IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) KEBUN
RAMBUTAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Administrasi Publik
OLEH:
IKA HANDAYANI MARPAUNG 140903043
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Ika Handayani Marpaaung
NIM : 140903043
Program Studi : Ilmu Administrasi Publik
Judul : Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT.
Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Kebun Rambutan
Medan, Agustus 2018
Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,
Ilmu Administrasi Publik
Dr. Tunggul Sihombing, MA Dr. Tunggul
Sihombing, MA
NIP : 195908141986011002 NIP :
1959081411986011002
Wakil Dekan FISIP USU
Husni Thamrin, S.Sos, M.SP NIP : 19640081991021001
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Suamtera Utara maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi
Medan, Agustus 2018 Yang membuat Pernyataan
Ika Handayani Marpaung NIM : 140903043
ABSTRAK
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) secara singkat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada para pemangku kepentingan atau stakeholder. Sebuah bentuk implementasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) khususnya pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program Bina Lingkungan merupakan sebuah program yang diberikan melalui bantuan dana untuk keperluan program/kegiatan pengembangan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan fenomena secara mendalam melalui pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah Wawancara, Observasi dan dokumen yang terkait dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn meliputi Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik organisasi pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, disposisi atau Sikap para pelaksana, kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa bentuk implementasi CSR PTPN III terdiri dari dua macam model yaitu Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, dan implementasi CSR khususnya pada Program Bina Lingkungan yang dilakukan PTPN III sudah memberi manfaat yang cukup baik dalam membantu masyarakat sekitar.
Kata Kunci : Corporate Social Responsibility (CSR) , PKBL , Implementasi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Sang Pemilik Hidup dan Kehidupan Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan Kurikulum Sarjana Strata-1 (S1) pada Departemen Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Kebun Rambutan
Pada kesempatan ini, penulis akan mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Jhon Piter Marpaung dan Ibunda Resmawati Simanungkalit yang tiada henti untuk memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih untuk doa, kasih sayang, materi maupun moral, nasehat dan buat kerja keras yang kalian berikan untuk membesarkan dan mendidik penulis beserta seluruh saudara yang terlahir dari rahim yang sama. Selain itu, penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Dr.
Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.
2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA.
3. Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara, yaitu Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, MA, P.hD.
4. Seluruh jajaran dosen atau staf pengajar Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
6. Kepala Bagian CSR/PKBL Krani DCC PTPN III Kebun Rambutan Bapak Sainuddin Manurung
7. Seluruh Pegawai dan Staf yang bekerja di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan
8. Terima kasih kepada kedua saudara laki-laki penulis Angga Ferdianto Lacarus Marpaung dan Daud Hartono Marpaung serta kakak ipar penulis Lidya Hutabarat yang selama ini telah mendoakan, memotivasi dan memberikan dukungan kepada penulis.
9. Teman-teman seperjuangan Departemen Ilmu Administrasi Publik angkatan 2014 dan teman-teman seorganisasi GMKI Komisariat Fisip Usu.
10. Terima kasih kepada para sahabat penulis Danawita Sianturi, Corry Debora Nainggolan, Juliana Sihombing, Pryda Royani Hutasoit yang selalu menemani, memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
11. Terima kasih kepada teman-teman penulis Mutiara, Rohani, Clara, Lita, Daniel, Doni, Aldy, teman-teman sekelompok PKL, adik Irna, kak Mei dan Rando.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna baik dari materi maupun penyajiannya, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca, khususnya bagi para akademisi dan bagi pengembangan keilmuan.
SYALOM, TUHAN YESUS MEMBERKATI
Medan, Agustus 2018
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN
PERSETUJUAN...i
HALAMAN PERNYATAAN...ii
ABSTRAK...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Fokus Penelitian...5
1.3 Rumusan Masalah...5
1.4 Tujuan Penelitian ...6
1.5 Manfaat Penelitian ...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kebijakan...7
2.2 Implementasi Kebijakan ...8
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan ...12
2.2.3 Model Implementasi Kebijakan Van Meter Van Horn ...12
2.3 Corporate Social Responsibility ...19
2.3.1 Model Implementasi CSR Perusahaan Di Indonesia ...24
2.3.2 Komponen Corporate Social Responsibility ...27
2.3.3 Prinsip Corporate Social Responsibility ...27
2.3.4 Jenis-jenis Program CSR ...29
2.3.5 Konsep Penerapan Dan Implementasi CSR ...31
2.3.6 Manfaat Corporate Social Responsibility...33
2.4 Pengertian Program Bina Lingkungan ...34
2.5 Definisi Konsep...36
2.6 Hipotesis Kerja...37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian...38
3.2 Lokasi Penelitian ...39
3.3 Informan Penelitian...39
3.4 Teknik PengumpulanData...41
3.5 Teknik Analisis Data...42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Umum Perusahaan...45
4.2 Visi Dan Misi Perusahaan...46
4.3 CSR Pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan...47
4.4 Program Bina Lingkungan PTPN III Kebun Rambutan...48
4.5 Implementasi CSR Pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan...48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...67
5.2 Saran ...70 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan sebagai pelaku dunia usaha adalah salah satu dari stakeholder pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan yang telah mereka tentukan.
Perusahaan berusaha meningkatkan kinerjanya dengan kegiatan terencana untuk mendapatkan keuntungan yang optimal supaya dapat bersaing dengan perusahaan lainnya.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perusahaan merupakan salah satu pelaku ekonomi yang tentunya mempunyai peranan sangat penting terhadap kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas.
Meskipun perusahaan telah berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja, kekayaan, produk dan jasa, namun tekanan pada publik untuk berperan dalam isu- isu sosial yang melibatkan pegawai, stakeholder, masyarakat, lingkungan, dan pemerintah terus meningkat. Tidak salah apabila setiap perusahaan berjuang keras untuk menjalankan roda bisnisnya dalam memperoleh keuntungan yang sebesar besarnya. Namun indikator-indikator ekologi menunjukkan akibat kebijakan yang salah di kalangan pelaku bisnis, menyebabkan degradasi lingkungan yang luar biasa. Sehingga akan banyak menimbulkan berbagai macam gangguan baik bagi lingkungan ataupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan berada.
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang terus tumbuh dan berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan
lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Oleh karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan, hal ini terbukti dengan banyak perusahaan yang mengembangkan sikap dan tanggung jawab sosial baik kepada lingkungan ataupun masyarakat yang sekarang disebut dengan nama Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada hanya sekedar kepentingan perusahaan itu sendiri.
Tanggung jawab sosial dari perusahaan (Corporate Social Responsibility) merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk didalamnya adalah pelanggan atau customers, pegawai, komunitas, masyarakat , pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Di Indonesia sendiri, saat ini mengimplentasikan CSR menjadi tren bagi dunia usaha. Komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial disadari bahwa keuntungan untuk keberlangsungan jangka panjang perusahaan yang hanya bisa didapat dengan adanya kesejahteraan masyarakat.
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan suatu tanggung jawab sosial suatu perusahaan dimana menjadi salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007, melalui undang-undang ini, industri atau koperasi-koperasi wajib untuk melaksanakannya. Definisi Corporate Social Responsibility pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana cara mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungan.
Untuk itu, perusahaan harus mampu mengelola administrasinya dengan baik
sehingga menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan. Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia perusahaan, maka lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggung jawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang. Kendati demikian, wacana tanggung jawab sosial masih sering diposisikan secara tidak tepat dan cenderung kurang memiliki apresiasi secara tepat. Konteks seperti itu terjadi, paling tidak dipicu oleh beberapa kondisi antara lain:
1. Masih belum seragam dan jelas batasan tanggungjawab sosial
2. Kurangnya respon stakeholder sehingga kurang menciptakan social control 3. Dukungan tata perundangan yang masih lemah
4. Standar operasional yang kurang jelas 5. Belum jelasnya ukuran evaluasi
PT. Perkebunan Nusantara III Rambutan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang agroindustri telah lama menerapkan CSR melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang selanjutnya disebut dengan “PTPN III Peduli”. Program Kemitraan merupakan bantuan modal usaha kepada para pelaku usaha kecil. Sedangkan bina lingkungan sendiri merupakan bantuan langsung dalam bentuk amal di berbagai bidang. Kegiatan dilaksanakan dalam enam bidang, yakni bidang pendidikan, kesehatan, pelestarian alam, sarana ibadah, sarana umum, dan bencana alam.
Bentuk- bentuk penyaluran dana CSR khususnya dalam program bina lingkungan dapat diberikan dalam bentuk beasiswa kepada anak sekolah SD, SMP, SMA dan biaya mahasiswa/i untuk beberapa perguruan tinggi, bantuan operasional rumah- rumah sakit, mengadakan pasar rakyat, membangun rumah ibadah, membuat akses jalan untuk kepentingan bersama, dan sebagainya.
Akan tetapi meskipun telah memiliki berbagai macam program pengembangan masyarakat, PTPN III Rambutan dalam merealisasikan program ini belum cukup optimal dalam mensejahterakan masyarakat disekitarnya. Dana CSR yang diberikan PTPN III masih belum maksimal dalam penggunaannya baik itu untuk membantu meningkatkan sarana dan prasarana yang ada dilingkungan BUMN maupun pemanfaatannya untuk membantu masyarakat sekitar, sehingga kerap memunculkan persoalan sosial antara masyarakat yang tinggal dilingkungan sekitar PTPN III Rambutan dengan perusahaan dan dana CSR yang masih sangat minim dalam pengalokasiannya. Begitu juga dengan Sarana dan prasarana yang habis dimakan waktu yang tidak segera diperbaiki seperti kondisi rumah tempat tinggal para pegawai yang semakin kurang layak untuk dihuni, fasilitas pendidikan yang berada dilingkungan PTPN III Rambutan yang juga masih sangat minim, Belum lagi dengan manajemen waktu para pekerjanya yang tidak adil karena pada hari minggu pun mereka masih dituntut untuk tetap bekerja. Tidak adanya pengembangan tekhnik produksi serta kurangnya kemauan motivasi dan inovasi dari mitra binaan untuk memajukan dan mengembangkan usahanya.
Berdasarkan dengan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahas bagaimana “IMPLEMENTASI
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IIII (PERSERO) RAMBUTAN”.
1.2 Fokus Penelitian
Program CSR merupakan salah satu upaya untuk menjalin keharmonisan dengan komunitas sekitar perusahaan. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah suatu jenis program tanggung jawab sosial yang hanya ada di BUMN saja. PKBL terdiri dari dua jenis program yakni Program Kemitraan (PK) dan Bina Lingkungan (BL).
Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah mencoba mencari tahu bagaimana pelaksanaan Program Bina Lingkungan yang dibuat oleh PT.
Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan . Program Bina Lingkungan adalah sebuah program yang diberikan melalui bantuan dana untuk keperluan program/kegiatan pengembangan masyarakat dan fokus area program ini adalah wilayah/lokasi suatu BUMN beroperasi. Dalam penelitian ini peneliti berusaha melihat apa saja hasil yang telah dicapai oleh CSR pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan melalui program bina lingkungan, karena sebaik apapun program yang dibuat jika tidak diimplementasikan dengan baik maka tidak akan bermanfaat, baik itu bagi perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan BUMN itu berada. .
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) pada Pelaksanaan Program Bina Lingkungan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Rambutan ?”
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam menjalankan Program Bina Lingkungan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Rambutan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara subjektif, penelitian diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metedologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya dalam penerapan program Corporate Social Responsibility (CSR).
2. Secara praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan sebagai suatu bahan informasi, masukan, dan pertimbangan demi menghasilkan konsep dan program CSR yang berkualitas dan lebih baik lagi dimasa mendatang.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.
Carl. J. Friedrich sebagaimana dikutip Agustino (2008:7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008:
40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut : a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan
b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implisit
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga- lembaga pemerintah
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.
2.2 Implementasi Kebijakan
Menurut Carl. J. Friedrich kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Dimock, kebijakan publik adalah perpaduan dan kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan banyak orang atau golongan dalam masyarakat (Soenarko, 2003).
Menurut Anderson dalam Nyimas (2004) kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan itu adalah :
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan- tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.
3. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
4. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (otoritatip).
Maka berikut ini adalah pengertian tentang implementasi kebijakan yang sangat sederhana menurut Nyimas (2004) : Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Instruksi Presiden. Menurut Wibawa (1994), implementasi kebijakan merupakan pengejah wantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah- masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut.
Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
Menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2006:139) merumuskan implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu- individu atau pejabat-pejabat suatu kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Implementasi dapat di konseptualisasikan sebagai proses karena didalamnya terjadi berbagai rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Implementasi juga diartikan sebagai outputs, yaitu melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Akhirnya, implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai outcomes. Konseptualisasi ini terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi kebijakan, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat (Lester dan Stewart, dalam Kusumanegara, 2010: 98-99).
Setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi terhadap aktor- aktor untuk melakukan upaya-upaya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy (1980:1) menyatakan bahwa :
“policy implementation, as we have seen, is the stage of policy making between the establishment of a policy-such as the passage of a legislative act, the issuing of an executive order, the handling down of a judicial decision, or promulgation of a regulatory rule-and the consequences of the policy for the people whom it effects”. (implementasi kebijakan, seperti yang kita lihat, merupakan tahapan dari pembuatan kebijakan antara membangun kebijakan seperti disetujuinya undang- undang oleh legislatif, dikeluarkannya perintah eksekutif, ditetapkanya keputusan pengadilan, atau diterbitkannya peraturan dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan bagi orang-orang yang terkait dengan
Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk memengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Dapatlah dikatakan, bahwa semua kebijakan pemerintah itu baru ada artinya, bila pelaksanaan kebijakan itu dilakukan melalui jalan yang sesuai dan sebagaimana seharusnya untuk kepentingan masyarakat.
Grindle dalam Winarno (2012:149) juga memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu ikatan (linkage) yang memudahkan tujuan- tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Sejalan dengan Soenarko (2003:180) yang mengatakan bahwa proses pelaksanaan kebijakan (policy implementation) merupakan proses yang panjang dan meluas guna tercapainya tujuan kebijakan itu, karena penerapan atau application kebijakan itu adalah terhadap masyarakat, dan masyarakat mempunyai sifatnya yang berkembang dengan kesadaran nilai-nilai yang berkembang pula.
Setiap kebijakan atau program haruslah dilaksanakan dalam waktu yang tepat serta dijaga sehingga tidak terjadi ketidaklancaran dalam pelaksanaan itu, yang oleh Michall C. Musheno disebut “implementation lag”, yaitu waktu yang berlangsung antara “policy adoption” dan “actual program implementation”.
Suatu kebijakan yang telah diterima dan disahkan (adopted), tidaklah akan ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Pelaksanaan kebijakan itu haruslah berhasil.
Malahan tidak hanya pelaksanaannya saja yang harus berhasil, akan tetapi tujuan
atau goals yang terkandung dalam kebijakan itu haruslah tercapai, yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat atau public interest (Soenarko, 2003:184- 185).
Dari beberapa definisi implementasi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula ditambahkan bahwa proses implementasi untuk sebagian besar dipengaruhi oleh macam tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian benar bahwa implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
2.2.1 Model Implementasi Kebijakan
Menurut Indiahono (2009:19), model adalah sebuah kerangka sederhana yang merupakan sebuah usaha untuk memudahkan penjelasan terhadap suatu fenomena. Model banyak digunakan untuk memudahkan para pemerhati atau pembelajar tingkat awal. Menurut Nugroho (2003:167) pada prinsipnya terdapat dua pemilihan jenis model implementasi kebijakan publik yaitu implementasi kebijakan publik yang berpola dari atas ke bawah (top down) dan dari bawah ke atas (bottom-up), serta pemilihan implementasi kebijakan publik yang berpola paksa (command-and-control) dan pola pasar (economic incentive).
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Model Pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut dengan A Model of the Policy
Implementation (1975). Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, variabel-variabel tersebut yaitu:
1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya
3. Karakteristik organisasi pelaksana
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan 5. Disposisi atau Sikap para pelaksana
6. Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn dijelaskan sebagai berikut:
1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya
merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Meter dan Van Horn, 1974).
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks (dalam Van Meter dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town study suggest that the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of the program”.
Van Meter dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:
”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk
memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.”
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors).Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi.
Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak.
Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan secara intensif. Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan.
Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian sebaliknya.
5. Disposisi atau sikap para pelaksana
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006):
”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan
kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).
Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan Van Horn, 1974). Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.
6. Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
Secara skematis, model implementasi kebijakan publik Van Meter danVan Horn dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini:
2.3 Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Definisi CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada (Wibisono,2007). Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
Berikut ini adalah beberapa defenisi CSR menurut beberapa ahli dan lembaga tertentu :
Definisi tertua CSR diartikan oleh Howard.R.Bowen in Social Responsibility of the businessman (1953), CSR adalah tanggung jawab seorang pengusaha mencoba menunjukkan nilai-nilai sosial. Dimana sesuai dengan America conference on CSR 2002 (Hartanti,2006). Johnson dan Johnson (Hadi, 2011) mendefinisikan Corporate Social Responsibility is about how companies
manage the business processes to produce an overall positive impact on society.
Definisi tersebut pada dasamya berangkat dari filosofi bagaimana cara mengelola perusahaan, baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak yang positif bagi perusahaan dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan.
Versi lain mengenai definisi CSR dilontarkan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai “the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with amployees and their representative the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.”(Wibisono,2007)
CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (ISO 26000, 2007).
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa CSR adalah komitmen perusahaan dalam bertindak secara etis dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi dan sosial kepada seluruh stakeholder-nya serta memerhatikan lingkungan sekitar perusahaan dengan baik agar tercapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Jadi dengan kata
lain penerapan CSR ini merupakan investasi yang tidak terlihat bagi perusahaan yang menerapkannya, karena apabila penerapan CSR dapat berhasil dilakukan maka citra baik perusahaan akan tetap terjaga di mata para stakeholdernya sehingga perusahaan nantinya akan semakin maju dan berkembang dengan dukungan yang kuat dari para stakeholder yang telah merasakan hasil dari pengimplementasian program CSR yang di lakukan oleh perusahaan.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang masih terus berkembang sehingga CSR memiliki beraneka ragam definisi. Belum ada definisi tunggal serta kriteria spesifik mengenai konsep CSR dikarenakan implementasi dan penjabaran CSR yang dilakukan perusahaan juga berbeda-beda (Sumardiyono, 2007:37).
Dari keragaman pengertian CSR maka pengertian CSR dilihat beberapa aspek yaitu:
1. Aspek ekonomi dan sosial
Anatan (2009) mendefinisikan CSR sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi, untuk meningkatkan kualitas hidup dari pegawai dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup pegawai dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat secara keseluruhan.
CSR dikemukakan ISO 26000 adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya
pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Nuryana (2005) menyatakan Corporate Social Responsibility (CSR) ialah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial di dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan.
2. Aspek lingkungan
The European Commission mendefinisikan CSR sebagai “being socially responsible means not only fulfilling legal expectations, but also going beyond compliance and investing more into human capital, the environment,and relations with stakeholders”. Artinya CSR bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi dilaksanakan secara suka rela dan ada dorongan yang tulus dari dalam, serta merupakan investasi untuk lingkungan dan stakeholders. Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
3. Pembangunan berkelanjutan (sustainability development)
Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut John Elkington sustainability (keberlanjutan) adalah keseimbangan antara people-planet-profit, yang dikenal dengan sebutan 3P dalam konsep Triple Bottom Line. Sustainability terletak pada pertemuan antara tiga
aspek, people-sosial, planet environment; dan profit-economic. Maka menurut Elkington, perusahan harus bertanggung jawab atas dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Dari definisi tersebut, tersirat makna bahwa CSR harus dilaksanakan secara terus menerus agar tercipta pembangunan berkelanjutan yang merupakan inti dari CSR, sehingga elemen profit, people, dan planet menjadi satu kesatuan utuh yang dapat memberikan manfaat yang besar dan menyentuh semua aspek kehidupan. Defenisi CSR adalah upaya manajemen yang dijalankan oleh entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif (Akib, 2010:16).
Terdapat dua jenis keberlanjutan menurut Dunphy et al.,(2000) yakni ecological sustainability (keberlanjutan ekologi) dan human sustainability (keberlanjutan manusia). Keberlanjutan ekologi mencakup desain organisasi yang dapat memberikan kontribusi kepada sustainable economic development (pembangunan ekonomi yang berkelanjutan), perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan pembaharuan biosfir (permukaan bumi dan atmosfir yang ditinggali mahluk hidup). Sementara keberlanjutan manusia adalah meningkatkan kemampuan dan keahlian manusia untuk kinerja perusahaan yang tinggi dan berkelanjutan serta untuk kesejahteraan sosial (well-being) dan ekonomi masyarakat. Sebuah organisasi yang berkelanjutan berarti organisasi yang menjalankan kegiatan dengan memahami kebutuhan dan kepentingan pihak lain (kelompok masyarakat, lembaga pendidikan dan agama, pekerja, dan masyarakat umum), serta meningkatkan jaringan kerja sama yang mempersatukan mereka
semua. Secara umum defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tangung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Budi, 2009:1).
2.3.1 Model Implementasi CSR Perusahaan Di Indonesia
Saat ini mengimplentasikan CSR menjadi tren bagi dunia usaha.
Komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial disadari bahwa keuntungan untuk keberlangsungan jangka panjang perusahaan yang hanya bisa didapat dengan adanya kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dialami PT.Danone Aqua terjadinya demonstrasi di pabrik Aqua Klaten pada 2004. Demonstrasi Aqua Klaten pada saat itu menggunakan isu kekeringan yang disuarakan oleh Walhi.
Gerakan advokasi Walhi ini merupakan respon terhadap ditetapkannya Undang- Undang no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dinilai banyak LSM sebagai pemberian tiket ke pihak swasta melakukan privatisasi air. Respon manajemen saat itu adalah membuka komunikasi dengan para pemangku kepentingan di Aqua Klaten. Kala itu, Departemen Human Resources menjadi garda depan karena dipercaya mengurusi social affairs. Cukup besarnya tekanan pemangku kepentingan memberi pelajaran penting bagi Danone Aqua, manajemen harus bertindak cepat. Do Something First, saat itu dilakukan untuk menangani isu dan memperlihatkan kepada publik bahwa Aqua telah merespon isu yang menjadi perhatian pemangku kepentingan. Setelahnya Danone mulai membentuk Departemen CSR dan merekrut orang-orang baru sehingga mulai terjadi perhatian terhadap CSR dari departemen-departemen lainnya. Hingga pada
tahun 2005 di internal Aqua mulai banyak dilakukan diskusi mengenai CSR . Pelaksanaan CSR PT.Danone Aqua adalah demi keberlanjutan usaha jangka panjang. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal, belum banyak dijadikan sebagai nama program atau kegiatan tersebut dalam perusahaan di Indonesia, termasuk Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN.
PKBL merupakan program wajib dari pemerintah bagi perusahaan BUMN untuk melakukan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan, pendanaan program tersebut diambil dari penyisihan laba bersih perusahaan. Sedangkan program CSR, diambil dari dana sukarela perusahaan. Sukarela berarti perusahaan memang sejak awal menganggarkan dana khusus untuk program-program CSR.
Walupun mempunyai perbedaan sumber dana, namun baik itu CSR maupun PKBL mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengajak perusahaan lebih etis dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, sehingga tidak merugikan lingkungan dan masyarakat, dan pada akhirnya terciptalah reputasi baik di mata stakeholders.
Peran PKBL BUMN mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena PKBL BUMN juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah
dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu:
(1) pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) (2) pengurangan jumlah penduduk miskin (propoor) dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro- growth). Melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini:
1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat.
2. Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana pendidikan dan pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.
3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar.
4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah,dan melestarikan alam dan keanekaragaman hayati.
5. Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk.
6. Pegawai meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan program renumerasi yang baik.
2.3.2 Komponen Corporate Social Responsibilty
Carrol dalam Solihin (2009) menjelaskan komponen-komponen tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam empat kategori yaitu:
1. Ekonomi responsibilities
Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri atas aktivitas ekonomi yang mengahasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.
2. Legal responsibilities
Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan menaati hukum dan peraturan yang berlaku dimana hukum dan peraturan tersebut pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif.
3. Ethical responsibilities
Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai sebuah isu dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat.
4. Discretionary responsibilities
Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan melalui berbagai program yang bersifat filantropis (mencinta sesama manusia)
2.3.3 Prinsip Corporate Social Responsibility
Ranah tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu,
tanggungjawab CSR juga mengandung interprestasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (Stakeholder).
Karena itu dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggarisbawahi prinsip dasar yang terkandung dalam tanggung jawab CSR.
Crowther David (2008 : 201) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab CSR menjadi tiga, antara lain yaitu:
a. Sustainability
Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan.
Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumber daya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Karena itu sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumber daya agar tetap memperhatikan generasi masa datang.
b. Accountability
Merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal (Crowther David, 2008 : 203). Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku kepentingan.
Tingkat keluasan dan keinformasian laporan perusahaan memiliki konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntanbillitas dan tanggung jawab perusahaan menentukan legitimasi stakeholder eksternal, serta meningkatkan transaksi saham perusahaan. Keterbukaan perusahaan atas aktivitas tanggung jawab sosial menentukan respon masyarakat bagi perusahaan. Namun informasi yang bersifat negatif justru menjadi bumerang perusahaan, dan cenderung memunculkan image negatif. Menurut Crowther David (2008 : 203) menyatakan akuntabilitas dan keterbukaan memiliki kemanfaatan secara sosial dan ekonomi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa informasi yang disampaikan perusahaan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mendukung pengambilan keputusan.
c. Transparancy
Merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transaparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Crowther David (2008 : 204) menyatakan:
“transparancy, as principle, means that the eksternal inpact of the actions of the organisation can be ascertained from that organisation as reporting and pertinent pack as are not this guised within that reporting. The effect of the action
of the organisation, including eksternal impacts, should be apparent to all from using the information provided by the organisation’s reporting mechanism”.
Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.
2.3.4 Jenis-jenis Program CSR
Kotler dan Lee (2005) dalam (Solihin 2009) menyebutkan enam kategori program CSR. Pemilihan program alternatif CSR yang akan dilaksanakan oleh perusahaan sangat bergantung kepada keenam jenis program tersebut adalah sebagai berikut :
1. Cause Promotions
Dalam program ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial atau untuk merndukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat, atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu. Berbagai benefit yang dapat diperoleh perusahaan dengan melaksanakan kegiatan cause promotions, menurut (Kotler dan Lee, 2005) adalah sebagai:
a. Pelaksanaan Cause Promotions oleh perusahaan akan memperkuat positioning merek perusahaan. Pelaksanaan Cause Promotions dapat turut menciptakan jalan bagi ekspresi loyalitas konsumen terhadap suatu masalah sehingga bisa meningkatkan loyalitas konsumen terhadap perusahaan penyelenggara promosi.
b. Memberikan peluang kepada para pegawai perusahaan untuk terlibat dalam suatu kegiatan sosial yang menjadi kepedulian mereka.
c. Dapat menciptakan kerja sama antar perusahaan dengan pihak-pihak lain (misalnya media), sehingga memperbesar dampak pelaksanaan promosi.
d. Dapat meningkatkan citra perusahaan, dimana citra perusahaan yang baik akan memberikan berbagai pengaruh positif lainnya, misalnya meningkatkan kepuasan dan loyalitas pegawai yang dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kinerja finansial perusahaan.
2. Cause Related Marketing.
Dalam program ini, perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan presentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu, serta untuk aktivitas derma tertentu. Aktivitas Cause Related Marketing (CRM) yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yaitu menyumbangkan sejumlah uang tertentu untuk setiap produk yang terjual.
3. Corporate Social Marketing.
Dalam program ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta
(CSM) lebih banyak terfokus untuk mendorong perubahan perilaku yang berkaitan dengan beberapa isu-isu kesehatan, perlindungan terhadap kecelakaan/kerugian, lingkungan, serta keterlibatan masyarakat.
4. Corporate Philanthropy
Dalam program ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, paket bantuan, atau pelayanan secara cuma-Cuma. Corporate Philanthropy biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang dilaksanakan perusahaan, antara lain sebagai berikut:
a. Program dalam bentuk sumbangan tunai b. Program dalam bentuk hibah
c. Program dalam bentuk penyediaan beasiswa d. Program dalam bentuk pemberian produk
e. Program dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma
f. Program dalam bentuk penyediaan keahlian teknis oleh pegawai perusahaan secara cuma- cuma
g. Program mengizinkan penggunaan fasilitas dan saluran distribusi yang dimiliki perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial
h. Program yang dilakukan perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan
5. Community Voluntering.
Dalam program ini, perusahaan mendukung serta mendorong para pegawai, para pemegang franchise atau rekan pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. Bentuk dukungan yang diberikan perusahaan kepada para pegawainya untuk melaksanakan program Community Volunteering adalah sebagai berikut:
a. Memasyarakatkan etika perusahaan melalui komunikasi korporat yang akan mendorong pegawai untuk menjadi sukarelawan bagi komunitas. Komunikasi ini dapat pula dijadikan sarana agar pegawai mengetahui sumber daya perusahaan yang dapat digunakan untuk suatu peluang aktivitas sukarela.
b. Menyarankan kegiatan sosial akan aktivitas amal tertentu yang biasa diikuti oleh para pegawai. Dalam kaitan ini, perusahaan akan menyediakan informasi yang rinci mengenai bagaimana keterlibatan para pegawai perusahaan dalam aktivitas tersebut berikut bentuk kegiatan sosial atau amal yang akan dilakukan.
c. Mengorganisasi tim sukarelawan untuk suatu kegiatan sosial.
d. Membantu para pegawai menemukan kegiatan sosial yang akan dilaksanakan melalui survey ke wilayah yang diperkirakan membutuhkan bantuan sukarelawan, mencari informasi melaui situs web atau dalam beberapa kasus dengan menggunakan perangkat lunak (software) khusus yang akan melacak aktivitas sosial yang cocok dengan minat pegawai yang akan menjadi sukarelawan.
e. Menyediakan waktu cuti dengan tanggungan perusahaan bagi pegawai yang bersedia menjadi tenaga relawan, dimana waktu cuti ini bervariasi dari hanya beberapa hari kerja sampai menggunakan waktu cuti satu tahun untuk melaksanakan kegiatan sukarela atas nama perusahaan.
f. Memberikan penghargaan dalam bentuk uang untuk jumlah jam yang digunakan pegawai tersebut sebagai sukarelawan.
g. Memberikan penghormatan kepada para pegawai yang terlibat dalam kegiatan sukarela seperti memberitakan pegawai yang bersangkutan dalam majalah internal perusahaan. Penghormatan bisa juga dengan memberikan penghargaan seperti penyematan pin maupun pemberian plakat, atau memberi kesempatan kepada pegawai yang menjadi sukarelawan untuk memberikan presentasi pada pertemuan tingkat departemen maupun rapat tahunan.
6. Socially Responsible Business Practice (Community Development)
Dalam program ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas dalam hal ini mencakup pegawai perusahaan, pemasok, distributor, serta organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kesejahteraan mencakup di dalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, serta pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional.
2.3.5 Konsep Penerapan dan Implementasi CSR
Menurut Wibisono (2007) implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Perusahaan yang pimpinanannya tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan diharap akan mempedulikan aktivitas sosial. Kedua, menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberi kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah.
Semakin amburadul regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Menurut Wibisono (2007) setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari
masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatiakan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme.
Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya licence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bias tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Cara perusahaan memandang CSR atau alasan perusahaan menerapkan CSR bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori (Wibisono, 2007) yaitu sebagai berikut :
1. Hanya sekedar basa-basi dan keterpaksaan belaka, artinya CSR dipraktekkan lebih karena faktor ekternal (eksternal driven). Selain itu juga karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR adalah untuk mendongkrak citra perusahaan.
2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena adanya market driven.
3. CSR bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance alian compliance plus.
CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driver). Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi bagi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sebagai sentra laba (profit centre) dimasa mendatang. Logikanya sederhana, bila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar ketimbang nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri.
Belum lagi resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Aktivitas CSR berada dalam koridor strategi perusahaan yang di arahkan untuk mencapai bottom line business goal yaitu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Implementasi CSR itu merupakan langkah-langkah pilihan sendiri, sebagai kebijakan perusahaan, bukan karena dipaksa oleh aturan dan tekanan masyarakat.
2.3.6 Manfaat Corporate Social Responsibility
Bila kita kelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan yaitu:
1. Brand differentiation.
Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya