BLOK
Professional invaders: menyerang saluran nafas yang sehat (flu umum, virus influenza, dll) Sekunder invaders: sebabkan penyakit ketika imunitas sedang terganggu (pseudomonas)
Mekanisme protektif Flora Normal: terbatas di saluran atas saja, saluran nafas bawah steril.
Gram (+) atau anaerob
Antagonis mikroba (kompetisi)
Pembersihan partikel dan organisme dari saluran nafas. - Disaluran nafas atas: system mukosilia → di nasofaring - Pengeluaran saliva: di orofaring
Pharyngitis Otitis Media dan Sinusitis Epiglotitis Akut Diphteria
Kebanyakan oleh virus: Adenovirus
Bakteri: Streptococcus pyogenes (grup A-β hemolytic streptococci). Jarang: Corynebacterium diphteriae, grup C dan G β hemolitik streptococci
Candida (jamur)
Ciri: pasien demam, nyeri tenggorok, dapat terlihat adanya pus
Penyebaran local oleh bakteri atau mikroorganisme dari saluran nafas atas ( S. pneumoniae, S. pyogenes, Haemophilus
influenza, Moraxella catarthalis, virus)
Ciri: demam, sakit local, pusing, tuli
Infeksi muncul saat sinus atau telinga tertutup oleh peradangan Anak <7 tahun rentan krn tuba
eustachinya pendek, sempit, hampir horizontal
Emergency infektif: krn haemophilus influenza capsular tipe B
Skrg sudah jarang krn ada HIB vaksin
S. pyogenes pada dewasa Bisa disebebkan obstruksi respirasi akut → edema & inflamasi
Gejala: nyeri tenggorok, demam tinggi, hipersalivasi
Penyakit krn toxin dari
Corynebacterium diphteriae Inkubasi: 2-5 hari
Biasanya faring dan tonsil: pseudomembran → obstruksi respirasi
Efek toksin: myocarditis, neurophaty
STREPTOCOCCI
MORFOLOGI: gram (+), rantai/pasangan, biasanya berkapsul, non motil, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, butuh CO2, katalase (-)
Kebutuhan Oksigen: - Anaerob (Peptostreptococcus) - Aerob/fakultatif anaerob (streptococcus)
Serology (Lanciefield Classification): berdasarkan antigen dinding bakteri → C-Carbohydrate antigen Grup A: S. pyogenes Grup B: S. agalactiae Grup D: Enterococcus Grup C: S. equisimitis Grup G-F
KLASIFIKASI
Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumonia Streptococcus viridans
Aderens thd sel epitel (> 10 adesi molekul)
Invasi ke sel epitel (dibantu oleh protein M&F, penting untuk infeksi ke jaringan yang lebih dalam
Menghindar dari opsonisasi dan fagositosis (M protein dan C5a peptidase)
Hasilkan enzim dan toxin, c/ streptolisin, streptokinase, dll
Factor virulensi:
- Protein M, F dan as. Lipoteichoid→aderens
- Kapsul as. Hiluronat sbg penyamaran imunologi dan menghindari dari fagositosis
- Menghasilkan enzim dan hemolysin untuk Invasi dan destruksi seperti
Gram(+), diplokokus lancet, α hemolytic Reaksi quellung untuk identifikasi bakteri
Saat mencapai paru melalui aspirasi→ pneumonia supuratif akut
Saat masuk darah dan meninges→ akut, supuratif, kadang mengancam jiwa
Jadi penyakit: kemampuan invasi dengan cara multifikasi di jaringan
Factor virulensi: kapsul, dinding sel polisakarida, fosforilkolin, pneumolysin (menghancurkan sel bersilia), protease IgA (utk hambat sekresi IgA)
Mekanisme pertahanan host: sel bersilia disaluran nafas dan lien
Hilangnya resistensi natural pada host: saluran nafas abnormal (setelah infeksi virus), alcohol/obat, transplant
ginjal/penyakit ginjal kronik, malnutrisi,
α hemolytic / γ hemolytic, termasuk nongrup
berkoloni di orofaring, sal. GI, sal. Urin, permukaan kulit
produksi complex polisakarida ekstraseluler untuk menempel di
permukaan sel host, contoh: glucan dan dextran. Missal: pada sel endotel dan permukaan gigi (caries gigi)
penyakit: - SBE
- Infeksi intra abdominal - Caries dentist
Komplikasi: penyebaran ke organ lain→ sinusitis, meningitis, endocarditis Hemolisis α
Sebagian
Warna hijau sekitar koloni
Non grup: S.
pneumonia, S. viridans Sensitif Optochin: S.
pneumonia
Resisten Optochin: S. viridans dan grup D
Hemolisis β Sempurna
Zona bening sekitar koloni
Grup A & B: S. pyogenes dan S. agalactiae
Sensitif bachitracin: Grup A Resisten Bachitracin: grup B,C
Hemolisis γ Tidak lisis Grup D:
streptokinase, streptodornase, hyduronidase, streptolysin
- Exotoxin spt pyrogenic→sebabkan demam scarlet dan sindrom shock toxic Komplikasi:
- Demam reumatik
- Glomerulonephritis : deposisi complex, antigen streptococcus dgn antibody di ginjal → glomeruli rusak
Diagnosis Lab:
- Metode deteksi Ag: antigen streptokokus grup A dari swab tenggorok
- Serologi: titrasi ASO utk infeksi pernafasan, anti DNAase B, dll - Kultur: diagar darah di udara - Identifikasi
sickle cell anemia, hiposplenisme, splenectomy, anak kecil, manula
Gejala: demam, menggigil, sakit tajam pada dada. Sputum coklat/darah, emphyema (pengumpulan pus diruang antar paru dan permukaan dalam dinding dada (ruang pleura)
Diagnosis Lab:
- Sputum: pewarnaan, tes quelling
- Kultur sputum, aspirasi sinus/kuping tengah di agar darah dengan CO2 5-10%
- Identifikasi: empedu, sensitivitas optokin
- Deteksi Ag: kapsul polisakarida di cairan tubuh
Corynebacterium diphteriae
Morfologi Habitat: nasofaring manusia, tp bukan flora normal
Mode transmisi: Orang ke orang ( droplet, kontak langsung dengan yang terinfeksi, terkena objek langsung Aerobic, gram(+), non kapsul, koloni abu hitam pada media tellurite, granuloma metachromatic (granula
babes-ernest) Virulensi Exotoxin
Polipeptida yang tidak tahan panas
pH alkaline 7,8-8, aerobic, kadar besi rendah→esensial untuk produksi toxin toxin hambat sinspro oleh ADP ribosilating
toxin masuk ke reseptor endositasis→asidifikasi endositik vesikel memudahkan A untuk pisah dari B→A masuk ke sitoplasma→disitplasma A ganggu kerja sinspro→kematian sel→tenggorokan sakit, bull neck, shock
tahap lanjut: obstruksi sal nafas dan susah nafas, shock biasanya ditemukan ditenggorokan orang karier yang sehat
Difteri:
- biasanya diawali dengan infeksi local membrane mukosa, menyebabkan faringitis membrane - efek local toxin menghasilkan degenerasi sel epitel
- inflames, edema, pembentukan pseudomembran terdiri dari bekuan fibrin, leukosit, sel epitel mati dan mikroorganisme yang ada di tenggorokan
- efek paling bahaya saat toxin jadi sistemik dan menyerang jantung (gagal jantung), saat perifer (paralisis), kel. Adrenal (hypofunction)
- difteri kutaneus: di daerah tropical/ subtropical. Lesi nekrotik dgn pembentukan pseudomembran local Diagnosis klinis: otot lemah, edema bullneck, pseudomembran
LAB: isolasi dan identifikasi
- Media telurite: membentuk koloni hitam
- Media agar loeffent: mengandung serum dan telur→ ↑formasi granula metacromatic di C. diphtheria - Demonstrasi produksi toxin dengan gel difusi presipitasi→ test elek
Control Kebersihan
Imunologi: vaksin DPT
Kemoterapetik: penisilin, eritromisin, atau gentamisin
Haemophilus Moraxella Fusobacterium
Morfologi: Kecil, gram(-), pleomorfik, kokobasil, nonmotil
Tumbuh di kultur agar coklat dan butuh hemin exogenous dan atau NAD (V factor) Habitat: saluran nafas atas, GI, genital
(kecuali H. ducreyi krn bukan flora normal)
Ex:
- H. influenzae (tipe B sangat pathogen pada manusia)
- H. ducreyi (transmisi sexual)
- H. parainfluenzae, H. aphropilus, H. aegyptiuss (FN)
Mode infeksi:
- strain kapsul H. influenza lewat orang ke orang (inhalasi droplet).
- Tipe B (banyak utk vaksin)
Morfologi: gram(-), diplokokus, biasanya muncul dalam PMN neutrophil
Kultur M. catarrhalis di agar darah domba dan agar coklat dengan CO2 3-7%
Mode infeksi: strain endogenous orofaring menyebar ke daerah steril oada batang trakeobronkial, telinga tengah, sinus Tipe penyakit infeksius:
- Akut purulent exoserbasi bronchitis kronik
- Sebabkan 10-15% otitis media & sinusitis
- Jarang sebabkan infeksi sistemik
Morfologi: anaerob, tidak membentuk spora, basil gram(-)
Infeksi pada manusia biasanya oleh F. necrophorum subspecies furduliforme. Tapi bisa F. nucleatum, F. gonidiaformans, F. noviforme, F. mortiferum, F. varium Infeksi paling banyak dikalangan dewasa
dan dewasa muda, tapi penyakit lemierre (fatal) pada bayi dan anak kecil
Tipe penyakit infeksius
- Strain encapsulated (tipe a-f) H. influenza: produksi infeksi invasive (pneumonia, meningitis, epiglottitis, bacteremia)
- Strain unencapsulated H. influenza (tipe non): otitis media di anak kecil , infeksi sal. Nafas bawah
Haemophillus influenza
Morfologi: aerob/fakultatif aerob, gram (-), kapsul polisakarida
Reservoir: manusia dengan karier asimtomatik, transmisi: droplet pernafasan
Pathogenesis:
- Koloni di nasofaring
- Pada beberapa orang menginvasi darah dan sebabkan infeksi di sisi lain - Tidak sebabkan flu, tp muncul setelah
sakit flu akibat virus Mekanisme pathogen:
- Antifagositik kapsul polisakarida - Lipopolisakarida lipid A (komponen
dari dinding sel) berperan besar pada strain tidak berkapsul
- Semua strain virulen memproduksi neuroaminidase dan protease igA - Tidak memiliki exotoxin
Factor host:
- Vaksin Hib konjugasi (poliribitol phosphate/PRP) kapsul
- Vaksin Hib konjugasi (tidak proteksi dari strain nontypable)
(asplenia, imunokompremise) - Kalau vaksin dari kapsul PRP(plg
virulen) saja kurang efektif
- Vaksin=kapsul PRP+protein→ titer Ab lbh banyak daripada kapsul PRP saja
INFEKSI BATERI DI SALURAN NAFAS BAWAH
Bordetella Mycoplasma Legionella
Morfologi:
- Kokobasil, gram (-), obligat aerob, nonmotil - Tumbuh pada suhu 35-37oC, ≠fermentasi
KH, mengoksidasi asam amino
- Secara umum positif katalase (B. pertusis→variatif)
- B. pertussis pertussis (whooping cough) dimanusia
- B. parapertussis whooping cough ringan - B. bronchiseptica opportunistic pada
respiratory tract dan luka infeksi pada manusia, batuk kemel pada anjing
- B. avium coryza burung
Morfologi:
- Family: Mycoplasmataceae, organisme yg hidup bebas terkecil
- Tumbuh lambat, fakultatif anaerob, fastidious
- Membrannya mengandung kolesterol
- ≠ dinding sel→ pleumorfik, susah diwarnai gram, resisten thd antibiotic aktif dinding sel (penisilin, sefalosporin)
- Pd media tbtk koloni spt telur mata sapi dan bergranular
Morfologi:
- Family: Legionellacpae, batang gram(-)
- Motil dengan flagella polar, obligat aerob, facultative intrasel
Bordetella pertussis
Sebabkan pertussis/whooping cough (parah/tidak dapat control batukyang dapat menyebabkan muntah dan aspirasi/ sesak nafas)
Transmisi: sangat menular lwt droplet atau sekresi respirasi. Paling menular saat fase catharal & 2mg setelah onset
Factor virulensi:
- Filamentous hemaglutinin (FHA): untuk nempel di epitel bersilia sal. Nafas
- Fimbriae: untuk membantu pengikatan - Pertactin: untuk penempelan bakteri
Mycoplasma pneumonia
PPLO (pleuropneumoniae like organism) Sebabkan pneumonia atypical atau
pneumonia berjalan (≠gejala)
Banyak pd anak, dws muda, populasi padat PATOGENESIS
1. Penempelan
- P1 adesin berikatan di as. Sialik pada sel epitel host
- Kolonisasi di sal. Nafas → sessasi gerakan silia
- Mekanisme berhenti → kontaminasi →
Legionella pneumophila
Fastidious (L-sistein&Fe, media: BCYE)
Infeksi: lwt tempat air hangat (hottubes), system AC, system keran
Gejala: sama dengan flu berat & bisa demam, menggigil, nafsumakan(-), sakit kepala, letargi
≠transmisi orang→orang
Factor resiko: rokok, alcohol, usia tua, penyakit (limfoma, pulmo, emfisema), imunokompremis
- Toxin pertussis: limfositosis
- Adenylate cyclase toxin/hemolisin: mengkatalisis pembuatan cAMP → hambat fagositik dan NK
- Toxin dermonecrotin: inflamasi dan nekrosis total
- Trakea sitotoxin: kemampuan untuk merusak sel epitel bersilia sal. Nafas - Lipopolisakarida: endotoxin, pembantu
kolonisasi
- Fak. Kolonisasi trakea: bakteri kolonisasi Patogenesis :
Gejala:
- Masa inkubasi: 7-10 hari - Tahap:
batuk kering
2. Metabolic toxic: H2O, superoksida 3. Imunopatogenesis → superantigen: - Aktifasi makrofag
- Stimulasi produksi sitokin - Stimulasi aktifasi limfosit GEJALA
1. Tracheobronchitis 2. Pneumonia:
- Pneumonia atypical primer (ringan tp durasi lama)
- Inkubasi: 2-3mg → demam, skt kpl, malaise
- Batuk presisten produktif
- Tanda Radiologi mendahului gejala - Resolusi lambat biasanya fatal KOMPLIKASI
- Pulmoner (ARDS, bronchitis obliterans, gagal nafas)
- Extrapulmonal (miokarditis, pericarditis, encephalitis, sindrom gulaillan barre, s. steven Johnson)
LAB
1. Kultur: sputum diambil 2-3mg 2. PCR
3. Serologi:
- Test fixasi komplemen (4-bing, + jika ada titer Ab)
- Cold agglutinin (≠spesifik) - ELISA (igM)
TREATMENT: Makrolida (eritromisin, azithromisin, clarithromycin)
PATOGENESIS
- Host: protozoa dan makrofag alveolus manusia
- Pathogen intraselular→ invasi dan replikasi selama di fagosom
- 2 fase:
1. Fase replikasi (toxin≠/rendah, ≠flagel) 2. Fase infeksius (toxin, flagel)
- Virulensi: fili tipe IV (utk nempel), LPS (endotoxin)
GEJALA
- Masa inkubasi: 2-10hari - Sindrom klinis: pneumonia
- Sindrom local: demam tinggi, skt kepala, batuk, sakit dada, nausea, dyspnea, hemoptasis
- Sistemik: disorientasi, muntah, bingung, nausea, diare, insuf ginjal
- Demam pontiak: infeksi lebih ringan dgn 2-5 hari setelah infeksi, ≠pneumonia, bisa sembuh sendiri
KOMPLIKASI: gagal paru, kematian LAB
1. Kultur:
- Sampel: sputum, specimen biopsy paru, cavum pleura, darah
- Inokulasi di agar BCYE yang mengandung L-systein, besi, polimixin B, anysomisin, vancomysin 2. ELISA
- Sampel: sera paired (fase akut dan konvalesen)
- Kenaikan, four fold Ab titer→ +
3. Deteksi Ag urin: prinsip → ELISA sandwich → imunokromatografi Nempel di epitel bersilia dan bereplikasi Berinteraksi dengan sel efektor imun
Masuk Masuk bertaha n hidup dalam makrof ag Intoksisitas sistemik, toxin pertussis, sitotoxin trakea, toxin dermonectin, adenilatsiklasi Persiste nsi transmi si Rusak mukosa local, batuk
Katarrhal (1-2mg): Ingus encer, demam tinggi, batuk ringan dan Paroxysmal (1-6mg): batuk dengan bunyi whoop, muntah, lelah setelah Konvalesen (2-3mg): penyembuhan, batuk berkurang
Komplikasi:
- Pada anak: pneumonia, komplikasi neurologis (kejang, enselopati), apnea, kematian
- Dewasa: pneumonia, BB↓, hilang kendali BAK, fraktur iga (usia lanjut)
LAB:
1. Isolasi dan kultur
- Sampel nasofaring posterior: Dacron/swab alginate calcium
- Fastidious MO: butuh nutrisi yg khusus utk tumbuh→ agar charcoal, bordet gengou agar, Tegan lowe agar
2. PCR: sensitifitas optimum→ambil sample 3mg 1
3. Ab flouresen direct: utk screening 4. Serologi: + jika igA terdeteksi dgn
whole cell B pertussis PENCEGAHAN
1. Vaksin whole cell pertussis
- Mengandung suspense sel B pertussis yang diinaktifasi dengan formalin - Dikenal sbg DTwP (difteri, tetanus,
whole cell pertussis) → jarang
- Efisiensi 80-90%, perlindungan menurun 5-10 tahun setelah booster terakhir
- Rx local: merah, bengkak, sakit saat penyuntikan, demam
2. Vaksin pertussis aselular
- Mengandung komponen yang ≠aktif (FHA, PT, pertactin, fimbriae)
- Dikenal sbg DTaP (utk anak-anak usia 6mg-6thn) atau Tdap (utk dws 10-64thn)
- Efikasi 80-85% - Rx local: <DTwP Treatment: antibiotic
- Makrolida: eritromisin, azithromisin,
TREATMENT - Eritromisin - Azithromycin - Rifampicin - Floroquinolon
- Terapi suportif (ventilasi, dialysis ginjal, rehidrasi, koreksi ketidakseimbangan elektrolit
- Mengontrol (klomasi air dgn suhu 60oC Makrolida dosis
kloritramisin
- Tetrasiklin: doxyciline
- Floroquinolone: levofloxacin, merifloxacin
JAMUR PENYEBAB INFEKSI PERNAFASAN
Chlamydophila pneumonia
MOFOLOGI Obligat intraseluler, dikenal sbg agen respiratori akut Taiwan C. psittrasi dan C. pneumonia → infeksi sal. Nafas
jarang sebabkan penyakit, tp bisa sebabkan menigoencepalitis, arthritis, myocarditis, sindrom gullain barre tidak ada vaksin
SIKLUS HIDUP
EB: menginfeksi tapi tidak bereplikasi RB: replikasi tp tidak menginfeksi
Histoplasmosis capsulatum Coccidioides immitis Blastomycosis Pneumocystis pneumonia
sebabkan infeksi subklinik lewat inhalasi konidia
isolasi jamur/identifikasi jamur perlu untuk diagnosis (dari sample jaringan)
keluar masuk gua
lewat inhalasi arthrospora
biasanya subklinis tapi factor prediposisi (lemah, krg gizi) bisa memperparah
gejala: sakit dada, demam, batuk, BB↓
siklus hidup:
arthrospora bentuk hifa tubular hifa mulai bersegmen arthrospora misah dr hifa bbrp bisa terbang lwt udara
karena Blastomyces dermatitidis
infeksi dimulai di paru dan
menyebar utk
menyebabkan abses extensive
karena pneumocystis jiroveci (carinni)
pneumocystis jiroveci opportunistic pathogen yang
menyerang pasien kanker/imunosupresan jk tdk ditangani fatal RB membelah secara biner (12 Jam) EB berubah jadi Reticulate body (RB) (8jam) Sintesis RNA &
protein EB dalam sel (1-6jam) Elementary body (EB) nempel di reseptor sel Lisis sel dan pengeluaran EB (48jam) Pembentukan induksi yang mengandung EB&RB Infektifit as naik (30jam) RB jadi EB lagi (infektifitas rendah)
Sintesis DNA sel host gagal, RB produksi DNA,
RNA, dll (24jam) Lanjut
membesar & jadi spherule tbtk endospore di dalam spherule, endospore lps dijaringan
PENYAKIT DALAM
PNEUMONIADefinisi Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme: bakteri, virus, Jamur, parasite
Pneumonitis: Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh zat iritan, radiasi, bahan korosif Faktor yang
mempengaruhi
Mekanisme pertahanan paru
Kolonisasi bakteri di saluran napas, saluran nafas bawah steril tdk memiliki flora normal Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Patogenesis Masuknya mikroorganisme ke saluran napas bawah - Inhalasi langsung dari udara
- Aspirasi bahan-bahan di nosofaring dan orofaring, contoh: tersedak
- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain: penyakit infeksi di organ lain - Penyebaran hematogen
Klasifikasi, berdasarkan
tempat
Community Acquired Pneumonia (CAP), di masyarakat • Definisi: pneumonia yang didapat diluar Rumah Sakit
• Etiologi: banyak disebabkan oleh kuman gram positif. Akhir-akhir ini banyak gram negatif Hospital Acquired pneumonia (HAP), di rumah sakit
Ventilator Associated Pneumonia (VAP), karna pemakaian ventilator
Health Care Associated Pneumonia (HCAP), missal: org yang di panti jompo Cara
pengambilan specimen
Dahak, kurang efektif karena mudah terkontaminasi oleh kuman di sal. Atas
Darah, kalau orang bakterimia tidak akan ketemu kumannya
Cairan pleura, kadang bisa temukan kuman di pleura tp jarang
Bronkoskopi, bisa menggunakan sikatan di bronkus, bisa dengan bilasan, atau di kuras dgn BAL (bronco alveolar lavas)
Transtorakal aspirasi: menusuk melalui dinding dada
Transtrakeal aspirasi: menusuk di trakea Gambaran
klinis Tanda-tanda infeksi saluran napas akutDemam, suhu tubuh meninggi Nyeri otot, sendi
Pemeriksaan
Fisik Dada sakit tertinggal waktu bernapasSuara napas bronkial atau menurun Ronki basah halus - ronki basah kasar Foto Ro
Terdapat konsolidasi
LAB Jumlah lekosit meninggi (> 10.000/ul)
LED meninggi
Hitung jenis lekosit bergeser ke kiri Kultur darah (+) : 20-25% penderita Ureum meninggi, kreatinin normal
Procalcitonin (PCT)
- PCT meningkat terutama pada infeksi bakterial berat, sepsis, syok septik dan sindrom disfungsi multiorgan (MODS). - Kadar PCT > 2 ng/mL menjadi
prediktor bakteremia, sepsis, syok septik dan MODS.
- PCT sebagai panduan pemberian antibiotik intensif (PCT 0.25 atau 0.5 ng/L).
- Menghentikan antibiotik bila kadar PCT menurun tajam.
C-Reactive Protein (CRP)
- Nilai normal CRP adalah 3 mg/L.
- Kadar CRP 10 mg/L merupakan indikasi inflamasi yang signifikan.
- Kadar CRP di atas 100mg/L dapat digunakan untuk menentukan prognosis dan kebutuhan ventilasi mekanis pada pasien pneumonia
Perbedaan gambaran klinis
pneumonia atipik dan tipik
Gambaran Klinis Atipik (mycoplasma, legionella,
chlamydia)
Tipik (S. pneumonia)
Onset Gradual(bertahap) Akut
Suhu Kurang tinggi Tinggi, mengigil
Batuk Non produktif Produktif
Dahak Mukoid Purulent(ada pus)
Gejala lain Nyeri kepala, myalgia, sakit tenggorokan
Jarang
Pewarnaan gram Flora normal atau spesifik Kokus (+)/(-)
Radiologi “patchy”, seperti bercak Konsolidasi lobar
Lab Leukosit: normal/rendah Kadang lebih tinggi
Gangguan fungsi hati Sering Jarang
Penilaian berat penyakit
Sistim skor pada pneumonia di masyarakat menurut PSI
Demografi
• Usia : laki-laki, umur (tahun) Perempuan, umur (tahun) - 10 • Perawatan di rumah + 10 • Penyakit penyerta
– Keganasan + 30 – penyakit hati + 20
– gagal jantung kongestif + 10 – penyakit cerebrovascular + 10 – penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
• Perubahan status mental + 20
• Tekanan darah sistolik < 90 mmHg + 20 • Suhu tubuh < 35oC atau > 40oC +15 • Nadi > 125 kali/menit + 10
Lab/Radiologi
• Analisis gas darah arteri : pH < 7,35 + 30 • BUN > 30 mg/dl + 20
• Natrium < 130 meg/liter + 20 • Glukosa > 250 mg/dl + 10 • Hematokrit < 30% + 10
CURB 65
C: Confusion yaitu tingkat kesadaran ditentukan berdasarkan uji mental
U: Urea
R: Respiratory rate atau frekuensi napas B: Blood pressure atau tekanan darah 65: Umur ≥ 65 tahun
Confusion
Uji mental ≤ nilai 8 skor 1 Uji mental > nilai 8 skor 0 Urea Urea > 19 mg/dL skor 1 Urea < 19 mg/dL skor 0 Respiratory Rate (RR) RR > 30x/menit skor 1 RR < 30x/menit skor 0 Blood pressure (BP) BP < 90/60 mmHg skor 1 BP > 90/60 mmHg skor 0 Umur
Umur > 65 tahun skor 1 Umur < 65 tahun skor 0
Skor 0 – 1 : risiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
Skor 2 : risiko kematian sedang, dapat
dipertimbangkan untuk dirawat
Skor > 3 : risiko kematian tinggi, harus ditatalaksana sebagai pneumonia berat
• PO2 < 60 mmHg + 10 • Efusi pleura + 10
Indikasi rawat:
Skor ≤ 70 bila salah satu dari : – Frekuensi napas > 30/ menit – PaO2/FiO2 < 250 mmHg – Foto toraks kelainan bilateral – Foto toraks melibatkan > 2 lobus – Tekanan sistolik < 90 mmHG – Tekanan diastolik > 60 mmHg – Pneumonia NAPZA Kriteria Rawat di ICU 1 atau 2 gejala mayor dan 2 dari 3 gejala minor Kriteria Minor
Frekuensi napasb > 30/menit PaO2/FiO2 b < 250 mmHg
Foto toraks menunjukkan infiltrat multilobus Kesadaran menurun/disorientasi
Uremia (BUN > 20 mg/dl)
Leukopeniac (leukosit < 4000 sel/mm3)
Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3) Hipotermia (suhu < 360C)
Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif
Kriteria Mayor
Membutuhkan ventilasi mekanis
Syok septik yang membutuhkan vasopresor (meningkatkan tekanan darah)
Penatalaksanaa n
Pasien Rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu
Pasien Rawat Inap
Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik
Pasien Rawat ICU
Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antibiotik harus
diberikan sesegera mungkin Terapi Empirik
- Pasien tanpa faktor modifikasi (belum mendapatkan antibiotic sebelumnya):
Golongan laktam
laktam ditambah anti laktamase
Makrolid baru
(klaritromisin, azitromisin) - Pasien dengan faktor
modifikasi:
Fluorokuinolon
Golongan laktam ditambah anti laktamase laktam ditambah
makrolid
antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus
diberikan sesegera mungkin Terapi Empirik
- Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750 mg, moksifloksasin 400 mg) - laktam ditambah makrolid
antara lain antipiretik, mukolitik - Pengobatan antibiotik diberikan
sesegera mungkin
Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis
Terapi Empirik
- Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam)
Ditambah Makrolid baru atau Fluorokuinolon respirasi intravena (IV)
- Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas:
Antipneumokokal,
antipseudomonas laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg ATAU laktam seperti tersebut di
atas ditambah aminoglikosida dan azitromisin ATAU
laktam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, laktam daiganti dengan aztreonam) Bila curiga ada infeksi MRSA
(metysilin resisten staphilococus) tambahkan vankomisin atau linezolid Terapi Empirik Pneumonia
Atipik
Terapi Sulih (pengganti) Indikasi :
Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M. pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan:
- Makrolid baru: azitromisin, klaritromisin, roksitromisin - Fluorokuinolon respirasi:
levofloksasin, moksifloksasin
- Tidak ada indikasi pemberian suntikan lagi - Tidak ada kelainan saluran cerna
- Tidak panas + 8 jam - G/K membaik
- Lekosit normal/menuju normal - C.kreatif protein menuju normal Jenis-jenis
- Sequential (obat sama, potensi sama) - Switch over (obat berbeda, potensi sama)
BRONKITIS AKUT
Definisi: Infeksi purulen trakea dan bronkus sebagai komplikasi infeksi saluran napas oleh virus. Perbedaan dengan kronik: bukan karena infeksi
Etiologi Gejala klinis Gambaran klinis Diagnosis banding Pengobatan Komplikasi Pneumococc us Haemophilu s influenza Staphylococ cus pyogenes Biasanya didahului ISNA beberapa hari Demam, menggigil, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri sendi Batuk, sputum mukoid / purulen kadang-kadang berdarah Sesak napas Batuk kering Nyeri restrostenal Sesak napas Mengi Demam Gejala: ringan sampai berat Gejala berat
pada orang muda dan orang tua Radiologis Normal Corakanbronk ovaskular kasar Karsinoma bronkus TB paru Antitusif Antipiretik Antibiotik Bronkodilato r, bila ada bronkospasme Bila perlu berikan steroid Pneumonia Pleuritis
Efusi pleura empiema Sinusitis
Hemoptisis Abses otak
PPOK
Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) penyakit kronik saluran napas yang dapat dicegah dan diobati
Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan bersifat progresif yang berhubungan dengan inflamasi ronik sebagai respons tehadap partikel atau gas yang berbahaya
Eksaserbasi dan ko-morbiditas berkontribusi terhadap beratnya penyakit Faktor resiko Pajanan (Exposures)
- Kebiasaan merokok
- Debu & bahan kimia dari lingkungan kerja - Polusi udara
- Infeksi
- Status sosial ekonomi
Faktor Host - Gen
Defisiensi 1 antitripsin
Peran gen lain belum teridentifikasi - Hipereaktivitas bronkus
Diagnosis Anamnesis
Gejala batuk-batuk, berdahak dan sesak napas
Pemeriksaan fisik
Pada awalnya pemeriksaan fisis bisa normal
Pemeriksaan Penunjang RADIOLOGI
Gejala berlangsung lama, makin memberat
Sesak napas bertambah saat beraktivitas
Ada riwayat merokok atau pajanan polusi
Tahap lanjut, tanda-tanda hiperinflasi
- Dada cembung → dada tong
- Sela iga melebar - Hipersonor
- Suara napas melemah - Sianosis, jari tabuh
Tahap lanjut, tanda-tanda hiperinflasi - Paru lebih lusen
- Sela iga melebar - Diafragma mendatar
- Jantung menggantung /pendulum (teardrop appearance)
Air Traping
- Terjadi pada penderita PPOK - Hasil akhir dari peningkatan kerja
napas (work of breathing) - Kerja mekanik otot pernapasan
tidak baik
- Berperan dalam menimbulkan sensasi sesak (dyspnea)
Sprirometri
Hyperinflas ion
PATOFISIOLOGI Tripsin: menghancurkan polutan. PENATALAKSANAA N Berhenti merokok! ANTIBIOTIK - Lini I : Amoksisilin Makrolid - Lini II :
Amoksisilin dan Asam klavulanat Sefalosporin
Kuinolon Makrolid baru
ANTIOKSIDAN: mengurangi eksaserbasi Terapi Oksigen TB HIV DEFINISI TB meningkatkan kejadian penyakit HIV
Orang yg menderita TB sering mempunyai beban virus HIV tinggi
Penurunan kekebalan tubuh (immunosuppression) berjalan lebih cepat, dan daya tahan hidup dapat lebih singkat walaupun pengobatan TB berhasil
Penderita TB/HIV kemungkinan hidup lebih singkat dibanding pasien HIV tanpa TB ART menurunkan tingkat kematian pada pasien TB/HIV
DIAGNOSIS Tidak dapat mengacu pada gejala umum TB
Batuk bukan merupakan gejala umum
Lebih banyak TB ekstra paru dan diseminasi
Demam dan berat badan merupakan gejala yg penting
Banyak variasi pada gambaran foto toraks
Diagnosis diferensial lbh luas
FOTO RO
ALUR DIAGNOSIS TB HAPUSAN DAHAK NEGATIF
EVALUASI KLINIS, UJI HIV, HAPUSAN BTA PALING TIDAK 2 SPESIMEN BTA NEGATIF
ANTIBIOTIK SPEKTRUM LUAS (Tanpa OAT dan florokuinolon)
TANPA PERBAIKAN PERBAIKAN
PERTIBANGKAN OAT DIAGNOSIS LAIN
PERTIMBANGKAN DIAGNOSIS LAIN OBATI
CD4 :
50
HIV (+) DAN/ATAU SAKIT TIDAK PARAH
HIV (-) DAN/ATAU SAKIT TIDAK PARAH ULANG EVALUASI KLINIS
FOTO RO
BIAKAN DAHAK ATAU TES LAIN PENGOBATAN INJEKSI ANTIBIOTIK LUAS ULANG EVALUASI KLINIS FOTO RO BIAKAN DAHAK BUKA N TB Hasil klinis/Foto RO MENGARAH TB Biakan Hasil klinis/Foto RO TIDAK MENGARAH TB
Biakan negative Hasil klinis/FotoRO TIDAK MENGARAH TB Biakan negative Hasil klinis/Foto RO MENGARAH TB Biakan TB BUKAN TB BUKAN
ILMU KESEHATAN ANAK
(INFEKSI RESPIRATORI AKUT)
EPIGLOTITIS CROUP (LARINGOTRAKEOBRONKITIS AKUT)
DEFINISI Infeksi sangat serius epiglotis & struktur supraglotis menyebabkan obstruksi napas akut kematian
Insidens : usia 2-7 tahun, puncak usia 3,5 tahun
Penyakit yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea, bronchus
Karakteristik :
batuk menggonggong suara serak
stridor inspirasi
dengan atau tanpa obstruksi jalan napas (obstruksi perlahan)
ETIOLOGI Haemophilus influenzae tipe B (terbanyak) S.aureus
S.pneumonia C.albicans Virus Trauma
Human parainfluenzae virus (HPIV) 1-4 (60%) Virus Influensa A & B
Adenovirus RSV
Virus campak GEJALA KLINIS Demam ringan mendadak & berat
Nyeri tenggorok Sesak napas
Gejala obstruksi sal.respiratori progresif (dalam bbrp jam dapat menjadi obstruksi total)
Pada anak besar : sniffing position (badan bungkuk ke depan, mulut terbuka & leher ekstensi)
Demam tidak tinggi 12 – 72 jam, hidung berair, nyeri menelan, batuk ringan
Batuk nyaring, suara parau dan kasar
Sesak,stridor inspirasi, retraksi, gelisah, bertambah berat pada malam hari
Gejala puncak 24 – 48 jam pertama Perbaikan : 1 minggu
DIAGNOSIS Epiglotis besar, bengkak, warna merah ceri terlihat dengan pemeriksaan langsung atau dg laringoskop (hati2 menggunakan krn bisa menyebabkan laring spasme)
Radiologis : gambaran thumb sign
PEMBAGIAN
VIRAL CROUP
- gejala prodromal infeksi respiratori selama 3-5 hari SPASMODIC CROUP
- terdapat faktor atopi - tanpa gejala prodromal
- tiba-tiba obstruksi, biasa menjelang malam - serangan sebentar normal kembali BERDASARKAN DERAJAT KEGAWATAN
Jangan periksa dengan spatula karena menyebabkan laringospasme & obstruksi total akut, aspirasi sekret, henti kardiorespirasi
NAFAS batuk keras menggongg ong kadang-kadang stridor (-) retraksi ringan dinding dada batuk menggongg ong sering timbul stridor (+) retraksi dinding dada sedikit tidak ada gawat napas gejala ditambah dg stridor ekspirasi retraksi dinding dada tidak ada gawat napas batuk tidak jelas stridor gangguan kesadaran, letargi
KARAKTERISTIK VIRAL CROUP SPASMODIC CROUP
USIA 6 bl – 6 th 6 bln-6 thn
G. PRODROMAL Ada Tidak jelas
STRIDOR Ada Ada
BATUK Sepanjang waktu Terutama malam hari
DEMAM Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi
LAMA SAKIT 2-7 hari 2-4 jam
RW KELUARGA Tidak ada Ada
PREDISP. ASMA Tidak ada Khas LABORATORIUM :
klinis
RADIOLOGIS :
Gambaran steeple sign (seperti menara) penyempitan columna subglotis
TATALAKSANA Intubasi nasotrakeal / trakeostomi
Antibiotika : Sefalosporin generasi III - Sefotaxim : 7-10 hari, bebas demam 2 hr - Seftriakson : 5 hari dosis tunggal
Indikasi rawat : - usia < 6 bulan - stridor progresif - stridor pada saat
istirahat
- gejala gawat napas - hipoksemia
- gelisah, sianosis - gangguan kesadaran - demam tinggi, tampak
toksik
- tidak respons terhadap terapi Inhalasi - Racemic epineprin nebulisasi 20 menit - L-epineprin Kortikosteroid mengurangi edema Intubasi endotrakeal Antibiotika
- bila ada infeksi sekunder oleh bakteri - Sefalosporin generasi
II atau III DIAGNOSIS
BANDING KARAKTERISTIK EPIGLOTITIS CROUP
USIA Semua usia 6 bln-6 thn
AWITAN Mendadak Perlahan
LOKASI Supraglotis Subglotis
SUHU TUBUH Demam tinggi Demam tidak tinggi
DISFAGIA (sulit menelan)
DISPNEA Ada Ada
DROOLING Ada Ada
BATUK Jarang Khas
RONTGEN Thumb sign Steeple sign
BRONKITIS AKUT BRONKIOLITIS
DEFINISI Infeksi mengenai trakea, bronkus utama & menengah yang menimbulkan gejala batuk
Dapat membaik tanpa terapi selama 2 minggu
Penyakit IRA bawah yang ditandai dengan inflamasi pada bronkiolus
Paling sering usia 2-24 bulan puncak usia 2-8 bulan Faktor predisposisi :
- strain virus
- tempat penitipan anak ETIOLOGI Virus (terbanyak)
- Rhinovirus - RSV - Virus influenza - Adenovirus - Virus rubeola - Paramyxovirus - Zat iritan M pneumoniae Bordetella pertusis C. diptheriae RSV (95%) Adenovirus Virus influenza Virus Parainfluenza Rhinovirus Mikoplasma GEJALA KLINIS BRONKITIS AKUT
VIRUS
Disertai rinitis dan faringitis
Batuk muncul 3-4 hari setelah rinitis
Auskultasi dada tidak khas, bisa terdapat ronki dan wheezing Gambaran radiologis
normal atau corakan bronkial meningkat Gejala hilang 10 – 14 BRONKITIS AKUT BAKTERI Lebih jarang Etiologi : S aureus, S pneumoniae, H influenzae, M pneumoniae Gejala batuk Laboratorium terdapat infiltrasi limfosit dan leukosit PMN
Diagnosis pasti ; kultur sekresi mucus
Gejala awal seperti IRA atas akibat virus seperti : pilek ringan, batuk, demam
1-2 hari kemudian batuk disertai sesak napas
Dapat ditemukan wheezing (bedakan dengan ASMA), sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, penurunan napsu makan
PEMERIKSAAN FISIK: Takipnea, takikardi Suhu > 38,50C Konjungtivitis ringan Faringitis
hari menyebabkan ekpirasi memanjang hingga wheezing, napas cuping hidung, retraksi intercostal
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pem darah rutin kurang bermakna(hasil normal)
Foto rontgen toraks ; gambaran hiperinflasi dan infiltrat, dapat ditemukan gambaran atelectasis
TATALAKSANA Terapi suportif Dapat sembuh
tanpa terapi
Antibiotika : bila ada infeksi sekunder oleh bakteri
Obat penekan batuk tidak perlu
Terapi suportif : pemberian oksigen, kecukupan cairan, tunjangangan respirasi bila perlu (ventilator, dll)
Bronkodilator : masih kontroversi, kombinasi α adrenergik dan agonis β adrenergik
Kortikosteroid Ribavirin
PNEUMONIA DEFINISI Merupakan inflamasi yang mengenai parenkim paru
ETIOLOGI Neonatus & bayi kecil : Step grup B, E coli, psudomonas, Klebsiella Bayi besar dan balita : S pneumoniae, H influenzae tipe B, S aureus Anak besar dan remaja : bisa juga ditemukan M pneumoniae
PATOLOGI STADIUM HEPATISASI MERAH: konsolidasi jaringan paru serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, kuman di alveoli
STADIUM HEPATISASI KELABU: terjadi fagositosis cepat oleh lekosit PMN
STADIUM RESOLUSI: Degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang
GEJALA KLINIS Gejala infeksi umum : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, mual muntah, diare Gejala gangguan respiratori : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air
hunger, merintih, sianosis PEMERIKSAAN
PENUNJANG Darah perifer lengkap : leukositosis predominan PMNCRP (+) Uji serologis tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan mikrobiologis dilakukan pada pneumonia berat Toraks foto : bercak infiltrate
PEDOMAN
DIAGNOSIS WHO BAYI <2 BULAN: PEUMONIA
- napas cepat >60x/menit atau sesak napas
BAYI DAN ANAK 2 BULAN-5TAHUN PEUMONIA BERAT
- harus rawat dan diberikan antibiotik BUKAN PNEUMONIA
- tidak ada napas cepat atau sesak napas - tidak perlu dirawat, cukup diberikan
pengobatan simtomatis
- harus rawat dan diberikan antibiotik PNEUMONIA
- bila tidak ada sesak napas
- ada napas cepat dengan laju napas : >50x/men untuk usia 2 bln – 1 tahun >40x/men untuk usia > 1-5 tahun BUKAN PNEUMONIA
- tidak ada napas cepat atau sesak napas→tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, cukup diberikan pengobatan simtomatis
TATALAKSANA Sebagian besar tidak perlu rawat inap - Antibiotika : amoksisilin, kotrimoksazol Bila dirawat :
- Terapi suportif : cairan intravena, terapi oksigen, koreksi gangguan asam basa elektrolit dan gula darah - Antibiotika : golongan beta laktam atau kloramfenikol
AVIAN INFLUENZA ETIOLOGI Famili orthomyxoviridae, virus RNA
Influenza tipe A dan B menyebabkan penyakit epidemik Influenza tipe C penyakit sporadik
Influenza A: protein H1-16 dan N1-9 dapat menginfeksi unggas avian influenza
Influenza A yg biasa menginfeksi manusia (H1N1, H2N2, H3N2) disebut human influenza (bukan flu burung), sudah ada vaksin
Pada unggas replikasi virus utama di sal.gastrointestinal penularan melalui feses
Inf.A menginfeksi manusia, mamalia, unggas mudah bermutasi (susah ketemu, susak diobati) PENULARAN Human influenza : secara percik renik (droplet nuclei) pada saat batuk atau bersin
Virus A/H5N1 : penularan langsung dari unggas ke manusia
Terbukti dengan adanya kontak dengan unggas dalam 2 minggu sebelumnya. Masa inkubasi sekitar 7 hari (akut), tersering dalam 2-5 hari
GEJALA KLINIS Influenza A dan B menyebabkan penyakit respiratori Awitan penyakit mendadak
Demam tinggi 2-4 hari (tampak toksik) Malaise, mialgia, sefalgia
Koriza
Konjungtivitis
Kalau ada pasien datang dengan demam, batuk, sesak dll. PERTAMA
KALI TANYAKAN ADA KONTAK DENGAN UNGGAS ATAU TIDAK.
Faringitis
Batuk kering, sesak napas
Virus A/H7N7 gejala utamanya konjungtivitis dan atau penyakit serupa influenza
Virus A/H5N1 bermanifestasi sebagai pneumonia berat yang sering mengalami perburukan menjadi ARDS (Acute Respiratory distress syndrome)
- Waktu dari awitan gejala hingga mencari pertolongan rerata 4 hari KASUS SUSPEK
Gejala saluran respiratori bawah yang disertai demam >380C dengan
gejala batuk dan sesak napas, DAN ≥1 pajanan berikut dalam 7 hari sebelum timbulnya gejala :
– Kontak dekat dengan penderita probabel atau terkonfirmasi – Pajanan dengan unggas yang
dicurigai dlm wilayah
– Memakan produk unggas yang tidak dimasak sempurna
– Kontak dekat dengan hewan
selain unggas yang
terkonfirmasi
– Memegang atau menangani sampel yg dicurigai
KASUS PROBABEL
Memenuhi kriteria suspek DAN 1 kriteria tambahan :
– Bukti pneumonia pada gambaran foto toraks (kalau pneumoni dalam bbrp minggu, kalau flu burung baru demam 3 hari, infiltrate penuh dikedua lapang paru) dan bukti gagal napas
– Konfirmasi lab (+) untuk inf. A tapi belum cukup bukti untuk infeksi H5N1
Meninggal karena infeksi respiratori akut yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologik berkaitan dengan kasus A/H5N1
KASUS TERKONFIRMASI
Memenuhi kriteria suspek atau probabel DAN ≥1 pemeriksaan lab berikut positif :
Isolasi virus A/H5N1
Positif untuk H5 dengan PCR Peningkatan ≥ 4 kali antibodi
netralisasi dibandingkan antara fase akut dan fase konvalesen minimal 1 :80
Titer A/H5N1 1 : 80 atau lebih pada spesimen yang diambil pada hari ≥14 awitan gejala DAN 1 positif dengan pem.serologik berbeda ATAU hasil positif H5 dengan western blot
PEMERIKSAAN
PENUNJANG Laboratorium: Tidak khas, sering lekopenia, limfopenia, trombositopeniSerologis: Sensitifitas rendah Mikrobiologi: PCR dari usap tenggorok dan hidung
Pencitraan : Perburukan gambaran radiologis sangat cepat, gambaran foto 1 dengan ke 2 sangat berberda TATALAKSANA Pengendalian infeksi :
- universal precaution
- transmission based precaution (droplet, contact, airborne precaution)
Self limiting disease, kebanyakan belum sembuh sudah meninggal duluan
Antibiotika (jika ada infeksi sekunder) - demam menetap atau turun naik
- perburukan klinis
Sesuai dengan tatalaksana pneumonia etiologi berdasarkan usia
Kombinasi golongan β laktam dan makrolid
Kalau virus biasanya: leukopenia
Tanpa komplikasi membaik 48-72 jam
Antiviral : 48 jam pertama dari timbul gejala - penghambat neuramidase (efektif untuk inf.A
dan B) :
oseltamivir ( 2mg/kgBB/x, 2x) 5 hr zanamivir
- penghambat protein M2 (efektif untuk wabah inf.A) :
amantadine rimantadin
Lakukan biakan kuman Steroid
- Acute lung injury
- Acute respitratory distress syndrome
- Belum ada bukti manfaat pemberian pd virus, menekan imun
Etoposid
Imunoglobulin intravena
- demam, splenomegali, bisitopenia, hipertrigliseridemia,
- hemofagositosis
DIPHTERI PERTUSIS
ETIOLOGI Corynebacterium diphteriae
Bakteria aerob, tak berkapsul, tidak membentuk spora,
sebagian besar tidak motile, pleomorfik, gram poisitif
Bordetella pertussis, Bordetella parapertussis
Gram negatif, coccobacilli,aerob
PATOGENESIS C diphteriae toksigenik maupun non toksigenik dapat menginfeksi kulit dan mukosa dan kadang organ lain setelah terjadi bakteriemia.
Bakteri hidup pada permukaan kulit atau selaput mukosa saluran napas, menyebabkan reaksi inflamasi lokal.
Memproduksi eksotoksin polipeptida 62 kD yang dapat menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan.
Membentukl koagulum terdiri atas bakteri mati, sel epitel, fibrin, leukosit, eritrosit, yang semakin tebal sehingga terbentuk pseudomembran berwarna coklat kelabu yang melekat ke jaringan di bawahnya.
Paralisis palatum molle dan hipofaring.
Absorpsi toksin dapat menyebabkan nekrosis tubuli ginjal, trombositopenia, kardiomiopati dan demyelinisasi serabut saraf
Kardiomiopati dan demyelinisasi serabut saraf
DEFINISI KLINIS:
Batuk 14 hari atau lebih, dengan paling sedikit satu gejala: paroksism, whoop, atau muntah setelah batuk.
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi mukokutaneus, mungkin disebabkan oleh reaksi imunologis.
MANIFESTASI KLINIS
Tergantung lokasi anatomis infeksi, status kekebalan,produksi dan distribusi toksin. Masa inkubasi: 2-4 hari.
Fokus primer: tosil atau faring (94%), hidung, laring
Diphteri Nares anterior
Infeksi pada nares anterior (lebih sering pada bayi): rhinitis serosanguineus, purulen dan erosif disertai pembentukan membran.
Karakteristik: ulserasi dangkal pada nares eksterna dan bibir atas.
Diphteri Tonsilar dan faringeal
- Nyeri tenggorokan (gejala awal), hanya setengahnya menderita demam dan lebih sedikit lagi yang menderita disfagia, serak, maleise atau nyeri kepala.
- Infeksi faring ringan diikuti pembentukan membran pada tonsil unilateral atau bilateral, meluas ke uvula, palatum molle, orofaring posterior, hipofaring, area glottis.
- Edema jaringan lunak dan pembesaran limfonodi: bull neck appearance.
- Derajat perluasan lokal berhubungan dengan keparahan penyakit, bull neck, dan fatalitas karena sumbatan jalan napas serta komplikasi yang dimediasi toksin.
- Beda diphteria dengan faringitas eksudativa karena Streptococcus pyogenes dan Epstein-Barr virus: pseudomembran yang lengket, perluasan melebihi daerah fausial, jarang didapatkan demam dan disfagia.
Diphteri Laringeal
- Serak, stridor,dispneu, batuk menggonggong.
Masa inkubasi 3-12 hari. Gejala catarrhal:
- kongesti dan rhinorrhea, demam tidak tinggi, bersin,lakrimasi, dan injeksi konjungtiva.
Gejala paroxysmal:
- Batuk kering, iritatif, berkembang menjadi batuk khas pertussis. Whoop (tarikan napas inspirasi yang kuat) ditemukan pada bayi < 3 bulan karena otot masih blm kuat untuk menghasilkan tekanan intratoraks negatif secara cepat.
- Batuk panjang tanpa putus, dagu dan dada ke depan, lidah keluar, mata melotot dan berair, wajah keunguan, sampai tampak hampir kehilangan kesadaran, batuk akhirnya berhenti dan terdengar suara ‘whoop’ ketika udara memasuki jalan napas yang separuh terbuka.
- Batuk diakhiri dengan pengeluaran sekresi kental dari trakhea yang bercampur dengan epitel mati. - Muntah setelah batuk umum terjadi pada anak
maupun dewasa.
- Stage ini terjadi paling panjang pada bayi. Pada puncaknya dapat terjadi lebih dari 1 kali batuk per jam.
- Bayi < 3 bulan: fase catarrhal hanya beberapa hari dan jelas. Apnea, tersedak dan batuk dg gasping menandai onset penyakit. Convalescence diikuti batuk paroksismal intermiten sampai usia 1 tahun.
#Anak yang sudah diimunisasi masih mungkin menderita pertussis, tetapi dengan gejala yang lebih ringan dan stage yang lebih
Ancaman sufokasi karena sumbatan saluran napas.
- Membedakan dengan epiglottitis atau tracheitis karena
penyebab lain: tidak adanya gejala lain dan visualisasi pseudomembran.
Diphteri Kulit
- Infeksi indolen dan tidak progresif.
- Ulkus superfisial seperti ektima dan tidak membaik, dilapisi membran coklat-kelabu, eritema, nyeri, eksudat.
- Sering disertai oleh infeksi sekunder.
- Kolonisasi sal napas dan komplikasi toksik jarang di-temukan.
KARDIOMIOPATI TOKSIK
Terjadi pada 10-25% kasus diphteria, menyebabkan 50-60% kematian akibat diphteria. Risiko komplikasi berbanding lurus dengan
beratnya kelaina orofaring dan keterlambatan pemberian antitoksin.
Umumnya terjadi 2-3 minggu setelah onset penyakit.
Dapat muncul setelah minggu I (umumnya fatal). Kadang muncul 6 minggu setelah onset penyakit. Takikardia tidak sesuai dengan demam, interval
P-R memanjang, perubahan gelombang ST-T, kardiomiopati dilatasi dan hipertrofi.
Disritmia tunggal atau progresif: Blokade jantung derajat I, II atau III; disosiasi atrioventrikular; takikardia ventrikular.
Peningkatan SGOT sesuai tingkat kerusakan otot jantung. Gagal jantung kongestif terjadi akut atau perlahan.
Bila terjadi aritmia berat, pasien yang selamat dapat menderita gangguan hantaran permanen. Sisanya umumnya sembuh tanpa sekuele.
NEUROPATI TOKSIK
Komplikasi neurologis paralel dengan luasnya infeksi dengan onset yang multifasik.
2-3 minggu setelah onset (kadang terjadi akut) terjadi hipestesia dan paralisis lokal palatum molle, diikuti kelemahan nervi facialis, pharyngeal posterior dan laryngeus, menyebabkan suara sengau, sulit menelan, dan risiko kematian karena aspirasi.
Neuropati kranial biasanya terjadi pada minggu ke 5, terjadi paralisis nervi oculomotorius dan ciliaris yang menyebabkan strabismus dan gangguan akomodasi.
Onset polineuropati simetris terjadi 10 hari - 3 bulan setelah onset infeksi orofaring. Menyebabkan deficit neurologis dengan hilangnya refleks tendon dalam.
Terjadi kelemahan otot mulai dari distal berjalan ke proksimal (lebih sering) atau sebaliknya. Dapat disertai paralisis diafragma. Dapat terjadi kepulihan spontan.
Temuan cairan serebrospinal mirip dengan sindroma Guillan-Barre.
Disfungsi pusat vasomotor jarang terjadi dan dapat menyebabkan hipotensi atau gagal jantung. Umumnya terjadi 2-3 minggu setelah onset penyakit.
DIAGNOSIS Kultur dengan sampel hasil swab lesi. Sebagian kecil membran harus diambil dengan eksudat di bawahnya.
C. diphteriae tahan pengeringan. Sampel dapat dikirim dari tempat jauh untuk dikultur.
Harus dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika dan penentuan toksisitas.
Gejala klinis:
Batuk tanpa demam, maleise atau mialgia, eksantema atau enantema, nyeri tenggorokan, serak, takipnea, mengi atau ronchi.
Pada bayi yang menderita pertussis, pemeriksaan fisik diantara serangan batuk termasuk frekuensi respirasiumumnya normal, kecuali ada pneumonia sekunder.
Ditemukan leukositosis (15.000-100.000/mmk) dengan limfositosis absolut. Limfosit yang ditemukan adalah limfosit T dan B dengan ukuran normal, bukan limfosit atipik berukuran besar yang biasa ditemukan pada infeksi virus.
Pada penyakit berat dan fatal ditemukan angka leukosit yang sangat tinggi dan thrombositosis.
FOTO RO
abnormal ringan. Infiltrat atau edema perihilar.
Kadang ditemukan atelektasis, pneumothoraks, pneumomediastinum, udara pada jaringan lunak.
Konsolidasi parenkim: infeksi sekunder
GOLD STANDART: kultur aspirat nasofaring TERAPI Antitoksin diberikan berdasar diagnosis klinis.
Berfungsi mengikat toksin yang bebas. Semakin lama jarak infeksi dengan pemberian antitoksin maka efikasi akan semakin rendah.
Antibiotika: diberikan selama 14 hari
- erythromycin oral atau parenteral: 40-50mg/kg/hari maksimum 2 g dalam 24 jam - penicillin G im atau iv
100.000-150.000U/kg/hari bagi 4 dosis
- prokain penicillin 25.000-50.000U/kg/hari bagi 2 dosis im
Eliminasi bakteri dibuktikan dengan 2 kali kultur negative dengan selisih 24 jam setelah terapi selesai baru bisa stop terapi.
Pasien ditempatkan di ruang isolasi.
Bed rest selama fase akut, sampai risiko kerusakan jantung sudah dilewati (paling sedikit selama 2 minggu)
Tujuan terapi:
mengurangi frekuensi paroksism mengamati keparahan batuk untuk memberikan bantuan bila perlu
untuk memberikan nutrisi dan istirahat maksimal INDIKASI RAWAT
Bayi < 3 bulan
Bayi 3-6 bulan dengan paroksism berat, Segala usia bila ada komplikasi
ANTIBIOTIK
Erythromycin 40-50mg/kg/hari po terbagi 4 dosis (14 hari) Ampicillin, rifampicin, cotrimoxazole cukup efektif.
Cephalosporin generasi ke 2 tidak efektif.
Salbutamol: sedikit mengurangi gejala pemberian dengan aerosol yang merepot kan dapat menginduksi paroksism
Kortikosteroid tidak bermanfaat
Pertussis immunoglobulin tidak direkomendasikan Isolasi: dilakukan sampai terapi erythromycin hari ke 5
Pengobatan kontak: erythromycin selama 14 hari. <7 tahun: vaksinasi bila vaksinas belum lengkap
KOMPLIKASI Sumbatan jalan napas oleh edema dan pseudomembran.
Pemberian kortikosteroid untuk miokarditis dan neuritis
tidak bermanfaat.
Pneumonia, kejang, ensefalopati.
Gangguan SSP karena terjadi hipoksemia atau perdarahan karena batuk.
PROGNOSIS Tergantung virulensi organisme (subspecies gravis paling virulen).
Case fatality rate untuk diphteria traktus respiratorius
adalah 10%.
Obstruksi jalan napas dan miokarditis merupakan penyebab kematian yang paling sering.
Lebih buruk pada bayi < 6 bulan karena sering terjadi komplikasi
PENCEGAHAN KONTAK ASIMPTOMATIK (sudah kontak tp blm timbul gejala)
- Profilaksis:
erythromycin po selama 7-14 hari benzathine penicillin im 600.000 U
(<30 kg) 1.200.000 U (>30 kg)
- Vaksinasi DT: bila belum mendapat booster 5 thn terakhir/
mendapat <3x vaksinasi dengan diphteria
toxoid/anak yg blm mendapat vaksinasi dg
diphteria toxoid ke 4
- Monitor munculnya gejala dalam 7 hari masa inkubasi
- Kultur swab hidung, faring, lesi kulit. KARIER ASIMPTOMATIK
- Antibiotika profilaksis 7-10 hari
- DT (bila belum diberikan booster 1 tahun terakhir)
- Isolasi (respirasi atau kontak) sampai 2 x kultur negative berturut dalam jangka waktu 24 jam
- Ulang kultur 2 minggu setelah penghentian terapi, bila positif berikan erythromycin po 10 hari dan ulang kultur
- Kegagalan eradikasi dg antibiotika: s/d 21%
#Antitoksin tidak diberikan bila tidak ada gejala!#
TB ANAK
DEFINISI Tuberkulosis merupakan penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
TB pada anak tidak batuk (kecuali infeksi sekunder) ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis:
Karakteristik :
1. Dapat hidup berminggu-minggu dalam kondisi kering 2. Tidak punya endotoksin dan eksotoksin
3. Penyebaran hematogen
4. Berkembang lambat (24-32 hr) 5. Manifestasi klinis tidak spesifik 6. Kuman aerob, predileksi di paru 7. Dapat hidup dormant
PENYEBARAN Transmisi melalui udara dari orang dewasa dengan droplet nuclei (percik renik)
Droplet nuclei : mengandung 2-3 basil, ukuran kecil (1-5) dapat berada di udara dalam waktu yang lama Saat inhalasi, mencapai alveoli
Mengenai Lobus tengah dan bawah, shg tb pd anak tidak menularkan PATOGENESIS
Makrofa ALVEOLI
Droplet
Destruk DESTRUKSI KEMBALI OLEH
MAKROFAG Masa inkubasi: dari
masuk kuman sampai imunitas seluler
bekerja. Selama masa inkubasi mantoux test (-), akhir masa REPLIKASI menyeb ar Destruksi menyebabkan terbentuknya tuberkel, disebut Lymphadeni Lymphangi KOMPLEX PRIMER HEMATOGENIC IMUNITAS SELULER BEKERJA
• 1. Infeksi TB: • infeksi tanpa sakit /
infeksi TB laten • infeksi DAN sakit • sakit, pasca terapi • 2. Imunisasi BCG • 3. Infeksi Mycobacterium
atypic
(+)
• Tidak ada infeksi TB • Anergi
• Dalam masa inkubasi
(-)
KENAPA ANAK TIDAK BATUK → karena alveolus TIDAK MEMPUNYAI REFLEK BATUK beda dgn bronkus. UJI TUBERKULIN (rx hipersensitifitas tipe lambat) Strength PPD S Seibert PPD RT23 first 1 TU 1 TU intermediate (standard dose) 5-10 TU 2-5 TU second 250 TU 100 TU Diameter indurasi : - 0 - 5 mm : negatif - 5 - 9 mm : meragukan, ulang 2 mg - > 10 mm : positif - > 15 mm : positif pd balita dg BCG (+) KLASIFIKASI
Kelas Kontak Infeksi Sakit Tatalaksana
0 - - -
-1 + - - proph I
2 + + - proph II?
3 + + + Terapi
Infeksi: uji tuberkulin (+), klinis (-), Ro (-) Sakit:
– Paru:
• TB paru primer • TB milier
• Pleuritis TB
• TB paru progresif: pneumonia, TB endobronkial
– Ekstra paru:
• Kelenjar limfe
• Otak dan selaput otak OCULT (kuman masuk
AKUT (kuman sekaligus
TERAPI PADA TB KELAS 3 KELAS 1 CUKUP PROFILAKSIS
• Tulang dan sendi • Saluran cerna • Organ lain TATALAKSANA
• Evaluasi klinis :
– Panambahan BB
– Perbaikan nafsu makan
– Hilang/membaiknya gejala klinis (demam, batuk, dll) – Tidak perlu mantoux test, cukup foto ro
• Pemeriksaan penunjang : – Foto toraks : 2 / 6 bl – Darah : LED
– Tuberculin test : SEKALI(+) SELAMANYA (+) PROFILAKSIS PRIMER
• Mencegah infeksi TB pd TB kelas I
• Paparan (+), infeksi (-) uji tuberkulin (-) • Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hr
• Sumber penularan harus diterapi • Paling sedikit 3 bulan
• Ulang uji tuberkulin:
– negatif: berhasil, stop INH
– positif: gagal, TB kelas 2 lanjutkan dg profilaksis sekunder
SEKUNDER
• Untuk mencegah sakit TB pada TB kelas 2 (paparan (+), infeksi (+), sakit (-)
• Anak dg konversi uji tuberkulin • Populasi beresiko
– Kurang 5 th, pubertas
– Penggunaan steroid jangka panjang – Keganasan
– Infeksi tertentu: morbili, pertusis • Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hr
• Selama: 6-12 bulan
DOSIS OBAT TB: 2RHZ(1xhari) +4RH(3x1minggu)
ASMA ANAK
DEFINISI KNAA: diduga asma bila: batuk dan atau mengi bersifat episodik, nokturnal, reversibel, musiman, aktifitas, atopi(+)
PATOFISIOLOGI (nelson)
KLASIFIKASI PARAMETER RINGAN SEDANG BERAT ANCAMAN GGL
NAFAS 6-8jam Merangsang sel mast sintesis mediator kimia Kontak allergen (debu, virus, Respon imun Hiperresponsif jalan Respon imun Kromolin/nedokro β
Infiltrasi eusinofil dan bronkokonstrik Obstruksi jalan Tekanan intrathorax ↑ Tekanan intrapulomo ner↑ hiperinfl Ketidakseimban gan ventilasi dan perfusi Atelektak kelenturan ↓ karena kerja↑ Hipoventil asi Mengganggu aliran balik vena, << curah jantung Hipoksi pneumothor Hiperkapn Menggangu perubahan asam basa menjadi H2O
dan CO2 Asam
karbonat Pulsus paradoksu s Asidosis Asidosis respiratori k VASOKONTRIK Mencederai sel alveolar Surfaktan
Aktivitas(bayi) Berjalan(menangis keras) Berbicara(menangisl emah) Istirahat(berhentim akan)
Bicara Kalimat Penggalan kalimat. Kata-kata
Posisi Bisa baring Lebih suka duduk Duduk ber-topang lgn.
Kesadaran Mungkin teragitasi Biasanya teragitasi Biasanya teragitasi Bingung
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada
Mengi Sedang, akhir eksp. Nyaring, eksp. + insp.
Terdengar tanpa steto.
Sulit / tidak terdengar
Sesak napas Minimal Sedang Berat
Otot bantu napas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
Retraksi Dangkal, ret. interkostal Sedang, + ret.sup.stern Dalam, + nps.cpg.hdg Dangkal / hilang
Laju napas Takipnu Takipnu Takipnu Menurun
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pulsus paradoksus
Tidak ada (<10 mmHg)
Ada 10-20 mmHg Ada >20 mmHg Tidak ada (Otot lelah) PEF / FEV1 -pra b.dilat. -pasca b.dil (% nilaiduga >60% >80% / % nilai 40-60% 60-80% baik) <40% <60% SaO2 >95% 91-95% <90% PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg PENATALAKSANAA N
`TUJUAN TATALAKSANA UMUM:
Menghilangkan dan mengendalikan asma Mencegah serangan akut
Meningkatkan fungsi paru dan mencegah gangguan menetap
Melakukan aktivitas secara normal Meminimalisasi penggunaan obat Menghindari efek samping obat Mencegah kematian
TUJUAN TATALAKSANA SERANGAN:
meredakan penyempitan jalan napas secepatnya
mengurangi hipoksemia
mengembalikan faal paru normal secepatnya reevaluasi tatalaksana untuk mencegah
kekambuhan
Nilai prediksi derajat serangan
Nebulisasi ß-agonis, selang 20 menit Nebulisasi ketiga: tambahkan antikolinergik Serangan berat: langsung tambah antikolinergik
Bila tidak ada nebulizer: - MDI dengan Spacer - Adrenalin SC
IGD
Catatan:
• Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi 1x, langsung -agonis+antikolinergik
• Bila belum ada alatnya, nebulisasi awal dapat diganti dgn adrenalin sk. 0,01 ml/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kali.
• Untuk serangan sedang dan terutama berat, O2 2-4L/mnt diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi Parameter
klinis,
kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten Nilai derajat
TATALAKSANA AWAL: nebulisasi -agonis 3x, selang 20 menit. Nebulisasi ke 3
Serangan Ringan: (nebulisasi 1x, repon baik). Bertahan 1-2jam boleh pulang. Gejala timbul kembali→ serangan sedang
Serangan sedang: (nebulisasi 2-3 kali, respon parsial.
Berikan oksigen. Nilai ulang→serangan
sedang→ruang rawat sehari,
Serangan Berat: (nebulisasi 3x, respon buruk). Oksigen sejak awal, pasang infus. Nilai ulang→ berat → ruang rawat inap. Foto RO.
Boleh Pulang: bekali β agonis (hirupan /oral). Jika ada obat pengendali teruskan. Jika infeksi virus (+) → steroid oral. 24-48jam control proevaluasi.
Ruang rawat inap: oksigen teruskan. Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada. Steroid IV 6-8jam. Nebulisasi/1-2jam. Aminovilin IV awal lanjutkan rumatan. Nebulisasi 4-6x→baik (interval 4-6jm). 24jam
stabil→boleh pulang. Dengan steroid dan aminovilin IV Ruang rawat sehari: Oksigen
teruskan. Steroid oral.
Nebulisasi/2jam. Dalam 8-12 jam stabil → boleh pulang. Dalam 12 jam blm baik →
Frekuensi serangan
< 1x/bulan > 1x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir
sepanjang tahun, tidak ada remisi Intensitas
serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Di antara serangan
Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu Pemeriksaan fisis diluar serangan Normal (tidak ditemukan kelainan) Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Tidak pernah normal Obat pengendali
(anti inflamasi) Tidak perlu Perlu Perlu Uji faal paru
(di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60% Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%