitu 75 kg/ha Urea; 100

kg/ha SP-36; dan 100 kg/ha KCl. Kapur dan pupuk kandang diberikan dengan dosis 1 t/ha dolomit dan 2 t/ha pupuk kandang. Bahan-bahan tersebut ditempatkan dalam larikan

(3)

sekitar 10 cm di samping baris tanaman. Kemudian, larikan dan lubang tugal ditutup

dengan tanah (Winardi et al. 2009).

Penyiangan dilakukan dua kali secara manual (dengan cangkul atau tajak) pada umur

15 hari dan 35–40 hari. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan dengan aplikasi pestisida dengan memperhatikan tingkat serangan/gangguan. Panen dilakukan apabila

polong sudah masak berwarna coklat (Winardi et al. 2009).

Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah cabang, umur panen), komponen hasil (jumlah polong per rumpun, jumlah polong bernas per rumpun, bobot 100 biji), dan hasil. Data yang diperoleh dianalisis secara tabulasi dan statistik. Analisis statistik menggunakan Anova dan kalau terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji DMRT 5%.

Tabel 1. Karakteristik agronomis varietas unggul kedelai yang digunakan dalam pengujian.

Parameter Argomulyo Kaba Anjasmoro Burangrang

Tinggi tanaman (cm) 40 64 64–68 60–70

Jumlah cabang per tanaman 3–4 – 2,9–5,6 1–2

Umur panen (hari) 80–82 85 82,5–92,5 80–82

Bobot-100 biji (g) 16,0 10,37 14,8–15,3 17

Hasil (t/ha) 1,5–2,0 2,13 2,03–2,25 1,6–2,5

Sumber: Puslitbangtan 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan Umur Panen

Pertumbuhan vegetatif pertanaman cukup baik yang ditunjukan oleh tinggi tanaman dan jumlah cabang. Hal tersebut didukung oleh kondisi iklim yang cukup menguntungkan pada waktu pengujian, antara lain curah hujan. Jumlah curah hujan selama pengkajian berlangsung sekitar 400 mm, sangat sesuai untuk pertumbuhan kedelai. Pemberian kapur sebagai salah satu komponen teknologi PTT kedelai pada lahan kering masam mendu-kung pertumbuhan tanaman (Najiyati dan Danarti 1992). Jumlah penggunan pupuk dalam pengujian ini diperkirakan optimal. Selain itu pelaksana SL-PTT telah memahami penerapan budidaya kedelai dengan baik sehingga bisa memelihara tanaman sebagai-mana mestinya.

Tinggi tanaman bervariasi antara 58,6–61,4 cm (Tabel 2) hampir sama dengan tinggi tanaman menurut deskripsi varietas. Khusus untuk varietas Argomulyo, tanaman (58,6 cm) relatif lebih tinggi dibanding tinggi tanaman menurut deskripsi varietas. Tinggi tanam-an menurut deskripsi varietas (Tabel 1) adalah sebagai berikut: Anjasmoro 64,7 cm, Agro-mulyo 40 cm, Burangrang 60,7 dan Kaba 64 cm.

Selain tinggi tanaman, jumlah cabang juga tidak berbeda dengan jumlah cabang menurut deskripsi varietas, berkisar antara 2,9–3,6 per tanaman (Tabel 2). Kecuali varietas Burangrang, jumlah cabang yang dihasilkan (3,1 cabang) relatif lebih banyak dibanding jumlah cabang menurut deskripsi varietas. Jumlah cabang kedelai tersebut menurut deskripsi varietas (Tabel 1) adalah sebagai berikut: Anjasmoro 2,9–5,6 cabang, Argomulyo 3–4 cabang, dan Burangrang 1–2 cabang. Kalau dibandingkan antarvarietas, jumlah cabangnya tidak berbeda satu sama lain.

(4)

deskripsi varietas (Tabel 1) adalah sebagai berikut: Anjasmoro 82,5–92,5 hari, Argomulyo 80–82 hari, Burangrang 80–82 hari, dan Kaba 85 hari.

Tabel 2. Pertumbuhan dan umur panen empat varietas kedelai pada lahan kering masam Sitiung, Sumatera Barat, 2010.

Varietas kedelai Tinggi tanaman

(cm) Jumlah cabang/ tanaman Umur panen (hari)1)

Anjasmoro 61,4 a 3,4 a 81

Argomulyo 58,6 a 2,9 a 80

Burangrang 60,1 a 3,1 a 80

Kaba 59,2 a 3,6 a 81

CV (%) 8,74 14,03 -

Angka-angka pada lajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT. 1) Data diolah secara tabulasi.

Komponen Hasil dan Hasil

Pertumbuhan generatif tanaman cukup baik yang ditunjukan oleh jumlah polong, jumlah polong bernas, dan bobot 100 biji. Hal tersebut diperkirakan akibat pengaruh langsung pertumbuhan vegetatif yang cukup baik sebelumnya. Faktor-faktor penting yang mendorong pertumbuhan tanaman secara umum antara lain terpenuhinya suplai hara melalui pemupukan dan pemakaian ameliorasi tanah (Ridwan dan Basri 1987). Iklim selama pengujian cukup mendukung di samping tidak ditemukannya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama dan penyakit yang dijumpai dalam jumlah terbatas adalah ulat pemakan daun (Prodenia litura), karat daun (Phalaespora phachyrhizi), dan penyakit busuk (Rhizoctonia soloni). Gulma yang teridentifikasi adalah Putri malu (Mimosa pudica) dan Kentangan (Borreria laevis).

Jumlah polong yang dihasilkan bervariasi antarvarietas. Polong terbanyak dihasilkan oleh varietas Kaba (64,3 polong per rumpun), diikuti oleh Anjasmoro (59,0 polong per rumpun) dan selanjutnya Burangrang dan Argomulyo. Varietas Burangrang menghasilkan 45,0 polong per rumpun, tidak berbeda nyata dengan varietas Argomulyo (43,7 polong per rumpun) (Tabel 3).

Jumlah polong bernas terbanyak diperoleh pada varietas Kaba (60,7 polong per rum-pun) dan berbeda nyata dengan yang lainnya. Jumlah polong bernas terbanyak kedua diperoleh varietas Anjasmoro (52,3 polong per rumpun), juga berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas Burangrang dan Argomulyo menghasilkan polong bernas masing-masing 41,8 dan 39,2 polong per rumpun (Tabel 3).

Bobot 100 biji bervariasi antara 10,4–15,3 g (Tabel 3). Bobot 100 biji yang diperoleh mendekati bobot 100 biji menurut deskripsi varietas. Bobot 100 biji varietas Anjasmoro adalah 13,9 g/100 biji berbanding 14,8–15,3 g menurut deskripsi varietas. Bobot 100 biji Argomulyo 14,0 g berbanding 16,0 g menurut deskripsi varietas. Selanjutnya bobot 100 biji varietas Burangrang 15,3 g berbanding 17,0 g menurut deskripsi varietas.

Hasil varietas yang diuji tidak berbeda nyata antara yang satu dengan yang lain, dalam kisaran 1,9–2,1 t/ha (Tabel 3). Biji yang dihasilkan merupakan resultante dari komponen-komponen hasil, antara lain jumlah polong bernas dan bobot 100 biji. Meskipun demikian hasil yang diperoleh masing-masing varietas berada di sekitar daya hasil menurut deskripsi varietas. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Anjasmoro 2,1 t/ha, Argomulyo 1,9 t/ha, Burangrang 2,0 t/ha dan Kaba 2,0 t/ha. Daya hasil masing-masing varietas menurut deskripsi dapat dilihat pada Tabel 1.

(5)

Bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya di Kebun Percobaan Sitiung, hasil kedelai dalam penelitian ini meningkat secara nyata. Hasil kedelai pada penelitian terdahulu hanya 1 t/ha (Arsyad et al. 2000, Subakti et al. 1994, Yusuf dan Tanjung 1994). Hal ini tentu berkaitan dengan penerapan PTT kedelai yang didukung oleh SL-PTT kedelai.

Kegunaan biji kedelai di wilayah penelitian adalah untuk tahu dan tempe. Dibanding-kan antara keempat varietas berdasarDibanding-kan ukuran/bobot dan warna biji maka ada dua varietas berpeluang besar untuk dikembangkan yakni Argomulyo dan Burangrang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Krisdiana (2013) bahwa untuk industri tahu, biji kedelai yang banyak disukai adalah berwarna kuning dan sebagian kecil berwarna hijau dengan kulit tipis seperti varietas Argomulyo. Untuk industri tempe, biji kedelai yang lebih disukai adalah yang berwarna kuning, ukuran biji lebih besar dan berkulit tipis seperti varietas Burangrang.

Tabel 3. Rata-rata komponen hasil dan hasil empat varietas kedelai pada lahan kering masam Sitiung, Sumatera Barat, 2010.

Varietas Jumlah polong/

rumpun

Jumlah polong

bernas/rumpun Bobot-100 biji (g) Hasil (t/ha)

Anjasmoro 59,0 b 52,3 b 13,9 b 2,14 a

Argomulyo 43,7 c 39,2 c 14,0 b 1,92 a

Burangrang 45,0 c 41,8 c 15,3 a 2,03 a

Kaba 64,3 a 60,7 a 10,4 c 1,99 a

CV (%) 4,26 5,33 6,05 9,39

Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang dan Kaba beradaptasi dengan baik pada lahan kering masam Sitiung.

2. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antar komponen pertumbuhan keempat varietas kedelai yang diuji.

3. Terdapat perbedaan yang nyata untuk komponen hasil antar varietas yang diuji (jumlah polong, jumlah polong bernas, bobot 100-biji) dan hasilnya relatif sama sekitar 2 t/ha.

Saran

1. Hasil pengkajian ini perlu disebarluaskan di Kabupaten Dharmasraya melalui pejabat setempat, petugas lapangan dan petani.

2. Dua varietas yang mempunyai peluang besar untuk dikembangkan adalah Burang-rang dan Argomulyo yang lebih disukai oleh pengrajin tahu dan tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. 1999. Kontribusi bahan organik untuk meningkatkan produksi pangan pada lahan kering bereaksi masam. hlm 87–104 Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan (Buku III). Bogor 9–11 Februari 1999.

Anonymous. 2008. Potensi dan ketersediaan lahan untuk pengembangan kedelai di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30 (1):3–5.

(6)

Arsyad, D. M., A. Tanjung, dan T. Naim. 2000. Tanggap genotipe kedelai terhadap perbaikan kondisi tanah pada lahan masam. Hal. 190–197. Dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian (Buku I). Padang 21–22 Maret 2000. ---., H. Kuswantoro, dan Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan

kering masam Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 26 (1):26–31. Badan Litbang Pertanian. 2009. Pedoman Umum PTT Kedelai. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Krisdiana, R. 2013. Preferensi industri tahu dan tempe terhadap ukuran dan warna biji kedelai. http://pangan.litbang.deptan.go.id/en/publication-iptek/21/211[29 April 2013].

Najiyati, S., dan Danarti. 1992. Palawija, Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Purnomo J., I. G. P. Wigena, dan D. Santoso. 1999. Pengelolaan pupuk P dan bahan organik untuk meningkatkan produktivitas Dystropepts di Jambi. hlm 235–251 Dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan (Buku III). Bogor 9–11 Februari 1999.

Ridwan., dan I. H. Basri. 1987. Pemupukan NPK dan inokulasi Rhizobium pada kedelai di tanah gambut dan Podzolik bukaan baru. Pemberitaan Penelitian Sukarami 12: 24–27. Subakti, H., Busyra BS, dan Z. Aulia. 1994. Pemupukan NPK, kapur dan hara mikro pada

kedelai di lahan kering masam. Risalah Seminar Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami 4: 89–96.

Winardi, Zarwan, Sadar, dan Armusferi. 2009. Laporan Akhir Tahun Kaji Terap PTT-Kedelai pada Lahan Kering Masam untuk Meningkatkan Produktivitas Minimal 15 Persen. Balai Pengkajian Teknologi Pertnian Sumatera Barat. Sukarami.

Yusuf, A., dan A. Tanjung. 1994. Tanggap varietas dan galur harapan kedelai terhadap kapur dan pupuk fosfat pada tanah PMK. Risalah Seminar Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. 6: 55–66.

Lampiran 1. Pertumbuhan vegetatif dan generatif serta hasil kedelai pada KP Sitiung dari BPTP Sumatera Barat pada penelitian terdahulu.

Varietas/Genotipe Tinggi Tanaman (cm) Jumlah cabang per tanaman Jumlah polong per rumpun Bobot 100 biji (g) Hasil (t/ha) Wilis1) 43 2,0 42,8 9,0 0,89 Wilis2) 49 3,6 59,4 - 0,71 Singgalang2) 62 3,6 59,4 - 0,86 Dempo2) 64 2,0 57,8 - 0,66 17242) 59 5,0 68,4 - 1,06 41192) 42 2,6 41,4 - 1,10 41242) 69 2,2 46,6 - 1,07

1) Subakti et al, 1994; Masukan: 75 kg Urea+100 kg TSP+100 kg KCl+0,5 t Kapur/ha.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik agronomis varietas unggul kedelai yang digunakan dalam pengujian
Tabel 2.   Pertumbuhan dan umur panen empat varietas kedelai pada lahan kering masam Sitiung,  Sumatera Barat, 2010
Tabel 3.   Rata-rata komponen hasil dan hasil empat varietas kedelai pada lahan kering masam  Sitiung, Sumatera Barat, 2010

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dicantumkannya klausul arbitrase dalam perjanjian, maka sesuai Pasal 3 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Masyarakat di daerah Pebayuran Kabupaten Bekasi yang bekerja sebagai petani perempuan beranggapan bahwa sekalipun permasalahan keuangan masih tetap menjadi permasalahan

terhadap 184 responden pengguna ruko di Kota Pekanbaru, semua faktor pemilihan lokasi ruko yang terdapat dalam tinjauan pustaka tersebut memang merupakan faktor

Kata “Sistem” mengandung arti kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan lainnya, maka dapat didefinisikan bahwa Sistem Informasi adalah

Kombinasi artemisinin yang ada saat ini dan mungkin sesuai dengan kondisi di Indonesia adalah kombinasi amodiakuin dan artesunat dengan dosis tunggal harian selama 3

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

1 Belajar Bersama Mengenali Dampak Sampah 20 Sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk lebih mengetahui bahaya sampah Pengetahua n tentang bahaya sampah semakin