• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR HASIL PROSES FISI (RFW) DENGAN MATRIK CAMPURAN SILIKA GEL - KALIUM HEKSASIANOFERAT (II) - TEMBAGA (II) KLORIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERLAKUAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR HASIL PROSES FISI (RFW) DENGAN MATRIK CAMPURAN SILIKA GEL - KALIUM HEKSASIANOFERAT (II) - TEMBAGA (II) KLORIDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR HASIL PROSES

FISI (RFW) DENGAN MATRIK CAMPURAN SILIKA GEL -

KALIUM HEKSASIANOFERAT (II) - TEMBAGA (II) KLORIDA

Anung Pujiyanto dan Sunarhadijoso Soenarjo

Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka, BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15320

ABSTRAK

PERLAKUAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR HASIL PROSES FISI (RFW) DENGAN MATRIK CAMPURAN SILIKA GEL - KALIUM HEKSASIANOFERAT (II) - TEMBAGA (II) KLORIDA. Limbah cair hasil proses fisi mengandung berbagai radioisotop yang masih bercampur

dengan fraksi U-235 pasca iradiasi, antara lain radioisotop Cs-137 yang mempunyai penggunaan luas dalam bidang industri dan medis. Potensi pemanfaatan radioisotop Cs-137 di lingkungan domestik belum dapat dikembangkan karena teknologi pemisahan Cs-137dari fraksi limbah cair belum dikuasai. Karena itu sebagai langkah awal dalam upaya pemisahan Cs-137 dari RFW (”radioactive fission waste”), dilakukan studi perlakuan RFW dengan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II) –tembaga (II) klorida. RFW dalam bentuk larutan fraksi U-235 pasca iradiasi dihasilkan dari proses produksi radioisotop Mo-99 melalui reaksi inti 235U (n,f) 99Modi P.T. BATAN Teknologi, Serpong, sedangkan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida disiapkan melalui pencampuran silika gel dengan larutan kalium heksasianoferat (II) trihidrat 0,1 M dan larutan tembaga (II) klorida 0,2 M diikuti dengan pengeringan hasil pencampuran pada temperatur 80oC selama kira-kira 24 jam. Fenomena pengikatan radioisotop dalam larutan RFW pada matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga(II) klorida diamati dengan cara mengukur aktivitas radioisotop yang terdapat dalam RFW sebelum dan selama perlakuan dengan matrik menggunakan spektrometer gamma. Hasil percobaan menunjukkan bahwa radioserium dan radiotelurium tidak mengalami pengikatan pada matrik, radioisotop rutenium mengalami pengikatan pada matrik dalam jumlah yang kurang signifikan, sedang radioytrium mengalami pengikatan pada matrik tetapi tidak stabil. Radioisotop zirkonium, niobium dan cesium terikat secara signifikan pada matrik, menunjukkan bahwa potensi matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida dalam pengikatan radioisotop dari RFW bersifat tidak spesifik untuk radioisotop cesium. Bobot matrik sebesar 0,2 dan 0,4 gram pada perlakuan RFW masing-masing sebanyak 10 mL mempengaruhi jumlah radioisotop zirkonium dan niobium yang dapat diikat oleh matrik, tetapi tidak untuk radioisotop cesium.

Kata kunci : limbah cair proses fisi, RFW (radioactive fission waste), matrik silika gel–kalium

heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida, radioisotop hasil fisi, pemisahan radioisotop

ABSTRACT

TREATMENT OF LIQUID RADIOACTIVE FISSION WASTE (RFW) ON SILICA GEL-POTASSIUM HEXACYANOFERRATE (II) - COPPER (II) CHLORIDE MATRIX. Liquid waste

produced from the fission process (RFW, radioactive fission waste) still contains various radioisotopes mixed with post-irradiated U-235 fraction; the one is Cs-137 that is widely used as industrial and medical radioisotope. The domestic application of Cs-137, however, has not been developed yet due to the lack of capability on the Cs-137 production technology. For this reason, the treatment of RFW on silica gel-potassium hexacyanoferrate (II)-copper (II) chloride matrix was studied as a preliminary effort for separating Cs-137 from the RFW. The RFW solution was obtained from the production process of Mo-99 by nuclear reaction of 235U (n,f) 99Moin P.T. BATAN Teknologi, Serpong, while the silica gel-potassium hexacyanoferrate (II) - copper (II) chloride matrix was prepared by mixing silica gel, 0.1 M of potassium hexacyanoferrate (II) trihydrate solution and 0.2 M of copper (II)

(2)

chloride solution, followed with drying the mixing product at 80 C for about 24 hours. The binding of radioisotopes in the RFW on the matrix was observed by measuring radioisotopes activities in the RFW solution before and during the treatment using gamma spectrometer. The results showed that cerium and tellurium radioisotopes were not bound on the matrix; ruthenium radioisotope was less-significantly bound, while the yttrium radioisotope was unstable bound. The zirconium, niobium and caesium radioisotopes were significantly bound on the matrix indicating that the binding capability of the matrix was unspecifically for caesium. The matrix amount of 0.2 and 0.4 g respectively used for 10 mL of RFW seems to significantly influence the bindings of zirconium and niobium radioisotopes but it does not for caesium radioisotope.

Key words : liquid waste of fission process, RFW (radioactive fission waste), silica gel–potassium

hexacyanoferrate (II)–copper (II) chloride matrix, fission-produced radioisotope, radioisotope separation

1. PENDAHULUAN

Radioisotop memegang peranan penting dalam aplikasi teknologi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat. Pada bidang kesehatan radioisotop digunakan dalam bentuk sumber terbuka maupun sumber tertutup. Dalam bentuk sumber terbuka (unsealed

source), radioisotop digunakan sebagai sediaan

radiofarmaka yang dipakai untuk diagnosis atau terapi, sedang yang berbentuk sumber tertutup

(sealed source) banyak digunakan untuk terapi

kanker jaringan. Dalam bidang industri, radioisotop banyak digunakan pada industri makanan untuk pengawetan makanan dan sterilisasi bahan kemasan, pada industri perminyakan digunakan sebagai sumber radiasi untuk uji tak rusak (non-destructive testing,

NDT), maupun sebagai perunut radioaktif

(radiotracer). Beberapa radioisotop mempunyai kegunaan yang khusus dan spesifik, namun ada juga yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Radioisotop cesium (Cs-137) merupakan salah satu contoh radioisotop yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, terutama sebagai radioisotop industri dan radioisotop medis [1].

Sebagai suatu radioisotop yang tidak terdapat di alam, Cs-137 dapat diperoleh dari proses fisi (reaksi pembelahan inti) U-235 dengan rendemen fisi sebesar 6 % [2] yang berarti terjadi 6 atom Cs-137 pada setiap 100 kali pembelahan inti atom U-235. Di lingkungan BATAN, teknologi proses fisi U-235 untuk produksi radioisotop I-131 dan Mo-99 telah dikuasai [3,4] dan sampai sekarang proses ini dilakukan secara rutin di P.T. BATAN Teknologi. Proses fisi U-235 dengan menggunakan U-235 pengkayaan tinggi (high enriched uranium-235) menghasilkan 4

macam fraksi produk fisi [3,4], yaitu fraksi radioiod, fraksi radiomolibdenum, fraksi radio-xenon (gas mulia) dan fraksi limbah U-235 pasca iradiasi. Selama ini hanya fraksi radioiod dan fraksi radiomolibdenum yang diproses lanjut untuk menghasilkan radioisotop utamanya yaitu I-131 dan Mo-99. Dua fraksi lainnya masih diperlakukan sebagai limbah proses fisi.

Radioisotop Cs-137 terdapat di dalam fraksi limbah U-235 pasca iradiasi yang berupa larutan RFW (radioactive fission waste), tercampur dengan beberapa macam radioisotop hasil fisi lainnya. Mempertimbangkan potensi yang dapat ditawarkan dan potensi kebutuhan akan radioisotop Cs-137 di lingkungan domestik, dipandang perlu memulai upaya untuk memisahkan radioisotop Cs-137 dari larutan RFW.

Pemisahan Cs-137 dari larutan RFW dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berbasis pada teknik ekstraksi pelarut [5,6], teknik adsorpsi [7], teknik penukaran ion [8] ataupun teknik membran [9]. Beberapa kendala ekonomis dan teknis mempersulit penerapan teknik-teknik tersebut untuk lingkungan domestik, antara lain perangkat sistem yang komplek, kelangkaan bahan kimia yang dibutuhkan sehingga perlu proses sintetik yang juga tidak sederhana. Di sisi lain, resin adsorben atau penukar ion yang baik untuk pengikatan cesium pada umumnya mempunyai karakter fisik yang kurang mendukung untuk teknik pemisahan dinamis menggunakan kolom resin, yaitu berukuran sangat halus sehingga sering kali diperlukan bahan pendukung untuk memperbesar ukuran partikel resin [10].

Penelitian ini merupakan studi awal upaya pemisahan Cs-137 dari larutan RFW yang dihasilkan pada proses produksi radioisotop

(3)

Mo-99 melalui reaksi inti 235U (n,f) 99Mo di

P.T. BATAN Teknologi, Serpong. Larutan

RFW dalam bentuk fraksi limbah cair U-235

pasca iradiasi diperlakukan dengan matrik silika gel – kalium heksasianoferat (II) – tembaga (II) klorida, berdasarkan pada metoda pengikatan dan pengukuran Cs-137 dalam air laut yang dilaporkan oleh Chih Chieh Su dan kawan-kawan [11]. Pemilihan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida sangat menarik mengingat matrik dapat dibuat dan disiapkan dengan cara sederhana [11,12] dan menunjukkan hasil yang baik untuk pre-konsentrasi dan penetapan kandungan cesium dalam air laut [11,13]. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi pengikatan radionuklida dalam larutan RFW pada sistem statis matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II) – tembaga (II) klorida. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan gambaran kemungkinan penerapan lebih lanjut dalam sistem pemisahan dinamis untuk pemisahan dan pemurnian radionuklida Cs-137 dari larutan RFW sebagai bagian dari teknologi proses produksi radioisotop Cs-137.

2. TATA KERJA

2.1. Bahan dan peralatan

Contoh larutan RFW diperoleh dari Laboratorium Produksi Radioisotop P.T. BATAN Teknologi. Bahan kimia dengan kemurnian p.a. diperoleh dari E. Merck, kecuali dinyatakan lain, yaitu silika gel, tembaga (II) klorida dan kalium heksasianoferat (II) trihidrat (p.a., Fluka),. Air bebas mineral (aqua DM) diperoleh dari fasilitas pemurnian air di Pusat Reaktor Serba Guna, BATAN. Alat utama yang digunakan adalah perangkat alat spektrometri-γ dengan analisator saluran ganda (Multichannel

Analyser) model Canberra 1000, detektor

HP-Ge serta perangkat lunak MCA HP-Genie 2000 VDM. Pengaduk magnet (Thermoline Nouva) digunakan untuk mengaduk larutan matrik dan larutan RFW. Pengambilan cuplikan untuk pengukuran spektrometri-γ dilakukan dengan pipet Eppendorf ukuran 5 μL.

2.2. Pembuatan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida

Matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)-tembaga (II) klorida dibuat dengan metode

dari Chih Chieh Su dan kawan-kawan [11]. Sebanyak 5 gram silika gel dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL, dicampur dengan 100 mL larutan kalium heksasianoferat (II) trihidrat 0,1 M dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama tidak kurang dari 1 jam. Campuran didekantasi atau disaring, kemudian padatan yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven pada temperatur 80º C selama kira-kira 24 jam.

Matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II) yang dihasilkan dicampur dengan 100 mL larutan tembaga (II) klorida0,2 M dan diaduk kembali selama tidak kurang dari 1 jam. Selanjutnya campuran didekantasi atau disaring, padatan yang diperoleh dicuci dengan air kemudian dikeringkan di dalam oven pada temperatur 80º C selama kira-kira 24 jam untuk memperoleh matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida siap pakai.

2.3. Perlakuan larutan RFW dengan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)– tembaga (II) klorida

Sebanyak 10 mL larutan RFW dimasukkan dalam bejana gelas 100 mL yang berisi 0,2 gram matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida. Campuran diaduk pada temperatur kamar menggunakan pengaduk magnetik selama 4 jam. Setiap 1 jam, pengadukan dihentikan dan filtrat campuran dicuplik dengan hati-hati sebanyak 5 μL menggunakan pipet Eppendorf untuk diserapkan pada kertas saring yang berbentuk bulat dengan diameter 3,5 cm. Kertas saring kemudian dikeringkan di udara dan dimasukkan dalam kantung plastik yang khusus disediakan untuk pengukuran spektrometri γ. Pencacahan dilakukan selama 600 detik dan jumlah cacahan pada tiap-tiap puncak energi yang signifikan dibandingkan dengan pencacahan cuplikan 5 μL larutan RFW sebelum diperlakukan dengan matrik. Pengulangan percobaan dilakukan dengan menggunakan bobot resin sebanyak 0,4 gram. Perbedaan penggunaan bobot matrik sebanyak 2 kali lipat ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan informasi yang signifikan apakah bobot matrik memberikan pengaruh atau tidak terhadap pengikatan radioisotop yang dipelajari.

(4)

+

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Chih Chieh Su [11] dan Bellomo [12], matrik yang diperoleh dari pencampuran larutan kalium heksasianoferat (II) dan larutan tembaga (II) klorida adalah senyawa komplek rangkap heksasianoferat (II)-kuprat (II) dengan rumus molekul K2Cu3[Fe(CN)6]2 yang

dihasilkan dari reaksi berikut :

[A] [B] 2 Cu2+ + Fe(CN) 64− → Cu2Fe(CN)6 ... × 1,5 3 Cu2Fe(CN)6 + 4 K+ + Fe(CN)64− → 2 K2Cu3[Fe(CN)6]2 ... × 0,5 3 Cu2+ + 2Fe(CN) 64− + 2 K+ → 2Cu3[Fe(CN)6]2

Terjadinya spesi kimia baru sebagai hasil pencampuran silika gel, larutan kalium heksasianoferat (II) dan larutan tembaga (II) klorida dalam percobaan ini diindikasikan dengan terjadinya perubahan warna matrik padatan yang dihasilkan, yaitu dari silika gel yang berwarna putih menjadi matrik silika gel– kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida yang berwarna coklat seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perubahan warna dari silika gel [A] menjadi matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga(II) klorida [B]

Dengan terbentuknya senyawa komplek rangkap K2Cu3[Fe(CN)6]2, matrik silika gel –

kalium heksasianoferat (II) – tembaga (II) klorida akan bersifat sebagai penukar kation. Keberadaan silika gel lebih merupakan bahan pendukung atau bahan pengikat partikel resin K2Cu3[Fe(CN)6]2 seperti dinyatakan oleh

Terada dan kawan-kawan [13]. Fungsi sebagai bahan pendukung atau pengikat ini dapat dianalogikan dengan fungsi asbestos di dalam matrik zirkoniumpospat – asam ammonium pospotungstat untuk memisahkan Cs-137 dari larutan limbah produk fisi yang dilaporkan oleh Reddy dan kawan-kawan [14].

Gambar 2. Skema proses target U-235 pasca

iradiasi menghasilkan fraksi larutan RFW (diolah kembali dari informasi dalam acuan [3,4,15,16])

Pemerangkapan

fraksi radioiod

Target U-235 pasca iradiasi

1. Larutan asam sulfat 0,1 M – asam nitrat pekat (80 : 5, v/v) 2. Destilasi tekanan rendah Fraksi radioiod Fraksi radio-xenon Fraksi radio-molibdenum dan produk fissi lainnya 1. Pengemban Mo 2. α-Benzoiloksim 3. Filtrasi Proses lanjut Larutan Na131I Fraksi radio-molibdenum (endapan) Fraksi RFW (limbah cair U-235 pasca iradiasi) Proses lanjut Larutan Na99MoO 4

Fenomena pengikatan radionuklida dalam larutan RFW pada atau oleh matrik silika gel– kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida dapat diamati dengan membandingkan jenis radionuklida yang masih terdeteksi melalui pemeriksaan spektrometri γ larutan

RFW selama perlakuan dengan matrik terhadap

jenis radionuklida dalam larutan RFW sebelum perlakuan dengan matrik. Larutan RFW yang diperoleh dari Laboratorium Produksi Radioisotop P.T. BATAN Teknologi merupakan fraksi limbah cair U-235 pasca iradiasi yang dihasilkan dari proses produksi Mo-99. Dengan mengolah kembali informasi terkait dengan proses radioisotop hasil fisi [3,4,15,16], proses untuk memperoleh larutan

(5)

Gambar 2. Setelah pemisahan fraksi radioiod dan fraksi radioxenon, berbagai produk fisi lainnya berada di dalam fraksi radiomolibdenum. Dengan demikian, setelah pemisahan radioisotop Mo-99 akan dihasilkan fraksi larutan RFW yang masih mengandung sisa U-235 dan berbagai macam produk fisi termasuk Cs-137. Akan tetapi tidak semua produk fisi U-235 dapat terdeteksi karena waktu paruh (T1/2) yang sangat pendek atau

rendemen fisi (Rf) yang sangat rendah, atau karena tidak mengemisi radiasi γ sehingga tidak terdeteksi melalui analisis spektrometri γ. Beberapa macam radioisotop produk fisi yang terdeteksi dalam pengukuran spektrometri γ sebelum larutan RFW diperlakukan dengan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)– tembaga (II) klorida ditunjukkan pada Tabel 1. Jumlah cacahan pada energi radiasi dengan intensitas tertinggi dari masing-masing radioisotop kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan fraksi radioisotop terkait yang terikat pada matrik, yaitu merupakan selisih cacahan larutan RFW sebelum dan selama perlakuan dengan matrik, sesuai dengan waktu

pengambilan cuplikan. Selain emisi radiasi γ yang ditampilkan pada Tabel 1, juga teramati adanya emisi radiasi dengan keradioaktivan yang relatif tidak besar (jumlah cacahan 5117) pada energi radiasi γ sebesar 75,4 keV. Emisi radiasi γ dengan energi 75,4 keV ini masih dapat diamati setelah 4 jam perlakuan larutan

RFW dengan matrik, yaitu sebesar 79,7 % pada

pemakaian 0,2 gram matrik dan sebesar 64,1 % pada pemakaian 0,4 gram matrik. Jenis radioisotopnya belum dapat dijelaskan tetapi yang paling dekat dengan energi ini adalah U-235 (Eγ = 74,8 keV) namun dengan intensitas

yang rendah yaitu hanya 0,06 % [18].

Pada Gambar 3 ditunjukkan fenomena pengikatan beberapa radioisotop dalam larutan

RFW pada perlakuan dengan matrik silika gel–

kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida. Adanya pengikatan radioisotop tertentu pada matrik teramati dari penurunan radioaktivitas pada daerah energi radiasi γ radioisotop yang bersangkutan pada pengukuran larutan RFW yang dicuplik selama perlakuan dengan matrik.

Tabel 1. Jenis radionuklida dalam larutan RFW sebelum perlakuan dengan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga(II) klorida

DATA ACUAN [17] NO RADIO-

NUKLIDA

Eγ (keV) JUMLAH CACAHAN

Eγ (keV) I (%) Rf (%) T1/2 a) 80,5 10788 80,1 1,6 1 Ce-144 133,6 124938 133,5 11,1 5,47 284,6 hr 2 Ce-141 145,8 21938 145,4 48,2 5,80 32,5 hr 497,2 15390 497,1 90,9 3 Ru-103 610,5 720 610,3 5,6 3,04 39,27 hr 512,0 4180 511,9 20,4 622,5 1472 621,8 10,7 4 Ru-106 b) 1050,6 154 1050,5 1,7 0,403 1,02 th 5 Cs-137 661,.9 13208 661,7 85,2 6,22 30,17 th 695,9 3,3 6 Te-129m c) 696,8 3502 695,7 3,1 0,127 33,6 hr 724,5 48460 724,2 44,1 7 Zr-95 757,0 56563 756,7 54,5 6,49 64 hr 8 Nb-95 d) 766,1 203537 765,8 99,8 6,49 34,97 hr 9 Y-91 1205,1 138 1204,9 0,3 5,93 58,5 hr CATATAN :

a). hr = hari, th = tahun.

b). Sebagian acuan menyatakan bahwa Ru-106 merupakan pemancar β yang tidak memancarkan radiasi γ [18,19]. Radiasi γ yang terdeteksi berasal dari radionuklida anaknya, yaitu Rh-106.

c). Cacahan pada energi 696,8 keV yang berasal dari Te-129m sangat mungkin bertindihan dengan cacahan pada puncak 697 keV dari Pr-144 yang merupakan anak luruh dari Ce-144 melalui peluruhan β.

d).Cacahan pada energi 766,1 keV merupakan akumulasi dari Nb-95 hasil fisi dan Nb-95 yang berasal dari peluruhan β radionuklida Zr-95.

(6)

Terlihat bahwa radiotelurium dan radioserium tidak mengalami pengikatan pada matrik diindikasikan dengan hasil pemeriksaan radioaktivitas kedua radioisotop tersebut selama perlakuan dengan matrik tidak mengalami penurunan. Radioisotop rutenium mengalami pengikatan pada matrik dalam jumlah yang kurang signifikan (kurang dari 10 %), sementara radioytrium mengalami pengikatan pada matrik tetapi pengikatan tersebut tidak stabil ditandai dengan fluktuasi radioaktivitas Y-91 yang terdeteksi dalam larutan RFW selama perlakuan dengan matrik. Radioisotop zirkonium, niobium dan cesium dapat diikat secara signifikan pada matrik, yaitu berturut-turut lebih dari 45 %, 65 % dan 85 % setelah 4 jam perlakuan RFW dengan matrik. Fakta ini menunjukkan bahwa potensi matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida dalam pengikatan radioisotop dari limbah RFW tidak bersifat spesifik untuk radioisotop cesium.

Gambar 3. Perubahan keradioaktivan

radioisotop dalam larutan RFW selama perlakuan dengan matrik silika gel – kalium heksasianoferat (II) – tembaga(II) klorida. (Volume RFW = 10 mL, bobot matrik = 0,2 gram)

Untuk melihat pengaruh bobot matrik terhadap pengikatan radioisotop, larutan RFW diperlakukan dengan matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II) – tembaga (II) klorida dengan menggunakan bobot matrik sebanyak 0,2 gram dan 0,4 gram dan volume larutan RFW yang sama, yaitu sebanyak 10 mL Evaluasi hanya terhadap radioisotop zirkonium (Zr-95), niobium (Nb-95) dan cesium (Cs-137) karena ketiga radio-isotop tersebut yang menunjukkan keterikatan pada matrik secara signifikan dan stabil.

Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4 yang memberikan indikasi bahwa pengikatan radiozirkonium dan radioniobium bertambah besar pada pemakaian jumlah matrik yang lebih besar. Peningkatan pengikatan pada pemakaian matrik sebanyak 0,4 gram dibandingkan dengan pemakaian matrik sebanyak 0,2 gram mencapai 20 – 35 %. Sedangkan untuk radiocesium tidak terlihat perubahan jumlah pengikatan yang signifikan pada penggunaan matrik sebanyak 0,2 dan 0,4 gram. Pemisahan dan perolehan kembali masing-masing radioisotop tersebut masih dimungkinkan melalui pemisahan dinamis menggunakan kolom dengan isian bahan matrik dan sistem eluen yang cocok atau dengan ekstraksi fase padat-cair yang diharapkan dapat secara selektif melepaskan masing-masing radioisotop dari ikatannya pada molekul matrik.

P e ng ika ta n r a dio iso to p ( % ) Pen g ik atan radi oi sotop (%) Pengi k atan radi oi sotop (%) Waktu kontak (jam) Rad ioaktivitas d a lam larutan (% )

Waktu kontak (jam)

Gambar 4. Pengaruh bobot matrik silika gel – kalium heksasianoferat (II) – tembaga(II) klorida pada pengikatan radioisotop Zr-95 [A], Cs-137 [B] dan Nb-95 [C] dalam larutan RFW

(7)

4. KESIMPULAN

Pencampuran silika gel, larutan 0,1 M kalium heksasianoferat (II) dan larutan 0,2 M tembaga (II) klorida menghasilkan matrik dengan bentuk spesi kimia baru yang berbeda dengan spesi kimia komponen matriknya. Diperkirakan spesi kimia matrik adalah senyawa komplek rangkap K2Cu3[Fe(CN)6]2.

Matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida mempunyai potensi mengikat beberapa macam radioisotop dalam larutan RFW, yaitu radiozirkonium,

radioniobium dan radiocesium, berturut-turut dengan jumlah fraksi terikat lebih dari 45 %, 65 % dan 85 % setelah perlakuan larutan RFW dengan matrik selama 4 jam. Radiorutenium tidak terikat secara signifikan (fraksi terikat kurang dari 10 %), radioytrium terikat dalam ikatan yang kurang stabil, sedangkan radiotelurium dan radiocerium tidak terikat pada matrik silika gel–kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida.

Untuk perlakuan terhadap 10 mL larutan

RFW, penggunaan bobot matrik silika gel–

kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida sebanyak 0,2 dan 0,4 gram memberikan pengaruh nyata pada jumlah pengikatan radiozirkonium dan radioniobium, yaitu terjadi peningkatan fraksi terikat sampai 20 – 35 %, tetapi tidak pada jumlah pengikatan radiocesium. Pemisahan radioisotop yang terikat pada matrik diharapkan dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kolom menggunakan isian bahan matrik silika gel– kalium heksasianoferat (II)–tembaga (II) klorida dan pelarut pengelusi yang cocok atau dengan ekstraksi fase padat-cair yang secara selektif dapat melepaskan masing-masing radioisotop dari ikatannya pada molekul matrik.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih disampaikan kepada Divisi Produksi P.T. BATAN Teknologi yang telah menyediakan contoh larutan RFW untuk digunakan dalam penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. U.S. ENVIRONMENTAL

PROTECTION AGENCY, Radiation

Information: Cesium, Available in http://www.epa.gov/radiation/radionuclide

s/cesium.htm#whause , Maret (2007).

2. ARGONNE NATIONAL

LABORATORY, ”Cesium”, Human

Health Fact Sheet, August (2005), Available in : http://www.ead.anl. gov/pub/doc/ cesium.pdf , Maret (2007). 3. SOENARJO, S., GUNAWAN, A.H.,

PURWADI, B., WISNUKATON, K., et al, Analysis of Radioiodine Fraction

Separated from Production Process of Fission 99Mo, Atom Indonesia, 25 : 2

(1999) 101 – 111.

4. ZAHIRUDDIN, Produksi Radioisotop

99Mo dari Hasil Belah 235U dan Aspek

Keselamatannya, (Prosiding Seminar Teknol. dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir), PPTKR – PRSG, BATAN, Serpong (1993) 380 – 388.

5. LAW, J.D., HERBST, R.S., TODD,

T.A., WOOD, D.J., et al, Demonstration

of a Universal Solvent Extraction Process for the Separation of Cesium and Strontium from Actual Acidic Tank Waste at the INEEL, INEEL/CON-99-00092-Preprint (1999).

6. WALKER, D.D., BEASLEY, M.H.,

COLEMAN, A.D., CROY, B.H., et al,

Solvent Extraction Batch Distribution Coefficients with Savannah River Site Dissolved Salt Cake, WSRC-TR-2001-00533, Rev. 0 (2001).

7. DOE/EM-0575, Innovative Technology Summary Report; Fission Products Separations Testing, Document prepared for U.S. Department of Energy Office of Environmental Management Office of Science and Technology, May (2001). 8. PICKETT, J.B., AUSTIN, W.E.,

DUKES, H.H, Highly Selective Nuclide

Removal from the R-Reactor Disassembly Basin at the SRS, WM’02 Conference, Tucson, AZ, February 24 – 29 (2002). 9. DOE/EM-0505, Innovative Technology

Summary Report : EmporeTM Membrane

Separation Technology, Document prepared for U.S. Department of Energy Office of Environmental Management Office of Science and Technology, February (2000).

10. YASSINE, T., Stannic Silicomolybdate as Cesium Selective Cation Exchanger, J. Radioanal. and Nucl. Chem., Articles, 173 : 2 (1993) 387 – 393.

11. SU, C.C., HUH, C.A., CHEN, J.C., A Rapid Method for the Determination of

137Cs in Seawater, TAO, 11 : 4 (2000), 753

(8)

12. BELLOMO, A., Formation of Copper (II), Zinc (II), Silver (I) and Lead (II) Ferro-cyanides, Talanta, 17 (1970) 1109 – 1114.

13. TERADA, K, HAYAKAWA, H,

SAWADA, K., KIBA, T., Silica Gel as

Support for Inorganic Ion-exchangers for the Determination of Caesium-137 in Natural Waters, Talanta, 17 (1970) 955 – 963.

14. REDDY, V.N., SATYANARAYANA, J.,

MURTY, G.S., DASH, A., Studies on the

Separation of Cs-137 from the Acidic Fission Product Waste Solutions on A New Complex Inorganic Exchanger (Zr-P-APW), J. Radioanal. and Nucl. Chem., 183 : 2 (1994) 371 – 377.

15. MEDI PHYSICS, Manufacturing Manual of Fission Product Mo-99, Dokumen alih

teknologi (Tidak dipublikasi).

16. PUSAT PRODUKSI RADIOISOTOP, Petunjuk Pelaksanaan Proses Pemisahan Mo-99 Dari Hasil Belah U-235, Dokumen Internal No. RI-15-202-006 (Tidak dipublikasi).

17. LIN, C.C., Radiochemistry in Nuclear Power Reactors, The National Academy Press, Washington, D.C. (1996).

18. CHU, SY.F., EKSTROM, L.P,

FIRESTONE, R.B., ”The Lund/LBNL

Nuclear Data Search”, Version 2 (1999), Available in :

http://nucleardata.nuclear.lu.se/nucleardata / toi/ index.asp (Maret 2007).

19. EGGEBERT, W.S., PFENNIG, G.,

MUNZEL, H., NEBENIUS, H.K.,

Karlsruher Nuklid-karte, Kernfor-schungszentrum Karlsruhe GmbH., (1981).

7. DISKUSI

Poppy Intan Tjahaja-PTNBR BATAN:

Untuk mengetahui pengaruh bobot matrik Silika Gel Kalium Heksasianoferat (II) Tembaga (II) Klorida, dipilih 2 variasi yaitu 0,2 gr dan 0,4 gr. Apa alasan pemilihan kedua bobot ini?

Anung Pujiyanto:

Perbedaan bobot matrik sebanyak 2 kali lipat ini dilakukan agar dapat menghasilkan informasi yang signifikan apakah bobot matrik memberikan pengaruh atau tidak terhadap pengikatan radioisotop yang dipelajari.

Gambar

Gambar 1. Perubahan warna dari silika gel [A]
Gambar 2. Setelah pemisahan fraksi radioiod  dan fraksi radioxenon, berbagai produk fisi  lainnya berada di dalam fraksi  radiomolibdenum
Gambar 3.  Perubahan  keradioaktivan  radioisotop dalam larutan RFW selama  perlakuan dengan matrik silika gel – kalium  heksasianoferat (II) – tembaga(II) klorida

Referensi

Dokumen terkait

Dan Implementasi Four-Tier Diagnostic Test Untuk Mengungkap Miskonsepsi Pada Materi Fotosintesis Kelas VIII Di MS Al-Hikmah Tayan Hilir ” adalah hasil karya saya

Di dalam lagu “Moose the Mooche”, Charlie Parker mulai berimprovisasi pada birama 41 sampai birama 44 masuk ke bagian A1, dimana Charlie Parker menggunakan

Catatan : Uraian dari Perhitungan Hasil Usaha di atas dapat dilihat dari Perjelasan Perhitungan Hasil Usaha. [sheet

Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak aseton daun jawer kotok pada semua konsentrasi (0.05-500 mg/mL) terhadap keempat bakteri uji belum sebanding dengan

• Proyek kompleks apartemen segmen menengah di Jakarta Timur dengan total rencana 11 tower yang merupakan. kerjasama

Secara umum dapat dirangkum bahwa kebaharuan dari penelitian ini terletak pada varietas beras ketan hitam yang digunakan, bakteri asam laktat yang mempunyai kemampuan

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan kenaikan bunga sebesar 2% (dua persen)

♦ Merupakan satu mekanisme yang melibatkan pekerja dalam proses penyelesaian masalah atau penambahbaikan proses kerja dan standard yang sedia ada atau memperkenalkan sesuatu yang