• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN

BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

Oleh:

Sri Harteti1 dan Kusumoantono2

1Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor

  Abstract

Indonesia has a high level of biodiversity. But now, the degradation of biodiversity in Indonesia keeps happening. Because of that, many plants and wild animals extinct, one of them is Balinese Starling bird (Leucopsarrotschildi). The government already made some policies to solve the population degradation of wild animals, one of it is Policy of Forestry Minister P.19/Menhut-II/2005 I about the Captive Breeding of Plant and Wild Animals. This policy is already done by CV. SA Citeureup BF since December, 2012. The purpose of this study is to analyze the policy’s implementation of Balinese Starling at CV. SA Citeureup BF. This study was done at February, 2017. The data’s collection method is through observation, interview, and literature review. Data’s analysis is done by policy’s analysis and descriptive analysis. This study showed that CV. SA Citeureup BF already did captive breeding activity in a controlled environment. The origins of these birds are legal and there are 19 couples of them. The bird’s marking activity was done through ring’s placementand documented through sertificates. This captive breeding activity is done by proffesionals. The restocking of Balinese Starling to West Bali National Park was done and it is in line with government’s policy P.19/Menhut-II/2005 about the Captive Breeding of Plants and Wild Animals.

Key words: policy’s implementation, captive breeding. Balinese Starling bird

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Namun saat ini, penurunan keanekaragaman hayati terus terjadi di Indonesia. Akibatnya banyak tumbuhan dan satwa liar yang punah. Oleh karena itu perlu upaya berbagai pihak untuk melestarikan tumbuhan dan satwa liar yang hampir punah tersebut. Salah satu jenis satwa liar yang hampir punah adalah burung jalak Bali (Leucopsar rotschildi). Penyebab utama terancamnya keberadaan burung

ini adalah kerusakan hutan yang merupakan habitatnya dan meningkatnya intensitas perburuan terhadap burung tersebut.

Menurut Kemenhut (2008), jalak Bali merupakan satwa endemik Bali (khususnya daerah bagian barat-utara) dan memiliki sebaran terbatas dengan jumlah populasi alami yang sangat kecil. Habitat mengalami penyusutan drastis baik kualitas maupun kuantitas. Ancaman utama terhadap populasi berasal dari perburuan. Jalak Bali dimasukkan kedalam kategori Kritis oleh

(2)

International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan terdaftar dalam Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

(CITES).

Beberapa kebijakan telah dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi penurunan populasi burung jalak Bali. Kebijakan tersebut diantaranya adalah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018, dan Rencana Induk (Grand Design) Pelestarian Curik Bali di

Taman Nasional Bali Barat 2013 – 2017.

Salah satu kebijakan yang telah diimplementasikan adalah penangkaran jalak Bali. Penangkaran jalak Bali telah dilakukan oleh CV. SA Citeureup BF. CV. SA Citeureup BF sejak bulan Desember 2012 telah melakukan kegiatan penangkaran tersebut. Lokasi penangkaran berada di Bogor, Jawa Barat. Penangkaran tersebut bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dan ikut serta dalam kegiatan konservasi. Untuk menilai implementasi penangkaran yang dilakukan CV. SA Citeureup BF, perlu dikaji kesesuaian implementasi kebijakan penangkaran yang dilakukan tersebut dengan peraturan perundangan terkait.

B. Rumusan Masalah

Penangkaran jalak Bali harus dilakukan secara profesional yaitu dengan manajemen yang baik, penguasaan teknik penangkaran yang tepat dan kesediaan sarana dan prasarana yang memadai sehingga mencapai target yang diinginkan yaitu peningkatan populasi. Untuk mendapatkan informasi menyeluruh tentang implementasi penangkaran burung jalak Bali di CV. SA Citeureup BF, perlu dikaji bagaimana kebijakan penangkaran jalak Bali diimplementasikan. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam kajian ini adalah: “Bagaimana kebijakan penangkaran jalak Bali diimplementasikan?”

C. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan penangkaran jalak Bali di CV. SA Citeureup BF.

(3)

II. METODOLOGI KAJIAN

Kajian ini dilakukan di CV. SA Citeureup BF yang berada di Bogor, Jawa Barat. Kajian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017.

Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah alat tulis, meteran, perekam suara, dan kamera. Instrumen yang digunakan dalam kajian ini adalah panduan wawancara.

Jenis data yang dikumpulkan dalam kajian berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi. Wawancara menggunakan panduan wawancara dengan unit sampel yaitu direktur, komisaris, dan karyawan CV. SA Citeureup BF dan petugas Balai Besar Konservasi SumberDaya Alam Jawa Barat. Jumlah responden sebanyak 8 orang. Kegiatan observasi dilakukan terhadap aktivitas penangkaran jalak Bali yang dilakukan penangkar. Selain itu dilakukan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka. Pustaka dikumpulkan melalui Laporan Rencana Kerja Tahun 2017, laporan bulanan dan peraturan perundangan terkait penangkaran tumbuhan dan satwa liar.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan. Teknik analisis data dilakukan melalui analisis peraturan dan analisis deskriptif. Analisis peraturan perundang-undangan dilakukan terhadap P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar.

III. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN JALAK BALI

Implementasi kebijakan penangkaran Jalak Bali dianalisis dengan peraturan perundangan yaitu P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Hasil analisis peraturan diuraikan di bawah ini:

A. Bentuk Penangkaran

Kegiatan penangkaran yang dilakukan CV. SA Citeureup BF adalah pengembangbiakan satwa. Hal ini sesuai dengan pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 bahwa “pengembangbiakan satwa adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyak individu melalui cara reproduksi kawin maupun tidak kawin dalam lingkungan buatan dan atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya”.

Menurut pasal 4 bahwa penangkaran tumbuhan dan satwa liar berbentuk: pengembangbiakan satwa, pembesaran satwa dan perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol. Adapun pengembangbiakan satwa terdiri dari: pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol (captive breeding) dan pengembangan

(4)

maka bentuk penangkaran burung jalak Bali yang dilakukan CV. SA Citeureup BF adalah pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol (captive breeding).

Pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol merupakan kegiatan memperbanyak individu anakan melalui cara-cara reproduksi dari spesimen induk baik kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) di dalam lingkungan terkontrol. Lingkungan

terkontrol merupakan lingkungan buatan di luar habitat alaminya, yang dikelola untuk tujuan memproduksi jenis-jenis satwa tertentu dengan membuat batas-batas yang jelas untuk mencegah keluar masuknya satwa, telur atau gamet, baik berupa kandang, kolam dan sangkar maupun lingkungan semi alam. Lingkungan terkontrol berupa kandang, kolam dan sangkar.

Syarat lingkungan terkontrol untuk pengembangbiakan satwa adalah:

1) Adanya fasilitas yang berbeda untuk penempatan induk dan keturunannya serta penempatan spesimen yang sakit.

CV. SA Citeureup BF memiliki 4 jenis kandang yaitu kandang inkubator, kandang pembesaran, kandang peraga dan kandang kawin. Namun untuk burung yang sakit belum disediakan kandang khusus. Perlakuan untuk burung yang sakit adalah dilakukan perawatan makan, minum, obat dan vitamin.

Empat jenis kandang yang dimiliki CV. SA Citeureup BF adalah:

a. Anak burung jalak Bali (piyik) yang berumur 7-30 hari ditempatkan di kandang inkubator yang berukuran panjang 50 cm, lebar 90 cm dan tinggi 67 cm (Gambar 1). Suhu pada inkubator berkisar antara 30–31oC. Tujuan penempatan piyik pada kandang inkubator adalah membesarkan piyik agar bulu badannya tumbuh rapat sehingga mampu hidup di luar kandang inkubator.

Gambar 1. Kandang inkubator

b. Anak burung jalak Bali yang berumur 1-2 bulan ditempatkan di kandang pembesaran yang tidak permanen (Gambar 2). Fungsi kandang pembesaran adalah untuk melatih anak burung agar bisa makan sendiri dan badannya lebih kuat.

(5)

Gambar 2. Kandang pembesaran

c. Anak burung jalak Bali yang berumur lebih dari 2 bulan ditempatkan di kandang peraga (Gambar 3). Kandang ini berukuran panjang 2.5 m, lebar1,7 m dan tinggi 2.5 m. Kandang ini berfungsi untuk membesarkan burung agar siap dijual dan dijadikan induk.

Gambar 3. Kandang peraga

d. Induk burung jalak Bali yang berumur 2 tahun ditempatkan di kandang kawin yang dibangun permanen dengan ukuran panjang 3 m, lebar 1 meter dan tinggi 3 meter (Gambar 4). Fungsi kandang tersebut adalah tempat berkembang biak. Jumlah kandang yang tersedia sebanyak 28 unit yang diisi satu pasang burung jalak Bali per kandang.

(6)

Gambar 4. Kandang kawin

2) Adanya pembuangan limbah, fasilitas kesehatan, perlindungan dari predator dan penyediaan pakan.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan penangkaran jalak Bali di CV. SA Citeureup BF adalah kotoran burung dan sisa pakan. Limbah ini dikumpulkan dan dibuang ke dalam lubang untuk dijadikan pupuk. Fasilitas kesehatan yang disediakan adalah obat-obatan dan vitamin (Gambar 5).

Gambar 5. Obat-obatan dan vitamin untuk burung jalak Bali

Menurut Mas’ud (2010) bahwa, faktor penting lain yang harus diperhatikan adalah makanan, karena makanan merupakan unsur penting bahkan sebagai faktor pembatas bagi usaha penangkaran. Jenis-jenis makanan burung jalak Bali adalah pisang kepok, pepaya, pur, dan jangkrik (Gambar 6). Untuk induk burung jalak Bali di kandang kawin diberikan 1 buah pisang kepok dan 1 potong pepaya, serta 30-40 ekor jangkrik setiap hari. Sesuai dengan pernyataan Dimitra dkk (2013), Pakan nabati yang diberikan yaitu pisang atau pepaya diberikan setiap hari pada pagi hari setelah kandang dibersihkan.

(7)

Untuk piyik diberikan pur yang dicampur dengan air panas. Pemberian makanan kepada piyik dilakukan dengan menyedokkan makanan tersebut ke mulutnya.

Gambar 6. Pakan burung jalak Bali

3) Memberikan kenyamanan, keamanan dan kebersihan lingkungan sesuai dengan kebutuhan spesimen yang ditangkarkan.

Kegiatan membersihkan kandang di . SA Citeureup BF dilakukan setiap hari mulai jam 07.00-11.00 WIB. Kandang kawin disemprot 1 bulan 1 kali dengan obat agar kandang dalam kondisi steril. Tempat minum dan mandi burung jalak Bali yang terbuat dari keramik dilakukan pergantian air setiap pagi hari.

B. Pengadaan dan Legalitas Asal Induk

Asal usul induk burung Jalak Bali CV. SA Citeureup BF adalah pembelian sah dari hasil penangkaran jalak Bali. Jumlah induk awalnya adalah 19 pasang jalak Bali. Dengan demikian asal usul induk burung Jalak Bali CV. SA Citeureup BF sudah sesuai dengan pasal 6 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005. Bunyi peraturan tersebut yaitu “induk satwa untuk keperluan pengembangbiakan dapat diperoleh dari: penangkapan satwa

(8)

dari habitat alam; sumber-sumber lain yang sah seperti: hasil penangkaran, luar negeri, rampasan, penyerahan dari masyarakat, temuan, lembaga konservasi”.

C. Pelaksanaan Pengembangbiakan

Pasal 16 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan “untuk menjaga kemurnian jenis satwa, pengembangbiakan satwa dilakukan dengan jumlah paling sedikit dua pasang atau bagi jenis-jenis satwa yang poligamus minimal dua ekor jantan”. Hal ini sudah dipenuhi oleh CV. SA Citeureup BF yaitu jumlah induk burung yang digunakan CV. SA Citeureup BF adalah 19 (Sembilan belas) pasang burung jalak Bali.

D. Penandaan dan Sertifikasi

Penandaan pada hasil penangkaran merupakan pemberian tanda bersifat permanen pada bagian tumbuhan dan satwa dengan menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan huruf. Tujuan penandaan adalah untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil penangkaran dengan spesimen dari alam.

Pasal 59 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan “tanda untuk jenis-jenis burung hidup berbentuk cincin tertutup”. Penandaan dengan cincin ini telah dilakukan oleh CV. SA Citeureup BF. Pemberian tanda ini merupakan kartu identitas bagi status satwa yang dikoleksi. Mengingat pentingnya kepastian status hukum Tumbuhan Satwa Liar, maka kegiatan penandaan menjadi salah satu prioritas bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang di wilayahnya terdapat individu, lembaga konservasi, penangkar, dan pusat penyelamatan satwa (PPS) yang mengoleksi satwa liar. CV. SA Citeureup BF melakukan pemasangan cincin pada piyik berumur 7 hari yang dipasang pada kaki kanannya.

Sertifikasi hasil penangkaran dilaksanakan oleh unit penangkaran dan disahkan oleh Kepala BKSDA. Kegiatan sertifikasi hasil penangkaran adalah: pemeriksaan asal usul, pemeriksaan identitas individu spesimen dan pendokumentasian dalam sertifikat. CV. SA Citeureup BF telah mendokumentasikan kegiatan tersebut dalam bentuk sertifikat (Gambar 7)

(9)

Gambar 7. Sertifikat burung jalak Bali

E. Standar Kualifikasi Penangkaran

Standar kualifikasi penangkaran merupakan standar bagi hasil penangkaran yang dinyatakan telah layak untuk dijual. Menurut pasal 64 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, standar kualifikasi penangkaran ditetapkan berdasarkan pertimbangan:

a. Batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa liar hasil penangkaran

Jenis burung yang ditangkarkan CV. SA Citeureup BF adalah jalak Bali yang merupakan jenis satwa yang dilindungi. Berdasarkan data pada tahun 2015 bahwa CV. SA Citeureup BF telah memiliki induk jantan 25 ekor dan induk betina 26 ekor. Pada tahun 2016 produksi jalak Bali adalah F3 sebanyak 39 ekor, F4 sebanyak 50 ekor dan F5 sebanyak 66 ekor (CV. SA Citeureup BF, 2017). Kondisi tersebut menunjukkan kemampuan reproduksi atau pembiakan jalak Bali di penangkaran terus terjadi setiap tahun.

b. Profesionalisme kegiatan penangkaran

Struktur organisasi CV. SA Citeureup BF yaitu tenaga ahli 1 orang, perawat satwa/keeper 2 orang dan tenaga administrasi 1 orang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa CV. SA Citeureup BF telah mempunyai tenaga ahli yang berpengalaman.

Berdasarkan observasi di penangkaran, maka sarana prasarana yang tersedia kandang inkubator, kawin/perkembangbiakan, pembesaran dan pemeliharaan. Legalitas asal induk sudah terpenuhi yaitu berasal dari hasil penangkaran yang telah memiliki izin. Kegiatan penandaan dilakukan dengan pemasangan cincin dan pemberian sertifikat.

(10)

c. Tingkat kelangkaan jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan

Berdasarkan tingkat kelangkaan maka status perlindungan adalah burung dilindungi yang merupakan satwa endemik di Pulau Bali. Populasi di alam menunjukkan penurunan. Keadaan populasi di penangkaran pada bulan Desember tahun 2016 adalah F3 sebanyak 73 ekor, F4 sebanyak 107 ekor dan F5 sebanyak 130 ekor

F. Pengembalian ke Habitat Alam (Restocking) dan Status Purna Penangkaran

Pasal 71 Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar menyatakan “setiap penangkar yang melakukan penangkaran wajib melakukan pengembalian ke habitat alamnya spesimen tumbuhan dan satwa liar hasil penangkaran dari jenis yang dilindungi yang telah memenuhi standar kualifikasi penangkaran sedikitnya 10% dari hasil penangkaran. Pengembalian tumbuhan dan satwa liar hasil penangkaran dilakukan bila: nilai genetik tinggi, mendekati induk, bibit atau benihnya; populasi di alam rendah; bebas penyakit; tidak cacat fisik; mampu bertahan di alam; habitat pelepasan merupakan daerah penyebaran; habitat pelepasan secara teknis mampu mengakomodasi kehidupan satwa; memperhatikan perilaku satwa”. Saat ini hasil penangkaran Jalak Bali CV. SA Citeureup BF telah dimanfaatkan untuk restocking atau

pengembalian ke habitat alaminya yaitu Taman Nasional Bali Barat.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa CV. SA Citeureup BF telah melaksanakan kegiatan penangkaran burung jalak Bali yang sesuai dengan peraturan perundangan yaitu P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Bentuk penangkaran yang dilakukan adalah pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol (captive breeding). Asal usul induk burung jalak Bali legal dari hasil penangkaran dengan jumlah

induk 19 pasang burung. Kegiatan penandaan melalui pemasangan cincin pada piyik telah dilakukan dan didokumentasikan melalui sertifikat. Jumlah populasi burung jalak Bali yang ditangkarkan mengalami peningkatan. Kegiatan penangkaran dilakukan oleh tenaga ahli yang profesional. Kegiatan pengembalian ke habitat alam (restocking) telah dilakukan ke Taman

(11)

B. Rekomendasi

Rekomendasi dari hasil kajian ini adalah:

1. Perlu menyediakan kandang khusus untuk burung jalak Bali yang sakit.

2. Perlu upaya pendataan populasi burung jalak Bali yang lebih detil yaitu laju kematian, daya tetas telur dan perkembangbiakan induk sehingga bisa ditentukan tingkat keberhasilan penangkaran secara detil.

DAFTAR PUSTAKA

CV. SA Citeureup BF. 2017. Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2017 Penangkaran Burung Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) yang Dilindungi UU Generasi F2 dan

Seterusnya Milik CV. SA Citeureup BF. CV. SA Citeureup BF. Bogor.

Dimitra A., Mustofa I., Kusnoto, Legowo,D., Kusumawati D., Setiawan B. 2013. Studi Perilaku Pasangan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) pada Kandang Breeding di Kebun Binatang Surabaya. Veterinaria Medika. 6(1):61-67.

Kementerian Kehutanan 2005. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Kementerian Kehutanan. Jakarta. Kementerian Kehutanan. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.57/Menhut-II/2008

tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 – 2018. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2012. Rencana Induk (Grand Design) Pelestarian Curik Bali di

Taman Nasional Bali Barat 2013 – 2017. Taman Nasional Bali Barat, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan. Jembrana.

Gambar

Gambar 1. Kandang inkubator
Gambar 2. Kandang pembesaran
Gambar 4. Kandang kawin
Gambar 6. Pakan burung jalak Bali
+2

Referensi

Dokumen terkait

Aktor yang berperan dalam jalak bali berbasis masyarakat adalah Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Yayasan SEKA, Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB), Balai Konservasi Sumberdaya

Peubah sosial masyarakat yang berkorelasi dengan peubah keberhasilan penangkaran jalak bali ditinjau dari peubah kelahiran dan kematian anakan adalah (1)

Peubah sosial penentu keberhasilan pelestarian jalak bali di Desa Sumberklampok adalah penghasilan, profesi responden, keanggotaan dalam organisasi penangkar jalak

PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)..

Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin jantan maupun pada betina.. Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan empat jari

Menurut [13], Jalak Bali di Hutan Tembeling, Nusa Penida paling sering menggunakan Pohon Kelapa untuk bertengger, mencari makan, dan sebagai tempat untuk berlindung

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah burung endemik Pulau Bali, dan pertama kali ditemukan oleh Erwin Stresemann pada tahun 1911 di Desa Bubunan Kecamatan Seririt

Jalak Bali merupakan salah satu burung dimorfik yang sewaktu anakan sulit dibedakan antara jantan dan betina, sedangkan pada saat dewasa burung Jalak Bali antara