• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN PASCA-AMDAL, UKL/UPL ATAU ISO PADA INDUSTRI KIMIA DI KABUPATEN BOGOR AGUS DWI WAHYONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN LINGKUNGAN PASCA-AMDAL, UKL/UPL ATAU ISO PADA INDUSTRI KIMIA DI KABUPATEN BOGOR AGUS DWI WAHYONO"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PADA INDUSTRI KIMIA

DI KABUPATEN BOGOR

AGUS DWI WAHYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengelolaan Lingkungan Pasca-AMDAL, UKL/UPL atau ISO 14001 pada Industri Kimia di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Januari 2009

Agus Dwi Wahyono (P 051064154)

(3)

Agus Dwi Wahyono, 2009. The Environmental Management of Post AMDAL,

UKL/UPL or ISO 14001 for Chemical Industry in Bogor Regency. Under direction of Imam Santosa and Surjono H.Sutjahjo.

Chemical industrial existence in Bogor Regency can support economic activities and region original income it self. On the other hand these activities can also make some problems to the environment especially for nature and environment resources degradation. The government has been made some instruments to prevent and handle the environmental impact there are mandatory rule names “AMDAL” (environmental impact assessment) or UKL/UPL (environmental management and monitoring effort) and voluntary rule names environmental management system (ISO 14001). The environmental management and monitoring implementation that had been reported routinely by the industries is still low (6 % from total industry). This research is aimed to know the environmental management performance, regulation compliance fidelity and formulating the environmental management strategic after implementation of AMDAL, UKL/UPL or ISO 14001 rules. The methods of the research are: 1) trend analysis 2) descriptive analysis and 3) analytical hierarchy process. Result of the research indicated that the environmental performance for 50% sampling industries includes in “blue-” criteria, 37.5% includes in “red+” criteria and 12.5% includes in “blue+“ criteria which is ISO 14001 certified industry. Based on the environmental compliance criteria by Proper, generally the uncertified chemical industries have been followed the environmental management but not all of environmental aspect complied with the regulation of environmental standard. The periodically environmental monitoring indicated that the industries have been fulfilled the environmental compliance, but some environmental parameter still exceed the standard such as BOD, COD, TSS, fenol, total particulate and noise. The implementation report still not fulfilled the technical guidance that mentioned on the Decree of Regional Planning and Environmental Office Head of Bogor Regency number 03C year 2007. The result of analytical hierarchy process show that the highest priority strategy of environmental management is environmental management follow up with 0.496 score, the implementation mechanism of environmental management reporting with 0.289 score and increasing communication forum on environmental management with 0.215 score.

Key words : environmental performance, environmental degradation, environmental management system, environmental monitoring program, chemical industry.

(4)

Agus Dwi Wahyono, 2009. Pengelolaan Lingkungan Pasca-AMDAL, UKL/UPL atau ISO 14001 pada Industri Kimia di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Imam Santosa dan Surjono Hadi Sutjahjo.

Keberadaan industri kimia di Kabupaten Bogor dapat menunjang kegiatan perekonomian dan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten. Namun di lain pihak kegiatan tersebut juga menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan hidup yaitu degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang dimaksud adalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan seperti pencemaran air, polusi udara, degradasi lahan, dan keterbatasan sumberdaya alam serta masalah sosial. Dokumen yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan ini adalah AMDAL/UKL-UPL yang sifatnya wajib (mandatory) dan sertifikasi SML ISO 14001 yang sifatnya sukarela (voluntary). Meskipun telah disusun kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup, namun hingga saat ini masih terdapat permasalahan lingkungan yang muncul. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena masih belum optimalnya kegiatan implementasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait baik dari segi pelaku industri, instansi pengawas kegiatan pasca-AMDAL, UKL/UPL maupun instansi lainnya serta masyarakat. Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor (2007), tercatat bahwa kuantitas implementasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dilaporkan secara rutin dari industri masih sangat kecil (6%).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja lingkungan industri kimia terhadap pengelolaan lingkungan hidup terutama pasca-AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001, mengetahui tingkat ketaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tertera pada dokumen AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001 dan merumuskan strategi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pasca-AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001 pada sektor industri kimia.

Penelitian dilaksanakan selama lima bulan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember 2008. Metode pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder, data primer berupa hasil wawancara dengan responden karyawan perusahaan, masyarakat di sekitar industri penelitian dan pihak pemangku kepentingan (stakeholder). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1) analisis kecenderungan menggunakan software SPSS versi 15 dan dilanjutkan dengan penilaian skoring berdasarkan modifikasi kriteria proper (KLH, 2008), 2) analisis ketataan menggunakan analisis deskriptif terhadap baku mutu lingkungan dan 3) analisis kebijakan menggunakan analisis hirarki proses dengan software expert choice versi 2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan lingkungan industri secara umum (50%) termasuk dalam kriteria ”biru-”; 37,5% perusahaan termasuk ”merah+” dan 12,5% perusahaan yang telah bersertifikat ISO 14001 termasuk dalam kriteria ”biru+”. Berdasarkan kriteria tersebut dapat dikatakan

(5)

beberapa upaya belum mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan kriteria ketaatan lingkungan dari Proper, maka sebagian besar perusahaan penelitian yang belum bersertifikat ISO 14001 telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi beberapa upaya belum mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hasil pemantauan lingkungan kualitas air secara berkala mengindikasikan bahwa sebagian industri telah memenuhi persyaratan ketaatan lingkungan, namun masih ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu sesuai SK Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999 yaitu parameter BOD, COD, TSS dan fenol. Pemantauan kualitas udara ambien menunjukkan bahwa parameter debu masih ada yang melebihi baku mutu PP 41 tahun 1999 dan kebisingan masih ada yang melebihi baku tingat kebisingan yang tertuang dalam Kep 48/MENLH/II/1996. Dilihat dari sistematika pelaporan masih belum memenuhi petunjuk teknis sesuai SK Kepala Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor No. 03C tahun 2007.

Hasil analisis hirarki proses menunjukkan bahwa sebagai aktor yang lebih berperan di dalam penentuan kebijakan pengelolaan lingkungan adalah instansi pembina dalam hal ini DTRLH Kabupaten Bogor (0.542), dibandingkan dengan kedua aktor lainnya yaitu industri kimia (0.238) dan masyarakat (0.219). Sedangkan prioritas tertinggi strategi kebijakan pengelolaan lingkungan adalah tindak lanjut pengelolaan lingkungan dengan skor 0.496, penyempurnaan mekanisme pelaporan implementasi pengelolaan lingkungan dengan skor 0,289 dan peningkatan peranan forum komunikasi dalam pengelolaan lingkungan dengan skor 0,215.

Sebagai kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar perusahaan penelitian yang belum bersertifikat ISO 14001 telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi beberapa upaya belum mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kinerja yang belum tercapai dengan baik adalah dokumentasi lingkungan dan masalah sosial terutama terkait dengan keterlibatan tenaga kerja dan pemberdayaan masyarakat. Aktor yang lebih berperan di dalam penentuan kebijakan pengelolaan lingkungan adalah DTRLH Kabupaten Bogor, sedangkan strategi kebijakan yang menjadi prioritas utama adalah tindak lanjut pengelolaan lingkungan.

Saran dalam penerapan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup adalah 1) perlu perhatian lebih dari industri terhadap masyarakat sekitarnya untuk dapat terlibat di dalam kegiatan operasional perusahaan dan melaksanakan program sosial yang lebih bermanfaat seperti pemberdayaan masyarakat, 2) perlu dilakukan sosialisasi lanjut tentang petunjuk teknis sesuai SK Kepala DTRLH Kabupaten Bogor No. 03C tahun 2007, 3) upaya tindak lanjut berupa sanksi

(punishment) dan penghargaan (reward) bagi perusahaan perlu mulai diterapkan

oleh DTRLH Kabupaten Bogor untuk lebih meningkatkan tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan 4) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama bagi sektor kegiatan lainnya di luar industri kimia yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipam hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN PASCA-AMDAL, UKL/UPL ATAU ISO 14001

PADA INDUSTRI KIMIA DI KABUPATEN BOGOR

Oleh :

Agus Dwi Wahyono

(P 051064154)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains

Pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengelolaan Lingkungan Pasca AMDAL, UKL/UPL atau ISO 14001 pada Industri Kimia di Kabupaten Bogor

Nama : Agus Dwi Wahyono NRP : P 051064154

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Imam Santosa, MS Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS

Ketua Anggota

Diketahui : Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, atas dielesaikannya tesis ini yang berjudul ”Pengelolaan Lingkungan Pasca AMDAL, UKL/UPL atau ISO 14001 pada Industri Kimia di Kabupaten Bogor”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.Ir. Imam Santosa MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan dan penyusunan tesis ini, semoga amal ibadahnya mendapat ridho dari Allah swt.

Bogor, Januari 2009

(11)

Agus Dwi Wahyono. Penulis lahir di Banjarnegara - Jawa Tengah pada tanggal 04 Agustus 1963. Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD Taman Maluku Semarang diselesaikan pada tahun 1976, kemudian dilanjutkan di SMPN 2 Semarang dan selesai pada tahun 1979 serta lulus dari SMAN 1 Semarang pada tahun 1982. Gelar sarjana diperoleh pada tahun 1987 dari Institut Pertanian Bogor, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan pada tahun 2007 mengikuti pendidikan Magister (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga telah mengikuti pendidikan informal antara lain : Kursus Dasar-Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (tipe A) yang dilaksanakan di PSL UNILA Lampung pada tahun 1988, Kursus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bidang PU di Jakarta pada tahun 1991, Kursus Pemodelan / Simulasi Hydrodinamika yang dilaksanakan di ITB Bandung pada tahun 1993, Kursus Penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (tipe B) yang dilaksanakan di PPLH-LP IPB Bogor pada tahun 1994, Pelatihan Pengenalan ISO 14001 yang dilaksanakan di Jakarta tahun 1997 dan Pelatihan Audit Internal Sistem Manajemen Mutu 9001 : 2000 yang dilaksanakan di Jakarta pada tahun 2006.

Riwayat pekerjaan penulis yaitu sebagai Kepala Pabrik PT Umas Jaya Farm di Lampung dari tahun 1987 sampai 1990. Sejak tahun 1990 sampai saat ini penulis bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi PT Wiratman & Associates di Jakarta, dan saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Teknik Lingkungan.

Bogor, Januari 2009 Agus Dwi Wahyono

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Kerangka Pemikiran... 3 1.3. Perumusan Masalah ... 6 1.4. Tujuan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 9

2.2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 ... 11

2.3. Studi Lingkungan... 15

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu... 16

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 18

3.1. Geografis Kabupaten Bogor ... 18

3.2. Perkembangan Kondisi Industri di Kabupaten Bogor ... 18

3.2.1. Industri Nonfasilitas ... 20

3.2.2. Industri dengan Fasilitas... 20

3.3. Permasalahan Industri di Kabupaten Bogor... 21

(13)

IV. METODE PENELITIAN... 32

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 32

4.2. Lingkup Penelitian ... 32

4.2.1. Industri yang Diteliti ... 32

4.2.2. Wilayah Studi ... 33

4.2.3. Obyek Penelitian ... 33

4.2.4. Populasi Sampel ... 35

4.3. Rancangan Penelitian... 36

4.3.1. Studi Kinerja Pengelolaan Lingkungan ... 36

4.3.2. Studi Tingkat Ketaatan Pengelolaan Lingkungan ... 42

4.3.3. Perumusan Strategi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 47

5.1. Kinerja Pengelolaan Lingkungan Industri Kimia ... 47

5.1.1. Dokumentasi Lingkungan ... 47

5.1.2. Kinerja Pengendalian Limbah Cair ... 52

5.1.3. Kinerja Pengendalian Kualitas Udara ... 66

5.1.4. Kinerja Pengendalian Limbah Padat B3... 77

5.1.5. Masalah Sosial... 79

5.1.6. Rangkuman Penilaian Kinerja Lingkungan Perusahaan ... 83

5.2. Ketaatan Lingkungan Organisasi ... 87

5.2.1. Pengendalian Limbah Cair ... 87

5.2.2. Pengendalian Kualitas Udara ... 89

5.2.3. Sistematika Pelaporan Implementasi... ...90

5.3. Strategi Kebijakan Implementasi Pengelolaan Lingkungan ... 91

5.3.1. Hasil Analisis Kebijakan ... 92

5.3.2. Tindak Lanjut Pengelolaan Lingkungan ... 95

5.3.3. Penyempurnaan Mekanisme Pelaporan Implementasi Pengelolaan Lingkungan ... 98

5.3.4. Peningkatan Peranan Forum Komunikasi dalam Pengelolaan Lingkungan... 100

(14)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 102

6.1. Kesimpulan ... 102

6.2. Saran... 103

DAFTAR PUSTAKA... 104

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kinerja lingkungan

dan implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001... 17

2. Frekuensi pelaporan dokumen pasca-AMDAL atau UKL/UPL ... 23

3. Distribusi responden masyarakat di sekitar industri... 36

4. Kategori penilaian kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan ... 42

5. Responden stakeholder ... 44

6. Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty (1993)... 46

7. Hasil penilaian kinerja berdasarkan dokumentasi lingkungan ... 51

8. Kecenderungan konsentrasi pH ... 54

9. Kecenderungan konsentrasi TSS ... 55

10. Kecenderungan konsentrasi BOD ... 57

11. Kecenderungan konsentrasi COD ... 59

12. Kecenderungan konsumsi energi listrik dan air ... 62

13. Hasil penilaian kinerja berdasarkan pengelolaan limbah cair ... 65

14. Kecenderungan konsentrasi CO ... 67

15. Kecenderungan konsentrasi NO2 ... 69

16. Kecenderungan konsentrasi SO2... 70

17. Kecenderungan konsentrasi debu ... 71

18. Kecenderungan tingkat kebisingan... 73

19. Hasil penilaian kinerja berdasarkan pengelolaan polusi udara... 76

20. Hasil penilaian kinerja berdasarkan pengelolaan limbah B3 dan masalah sosial ... 78

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Diagram alir perumusan masalah ... 7

3. Perkembangan jumlah industri kimia di Kabupaten Bogor ... 20

4. Kondisi kualitas BOD Sungai Cileungsi (2005-2007) ... 22

5. Kondisi kualitas COD Sungai Cileungsi (2005-2007) ... 22

6. Peta lokasi penelitian ... 32

7. Kecenderungan konsentrasi pH pada outlet IPAL (sertifikat ISO 14001)... 54

8. Kecenderungan konsentrasi pH pada outlet IPAL (nonsertifikat ISO 14001)... 54

9. Kecenderungan konsentrasi TSS pada outlet IPAL (sertifikat ISO 14001)... 56

10. Kecenderungan konsentrasi TSS pada outlet IPAL (nonsertifikat ISO 14001)... 56

11. Kecenderungan konsentrasi BOD pada outlet IPAL (sertifikat ISO 14001)... 57

12. Kecenderungan konsentrasi BOD pada outlet IPAL (nonsertifikat ISO 14001)... 58

13. Kecenderungan konsentrasi COD pada outlet IPAL (sertifikat ISO 14001)... 59

14. Kecenderungan konsentrasi COD pada outlet IPAL (nonsertifikat ISO 14001)... 59

15. Kecenderungan pemakaian listrik (sertifikat ISO 14001) ... 61

16. Kecenderungan pemakaian listrik (nonsertifikat ISO 14001) ... 62

17. Kecenderungan pemakaian air (sertifikat ISO 14001) ... 63

18. Kecenderungan pemakaian air (nonsertifikat ISO 14001) ... 64

19. Kecenderungan konsentrasi CO (sertifikat ISO 14001) ... 67

(17)

21. Kecenderungan konsentrasi NO2 (sertifikat ISO 14001)...69

22. Kecenderungan konsentrasi NO2 (nonsertifikat ISO 14001)...69

23. Kecenderungan konsentrasi SO2 (sertifikat ISO 14001)...70

24. Kecenderungan konsentrasi SO2 (nonsertifikat ISO 14001)...71

25. Kecenderungan konsentrasi debu (sertifikat ISO 14001)...72

26. Kecenderungan konsentrasi debu (nonsertifikat ISO 14001)...72

27. Kecenderungan tingkat kebisingan (sertifikat ISO 14001)...73

28. Kecenderungan tingkat kebisingan (nonsertifikat ISO 14001)...74

29. Distribusi bantuan sosial kepada masyarakat...80

30. Jenis dampak yang dirasakan masyarakat sekitar...81

31. Persentase penilaian kinerja pengelolaan lingkungan (ISO14001)...86

32. Persentase penilaian kinerja pengelolaan lingkungan (nonISO14001)...86

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman 1. Daftar industri kimia yang melakukan implementasi pengelolaan

lingkungan ... 106

2. Panduan penilaian kinerja lingkungan industri kimia di Kabupaten Bogor.. 108

3. Hasil penilaian kinerja perusahaan ... 115

4. Data hasil pemantauan air limbah periode 2004-2007 PT SU ... 118

5. Hasil analisis regressi pemantauan kualitas air PT SU ... 120

6. Hasil pemantauan kualitas air PT DW ... 124

7. Hasil analisis regressi pemantauan kualitas air PT DW ... 125

8. Hasil pemantauan kualitas air PT IND ... 129

9. Hasil analisis regressi pemantauan kualitas air PT IND ... 130

10. Hasil Pemantauan kualitas air PT AG ... 133

11. Hasil analisis regressi pemantauan kualitas air PT AG... 134

12. Hasil pemantauan kualitas air PT M3 ... 138

13. Hasil analisis regressi pemantauan kualitas air PT M3 ... 139

14. Penilaian pengetahuan karyawan tentang lingkungan (sertifikat ISO 14001)) ... 143

15. Penilaian pengetahuan karyawan tentang lingkungan (nonsertifikat ISO 14001)... 149

16. Hasil pemantauan kualitas udara (sertifikat ISO 14001)... 153

17. Hasil pemantauan kualitas udara (nonsertifikat ISO 14001)... 154

18. Hasil analisis regresi kualitas udara (sertifikat ISO 14001) ... 153

19. Hasil analisis regresi kualitas udara (nonsertifikat ISO 14001) ... 160

20. Hasil analisis AHP kinerja pengelolaan lingkungan ... 165

21. Kuesioner kinerja dan ketaatan lingkungan ... 167

22. Daftar isian karyawan... 171

23. Kuesioner masyarakat sekitar industri... 175

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam beserta lingkungan merupakan suatu kesatuan sistem ekologis atau ekosistem yang mempunyai manfaat langsung dan tak langsung bagi manusia. Dalam ekosistem sumberdaya alam ini manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses produksi dan pendayagunaan sumberdaya alam. Seiring dengan peningkatan perkembangan penduduk secara langsung maupun tidak langsung akan diiringi dengan peningkatan kegiatan pembangunan. Pembangunan pada hakekatnya adalah gangguan terhadap keseimbangan lingkungan, yaitu usaha sadar manusia untuk mengubah keseimbangan lingkungan dari tingkat kualitas yang dianggap kurang baik ke keseimbangan baru pada tingkat kualitas yang dianggap lebih tinggi. Di sisi lain, pembangunan juga akan menimbulkan perubahan-perubahan dalam ekosistem sehingga dapat berpengaruh terhadap sumberdaya lainnya.

Kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kualitas hidup disertai peningkatan konsumsi sumberdaya alam serta degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Sebagian kalangan bisnis masih melihat bahwa lingkungan sebagai sesuatu yang tidak terbatas, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa degradasi lingkungan dapat disebabkan karena pola pendekatan yang tidak ramah lingkungan. Dalam tatanan sosial sekarang, kerusakan lingkungan dan degradasi mutu lingkungan terjadi antara lain karena adanya pelanggaran implementasi hukum lingkungan oleh kalangan bisnis, walupun tidak semuanya harus dilimpahkan ke pihak industri karena individu, masyarakat bahkan negara juga punya andil dalam kerusakan lingkungan. Meningkatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup juga disebabkan adanya egosentris daerah dalam pemanfaatan sumber daya alam. Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan juga telah terjadi di wilayah Kabupaten Bogor.

Berdasarkan laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bogor (2007), disebutkan bahwa isu utama degradasi sumberdaya alam dan lingkungan adalah rendahnya mutu air sungai, pencemaran air limbah, penurunan kualitas udara, kerusakan lahan akibat penambangan dan tingginya perusahaan yang

(20)

belum mengelola limbah B3nya dengan baik. Salah satu kontribusi terbesar yang mempengaruhi terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan tersebut adalah meningkatnya kegiatan pembangunan dan jumlah industri di Kabupaten Bogor.

Untuk mengatasi masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan diperlukan instrumen untuk pencegahan dan penanggulangan yang didukung oleh mekanisme berupa perangkat peraturan perundang-undangan. Untuk mencegah dan mengurangi pengaruh negatif dan resiko yang mungkin terjadi perlu dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang telah diatur di dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982. Peraturan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986. Kedua peraturan tersebut menyebutkan bahwa semua rencana kegiatan yang diprakirakan akan berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib disertai dengan studi AMDAL. Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Pemerintah No 29 tahun 1986 disebutkan bahwa bagi rencana usaha atau kegiatan yang tidak ada dampak pentingnya harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). Peraturan tersebut kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 23 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1999.

AMDAL atau UKL & UPL merupakan suatu kebijakan pemerintah yang sifatnya wajib (mandatory) dalam upaya pencegahan dampak lingkungan dan sekaligus merupakan bagian dari dokumen perijinan mendirikan bangunan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup pada perusahaan dapat dilakukan dengan penerapan sistem manajemen lingkungan (SML). Standar sistem manajemen lingkungan merupakan standar yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh berbagai perusahaan, diantaranya adalah standar ISO seri 14001 (SML ISO 14001). Sebagaimana telah dipahami bersama oleh segenap pemangku kepentingan (stakeholder), perolehan sertifikat ISO 14001 tentunya bukan merupakan tujuan akhir dari penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, namun merupakan langkah awal yang baik untuk senantiasa meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan prinsip continual improvement oleh suatu perusahaan. SML ISO 14001 merupakan suatu perangkat pengelolaan

(21)

lingkungan hidup yang sifatnya sukarela (voluntary) yang bertujuan untuk mencapai perbaikan pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang mengutamakan ketaatan terhadap peraturan (Hadiwiardjo, 1997).

Kedudukan RKL dan RPL dalam proses AMDAL atau UKL/UPL sangat penting, terutama pada saat operasional. Dari sudut hukum, RKL dan RPL merupakan sarana pengelolaan, pemantauan dan pengawasan atas ditaatinya ketentuan perundang-undangan yang bertalian dengan baku mutu lingkungan dan prosedur administratif untuk kepentingan inspeksi (inspection procedure) oleh instansi yang bertanggung jawab setelah ijin dikeluarkan.

Apabila suatu industri telah menerapkan hasil studi AMDAL terutama yang tertuang dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL & UPL dan telah mendapatkan sertifikat SML ISO 14001, mengindikasikan bahwa kinerja manajemen lingkungan industri tersebut dapat dikatakan baik. Berbagai perusahaan telah mempunyai dokumen AMDAL atau UKL & UPL, bahkan sudah ada yang mendapatkan sertifikat SML ISO 14001, namun dalam kenyataan di lapangan seringkali masih terjadi masalah lingkungan diantaranya berupa penurunan kualitas air sungai, pencemaran air limbah, penurunan kualitas udara, dan kerusakan lahan seperti yang tejadi di Kabupaten Bogor.

Meskipun beberapa perusahaan di Kabupaten Bogor telah memiliki sertifikat SML ISO 14001 dan telah melaksanakan implementasi pengelolaan lingkungan, namun sampai saat ini belum ada suatu informasi dan data mengenai kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan pada industri kimia. Agar program konservasi sumberdaya alam dan pencegahan terjadinya dampak negatif terhadap lingkungan dapat terlaksana dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi tentang kinerja pengelolaan lingkungan hidup pasca-AMDAL, UKL/UPL dan sertifikasi ISO 14001, sehingga diharapkan akan diperoleh informasi tentang kinerja pengelolaan lingkungan hidup industri kimia terutama di wilayah Kabupaten Bogor.

1.2. Kerangka Pemikiran

Keberadaan industri kimia di Kabupaten Bogor merupakan kegiatan yang sangat menunjang kegiatan perekonomian dan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten. Namun di lain pihak kegiatan tersebut juga menimbulkan

(22)

permasalahan terhadap lingkungan hidup setempat seperti pencemaran air, polusi udara, degradasi lahan, dan keterbatasan sumberdaya alam serta masalah sosial. Dokumen operasional yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengelolaan lingkungan ini adalah RKL dan RPL atau UKL-UPL yang sifatnya wajib

(mandatory) dan sertifikasi SML ISO 14001 yang sifatnya sukarela (voluntary).

Dengan demikian implementasi RKL dan RPL atau UKL-UPL dan SML ISO 14001 merupakan instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang bijaksana untuk dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang ada sehingga dapat dicapai sinergitas lingkungan antara aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Prosedur pengelolaan lingkungan hidup melibatkan seluruh unsur dalam perusahaan baik mulai dari pihak manajemen puncak (top management), pelaksana di lapangan serta instansi yang berwenang sebagai pengawas pelaksanaan di lapangan.

Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup telah dicanangkan sejak disyahkannya Undang-Undang No 4 Tahun 1982 hingga Undang-Undang No 23 Tahun 1997 dan implementasinya ditunjang oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Pemerintah Kabupaten Bogor telah melengkapi kebijakan tersebut melalui Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor No. 03.C Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penerapan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

Meskipun telah disusun kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup, namun hingga saat ini masih terdapat permasalahan lingkungan yang muncul. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena masih belum optimalnya kegiatan implementasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait baik dari segi pelaku industri kimia, instansi pengawas kegiatan pasca-AMDAL, UKL/UPL maupun instansi lainnya serta masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan analisis kinerja pengelolaan lingkungan hidup terutama pasca-AMDAL, UKL/UPL dan penerapan SML ISO 14001 dalam upaya penataan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan

(23)

pengendalian lingkungan hidup. Hasil studi ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana kinerja pengelolaan dilakukan dan bagaimana merumuskan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang efektif sehingga tercapai sistem pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan prinsip-prinsip perbaikan secara terus menerus (continual improvement). Diagram kerangka pemikiran penelitian ini secara sistematis seperti tertera pada Gambar 1 berikut.

Kegiatan Industri Kimia

Proses Produksi

Kebutuhan Stakeholder

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Rumusan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Industri Kimia

Review Kebijakan Analisis Kinerja

Lingkungan AMDAL/ UKL UPL SML ISO 14001 Implementasi Pengelolaan Lingkungan Hidup Review Dokumen Implementasi Permasalahan Lingkungan Pencemaran

Air Polusi Udara

Keterbatasan Sumberdaya Alam Degradasi Lahan Masalah Sosial Pengawasan

(24)

1.3. Perumusan Masalah

Implementasi RKL & RPL atau UKL & UPL dan SML ISO 14001 di beberapa industri merupakan dokumen operasional dalam pengelolaaan lingkungan hidup. Implementasi tersebut dapat melihat sejauh mana dampak lingkungan terjadi, bagaimana pengelolaan yang telah dilakukan dan sejauh mana pemantauan dampak lingkungan hidup telah dilakukan. Sehingga dengan implementasi diharapkan akan dapat mengendalikan dan mencegah dampak negatif yang akan terjadi selanjutnya.

Dalam pelaksanaannya kedua instrumen pengelolaan lingkungan hidup tersebut juga menimbulkan permasalahan di tingkat manajemen perusahaan yaitu bagaimana mengukur kinerja pengelolaan lingkungan hidup setelah penerapan RKL dan RPL atau UKL/UPL dan SML ISO 14001 dalam menjamin tercapainya peningkatan efektivitas pengelolaan lingkungan hidup secara berkesinambungan. Kinerja pengelolaan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan melakukan review terhadap kebijakan dan dokumen implementasi pengelolaan lingkungan hidup. Review kebijakan dilakukan terhadap produk yang dihasilkan oleh pemerintah yang telah ada baik pada tingkat nasional maupun regional seperti tentang baku mutu lingkungan hidup, pelaksanaan/penerapan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Sedangkan review dokumen implementasi merupakan telaah terhadap pelaporan yang telah dibuat oleh industri kimia dalam rangka mengukur dampak yang terjadi, pengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan selama operasional. Dengan melakukan review terhadap dokumen implementasi maka dapat diukur kinerja pengelolaan yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan/industri kimia.

Dengan mengetahui kinerja perusahaan/industri kimia dan kebutuhan

stakeholder akan pengelolaan lingkungan hidup yang berprinsip pada perbaikan

secara terus menerus (continual improvement), maka rumusan kebijakan lingkungan pasca AMDAL/UKL-UPL dan sertifikasi ISO 14001 dapat diformulasikan sesuai dengan kondisi yang ada.

(25)

Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang perlu dijawab adalah sebagai berikut :

a) Sejauh mana kinerja pengelolaan lingkungan hidup pada industri kimia terutama pasca-AMDAL, UKL/UPL dan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 ?

b) Bagaimana tingkat ketaatan industri kimia terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tertera dalam dokumen RKL/RPL, UKL/UPL dan/atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001 ?

c) Bagaimana strategi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pada sektor industri khususnya industri kimia pasca-AMDAL, UKL/UPL dan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 ?

Kegiatan Industri Kimia

Rumusan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Industri Kimia Review Kebijakan Review Dokumen Implementasi

Analisis Kinerja Lingkungan Implementasi Pengelolaan

Lingkungan Hidup Pengawasan

Gambar 2. Diagram alir perumusan masalah

(26)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengkaji kinerja pengelolaan lingkungan hidup setelah implementasi AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001 dikaitkan dengan kebijakan pengelolaan lingkungan pada suatu industri kimia.

Adapun tujuan khusus penelitian yang akan dicapai adalah :

a) Mengetahui kinerja lingkungan industri kimia terhadap pengelolaan lingkungan hidup terutama pasca-AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001.

b) Mengetahui tingkat ketaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tertera pada dokumen AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001.

c) Merumuskan strategi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pasca-AMDAL, UKL/UPL atau sistem manajemen lingkungan ISO 14001 pada sektor industri kimia.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (UU No. 23 Tahun 1997). Lingkungan hidup sebagai suatu sistem yang terdiri atas lingkungan alam (ecosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan sosial (sociosystem), dimana ketiga sub sistem ini saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang dinamis. Ketahanan masing masing sub sistem akan memberikan jaminan berkelanjutan yang tentunya akan memberikan peningkatan kualitas hidup setiap mahluk hidup didalamnya (Hendartomo, 2001).

Masalah lingkungan hidup pada dasarnya muncul karena dinamika penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Dampak negatif yang sering muncul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif dan memberikan manfaat yang besar terhadap manusia sering kali terjadi sebaliknya, manusia menjadi korban akibat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang paling banyak timbul, sebagai dampak dari kegiatan ekonomi dan pembangunan.

Berdasarkan implementasi UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep dalam pembangunan berkelanjutan yaitu : kondisi sumberdaya alam, kualitas lingkungan dan faktor demografi. Agar upaya pelestarian lingkungan dapat berjalan dengan baik secara efektif dan efisien serta berkelanjutan dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat pada seluruh tingkatan. Demikian juga penegakan hukum harus berjalan dengan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik.

(28)

Menurut Marcus and Willig (1997), manajemen lingkungan berdasarkan orientasi kebijakannya secara umum dapat dibagi 2 yaitu manajemen berorientasi pemenuhan (regulation compliance) dan orientasi setelah pemenuhan (beyond compliance):

a).Orientasi pada pemenuhan (regulation compliance).

Kebijakan ini merupakan awal pemikiran manajemen lingkungan di perusahaan. Berangkat dari pemikiran akan akibat yang ditimbulkan oleh aktifitas perusahaan yang dapat merugikan keberlangsungan bisnis perusahaan maka ketaatan terhadap peraturan pemerintah perlu diterapkan semaksimal mungkin untuk menghindari penalti atau denda lingkungan, klaim dari masyarakat sekitar, dan lain lain. Kebijakan yang dimaksud adalah penerapan metoda reaktif, ad-hoc, dan pendekatan end-of-pipe dalam pengelolaan lingkungan seperti menanggulangi masalah polusi udara dengan peralatan penyaring udara (bag filter) dan limbah cair teknologi pengolah air limbah.

b). Orientasi setelah pemenuhan (beyond compliance).

Berangkat dari pemikiran bahwa cara tradisional menangani isu lingkungan dalam cara reaktif, adhoc, pendekatan end-of-pipe telah terbukti tidak efisien. Seiring kompetisi yang semakin meningkat dalam pasar global yang semakin berkembang, hukum lingkungan dan peraturan menerapkan standar baru bagi sektor bisnis di seluruh bagian dunia. Terdapat pendapat bahwa kinerja lingkungan yang baik tidak hanya masalah hukum dan moral. Pengurangan polusi berarti juga peningkatan efisiensi sumberdaya dan peningkatan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja sehingga tenaga kerja dapat lebih produktif.

Sesuai dengan perkembangan pemahaman manajemen lingkungan, orientasi setelah pemenuhan juga bermacam tahapnya, namun umumnya bermuara pada tahap pencapaian kondisi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable

development) sekaligus integrasi bisnis lingkungan dalam konsep 'triple bottom

line', sesuai prinsip yang dinyatakan dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992.

Orientasi kebijakan lingkungan tersebut saat ini telah diteliti oleh beberapa ahli diantaranya adalah oleh Kwon, et al. (2000) dari Korea. Penelitian tersebut

(29)

menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang menjadikan motivasi dari suatu perusahaan untuk mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan, yaitu tekanan internasional, peraturan perundang-undangan nasional, dan tekanan pasar bebas. Namun orientasi kebijakan ini harus dilihat secara menyeluruh, dan tidak pada pendekatan isu lingkungan tunggal. Akan terdapat pendekatan yang berbeda karena satu perusahaan dapat bersikap reaktif, antisipatif, atau proaktif pada isu-isu lingkungan yang berbeda tergantung pada sentralitasnya pada bisnis, masyarakat, minat penegak hukum, dan lain-lain.

Kebijakan adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dapat dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sanim (2003), menyebutkan bahwa tahapan kebijakan terdiri dari fase formulasi kebijakan dan fase implementasi kebijakan, sedangkan analisis kebijakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan.

2.2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001

Manajemen lingkungan saat ini telah banyak mengalami perubahan yang cukup berarti terutama dimulai sejak awal 1990an. Penelitian mengenai efek dan akibat penerapan manajemen lingkungan telah banyak dilakukan terutama sejak munculnya ISO 14001 di tahun 1996. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota perusahaan dan proses penggunaan sumber daya perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang sudah ditetapkan. Sedangkan menurut Terry & Franklin (1999), manajemen diartikan sebagai proses tertentu yang terdiri atas kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu di sekitar subyek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumberdaya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dalam istilah manajemen adalah

(30)

upaya terpadu yang dilakukan oleh manusia dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup (Satriago, 1996). Manajemen lingkungan selama ini sebelum adanya ISO 14001 berada dalam kondisi terpecah-pecah dan tidak memiliki standar tertentu dari satu daerah dengan daerah lain, dan secara internasional berbeda penerapannya antara negara satu dengan lainnya. Praktek manajemen lingkungan yang dilakukan secara sistematis, prosedural, dan dapat diulang disebut dengan sistem manajemen lingkungan (SML). Menurut ISO 14001 (Kuhre, 1996), SML adalah 'that part of the overall management system which includes organizational structure planning, activities, responsibilities, practices, procedures, processes, and resources for developing, implementing, achieving,

reviewing, and maintaining the environmental policy'.

Jadi disimpulkan bahwa menurut ISO 14001, SML adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang berfungsi menjaga dan mencapai sasaran kebijakan lingkungan. Sehingga SML memiliki elemen kunci yaitu pernyataan kebijakan lingkungan dan merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan yang lebih luas. Berdasarkan cakupannya, terdapat pendapat yang membagi manajemen lingkungan dalam 2 macam yaitu:

- Lingkungan internal, yaitu di dalam lingkungan pabrik/lokasi fasilitas produksi termasuk didalamnya kondisi lingkungan kerja, dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas kesehatan, alat perlindungan diri (APD), asuransi pegawai, dll.

- Lingkungan eksternal, yaitu lingkungan di luar lokasi pabrik/fasilitas produksi meliputi segala hal yang dapat menimbulkan dampak pada lingkungan di sekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabrik, dan pihak yang mewakilinya (pemerintah, pelanggan, investor/pemilik). Aktifitas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, usaha-usaha penanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian pada keseimbangan ekologis dan ekosistem di sekitar pabrik, dll.

SML merupakan bagian integral dari sistem manjemen perusahaan secara menyeluruh yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis

(31)

yang meliputi struktur perusahaan, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumberdaya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Pada dasarnya ISO 14001 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14001 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari perusahaan yang dapat mengangkat citra dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian, maka pelaksanaan SML berdasarkan standar ISO seri 14001 bukan merupakan beban tetapi seharusnya merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre, 1996).

Praktek manajemen lingkungan perusahaan ditujukan agar menyatu dengan praktek manajemen bisnis umum, seperti telah dinyatakan oleh ISO 14001. Praktek manajemen lingkungan perusahaan sendiri perkembangannya banyak diinspirasikan oleh evaluasi implementasi ISO 14001. Seperti saat ini banyak bermunculan unit-unit belajar di perguruan tinggi seluruh dunia yang khusus mempelajari corporate environmental management, seperti di MIT, Harvard University, Lund University, dan berbagai kampus ternama lainnya. Alasan manajemen lingkungan banyak dipelajari adalah karena perkembangan keilmuan manajemen lingkungan yang dianggap banyak kalangan akademisi ternyata sangat penting dalam ikut menentukan perkembangan bisnis dunia dimasa mendatang. Aspek manajemen lingkungan yang berfokus fisik seperti definisi lingkungan secara tradisional, ternyata berpengaruh pula secara non-fisik dalam hal moralitas dan aspek modal spiritual manusia pelakunya.

Praktek manajemen lingkungan selama ini berfokus pada perlindungan lingkungan dan berakar dari sasaran fisik lingkungan tersebut. Namun pada prakteknya, pada perusahaan yang telah mengimplementasikan ISO 14001, bila melakukannya dengan baik, akan ditanggapi karyawan dengan lebih banyak menyebutkan dampak intangiblenya yaitu peningkatan motivasi kerja (karena keamanan dan keselamatan kerja diperhatikan perusahaan), peningkatan kepercayaan karyawan terhadap kebijakan yang ditempuh manajemen, peningkatan citra perusahaan di kalangan karyawan, dan seterusnya (Purwanto, 2002). Aspek-aspek peningkatan citra dan kepastian kelangsungan bisnis inilah

(32)

yang juga menjadi sebab utama banyak perusahaan mencari sertifikasi ISO 14001, dan memang terbukti berpengaruh demikian. Jadi praktek manajemen lingkungan yang baik akan selalu terkait dengan aspek intangible misalnya citra perusahaan dan kepercayaan karyawan. Dalam hal lain justru inilah yang diperlukan bila perusahaan dituntut untuk menjadi sistem perusahaan belajar

(learning organization) yang diperlukan sistem perusahaan era informasi masa

depan.

Pengelolaan lingkungan hidup dalam sertifikasi ISO hanya merupakan satu langkah kecil, namun demikian proses ini akan berkembang dan meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman, penciptaan, pencatatan, dan pemeliharaan dari sistem yang diperlukan untuk sertifikasi yang diharapkan dapat membantu menjaga kondisi lingkungan. Besarnya manfaat yang diperoleh perusahaan setelah penerapan SML ISO 14001 tergantung dari standar ISO 14001 tersebut. Sertifikasi diberikan bila lembaga sertifikasi setelah melalui rangkaian penelitian dan audit terhadap proses serta dokumentasi terhadap perusahaan tersebut dapat dipastikan sesuai terhadap pemenuhan persyaratan standar ISO 14001 dan menerapkan dalam kegiatan sehari-hari yang menyangkut aspek teknis maupun non teknis.

Berdasarkan hasil survei penerapan standar ISO 14001 di Indonesia yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Kementrian Lingkungan Hidup (2003), menunjukkan bahwa pelaksanaan SML dianggap masih belum efektif. Hal ini disebabkan oleh :

- Implementasi SML pada beberapa perusahaan belum sesuai dengan teori yang telah dikembangkan di Indonesia.

- Kondisi lingkungan di beberapa perusahaan yang menerapkan SML belum terlihat peningkatan perbaikan kondisi lingkungannya.

- Belum optimalnya pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan oleh beberapa perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 14001. Keuntungan dari penerapan ISO 14001 menurut Fredericks dan McCallum (1995) adalah adanya peningkatan pentaatan pada peraturan perundang-undangan, pengurangan biaya yang berkaitan dengan audit konsumen, kemampuan menawarkan kontrak kerja, kekuatan pasar, pengembalian nilai

(33)

ekonomi dan adanya efisiensi sumberdaya dan kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan yang terjadi. Kwon, et al. (2000) dari Korea menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang menjadikan motivasi dari suatu perusahaan untuk mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan, yaitu tekanan internasional, peraturan perundang-undangan nasional, dan tekanan pasar bebas. Disamping itu dijelaskan bahwa ISO 14001 merupakan SML yang unik karena sistem tersebut dapat mengidentifikasi dampak, menilai penting atau tidaknya dampak, terdapat penetapan tujuan dan sasaran, dan dari sisi manajemen mempunyai fungsi mengadaptasikan sistem agar terjadi kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan.

2.3. Studi Lingkungan

Analisis mengenai dampak lingkungan yang sering disebut dengan AMDAL lahir dengan diberlakukannya Undang Undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat pada tahun 1969. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan harus disertai dengan laporan Environmental Impact Assessment (Analisis dampak lingkungan) tentang usulan tersebut (Soemarwoto, 2001).

Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam undang undang ini, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu kegiatan yang sedang direncanakan (Soemarwoto, 2001). Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Jika suatu kegiatan tidak termasuk dalam daftar wajib AMDAL yang tecantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006, maka perlu dilengkapi dengan studi UKL & UPL.

(34)

Dokumen AMDAL/UKL-UPL memuat studi mengenai dampak lingkungan yang mungkin timbul dari suatu kegiatan yang direncanakan, baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi maupun pascakonstruksi. Dokumen ini harus mendapat persetujuan dari otoritas pemerintah sebagai salah satu persyaratan ijin bagi perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Persyaratan-persyaratan yang dituangkan dalam dokumen merupakan suatu ikatan hukum bagi perusahaan terkait sehingga AMDAL/UKL-UPL harus menjadi bagian dari sistem manajemen lingkungan perusahaan (Hariadi, 2003).

Tujuan penerapan AMDAL/UKL-UPL adalah untuk menjamin tetap terpeliharanya kemampuan lingkungan hidup guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Supardi, 2003). Dengan demikian AMDAL/UKL-UPL merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang bijaksana terutama dokumen RKL/RPL dan UKL/UPL yang merupakan dokumen yang bersifat operasional dan dapat diimplementasikan untuk memantau kondisi lingkungan.

Hadi (2007) mengemukakan bahwa sampai saat pengelolaaan lingkungan hidup masih dipandang sebagai beban oleh beberapa pihak. Terdapat ciri-ciri lingkungan yang menyebabkan para pengambil keputusan dan kalangna bisnis tidak begitu mudah terdorong untuk menginternalisasikan aspek lingkungan dalam kebijakkannya. Ciri-ciri tersebut meliputi 1) bahwa lingkungan itu bersifat

intangible artinya sulit untuk dikuantifikasi dalam nilai moneter; 2) dampak

lingkungan terjadi dalam jangka panjang; 3) dampak lingkungan bersifat eksternalitas negatif dan 4) bahwa lingkungan sebagai ruang dan sumberdaya alam dianggap sebagai milik publik.

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan berhubungan dengan masalah kinerja lingkungan dan implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001 adalah seperti tertera pada Tabel 1.

(35)

Tabel 1. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kinerja lingkungan dan implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Musafir Kumar

(1999)

Kinerja Lingkungan Perusahaan yang Telah dan Belum Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 (Studi Kasus pada Perusahaan Tekstil di Jawa Barat)

- Kinerja perusahaan yang telah bersertifikat ISO14001 lebih baik dibandingkan dengan yang belum bersertifikat.

- Faktor utama yang dominan dalam pengelolaan adalah Kebijakan Lingkungan Perusahaan 2 Rustiawan Anis (2000) Evaluasi Perkembangan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 (Studi Kasus : Tiga Industri di Jabotabek)

- Penerapan SML ISO 14001 telah berkembang lebih baik dari

persyaratan minimum standar SML ISO 14001.

- Pola kinerja perusahaan belum menunjukkan kecenderungan membaik

- Penerapan SML ISO 14001 belum dapat sepenuhnya menjamin tingkat ketaatan yang lebih baik terhadap peraturan yang berlaku.

- Manfaat nyata adalah dari segi kebersihan dan kepedulian karyawan terhadap lingkungan. 3 Romatio Wulandari (2002) Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Pusat Metalurgi Mentok PT Tambang Timah - Bangka

- Penerapan dan pemeliharaan SML ISO 14001 masih belum menjadi bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan. 4 Joehar B. Simanjuntak (2004) Efektivitas Pengelolaan Lingkungan Fisik Kimia Pasca-AMDAL pada Lapangan Minyak Lepas Pantai

- Efektivitas pengelolaan kualitas air semakin membaik dari waktu ke waktu.

- Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan meningkat nyata setelah perusahaan menerapkan SML ISO 14001

(36)

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Geografis Kabupaten Bogor

Wilayah Kabupaten Bogor sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten terbagi dalam tiga wilayah pembangunan yaitu Wilayah Bogor Barat, Tengah dan Timur yang masing-masing memiliki struktur wilayah serta arah, strategi dan potensi pembangunan yang berbeda. Secara geografis wilayah Kabupaten Bogor terletak antara 6°19’ – 6°47’ lintang selatan dan 106°01’ – 107°103’ bujur timur. Secara administratif Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan, 15 kelurahan dan 428 desa. Wilayah kabupaten Bogor berbatasan langsung dengan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Lebak.

Dengan mempertimbangkan perkembangan penduduk beserta peningkatan beban kegiatan pembangunan di Kabupaten Bogor yang semakin tinggi, diperlukan keseimbangan pembangunan di seluruh wilayah dengan mempertimbangkan aspek ekologis wilayah untuk mengendalikan perubahan lingkungan yang terjadi. Pembangunan perekonomian Kabupaten Bogor juga tidak bisa lepas dari perkembangan sektor perindustrian dan perdagangan. Sampai dengan tahun 2007, tercatat adanya peningkatan jumlah unit usaha industri kecil dan menengah menjadi 3.829 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 21.292 orang.

3.2. Perkembangan Kondisi Industri di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten terluas di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan seluas sekitar 299.990 Ha yang berbatasan langsung sebelah timur dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, sebelah utara dengan Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kotamadya Depok, dan Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang), sebelah selatan dengan Kabupaten Sukabumi, serta sebelah barat dengan Provinsi Banten (Kabupaten Lebak). Sedangkan Kotamadya Bogor berada di tengah-tengah Kabupaten Bogor. Dengan wilayah seluas 299.990 Ha tersebut, tidak heran jika Kabupaten Bogor mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sekitar 4.215.585 jiwa

(37)

(Bappeda Kabupaten Bogor, 2007). Dengan kombinasi luas wilayah dan jumlah penduduk tersebut, maka Kabupaten Bogor merupakan provinsi yang cukup besar, terutama di bidang industri dan perdagangan. Industri kecil adalah salah satu potensi strategis yang mampu memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga pengembangan sektor ini perlu ditempuh melalui pengembangan sentra industri.

Kabupaten Bogor cukup kaya akan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia terutama pada sektor industri kecil dan kerajinan. Kelompok industri kecil mempunyai peran strategis dalam peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha serta membantu mengatasi kemiskinan. Pembangunan industri juga telah mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi serta menjadi penggerak perkembangan pembangunan daerah. Disamping terdapat industri kecil yang tersebar di seluruh kabupaten, terdapat sebagian industri menengah dan industri besar. Oleh karena itu Dinas Perindrustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor mempunyai tanggung jawab serta ruang lingkup pekerjaan yang sangat besar berkaitan dengan sektor industri dan perdagangan ini.

Sesuai dengan Keputusan Bupati Bogor Nomor 42 tahun 2004 Wilayah Kabupaten Bogor telah dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Teknik Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Wilayah Cibinong, Ciawi dan Leuwiliang yang memiliki strategi dan potensi pembangunan yang berbeda. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan penduduk beserta peningkatan beban kegiatan pembangunan di Kabupaten Bogor yang semakin tinggi, diperlukan keseimbangan pembangunan di seluruh wilayah dengan mempertimbangkan aspek ekologis wilayah untuk mengendalikan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan tersebut selalu tergambarkan demi kelangsungan hidup manusia karena pada hakekatnya manusia tidak akan lepas dari lingkungan.

Berdasarkan kemudahan dan perijinannya, industri di Kabupaten Bogor dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu industri yang memperoleh fasilitas dari pemerintah dalam hal perijinan (industri dengan fasilitas) dan industri yang tidak mendapatkan kemudahan tersebut (industri nonfasilitas). Total jumlah industri di Kabupaten Bogor baik yang mendapatkan fasilitas maupun tidak adalah sebesar

(38)

2.444 industri. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup besar yaitu sekitar 51,11% bila dibandingkan dengan jumlah industri di seluruh Provinsi Jawa Barat yang mencapai 4.782 industri.

3.2.1. Industri Nonfasilitas

Kondisi industri nonfasilitas di Kabupaten Bogor sampai dengan tahun 2007 terdiri dari dua sektor, yaitu a) sektor industri kecil dan b) sektor industri menengah dan besar. Sektor industri kecil berjumlah 1291 unit usaha dan menyerap tenaga kerja 17.452 orang, sedangkan sektor industri menengah dan besar sebanyak 578 unit usaha yang menyerap tenaga kerja 51.845 orang.

3.2.2. Industri dengan Fasilitas

Catatan dari Kantor Penanaman Modal Daerah (KPMD) Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa total industri dengan fasilitas pemanaman modal dalam negeri (PMDN) berjumlah 187 perusahaan dan penanaman modal asing (PMA) berjumlah 388 perusahaan. Kecenderungan perkembangan industri di Kabupaten Bogor berdasarkan jenis industrinya seperti terlihat pada Gambar 3. Industri nonfasilitas yang termasuk dalam klasifikasi industri kimia dan sampai saat ini masih beroperasi di Kabupaten Bogor berjumlah 117 industri (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, 2008). Lokasi industri tersebut sebagian besar tersebar di wilayah UPTD Cibinong yaitu Kecamatan Citeureup, Gunung Putri dan Cileungsi.

54 83 97 106 117 0 20 40 60 80 100 120 140 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun Ju m lah i ndus tr i ( uni t)

(39)

3.3. Permasalahan Industri di Kabupaten Bogor

Permasalahan lingkungan sangat terkait dengan keberadaan industri di dalam suatu wilayah, demikian pula yang terjadi di Kabupaten Bogor. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup atau State of the Environmental

Report (SoER)(2007), disebutkan bahwa isu utama lingkungan hidup di

Kabupaten Bogor diantaranya adalah rendahnya mutu air sungai, penurunan muka air bawah tanah dan zona rawan air bawah tanah, angka kejadian penyakit bawaan air (diare) tinggi dan kasus pencemaran air limbah dan tanah.

Pemantauan Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor pada tahun 2005 - 2007 telah dilakukan pada beberapa lokasi di Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas, Sungai Cileungsi, Sungai Cisadane dan Sungai Cikaniki. Secara umum kondisi sungai di sekitar wilayah penelitian (Sungai Cikeas dan Cileungsi) yang merupakan badan air terakhir penerima limbah cair yang dihasilkan oleh perusahaan penelitian menunjukkan bahwa perairan tersebut telah melampaui nilai ambang batas sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 Kelas II. Parameter yang telah melebihi ambang batas pada Sungai Cikeas adalah BOD sebesar 15,62 mg/l (BM = 3 mg/l), COD sebesar 34,58 mg/l (BM = 25 mg/l), DO hanya sebesar 2,4 mg/l (BM > 4 mg/l), amonia sebesar 1,438 mg/l (BM = 0,5 mg/l), nitrit sebesar 0,412 mg/l (BM = 0,06 mg/l), besi sebesar 5,37 mg/l (BM = 0,3 mg/l) dan seng sebesar 0,127 mg/l (BM = 0,05 mg/l). Sedangkan parameter kualitas air Sungai Cileungsi yang telah melampaui ambang batas adalah BOD sebesar 32,32 mg/l (BM = 3 mg/l), COD sebesar 64,15 mg/l (BM = 25 mg/l), DO hanya sebesar 2,9 mg/l (BM > 4 mg/l), total fosfat sebesar 0,439 mg/l (BM = 0,2 mg/l), nitrit sebesar 0,199 mg/l (BM = 0,06 mg/l), klorin bebas 4,4 mg/l (BM = 0,03 mg/l), seng sebesar 0,561 mg/l (BM = 0,05 mg/l), minyak dan lemak pernah tercatat 8 mg/l (BM = 1 mg/l). Secara grafis konsentrasi BOD dan COD pada Sungai Cileungsi tersebut seperti tertera pada Gambar 4 dan Gambar 5. Hasil pemantauan tersebut menunjukkan bahwa kondisi sungai-sungai di Kabupaten Bogor berada pada kondisi yang cukup memprihatinkan dan memerlukan perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh dan terpadu baik dari pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan yang terlibat dalam kegiatan dan usaha di Kabupaten Bogor. Perlu diketahui bahwa

(40)

sungai-sungai tersebut merupakan badan air penerima air limbah kegiatan industri baik secara langsung maupun tidak langsung melalui anak-anak sungainya. 0 5 10 15 20 25 30 35

Agst 05 Des 05 Juli 06 Nov 06 Nov 07

Periode pengukuran K ons e n tr a s i ( m g/l)

Tajur Gn Putri Bj Kulur

BM BOD = 3 mg/l

Gambar 4. Kondisi kualitas BOD Sungai Cileungsi (2005 – 2007)

0 10 20 30 40 50 60 70

Agst 05 Des 05 Juli 06 Nov 06 Nov 07

Periode pengukuran K o n s e n tr as i (m g /l) Bj Kulur BM COD = 25 mg/l Tajur Gn Putri

(41)

Laporan Tahunan Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Bogor (2007) disebutkan bahwa jumlah kegiatan industri di Kabupaten Bogor yang wajib dilengkapi dengan studi lingkungan adalah sebanyak 678 perusahaan (Tabel 2). Diantaranya sejumlah 61 perusahaan wajib AMDAL dan 617 perusahaan wajib UKL & UPL. Perusahaan yang wajib UKL dan UPL tersebut diantaranya adalah merupakan industri kecil dan menengah yang termasuk kategori industri kimia. Dari jumlah perusahan tersebut yang masih konsisten melaksanakan pelaporan implementasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan seperti yang tertuang dalam dokumen UKL dan UPL hanya 284 perusahaan (41,89% dari total perusahaan yang wajib). Implementasi tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh perusahaan, dalam hal ini tercatat bahwa secara total hanya 5,90% atau sekitar 40 perusahaan yang secara kontinyu dan konsisten melaksanakan implementasi sejak disyahkan/disetujui dokumen UKL & UPL oleh instansi yang berwenang.

Tabel 2. Frekuensi pelaporan dokumen pasca-AMDAL atau UKL/UPL

No Status Kepemilikan Dokumen Jumlah %

1. Perusahaan wajib AMDAL / UKL-UPL

Dokumen AMDAL 61 9.00

Dokumen UKL-UPL 617 91.00

2. Perusahaan yang melapor

Implementasi RKL-RPL 37 5.46 Implementasi UKL-UPL 247 36.43 3. Pelaporan >80% Dokumen AMDAL 6 0.88 Dokumen UKL-UPL 34 5.01 Total 678 100.00

Sumber : Laporan Tahunan (2007), DTRLH Kabupaten Bogor.

Dari total industri yang tercatat di Kabupaten Bogor (678 industri), yang termasuk dalam jenis industri kimia adalah sebesar 91 industri. Dari jumlah industri kimia tersebut yang pernah melakukan pelaporan implementasi 26 industri atau sekitar 28,57% dari total industri kimia yang ada (Lampiran 1). Sebanyak 24 industri diantaranya memiliki dokumen UKL/UPL dan hanya dua industri kimia yang memiliki dokumen AMDAL dan melaporkan implementasi RKL/RPL.

(42)

3.4. Deskripsi Singkat Perusahaan Penelitian

Deskripsi singkat tentang beberapa perusahaan di Kabupaten Bogor yang tergolong dalam industri kimia dan dijadikan sebagai industri sampel dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

a. PT Sigma Utama

PT Sigma Utama terletak di Kelurahan Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Perusahaan tersebut telah berdiri sejak tahun 1932 dan telah dinasionalisasikan sebagai Pabrik Cat Indestins Corp pada tahun 1957. Pada tahun 1980, PT Sigma Utama telah menjalin kerjasama lisensi untuk produk protective & marine dengan Sigma Coating BV (Holland). Perusahaan ini telah terdaftar di Departemen Kehakiman RI Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merk pada tahun 1995. Pada saat ini perusahaan tersebut berada dibawah Holding PT PUSRI, sehingga pada saat ini PT Sigma Utama merupakan satu-satunya industri cat milik negara di Indonesia. Izin usaha industri telah diperoleh sejak tahun 1989 dengan Nomor 58/DJAI/IUT-D IV/NON PMA-PMDN/II/1989 dengan status penanaman modal nonfasilitas PMA-PMDN.

Perusahaan tersebut beroperasi di atas lahan seluas 19.630 m2 yang telah diperuntukkan sebagai lahan industri. Sebagian besar lahan tersebut seluas 8.293 m2 (42,24%) merupakan lahan tertutup bangunan dan 11.337 m2 (58,50%) merupakan lahan terbuka. Kapasitas produksi berdasarkan izin yang diperoleh adalah berupa decorative paint adalah sebesar 3.600 ton/tahun, marine &

protective paint sebesar 1.800 ton/tahun dan thinner sebesar 600 ton/tahun.

Sebagai bahan penolong dalam proses produksi adalah berupa resin (binder), pigment, extender atau filler, solvent dan additive. Jumlah karyawan keseluruhan adalah 89 orang terdiri dari manager, staf dan karyawan yang bekerja dalam satu

shift selama lima hari kerja dalam seminggu.

PT Sigma Utama senantiasa terus menerus mengembangkan riset pada produk yang lebih sesuai dengan perlindungan untuk daerah tropis dan aplikasi di Indonesia serta lebih mengarah kepada produk yang ramah lingkungan. Perusahaan ini telah memiliki sertifikat ISO 9001 : 2000 sejak tahun 1997 dan sertifikasi ISO 14001 pada tahun 2001. Disamping itu perusahaan ini telah memiliki dokumen UKL/UPL yang telah disyahkan dan mendapatkan

(43)

rekomendasi dari Kepala Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Nomor 660/236/PDL-DTRLH tanggal 06 Maret 2003.

Sesuai dengan data yang tersimpan di Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor tercatat bahwa volume limbah harian yang dihasilkan oleh PT Sigma Utama adalah sebesar 1 m3 dan volume limbah bulanan 26 m3. Perusahaan tersebut telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan kapasitas 130 m3 dan telah dilengkapi dengan Surat Ijin Pembuangan Air Limbah No. 44/Olim/Kpts-KL/DTRLH/05 tanggal 22 Maret 2005. Pembuangan limbah dilakukan setiap hari melalui saluran tertutup menuju Sungai Kali Gudang.

b. PT Djasula Wangi

PT Djasula Wangi terletak di Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Perusahaan tersebut merupakan industri minyak atsiri dan telah berdiri sejak tahun 1994. Lahan yang digunakan untuk kegiatan industri minyak atsiri tersebut sesuai dengan Perda Kabupaten Bogor No. 8 tahun 1995 diarahkan untuk konsentrasi industri dengan status penanaman modal PMDN.

Perusahaan tersebut beroperasi di atas lahan seluas 8.500 m2 yang telah diperuntukkan sebagai lahan industri. Sebagian besar lahan tersebut seluas 3.571 m2 (42,11%) merupakan lahan tertutup bangunan dan 4.929 m2 (57,99%) merupakan lahan terbuka. Kapasitas produksi berdasarkan izin yang diperoleh adalah berupa eugenol sebesar 500 ton/tahun, iso eugenol sebesar 83 ton/tahun

dan CLO redist sebesar 69 ton/tahun. Jumlah karyawan keseluruhan adalah 40

orang terdiri dari manager, staf dan karyawan yang bekerja dalam satu shift

selama lima hari kerja dalam seminggu. Sebagai bahan penolong dalam proses produksi adalah berupa minyak daun cengkeh dengan kapasitas 654.900 kg/tahun dalam bentuk cair, asam sitrat 483 kg/tahun dalam bentuk kristal dan bentonit 1.250 kg/tahun dalam bentuk bubuk.

PT Djasula Wangi senantiasa terus menerus mengembangkan riset pada produk yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Perusahaan ini belum memiliki sertifikat ISO 14001, namun telah dilengkapi dengan dokumen UKL/UPL yang telah disyahkan dan mendapatkan rekomendasi dari Kepala

(44)

Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor Nomor 359/Jabar.03/IKAH/LI.00.03/V/2000 tanggal 02 Mei 2000.

Sesuai dengan data yang tersimpan di Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor tercatat bahwa volume limbah harian yang dihasilkan oleh PT Djasula Wangi adalah sebesar 6 m3 dan volume limbah bulanan 180 m3. Perusahaan tersebut telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan kapasitas 300 m3 dan telah dilengkapi dengan Surat Ijin Pembuangan Air Limbah No. 536/51/Kpts-PPL/ DTRLH/04 dan telah diperpanjang dengan surat No. 51/Olim/Kpts-KL/DTRLH/07 tanggal 26 Juli 2007. Pembuangan limbah dilakukan setiap hari melalui saluran terbuka menuju Sungai Cileungsi.

c. PT Indesso Aroma

PT Indesso Aroma terletak di Desa Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Perusahaan tersebut merupakan industri minyak atsiri dan operasional dimulai sejak tahun 2000. Lahan yang digunakan untuk kegiatan industri minyak atsiri tersebut sesuai dengan Perda Kabupaten Bogor No. 8 tahun 1995 diarahkan untuk konsentrasi industri dengan status penanaman modal Nonfasilitas PMA-PMDN.

Perusahaan tersebut beroperasi di atas lahan seluas 51.300 m2 yang telah diperuntukkan sebagai lahan industri. Sebagian besar lahan tersebut seluas 11.850,75 m2 (23,10%) merupakan lahan tertutup bangunan dan 39.449,25 m2 (76,90%) merupakan lahan terbuka.

Kapasitas produksi berdasarkan izin yang diperoleh adalah berupa eugenol

sebesar 540 ton/tahun (riil 450 ton/tahun), caryophyllene sebesar 160 ton/tahun (riil 100 ton/tahun). Jumlah karyawan keseluruhan adalah 100 orang terdiri dari manager, staf dan karyawan yang bekerja dalam satu shift selama lima hari kerja dalam seminggu. Sebagai bahan baku dalam proses produksi adalah berupa

crude eugenol dengan kapasitas 470 ton/tahun dalam bentuk cair, ethyl alkohol

sebanyak 2.500 kg/tahun dalam bentuk cair dan propylene glical sebanyak 2.500 kg/tahun dalam bentuk cair.

PT Indesso Aroma senantiasa terus menerus mengembangkan riset pada produk yang lebih sesuai dengan kondisi di Indonesia. Perusahaan ini belum memiliki sertifikat ISO 14001, namun telah dilengkapi dengan dokumen

Gambar

Tabel 1. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kinerja lingkungan dan  implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001
Gambar 5. Kondisi kualitas COD Sungai Cileungsi (2005 – 2007)
Tabel 2. Frekuensi pelaporan dokumen pasca-AMDAL atau UKL/UPL
Gambar 6. Peta lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan berkenaan dengan jaminan negara terhadap agama dan pengamalan agama, tampaknya sama yang tercantum dalam UUDS 1950 dengan yang terdapat dalam UUD 1945 :

[r]

(Untuk Pelelangan Terbataa, peaerta dapat beraaal dari penyedia barang yang namanya tercantum dalam pengumuman Pelelangan Terbataa atau penyedia barang yang memenuhi

dengan waktu jatuh tempo tanggal 4 Januari 2010, harga opsi beli dalam keadaan constant market adalah 0,4924 per lembar saham.. Sedangkan dalam keadaan continuous market

Davies (dalam Satiadarma & Waruwu, 2003: 27) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengendalikan emosi

Hasil penelitian yaitu, akibat hukum yang ditimbulkan dengan adanya akta pengikatan jualbeli terhadap tanah dan rumah bersetifikat ialah timbulnya hubungan hukum antara pihak

Hasil analisis uji deskriptif kuantitatif menunjukan bahwa kesadaran diri pada remaja panti asuhan pada kesadaran emosi yang dikategorikan sangat tinggi sebesar 3,53% yaitu

bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan peranan pemerintah provinsi untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha