• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIFITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKTIFITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIFITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus

PENYEBAB KARIES GIGI

THE ACTIVITY OF GUAVA LEAF EXTRACT (Psidium guajava L.) ON THE GROWTH OF Streptococcus

mutans AND Staphylococcus aureus AS THE CAUSES OF DENTAL CARIES

ST. RATNAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

(2)

AKTIFITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN Staphylococcus aureus

PENYEBAB KARIES GIGI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Biomedik

Disusun dan diajukan oleh

ST. RATNAH

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

(3)

TESIS

AKTIFITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans DAN

Staphylococcus aureus PENYEBAB KARIES GIGI

Disusun dan diajukan oleh

ST. RATNAH

Nomor Pokok P1506210017

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis Pada tanggal 26 November 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui Komisi Penasihat,

Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD.,Sp.MK Prof. Dr. Gemini Alam, MS, Apt Ketua Anggota Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Biomedik, Universitas Hasanuddin,

Prof. dr. Rosdiana Natzir, PhD Prof. Dr. Ir. Mursalim

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : St. Ratnah

Nomor mahasiswa : P1506210017 Program studi : Biomedik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 26 November 2012 Yang menyatakan,

St. Ratnah

(5)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis memperoleh kekuatan, semangat dan kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister pada Program Studi Biomedik Mikrobiologi Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Mansjur (Alm) dan Ibunda St. Halminah serta suamiku tercinta Suprianto dan putraku Yudha Setyo Nugroho dan Lanang Teguh Nugroho dan Ade Ilmi Nugroho untuk seluruh cinta, kasih sayang, doa, pengertian dan dorongan semangat yang tak pernah berhenti.

Penyusunan tesis ini telah berjalan lancer berkat adanya bimbingan, petunjuk, pengarahan dan partisipasi dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. dr. Mochammad Hatta, PhD,Sp.MK selaku Penasihat Utama dan Penguji Tesis dan Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, MS, Apt selaku Penasihat Pendamping dan Penguji Tesis atas segala bantuan dan bimbingannya serta waktu yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(6)

Pada kesempatan ini pula tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Direktur Program Pascasarjana Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim

2. Ketua Program Studi Biomedik Ibu Prof. dr. Rosdiana Natzir, PhD dan Ketua Konsentrasi Mikrobiologi Bapak Prof. dr. Nasrum Massi, PhD 3. Bapak Prof. dr. M. Asaad Maidin, MSc,Sp.Mk, Bapak Prof. Dr. Akhyar

Ahmad,PhD dan Dr.dr. Burhanuddin Bahar, MSi selaku Penguji Tesis 4. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Pascasarjana

Program Studi Biomedik Konsentrasi Mikrobiologi terkhusus kepada sahabatku Dwi Rachmawaty Daswi dan Alfrida Monica Salasa atas kebersamaan kita selama ini.

Semoga Allah SWT membalas segala bantuan tersebut dengan pahala yang setimpal. Amin.

Makassar, November 2012

St. Ratnah

(7)

ABSTRAK

ST. RATNAH, Aktifitas Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus Penyebab Karies Gigi (Dibimbing oleh Mochammad Hatta dan Gemini Alam)

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktifitas dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

Metode yang digunakan adalah metode disc diffusion, dimana sampel yang digunakan adalah daun jambu biji yang dipetik secara acak, dibuat simplisia kemudian diekstraksi dengan metode seduhan, infusa, dekokta dan maserasi (menggunakan pelarut etanol 50 % dan etanol 96

%). Masing-masing ekstrak ditentukan profil senyawanya dengan densitometri analisis TLC Scanner, selanjutnya dilakukan uji aktifitas.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi dan metode ekstraksi yang paling aktif adalah metode maserasi dengan pelarut etanol 96 % pada konsentrasi 30 % dan hasil ini didukung dengan hasil TLC-Scanner.

Kata Kunci : Karies gigi, Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, ekstrak daun jambu biji, densitometri, Disc Difusion.

(8)

ABSTRACT

ST. RATNAH, The Activity of Guava Leaf Extract (Psidium guajava L.) on the Growth of Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus as the Causes of Dental Caries (Supervised by Mochammad Hatta and Gemini Alam)

The aim of the study is to determine the activity of guava leaf extract (Psidium guajava L.) on the growth of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as the causes of dental caries.

The research used disc diffusion method in which the sample used were guava leaves picked up randomly, made crude, and extracted by the methods of steeping, infusa, decocta, and maceration using 50 % ethanol solvent and 96 % ethanol. Each extract compound profile was determined by densitometry analysis of TLC Scanner continued by activity test.

The result of the research reveal that guava leaf extract has an activity to inhibit of Streptococcus mutans and Staphylococcus aureus as the causes of dental caries. Meanwhile, the most activity extraction method is maceration method using ethanol solvent 96 % at the concentration of 30 %. This is supported by the result of TLC-Scanner Key words : dental caries, Streptococcus mutans and Staphylococcus

aureus , guava leaf extract, densitometry, disc diffusion.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Karies Gigi... 6

1. Defenisi ... 6

2. Etiologi karies gigi ... 7

3. Gejala karies gigi ... 10

(10)

4. Klasifikasi karies gigi ... 10

5. Pencegahan karies gigi ... 11

B. Streptococcus mutans ... 13

1. Klasifikasi ... 14

2. Morfologi dan Identifikasi ... 14

3. Uji diagnostik laboratorium ... 16

C. Staphylococcus aureus ... 18

1. Klasifikasi ... 19

2. Morfologi dan identifikasi ... 19

3. Uji diagnostik laboratorium ... 20

D. Daun Jambu Biji ( Psidium guajava L.) ... 23

1. Klasifikasi ... 23

2. Uraian tumbuhan ... 24

3. Nama lain ... 24

4. Kandungan kimia ... 24

5. Khasiat ... 25

E. Metode ekstraksi ... 25

1. Seduhan ... 26

2. Infusa ... 26

3. Dekokta... 27

4. Maserasi ... 27

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 28

G. Densitometri ... 28

(11)

H. Pengujian Aktifitas Tanaman... 29

I. Kerangka Konsep ... 31

J. Hipotesa ... 32

K. Definisi Dan Istilah ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis penelitian ... 34

B. Waktu dan lokasi penelitian ... 34

C. Variabel penelitian ... 35

D. Populasi dan sampel ... 35

E. Bahan dan alat penelitian ... 35

F. Cara pengumpulan data ... 36

G. Cara kerja ... 37

1. Uji pendahuluan ... 37

2. Isolasi dan identifikasi ... 38

3. Pengolahan daun jambu biji... 39

4. Pembuatan ekstrak daun jambu biji ... 39

5. Analisis densitometri dengan TLC scanner... 41

6. Uji aktifitas ... 41

H. Analisis Data ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil ... 44

B. Pembahasan ... 49

BAB V. PENUTUP ... 57

(12)

A. Kesimpulan ... 57 B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Hasil uji pendahuluan ekstrak daun jambu biji

(Psidium guajava L.) ... 44 2 Hasil uji aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ... 45 3 Hasil uji aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ... 46 4 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan daun jambu biji

(Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ... 46 5 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak seduhan daun jambu biji

(Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ... 47 6 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus daun jambu biji (Psidium

guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm 47 7 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak infus daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm 47 8 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak dekokta daun jambu biji

(Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ... 47 9 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak dekokta daun jambu biji

(Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ... 48 10 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi pelarut etanol 50%

daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ... 48 11 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi pelarut etanol 50%

daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ... 48

(14)

12 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi pelarut etanol 96%

daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 254 nm ... 49 13 Hasil analisis TLC scanner Ekstrak maserasi pelarut etanol 96%

daun jambu biji (Psidium guajava L.) dengan menggunakan lampu UV 366 nm ... 49

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Karies gigi ... 5

2 Faktor penyebab karies gigi ... 8

3 Pewarnaan gram Streptococcus mutans ... 14

4 Pewarnaan gram Staphylococcus aureus ... 19

5 Daun jambu biji... 23

6 Tes difusi (Disc diffusion) ... 30

7 Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah perlakuan ... 55

8 Streptococcus mutans sebelum dan sesudah perlakuan ... 56

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Alur kerja ... 61 2 Skema isolasi dan identifikasi Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus ... 62 3 Skema pengujian Disc diffusion ... 63 4 Gambar hasil uji pendahuluan ... 64 5 Profil KLT ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

dengan lampu UV 366 nm ... 65 6 Profil KLT ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

dengan lampu UV 254 nm ... 66 7 Hasil uji disc diffusion ekstrak daun jambu biji

(Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans 67 8 Hasil uji disc diffusion ekstrak daun jambu biji

(Psidium guajava L.) terhadap Staphylococcus mutans ... 68

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan jaman, konsumsi makanan pada masyarakat mengalami perubahan. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka kejadian penyakit mulut pada manusia, dengan prevalensi tertinggi adalah karies gigi. Adanya flora bakterial mulut dalam bentuk plak merupakan syarat utama bagi terbentuknya karies. Oleh karena itu pencegahan karies didasarkan pada pengendalian bakteri pada plak (Darby and Walsh, 1995; Schuurs, 1992).

Karies dan penyakit periodensium merupakan penyakit gigi dengan prevalensi tinggi, bahkan di negara-negara maju sampai mencapai 50%.

Di Indonesia penyakit gigi dan mulut yang bersumber dari karies gigi menjadi urutan tertinggi yaitu sebesar 45,68%, dan termasuk dalam 10 besar penyakit yang diderita oleh masyarakat (Sugito, 2000). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDA) 2007, indeks DMF-T (Delayed Missing, Filled-Teeth) secara nasional sebesar 4,85. Ini berarti bahwa rata-rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia lima gigi per orang.

Prevalensi karies aktif di Sulawesi Selatan sebesar 50,4%

Karies merupakan penyakit infeksi hasil interaksi bakteri kariogenik, hospes dan makanan tinggi karbohidrat (Nishikawara et al, 2006). Karies

(18)

gigi (gigi berlubang) merupakan masalah utama dalam penyakit gigi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyebab utama dari karies gigi adalah penumpukan plak gigi yang banyak mengandung bakteri (Dirks and Helderman, 1993). Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak adalah bakteri yang memfermentasi polisakarida (karbohidrat) dan menghasilkan asam organik sehingga mengubah pH rongga mulut menjadi asam. Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus adalah bakteri yang dapat memfermentasi karbohidrat (Brooks et al, 2005)

Upaya pencegahan karies gigi dapat dilakukan secara mekanis dan kimiawi. Cara mekanis dapat dilakukan dengan cara pembersihan plak secara teratur. Menyikat gigi membantu kontrol plak dan merupakan langkah awal untuk mengontrol karies dan penyakit periodontal baik individu maupun populasi (Kidd and Joyston, 1992). Cara kimiawi salah satunya dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung fitokemikal (Dirks and Helderman, 1993). Fitokemikal dapat diperoleh dalam tumbuhan, diantaranya yaitu daun jambu biji (Psidium guajava L.).

Fitokemikal yang terdapat dalam daun jambu biji diantaranya adalah plavonoid, tannin, minyak atsiri, alkaloid, dan asam malat (Pangkalan, 2011).

Menurut Jebashere et al (2011), ekstrak ethyl acetat Psidii Folium mempunyai aktifitas terhadap Streptococcus mutans yang diisolasi dari pasien karies gigi di India dengan nilai MIC < 0,076 mg/ml.

(19)

Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan penelitian tentang aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L. ) memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi ?

2. Apakah metode ekstraksi berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menentukan aktifitas dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

2. Untuk menentukan sediaan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

(20)

3. Untuk melihat profil senyawa kimia yang terkandung dalam masing- masing ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai upaya alternatif terhadap pemberantasan penyakit gigi dan mulut di masa mendatang.

2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pengobatan penyakit gigi dan mulut dengan menggunakan obat tradisional

3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berminat dalam pengujian aktifitas bahan alam terhadap pertumbuhan mikroorganisme penyebab karies gigi.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi

1. Definisi karies

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Kidd and Joyston, 1992)

Gambar 1. Karies gigi

(http://www. dental-caries-treatment-and-prevention)

(22)

2. Etiologi karies gigi

Karies gigi adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat (medium makanan dari bakteri), kemudian timbul destruksi komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan lubang). Karies gigi merupakan penyakit menahun dan tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Dengan demikian apabila tidak dirawat dapat merusak keseluruhan gigi dan jaringan pulpa serta dapat menimbulkan infeksi pada jaringan sekitarnya (Pickard, 2002).

Etiologi karies gigi adalah multifaktor. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor berikut (Losso et al, 2009) :

a. Mikroorganisme kariogenik.

Bakteri yang membentuk plak pada gigi memegang peranan penting dalam terjadinya karies gigi. Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak adalah bakteri yang mampu memfermentasi polisakarida (karbohidrat) secara ekstraseluler, yaitu bakteri dari genus Streptococcus, Staphylococcus dan Lactobacillus. Gula monosakarida dan disakarida akan dimetabolisasi oleh bakteri tersebut menghasilkan asam yang dapat menyebabkan demineralisasi pada gigi sehingga terjadinya kavitas. Proses demineralisasi ini adalah reversible. Tetapi, kehilangan

(23)

mineral semasa proses tersebut yang menyebabkan terjadinya kavitas adalah karena serangan asam yang panjang dan melampaui ketahanan host.

b. Substrat yang bisa difermentasi.

Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel.

Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya.

Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.

Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan

(24)

karena itu sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Kidd and Joyston, 1992).

c. Host yang rentan.

Terdapat beberapa faktor host yang dapat mempengaruhi gigi untuk terjadinya karies, antara lain termasuk hiposaliva, enamel hipoplasia, perkembangan enamel yang tidak lengkap, morfologi gigi, faktor imunologi, serta faktor genetik gigi seperti ukuran, permukaan, dan kedalaman pit/fisur (Zafar et al, 2006).

d. Waktu.

Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan merangsang pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spots pada permukaan gigi tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada bagian enamel. Faktor waktu yang dimaksudkan adalah lamanya pemaparan gigi terhadap penyebab-penyebab di atas yang menyebabkan terjadinya karies dan bervariasi pada setiap orang, diperkirakan antara 6-48 bulan (Pinkham, 2005).

Gambar 2. Faktor penyebab karies gigi (Panjaitan, 1997)

(25)

3. Gejala karies dini

Gejala paling dini suatu karies yang terlihat secara makroskopik adalah adanya bercak putih. Warnanya sangat berbeda bila dibandingkan dengan enamel sekitarnya yang masih sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak berwarna coklat disebabkan oleh materi di sekelilingnya yang terserap ke dalam pori-pori enamel (Kidd and Joyston, 1992). Karies yang berwarna coklat hingga kehitaman lebih lama menimbulkan lubang pada gigi, sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat menimbulkan lubang (Tarigan, 1991).

4. Klasifikasi karies gigi

Karies dapat diklasifikasikan berdasarkan daerah anatomis tempat karies itu timbul. Dengan demikian lesi bisa dimulai pada pit dan fisur atau pada permukaan halus. Lesi permukaan halus dimulai pada email atau sementum dan dentin akar yang terbuka (karies akar). Kemungkinan lain karies bisa timbul pada tepian restorasi. Ini disebut karies rekuren atau karies sekunder (Kidd and Joyston, 1992).

Karies juga dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium karies (dalamnya karies) yaitu (Tarigan, 1991) :

a. Karies superficialis

Dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum.

(26)

b. Karies media

Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

c. Karies profunda

Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

Karies bisa juga digolongkan berdasarkan keparahan atau kecepatan berkembangnya (Kidd and Joyston, 1992; Pickard et al, 2002):

a. Karies ringan

Jika yang terkena karies adalah daerah yang memang sangat rentan terhadap karies misalnya oklusal gigi molar permanen.

b. Karies moderat/sedang

Jika karies meliputi permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior.

c. Karies parah

Jika karies telah menyerang gigi anterior, suatu daerah yang biasanya bebas karier.

5. Pencegahan karies

Pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan memperpanjang kegunaan gigi di dalam mulut. Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi yaitu (Kidd and Joyston, 1992) :

(27)

a. Menjaga kebersihan mulut.

Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi sebelum atau setelah sarapan dan sebelum tidur di malam hari serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari. Hal ini sangat efektif dalam mencegah terjadinya pembusukan permukaan yang licin. Menggosok gigi mencegah terbentuknya karies di pinggir gigi dan flossing dilakukan di sela-sela gigi yang tidak dapat dicapai oleh sikat gigi. Menggosok gigi yang baik memerlukan waktu selama 3 menit. Pada awalnya plak agak lunak dan bisa diangkat dengan sikat gigi yang berbulu halus dan benang gigi minimal setiap 24 jam. Jika plak sudah mengeras maka akan sulit untuk membersihkannya.

b. Makanan.

Semua karbohidrat bisa menyebabkan pembusukan gigi, tetapi yang paling jahat adalah gula. Semua gula sederhana, termasuk gula meja (sukrosa), gula di dalam madu (levulosa dan dekstrosa), buah- buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama terhadap gigi. Jika gula bergabung dengan plak, maka dalam waktu sekitar 20 menit, bakteri Streptococcus mutans di dalam plak akan menghasilkan asam. Jumlah gula yang dimakan tidak masalah, yang memegang peran penting adalah lamanya gula berada di dalam gigi. Orang yang cenderung mengalami karies harus mengurangi makanan yang manis-manis.

Berkumur-kumur setelah memakan makanan manis akan menghilangkan gula, tetapi cara yang lebih efektif adalah dengan menggosok gigi. Untuk

(28)

menghindari terbentuknya karies, sebaiknya meminum minuman dengan pemanis buatan atau minum teh atau kopi tanpa gula.

c. Fluor.

Fluor menyebabkan gigi, terutama email, tahan terhadap asam yang menyebabkan terbentuknya karies. Sangat efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras, yaitu sampai usia 11 tahun. Penambahan fluor pada air adalah cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan fluor pada anak-anak. Tetapi jika terlalu banyak mengandung fluor, bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau perubahan warna pada gigi. Jika air yang diminum mengandung sedikit fluor, bisa diberikan obat tetes atau tablet natrium florida. Fluor juga bisa dioleskan langsung oleh dokter gigi pada gigi yang cenderung mengalami pembusukan. Akan lebih baik jika menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor.

d. Penambalan.

Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang yang sulit dijangkau. Setelah dibersihkan, daerah yang akan ditambal ditutup dengan plastik cair. Setelah cairan plastik mengeras, akan terbentuk penghalang yang efektif, dimana bakteri di dalam lekukan akan berhenti menghasilkan asam karena makanan tidak dapat menjangkau lekukan tersebut. Sebuah tambalan bertahan cukup lama;

sekitar 90% bertahan sampai 1 tahun dan 60% bertahan sampai 10 tahun;

tetapi kadang perlu dilakukan perbaikan atau penggantian.

(29)

e. Terapi antibakteri.

Beberapa orang memiliki bakteri penyebab pembusukan yang sangat aktif di dalam mulutnya. Orang tua bisa menularkan bakteri ini kepada anaknya melalui ciuman. Bakteri tumbuh di dalam mulut anak setelah gigi pertama tumbuh dan kemudian bisa menyebabkan terjadinya karies.

Karena itu kecenderungan bahwa pembusukan gigi terjadi dalam satu keluarga, tidak selalu menunjukkan kebersihan mulut maupun kebiasaan makan yang jelek.

B. Streptococcus mutans

Streptococcus mutans adalah salah satu jenis bakteri yang mempunyai kemampuan dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Bakteri ini pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Clark pada tahun 1924 yang memiliki kecendrungan membentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium. Streptococcus mutans menjadi yang paling banyak menyebabkan gigi berlubang di sekitar luka tetapi sampai pada tahun 1960-an mikroba tersebut tidak ditemukan. Kemudiaan gula dan sumber energi lain dimetabolisme, sehingga mikroba menghasilkan asam yang menyebabkan rongga pada gigi ( Nugraha, 2008).

Streptococcus mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang dapat melekat, yang disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, S. mutans bisa menyebabkan

(30)

melekatnya dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi. Dengan demikian pH turun dan keadaan pH asam ini dapat melarutkan email gigi sehingga terjadi karies gigi( Nugraha, 2008).

Gambar 3. Pewarnaan Gram Streptococcus sp.

(http://bagusrn-fpk09.web.unair.ac.id) 1. Klasifikasi (Capuccino and Natalie, 2001)

Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli

Order : Lactobacillales Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans

2. Morfologi dan identifikasi

a. Ciri-ciri organisme.

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus

(31)

berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180C – 400C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabakan karies untuk email gigi (Nugraha,2008).

b. Kultur.

Kebanyakan streptococcus dapat tumbuh dalam media yang padat dan tampak sebagai koloni discoid. Biasanya berdiameter 1-2 mm. strain yang menghasilkan bahan berupa kapsul seringkali berkembang ke arah koloni mucoid (Brooks et al, 2005)..

c. Karakteristik pertumbuhan.

Energi secara prinsip didapat dari pemanfaatan gula. Pertumbuhan streptococcus cenderung lambat pada media padat atau media cair kecuali diperkaya dengan cairan darah atau cairan jaringan. Kebutuhan akan makanan sangat beragam diantara jenis-jenis yang berbeda. Bakteri yang patogen pada manusia adalah yang paling sulit karena memerlukan berbagai faktor pertumbuhan. Pertumbuhan dan proses hemolisis akan dibantu dengan mengeramkan bakteri dalam suasana CO2 10% (Brooks et al, 2005).

(32)

3. Uji diagnostik laboratorium

a. Spesimen.

Spesimen diperoleh tergantung dari letak infeksi streptococcus.

Usapan tenggorokan, nanah atau darah diperlukan untuk kultur. Serum diperlukan untuk penentuan antibodi.

b. Hapusan.

Hapusan dari nanah lebih sering menunjukkan coccus tunggal atau berpasangan daripada rantai. Coccus kadangkala bersifat gram negatif karena organisme tidak bertahan hidup dan kehilangan kemampuannya untuk menyimpan bahan warna biru (crystal violet) dan yang seharusnya gram positif.

c. Kultur.

Spesimen yang dicurigai mengandung streptococci anaerob dikultur pada cawan agar darah. Media anaerobik yang sesuai juga harus diinokulasi. Inkubasi pada 10 persen CO2 kadang-kadang mempercepat hemolisis. Irisan inokulum pada agar darah memiliki pengaruh yang sama, karena oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke organisme yang menempel dan oksigen tidak mudah berdifusi melalui medium ke organisme yang menempel dan oksigen inilah yang mengakibatkan streptolisin O menjadi tidak aktif.

Kultur darah akan menumbuhkan streptococcus hemolitik grup A (seperti pada sepsis) dalam beberapa jam atau beberapa hari.

Streptococcus hemolitik α tertentu dan enterococcus tumbuh dengan

(33)

lambat, sehingga kuktur darah pada kasus endokarditis yang dicurigai tidak berubah menjadi positif dalam 1 minggu atau lebih.

Macam dan tingkatan dari hemolisis (dan penampakan koloni) membantu penempatan mikroorganisme pada kelompoknya.

Streptococcus grup A dapat dengan cepat diidentifikasi oleh tes antibodi fluresens, tes PYR, dan tes khusus untuk melihat keberadaan antigen kelompok A khusus. Pengelompokkan serologis ditandai oleh tes presipitin atau koagulasi yang seharusnya terbentuk ketika diperlukan untuk klasifikasi dan untuk alas an epidemik. Streptococcus yang termasuk grup A dimungkinkan untuk diidentifikasi dengan adanya hambatan pertumbuhan oleh bacitracin, tetapi hanya bisa digunakan bila tes difinitif tidak tersedia.

d. Tes deteksi antigen.

Beberapa peralatan komersial tersedia untuk deteksi cepat dari antigen streptococcal kelompok A penyebab sakit kerongkongan.

Perangkat ini menggunakan enzim atau metode kimia untuk mengekstrak antigen dari jaringan yang sakit tadi kemudian menggunakan EIA atau tes aglutinasi untuk menunjukkan adanya antigen. Ada 60-90 persen yang sensitif dan 98-99 persen yang spesifik ketika dibandingkan dengan metode kultur. Tes perlengkapan lebih cepat dibandingkan metode kultur.

e. Tes serologi.

Peningkatan titer antibodi dari antigen streptococcus grup A dapat diperkirakan : seperti antibodi meliputi antistreptolisin O (ASO), terutama

(34)

pada penyakit respiratory, anti-D Nase dan antihyaluronidase, terutama pada infeksi kulit; streptokinase, antibodi anti-M tipe spesifik; dan lainnya.

Dari semuanya Anti-ASO titer paling luas penggunaannya (Brooks et al, 2005).

C. Staphylococcus aureus

Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.

Stafilokokus tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Beberapa merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia; yang lain ada yang menyebabkan supurasi dan bahkan septimia fatal. Stafilokokus yang patogen sering menghemolisis darah, mengkoagulasi plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin. Bentuk keracunan makanan paling sering disebabkan oleh enterotoksin stafilokokal yang stabil terhadap panas. Stafilokokus cepat menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba dan ini merupakan masalah besar pada terapi (Brooks et al, 2005).

(35)

Gambar 4. Pewarnaan Gram Staphylococcus sp.

(American Society for Microbiology. 2005)

1. Klasifikasi (Capuccino and Natalie, 2001)

Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcu aureus

2. Morfologi dan identifikasi

a. Ciri khas organisme.

Stafilokokkus adalah sel yang berbentuk bola dengan diameter 1μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Kokkus tunggal, berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair. Stafilokukkus bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Di bawah pengaruh obat seperti penisilin, stafilokokus mengalami lisis.

(36)

b. Kultur

Stafilokokus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37 0C namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar ( 20- 35 0 C ). Koloni pada media yang padat berbentuk bulat, lembut dan mengkilat. S. aureus biasanya membentuk koloni abu- abu hingga kuning emas. Tidak ada pigmen yang dihasilkan secara an aerobik atau pada media cair. Berbagai macam tingkat haemolisis dihasilkan oleh S. aureus dan kadang- kadang oleh spesies lain.

c. Karakteristik pertumbuhan.

Stafilokokus menghasilkan katalase yang membedakannya dengan streptokokus. Stafilokokus memfermentasi karbohidrat, menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas. Aktifitas proteolitik bervariasi dari satu galur ke galur lain (Brooks et al, 2005).

3. Uji diagnostik laboratorium

a. Spesimen.

Usapan permukaan, pus, darah, aspirat trakea atau cairan spinal, dipilih bergantung pada tempat infeksi.

b. Hapusan.

Stafilokokus yang khas dilihat pada apusan yang dicat dari pus atau sputum, hapusan ini tidak bisa membedakan organisme saprofitik (S.

epidermidis) dari organisme patogen (S. aureus).

(37)

c. Biakan.

Spesimen yang ditanam pada lempeng agar darah menunjukkan koloni yang khas dalam waktu 18 jam pada suhu 37oC tetapi hemolisis dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi sampai beberapa hari kemudian, dan optimal pada suhu kamar. Spesimen yang dikontaminasi dengan flora campuran dapat dibiakkan pada media yang mengandung NaCl 7,5%; garam tersebut menghambat sebagian besar flora normal lainnya tapi tidak menghambat S. aureus.

d. Tes katalase.

Tetes larutan hidrogen peroksida ditempatkan pada gelas objek dan sejumlah kecil bakteri yang tumbuh diletakkan dalam larutan tersebut, pembentukan gelembung (pelepasan oksigen) menunjukkan bahwa tes positif. Tes ini dapat dilakukan dengan cara menuangkan larutan hidrogen peroksida pada biakan bakteri yang padat pada agar miring dan diamati munculnya gelembung.

e. Tes koagulase.

Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat dicairkan dalam perbandingan 1 : 5 dicampur dengan volume yang sama dari biakan cair atau dari koloni pada agar dan diinkubasi pada suhu 37o C. satu tabung plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai sebagai kontrol.

Jika gumpalan terjadi dalam waktu 1-4 jam berarti tes positif.

Stafiolokokus koagulase positif dianggap patogen bisa manusia namun demikian stafilokokus koagulase positif dari anjing (Staphylococcus

(38)

intermedius) dan dolpin (Staphylococcus delphini) jarang menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi alat prostetik dapat disebabkan oleh organisme kelompok S. epidermidis koagulase negatif.

f. Uji kepekaan.

Uji kepekaan mikrodilusi atau difusi cakram hendaknya dilakukan secara rutin pada isolate stafilokokus dari infeksi yang secara klinis bermakna. Resistensi terhadap penisilin G dapat diramalkan dengan uji β- laktamase positif ; sekitar 90% S. aureus menghasilkan β-laktamase.

Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin serta metasilin) terjadi pada sekitar 20% isolate S. aureus dan hampir 75% isolate S. epidermidis.

g. Uji serologis dan penentuan tipe.

Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang lama dan dalam. Uji serologis ini sedikit bermanfaat dalam praktek. Pola kepekaan terhadap antibiotik bermanfaat dalam melacak infeksi S. aureus dan dalam menentukan jika bakterimia disebabkan oleh S. epidermidis multiple, apakah disebabkan galur yang sama (Brooks et al, 2005).

(39)

D. Daun Jambu biji (Psidium guajava L.)

Gambar 5. Daun jambu biji (http://www.iptek.net.id) 1. Klasifikasi ( Benson, L. 1957)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

(40)

2. Uraian tumbuhan

Jambu biji atau bahasa latinnya Psidium guajava L. merupakan jenis tanaman perdu dengan cabang yang banyak. Tinggi pohon ini rata- rata sekitar 10-12 meter. Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini sekitar 1.200 meter dari permukaan laut.

Daunnya berbentuk bulat telur, kasar, dan kusam. Bunganya relatif kecil dan berwarna putih. Besar buahnya sangat bervariasi, berisi banyak biji kecil-kecil dan ada juga yang tidak mempunyai biji yang biasa disebut dengan jambu sukun (Wirakusumah, 2000).

3. Nama lain

Psidium guajava (Inggris/Belanda), Jambu Biji (Indonesia); Jambu klutuk, Bayawas, tetokal, Tokal (Jawa); Jambu klutuk, Jambu Batu (Sunda), Jambu bender (Madura) (Wirakusumah, 2000).

4. Kandungan kimia

Daun jambu biji mengandung zat-zat penyamak (psitadin) sekitar 9%, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung eugenol sekitar 0,4%, minyak lemak 6%, damar 3% dan garam-garam mineral (Kartasapoetra, 1988), juga mengandung plavonoid yang terdiri dari morin, guaijavarin dan quercetin (Arima and Danno, 2002), triterpenoid yang

(41)

terdiri dari asam betulinic dan lupeol (Ghosh et al, 2010). Menurut Kim et al (2011), Daun Jambu Biji mengandung senyawa yang memiliki aktivitas dalam menangkap radikal bebas yaitu 3-hydroxybutiric acid, acetic acid, glutamic acid, asparagines, citric acid, malonic acid, trans- aconitic acid, ascorbic acid, maleic acid, cis-aconitic acid, epicatechin, protocatechuic acid dan xanthine.

5. Khasiat

Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) digunakan dibeberapa negara sebagai obat tradisional untuk mengobati diare, gangguan gastrointestinal dan pernafasan, hipertensi dan diabetes mellitus.

Beberapa penelitian menyarankan bahwa daun Jambu Biji bermanfaat sebagai anti oksidatif, anti kanker, anti inflamasi, anti koagulase dan anti diabetes (Kim et al, 2011).

E. Metode ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Ditjen POM, 1986).

(42)

1. Seduhan

Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih, pembuatan sediaan seduhan seduhan untuk tujuan pengobatan banyak dilakukan berdasarkan pengalaman seperti pada pembuatan infus.

Pembuatan : air mendidih dituangkan ke simplisia, diamkan selama 5-10 menit dan saring. Jumlah simplisia dan air dinyatakan dalam takaran gram dan air dinyatakan dalam takaran gram dan air dalam takaran ml (Ditjen POM, 2000).

2. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90O C selama 15 menit (Ditjen POM, 1986; Ditjen POM, 2000). Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan yang lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Khasiat sediaan herbal umumnya karena kandungan minyak atsiri, yang akan hilang apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Ditjen POM, 2000).

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Ditjen POM, 1986).

(43)

3. Dekokta

Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90 OC selama 30 menit (Ditjen POM, 2000).

4. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Ditjen POM, 1986).

(44)

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau pelat plastik.

Penjerap yang paling sering digunakan pada KLT adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi.

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.

Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Rohman, A., 2009).

G. Densitometri

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT.

(45)

Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometry, bercak di- scanning dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara signal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometry dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi (Rahman, A., 2009).

H. Pengujian aktifitas tanaman

Metode Disc Diffusion

Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat kemoterapeutik. Metode ini sederhana, cepat dan praktis. Medium yang dapat digunakan yaitu Mueller-Hinton Agar, Blood Agar, dan Nutrient Agar. Tetapi menurut National Commitee for Clinical Laboratory Standars (NCCLS) menyarankan menggunakan Mueller- Hinton Agar. Metode ini telah didokumentasikan dengan baik dan zona hambatan standar baik untuk inokulum yang peka maupun resisten telah ditentukan. Selain dipengaruhi oleh faktor antara obat dan bakteri, metode ini dipengaruhi pula oleh beberapa faktor fisika dan kimia seperti sifat medium,

(46)

kemampuan difusi, ukuran molekuler dan stabilitas obat (Brooks et al., 2005).

Dalam pelaksanaan pengujian ini semua kondisi harus konstan, dan hanya ukuran diameter zona inhibisinya saja yang bersifat variabel.

Kondisi yang harus konstan dari pengujian ini adalah medium agar yang digunakan, jumlah mikroorganisme yang diinokulasikan, konsentrasi antibiotik dan kondisi inkubasi (waktu, temperatur, dan keadaan udara).

Jumlah organisme yang akan diinokulasikan distandarisasi berdasarkan standar McFarland 0,5.

Cakram kertas saring atau disk ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya dan setelah itu diinkubasikan pada suhu 35-37oC pada kondisi udara lingkungan selama 18-24 jam. Setelah inkubasi, diameter zona hambatan di sekitar cakram menunjukkan kekuatan hambatan obat terhadap bakteri uji.

Gambar 6: Tes Difusi (Disc Diffussion) (Cummings, B. 2004)

(47)

I. Kerangka Konsep

Karies Gigi

Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Streptococcus mutans Staphylococcus

aureus Mengandung zat aktif :

minyak atsiri, alkaloid, asam malat, tannin, glikosida

Dinding sel terdiri dari polisakarida, protein,

dan enzim

Struktur dan komponen dinding sel

bakteri terganggu

Terjadi hambatan pertumbuhan Streptococcus mutans dan

Staphylococcus aureus

(48)

J. Hipotesa

1. Ekstrak daun jambu biji ( Psidium guajava L. ) memiliki aktifitas menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

2. Metode ekstraksi berpengaruh terhadap kemampuan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

K. Definisi Dan Istilah

1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.

2. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

3. Seduhan merupakan suatu sediaan cair yang diperoleh dengan menyari simplisia nabati dengan cara diseduh dengan air mendidih.

4. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90O C selama 15 menit.

5. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90 OC selama 30 menit.

6. Maserasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

(49)

7. Metode difusi (disc diffusion) merupakan teknik yang umum dipakai untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme terhadap zat kemoterapeutik.

8. Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromegnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT.

9. Uji aktifitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu bahan alam dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme berdasarkan diameter zona hambat yang lebih besar dari kontrol negatif.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu menentukan aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April – September 2012.

2. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Imunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; Laboratorium BioFarmaka, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin.

(51)

C. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah :

Hasil identifikasi Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus.

Hasil uji aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian mencakup daun jambu biji (Psidium guajava L.).

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah daun jambu biji yang dipetik secara acak untuk penelitian.

E. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah Sampel karies gigi yang terinfeksi Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus, Muehler Hinton Agar, Muehler Hinton broth, Nutrient Agar, Blood Agar, Brain Heart Infusion Broth, Air Suling, pewarna Gram, Reagen untuk tes Biokimia, Paper disc, Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.),

(52)

vankomisin 30 µg, eluen kloroform : aseton : asam formiat (7:3:2), lempeng KLT, etanol 96 %.

2. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, gelas kimia, gelas ukur, labu erlenmeyer, botol reagen, termometer, batang pengaduk, kain flanel, ose bulat, rak tabung, tips untuk pipet, swab steril, panci Infus, bejana maserasi, jangka sorong, timbangan analitik, bunsen, lampu spiritus, lumpang dan stamper, epavorator, waterbath, autoclave, oven, biohazard (safety cabinet) dan inkubator, chamber, lampu UV 254 nm dan 366 nm, TLC Scanner .

F. Cara Pengumpulan Data

Data yang diperoleh adalah hasil pengujian yaitu :

Hasil identifikasi Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus

Hasil uji aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

(53)

G. Cara Kerja

1. Uji pendahuluan (Ditjen POM, 1995) a. Uji alkaloida

Reaksi pengendapan :

Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml air, panaskan diatas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring.

Pindahkan masing-masing 3 tetes filtrat pada dua kaca arloji. Tambahkan 2 tetes Mayer LP pada kaca arloji pertama dan 2 tetes Bouchardat LP pada kaca arloji kedua. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloida.

Jika dengan Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloida.

b. Uji glikosida

Masukkan 0,1 ml ekstrak methanol dalam tabung reaksi, uapkan di atas tangas air. Pada sisa tambahkan 2 ml air dan 5 tetes alfa naftol LP.

Tambahkan hati-hati 2 ml H2SO4 P, terbentuk cincin berwarna ungu (Reaksi Molish).

c. Uji tannin

Ekstrak kental direaksikan dengan larutan ferri klorida, bila terjadi warna biru tua/hitam kehijauan menunjukkan adanya senyawa tannin.

(54)

d. Saponin

Masukkan 0,5 g serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama 10 detik) : terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm.

2. Isolasi dan identifikasi Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus (Labkes, 2000)

Spesimen karies gigi diambil menggunakan swab steril dengan cara dimasukkan ke dalam karies gigi, kemudian dimasukkan ke media BHIB.

Spesimen diinokulasikan ke dalam media Blood Agar Plate dan diinkubasi pada suhu 35 - 37o C selama 24- 48 jam. Koloni tersangka dari Blood Agar Plate dilakukan pewarnaan Gram untuk menemukan bakteri gram positif kokus bentuk rantai (Streptococcus mutans) dan gram positif kokus berkelompok tidak teratur (Staphylococcus aureus).

Hasil bakteri gram positif kokus bentuk rantai dilanjutkan dengan uji biokimia untuk menemukan bakteri gram positif kokus katalase negatif.

Bakteri yang termasuk golongan katalase negatif diamati sesuai dengan tabel Connie Mohan dalam National Committee for Clinical Laboratory Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang positif Streptococcus

(55)

mutans. yaitu : hemolisis (α, γ hemolisis); katalase (-); oksidase (-);

sorbitol (+); mannitol (+); nutrient broth + NaCl 6,5% (tidak tumbuh); bile esculin (-).

Hasil bakteri gram positif kokus berkelompok tidak teratur dilanjutkan dengan uji biokimia untuk menemukan bakteri gram positif kokus katalase positif. Bakteri yang termasuk golongan katalase positif diamati sesuai dengan tabel Connie Mohan dalam National Committee for Clinical Laboratory Standart (NCCLS) untuk menemukan bakteri yang positif Staphylococcus aureus yaitu : katalase (+); oksidase (-); Staphylase (+); koagulase (+); D-Nase (+).

3. Pengolahan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) (Ditjen POM, 1986)

Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) yang segar dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 40o-60o. Daun yang telah dikeringkan disebut simplisia kering.

4. Pembuatan ekstrak daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) (Ditjen POM, 1986; Ditjen POM, 2000)

a. Seduhan

Simplisia kering ditimbang sebanyak 10 gram dan 30 gram, dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu disiram dengan air mendidih hingga 100 ml lalu dibiarkan selama 5 – 10 menit lalu di serkai.

(56)

b. Infus

Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 gram dan 30 gram, masing-masing dibasahi dengan air suling sebanyak 2 kali bobotnya kemudian dimasukkan ke dalam panci infus ditambahkan air suling sampai 100 ml, panci ditutup kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit. Ekstrak cair didinginkan lalu diserkai dingin dengan menggunakan kain flanel.

c. Dekokta

Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 gram dan 30 gram, masing-masing dibasahi dengan air suling sebanyak 2 kali bobotnya kemudian dimasukkan ke dalam panci ditambahkan air suling sampai 100 ml, panci ditutup kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit.

Ekstrak cair didinginkan lalu diserkai dingin dengan menggunakan kain flanel.

d. Maserasi

Ditimbang simplisia kering sebanyak 10 gram dan 30 gram, masing-masing dimasukkan ke dalam bejana maserasi lalu ditambahkan 100 ml etanol 96% kemudian bejana ditutup. Disimpan bejana ditempat yang terlindung dari cahaya selama 5 hari sambil berulang-ulang diaduk.

Setelah 5 hari diserkai kemudian ampas diperas. Ekstrak yang diperoleh disimpan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Ekstrak yang diperoleh kemudian

(57)

diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Dilakukan hal yang sama dengan menggunakan pelarut etanol 50%.

5. Analisis densitometri dengan TLC Scanner

Lempeng KLT dipotong dengan ukuran 20 cm x 10 cm kemudian dilakukan free wash dan diaktifkan di dalam oven pada suhu 110 o selama 30 menit. Masing-masing ekstrak daun jambu biji ditimbang kemudian dilarutkan dengan etanol 96 % sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/ml dan disentrifuge, selanjutnya masing-masing ekstrak ditotol pada lempeng KLT sebanyak 10 µl. Lempeng KLT kemudian dielusi dengan menggunakan eluen kloroform : aseton : asam formiat (7 : 3 : 2). Lempeng KLT selanjutnya dianalisa dengan menggunakan TLC Scanner.

6. Uji aktifitas daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab

karies gigi (Labkes, 2000; Lay, B.W., 2002) a. Media dan reagen

Media yang digunakan adalah agar Mueller Hinton (dengan ketebalan agar 4 mm). Reagen yang digunakan adalah larutan standar NaCl fisiologis steril; larutan hipoklorit 2% dan standar kekeruhan Mc Farland 0,5.

(58)

b. Prosedur pemeriksaan Disc Diffusion

Inokulum disiapkan dengan menggunakan kapas lidi steril atau sengkelit. Diambil 3-5 koloni Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus hasil isolasi spesimen klinik dan disuspensikan ke dalam masing- masing tabung berisi larutan NaCl fisiologis steril 5 ml, kemudian kapas lidi bekas pakai dibuang dalam larutan hipoklorit 2 %. Hasil suspensi bakteri dibandingkan dengan standar kekeruhan Mc Farland 0,5.

Kapas lidi dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan diputar beberapa kali kemudian ditekan-tekan pada dinding tabung untuk membuang kelebihan inokulum. Kapas lidi yang mengandung inokulum dihapuskan secara merata pada permukaan agar Mueller Hinton, kemudian cawan petri ditutup dan dibiarkan selama 3-5 menit.

Cakram kertas (paper disc) yang telah direndam dalam masing- masing konsentrasi ekstrak Daun Jambu Biji (infuse, dekokta, perasan dan seduhan) selama ± 10 menit diletakkan pada permukaan agar Mueller Hinton dan sedikit ditekan agar melekat sempurna dan tidak bergeser.

Kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu diinkubasi pada suhu 35-37 0 C selama 16-20 jam dalam posisi cawan terbalik (Streptococcus mutans). Untuk Staphylococcus aureus suhu inkubasi tidak boleh lebih dari 35 0 C dan lama inkubasi adalah 24 jam.

(59)

Hasil diperoleh dengan mengukur zona hambatan yang terbentuk pada agar. Semakin lebar/diameter zona hambatan yang terbentuk semakin efektif sampel menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

H. Analisis Data

Hasil pengamatan setiap zona hambatan, diukur lebar/diameternya. Diameter zona hambatan yang berbeda dari sampel menandakan perbedaan aktifitas daun jambu biji (Psidium guajava L.) terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi.

(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktifitas dan sediaan ekstrak yang mana dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi. Sebelumnya dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji. Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

No Jenis uji

Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) Seduhan Infus Dekokta

Maserasi dengan Etanol 50%

Maserasi dengan Etanol 96%

1.

Alkaloid:

- Mayer - Bauchardat

- +

- +

- +

- +

- +

2. Tannin + + + + +

3. Saponin + + + + +

4. Glikosida + + + + +

Keterangan : + = ada

- = tidak ada

(61)

Uji aktifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dari masing-masing metode ekstraksi terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa metode ekstraksi yang memiliki aktifitas yang paling besar dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus penyebab karies gigi adalah ekstrak maserasi dengan pelarut etanol 96 % dengan konsentrasi 30 %.

Tabel 2. Hasil Uji Aktifitas Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans

No. Metode

Ekstraksi

Konsentrasi (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

1 2 3 Rata-rata

1. Seduhan 10 6,00 6,00 6,00 6,00

30 6,00 6,00 6,00 6,00

2. Infus 10 10,00 9,00 11,00 10.00

30 13,00 11,00 12,00 12,00

3. Dekokta 10 11,00 12,00 11,00 11,33

30 13,00 13,00 14,00 13,33 4. Maserasi

Etanol 50 %

10 10,00 11,00 11,00 10,67 30 11,00 13,00 14,00 12,67 5. Maserasi

Etanol 96 %

10 15,00 12,00 15,00 14,00 30 16,00 15,00 17,00 16,00 6. Vankomisin 30 µg 19,00 16,00 20,00 18,33

7. Air - 6,00 6,00 6,00 6,00

8. Na. CMC 1 6,00 6,00 6,00 6,00

(62)

Tabel 3. Hasil Uji Aktifitas Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus

No. Metode

Ekstraksi

Konsentrasi (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

1 2 3 Rata-rata

1. Seduhan 10 6,00 6,00 6,00 6,00

30 6,00 6,00 6,00 6,00

2. Infus 10 7,00 8,00 10,00 8,33

30 11,00 10,00 10,00 10,33

3. Dekokta 10 10,00 9,00 8,00 9,00

30 10,00 10,00 12,00 10,67 4. Maserasi

Etanol 50 %

10 8,00 8,00 8,00 8,00

30 13,00 12,00 11,00 12,00 5. Maserasi

Etanol 96 %

10 14,00 13,00 11,00 12,67 30 14,00 14,00 13,00 13,67 6. Vankomisin 30 µg 16,00 15,00 17,00 16,00

7. Air - 6,00 6,00 6,00 6,00

8. Na. CMC 1 6,00 6,00 6,00 6,00

Untuk melihat profil senyawa kimia dari masing-masing ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dilakukan analisis TLC-Scanner dan dapat dilihat pada tabel 2 sampai 11 .

Tabel 4. Hasil Analisis TLC Scanner Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Metode Seduhan Pada Panjang Gelombang 254 nm

Subs.Kimia

Seduhan 10 % Seduhan 30 %

1 2 1 2

Area Rf

Max Pj.Gel Area Rf

Max Pj.Gel Area Rf

Max Pj.Gel Area Rf

Max Pj.Gel A 209,6 0,29 200 229,1 0,25 200 440,5 0,26 200 499,8 0,28 200

288,5 0,28 200 253,5 0,44 200

B 197,2 0,41 200

C 284,8 0,60 200 364,0 0,56 200

D 336,8 0,32 200

E 203,9 0,51 200

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Bontis (2004) human capital adalah kombinasi dari pengetahuan, skill, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Identifikasi

Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah

Gambar 12 Grafik path loss yang diterima Dari nilai level daya seperti pada grafik dapat dilihat bahwa daerah rumput mempunyai level daya terima paling besar untuk

Tugas akhir ini bertujuan untuk menciptakan suatu sistem penyimpanan kamera berbasis termoelektrik dengan menggunakan alat penyerap kelembaban moisture absorber

Assignment Errors Correct forms Linguistic Description Surface Structure Description most beautiful more beautiful most beautifulest the most beautiful Noun phrase;

Dibandingkan April 2015, jumlah tamu asing dan tamu domestik yang menginap di hotel bintang mengalami peningkatan masing-masing sebesar 352,11 persen dan 24,46

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas I SDN