• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Pancing Tonda"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Pancing Tonda

Pada klasifikasi Brandt (2005), pancing tonda masuk ke dalam kelompok perikanan pancing (lines); sedangkan dalam klasifikasi statistik perikanan Indonesia yang dikeluarkan Kementrian Kelautan dan Perikanan, pancing tonda masuk dalam kelompok pancing (hook and line).

2.1.1 Unit penangkapan pancing tonda 1) Alat tangkap

Konstruksi pancing tonda terdiri dari tali utama berupa nilon tunggal (monofilamen) dan memiliki panjang yang bervariasi, namun pada umumnya antara 50-100 m; kili-kili (swivel); tali kawat (wire rope); mata pancing (hook), dapat berupa mata pancing tunggal maupun ganda; dan umpan tiruan, berbentuk cumi-cumi, ikan, dan lain-lain (Subani dan Barus 1989) (Gambar 1). Parameter utama alat tangkap ini adalah jumlah dan ukuran mata pancing yang dioperasikan dalam kegiatan penangkapan.

Sumber : http://rustadi.files.wordpress.com

(2)

Alat tangkap pancing tonda dioperasikan dengan cara ditarik secara horizontal oleh perahu atau kapal. Kecepatan kapal yang menarik pancing tonda bergantung pada ikan target tangkapan. Untuk ikan perenang cepat, seperti tuna dan cakalang biasanya ditarik dengan kecepatan antara 6-8 knot (Sainsbury 1971). 2) Kapal pancing tonda

Alat tangkap pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil. Panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan ruang kemudi di bagian depan kapal (haluan) dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang kapal (buritan (Sainsbury 1971).

Menurut Handriana (2007), spesifikasi kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu sebagai berikut : jenis perahu inboard engine, dimensi 11,5 m x 2,8 m x 1,2 m; bahan kayu bungur; mesin utama (yanmar 22 PK) dan mesin cadangan (jiondang 18 PK); bahan bakar solar; tanki BBM sebanyak 2 buah dengan kapasitas tiap tangki 250 liter; palkah sebanyak 3 buah, bagian luar dan penutupnya dari kayu, sedangkan bagian dalamnya dari alumunium.

3) Nelayan

Jumlah nelayan pancing tonda per kapal antara 4-6 orang, terdiri dari satu orang nakhoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin, dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung (Sainsbury 1971).

4) Hasil tangkapan

Pancing tonda merupakan alat tangkap tradisional yang ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi. Jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain jenis ikan tuna, cakalang, tenggiri dan lainnya (Gunarso 1998).

2.1.2 Rumpon

Rumpon merupakan suatu bangunan menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di tengah laut. Disebut sebagai alat bantu penangkapan karena fungsinya hanya sebagai pembantu, yaitu untuk mengumpulkan ikan pada suatu

(3)

titik atau tempat tertentu untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan ikan (Subani dan Barus 1989). Menurut Monintja (1993), fish aggregating device (FADs) atau di Indonesia dikenal dengan sebutan rumpon adalah suatu konstruksi bangunan yang dipasang di dalam air dengan tujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan penangkapan ikan tersebut.

Tujuan pemasangan rumpon di suatu perairan adalah untuk memikat ikan yang beruaya agar mau singgah, beristirahat, berkumpul, atau terkonsentrasi di sekitar rumpon, sehingga akan mempermudah nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Selanjutnya dengan adanya kepastian daerah penangkapan ikan maka waktu dan biaya operasi penangkapan bisa dprediksi secara akurat, sehingga usaha penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien (Martasuganda 2008).

Berdasarkan penempatannya, di Indonesia dikenal tiga jenis rumpon yaitu rumpon laut dangkal, rumpon laut dalam dan rumpon laut dasar. Rumpon laut dangkal yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan di perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m dan biasanya dipergunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil; rumpon laut dalam yaitu alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan diperairan laut dengan kedalaman lebih besar dari 200 m untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang disamping pelagis kecil; sedangkan rumpon laut dasar yaitu rumpon yang dipasang didasar perairan dan umumnya menangkap ikan-ikan dasar dan ikan-ikan karang (Departemen Pertanian 1997 vide Besweni 2009).

Menurut Martasuganda (2008), konstruksi rumpon terdiri dari pelampung utama, atraktor, tali-temali, dan pemberat. Pada bagian atas dari pelampung utama dapat dipasang bendera, pemantul gelombang radar, dan lampu suar, yang kesemuanya bisa dijadikan sebagai tanda keberadaan rumpon diperairan. Pada bagian bawah pelampung dapat dilengkapi dengan atraktor (pelepah daun kelapa, pelepah daun rumbia, dan atau benda lain seperti jaring bekas) sebagai pemikat ikan. Kemudian agar rumpon dapat menetap diperairan, harus diikat dengan tali sintetis (rope) atau tali kawat baja (wire rope) yang ujungnya diikatkan dengan pemberat yang terbuat dari cor semen dan dapat juga ditambahkan dengan jangkar besi untuk lebih memperkuat kedudukan pemberat didasar perairan. Panjang tali

(4)

pengikat rumpon yang baik adalah antara 2-3 kali kedalaman perairan dan harus disesuaikan dengan besar kecilnya kecepatan arus dimana rumpon dipasang.

Sumber: Jungjunan 2009

(5)

Secara umum, jenis ikan yang berasosiasi disekitar rumpon terdiri dari ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Menurut Subani (1958) vide Besweni (2009), kelompok ikan pelagis besar yang berasosiasi di sekitar rumpon berupa cakalang, tuna madidihang, tuna albakor, tuna sirip biru, dan tongkol; sedangkan kelompok ikan pelagis kecil berupa layang, siro, lemuru, tembang, bentong, dan selar.

2.2 Bahan Kebutuhan Melaut

2.2.1 Bahan kebutuhan melaut nelayan

Bahan kebutuhan melaut merupakan bahan-bahan yang disuplai oleh nelayan ke kapal ikan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan. Adapun jenis bahan kebutuhan melaut nelayan yang utama adalah sebagai berikut:

1) Bahan bakar minyak

Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam sektor industri, rumah tangga, pertanian, dan perikanan. Pada perikanan tangkap, biaya BBM khususnya solar dapat menghabiskan sekitar 30-45% dari total biaya operasional (Fauziyah 2003).

Hal-hal yang berpengaruh terhadap penggunaan bahan bakar kapal penangkapan ikan meliputi kekuatan mesin/HP (Horse Power) dan lama kapal beroperasi. Keduanya berbanding lurus dengan penggunaan bahan bakan bakar, semakin besar kekuatan mesin kapal maka penggunaan bahan bakar juga semakin besar. Begitu juga halnya dengan lama kapal beroperasi, semakin lama waktu kapal beroperasi maka semakin besar pula jumlah bahan bakar yang dibutuhkan (Dewi 2004). Hal lain yang mempengaruhi penggunaan bahan bakar adalah jenis mesin kapal yang digunakan. Diperkirakan jenis mesin darat lebih irit daripada mesin laut (Ashidiqqi 2003).

2) Es balok

Selain bahan bakar minyak (BBM), es juga berperan penting dalam mendukung kelancaran aktivitas operasi penangkapan ikan. Es merupakan salah satu komponen yang menentukan mutu hasil tangkapan dikarenakan fungsinya untuk menjaga kesegaran ikan agar tidak cepat mengalami pembusukan. Menurut Ruhimat (1993) vide Wulandari (2007), es yang digunakan nelayan berupa es

(6)

balok yang dipecah menjadi kerikil-kerikil es untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam palkah sejak ditangkap hingga didaratkan. Oleh sebab itu, menurut Lubis (2012), pabrik es termasuk dalam sembilan unsur kategori fasilitas pelabuhan perikanan yang “mutlak diperlukan” atau “vital”.

Jumlah es yang digunakan harus disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan ditangani sehingga akan diperoleh suhu pendinginan yang optimal. Dalam praktiknya, perbandingan es dan ikan selama penyimpanan/pendinginan bervariasi antara 1:4 sampai 1:1. Perbandingan tersebut sangat bergantung pada waktu penyimpanan yang diperkirakan, suhu udara diluar kemasan, jenis wadah penyimpanan dan cara penyusunan ikan dalam wadah (Junianto 2003 vide Christanti 2005).

3) Air bersih

Air bersih memiliki peran penting dalam mendukung kelancaran aktivitas nelayan saat melaut. Lubis (2006) menggolongkan tangki dan instalasi air bersih di pelabuhan perikanan sebagai fasilitas yang bersifat mutlak/vital, artinya fasilitas yang tidak boleh tidak ada di suatu pelabuhan perikanan. Menurut Pane (2005), air bersih penting bagi nelayan/ABK/kapal untuk air minum, memasak bahan makanan, mandi/WC, mencuci pakaian dan peralatan, pembersihan hasil tangkapan, dan pembersihan kapal.

4) Ransum

Jenis ransum yang dibawa oleh nelayan berupa bahan makanan mentah dan instan, sebagai cadangan untuk konsumsi saat melaut. Jumlah bahan makanan tersebut bergantung pada lama hari operasional penangkapan. Jika berhari-hari maka bahan makanan yang dibawa dalam keadaan mentah (dimasak di atas kapal), seperti nelayan pancing rumpon, namun jika hanya one day fishing nelayan cenderung membawa bekal makanan yang telah dimasak. Untuk bahan makanan yang masih mentah biasanya dibeli di pasar atau koperasi di pelabuhan, sedangkan untuk bekal makanan yang telah masak biasanya dibawa dari rumah atau dibeli di warung nasi di pelabuhan.

(7)

2.2.2 Bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994) vide Shanticka (2008), kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan terbagi atas aktivitas pendaratan ikan; aktivitas penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan; dan aktivitas penyaluran bahan kebutuhan melaut. Aktivitas penyaluran bahan kebutuhan melaut yaitu kegiatan untuk menyediakan/menyalurkan bahan kebutuhan melaut nelayan ke kapal-kapal penangkapan ikan.

Pelayanan penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut yang berkaitan dengan fasilitas pelabuhan perikanan saat ini adalah penyaluran BBM, es, air bersih, dan suku cadang. Penyediaan/penyaluran tersebut umumnya diadakan oleh pihak Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelabuhan, Koperasi Unit Desa (KUD), koperasi pegawai pelabuhan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta. Di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, penyediaan sarana dan fasilitas bahan kebutuhan melaut diserahkan pengaturan dan pengelolaannya kepada Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana pelabuhan perikanan setempat, sedangkan sektor swasta dan KUD dapat melakukan permohonan sewa kepada pihak PERUM Prasarana pelabuhan (Direktorat Jenderal Perikanan 1993 vide Lubis 2006). Mekanisme penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut di pelabuhan perikanan di Indonesia ada yang disalurkan secara langsung oleh pihak pelabuhan dan tidak langsung seperti melalui agen penjualan atau nelayan membeli di luar pelabuhan perikanan (Ashidiqqi 2003).

2.3 Pelabuhan Perikanan

2.3.1 Pengertian dan fungsi pelabuhan perikanan

Menurut Lubis (2012), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Jika dilihat berdasarkan fungsinya pelabuhan perikanan merupakan tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan tangkap dan menjadi basis pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan di daerah pesisir yang bersangkutan.

(8)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Pelabuhan perikanan dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu :

1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).

Menurut Lubis (2012), pelabuhan perikanan ditinjau dari fungsinya berbeda dengan pelabuhan lainnya, dimana pelabuhan perikanan dikhususkan untuk akivitas di bidang perikanan tangkap. Terdapat dua jenis pengelompokan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau berdasarkan pendekatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut :

1) Fungsi maritim

Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya;

2) Fungsi pemasaran

Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan menjadi tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan;

3) Fungsi jasa

Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi :

(1) Jasa pelayanan pendaratan ikan, yaitu : penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang, dan buruh untuk membongkar ikan.

(2) Jasa pelayanan bahan kebutuhan melaut kapal-kapal penangkapan ikan, yaitu : penyediaan bahan bakar, air bersih dan es;

(9)

(3) Jasa penanganan mutu ikan, yaitu : fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih;

(4) Jasa pelayanan keamanan pelabuhan, yaitu : jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, syahbandar, dan douane/beacukai yang masing-masing berfungsi memeriksa surat-surat kapal, jumlah, dan jenis barang yang dibawa;

(5) Jasa pemeliharaan kapal, yaitu : fasilitas docking, slipways, dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, serta peralatannya agar tetap dalam kondisi baik sehingga siap melaut kembali.

2.3.2 Fasilitas pelabuhan perikanan

Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2006). Menurut Lubis (2012), fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (PP/PPI) umumnya terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas tambahan/penunjang. Berikut fasilitas-fasilitas tersebut :

1) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar-masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok terdiri dari :

(1) Dermaga

Dermaga merupakan suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar-muat hasil tangkapan dan mengisi bahan kebutuhan melaut untuk keperluan penangkapan ikan di laut. Dermaga pelabuhan berfungsi untuk : 1) membongkar muatan (unloading), 2) mengisi ba-han kebutuba-han melaut (out fitting), dan 3) berlabuh (idle berthing). Di pelabuba-han tertentu, dermaga untuk masing-masing fungsi tersebut dibuat berbeda sehingga terdapat istilah dermaga untuk bongkar, dermaga untuk mengisi bahan kebutuhan

(10)

melaut, dan dermaga istirahat. Akan tetapi di pelabuhan perikanan skala kecil, ketiga kegiatan tersebut dilakukan pada dermaga yang sama.

Untuk efisiensi kegiatan di pelabuhan perikanan, panjang dermaga untuk bongkar muat dan mengisi bahan kebutuhan melaut harus mencukupi kebutuhan, sedangkan untuk dermaga istirahat tidak terlalu penting karena kapal dapat beristirahat atau berlabuh di kolam pelabuhan (mooring).

(2) Kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi dua yaitu : a) Alur pelayaran, merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels); dan b) Kolam putar, merupaka daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin).

(3) Alat bantu navigasi, yaitu : pelampung (bungo) dan channel markers, lampu navigasi, mercusuar, dan instalasi lampu jajar atau suar penuntun (ranger-light installation)

(4) Breakwater atau pemecah gelombang

Pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut.

2) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus ada di suatu pelabuhan, namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan untuk :

(1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yaitu : a) Tempat pelelangan ikan (TPI);

b) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan c) Pabrik es;

d) Gudang es;

(11)

f) Gedung-gedung pemasaran.

(2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan : a) Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan;

b) Ruang mesin;

c) Tempat penjemuran alat penangkapan ikan;

d) Bengkel : fasilitas untuk memperbaiki mesin kapal; e) Slipways : tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal; f) Gudang jaring : tempat untuk penyimpanan jaring;

g) Vessel lift : fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal.

(3) Fasilitas bahan kebutuhan melaut : tangki dan instalansi air minum, tangki bahan bakar

(4) Fasilitas komunikasi : stasiun jaringan telepon, radio SSB. 3) Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan sehingga para pengguna mendapatkan kenyamanaan melakukan aktivitas di pelabuhan. Berikut fasilitas penunjang yang biasanya ada di pelabuhan perikanan :

(1) Fasilitas kesejahteraan : Mandi Cuci Kakus (MCK), poliklinik, tempat tinggal, kantin/warung, Musholla.

(2) Fasilitas administrasi : kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai.

Di antara fasilitas-fasilitas di atas, beberapa fasilitas yang harus ada dan berperan penting dalam mendukung aktivitas dan operasional penangkapan ikan nelayan (termasuk nelayan pancing rumpon) adalah kolam pelabuhan, dermaga, dan fasilitas bahan kebutuhan melaut (tangki dan instalasi bahan bakar, tangki dan instalansi air minum, pabrik es). Kolam pelabuhan dan dermaga penting untuk aktivitas pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan serta memuat bahan kebutuhan melaut. Fasilitas bahan kebutuhan melaut penting untuk menunjang operasi penangkapan ikan di laut.

(12)

2.4 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan tipe B yang ada di pantai selatan Pulau Jawa dan menjadi basis perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan Lubis (2012), kriteria pelabuhan perikanan tipe B adalah :

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI);

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;

3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus;

5) Terdapat industri perikanan.

Berdasarkan PPN Palabuhanratu (2010a), sesuai dengan fungsinya PPN Palabuhanratu memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP-RI 572 dan WPP-RI 573) dan akses pemasaran domestik maupun ekspor. Selain itu, sebagai basis perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, PPN Palabuhanratu menampung kegiatan-kegiatan masyarakat perikanan, terutama aspek produksi meliputi: penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan ikan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai bahan kebutuhan melaut kapal-kapal penangkapan ikan (BBM, es, air bersih); sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi: memfasilitasi pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan, dan melakukan pembinaan masyarakat nelayan atau kelompok usaha bersama.

Meningkatnya kegiatan perikanan tangkap di PPN Palabuhanratu dan sejalan dengan perkembangan teknologi perikanan, pelabuhan dituntut untuk melakukan peningkatan dalam hal penyediaan sarana dan parasarana serta peningkatan pemeliharaan fasilitas yang ada (terutama dalam keadaan siap pakai),

(13)

sehingga dapat memberikan kemudahan pada pemakai jasa dalam melakukan aktivitasnya di PPN palabuhanratu.

2.5 Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini dilakukan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Perusahaan yang merupakan suatu badan yang memiliki organisasi secara terstruktur, dalam hal ini pelabuhan perikanan, dapat dianggap sebagai suatu badan atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa untuk melayani dan memastikan kelancaran kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan-kegiatan turunannya mulai dari penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut; pengolahan, pemasaran, dan pendistribusian hasil tangkapan sampai kepada konsumen; dan kegiatan lainnya.

Analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) dilakukan untuk mempelajari faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor internal, juga peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari faktor eksternal dalam penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu. Lingkup internal meliputi segala aspek yang berada dalam sistem penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu yang dimiliki oleh penyedia/penyalur dan pihak PPN Palabuhanratu, yaitu lingkup kekuatan yang memberikan nilai positif bagi pengembangannya, sedangkan lingkup kelemahan manjadi nilai negatif yang dapat menghambat pengembangannya. Lingkup eksternal adalah faktor dari lingkungan di luar sistem penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut perikanan pancing rumpon di PPN Palabuhanratu, dimana peluang merupakan faktor pendukung, sedangkan ancaman yang diperkirakan dapat menghambat pengembangannya.

Menurut Rangkuti (2006), penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT

(14)

membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan. Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal dan internal harus diidentifikasi dan dianalisis faktor-faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan).

Dalam analisis SWOT digunakan matriks TOWS atau SWOT yang merupakan tahapan lanjutan dalam memanfaatkan informasi mengenai faktor eksternal dan internal untuk mendapatkan strategi tertentu dengan memanfaatkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Tabel 1). Matriks ini dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman (faktor eksternal) dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan (faktor internal). Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yang dapat digunakan.

Tabel 1 Matriks SWOT IFAS EFAS

Strengths (S)

 Faktor-faktor kekuatan in- Ternal Weaknesses (W)  Faktor-faktor ke- lemahan internal Opportunities (O)  Faktor-faktor peluang eksternal Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan pe- luang

Threaths (T)

 Faktor-faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: Rangkuti 2006

Berdasarkan matriks analisis SWOT di atas, matriks SWOT menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, yaitu : 1) strategi SO (agresive strategy), memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 2) Strategi ST (diversification strategy), menggunakan kekuat-an ykekuat-ang dimiliki untuk mengatasi kekuat-ancamkekuat-an; 3) Strategi WO (turn around strategy), bertujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada; dan 4) Strategi WT (defensive strategy), berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

(15)

Analisis SWOT dapat dilakukan secara cepat, namun hasil penilaian yang diperoleh bersifat lebih umum. Kelemahan penggunaan analisis ini adalah subyektifitas dari peneliti yang tidak dapat dihindari. Namun menurut Pane (2006) vide Rakhmania (2008), obyektifitas dari analisis SWOT dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pendalaman terhadap parameter-parameter yang terdapat dalam kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, yang disebut sebagai analisis SWOT Plus. Analisis SWOT Plus merupakan analisis SWOT yang diperdalam/ditingkatkan kedalamannya dengan memberikan bukti/fakta atau indikator atas pernyataan yang dibuat dalam faktor-faktor SWOT (strength, weakness, opportunity, threat).

Gambar

Gambar 1  Alat tangkap pancing tonda
Gambar 2  Rumpon di PPN Palabuhanratu
Tabel 1  Matriks SWOT

Referensi

Dokumen terkait

penangkapan ikan terdiri atas kapal, nelayan dan alat tangkap. Sesuai dengan keahliannya, Iskandar lebih mengulas unit penangkapan ikan dari segi alat

Untuk operasional kegiatan penangkapan ikan, komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh nelayan purse seine antara lain biaya operasional (biaya bahan bakar, pelumas, es,

Alat penangkap ikan pancing tonda termasuk ktif, terdiri dari tali, mata pancing, swivel dan umpan buatan yang juga berfungsi sebagai pemberat yang di tarik di atas kapal..

Aktivitas penangkapat sidat dilakukan oleh nelayan utama maupun nelayan sampingan meliputi penangkapan pada benih sidat ( glass eels ) dan ikan dewasa dengan upaya penangkapan

Cukup banyak digunakannya pancing tonda menjadikan alat tangkap ini sebagai alat tangkap yang cukup penting pada usaha penangkapan ikan pelagis besar di Laut Banda.. Sehubungan

Faktor lingkungan yang membantu nelayan untuk mengetahui daerah penangkapan ikan antara lain konsentrasi klorofil-a, SPL, perbedaan tinggi permukaan laut, arah dan kecepatan arus,

Smith (1982) yang diacu dalam Haluan (1996) menyimpulkan bahwa usaha penangkapan ikan tradisonal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Unit penangkapan ikan dengan skala kecil

1) Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali. 2) Aktivitas penangkapan merupakan paruh waktu,