• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rosita Muliawati 1, Indang Trihandini 2. Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rosita Muliawati 1, Indang Trihandini 2. Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN

METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG PADA WANITA USIA 35

TAHUN KEATAS (ANALISIS SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN

INDONESIA TAHUN 2007 DAN 2012)

Rosita Muliawati

1, Indang Trihandini2

Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Email : rositamuliawati@gmail.com

Abstrak

Wanita usia 35 tahun keatas merupakan masa mengakhiri kehamilan sebab diketahui bahwa melahirkan pada usia tersebut memiliki risiko medik. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada wanita usia 35 tahun keatas serta faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dan 2012 dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil menunjukkan bahwa penggunaan MKJP pada wanita usia 35 keatas pada SDKI 2007 sebesar 29,2%, sedangkan pada SDKI 2012 sebesar 24,4%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada SDKI 2007 dan 2012 adalah pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan. Faktor yang paling berperan dengan penggunaan MKJP pada penelitian ini adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami (OR = 1,90 – 2,35).

Kata Kunci : Faktor, Hubungan, Wanita, Kontrasepsi, MKJP

Factors Associated with Long-Term Use of Contraceptive Methods in Women Above Age 35 Years (Advanced Analysis Indonesian Demographic and Health Survey of 2007 and

2012) Abstract

Women aged over 35 years is a period terminating a pregnancy because it is known that giving birth at that age have a medical risk. This study aims to describe the use of Long-Term Contraception Method (LTM) in women over the age of 35 years and the factors associated. This study uses data Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 and 2012 with the univariate, bivariate, and multivariate analyzes. The results showed that the use of LTM in IDHS 2007 of 29.2%, whereas in 2012 amounted to 24.4% IDHS. Factors associated with the use of LTM in 2007 IDHS is education, number of living children, ideal number of children, and decision making. Factors associated with the use of LTM in IDHS 2012 is education, number of living children, and decision making. The factors that most contribute to the use of LTM in this study is a decision made by the husband (OR = 1.90 to 2.35).

(2)

Pendahuluan

Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD) pada tahun 1994 di Kairo Mesir. Indonesia menempati urutan keempat dari negara yang berpenduduk paling besar di dunia setelah Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat. Sensus Penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa pada tahun 2010. Antara tahun 1980 dan 1990, rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun adalah 1,98 persen. Antara tahun 1990 dan 2000 turun menjadi 1,44 persen, namun antara tahun 2000 dan 2010 sedikit meningkat menjadi 1,49 persen. Dalam hasil SDKI 2012 disebutkan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia subur atau Total Fertility Rate (TFR) Indonesia menunjukkan stagnansi yakni masih di angka 2,6.

Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap angka kelahiran. Pada SDKI 2012 tren pemakaian alat kontrasepsi meningkat dari 50% pada SDKI 1991 menjadi 62% pada SDKI 2012. Sebagian besar peningkatan pemakaian alat kontrasepsi terjadi sebelum SDKI 2002-2003. Angka pemakaian alat kontrasepsi meningkat hampir 1% per tahun selama periode sebelas tahun antara SDKI 1991 dan SDKI 2002-2003. Selama satu dekade setelah SDKI 2002-2003, peningkatan pemakaian alat kontrasepsi kurang dari 2%.

Berdasarkan laporan pendahuluan SDKI 2012, wanita kawin pada kelompok umur tua (35-49 tahun) cenderung mempunyai kebutuhan pelayanan kontrasepsi yang lebih besar dibandingkan dengan wanita kelompok umur muda (15-34 tahun). Pada usia 35 tahun merupakan masa mengakhiri kehamilan sebab secara empirik diketahui bahwa melahirkan anak pada usia diatas 35 tahun banyak mengalami risiko medik (BKKBN, 2012). Periode umur wanita diatas 35 tahun, merupakan masa dimana wanita tidak menginginkan anak lagi (BKKBN, 2010).

Kehamilan pada wanita usia ≥ 35 tahun memiliki hubungan dengan kematian ibu dan anak (Katwijk & Peeters, 1998). Pada tahun 2007, maternalmortality rate pada wanita usia ≥ 35 tahun yaitu 32,3 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan wanita usia dibawah 20 tahun (7,1 per 100.000 kelahiran hidup) dan wanita usia 20-34 tahun (8,1 per 100.000 kelahiran hidup) (National for Health Statistic, United States, 2008).

(3)

Wanita berusia diatas 35 tahun akan lebih sering menghadapi kesulitan selama kehamilan dan pada saat melahirkan serta akan mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya (UNICEF, 2002). Wanita berusia diatas 35 tahun sebaiknya tidak melahirkan lagi dan dapat diatur dengan menggunakan alat kontrasepsi permanen (UNICEF, 2002).

Alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi dalam mencegah kehamilan adalah kontrasepsi yang bersifat jangka panjang (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang/MKJP) yang terdiri dari IUD, implan, MOP, dan MOW. Data SDKI tahun 2007 memperlihatkan prevalensi pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2%), implan (2,8%), MOW (0,2%), dan MOP (0,2%). Penggunaan MKJP terus turun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada SDKI 2012, penggunaan MKJP menjadi 10,6%. Wanita peserta KB lebih menyukai pemakaian metoda kontrasepsi non-MKJP dan yang terbanyak adalah suntikan (31,9%) dan pil (13,2%). Melalui analisis data sekunder dari data hasil SDKI tahun 2007 dan 2012, perlu diketahui faktor-faktor apa yang menyebabkan rendahnya pemakaian kontrasepsi MKJP di kalangan wanita usia 35 tahun keatas.

Tinjauan Teoritis

Gambar 1 : Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan MKJP pada Wanita Usia 35 Tahun Keatas  

(4)

Kerangka teori penelitian ini menggunakan modifikasi teori kontrasepsi menurut Bertrand (1980) dan teori keputusan ber-KB menurut Upadhyay (2001). Teori kontrasepsi menurut Bertrand (1980) terdiri dari 3 faktor yaitu faktor sosial demografi, faktor sosial psikologi, dan faktor pelayanan secara langsung mempengaruhi pemakaian kontrasepsi. Menurut Upadhyay (2001) faktor yang termasuk kedalam karakteristik dan situasi individu terdiri dari sosial demografi, siklus hidup, hubungan dengan pasangan, dan persepsi terhadap KB. Sumini et al (2009) mengatakan bahwa wilayah tempat tinggal berpengaruh terhadap faktor pemberi pelayanan kesehatan (Putri, 2013).

Kerangka pikir penelitian di atas merupakan modifikasi teori Bertrand (1980) dan Upadhyay (2001). Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua variabel akan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya memasukan variabel wilayah tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, pengambilan keputusan, keterpaparan informasi, dan kunjungan petugas.    

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 dan 2012. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain potong lintang atau cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita diatas usia 35 tahun. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang tercatat pada data SDKI 2007 dan 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi subjek penelitian ini adalah wanita kawin berusia diatas 35 tahun yang menggunakan alat/cara kontrasepsi pada saat wawancara. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah wanita yang tidak bias menyebutkan jumlah anak ideal

.

Berdasarkan data yang ada, besar sampel penelitian adalah sebagai berikut.

(5)

                                                           

Gambar 2: Alur Pemilihan Sampel Penelitian Jumlah responden yang diwawancara

pada SDKI 2007 dan 2012 (SDKI 2007 = 32895) (SDKI 2012 = 45607)

Jumlah responden yang berusia < 35 tahun (SDKI 2007 = 17557) (SDKI 2012 = 27921)

Jumlah responden yang berusia ≥ 35 tahun (SDKI 2007 = 15338) (SDKI 2012 = 17686)

Jumlah responden yang tidak menggunakan alat kontrasepsi saat

wawanncara (SDKI 2007 = 7447) (SDKI 2012 = 8356)

Jumlah responden yang menggunakan alat kontrasepsi saat wawancara

(SDKI 2007 = 7891) (SDKI 2012 = 9330)

Jumlah responden yang menikah (SDKI 2007 = 7842) (SDKI 2012 = 9224)

Jumlah wanita yang bisa menyebutkan jumlah anak ideal

(SDKI 2007 = 6897) (SDKI 2012 = 8151) Jumlah responden yang tdak

menikah, tinggal bersama, cerai hidup, cerai mati, tidak tinggal

bersama (SDKI 2007 = 49) (SDKI 2012 = 106)

Jumlah wanita yang tidak bisa menyebutkan jumlah anak ideal

(SDKI 2007 = 945) (SDKI 2012 = 1071) Missing

(SDKI 2007 = 0) (SDKI 2012 = 2)

(6)

Hasil Penelitian

Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Tabel 1 Gambaran Penggunaan MKJP SDKI 2007 SDKI 2012 Variabel N (%) Variabel N (%) Non MKJP 4886 70,8 Non MKJP 6166 75,6 MKJP 2011 29,2 MKJP 1985 24,4 Total 6897 100,0 Total 8151 100,0

Proporsi wanita usia 35 tahun keatas yang menggunakan MKJP pada SDKI 2007 sebanyak 2011 wanita (29,2%), sedangkan yang menggunakan non MKJP sebanyak 4886 wanita (70,8%). Pada SDKI 2012 wanita usia 35 tahun keatas yang menggunakan MKJP sebanyak 1895 wanita (24,4%), sedangkan yang menggunakan non MKJP sebanyak 6166 wanita (75,6%).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan MKJP

(SDKI 2007)

Tabel 2

(7)

Berdasarkan hasil multivariat, diperoleh 4 variabel independen yang berhubungan dengan variabel dependen (penggunaan MKJP). Variabel tersebut adalah pendidikan, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, dan pengambilan keputusan. Interpretasi dari tabel diatas adalah sebagai berikut :

1. Wanita yang berpendidikan tinggi berpeluang 1,36 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan rendah setelah dikontrol oleh variabel jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, dan pengambilan keputusan.

2. Wanita dengan jumlah anak hidup > 2 orang berpeluang 1,29 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan jumlah anak hidup ≤ 2 orang setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, jumlah anak ideal, dan pengambilan keputusan. 3. Wanita dengan jumlah anak ideal > 2 orang berpeluang 0,72 kali lebih kecil untuk

menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan jumlah anak ideal ≤ 2 orang setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan. 4. Wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan berpeluang 1,90

kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri. Wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita dan suami/pasangan berpeluang 1,55 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri.

(8)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan MKJP

(SDKI 2012)

Tabel 3

(9)

Berdasarkan hasil multivariat, diperoleh 3 variabel independen yang berhubungan dengan variabel dependen (penggunaan MKJP). Variabel tersebut adalah pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan. Interpretasi dari tabel diatas adalah sebagai berikut :

1. Wanita yang berpendidikan tinggi berpeluang 1,71 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan rendah setelah dikontrol oleh variabel jumlah anak hidup dan pengambilan keputusan.

2. Wanita dengan jumlah anak hidup > 2 orang berpeluang 1,60 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan jumlah anak hidup ≤ 2 orang setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan pengambilan keputusan.

Wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan berpeluang 2,35 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri. Wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita dan suami/pasangan berpeluang 1,99 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri.

Pembahasan

Hasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6897 wanita usia 35 tahun keatas yang menggunakan kontrasepsi pada SDKI 2007 terdapat 2011 (29,2%) wanita yang menggunakan MKJP. Pada SDKI 2012, dari 8151 wanita yang menggunakan kontrasepsi terdapat 1985 (24,4%) wanita yang menggunakan MKJP. Pada SDKI 2007, wanita yang menggunakan IUD sebanyak 13,2%, norplan sebanyak 5,3%, MOW sebanyak 10,2%, dan MOP sebanyak 0,5%. Pada SDKI 2012, wanita yang menggunakan IUD sebanyak 8,8%, implan sebanyak 5,7%, MOW sebanyak 9,5%, dan MOP sebanyak 0,4%.

Pemodelan penggunaan MKJP pada SDKI 2007 dan 2012 menghasilkan determinan yang berbeda-beda. Pada SDKI 2007, determinan yang mempengaruhi penggunaan MKJP adalah pendidikan, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, dan pengambilan keputusan. Pada SDKI 2012, determinan yang mempengaruhi penggunaan MKJP adalah pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan. Dapat dilihat bahwa variabel pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan selalu menjadi determinan penggunaan MKJP.

Berdasarkan ketiga variabel tersebut, variabel pengambilan keputusan merupakan variabel yang paling dominan terhadap penggunaan MKJP. Nilai OR pada pengambilan keputusan yang

(10)

dilakukan oleh suami/pasangan merupakan nilai OR terbesar. Nilai OR pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan pada SDKI 2007 sebesar 1,90. Pada SDKI 2012 nilai OR pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan sebesar 2,35.

Pada SDKI 2007 dan SDKI 2012, proporsi wanita yang menggunakan MKJP paling besar pada wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB oleh suami/pasangan. Pada SDKI 2007, wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB oleh suami/pasangan berpeluang 1,81 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita saja. Wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB oleh wanita & suami/pasangan berpeluang 1,54 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita saja.

Pada SDKI 2012, wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB oleh suami/pasangan berpeluang 2,39 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita saja. Wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB oleh wanita & suami/pasangan berpeluang 2,01 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita saja.

Keputusan seseorang untuk ber-KB harus didasarkan pada keputusan diri sendiri berdasarkan informasi yang tepat dan akurat (Upadhyay, 2001). Peran seorang suami dalam program KB dinilai sangat penting karena suami dianggap sebagai penentu kebijakan keluarga. Hasil penelitian Takele et al tahun 2012 di Ethiopia menunjukkan bahwa wanita dengan pengambilan keputusan ber-KB berdasarkan keputusan bersama memiliki peluang 2,85 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang hanya berdasarkan keputusan sendiri atau pasangan.

Komunikasi merupakan bentuk pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya (Effendy dalam Anggraini dan Martini, 2011). Hal ini bertujuan untuk terwujudnya hubungan baik antara seseorang dengan orang lain. Faktor perilaku seperti berapa kali berdiskusi mengenai kontrasepsi yang akan digunakan dengan suami/pasangan menjadi penentu dalam menggunakan MKJP. Hal ini menunjukkan bahwa wanita yang sering berdiskusi dengan suami/pasangan, pernah menggunakan dan membuat keputusan bersama memiliki perilaku mendukung penggunaan MKJP (Takele et al, 2012).

(11)

Penentuan pengambilan keputusan dalam keluarga sebagian besar masih di dominasi oleh suami. Suami diposisikan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah sedangkan istri diposisikan sebagai ibu rumah tangga dan penyelenggara kegiatan rumah tangga sehari-hari. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan pandangan tentang posisi wanita dan pria dalam masyarakat, sehingga hak dan kewajibannya pun berbeda. Secara kultural pria masih dominan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga.

Menurut Robey et al (1992), berdasarkan beberapa penelitian menunujukkan bahwa seorang wanita menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi selain disebabkan oleh ketakutan terhadap efek samping, tidak tersedianya alat, akses terhadap kontrasepsi, juga disebabkan oleh ketidaksetujuan suami (Palamuleni, 2013). Berdasarkan Nwankwo dan Ogueri (2006), Persetujuan suami juga sangat penting dalam penerapan penggunaan kontrasepsi. Terutama pada masyarakat tradisional, dimana setiap permasalahan dibahas bersama pasangan dan suami adalah pengambil keputusan utama (Palamuleni, 2013).

BKKBN (2011) menyebutkan bahwa proses pengambilan keputusan ber-KB merupakan salah satu keterlibatan pria dalam KB. Selain itu, pria juga harus memiliki pengetahuan tentang KB sehingga dapat membantu istri dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan pria dalam ber-KB merupakan tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-ber-KB serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya.

Bentuk keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Bentuk partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu metode kontrasepsi, seperti kondom, vasektomi, senggama terputus, maupun pantang berkala. Bentuk partisipasi pria secara tidak langsung adalah dalam hal mendukung istri dalam ber-KB. Dukungan tersebut antara lain memilih kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istri, membantu istri dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, membantu mencari pertolongan bila terjadi komplikasi maupun efek samping, mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan, dan membantu istri dalam mencari alternatif bila kontrasepsi yang digunakan tidak cocok.

(12)

Kesimpulan

1. Wanita usia 35 tahun keatas yang menggunakan MKJP pada SDKI 2007 sebanyak 29,2% sedangkan pada SDKI 2012 sebanyak 24,4%.

2. Faktor yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada SDKI 2007 dan SDKI 2012 adalah pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan.

a. Wanita usia 35 tahun keatas yang berpendidikan > SMP berpeluang 1,36 – 1,71 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita usia 35 tahun keatas yang berpendidikan ≤ SMP setelah dikontrol oleh variabel jumlah anak hidup dan pengambilan keputusan.

b. Wanita usia 35 tahun keatas dengan jumlah anak hidup > 2 orang berpeluang 1,29 – 1,60 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan jumlah anak hidup ≤ 2 orang setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan pengambilan keputusan.

c. Wanita usia 35 tahun keatas dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan berpeluang 1,90 – 2,35 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri. Wanita usia 35 tahun keatas dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita dan suami/pasangan berpeluang 1,55 – 1,99 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibanding wanita dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh wanita sendiri. 3. Faktor yang paling berperan dengan penggunaan MKJP pada SDKI 2007 dan SDKI 2012

adalah pengambilan keputusan oleh suami/pasangan.

Saran

Saran terhadap Program

1. Melibatkan suami dalam setiap kegiatan keluarga berencana seperti KIE dan inform consent, sehingga suami dapat memahami dan membantu istri dalam menentukan kontrasepsi yang akan digunakan.

(13)

2. Upaya peningkatan kualitas pelayanan MKJP, seperti penyiapan sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini dianggap penting karena MKJP memerlukan pelayanan oleh tenaga terlatih dan mengikuti Standard Operasional Procedure (SOP).

3. Konten dan keefektifitasan pesan pada media massa yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan dan penggunaan MKJP serta pelayanan kesehatan reproduksi lainnya perlu ditetapkan.

4. Penyediaan dukungan sarana KIE yang lengkap, baik berupa konseling, melalui media informasi, dan berbagai pertemuan.

5. Meningkatkan peran petugas KB, provider, tokoh agama, tokoh masyarakat serta meningkatkan kerjasama lintas sektor.

6. Mengingat peserta MKJP masih rendah di perdesaan, pada kelompok dengan keluarga dengan status ekonomi rendah, dan pendidikan rendah maka perlu upaya-upaya pendekatan pada kelompok-kelompok tersebut termasuk wilayah yang sulit terjangkau.

Saran untuk Peneliti Selanjutnya

1. Penambahan variabel seperti pengetahuan mengenai kontrasepsi seperti efektifitas, kelebihan dan kekurangan maupun efek samping dari alat kontrasepsi tersebut.

2. Penambahan variabel faktor pelayanan seperti ketersediaan alat, dukungan petugas, dan cakupan pelayanan.

3. Penambahan variabel lain seperti sikap dan dukungan keluarga

Daftar Referensi

Afda’tiyah, Robbiatul. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Akseptor KB di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan (Analisis Data SDKI 2012). Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Anggraini, Y., & Martini. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima Press. Anisa, Aldila Rizki. Hubungan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dengan

(14)

Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Margajaya Kota Bekasi Tahun 2013. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Anonim. (2013). “Family Planning Worldwide 2013 Datasheet”. http://www.prb.org/Publications/Datasheets/2013/family-planning-worldwide-2013.aspx Diakses pada tanggal 19 Januari 2014 pukul 22.01

Anonim. (2010). “Maternal Mortality”.

http://mchb.hrsa.gov/whusa10/hstat/mh/pages/237mm.html Diakses pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 22.08

Anonim. (2014). “US and World Population Clock” http://www.census.gov/popclock/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014 pukul 13.21

Anonim. http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/pil.htm. Diakses pada tanggal 6 Februari 2014 pukul 15.17

Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metoda Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Asih, Leli dan Juliaan, Flourisa. (2010). Pola Pemakaian Kontrasepsi. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: Puslitbang KB dan KR BKKBN.

Asih, Leli dan Oesman Hadriah. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: Penerbit KB dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN. Badan Pusat Statistik. Pedoman BPS Provinsi: Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia.http://demografi.bps.go.id/phpFileTree/sdki/BahanAjarSDKI2007/Lainnya/flas hpaper/p-Propinsi.swf. Diakses pada tanggal 14 Februari 2014 pukul 12.20

Besral. (2012). Bahan Kuliah Manajemen dan Analisis Data 3. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Betrand, Jane. T. (1980). Audience Research for Improving Family Planning Communication Programs. United States of America: The Community and Family Study Center.

Bouvier, Leon. F dan Bertrand, Jane. T. (1999). World Population. United States of America: Seven Locks Press.

Budisantoso, S. I. (2009). Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia .

Davis, Kingsley & Blake, Judith. (1956). Social Structure and Fertility : An Analytic Framework. Economic Development and Cultural Change, 211-235.

Evaluasi Pelaksanaan Program KB Nasional. (2009). Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Freedman, Ronald. (1975). The Sociology of Human Fertility. United of America: Irvington Publisher.

(15)

Gebremariam, A., & Addissie, A. (2014). Intention to Use Long Acting and Permanent Contraceptive Methods and Factors Affecting it Among Married Women in Adigrat Town, Tigray, Northern Ethiopia. Reproductive Health , 11-24.

Hastono, Susanto Priyo. (2006). Modul Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Katwijk, C., & Peeters, L. (1998). Clinical Aspects of Pregnancy After The Age of 35 Years : A Review of The Literature. Human Reproduction Update, 185-194.

Laguna, Elma P, Anna Liza C. Po, dan Aurora E. Perez. (2000). Contraceptive Use Dynamics in the Philippines: Determinants of Contraceptive Method Choice and Discontinuation. Calverton, Maryland: ORC Macro.

Laporan Pendahuluan SDKI 2012 Laporan SDKI 2007

Laporan SDKI 2012

Nasution, Sri Lilestina. (2011). Analisis Lanjut 2011: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan MKJP di Enam Wilayah di Indonesia. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Sejahtera.

Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Palamuleni, M. E. (2013). Socio-Economic and Demographic Factors Affecting Contraceptive Use in Malawi. African Journal of Reproductive Helath , 91-104.

Pedoman Hidup Sehat, Diadaptasi dari Facts for Life Third Edition. (2002). New York: UNICEF. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi. (2010). Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei di Indonesia Tahun 2010. Jakarta: BKKBN Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi.

Putri, Maharani Dewi. (2013). Kebutuhan KB tidak Terpenuhi (Unmet Need) pada Wanita Menikah 2 Tahun Pascasalin (Analisis Lanjut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007). Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Sensus Penduduk 2010

Sudiarti, Efy. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Pemakaian Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon Tahun 2012. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

(16)

Takele, A., Degu, G., & Yitayal, M. (2012). Demand for Long Acting and Permanent Methods of Contraceptives and Factors for Non-Use Among Married Woman of Goba Town, Bale Zone, South East Ethiopia. Repoductive Health , 9-26.

Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1992 Undang-Undang RI No. 52 Tahun 2009

Upadhyay, D Ushma. (2001). “Informed Choice in Family Planning: Helping People Decide,” Population Reports. seies J, Number 50. www.k4health.org sites default files j50.pdf Diakses pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 20.53

Vahdat, H. L., L'Engle, K. L., Plourde, K. F., Magaria, L., & Olawo, A. (2013). There are Some Question You May Not Ask in A Clinic: Providing Contraception Information to Young People in Kenya Using SMS. International Journal of Gynecology and Obstetrics.

Verawaty, Reni. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Wanita pada Istri Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Bintan Timur Tahun 2013. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Wang, W., Alva, S., Winter, R., & Burgert, C. (2013). Contextual Influences of Modern Contraceptive Use Among Rural Women in Rwanda and Nepal. Calverton, Maryland, USA: ICF International.

Wudie, Shimels. (2013). Assessment of Factors Affecting the Use of Long-Acting Reversible Contraceptive Methods Among Married Women of Reproductive Age Group in Debre

Markos District, North West, Ethiopia.

http://www.researchgate.net/profile/Shimels_Gudaynhe/publication/257155677_Assessm

ent_of_factors_affecting_the_use_of_long-Acting_reversible_contraceptive_methods_among_married_women_of_reproductive_age _group_in_Debre_Markos_district_North_West_Ethiopia/file/9c96052495e35da3b6.pdf? origin=publication_detail. Diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 20.07

Gambar

Gambar 1 : Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan  dengan Penggunaan MKJP pada Wanita Usia 35 Tahun Keatas 	
  
Gambar 2: Alur Pemilihan Sampel Penelitian Jumlah responden yang diwawancara
Tabel 1  Gambaran Penggunaan MKJP  SDKI 2007  SDKI 2012  Variabel  N  (%)  Variabel  N  (%)  Non MKJP  4886  70,8    Non MKJP  6166  75,6  MKJP  2011  29,2    MKJP  1985  24,4  Total  6897  100,0    Total  8151  100,0

Referensi

Dokumen terkait

Kata kunci : Struktur Modal, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Penjualan, Struktur

Water Sampler berfungsi untuk pengambilan sampel air pada kedalaman tertentu dengan sistem pengambilan air Vertical dengan kapasitas botol 2.2 lt, 3.2 lt atau 4.2 lt. Grab

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. © Wildan Nurul Aini 2016

Jadi nilai MSE yang rendah dan nilai PSNR yang tinggi akan lebih baik dalam hasil pemrosesan citra yang terkena derau....

Pada proses ini akan dibuat rangkaian citra resolusi rendah dari citra tunggal resolusi tinggi. Citra resolusi tinggi yang digunakan sebagai masukan pada proses

Kebiasaan bertafakur serta pengalaman-pengalaman yang dilaluinya melalui jalur alamiah; menjadi yatim, mengembala kambing, tinggal dalam lingkungan bani Saad, safar dan berdagang

Ini adalah klaim kebenaran, yang ketika kita bertetangga dengan orang agama lain, kita bisa mengatakan ‗saya ada kebenaran dan mereka tidak‘, tapi di sisi lain juga mengatakan

tafsi&gt;r ‘ilmi&gt; dan mengkaji aspek korelasi antara tafsir ayat dengan teori ilmu pengetahuan modern yang digunakan Tim Penyusun Tafsir Salman dalam menafsirkan